Anda di halaman 1dari 25

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi kuman


Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis sebagian besar terjadi pada paru yyang
mencakup 80% dari keseluruhan kejadian penyakit tuberkulosis, sedangkan 20%
selebihnya merupakan tuberkulosis ekstrapulmonar (PDPI, 2014).

2.2 Epidemiologi

Secara global pada tahun 2016 terdapat 10,4 juta kasus insiden TBC. Lima
negara dengan insiden kasus tertinggi yaitu India, Indonesia, China, Philipina, dan
Pakistan. Kasus TB tersebar di seluruh dunia dengan berbagai rentang usia dan
paling banyak terdapat pada dewasa ( usia ≥ 15 tahun ) yaitu 90%. Sebagian besar
estimasi insiden TBC pada tahun 2016 terjadi di Kawasan Asia Tenggara (45%)
dan sebagian lainnya yaitu 25% terjadi di Afrika (Kemenkes RI, 2018).

Indonesia adalah negara dengan jumlah kasus TB ke-3 terbanyak di dunia


setelah India dan China. Berdasarkan laporan WHO tahun 2018, didapatkan pada
tahun 2017 kasus TB di India, China dan Indonesia berturut-turut yaitu 27%, 9%
dan 8% kasus (Kemenkes RI, 2018).

Menurut Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, TB menyebar hampir


diseluruh provinsi di Indonesia. Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis
TB oleh tenaga kesehatan tahun 2018 adalah sebanyak 0,4%. Berdasarkan Laporan
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, jumlah kasus baru TB di
Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun 2017 (Riskesdas, 2018).

2.3 Faktor Risiko

Faktor Risiko TB dibagi atas tiga, yaitu ( Kemenkes RI, 2011)

1.Kuman Penyebab TB
5

˗ Pasien TB dengan BTA positif lebih besar risiko menimbulkan


penularan dibandingkan denganBTA negatif.

˗ Makin tinggi jumlah kuman dalam percikan dahak, makin besar risiko
terjadi penularan.

˗ Makin lama dan makin sering terpapar dengan kuman, makin besar
risiko terjadi penularan.

2.Faktor individu (host)

a. Faktor usia dan jenis kelamin

Kelompok paling rentan tertular TB adalah kelompok usia dewasa


muda yang juga merupakan kelompok usia produktif. Menurut hasil
survei prevalensi TB, Laki-laki lebih banyak terkena TB dari pada
wanita.

b. Daya tahan tubuh

Apabila daya tahan tubuh seseorang menurun oleh karena sebab


apapun, misalnya usia lanjut, ibu hamil, ko infeksi dengan HIV,
penyandang diabetes mellitus, gizi buruk, keadaan immuno-supressive,
bilamana terinfeksi dengan M.tb, lebih mudah jatuh sakit.

c. Prilaku

˗ Batuk dan cara membuang dahak pasien TB yang tidak sesuai etika
akan meningkatkan paparan kuman dan risiko penularan.

˗ Merokok meningkatkan risiko terkena TB paru sebanyak 2,2 kali.

˗ Sikap dan perilaku pasien TB tentang penularan, bahaya, dan cara


pengobatan.

d. Status sosial ekonomi

TB banyak menyerang kelompok sosial ekonomi lemah.

3.Faktor Lingkungan
6

- Lingkungan perumahan padat dan kumuh akan memudahkan


penularan TB.

- Ruangan dengan sirkulasi udara kurang baik dan tanpa cahaya akan
meningkatkan resiko penularan.

2.4 Patogenesis (PDPI, 2014)

2.4.1 Tuberkulosis Primer

Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di


jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut
sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di bagian mana
saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan
kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal).
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional
dikenal sebagai kompleks primer.

Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut:

1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad


integrum).

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)

3. Menyebar dengan cara :

a) Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya Salah satu contoh adalah


epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat penekanan
bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang
membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas
bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan
menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang
atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis
tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
7

b) Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke


paru sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalam usus.

c) Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini


sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi
basil. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan
tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan
menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier,
meningitis tuberkulosa, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga
dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya
tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan
penyebaran ini mungkin berakhir dengan cara yaitu sembuh dengan
meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak
setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma) atau meninggal
Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.

2.4.2 Tuberkulosis Post-Primer

Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian


tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post primer
mempunyai nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa,
localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis
inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat menjadi
sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang
umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior.
Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil (PDPI, 2014)

Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai
berikut :

a. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan


cacat

b. Sarang tadi mula mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan
dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus
diri menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam
bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif
8

kembali, membentuk jaringan keju dan menimbulkan kavitas bila


jaringan keju dibatukkan keluar.

