Anda di halaman 1dari 21

“Good Corporate Governance Di Dunia, Asia

dan Indonesia”

Mata Kuliah: Tata Kelola Perusahaan

Dosen Pengampu : Irma idyati


Disusun oleh : KELOMPOK 2

Dariansyah : 1901010108
Efriansyah : 1901010123
Fitri arnita

Fakultas Ekonomi dan Bisnis


Program Studi S1 Manajemen
Universitas Bina Insan
1
2021

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah Subhanawata’ala sehingga


kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Good Corporate Governance
Di Dunia, Asia dan Indonesia”. Makalah ini diajukan sebagai tugas kelompok
mata kuliah Corporate Governance.
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dan kesalahan yang terjadi, oleh karena untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca.
Dan pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah banyak memberikan motivasi, ikut berpartisipasi dan perhatian
sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktu nya.
Demikianlah makalah ini kami tulis semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca,akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Lubuk linggau, 22 oktober 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................. i

Daftar Isi...........................................................................................................ii

Bab I Pendahuluan............................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................... 1

Bab II Pembahasan.......................................................................................... 2

2.1 Good Corporate Governance Di Dunia............................................ 2

2.2 Good Corporate Governance Di Asia.............................................. 5

2.3 Good Corporate Governance Di Indonesia......................................10

Bab III Penutup.................................................................................................17

3.1 Kesimpulan........................................................................................17

3.2 Saran..................................................................................................17

Daftar Pusaka .................................................................................................17

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Munculnya corporate governance dapat dikatakan dilatarbelakangi dari berbagai
skandal besar yang terjadi pada perusahaan-perusahaan baik di Inggris maupun Amerika
Serikat pada tahun 1980an dikarenakan tindakan yang cenderung serakah dan
mementingkan tujuan pihak-pihak tertentu saja. Hal ini tidak terlepas dari pertentangan
kepentingan antara kebebasan pribadi dan tanggung jawab kolektif atau kepentingan
bersama dari organisasi dimana hal ini menjadikannya sebagai pemicu dari kebutuhan
akan corporate governance.
Secara lebih luas pertentangan kepentingan di suatu organisasi itu terjadi antara
pemilik saham dan pimpinan perusahaan, antara pemilik saham majoritas dan minoritas,
antara pekerja dan pimpinan perusahaan, ada potensi mengenai pelanggaran lindungan
lingkungan, potensi kerawanan dalam hubungan antara perusahaan dan masyarakat
setempat, antara perusahaan dan pelanggan ataupun pemasok, dan sebagainya. Bahkan
besarnya gaji para eksekutif dapat merupakan bahan kritikan.
Pada awalnya corporate governance hanya berkembang di Inggris dan Amerika, tetapi
seiring berkembangnya kompleksitas bisnis di berbagai negara di dunia maka segara
berkembang pula di negara-negara lain. Dalam corporate governance selalu ada dua hal
yang perlu diperhatikan. Apakah aturan atau sistem tata-kelola sudah ada secara jelas,
lengkap, dan tertulis ? Apakah aturan dan sistem yang sudah jelas tersebut dilaksanakan
dengan konsisten atau tidak ? Kedua hal tersebutlah yang menentukan apakah sudah ada
good corporate governance dalam suatu perusahaan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI DUNIA


2.1.1 Pemicu Timbulnya Good Corporate Governance di Dunia
Pada awal dekade 2000-an dunia dikejutkan oleh tumbangnya perusahaan-
perusahaan raksasa terkemuka di berbagai negara industri maju termasuk
Amerika Serikat, Inggris, Itali, Australia, Singapura, dan Hongkong. Regulator
pemerintah tiap negara dan pakar manajemen memberikan kesimpulan
bahwa penyebab utama tumbangnya perusahaan perusahaan besar tersebut
adalah karena lemahnya penerapan prinsip – prinsip good corporate governance
mereka.
Kelemahan corporate governance tersebut antara lain ditandai oleh
berbagai macam hal, diantaranya yaitu :
1. Renggangnya hubungan antara para pemegang saham dengan
manajemen
perusahaan.
2. Lemahnya peranan dewan pengurus dalam mengarahkan dan
mengendalikan
kebijaksanaan dan pengelolaan harta, utang, dan operasi bisnis perusahaan.
3. Semakin bebasnya manajemen perusahaan mengelola dan
mengambil keputusan penting yang bersangkutan dengan kelangsungan
hidup perusahaan.
4. Tidak transparan, akurat, dan tepat waktunya penyampaian
laporan perkembangan bisnis dan laporan keuangan oleh manajemen
perusahaan
kepada para pemegang saham dan kreditur.
5. Dalam banyak kasus auditor yang mengaudit laporan keuangan
perusahaan
tidak bekerja di bawah pengawasan langsung dari komite audit

