Anda di halaman 1dari 65

LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN

Dengan Rigid Pavement

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. UMUM

Kelancaran arus lalu lintas sangat tergantung dari kondisi jalan yang ada, semakin baik

kondisi jalan maka akan semakin lancar arus lalu lintas. Untuk itu dalam perencanaan jalan, perlu

dipertimbangkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi fungsi pelayanan jalan tersebut, seperti

fungsi jalan, kinerja perkerasan, umur rencana, lalu lintas yang merupakan beban dari perkerasan

jalan, sifat tanah dasar, kondisi lingkungan, sifat dan jumlah material yang tersedia di lokasi yang

akan dipergunakan sebagai bahan lapis perkerasan, dan bentuk geometrik lapisan perkerasan.

1.2. TUJUAN DAN SASARAN

Konstruksi jalan yang akan dibangun haruslah mampu memberikan rasa aman dan nyaman

kepada pengguna jalan. Ada dua persyaratan utama yang harus dipenuhi yaitu :

1). Syarat keamanan dan kenyamanan


Dipandang dari kenyamanan, konstruksi perkerasan lentur haruslah memenuhi syarat-syarat
berikut:
 Permukaan rata, tidak boleh bergelombang, tidak melendut dan tidak pula berlubang.
 Permukaan harus cukup keras atau kaku, sehingga tidak mudah mengalami deformasi
akibat beban lalu lintas yang bekerja di atasnya.
 Permukaan harus cukup kesat sehingga memberikan gesekan yang baik antara roda
kendaraan dan permukaan jalan sehingga tidak terjadi selpi.
 Permukaan tidak mengkilap dan tidak menimbulkan silau bila terkena sinar matahari.
2). Syarat-syarat struktural
Dari segi kemampuan memikul serta menyebarkan beban lalu lintas,konstruksi perkerasan
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut ini :
 Memiliki ketebalan yang cukup sehingga mampu memikul serta menyebarkan beban lalu
lintas ke tanah dasar.
 Harus kedap terhadap air, sehingga air yang mengalir pada permukaan keras tidak meresap
ke dalam lapis perkerasan tersebut.

UBD
1
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

 Permukaan harus mudah mengalirkan air, dan dengan demikian air hujan yang mengalir di
atasnya dapat cepat dialirkan ke parit atau saluran drainase yang ada.
 Harus cukup kaku untuk menimbulkan beban yang bekerja tanpa adanya deformasi yang

berarti.

1.3. JENIS DAN FUNGSI PERKERASAN

Bagian perkerasan jalan pada umumnya terdiri dari :

1) Lapis tanah dasar ( subgrade ).

2) Lapis pondasi bawah ( sub-base course ).

3) Lapis pondasi atas ( base course ).

4) Lapis permukaaan ( surface course ).

Lapis permukaan
Pondasi atas
Pondasi bawah

Tanah dasar
Gambar 1.1
Susunan Lapis Perkerasan Jalan

Lapisan pemukaan harus mampu menerima seluruh jenis gaya yang bekerja, lapis pondasi

atas menerima beban vertikal dan getaran serta selanjutnya lapisan tanah dasar dianggap hanya

menerima beban vertikal saja. Dari masing-masing kriteria tersebut, maka setiap lapisan harus

direncanakan sesuai dengan tugas atau fungsinya dalam memikul beban yang akan diterimanya.

1.3.1. Lapis Tanah Dasar ( Subgrade )

Lapisan tanah dasar berfungsi sebagai perletakan dan lapis perkerasan. Tebal lapisan ini

berkisar diantara 50 – 100 cm. Lapisan tanah dasar dapat dibedakan atas :

 Tanah dasar berupa tanah galian.

 Tanah dasar berupa tanah timbunan.

 Tanah dasar berupa tanah asli.


UBD
2
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

Sebelum di letakan lapisan-lapisan berikutnya, tanah dasar harus dipadatkan terlebih dahulu

sehingga tercapai kesetabilan yang tinggi terhadap perubahan volume. Kekuatan dan keawetan

konstruksi perkerasan jalan sangat ditentukan oleh daya dukung tanah dasar. Masalah-masalah

yang sering dijumpai menyangkut tanah dasar adalah :

 Perubahan bentuk.

 Sifat mengembang dan menyusut.

 Daya dukung tanah dasar yang tidak merata.

 Daya dukung yang tidak merata akibat pelaksanaan yang kurang baik.

 Perbedaan penurunan.

 Kondisi geologi.

1.3.2. Lapis Pondasi Bawah ( Sub-Base Course )

Lapis pondasi bawah ( sub-base course ) terletak di antara lapis pondasi atas ( base

course ) dengan tanh dasar ( subgrade ). Lapisan ini berfungsi sebagai :

1) bagian dari konstruksi perkerasan memikul dan menyebarkan beban roda ke tanah

dasar. Lapisan ini harus cukup kuat, memiliki CBR ≥ 20 % dan indeks Plastisitas

( PI ) ≤ 10 %. Campuran-campuran tanah setempat dengan semen atau kapur dala

beberapa hal sangat dianjurkan agar memperoleh bantuan yang efektif terhadap

kestabilan konstruksi perkerasan.

2) Efisieni penggunaan material yang relatif murah agar lapisan-lapisan di atasnya dapat

dikurangi ketebalannya ( penghematan biaya konstruksi ).

3) Mencegah tanah dasar yang berbutir halus masuk kedalam lapis pondasi atas.

4) Sebagai lapis permukaan agar pelaksanaan dapat berjalan dengan lancar.

UBD
3
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

1.3.3. Lapis pondasi Atas ( Base Course )

Lapis pondasi atas ( base course ) terletak di antara lapis pondasi bawah dan lapis pondasi

permukaan. Fungsi lapis pondasi atas antara lain adalah :

 Merupakan bagian perkerasan yang menahan beban vertikal dari roda kendaraan dan

menyebarkannya ke lapisan yang ada di bawahnya.

 Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.

Bahan yang akan digunakan untuk lapis pondasi haruslah cukup kuat. Untuk lapis pondasi

atas tanpa bahan pengikat umumnya dapat digunakan material dengan CBR > 50 % dan Indeks

Plastisitas ( PI ) < 4 %. Bahan-bahan alam seperti batu pecah, krikil, stabilisasi tanah dengan

semen atau kapur dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi atas.

Jenis lapis pondasi atas yang umum dipergunakan di Indonesia antara lain :

1. agregat bergradasi baik, yang dapat dibagi atas :

 Batu pecah kelas A

 Batu pecah kelas B

 Batu pecah kelas C

Perbedaan kelas tersebut menandakan tingkat kekerasan gradasinya. Gradasi kelas

A lebih kasar dibandingkan gradasi kelas B, begitu pula gradasi kelas B lebih kasar

dibandingkan dengan gradasi kelas C.

2. Pondasi Macadam.

3. Pondasi Telford.

4. Lapis penetrasi Macadam.

5. Aspal beton pondasi ( Asphalt Treated / Asphalt Concrete Base ).

6. Stabilisasi agregat dengan semen, kapur atau aspal.

1.3.4. Lapis Permukaaan ( Surface Course )

Lapis permukaaan terletak paling atas dari susunan lapisan perkerasan. lapisan ini

berfungsi sebagai :
UBD
4
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

 Lapis perkerasan yang menahan beban roda.

 Lapis kedap air.

 Laips aus ( wearing course ).

 Lapisan yang menyebarkan beban yang diterimanya ke lapisan

bawah.

Jenis lapisan permukaan yang umum digunakan di Indonesia antara lain adalah :

1. Lapisan nonstruktural.

Lapisan yang berfungsi sebagai lapisan aus dan lapisan kedap air, antara lain :

o Burtu ( laburan aspal satu lapis )

Merupakan lapisan penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu

lapis agregat bergradasi seragam,dengan ketebalan maksimum 2 cm.

o Burda ( laburan aspal dua lapis )

Merupakan lapisan penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan

satu lapis agregat bergradasi seragam, dikerjakan dua kali secara berurutan dengan

ketebalan padat maksimum 3,5 cm.

o Latasir ( lapis tipis aspal pasir )

lapisan penutup yang terdiri dari lapisan aspal dan pasir alam bergradasi menerus

dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu dengan tebal padat 1–2 cm.

o Buras ( laburan aspal )

Merupakan lapisan penutup yang terdiri dari laipsan aspal taburan pasir dengan

ukuran butir maksimum 3/8 inci.

o Latasbum ( lapis tipis asbuton murni )

Merupakan lapisan penutup yang terdiri dari campuran asbuton dan bahan pelunak

dengan perbandingan tertentu yang tercampur secara dingin dengan tebal padat

maksimum 1 cm.

UBD
5
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

o Lataston ( lapis tipis aspal beton, Hot Rolled Sheet (HRS) )

Merupakan lapisan penutup yang terdiri dari campuran agregat bergradasi

timpang, mineral pengisi ( filter ) dan aspal keras dengan perbandingan tertentu,

dicampur dalam keadaan panas dengan ketebalan padat maksimum 2,5 – 3 cm.