Gambar 2.1 Skema perkembangan sarang tuberculosis post primer dan perjalanan
penyembuhannya (PDPI, 2014).

c. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan


kaseosa). Kavitas akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju
keluar. Kavitas awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan
menjadi tebal (kavitas sklerotik). Nasib kavitas ini:

 Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru.


Sarang pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang
disebutkan diatas.

 Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan


disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh,
tapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kavitas
lagi.

 Kavitas bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open
healed cavity, atau kavitas menyembuh dengan membungkus diri,
akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kavitas yang
9

terbungkus, dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate


shaped).

2.5 Klasifikasi

2.5.1 Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak


termasuk pleura (selaput paru) (PDPI, 2014).

A. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)

Tuberkulosis Paru BTA (+)

 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil


BTA positif.

 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif


dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif .

 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif


dan biakan positif

Tuberkulosis Paru BTA (-)

 Hasil pemeriksaan dahak 2 kali menunjukkan BTA negatif,


gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis
aktif serta tidak respons dengan pemberian antibiotik spektrum luas.

 Hasil pemeriksaan dahak 2 kali menunjukkan BTA negatif dan


biakan M.tuberculosis positif.

 Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa

B. Berdasarkan Tipe Penderita

Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.


Ada beberapa tipe penderita yaitu :
10

˗ Kasus baru adalah penderita yang belum pernah mendapat


pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang
dari satu bulan (30 dosis harian)

˗ Kasus kambuh (relaps) adalah penderita tuberkulosis yang


sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi
berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan
positif.

˗ Kasus pindahan (Transfer In) adalah penderita yang sedang


mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan kemudian pindah
berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut harus
membawa surat rujukan/pindah

˗ Kasus lalai berobat adalah penderita yang sudah berobat paling


kurang 1 bulan, dan berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang
kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif.

˗ Kasus Gagal

 Penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali


menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum
akhir pengobatan).

 Penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik


positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan
dan atau gambaran radiologik ulang hasilnya perburukan.

˗ Kasus kronik adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA


masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan
pengawasan yang baik

˗ Kasus bekas TB

 Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada


fasilitas) negatif dan gambaran radiologik paru menunjukkan
lesi TB inaktif, terlebih gambaran radiologik serial
11

menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan


OAT yang adekuat akan lebih mendukung.

 Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB


aktif, namun setelah mendapat pengobatan OAT selama 2
bulan ternyata tidak ada perubahan gambaran radiologik.

2.5.2 Tuberkulosis Ekstra Paru

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dll. Diagnosis sebaiknya
didasarkan atas kultur spesimen positif, atau histologi, atau bukti klinis kuat
konsisten dengan TB ekstraparu aktif, yang selanjutnya dipertimbangkan oleh
klinisi untuk diberikan obat anti tuberkulosis siklus penuh. TB di luar paru dibagi
berdasarkan pada tingkat keparahan penyakit, yaitu:

A. TB di luar paru ringan

Misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang


(kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.

B. TB diluar paru berat

Misalnya: meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis


eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing
dan alat kelamin.

2.6 Manifestasi Klinis

Pada pasien TB gejala klinis yang terjadi dapat dibagi menjadi 2 golongan,
yaitu gejala respiratorik (atau gejala lokal dari organ yang terlibat) dan gejala
sistemik (PDPI, 2014).

A. Gejala respiratorik

• Batuk ≥ 2 minggu
12

• Batuk darah

• Sesak napas

• Nyeri dada

Gejala respiratorik yang dialami oleh pasien sangat bervariasi, dari mulai
tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi yang
mengenai paru pasien. Kadang penderita terdiagnosis pada saat medical check up.
Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka penderita mungkin tidak
ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya
batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.

B. Gejala Sistemik

 Demam

 Malaise

 Keringat malam

 Anoreksia

 Berat badan menurun

C. Gejala TB ekstra paru

Gejala TB ekstra paru yang dialami pasien tergantung dari organ yang
terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi
pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening,
pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara
pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri
dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan (PDPI, 2014).

2.7 Diagnosis

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,


pemeriksaan fisik / jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan
pemeriksaan penunjang lainnya. Diagnosis TB ditegakkan berdasarkan terdapatnya
13

paling sedikit satu spesimen konfirmasi M. tuberculosis atau sesuai dengan


gambaran histologi TB atau bukti klinis sesuai TB (Kemenkes RI, 2011).

2.7.1 Manifestasi Klinis

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang
lebih dari satu bulan. Pada pasien dengan HIV positif, batuk sering kali bukan
merupakan gejala TB yang khas, sehingga gejala batuk tidak harus selalu selama 2
minggu atau lebih.