Kelemahan-kelemahan corporate governance itulah yang memberikan


peluang dewan pengurus dan manajemen perusahaan yang memiliki moral dan
etika bisnis yang buruk mengelola perusahaan demi kepentingan pribadi
atau golongan mereka bukan demi kepentingan perusahaan. Dalam
melakukan penyalah gunaan jabatan tersebut tidak sedikit manajemen
perusahaan berkolusi dengan institusi profesi papan atas seperti
penasehat hukum, perusahaan konsultan, dan perusahaan akuntan publik.
Skandal bisnis perusahaan-perusahaan raksasa dunia tersebut telah
melukai kehidupan ekonomi banyak negara. Dampak negatif skandal tersebut
antara lain adalah menurunnya kepercayaan investor untuk menanamkan dananya
dalam perdagangan surat berharga. Selain itu bank dan lembaga keuangan non –
bank lebih selektif dalam menyalurkan kredit mereka. Sejak terjadinya skandal
bisnis tersebut diatas para investor surat berharga dan bank - bank kreditur
sadar bahwa hak dan kepentingan mereka di perusahaan dimana mereka
menanamkan dananya tidak sepenuhnya terlindungi.

2.1.2. Reaksi Dunia Internasional


Kejatuhan perusahaan raksasa multinasional pada awal tahun 2000an
menyadarkan masyarakat bisnis dan pemerintah bahwa corporate governance di
negara mereka perlu di reformasi. Dua negara yang paling serius menangani
imbas skandal perusahaan – perusahaan publik di dunia itu adalah Inggris dan
Amerika Serikat. Hal itu disebabkan karena pasar modal di kedua negara itu
merupakan motor perkembangan ekonomi mereka.
Reaksi pemerintahan kerajaan Inggris terhadap skandal yang terjadi di
perusahaan – perusahaan serta kejatuhan perusahaan publik adalah :
1. Pemerintah Inggris mengeluarkan pendapat tentang reformasi persyaratan
perusahaan publik. Pendapat tersebut dituangkan dalam sebuah makalah yang
berjudul Modernizing Company Law. Selain itu regulator keuangan Inggris
The Financial Service Authority (FSA) menerbitkan pedoman tentang
penyusunan laporan keuangan perusahaan public, dimana mereka diharuskan
untuk mengungkapkan secara transparan semua transaksi bisnis yang
dilakukan.
2. Pemerintah Inggris membentuk komite-komite corporate governance.
Komite tersebut menyusun laporan – laporan yang memuat pendapat dan saran
bagaimana cara memperbaharui peraturan tentang corporate governance dan
nantinya perusahaan-perusahaan harus mematuhi saran-saran yang diajukan
komite tersebut.
Reaksi Amerika Serikat terhadap skandal yang terjadi di perusahaan
perusahaan serta kerjatuhan perusahaan publik adalah :
1. Pemerintah Amerika Serikat membuat undang – undang tentang reformasi
corporate governance yang disebut Sarbanes Oxley Act yang memuat
tentang ketentuan ketentuan baru yang tegas tentang perlindungan hak dan
kepentingan pemegang saham dan karyawan perusahaan publik. Selain itu
Sarbanes Oxley Act menentukan bahwa anggota dewan pengurus wajib
menguasai dasar-dasar ilmu manajemen keuangan.
2. Sarbanes Oxley Act mewajibkan perusahaan melakukan pengungkapan
laporan keuangan secara transparan serta diwajibkan untuk menggunakan
auditor independen dan menerapkan standar auditing yang ditetapkan US Public
Accounting Oversight Board (PCAOB).
Reaksi Australia terhadap skandal yang terjadi di perusahaan-perusahaan
serta kerjatuhan perusahaan publik adalah :

1. Pemerintah Australia menerbitkan pedoman good corporate governance bagi


perusahaan-perusahaan publik serta memperbaharui undang-undang tentang
perusahaan Australia.
2. Pemerintah Australia menyusun program untuk meninjau kembali regulasi
audit dan pengungkapan informasi perusahaan yang disebut Corporate Law
Economic Reform Program (CLERP). Program tersebut juga mengaktifkan
partisipasi pemegang saham dalam meningkatkan akuntabilitas dan
transparansi perusahaan-perusahaan public.