Jenis lapisan permikaan di atas walaupun bersifat nonstruktural, namun dapat

menambah daya tahan perkerasan terhadap penurunan kualitas, sehingga secara

keseluruhan menambah masa pelayanan dan konstruksi perkerasan. Jenis lapisan ini

terutama digunakan untuk tujuan pemeliharaan jalan.

2. Lapisan yang bersifat struktural.

Lapisan ini berfungsi sebagai laisan aus dan kedap air juga berfungsi sebagai

lapisan yang menahan dan meneruskan beban roda kendaraan ke lapisan yang ada di

bawahnya, antara lain :

o Lapen ( lapis penetrasi Macadam )

Merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dan agregat pengunci

bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan di

atasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Di atas lapen ini biasanya diberi laburan

aspal dengan agregat penutup. Tebal lapisan padat 3 – 5 cm.

o Lasbutag ( lapis asbuton campuran dingin )

Adalah campuran yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, asbuton, bahan

pelunak dan filler yang dicampur, dihampar dan dipadatkan secara dingin dengan

tebal lapisan padat 3 – 5 cm.

o Laston ( lapis aspal beton )

Merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan raya yang terdiri dari agregat

kasar, agregat halus, filler dan aspal keras. Yang dicampur, dihamparkan dan

dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu.

UBD
6
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

BAB. II
PERKERASAN JALAN

2.1. PARAMETER PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN

Lapis perkerasan jalan berfungsi menerima dan menyebarkan beban lalu lintas tanpa

menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi perkerasan akan memberikan kenyamanan

kepada si pengemudi selama masa pelayanan jalan tersebut. Untuk itu dalam perencanaan

konstruksi, lapis konstruksi perkerasan perlu sekali mempertimbangkan semua factor-faktor yang

dapat mempengaruhi pelayanan konstruksi perkerasan jalan, seperti :

2.1. 1. Sifat Tanah Dasar

Lapisan tanah dasar merupakan lapisan yang yang paling atas, yang nantinya akan di

letakkan lapis perkerasan di atasnya. Kualitas tanah dasar akan sangat mempengaruhi kualitas

dari konstruksi perkerasan secara keseluruhan. Sebelum dilakukan pekerjaan konstruksi

perkerasan, tanah dasar ini terlebih dahulu harus diperiksa daya dukungnya. Pemeriksaan daya

dukung tanah dapat dilakukan dengan CBR ( California Bearing Ratio ) merupakan cara yang

paling sering digunakan di Indonesia, DCP ( Dynamic Cone Penetrometer ) dan lain sebagainya.

CBR diperoleh dari hasil pemeriksaan contoh tanah yang telah disiapkan di laboratorium

ataupun di lapangan. Sebelum dialakukan pengambilan sontoh di lapangan, perlu dilakukan

evaluasi terhadap kedalaman atau elevasi tanah dasar rencana, sehingga para pengambil contoh

dapat mengetahui pada lokasi atau posisi mana tanah harus diambil sebagai contoh sample untuk

diuji.

 Bila tanah dasar merupakan tanah hasil timbunan

UBD
7
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

Maka perlu ditinjau ketebalan lapisan timbunan tersebut. Untuk tanah timbunan kurang dari

1 meter, maka sample tanah diambil baik dari bahan timbunan maupun tanah aslinya. Untuk

timbunan lebih dari 1m, maka sample tanah yang diambil cukup dari tanah timbunannya saja.

 Bila tanah dasar merupakan tanah hasil galian

Maka perlu diketahui kedalaman dari galian tersebut dari permukaan tanah aslinya. Dari

kedalaman ini dapat diambil kesimpulan apakah perlu dilakukan Test Pit ( sumur uji ) atau cukup

dilakukan analisa lapis dan sifat-sifat tanah lainnya dengan cara pemboran.

 Bila tanah dasar sama dengan muka tanah asli

Maka pengambilan contoh tanah dilakukan di sepanjang trase jalan. Interval pengambilan

harus berdasarkan jenis tanah di sepanjang trase tersebut. Untuk jenis tanah yang sama, maka

pengambilan contoh dapat dilakukan dengan interval 1 Km sekali, namun apabla terjadi

pergantian jenis tanah, maka sample tanah harus diambil pada setiap perubahan tersebut.

Penentuan nilai CBR untuk perencanaan jalan perlu mempertimbangkan segi ekonomis

namun tidak mengorbankan segi kekuatan untuk konstruksi jalan yang akan dibangun. Pada

kenyataannya, besarnya harga CBR pada setiap titik pengujian di sepanjang jalur jalan tidaklah

sama. Hal ini disebabkan oleh tidak seragamnya jenis dan kondisi tanah yang ada. Apabila

perencanaan tebal lapis perkerasan hanya berdasarkan nilai CBR yang paling kecil, maka dapat

dipastikan akan menghasilkan lapis perkerasan yang cukup tebal, yang pada akhirnya akan

menghabiskan biaya yang cukup mahal. Sebaliknya diambil CBR terbesar, maka dipastikan hasil

perencanaan tidak akan memenuhi syarat.

Sebaiknya panjang jalan tersebut dibagi atas segmen-segmen jalan, dimana setiap segmennya

mempunyai daya dukung yang hampir sama. Jadi segmen jalan adalah bagian dari panjang jalan

yang mempunyai sifat-sifat tanah yang sama, antara lain daya dukung tanah, jenis tanah dan

keadaan lingkungannya.

UBD
8
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

Setiap segmen jalan mempunyai satu nilai CBR yang mewakili daya dukung tanah dasar dan

digunakan untuk perencanaan tebal lapis perkerasan pada segmen jalan tersebut. Nilai CBR

segmen dapat ditentukan dengan menggunakan cara analitis.

 Cara Anailitis

Perhitungan CBR dengan cara analitis dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai

berikut :

CBR segmen = CBR rata-rata – ( CBR maks - CBR min ) / R

Dimana nilai R tergantung dari jumlah data yang terdapat di dalam satu segmen

Tabel 2.1

Nilai R untuk perhitungan CBR segmen

Jumlah Titik Pengamatan Nilai R


2 1,41
3 1,91
4 2,24
5 2,48
6 3,67
7 2,83
8 2,96
9 3,08
>10 3,18
Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

2.1.2. Kinerja Perkerasan Jalan

Kinerja perkerasan jalan meliputi tiga hal utama yaitu :

 Keamanan yang ditentukan oleh nilai gesekan akibat kontak antara roda kendaraan

dengan permukaan perkerasan. Besarnya gaya gesek yang terjadi dipengaruhi oleh

bentuk dan kondisi ban tekstur permukaaan jalan dan kondisi cuaca.

 Struktur perkerasan sehubungan dengan kondisi fisik dari perkerasan tersebut,

misalnya retak-retak, alur, amblas, bergelombang dan lain-lain

UBD
9
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

 Fungsi pelayanan sehubungan dengan bagaimana perkerasan tersebut memberikan

pelayanan kepada pemakai jalan. Kondisi perkerasan dan fungsi pelayanannya

merupakan satu kesatuan yang mendukung terwujudnya kenyamanan bagi

pengemudi.

Gangguan kenyamanan bagi pengemudi dapat disebabkan oleh gangguan dalam arah

memanjang ( Longitudinal Distorsion ), yakni berupa gelombang-gelombang dari perkerasan

sepanjang jalan dan gangguan dalam arah melintang ( Transverse Distorsion ), misalnya berupa

kemiringan melintang yang tidak stabil.

Kinerja perkerasan dapat dinyatakan dengan : Indeks Permukaan (IP) atau

Servicibility Index dan indeks kondisi jalan atau road condition index (RCI).

Tabel 2.2

Nilai Indeks Permukaan Menurut AASHTO

Indeks Permukaan ( IP ) Fungsi Pelayanan


4–5 Sangat Baik
3–4 Baik
2–3 Cukup
1–2 Kurang
0–1 Sangat Kurang
Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

Indeks Permukaan ( Servicibility Index) diperkenalkan oleh AASHTO yang diperoleh

dari pengamatan kondisi jalan, meliputi kerusakan-kerusakan seperti retak-retak, alur-alur,

lubang-lubang, lendutan pada jalur roda, kekerasan permukaan dan lain sebagainya yang

terjadi selama usia rencana. Indeks permukaan bervariasi dari nilai 0 sampai dengan 5, yang

masing-masing nilai angka menunjukkan fungsi pelayanan.

Bina Marga memberikan nilai IP untuk berbagai kondisi permukaan jalan sebagai berikut :

IP = 1,0 menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga

mengganggu lalu lintas kendaraan.


UBD
10
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

IP = 1,5 Menyatakan tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin dilewati ( jalan

tidak terputus ).

IP = 2,0 Adalah menyatakan tingkat pelayanan terendah bagi jalan yang masih mantap.

IP = 2,5 Menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.

Dalam menentukan Indeks Permukaan ( IP ) pada akhir umur rencana, perlu

dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah Lintasan Ekivalen

Rencana ( LER )

Tabel 2.3

Indeks Permukaan Umur Rencan ( IPo )

Lintas Ekivalen Rencana Klasifikasi jalan


( LER ) Lokal Kolektor Arteri TOL
< 10 1,0 - 1,5 1,5 1,5 – 2,0 -
10 – 100 1,5 1,5 – 2,0 2,0 -
100 - 1000 1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 -
> 1000 - 2,0 – 2,5 2,5 2,5
Sumber : Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya

Dalam menentukan indeks permukaan umur rencana ( IPo ) perlu diperhatikan jenis

lapis permukaan jalan ( kerataan atau kehalusan serta kekokohannya ) pada awal umur

rencana. IPo ini tergantung dari jenis bahan yang dipergunakan untuk lapis perkerasan

tersebut.