Selain gejala tersebut, perlu dipertimbangkan pemeriksaan pada orang


dengan faktor risiko, seperti : kontak erat dengan pasien TB, tinggal di daerah
padat penduduk, wilayah kumuh, daerah pengungsian, dan orang yang bekerja
dengan bahan kimia yang berrisiko menimbulkan paparan infeksi paru (Kemenkes
RI,2016).

2.7.2 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ
yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya
tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya
terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior, serta
daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain
suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma & mediastinum. Pemeriksaan fisik yang didapatkan
pada TB ekstra paru, antara lain :

 Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari


banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada
auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang
terdapat cairan.
14

 Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,


tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-
kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold
abscess”

2.7.3 Pemeriksaan Laboratorium

A. Pemeriksaan Bakteriologi (Kemenkes RI, 2016).

Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung

Pemeriksaan dahak selain berfungsi untuk menegakkan diagnosis, juga


untuk menentukan potensi penularan dan menilai keberhasilan pengobatan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 2 contoh uji dahak yang dikumpulkan berupa dahak
Sewaktu-Pagi (SP):

a) S (Sewaktu): dahak ditampung di fasyankes.

b) P (Pagi): dahak ditampung pada pagi segera setelah bangun tidur. Dapat
dilakukan dirumah pasien atau di bangsal rawat inap bilamana pasien
menjalani rawat inap.

Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) TB

Pemeriksaan tes cepat molekuler dengan metode Xpert MTB/RIF. TCM


merupakan sarana untuk penegakan diagnosis, namun tidak dapat
dimanfaatkan untuk evaluasi hasil pengobatan.

Pemeriksaan Biakan

Pemeriksaan biakan dapat dilakukan dengan media padat (Lowenstein-


Jensen) dan media cair (Mycobacteria Growth Indicator Tube) untuk
identifikasi Mycobacterium tuberkulosis (M.tb).

B. Pemeriksaan Penunjang Lainnya


15

Pemeriksaan foto toraks

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan/tanpa foto lateral.


Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada
pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-
macam bentuk (multiform) (PDPI, 2014).

Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

 Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas


paru dan segmen superior lobus bawah

 Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan
atau nodular

 Bayangan bercak milier

 Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang) Gambaran


radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif

 Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas ditepukan
kalsifikasi atau fibrotik

 Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura, destroyed


lung : Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru
yang berat. Gambaran radiologik destroyed lung terdiri dari atelektasis,
multikavitas dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi
atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut.

Pemeriksaan histopatologi pada kasus yang dicurigai TB ekstraparu.

C. Pemeriksaan uji kepekaan obat

Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi M.tb
terhadap OAT. Uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan di laboratorium
yang telah lulus uji pemantapan mutu/Quality Assurance (QA), dan
mendapatkan sertifikat nasional maupun internasional.

D. Pemeriksaan serologis

Sampai saat ini belum direkomendasikan.


16

Gambar 2.2 Alur diagnosis TB (Kemenkes, 2016).

2.8 Alur Diagnosis TB Anak

Tanda dan gejala klinis Gejala klinis berupa gejala sistemik/umum atau
sesuai organ terkait. Gejala klinis TB pada anak tidak khas, karena gejala serupa
juga dapat disebabkan oleh berbagai penyakit selain TB. Gejala khas TB sebagai

berikut:(Kemenkes RI, 2016).


17

a. Batuk ≥ 2 minggu

b. Demam ≥ 2 minggu

c. BB turun atau tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya

d. Lesu atau malaise ≥ 2 minggu Gejala-gejala tersebut menetap walau sudah


diberikan terapi yang adekuat.

Gambar 2.3 Alur diagnosis TB Anak (Kemenkes, 2016).


18

Tabel 2.1 Skor TB anak (Kemenkes RI, 2016).


19

2.9 Diagnosis TB pada ODHA

Gejala klinis pada ODHA seringkali tidak spesifik. Gejala klinis yang
sering ditemukan adalah demam dan penurunan berat badan yang signifikan
(sekitar 10% atau lebih) dan gejala ekstra paru sesuai organ yang terkena misalnya
TB Pleura, TB Pericardius, TB Milier, TB meningitis. Pada prinsipnya, untuk
mempercepat penegakan diagnosis TB pada pasien dengan HIV positif maka
diutamakan mengunakan pemeriksaan TCM TB (Kemenkes RI, 2016).

2.10Pengobatan TB

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3


bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari
paduan obat utama dan tambahan (PDPI, 2014).

Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip:

1. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung


minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi.

2. Diberikan dalam dosis yang tepat.

3. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas
Menelan Obat) sampai selesai pengobatan.

4. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup, terbagi dalam dua (2)
tahap yaitu tahap awal serta tahap lanjutan, sebagai pengobatan yang adekuat
untuk mencegah kekambuhan.