2.1.3 Perkembangan Good Corporate Governance


Corporate governance sudah bukan merupakan pilihan lagi bagi pelaku bisnis,
tetapi sudah merupakan suatu keharusan dan kebutuhan vital serta sudah
merupakan tuntutan masyarakat. Setiap tindakan memerlukan
pertanggungjawaban yang baik. Penerapan GCG didukung oleh (Organisation for
Economic Cooperation and Development) dengan penerbitan prinsip prinsip GCG
yang bertujuan untuk membantu negara-negara baik negara anggota OECD maupun
bukan anggota OECD untuk menerapkan GCG di negaranya terutama untuk dapat
menyediakan pedoman dan saran-saran bagi bursa saham, investor, perusahaan, dan
pihak-pihak lain yang memiliki peranan dalam proses pengembangan GCG.
2.2 GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI ASIA
Good Corporate Governance menjadi penting untuk Asia dalam beberapa tahun
terakhir dengan sebagian besar pasar telah memperkenalkan peraturan yang
komprehensif. Regulator perusahaan dan investor memiliki peran penting dalam Good
Corporate Governance. Meskipun masih ada beberapa kekurangan dalam kerangka
peraturan di banyak negara di kawasan Asia ini yang berfungsi untuk melumpuhkan
manfaat apa yang telah dicapai. Meskipun ada perusahaan yang sadar melebihi standar
tata kelola juga ada bukti yang jelas bahwa pendekatan terhadap masalah pemerintahan
oleh banyak perusahaan di Asia berjumlah lebih sedikit. Hal ini menunjukkan hubungan
yang kuat antara praktik Good Corporate Governance yang baik dan keuntungan
finansial.

2.2.1 Pedoman Good Corporate Governance Di Malaysia


Pedoman Good Corporate Governance (The Malaysian Code on Corporate
Governance) iniditerbitkan oleh Bursa Efek Malaysia dan kewajiban untuk
melaksanakan Pedoman inidiatur dalam peraturan tentang pencatatan efek di
bursa efek tersebut. Pedoman iniditerbitkan pada tahun 2007 dan merupakan
revisi atas pedoman yang diterbitkan sebelumnya.
1. Metode penerapan Pedoman Good Corporate Governance
Penerapan Pedoman Good Corporate Governance bagi perusahaan bersifat
complyand explain. Dengan demikian tidak ada sanksi apabila perusahaan
tidak menerapkan seluruh aspek dalam Pedoman tersebut. Bagi perusahaan
yang tercatat di bursa efek Malaysia, prinsip prinsip Good Corporate
Governance dan praktik-praktik terbaik yang telah diterapkan perusahaan
wajib diungkapkan dalam laporan tahunan. Perusahaanjuga wajib
mengidentifikasi prinsip dan praktik terbaik yang tidak dilaksanakan
disertaialasan atas ketidakpatuhan tersebut. Apabila perusahaan mengadopsi
praktek tatakelola negara lain, hal ini juga harus diungkapkan.
2. Sanksi atas ketidakpatuhan terhadap Pedoman GCG
Penerapan Pedoman Good Corporate Governance bersifat comply and
explains sehingga tidak terdapat sanksi dalam hal perusahaan tidak
menerapkan seluruh aspek dalam Pedoman Good Corporate Governance.
Namun terdapat kewajiban untuk mengungkapkan pelaksanaan dari Pedoman
tersebut dalam laporan tahunan. Dengan demikian bagi perusahaan yang
tercatat atau akan mencatatkan sahamnya di bursatidak mengungkapkan
dalam laporan tahunannya terkait dengan penerapan tata kelola, Bursa
Malaysia dapat mengambil tindakan terhadap perusahaan atau
direksisebagaimana tercantum dalam Persyaratan Listing di Bursa Malaysia.

3. Ruang lingkup Pedoman Good Corporate Governance


Pedoman Good Corporate Governanc terdiri dari tiga bagian yaitu :
a) Bagian 1
Memuat prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang luas yang
berlaku di Malaysia. Tujuan dari prinsip-prinsip ini adalah untuk
memungkinkan fleksibilitas perusahaan dalam menerapkan prinsip-
prinsip sesuai dengan keadaan masingmasing perusahaan.
b) Bagian 2
Menetapkan praktik-praktik terbaik dalam tata kelola perusahaan.
Mengidentifikasi seperangkat pedoman atau praktek yang dimaksudkan
untuk membantu perusahaan dalam merancang pendekatan mereka
terhadap tata kelola perusahaan yang baik bagi perusahaannya.
c) Bagian 3
Dorongan atau himbauan bagi pihak-pihak selain tersebut di atas yang
bersifat sukarela. Hal ini tidak ditujukan kepada perusahaan yang
terdaftar tetapi untuk investor dan auditor untuk meningkatkan peran
mereka dalam tata kelola perusahaan. Adapun ruang lingkup dari
Pedoman Good Corporate Governance tersebut adalah :
 The Board Structure, Duties and Effectiveness
 The Audit Committee and its Challenges
 Assessing the Risk and Control Environment
 Effective Oversight of Financial Reporting
 Internal and External Audit: “Eyes And Ears” of Audit Committee
 Conflict of Interest and Related Party Transactions
 Nominating Committee
 Remuneration Committee
 Shareholder Relations