2.1.3. Umur Rencana

Umur rencana ( UR ) perkerasan jalan adalah jumlah waktu dalam tahun dihitung sejak

jalan tersebut mulai dibuka sampai saat diperlukan perbaikan berat atau dianggap perlu untuk

diberi lapisan permukaan yang baru. Selama umur rencana, pemeliharaan jalan tetap harus

dilaksanakan seperti pelapisan nonstructural yang berfungsi sebagai lapis aus. Umur rencana

untuk jalan yang baru dibuka pada umumnya diambil 20 tahun, sedangkan untuk peningkatan

jalan pada umumnya diambil 10 tahun. Umur rencana lebih dari 20 tahun dipandang kurang

UBD
11
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

ekonomis karena perkembangan lalulintas terlalu besar atau sukar mendapat tingkat ketelitian

yang memadai.

 Angka Ekivalen Kendaraan

Berat kendaraan ditransfer ke perkerasan jalan melalui roda-roda kendaraan yang

terletak di ujung-ujung sumbu kendaraan. Setiap jenis kendaraan memiliki konfigurasi

sumbu yang berbeda-beda. Sumbu depan merupakan sumbu tunggal roda tunggal,

sedangkan sumbu belakang dapat merupakan sumbu tunggal roda tunggal, sumbu tunggal

roda ganda, ataupun sumbu ganda roda ganda. Dengan demikian setiap jenis kendaraan

akan memiliki angka ekivalen yang merupakan hasil penjumlahan dari angka ekivalen

sumbu depan dan sumbu belakang. Beban masing-masing sumbu dipengaruhi oleh titik

berat dari kendaraan tersebut.

E = E sumbu depan + E sumbu belakang

E sumbu depan = Distribusi Beban sumbu depan ( Beban sumbu tunggal, kg/8160 )4

E sumbu belakang = Distribusi Beban sumbu belakang (Beban sumbu tunggal, kg/8160)4

Hasil perhitungan angka ekivalen yang dipengaruhi beban kosong dan beban muatan

maksimum untuk setiap jenis kendaraan ada pada table 2.10.

Dari perhitungan tersebut terlihat bahwa truk memiliki angka ekivalen yang berbeda antara

kendaran kosong dan kendaran termuat penuh ( berat maksimum ). Pada perencanan tebal

perkerasan sebaiknya tidak selalu mempergunakan angka ekivalen berdasarkan berat

maksimum dan tidak juga menggunakan angka ekivalen berdasarkan berat kosong. Angka

ekivalen yang digunakan untuk perencanaan adalah angka ekivalen berdasarkan berat

kendaraan yang diharapkan selama umur rencana. Berat kendaraaan tersebut sangat

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain

 Fungsi jalan

 Keadaan medan

 Kondisi jembatan
UBD
12
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

 Kegiatan ekonomi di daerah bersangkutan

 Perkembangan daerah

Dengan demikian, maka sebaiknya angka ekivalen yang dipergunakan untuk perencanaan

tebal perkerasan adalah angka ekivalen hasil survey timbang yang telah dilakukan pada

daerah tersebut.

 Jumlah Jalur dan Koefisien Distribusi Kendaraan

Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalulintas dari suatu ruas jalan raya yang

menampung lalulintas terbesar. Jika jalan tidak mempunyai pembatas jalur, maka jumlah

jal;ur ditentukan dari lebar perkerasan .

Persentase kendaraan pada jalur rencana dapat ditentukan dengan menggunakan koefisien

distribusi kendaraan C, untuk jenis kendaraan ringan dan berat.

Tabel 2.4

Jumlah Jalur Berdasarkan Lebar perkerasan

Lebar Pelaksanaan ( L ) Jumlah Jalur ( N )


L < 5,50 m 1 jalur
5,50 m ≤ L < 8,25 m 2 jalur
8,25 m ≤ L < 11,25 m 3 jalur
11,25 m ≤ L < 15,00 m 4 jalur
15,00 m ≤ L < 18,75 m 5 jalur
18,75 m ≤ L < 22,00 m 6 jalur
Sumber : Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya

Tabel 2.5

Koefisien Distribusi Kendaraan C

Kendaraan Ringan Kendaraan Berat


Jumlah Jalur 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
1 jalur 1,000 1,000 1,000 1,000
2 jalur 0,600 0,500 0,700 0,500
3 jalur 0,400 0,400 0,500 0,475
4 jalur - 0,300 - 0,450
5 jalur - 0,250 - 0,425
6 jalur - 0,200 - 0,400
Sumber : Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya

UBD
13
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

Keterangan :

Berat total kendaraan ringan < 5 ton, misalnya : Mobil penumpang, Pick Up, Mobil

hantaran. Berat total kendaraan berat ≥ 5 ton, misalnya : Bus, Truk, Traktor, Semi Trailer,

Trailer.

 Lintas harian Rata-rata dan rumus-rimus lintas ekivalen

Lalulintas harian rata-rata ( LHR ) setiap jenis kendaraan ditentukan pada permulaan

umur rencana, yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa median atau masing-masing

arah untuk jalan dengan median. LHR merupakan unsure penting dalam menentukan

besarnya lintas ekivalen suatu ruas jalan.

Dengan memperhatikan besarnya LHR, koefisien distribusi kendaraan dan angka

ekivalen, maka besarnya lintas ekivalen dapat ditentukan dengan rumus-rumus sebagai

berikut seperti di bawah ini.

 Lintas Ekivalen Permukaan ( LEP )

Yaitu merupakan jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal seberat

8160 kg pada jalur rencana yang diduga terjadi pada awal umur rencana. LEP dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut :

LEP = LHRj x Cj Ej

Dimana :

j = Jenis kendaraan

 Lintas Ekivalen Akhir ( LEA )

Yaitu merupakan jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal seberat

8160 kg pada jalur rencana yang diharapkan terjadi pada akhir usia rencana. LEA

dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

LEA = LHRj ( 1 + I )UR x Cj x Ej

Dimana :

UBD
14
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

j = Jenis kendaraan

i = Angka pertumbuhan lalulintas rata-rata ( %tahun )

UR = Umur rencana ( tahun )

 Lintas Ekivalen Tengah ( LET )

Yaitu merupakan jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal seberat

8160 kg pada jalur rencana yang diharapkan terjadi pada pertengahan umur rencana.

LET dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

LET = ½ ( LEP + LEA )

 Lintas Ekivalen Rencana ( LER )

Adalah suatu besaran yang digunakan dalam nomogram penetapan tebal perkerasan

untuk menyatakan jumlah lintas ekivalen sumbu tunggal seberat 8160 kg pada jalur

rencana. LER dapat dihitung dengan rumus :

LER = LET x UR/10

2.2. KONDISI LINGKUNGAN

Kondisi lingkungan ini dalam perencanaan tebal perkerasan jalan disebut dengan faktor

regional ( FR ). Faktor utama yang sangat berpengaruh terhadap konstruksijalan adalah air, baik air

yang berasal dari hujan ataupun air yang berasal dari dalam tanah. Disamping itu, kelandaian jalan

dan jumlah kendaraan berat yang akan menggunakan jalan terserbut juga akan ikut berpengaruh

didalam penentuan tebal perkerasan.

Didalam perencanaan pembangunan jalan, pengaruh keadaan lapangan yang menyangkut

permeabilitas tanah dan perlengkapan drainase dapat dianggap sama. Dengan demikian di dalam

menentukan tebal lapis perkerasan, faktor regional hanya dipengaruhi oleh bentuk kelandaian dan

tikungan, persentase kendaraan berat dan yang berhenti serta iklim setempat.

Tabel 2.6

Koefisien Distribusi Kendaraan C

Kelandaian I Kelandaian II Kelandaian III

UBD
15
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

<6% 6 – 10 % > 10 %
% kendaraan berat % kendaraan berat % kendaraan berat
≤ 30 % > 30 % ≤ 30 % > 30 % ≤ 30 % > 30 %
IKlim I 0,5 1,0 – 1,5 1,0 1,5 – 2,0 1,5 2,0 – 2,5
< 900 mm/th
IKlim I 1,5 2,0 – 2,5 2,0 2,5 – 3,0 2,5 3,0 – 3,5
> 900 mm/th
Sumber : Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya

Catatan : pada bagian jalan-jalan tertentu seperti persimpangan, pemberhentian atau

tikungan tajam ( R ≤ 30 m ), FR ditambah dengan 0,5. pada daerah rawa-rawa atau FR ditambah

dengan 1,0.

2.3. SIFAT MATERIAL LAPISAN PERKERASAN

Perencanaan tebal perkerasan ditentukan juga dari jenis lapisan perkerasan. Hal ini ditentukan

dari tersedianya material di lokasi dan mutu material tersebut. Ketersediaan material di lokasi akan

berpengaruh terhadap biaya pembangunan secara langsung, mengingat biaya transportasi yang harus

dikeluarkan apabila material harus didatangkan dari luar daerah. Namun begitu, kualitas material

juga harus dijaga agara mutu konstruksi jalan yang dibuat dapat dicapai. Dengan pertimbangan

tersebut,banyak sekali alternatif dari material yang dapat dipilih, yang dipercaya sangat ekonomis

dari segi pembiayaan, juga cukup baik dalam hal kekuatannya.

2.3.1. Koefisien Kekuatan Relatif

Koefisien kekuatan relatif ( a ) masing-masing bahan dan kegunaannya sebagai lapis

permukaan, pondasi, pondasi bawah, ditetapkan secara korelasi sesuai nilai dari pengujian

marshall ( MS, untuk beban dengan pengikatan aspal ), kuat tekan ( Kt, untuk bahan hasil

stabilisasi kapur dan semen ) atau CBR ( untuk lapis pondasi bawah ).

Tabel 2.7

Koefisien Kekuatan Relatif

Koefisien kekuatan relatif Kekuatan bahan


a1 a2 a3 MS (kg) KT (kg/cm2) CBR (%) Jenis bahan
0,40 - - 744 - -
0,35 - - 590 - -
0,32 - - 454 - - Laston
0,30 - - 340 - -

UBD
16
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

0,35 - - 744 - -
0,31 - - 590 - - Lasbutag
0,28 - - 454 - -
0,26 - - 340 - -

0,30 - - 340 - - HRA


0,26 - - 340 - - Aspal Macadam
0,25 - - - - - Lapen (mekanis)
0,20 - - - - - Lapen (manual)

- 0,28 - 590 - - Laston Atas


- 0,26 - 454 - -
- 0,24 - 340 - -

- 0,23 - - - - Lapen (Mekanis)


- 0,19 - - - - Lapen (Manual)

- 0,15 - - 22 - Soil Cement


- 0,13 - - 18 -

- 0,15 - - 22 - Stabilisasi Tanah


- 0,13 - - 18 - Kapur

- 0,14 - - - 100 Batu Pecah (Kelas A)


- 0,12 - - - 80 Batu Pecah (Kelas B)
Batu Pecah (Kelas C)
- 0,11 - - - 60

- - 0,13 - - 70 Sirtu /Pitrum


(kelas A)
- - 0,12 - - 50 Sirtu /Pitrum
(kelas B)
Sirtu /Pitrum
- - 0,11 - - 30 (kelas C)

- - 0,10 - - 20 Tanah / Lempung


Kepasiran

Sumber : Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya

2.3.2. Batas-Batas Minimum Tebal Perkerasan

Disamping memberikan nilai koefisien sebagaimana tersebut di atas, Bina Marga juga

membatasi ketebalan dari masing-masing lapisan yang paling minimum sehubungan dengan

beban lalulintas yang akan diterimanya. Beban lalulintas yang akan diterima oleh lapisan

perkerasan merupakan suatu nilai yang diberi nama dengan Indeks Tebal perkerasan ( ITP ).

UBD
17
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

Tabel 2.8

Batas-batas Minimum Tebal Lapis Permukaan

ITP Tebal Minimum

( Cm ) Bahan
3,00 5,0 Lapis Pelindung (Buras, Burtu, Burda)

3,00 – 6,7 5,0 Lapen, Aspal Macadam, HRA, Lasbutag ,Laston

6,71 – 7,49 7,5 Lapen, Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston

7,45 – 9,99 7,5 Lasbutag, Laston

≥ 10,000 10 Laston
Sumber : Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya

Tabel 2.9

Batas-batas Minimum Tebal Lapis Pondasi

ITP Tebal Minimum ( Cm ) Bahan


≤ 3,00 15 Batu pecah, stab. Tanah/semen, stab.tanah/kapur
3,00 – 7,49 20* Batu pecah, stab. Tanah/semen, stab.tanah/kapur
7,50 – 9,99 10 Laston atas

20 Batu pecah, stab. Tanah/semen, stab.tanah/kapur,

pondasi macadam
10,00 – 12,14 15 Laston atas

20 Batu pecah, stab. Tanah/semen, stab.tanah/kapur,

pondasi macadam
≥ 12,25 25 Batu pecah, stab. Tanah/semen, stab.tanah/kapur,

pondasi macadam, lapen, laston atas


Sumber : Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya

* = Batas 20 cm dapat diperkecil sehingga 15 cm apabila pondasi bawah

menggunakan material berbutir kasar.

UBD
18
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

2.4. BENTUK GEOMETRIK LAPISAN PERKERASAN

Lapisan perkerasan jalan harus dibentuk sedemikian rupa sehingga pengaruh air dapat dihindari

sejauh mungkin. Bentuk geometrik lapisan perkerasan jalan mempengaruhi cepat atau lambatnya

aliran air untuk meninggalkan lapisan perkerasan jalan. Bentuk permukaan yang terlalu daratakan.

mengakibatkan aliran air yang jatuh pada permukaan jalan tersebut lambat.lambatnya pengaliran air

akan memberi kesempatan untuk meresap ke lapisan perkerasan. Sebaliknya bentuk terlalu curam

kemiringannya, disamping akan mengakibatkan timbulnya erosi juga akan mengurangi kenyamanan

dalam mengemudi.

Pada umumnya bentuk geometric lapisan perkerasan dapat dibedakan atas :

2.4.1. Konstruksi Penuh Sebadan Jalan ( Full Width Construction )

Gambar 2.1

Konstruksi Penuh Sebadan Jalan ( Full Width Construction )

Lapisan perkerasan diletakkan di atas tanah dasar pada seluruh badan jalan. Keuntungan

dari jenis konstruksi ini adalah air jatuh dapat segera dialirkan ke luar lapisan permukaan.

2.4.2. Konstruksi Berbentuk Kotak ( Boxed Construction )

Gambar 2.2

Konstruksi Bentuk Kotak

UBD
19
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

Lapisan perkerasan diletakkan didalam lapisan tanah dasar. Jenis konstruksi ini

memiliki kelemahan yaitu air yang jatuh di atas permukaan, disamping akan mengalir

meninggalkan konstruksi perkerasan juga akan meresap kedalam badan konstruksi. Air yang

bertahan didalam badan jalan akan lambat keluar akibat tertahan oleh material tanah dasar.

UBD
20
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

BAB. III

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN

Terdapat banyak metode yang telah dikembangkan dan dipergunakan di berebagai negara

untuk merencanakan tebal perkerasan. Metode tersebut kemudian secara spesifik diakui sebagai

standar perencanaan tebal perkerasan yang dilakukan oleh negara yang bersangkutan. Beberapa

standar yang telah dikenal adalah :

a. Metode AASHTO, Amerika Serikat

Yang secara terus menerus mengalami perubahan sesuai dengan penelitian yang telah

diperoleh. Perubahan terakhir dilakukan pada edisi 1986 yang dapat dibaca pada buku “

AASHTO – Guide For Design of Pavement Structur, 1986 “.

b. Metode NAASRA, Australia

Yang dapat dibaca “ Interim Guide to Pavements Thicknexx Design “

c. Metode Road Note 29 dan Road Note 31

Road Note 29 diperuntukkan bagi perencanaan tebal perkerasan di Inggris itu sendiri,

sedangkan Road Note 31 diperuntukkan bagi perencanaan tebal perkerasan di negara-

negara beriklim subtropik dan tropis.

d. Metode Asphalt Institute

Yang dapat dibaca pada Thickness Design Asphalt Pavements for Highways and

Streets, MS-1

e. Metode Bina Marga, Indonesia

Yang merupakan modifikasi dari metode AASHTO 1972 revisi 1981. Metode ini

dapat dilihat pada buku Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya Dengan

Metode Analisa Komponen, SKBI-2.3.26.1987 UDC : 625.73(02).

UBD
21
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

3.1. PERENCANAAN JALAN BARU

Metode perencanaan tebal perkerasan jalan dengan analisa komponen yang dikeluaarkan

oleh Departemen Pekerjaan Umum bagian Ke-Bina Margaan, yang judul aslinya “ Petunujuk

Perencanaan Tebal perkerasan Lentur Jalan Raya dengan metode yang bersumber dari AASHTO ’72

hasil revisi 1981, yang dimodifikasi sesuai dengan jalan di Indonesia.

Adapun hal-hal yang telah dimodifikasi agar sesuai dengan kondisi jalan di Indonesia adalah

sebagai berikut :

 Indeks Permukaan Awal ( IPo )

 Lapis permukaan di Indonesia terdiri dari berbagai jenis yang berbeda mutunya satu sama

lain. Oleh karena itu IPo tidak dapat diberlakukan hanya satu nilai saja seperti pada

AASHTO.

 Indeks Permukaan Akhir ( IP )

 AASHTO mempergunakan 2 harga untuk IP, yaitu IP = 2,0 dan IP = 2,5 sedangkan

Indonesia menggunakan 4 harga Ip, yaitu IP = 1,0; 1,5; 2,0; 2,5 sesuai dengan fungsi jalan

dan besarnya lintas ekivalen rencana ( LER ).