2.2.2 Pedoman Good Corporate Governance Di Singapura


1. Metode Penerapan Pedoman Good Corporate Governance
Metode penerapan Pedoman Good Corporate Governance bersifat comply
and explain. Selanjutnya berdasarkan ketentuan pencatatan efek di Bursa efek
Singapore mengharuskan perusahaan tercatat untuk mengungkapkan praktik
tata kelola mereka dalam laporan tahunan dengan referensi khusus kepada
prinsip-prinsip yang terdapat dalam Pedoman. Perusahaan juga wajib
mengungkapkan dan menjelaskan setiap perbedaan pelaksanaannya dari
Pedoman tersebut. Perusahaan juga didorong untuk melakukan konfirmasi
positif tentang pemenuhan prinsip-prinsip tata kelola dan mengungkapkan
setiap ketidak patuhan terhadap prinsip-prinsip tersebut dalam laporan
tahunan perusahaan
2. Sanksi atas ketidakpatuhan
Penerapan Pedoman Good Corporate Governance oleh perusahaan hanya
bersifat voluntary. Oleh karena itu, tidak ada sanksi bagi perusahaan yang
tidak menerapkannya. Akan tetapi, perusahaan harus menjelaskan dengan
rinci alasan untuk tidak menerapkannya.
3. Ruang lingkup Pedoman Good Corporate Governance
Ruang lingkung Tata Kelola perusahaan
a) Board Matters
b) Remuneration Matters
c) Accountability and Audit
d) Communication with Shareholders
e) Disclosure of Corporate Governance Arrangements

2.2.3 Pedoman Good Corporate Governance Di Thailand


1. Metode Penerapan Pedoman Good Corporate Governance
Metode penerapan Pedoman Good Corporate Governance di Thailand
bersifat Comply or Explain . Oleh karena itu, Stock Exchange of Thailand
(SET) mengharapkan perusahaan untuk mengikuti Pedoman Good Corporate
Governance tersebut. Selain itu, perusahaan dapat mengadaptasi prinsip-
prinsip Good Corporate Governance sesuai kebutuhan fungsional tiap
perusahaan. Bagi perusahaan yang memilih untuk tidak mematuhi prinsip
Good Corporate Governance, diharuskan menjelaskan secara rinci alasan
untuk tidak menerapkannya.Perusahaan Tercatat telah diminta untuk mulai
mengungkapkan pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate Governance
pada tahun 2007 pada Laporan Tahunan perusahaan. Selain itu, perusahaan
yang terdaftar harus mengungkapkan penerapan prinsip-prinsip tata kelola
perusahaan yang baik GCG melalui media komunikasi yang yang paling
nyaman bagi Perusahaan, pemegang saham, investor, stakeholder lainnya dan
pihak-pihak terkait. Salah satu saluran yang disarankan adalah situs web
perusahaan.
2. Ruang lingkup Pedoman Good Corporate Governance
Prinsip-prinsip dan praktek-praktek terbaik Good Corporate
Governance Perusahaan tercatat yang direkomendasikan oleh SET (Stock
Exchange of Thailand) mencakup 5 kategori yaitu:
a Hak Pemegang Saham (Rights of Shareholders)
b Perlakuan Adil kepada Pemegang Saham (Equitable Treatment of
Shareholders)
c Peran Pemangku Kepentingan (Role of Stakeholders)
d Keterbukaan dan Transparansi (Disclosure and Transparency)
e Tanggung Jawab Dewan Direksi (Responsibilities of the Board)