 Faktor Regional ( FR )

 Faktor regional (FR) digunakan oleh AASHTO dikembangkan berdasarkan 4 musim yang

dimiliki Amerika Serikat, yaitu musim panas, musim gugur, musim semi dan musim

dingin, disamping pengaruh lainnya seperti drainase, muka air tanah san kelandaian jalan

dan sebagainya. Di Indonesia faktor regional (FR) dikembangkan berdasarkan curah

hujan pada iklim tropis, faktor drainase, muka air tanah dan kelandaian jalan dan

sebagainya. Nilai FR yang dipergunakan di Indonesia bervariasi antara 0,5 – 4,0.

 Nomogram untuk menentukan ITP

 Nomogram-nomogram yang dipergunakan oleh AASHTO dibuat berdasarkan umur

rencana 20 tahun, sedangkan oleh Bina Marga Nomogram-nomogram tersebut dibuat


UBD
22
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

berdasarkan umur rencana 10 tahun. Untuk umur rencana selain 10 tahun maka

penyesuaian dilakukan dengan menggunakan Faktor Penyesuaian (FP), yaitu FP = umur

rencana /10.

Perencanaan tebal perkerasan untuk jalan baru sesuai tercantum dalam buku Perencanaan

Tebal Perkerasan Lentur dengan Analisa Komponen – SKBI 2.3.26. 1987 UDC 625.73 ( 02 )

dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :

 Tentukan nilai daya dukung tanah dasar dengan cara pemeriksaan CBR segmen.

 Tentukan nilai daya dukung tanah dasar dari setiap CBR segmen yang dipoeroleh dengan

menggunakan grafik korelasiDDT dan CBR ( Lampiran ).

 Tentukan umur rencana ( UR ) dari jalan yang direncanakan.

 Tentukan Faktor pertumbuhan lalu lintas yang terjadi selama masa pelaksanaan dan selam

umur rencana, i %.

 Tentukan Faktor regional ( FR ) dari jalan yang direncanakan (Tabel XV).

 Tentukan lintas ekivalen rencana ( LER ).

 Tentukan indeks permukaan awal umur rencana ( IPo ) sesuai dengan jenis lapis

permukaan yang digunakan (Tabel XII).

 Tentukan indeks permukaan akhir umur rencana ( IP ) sesuai dengan jenis lapis

permukaan yang digunakan (Tabel XI).

 Tentukan indeks Tebal perkerasan (ITP) dengan menggunakan nomogram-nomogram

yang disesuaikan berdasarkan nilai IP dan IPo yang dipilih (lampiran).

 Tentukan jenis lapis perkerasan yang akan dipergunakan, pemilihan jenis lapis perkerasan

ditentukan berdasarkan : material yang tersedia, biaya, tenaga dan peralatan, serta fungsi

dari jalan yang direncanakan.

 Tentukan koefisien relative (a) dari setiap lapisan, yaitu lapis permukaan, lapis pondasi

atas dan lapis pondasi bawah (Tabel XVIII).

 Dengan menggunakan rumus : ITP = a1 x D1 + a2 x D2 + a3 x D3


UBD
23
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

Dapat ditentukan ketebalan dari masing-lapisan. Untuk rumus di atas, dapat diterangkan sebagai

beikut :

ITP = Indeks Tebal Perkerasan, sesuai dengan nilai yang diperoleh

pada langkah no. 9 di atas.

a1, a2, a3 = koefisien kekuatan relative untuk lapis permukaan, lapis pondasi

atas dan lapis pondasi bawah

D1, D2, D3 = Tebal dari lapis permukaan, lapis pondasi atas dan lapis pondasi

bawah.

3.2. PEMBAGIAN PERKERASAN JALAN

Berdasarkan bahan pengikatnya, perkerasan jalan dibagi menjadi 3 jenis :

3.2.1. Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

Perkerasan jalan yang bahan pengikatnya adalah aspal. Lapisan perkerasan jalan

berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya

terus ke tanah dasar.

Gambar 3.1
Lapisan Perkerasan Lentur

3.2.2. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

Perkerasan jalan yang bahan pengikatnya adalah beton semen, sehingga sering disebut

juga perkerasan beton semen (concrete pavement). Perkerasan beton yang kaku dan memiliki

modulus elastisitas tinggi, akan mendistribusikan beban ke tanah dasar sehingga bagian

terbesar dari kapasitas struktur perkerasan diperoleh dari pelat beton sendiri.

UBD
24
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

Gambar 3.2

Lapisan Perkerasan Kaku

3.2.3. Perkerasan Komposit (Composite Pavement)

Merupakan gabungan konstruksi perkerasan kaku dan lapisan perkerasan lentur di

atasnya, dimana kedua jenis perkerasan ini bekerja sama dalam memikul beban lalu lintas.

Gambar 3.3

Lapisan Perkerasan Komposit

Terdapat beberapa perbedaan antara perkerasan kaku dan perkerasan lentur, seperti

dapat dilihat pada tabel 3.1 di bawah ini:

UBD
25
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

Tabel 3.1

Perbedaan Antara Perkerasan Kaku dan Perkerasan Lentur

UBD
26
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

BAB. IV

PERKERASAN KAKU

Perkerasan kaku atau sering disebut juga perkerasan beton semen adalah suatu susunan

konstruksi perkerasan yang terdiri atas pelat beton semen yang bersambung (tidak menerus) tanpa

atau dengan tulangan, atau menerus dengan tulangan, terletak di atas lapis pondasi bawah atau tanah

dasar, tanpa atau dengan lapis permukaan beraspal.

Pada perkerasan beton semen, daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari pelat beton.

Sifat, daya dukung dan keseragaman tanah dasar sangat mempengaruhi keawetan dan kekuatan

perkerasan beton semen. Pelat beton semen memiliki sifat yang cukup kaku serta dapat menyebarkan

beban pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah pada lapisan-lapisan di

bawahnya.

4.1. LAPISAN PERKERASAN KAKU

Lapisan-lapisan perkerasan kaku meliputi:

4.1.1. Lapisan Pelat Beton (Concrete Slab)

Lapisan pelat beton terbentuk dari campuran semen, air, agregat, dan bahan tambahan.

Bahan-bahan yang digunakan untuk pekerjaan beton harus diuji terlebih dahulu dan harus

bersih/bebas dari bahan-bahan yang merugikan (lumpur, minyak, bahan organik, dll.).

4.1.2. Lapisan Pondasi Bawah (Subbase Course)

Lapisan pondasi bawah dapat berupa lean-mix concrete (campuran beton kurus), bahan

berbutir yang bisa berupa agregat atau lapisan pasir (sand bedding), atau bahan pengikat

seperti semen, kapur, abu terbang yang dihaluskan. Lapis pondasi bawah tidak dimaksudkan

untuk ikut menahan beban lalu lintas, tetapi lebih berfungsi sebagai lantai kerja dan drainase.

Perkerasan kaku dapat menggunakan pondasi bawah atau tanpa pondasi bawah. Beberapa

UBD
27
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

alasan digunakan atau tidak digunakannya lapis pondasi bawah, dapat dilihat pada Tabel 4.1

di bawah ini:

Tabel 4.1
Alasan Digunakan dan Tidak Digunakannya Subbase

Adapun fungsi dari lapis pondasi bawah yaitu:

- Menyediakan lapisan yang seragam, stabil, dan permanen sebagai lantai kerja (working

platform).

- Menaikkan nilai modulus reaksi tanah dasar (modulus of subgrade reaction = k), menjadi

modulus reaksi gabungan (modulus of composite reaction).

- Mengurangi kemungkinan terjadinya retak-retak pada pelat beton.

- Menghindari terjadinya pumping, yaitu keluarnya butiran-butiran halus tanah bersama air

pada daerah sambungan, retakan, atau pada bagian pinggir perkerasan, akibat lendutan atau

gerakan vertikal pelat beton karena beban lalu lintas, setelah adanya air bebas terakumulasi

di bawah pelat.

4.1.3. Tanah Dasar (Subgrade)

Persyaratan tanah dasar untuk perkerasan kaku sama dengan persyaratantana h dasar

pada perkerasan lentur, baik mengenai daya dukung, kepadatan, maupun kerataannya. Daya

dukung ditentukan dengan pengujian CBR, apabila tanah dasar mempunyai nilai CBR lebih

UBD
28
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

kecil dari 2%, maka harus dipasang pondasi bawah yang terbuat dari beton kurus (Lean-Mix

Concrete) yang dianggap mempunyai nilai CBR tanah dasar efektif 5%.

4.2. JENIS PERKERASAN KAKU

Berdasarkan adanya sambungan dan tulangan pelat beton perkerasan kaku, maka perkerasan

kaku dibagi menjadi 4 jenis, yaitu:

4.2.1. Perkerasan Beton Bersambung Tanpa Tulangan (BBTT) / Jointed Plain

Concrete Pavement (JPCP)

Jenis perkerasan beton semen yang dibuat tanpa tulangan dengan ukuran p elat

mendekati bujur sangkar, dimana panjang dari pelatnya dibatasi olehadanya sambungan-

sambungan melintang guna mencegah retak beton.Umumnya perkerasan ini lebarnya 1 lajur

dengan panjang 4 – 5 m.Perkerasan ini tidak menggunakan tulangan, namun menggunakan

ruji (dowel) dan batang pengikat (tie bar).

Gambar 4.1

Perkerasan Beton Bersambung Tanpa Tulangan (BBTT)

4.2.2. Perkerasan Beton Bersambung Dengan Tulangan (BBDT) / Jointed Reinforced

Concrete Pavement (JRCP)

Jenis perkerasan beton semen yang dibuat dengan tulangan, yang ukuran pelatnya

berbentuk empat persegi panjang, dimana panjang dari pelatnya dibatasi oleh adanya

sambungan-sambungan melintang. Panjang pelat berkisar antara 8 – 15 m.

UBD
29
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

Gambar 4.2
Perkerasan Beton Bersambung Dengan Tulangan (BBDT)

4.2.3. Perkerasan Beton Menerus Dengan Tulangan (BMDT) / ContinuouslyReinforced

Concrete Pavement (CRCP)

Jenis perkerasan beton semen yang dibuat dengan tulangan dan dengan panjang pelat

yang menerus yang hanya dibatasi adanya sambungansambungan muai melintang. Panjang

pelat lebih dari 75 m.

Gambar 4.3

Perkerasan Beton Menerus Dengan Tulangan (BMDT)

4.2.4. Perkerasan Beton Prategang / Prestressed Concrete Pavement (PCP)

Jenis perkerasan beton semen yang menggunakan tulangan prategang untuk

mengurangi pengaruh susut, muai akibat perubahan suhu dan umumnya tanpa tulangan

melintang. Banyak digunakan untuk airport, apron, taxiway, runway.

UBD
30
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

Gambar 4.4
Perkerasan Beton Prategang

4.3.` KOMPONEN PERKERASAN KAKU

Komponen-komponen yang terdapat dalam perkerasan kaku meliputi:

4.3.1. Penyalur Beban

 Ruji (dowel)

Merupakan sepotong baja polos lurus yang dipasang pada setiap sambungan melintang

guna menyalurkan beban, sehingga pelat yang berdampingan dapat bekerja sama tanpa terjadi

penurunan yang berarti. Batang ruji diletakkan di tengah tebal pelat.

Gambar 4.5

Ilustrasi Penyaluran Beban

Bagian batang ruji yang dapat bergerak bebas, harus dilapisi dengan bahan pencegah

karat dan dilapisi dengan pelumas serta ditutup dengan topi pelindung muai (expansion cap).

UBD
31
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

Gambar 4.6

Ruji pada Sambungan Melintang

 Batang Pengikat ( Tie Bar )

Batang pengikat merupakan batang baja ulir (deformed bar) yang diletakkan tegak lurus

sambungan memanjang, dengan fungsi untuk mengikat pelat agar tidak bergerak horizontal.

Gambar 4.7

Batang Pengikat pada Sambungan Memanjang

Gambar 4.8

Sambungan Memanjang dengan Pengunci

UBD
32
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

4.3.2. Baja Tulangan (Wire mesh)

Apabila perkerasan digunakan tulangan, maka tulangan berupa anyaman kawat dilas

atau anyaman batang baja. Baja tulangan harus bebas dari kotoran, minyak, lemah, dll yang

dapat mengurangi lekatan dengan beton.

Tujuan utama penulangan yaitu:

- Membatasi lebar retak, agar kekuatan pelat dapat dipertahankan.

- Memungkinkan penggunaan pelat yang lebih panjang agar dapat mengurangi jumlah

sambungan melintang sehingga meningkatkan kenyamanan.

- Mengurangi biaya pemeliharaan.

4.3.3. Sambungan (Joint)

Sambungan dipasang pada perkerasan beton semen untuk mengendalikan retak beton

akibat susut serta untuk menampung pemuaian pelat beton akibat perubahan suhu dan

kelembaban. Ada 2 jenis sambungan, yaitu:

 Sambungan Memanjang (Longitudinal Joint)

Pemasangan sambungan memanjang bermaksud untuk mengendalikan retak

memanjang. Jarak antar sambungan memanjang sekitar 3 – 4 m.

 Sambungan Melintang (Transverse Joint)

Sambungan melintang dipasang tegak lurus sumbu jalan. Apabila sambungan

melintang dilaksanakan dengan cara menggergaji, maka pengerjaan sambungan melintang

harus diusahakan sebelum retak awal terjadi. Beberapa jenis sambungan melintang, yaitu:

 Sambungan Susut (Contraction Joint)

Jenis sambungan melintang yang dibuat untuk mengendalikan retak susut

beton, serta membatasi pengaruh tegangan lenting yang timbul pada pelat akibat

UBD
33
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

pengaruh perubahan suhu dan kelembaban. Jarak antara tiap sambungan umumnya

dibuat sama.

 Sambungan Pelaksanaan (Construction Joint)

Jenis sambungan melintang atau memanjang yang dibuat untuk memisahkan

bagian-bagian yang dicor pada saat yang berbeda, ditempatkan di antara beton hasil

pengecoran lama dengan beton hasil pengecoran baru.

 Sambungan Isolasi

Jenis sambungan melintang yang dibuat untuk membebaskan tegangan pada

perkerasan beton dengan cara menyediakan ruangan untuk pemuaian. Sambungan muai

ditempatkan di antara pertemuan bangunan (misalnya lubang got/manhole, bak

penampung) dengan pelat beton.

Gambar 4.9

Sambungan Isolasi

4.3.4. Pengisi Sambungan dan Penutup Sambungan (Joint Filler and Joint Sealer)

Bahan penutup sambungan (joint sealer) dapat berupa expandite plastic, senyawa

gabungan bitumen karet yang dituangkan dalam keadaan panas, atau bahan yang siap pakai

seperti neoprene (penutup jadi yang ditekan). Sebelum bahan penutup dipasang, celah

sambungan harus dibersihkan dari bahan-bahan asing.

4.4. PARAMETER PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN KAKU BERDASARKAN

METODE BINA MARGA

Parameter-parameter yang digunakan dalam merencanakan perkerasan kaku meliputi:


UBD
34
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

4.4.1. Jenis dan Tebal Pondasi Bawah

Jenis dan tebal pondasi bawah ditentukan berdasarkan nilai CBR tanah dasar dan

repetisi sumbu yang terjadi. Apabila tanah dasar mempunyai CBR lebih kecil dari 2%, maka

harus dipasang pondasi bawah yang terbuat dari beton kurus (lean-mix concrete) setebal 15

cm. Jenis dan tebal minimum lapis pondasi bawah yang disarankan dapat dilihat pada

Gambar 4.10.

Gambar 4.10

Tebal Minimum Pondasi Bawah

(Sumber: Bina Marga. (2003). Pd T-14-2003)

Pesamaan interpolasi dari grafik diatas dapat didekati dengan persamaan sebagai berikut :

 Tebal pondasi 100 mm BP (Bahan Pengikat)

CBRBP100 = 0.0311× (repetisi)0.3317 .....................................................(2.1)

 Tebal pondasi 125 mm BP (Bahan Pengikat)

CBRBP125 = 0.0306 × (repetisi)0.3024 ....................................................(2.2)

 Tebal pondasi 150 mm BP atau 100 mm CBK (Campuran Beton Kurus)

CBRBP150 = 0.0238 × (repetisi)0.2868 ....................................................(2.3)

 Tebal pondasi 125 mm CBK (Campuran Beton Kurus)

UBD
35
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

CBRCBK125 = 0.0185 × (repetisi)0.272 ...................................................(2.4)

Untuk tebal pondasi yang berada di antara garis-garis tersebut di atas, ditentukan dengan

menggunakan persamaan garis berdasarkan grafik yang sama, yaitu sebagai berikut:

4.4.2. CBR Efektif Tanah Dasar

Daya dukung tanah dasar ditentukan dengan pengujian CBR insitu sesuai dengan SNI

03-1731-1989 atau CBR laboratorium sesuai dengan SNI 03-1744-1989. Apabila tanah dasar

memiliki nilai CBR kurang dari 2 % maka dianggap mempunyai nilai CBR efektif 5%. Nilai

CBR tanah dasar efektif dapat dilihat pada Gambar 4.11.

Gambar 4.11
CBR Tanah Dasar Efektif
(Sumber: Bina Marga. (2003). Pd T-14-2003)

Grafik CBR tanah dasar efektif juga diubah ke dalam bentuk persamaan garis agar

dapat dihitung dalam program. Dengan cara interpolasi titik, maka diperoleh persamaan garis

sebagai berikut:

 Untuk 100 mm BP (Bahan Pengikat)

EfBP100 = 3.2608 × CBR0.8813...............................................................(2.6)

 Untuk 125 mm BP (Bahan Pengikat)

EfBP125 = 5.0229 × CBR0.9216...............................................................(2.7)

UBD
36
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

 Untuk 150 mm BP atau 100 mm CBK (Campuran Beton Kurus)

EfBP150 = 7.0691 × CBR0.9959...............................................................(2.8)

 Untuk 125 mm CBK (Campuran Beton Kurus)

EfCBK125 = 9.631 × CBR1.052 ................................................................(2.9)

 Untuk 150 mm CBK (Campuran Beton Kurus)

EfCBK150 = 10.864 × CBR1.1924...........................................................(2.10)

4.4.3. Koefisien Gesekan (μ)

Perencanaan didasarkan bahwa antara pelat dan pondasi bawah tidak adaikatan. Jenis

pemecah ikatan dan koefisien geseknya dapat dilihat pada Tabel 4.2 di bawah ini.