2.2.4 Pedoman Good Corporate Governance Di Philipina


Sesuai dengan kebijakan Negara untuk secara aktif mempromosikan
reformasi tata kelola perusahaan yang bertujuan untuk meningkatkan
kepercayaan investor, mengembangkan pasar modal dan membantu mencapai
pertumbuhan yang tinggi dan berkelanjutan untuksector korporasi dan
ekonomi, Securities Commission, melalui Resolusi No.135, Seri 4 April2002,
menyetujui berlakunya dan pelaksanaan Pedoman Good Corporate
Governance ini.Pedoman ini berlaku untuk perusahaan efek yang tercatat atau
terdaftar, perusahaan penerima izin/lisensi dan perusahaan publik. Pedoman
Good Corporate Governance ini juga berlaku untuk cabang atau anak
perusahaan dari perusahaan asing yang beroperasi diFilipina yang terdaftar.
1 Metode Penerapan Pedoman Good Corporate Governance
Penerapan Pedoman Good Corporate Governance di Philipina
merupakan suatu kewajiban. Penegakan hukum atas pelaksanaan Pedoman
Good Corporate Governance tersebut dilakukan oleh Securities and
Exchange Commission dan dapat dikenakan sanksi. Bursa Efek Philipina
mewajibkan perusahaan tercatat untuk melaporkan secara periodic
mengenai kepatuhan terhadap manual tata kelola termasuk hal-hal yang
belum dapat dipenuhi wajib diungkapkan lengkap dengan alasannya.
2 Sanksi atas ketidakpatuhan terhadap Pedoman GCG
Kegagalan untuk mengadopsi manual tata kelola perusahaan seperti
yang ditentukan untuk perusahaan, setelah pemberitahuan waktu dan
alasan jatuh tempo dikenakandenda sebesar P100, 000.00.
3 Ruang lingkup Pedoman Good Corporate Governance
a) The Board Governance
b) Supply Information
c) Accountability and Audit
d) Stockholders’ Rights and Protection of Minority Stockholders’ Interests
e) Evaluation Systems
f) Disclosure and Transparency
g) Commitment to Corporate Governance
h) Administrative Sanction

2.3 GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI INDONESIA


Implemetasi GCG di negara kita sangat terlambat jika dibandingkan dengan negara-
negara lainnya, mengingat masuknya konsep GCG di Indonesia relatif masih baru. Konsep
GCG di Indonesia pada awalnya diperkenalkan oleh pemerintah Indonesia dan International
Monetary Fund (IMF) dalam rangka pemulihan ekonomi (economy recovery) pascakrisis.
Pada April 2001, Komite Nasional Indonesia untuk Kebijakan Tata Kelola Perusahaan
(Corporate Governance Polices) mengeluarkan The Indonesia Code for Good Corporate
Governance (Kode Tata Kelola Perusahaan yang Baik) bagi masyarakat Indonesia. Dalam
Indonesian Code for Good Corporate Governance tersebut dimuat hal-hal yang berkaitan
dengan:
 Pemegang saham dan hak mereka
 Fungsi dewan komisaris perusahaan
 Fungsi direksi perusahaan
 Sistem audit
 Sekretaris perusahaan
 Pemangku kepentingan (stakeholders)
 Prinsip pengungkapan informasi perusahaan secara transparan
 Prinsip kerahasiaan
 Etika bisnis dan korupsi
 Perlindungan terhadap lingkungan hidup
Pada tahap pertama, ketentuan tentang tata keloa perusahaan yang baik (good
corporate governance) tersebut terutama ditunjukan bagi perusahaan-perusahaan publik,
badan usaha milik negara, dan perusahaan-perusahaan yang mempergunakan dana publik
atau ikut serta dalam pengeloaan dana publik.
Sulit dipungkiri, selama sepuluh tahun terakhir ini, istilah Good
Corporate Governance (GCG) kian populer. Tak hanya populer, istilah tersebut juga
ditempatkan di posisi terhormat. Pertama, GCG merupakan salah satu kunci sukses
perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus
memenangkan persaingan bisnis global. Kedua, krisis ekonomi di kawasan Asia dan
Amerika Latin yang diyakini muncul karena kegagalan penerapan GCG. Pada tahun
1999, kita melihat negara-negara di Asia Timur yang sama-sama terkena krisis
mulai mengalami pemulihan, kecuali Indonesia. Harus dipahami bahwa kompetisi
global bukan kompetisi antarnegara, melainkan antarkorporat di negara-negara
tersebut. Jadi menang atau kalah, menang atau terpuruk, pulih atau tetap terpuruknya
perekonomian satu negara bergantung pada korporat masing-masing . Pemahaman
tersebut membuka wawasan bahwa korporat kita belum dikelola secara benar. Dalam
bahasa khusus, korporat kita belum menjalankan governansi . Survey dari Booz-
Allen di Asia Timur pada tahun 1998 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki
indeks corporate governance paling rendah dengan skor 2,88 jauh di bawah
Singapura (8,93), Malaysia (7,72) dan Thailand (4,89). Rendahnya kualitas GCG
korporasi-korporasi di Indonesia ditengarai menjadi kejatuhan perusahaan-perusahaan
tersebut.