Tabel 4.2
Nilai Koefisien Gesekan (μ)

4.4.4. Kuat Tarik Lentur Beton (Flexural Strength)

Kekuatan beton harus dinyatakan dalam nilai kuat tarik lentur (flexural strength) umur

28 hari. Kekuatan rencana harus dinyatakan dengan kuat tarik lentur karakteristik yang

dibulatkan hingga 0.25 MPa (2.5 kg/cm2) terdekat.

Hubungan antara kuat tekan karakteristik dengan kuat tarik lentur beton dapat

dihitung pada rumus berikut:

fcf = K fc dalam mPa ............................................(2.12)

fcf = kuat tarik lentur beton 28 hari

K = 0.7 untuk agregat tidak pecah

= 0.75 untuk agregat pecah


UBD
37
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

4.4.5. Konfigurasi Sumbu

Penentuan beban lalu lintas rencana untuk perkerasan beton semen, dinyatakan dalam

jumlah sumbu kendaraan niaga (commercial vehicle), sesuai dengan konfigurasi sumbu pada

lajur rencana selama umur rencana. Lalu lintas dianalisis berdasarkan hasil perhitungan

volume lalu lintas dan konfigurasi sumbu, menggunakan data terakhir atau 2 tahun terakhir.

Kendaraan yang ditinjau untuk perencanaan perkerasan beton semen adalah yang mempunyai

berat total minimum 5 ton. Konfigurasi sumbu untuk perencanaan terdiri atas 4 jenis

kelompok sumbu, yaitu :

- Sumbu tunggal roda tunggal (STRT)

- Sumbu tunggal roda ganda (STRG)

- Sumbu tandem roda ganda (STdRG)

- Sumbu tridem roda ganda (STrRG)

4.4.6. Lajur Rencana dan Koefisien Distribusi (C)

Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya yang

menampung lalu lintas kendaraan niaga terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas lajur,

maka jumlah lajur dan koefisien distribusi (C) kendaraan niaga dapat ditentukan dari lebar

perkerasan seperti dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3

Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan dan Koefisien

Distribusi (C) Kendaraan Niaga pada Lajur Rencana

UBD
38
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

4.47. Umur Rencana

Umur rencana perkerasan jalan adalah jumlah tahun dari saat jalan tersebut dibuka

untuk lalu lintas kendaraan sampai diperlukan suatu perbaikan yang bersifat struktural.

Umumnya perkerasan beton semen dapat direncanakan dengan umur rencana (UR) 20 tahun

sampai 40 tahun.

(1  i) UR  1
R= ........................................................(2.13)
i
R = Faktor pertumbuhan lalu lintas
i = Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun (%)
UR = Umur rencana (tahun)

4.4.8. Lalu Lintas Rencana

Lalu lintas rencana adalah jumlah kumulatif sumbu kendaraan niaga pada lajur

rencana selama umur rencana, meliputi proporsi sumbu serta distribusi beban pada setiap

jenis sumbu kendaraan. Jumlah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana dihitung

dengan rumus sebagai berikut :

JSKN = JSKNH × 365 × R × C ................................(2.14)

Dimana :

JSKN = Jumlah sumbu total kendaraan niaga selama umur rencana

JSKNH = Jumlah total sumbu kendaraan niaga per hari pada saat jalan dibuka

R = Faktor pertumbuhan lalu lintas

UBD
39
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

C = Koefisien distribusi kendaraan

4.4.9. Faktor Keamanan Beban

Pada penentuan beban rencana, beban sumbu dikalikan dengan faktor keamanan

beban (FKB) seperti dapat dilihat pada Tabel 4.4 di bawah ini.

Tabel 4.4
Faktor Keamanan Beban (FKB)

4.4.10. Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi

Untuk menentukan nilai tegangan ekivalen dan faktor erosi, digunakan tabel yang

terdapat pada Pedoman Bina Marga seperti dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6.

UBD
40
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

Tabel 4.5
Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk Perkerasan Tanpa Bahu Beton

UBD
41
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

Tabel 4.5
Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk Perkerasan Tanpa Bahu Beton
(lanjutan)
UBD
42
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

Tabel 4.5
Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk Perkerasan Tanpa Bahu Beton

UBD
43
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

(lanjutan)

Tabel 4.6

UBD
44
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk Perkerasan Dengan Bahu Beton

Tabel 4.6
UBD
45
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk Perkerasan Dengan Bahu Beton
(lanjutan)

Tabel 4.6
UBD
46
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk Perkerasan Dengan Bahu Beton
(lanjutan)

4.4.11. Analisa Fatik dan Erosi

Perencanaan perkerasan beton semen didasarkan pada 2 tipe kerusakan yaitu:

- Retak fatik (lelah) tarik lentur pada pelat.

- Erosi pada pondasi bawah atau tanah dasar yang diakibatkan oleh lendutan berulang

pada sambungan dan tempat retak yang direncanakan.


UBD
47
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

Prosedur perencanaan berdasarkan metode Bina Marga mempertimbangkan ada

tidaknya ruji pada sambungan atau bahu beton. Analisa fatik dan erosi dilakukan untuk

memperoleh repetisi beban ijin dan persen kerusakan yang terjadi. Repetisi beban ijin dapat

diperoleh dengan menggunakn nomogram seperti pada Gambar 2.15, 2.16, dan 2.17.

Gambar 4.12
Analisa Fatik dan Repetisi Beban Ijin Berdasarkan Rasio Tegangan
Dengan / Tanpa Bahu Beton
(Sumber: Bina Marga. (2003). Pd T-14-2003)

UBD
48
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

Gambar 4.13
Analisa Erosi dan Repetisi Beban Ijin Berdasarkan Faktor Erosi
Tanpa Bahu Beton
(Sumber: Bina Marga. (2003). Pd T-14-2003)

UBD
49
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

Gambar 4.14
Analisa Erosi dan Repetisi Beban Ijin Berdasarkan Faktor Erosi
Dengan Bahu Beton
(Sumber: Bina Marga. (2003). Pd T-14-2003)

UBD
50
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

4.5. PARAMETER PERENCANAAN RUJI, BATANG PENGIKAT DAN TULANGAN

BERDASARKAN METODE BINA MARGA

Parameter-parameter yang digunakan untuk merencanakan ruji, batang pengikat,

dan tulangan meliputi:

4.5.1. Diameter Ruji dan Batang Pengikat

Ukuran ruji dan batang pengikat yang disarankan oleh Portland Cement Association

dapat dilihat pada Tabel 4.7 dan 4.8 di bawah ini.

Tabel 4.7
Ukuran Ruji (Dowel)

Tabel 4.8
Ukuran Batang Pengikat (Tie Bar)

4.5.2. Luas Penampang Tulangan

Digunakan dalam perhitungan Beton Bersambung Dengan Tulangan (BBDT).

Luas penampang tulangan yang dibutuhkan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

UBD
51
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

.L.M.g.h
As = ...........................................................(2.26)
2.f s

As = Luas penampang tulangan (mm2/m lebar pelat)


fs = Kuat tarik ijin tulangan (MPa) = 0,6 × fy
g = gravitasi (m/det2)
h = tebal pelat beton (m)
L = jarak antar sambungan yang tidak diikat / tepi bebas pelat (m)
M = berat per satuan volume pelat (kg/m2)
μ = koefisien gesek antara pelat beton dengan pondasi bawah sebagaimana pada
Tabel 2.3.

CATATAN:

Luas penampang minimum yang disyaratkan adalah 0.1% luas penampang beton.

4.5.3. Presentase Luas Tulangan yang Dibutuhkan Terhadap Luas Penampang Beton

Digunakan untuk perhitungan Beton Menerus Dengan Tulangan (BMDT).

100.f ct .(1.3  0.2)


Ps =
f y  n.f ct

Ps = Presentase luas tulangan yang dibutuhkan terhadap luas penampang beton (%)
fct = Kuat tarik langsung beton = (0.4 – 0.5 fcf) (kg/cm2)
fy = Tegangan leleh rencana baja (kg/cm2)
n = Angka ekivalensi antara baja dan beton = Es / Ec
μ = Koefisien gesekan antara pelat beton dan pondasi bawah sebagaimana pada
Tabel 2.3
Es = Modulus elastisitas baja = 2.1 × 106 (kg/cm2)
Ec = Modulus elastisitas beton = 14850  fc(kg/cm2)

CATATAN:

Presentase minimum yang disyaratkan adalah 0.6% luas penampang beton.

4.5.4. Jarak Teoritis Antar Retakan

f ct2
Lcr = ...........................................................(2.28)
n.p 2 .u.f b .( s .E c  f ct )

Lcr = Jarak teoritis antar retakan (cm)


p = Perbandingan luas tulangan memanjang dengan luas penampang beton
u = Perbandingan keliling terhadap luas tulangan = 4/d
fb = Tegangan lekat antara tulangan dengan beton = (1,97 fc ) / d (kg/cm2)
εs = koefisien susut beton = 400 × 10-6
fct = kuat tarik langsung beton = (0.4 – 0.5 fcf) (kg/cm2)
n = angka ekivalensi antara baja dan beton = Es/Ec
Es = modulus elastisitas baja = 2.1 × 106 (kg/cm2)
UBD
52
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

Ec = modulus elastisitas beton = 14850  fc(kg/cm2)

Untuk menjamin agar didapat retakan-retakan halus dan jarak antara retakan yang optimum,

maka:

- Presentase tulangan dan perbandingan keliling dan luas tulangan harus besar.

- Perlu menggunakan tulangan ulir (deformed bar) untuk memperoleh tegangan lekat yang

lebih tinggi.

CATATAN:

- Jarak retakan yang dihitung menggunakan persamaan (2.28) harus memberikan hasil antara

150 dan 250 cm.

- Jarak antar tulangan 100 – 225 mm dengan diameter berkisar antara 12 – 20 mm.

UBD
53
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

BAB. V

ANALISA DAN DESAIN TEBAL PERKERASAN

5.1. PERHITUNGAN NILAI CBR WAKIL

Untuk perhitungan perkerasan rigid. Data CBR untuk ruas jalan poros Jalan PT. GH EMM

INDONESIA seperti tabel dibawah.

Tabel. 5.1. Data CBR Lapangan

STA CBR (%)


0+000 3.3
0+200 6.8
0+400 4.7
0+600 4.8
0+800 5.0
1+000 3.5
1+200 2.7
1+400 1.8
1+600 1.6
1+800 2.9
2+000 4.9
2+200 4.3
2+400 7.8
2+600 5.8
2+800 3.2
3+000 3.5
3+200 2.8
3+400 6.9
3+600 10.0
3+800 3.4
4+000 1.6
4+200 1.8
4+400 1.9
4+600 5.1
4+800 3.7
5+000 4.8
5+200 3.9
5+400 2.3
5+600 1.4
UBD
54
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

5+800 1.4
6+000 1.6
6+200 3.1
6+400 5.6
6+600 5.5
6+800 5.8
7+000 3.6
7+200 1.5
7+400 4.0
7+600 10.3
7+800 7.7
8+000 4.7
0+000 5.8
0+200 3.7
0+400 1.8
0+600 3.1
0+800 5.5
1+000 10.9

Dari data diatas, hitung nilai CBR 90% dan nilai CBR setelah dikurangi standar deviasi. Hal

ini dilakukan untuk mencari nilai CBR wakil yang akan dipakai untuk perhitungan selanjutnya.

UBD
55
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

2 Persamaan trend line

100.00
Persen yang sama atau lebih besar ( % )
80.00
jangan dihapus
3.553329 0
60.00
3.553329 90
0 90
40.00

20.00 y = -2.0595x 2 - 27.279x + 212.94

0.00
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
-20.00

-40.00
CBR (%)

c2 : = -2.0595
c1 : = -27.2793
c0 : = 212.9354

3 Hitung CBR 90%


y : a . x2 + b . x + c
a : c2 = -2.059
b : c1 = -27.279
c : c 0 - 90 = 122.935

D : ( b2- 4 a c ) 0.5 = 41.915


x : ( -b + D ) / ( 2 a ) = -16.799
x : ( -b - D ) / ( 2 a ) = 3.553
CBR 90% : = 3.553 %
CBR min : = 2.69 %

4 Hitung CBR
SD : Standar deviasi = 0.63453198
CBR av : = 4.37
CBR : CBR av - SD = 3.73 %

UBD
56
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

3.2. PERANCANGAN PERKERASAN KAKU

Perancanangan perkerasan kaku dilakukan berdasarkan metode yang dikembangkan oleh

AUSTROADS, dan diadopsi untuk wilayah Indonesia dengan peraturan “Pd T-14-2003 Perencanaan

Perkerasan Jalan Beton Semen”. Metode ini dilakukan dengan cara trial error untuk mendapatkan

ketebalan pelat rigid yang optimum. Parameter optimum dapat dilihat pada nilai persentase fatik

yang lebih kecil tapi mendekati 100 %. Dari hasil coba-coba ketebalan pelat yang didapat adalah :

Tebal Pelat : 250 mm

Presentase Fatik : 82.538 %

Detail perhitungan seperti dibawah ini :

DATA JALAN
Ruas jalan : JALAN LINGKAR LAHAT
Peranan jalan : = Jalan Lokal
Tipe jalan : = 1 lajur 2 arah
Kuat tekan beton (f'c ) : = 28.5 mPa
Jenis agregat : = Agregat pecah
Bahu jalan : = Ya
Ruji (dowel) : = Ya
Umur rencana : = 20 tahun
CBR tanah dasar : = 3.732 %
Tebal pelat beton : Trial error = 200 mm
Lapis pemecah ikatan = Laburan parafin tipis pemecah ikat
Tegangan leleh baja : = 2400 kg/cm2
Diameter tulangan = 12 mm
DATA LALU-LINTAS
Volume Pertumbuhan Lalu
Jenis Kendaraan Kendaraan Lintas
(kend./hari) (% / tahun)
Mobil Penumpang 336 8.00% 500
Bus 50 8.00% 50
Truk 2 as Kecil 164 8.00% 40
Truk 2 as Besar 48 8.00% 0
Truk 3 as 9 8.00% 0
Truk Gandeng 5 8.00% 9
Semi Trailer 7 8.00% 5

UBD
57
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

UBD
58
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

UBD
59
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

UBD
60
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

11 Desain Pelat Beton Bersambung Dengan Tulangan ( BBDT )


a Desain Tulangan Memanjang
a.1 Data
Tulangan yang dibutuhkan adalah :
m : Koefisien gesek = 1.5

Lapis Pemecah Ikatan m


Lapis resap ikat aspal di atas permukaan pondasi bawah 1
Laburan parafin tipis pemecah ikat 1.5
Karet kompon (A chlorinated rubber curing compound) 2

drebar : = 12 mm
fy : = 240 mPa
L : jarak antar sambungan yang tidak diikat / tepi bebas pelat (m)
= 8m
M : berat per satuan volume pelat = 2400 kg/m3
g : gravitasi (m/det 2) = 9.807 m/dt 2
h : tebal pelat beton (m) = m
a.2 Perhitungan
fs : kuat tarik ijin tulangan
: fy = 240 mPa
2
A s req : m . L . M . g . h / ( 2 . fs ) = 122.980 mm / m
2
A s min : 0.1% b. h = 209 mm / m
2
As : = 209.000 mm / m
nrebar : 2 . A s / ( 1 / 4 p drebar2 ) = 4 buah
s : 1000 / nrebar = 250 mm

b Perhitungan Tulangan Melintang


Tulangan yang dibutuhkan adalah :
m : Koefisien gesek = 1.5
L : jarak antar sambungan yang tidak diikat / tepi bebas pelat (m)
= 3.5 m
M : berat per satuan volume pelat (kg/m 3) = 2400 kg/m3
g : gravitasi (m/det 2) = 9.807 m/dt 2
h : tebal pelat beton (m) = 0.209 m
fs : kuat tarik ijin tulangan
: fy = 240 mPa
2
A s req : m . L . M . g . h / ( 2 . fs ) = 53.804 mm
2
A s min : 0.1% b. h = 209 mm
2
As : = 209 mm
drebar : = 12 mm
n : = 2 buah
s : = 500 mm

c Rekapitulasi desain
h1 : = 200 mm
h2 : = 100 mm CBK
B : = 3.5 m
L : = 8m
A1 : = D12-250
A2 : = D12-500

CV. HAFILIA 61
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

Untuk menambah kekuatan lapisan perkerasan, dibawah lapisan beton kurus ditambah aggeragat A tebal 15
cm dan aggregat B tebal 20 cm..
.

CV. HAFILIA 62
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

BAB VI

KESIMPULAN

Sesuai perhitungan dari tebal perkerasan di atas, dimana lapisan pondasi jalan

existing untuk Ruas Jalan PT. GH EMM INDONESIA adalah tanah, maka di dapat rencana

tebal perkerasan untuk badan jalan dengan lebar 6 m, dimana :

 Lapisan Rigid K-350 setebal 25 cm

 Lapisan di bawah Rigid K-175 setebal 10 cm

 Lapisan Aggregat B setebal 30 cm

 Timbunan tanah setempat, dimana tebalnya bervariasi

Sedangkan untuk bahu jalan dengan lebar 1,0 m di dapat :

 Lapisan Aggregat S setebal 15 cm

 Timbunan tanah setempat, dimana tebalnya bervariasi

CV. HAFILIA 63
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

6.1. Typikal Perkerasan

Gambar 6.1
Typikal Perkerasan

6.2. Detail Tebal Perkerasan Badan dan Bahu Jalan

CV. HAFILIA 64
LAPORAN PERHITUNGAN PERKERASAN
Dengan Rigid Pavement

Gambar 6.2
Detail Tebal Perkerasan Badan dan Bahu Jalan

CV. HAFILIA 65

Anda mungkin juga menyukai