2.3.2 Penerapan GCG di Indonesia


Krisis ekonomi yang menghantam Asia yang terjadi beberapa tahun lalu.
ternyata berdampak luas teutama dalam merontokkan rezim-rezim politik yang
berkuasa di Korea Selatan, Thailand, dan Indonesia. Ketiga Negara yang diawal
tahun 1990-an dipandang sebagai “the Asian tiger”, harus mengakui bahwa
pondasi ekonomi mereka rapuh, yang pada akhirnya merambah pada krisis
politik.
Setelah itu, sejak krisis tersebut melanda, kita sekarang dapat melihat
pertumbuhan kembali Negara-negara yang amat terpukul oleh krisis tersebut.
Korea Selatan yang pernah terjangkit kejahatan financial yang melibatkan para
eksekutif puncak perusahaan-perusahaan blue-chip, kini telah pulih.
Perkembangan yang sama juga terlihat dengan Thailand maupun Negara-negara
ASEAN lainnya.
Bagaimana dengan Indonesia?. Era pascakrisis ditandai dengan goncangan
ekonomi berkelanjutan. Mulai dari restrukturisasi sektor perbankan, pelelangan
asset para konglomerat, yang berakibat pada penurunan iklim berusaha
(Bakrie,2003).
Kajian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) menunjukkan
beberapa faktor yang memberi kontribusi pada krisis di Indonesia. Pertama,
konsentrasi kepemilikan perusahaan yang tinggi; kedua, tidak efektifnya fungsi
pengawasan dewan komisaris, ketiga; inefisiensi dan rendahnya transparansi
mengenai prosedur pengendalian merger dan akuisisi perusahaan; keempat,
terlalu tingginya ketergantungan pada pendanaan eksternal; dan kelima, ketidak
memadainya pengawasan oleh para kreditor.
Tantangan terkini yang dihadapi masih belum dipahaminya secara luas
prinsip-prinsip dan praktek good corporate governance oleh kumunitas bisnis
dan publik pada umumnya (Daniri, 2005). Akhirnya komunitas internasional
masih menempatkan Indonesia pada urutan bawah rating implementasi GCG
sebagaimana dilakukan oleh Standard & Poor, CLSA, Pricewaterhouse Coopers,
Moody`s Morgan, and Calper`s.
Kajian Pricewaterhouse Coopers yang dimuat di dalam Report on
Institutional investor Survey (2002) menempatkan Indonesia di urutan paling
bawah bersama China dan India dengan nilai 1,96 untuk transparansi dan
keterbukaan. Jika dilihat dari ketersediaan investor untuk memberi premium
terhadap harga saham perusahaan publik di Indonesia, hasil survey tahun 2002
menunjukkan kemajuan dibandingkan hasil survey tahun 2000. Pada tahun 2000
investor bersedia membayar premium 27%, sedang di tahun 2002 hanya bersedia
membayar 25% saja. Hal ini menunjukkan persepsi investor terhadap resiko tidak
dijalankannya GCG, menjadi lebih baik. Secara keseluruhan urutan teratas masih
ditempati oleh Singapura dengan skor 3,62, Malaysia dan Thailand mendapat
skor 2,62 dan 2,19.
Laporan tentang GCG oleh CLSA (2003), menempatkan Indonesia di
urutan terbawah dengan skor 1,5 untuk masalah penegakan hukum, 2,5 untuk
mekanisme institusional dan budaya corporate governance, dan dengan total 3,2.
Meskipun skor Indonesia di tahun 2004 lebih baik dibandingkan dengan 2003,
kenyataannya, Indonesia masih tetap berada di urutan terbawah di antara Negara-
negara Asia. Faktor-faktor penyebab rendahnya kinerja Indonesia adalah
penegakan hukum dan budaya corporate governance yang masih berada di titik
paling rendah di antara Negara-negara lain yang sedang tumbuh di Asia.

Penilaian yang dilakukan oleh CLSA didasarkanpada faktor eksternal


dengan bobot 60% dibandingkan faktor internal yang hanya diberi bobot 40% saja.
Fakta ini menunjukkan bahwa implementasi GCG di Indonesia membutuhkan
pendekatan yang komprehensif dan penegakan yang lebih nyata lagi.

2.3.3 Implementasi GCG di Indonesia


Terdapat tiga arah agenda penerapan GCG di Indonesia (BP BUMN, 1999)
yakni, menetapkan kebijakan nasional, menyempurnaan kerangka nasional dan
membangun inisiatif sektor swasta. Terkait dengan kerangka regulasi, Bapepam
bersama dengan self-regulated organization (SRO) yang didukung oleh Bank
Dunia dan ADB telah menghasilkan beberap proyek GCG seperti JSX Pilot
project. Seiring dengan proyek-proyek ini, kementerian BUMN juga telah
mengembangkan kerangka untuk implementasi GCG.
Dalam kaitan dengan peran dan fungsi tersebut, BAPEPAM dapat
memastikan bahwa berbagai peraturan dan ketentuan yang ada, terus menerus
disempurnakan, serta berbagai pelanggaran yang terjadi akan mendapatkan
sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.Dalam hal regulatory framework, untuk
mengkaji peraturan perundang-undangan yang terkait engan korporasi dan
program reformasi hukum, pada umumnya terdapat beberapa capaian yang
terkait dengan implementasi GCG seperti diberlakukannya undang-undang
tentang Bank Indonesia di tahun 1998, undang-undang anti korupsi tahun 1999,
dan undang-undang BUMN, serta privatisasi BUMN tahun 2003.
Demikian pula dengan proses amandemen undang-undang perseroan
terbatas, undang-undang pendaftaran perusahaan, serta undang-undang kepailitan
yang saat ini masih sedang dalam proses penyelesaian. Dalam pelaksanaan
program reformasi hukum, terdapat beberapa hal penting yang telah diterapkan,
misalnya pembentukan pengadilan niaga yang dimulai tahun 1997 dan
pembentukan badan arbitrasi pasar modal tahun 2001.
Bergulirnya reformasi corporate governance masih menyisakan hal-hal
strategis yang harus dikaji, seperti kesesuaian dan sinkronisasi berbagai peraturan
perundangan yang terkait. Demikian pula yang terkait dengan otonomi daerah,
permasalahan yang timbul dalam kerangka regulasi adalah pemberlakuan
undang-undang otonomi daerah yang cenderung kebablasan tanpa diikuti dengan
kesadaran dan pemahaman good governance itu sendiri. Inisiatif di sektor swasta
terlihat pda aktivitas organisasi-organisasi corporate governance dalam bentuk
upaya-upaya sosialisasi, pendidikan, pelatihan, pembuatan rating, penelitian, dan
advokasi. Pendatang baru di antara organisasi-organisasi ini adalah IKAI dan
LAPPI. IKAI adalah asosiasi untuk para anggota komite audit, sedangkan LAPPI
(lembaga advokasi, proxi, dan perlindungan investor) pada dasarnya berbagi
pengalaman dalam shareholders activism, dengan misi utama melindungi
kepentingan para pemegang saham minoritas.
Dalam penerapan GCG di Indonesia, seluruh pemangku kepentingan turut
berpartisipasi. Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance yang diawal
tahun 2005 di ubah menjadi Komite Nasional Kebijkan Governance telah
menerbitkan pedoman GCG pada bulan Maret 2001. Pedoman tersebut kemudian
disusul dengan penerbitan Pedoman GCG Perbankan Indonesia, Pedoman untuk
komite audit, dan pedoman untuk komisaris independen di tahun 2004. Semua
publikasi ini dipandang perlu untuk memberikan acuan dalam
mengimplementasikan GCG.
Pemerintah pun melakukan upaya-upaya khusus bergandengan tangan
dengan komunitas bisnis dalam mensosialisasikan dan mengimplementasikan
GCG. Dua sektor penting yakni BUMN dan Pasar Modal telah menjadi perhatian
pemerintah. Aspek baru dalam implementasi GCG di lingkungan BUMN adalah
kewajban untuk memiliki statement of corporate intent (SCI). SCI pada dasarnya
adalah komitmen perusahaan terhadap pemegang saham dalam bentuk suatu
kontrak yang menekankan pada strategi dan upaya manajemen dan didukung
dengan dewan komisaris dalam mengelola perusahaan. Terkait dengan SCI,
direksi diwajibkan untuk menanda tangani appointment agreements (AA) yang
merupakan komitmen direksi untuk memenuhi fungsi-fungsi dan kewajiban yang
diembannya. Indikator kinerja direksi terlihat dalam bentuk reward and
punishment system dengan meratifikasi undang-undang BUMN.
Pasar modal juga perlu menerapkan prinsipprinsip GCG untuk perusahaan
publik. Ini ditunjukkan melalui berbagai regulasi yang dikeluarkan oleh Bursa
Efek Jakarta (BEJ), yang menyatakan bahwa seluruh perusahaan tercatat wajib
melaksanakan GCG. Implementasi GCG dimaksudkan untuk meningkatkan
perlindungan kepentingan investor, terutam para pemegang saham di perusahaan-
perusahaan terbuka.
Di samping itu, implementasi GCG akan mendorong tumbuhnya
mekanisme check and balance di lingkungan manajemen khususnya dalam
member perhatian kepada kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lainnya. Hal ini terkait dengan peran pemegang saham pengendali
yang berwenang mengangkat komisaris dan direksi, dan dapat mempengaruhi
kebijakan perusahaan. Di samping pelindungan investor, regulasi mewajibkan
system yang menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam transaksi bisnis antar
perusahaan dalam satu grup yang berpotensi menimbulkan benturan kepentingan.
Semangat untuk memperoleh persetujuan publik dalam transaksi, merupakan
bentuk penerapan prinsip akuntabilitas. Diperkenalkannya komisaris independen,
komite audit, dan sekretaris perusahaan juga menjadi fokus regulasi BEJ.
Independensi komisaris dimaksudkan untuk memastikan bahwa komisaris
independen tidak memiliki afiliasi dengan pemegang saham, dengan direksi dan
dengan komisaris; tidak menjabat direksi di perusahaan lain yang terafiliasi; dan
memahami berbagai regulasi pasar modal.
Sedangkan terkait dengan kewajiban untuk memiliki direktur independen,
dalam sistem two tier yang kita anut, justru akan lebih efektif bilamana bursa
mewajibkan perusahaan untuk memiliki komite nominasi dan remunerasi. Tujuan
pedoman tersebut adalah untuk meningkatkan kualitas disclosure perusahaan-
perusahaan publik. Pedoman ini merupakan hasil kolaborasi antara BEJ, IAI, AEI,
dan Bapepam. Perkembangan terbaru di Pasar modal adalah batas waktu
penyerahan laporan tahunan yakni 90 hari sejak tutup buku, lebih pendek dari
regulasi sebelumnya yakni 120 hari. Regulasi ini merupakan indikasi
kekonsistenan penegakan GCG oleh Bapepam.

2.3.5 Peran BAPEPAM


Bapepam secara langsung maupun tidak langsung telah mendorong
implementasi prinsip-prinsip GCG di Indonesia, dengan menerbitkan peraturan
dan kebijakan yang terkait dengan GCG. Peraturanperaturan tersebut antara lain
menyangkut keputusan Bapepam mengenai prinsip transparansi yang
mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan informasi kepada publik,
disclosure mengenai beberapa aspek yang terkait dengan pemegang saham,
transaksi material, dan perubahan dalam aktivitas bisnis inti, keputusan mengenai
merger dan akuisisi perusahaan publik, serta ketentuan tentang pengungkapan
mengenai apakah suatu perusahaan tengah dalam proses peradilan kepailitan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Di era persaingan global ini, dimana batas-batas negara tidak lagi menjadi
penghalang untuk berkompetisi, hanya perusahaan yang menerapkan Good
Corporate Governance (GCG) yang mampu memenangkan persaingan. GCG
merupakan suatu keharusan dalam rangka membangun kondisi perusahaan yang
tangguh dan sustainable. GCG diperlukan untuk menciptakan sistem dan
struktur perusahaan yang kuat sehingga mampu menjadi perusahaan memiliki
tata kelola yang baik.

3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan yang perlu
diperbaiki. Maka dari itu penulis sangat berharap kritik dan saran kepada setiap
pembaca agar makalah ini bisa lebih baik. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan penulis.

Daftar penanya dan penjawab:


James dandi dijawab dariansyah
Bima dijawab dariansyah
Ayu dijawab fitri
Ariska dijawab dariansyah
Ardila dijawab ramadon

DAFTAR PUSTAKA

Effendi, Muh. Arief. 2016. The Power of Good Corporate Governance (Teori dan
Implementasi). Jakarta: Salemba Empat
Wulandari, Etty Retno.Good Corporate Governance(Konsep, Prinsip dan
Praktik).Lembaga Komisaris dan Direktur Indonesia (LKDI)
Sutojo, Siswanto & Aldridge, John. 2008. Good Corporate Governance (Tata
Kelola Perusahaan Yang Sehat), Jakarta : PT Damar Mulia Pustaka
www.ojk.go.id

Anda mungkin juga menyukai