Tabel 2.2. OAT lini pertama

Jenis Sifat Efek Samping


Isoniazid (H) Bakterisidal Neuropati perifer, psikosis toksik, gangguan
fungsi

hati, kejang.
Rifampisin (R) Bakterisidal Flu syndrome, gangguan gastrointestinal, urine
berwarna merah, gangguan fungsi hati,
trombositopeni, demam, skin rash, sesak nafas,
20

anemia hemolitik.
Pirazinamid (Z) Bakterisidal Gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi
hati,

gout arthritis.
Streptomisin (S) Bakterisidal Nyeri di tempat suntikan, gangguan
keseimbangan dan pendengaran, renjatan
anafilaktik, anemia,

agranulositosis, trombositopeni.
Etambutol (E) Bakteriostatik Gangguan penglihatan, buta warna, neuritis
perifer.

Tabel 2.3 Dosis OAT

Dosis
Harian 3 kali/per minggu
OAT
Kisaran dosis Maksimum Kisaran dosis Maksimum/

(mg/kg BB) (mg) (mg/kg BB) hari

(mg)
Isoniazid (H) 5 (4-6) 300 10(8-12) 900
Rifampisin (R) 10(8-12) 600 10(8-12) 600
Pirazinamid (Z) 25 (20-30) - 35(30-40) -
Streptomisin (S) 15(12-18) - 15(12-18) -
Etambutol (E) 15(15-20) - 30(25-35) -

Panduan OAT menurut Program Nasional Penanggulangan TB di Indonesia


adalah:

Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3 atau 2(HRZE)/4(HR).

Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 atau 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)E.

Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZE(S)/4-10HR.


21

Paduan OAT untuk pasien TB Resistan Obat: terdiri dari OAT lini ke-2:

Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin,


PAS, Bedaquilin, Clofazimin, Linezolid, Delamanid dan obat TB baru lainnya serta
OAT lini-1, yaitu pirazinamid and etambutol (Kemenkes RI, 2016).

Kategori-1:

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

a) Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.

b) Pasien TB paru terdiagnosis klinis.

c) Pasien TB ekstra paru.

a) Dosis harian (2(HRZE)/4(HR))

Tabel 2.4 Panduan OAT KDT kategori 1 2(HRZE)/4(HR).

Tabel 2.5 Panduan OAT KDT kategori 1 2(HRZE)/4(HR)3.


22

Tabel 2.5 OAT kombipak kategori 1

Kategori -2

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati
sebelumnya (pengobatan ulang) yaitu:

a) Pasien kambuh.

b) Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya.

c) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up).

Tabel 2.6 Dosis Paduan OAT KDT


Kategori 2
{2(HRZE)S/(HRZE)/5(HRE)}
23

Tabel 2.7 Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2 {2(HRZE)S/(HRZE)/5(HRE)3

Tabel 2.8. Panduan OAT Kombipak kategori 2


24

Tabel 2.9 Panduan OAT Kombipak Anak

Tabel 2.10 Panduan OAT KDT Anak

Pengobatan Pencegahan (Profilaksis) Tuberkulosis untuk Anak

Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat dengan
penderita TB dengan BTA positif, perlu dilakukan pemeriksaan menggunakan
sistem skoring. Bila hasil evaluasi dengan sistem skoring didapat skor < 5, kepada
anak tersebut diberikan Isoniazid (INH) dengan dosis 5-10 mg/kg BB/hari
selama 6 bulan. Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG,
imunisasi BCG dilakukan setelah pengobatan pencegahan selesai.

2.11Pengawasan Menelan Obat


25

Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka


pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan
diperlukan seorang PMO.

Persyaratan PMO:

˗ Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan
maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.

˗ Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.

˗ Bersedia membantu pasien dengan sukarela.

˗ Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien

Siapa yang bisa jadi PMO

Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa, Perawat,


Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas
kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru,
anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.

Tugas seorang PMO

˗ Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai


pengobatan.

˗ Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.

˗ Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan.

˗ Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai


gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.

˗ Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien mengambil


obat dari unit pelayanan kesehatan.

Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada


pasien dan keluarganya:

˗ TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan


26

˗ TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur

˗ Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya

˗ Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan)

˗ Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur

˗ Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta


pertolongan ke Fasyankes.

2.12Hasil Pengobatan TB

Hasil pengobatan TB dapat dilihat pada table berikut

Hasil Pengobatan Definisi


Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan bakteriologis positif pada awal
pengobatan yang hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan
Sembuh
menjadi negatif dan pada salah satu pemeriksaan sebelumnya.
Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dimana pada
salah satu pemeriksaan sebelum akhir pengobatan hasilnya negatif namun
Pengobatan
tanpa ada bukti hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir
lengkap
pengobatan.
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan atau kapan saja apabila
Gagal selama dalam pengobatan diperoleh hasil laboratorium yang menunjukkan
adanya resistensi OAT.
Meninggal Pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum memulai atau sedang
dalam pengobatan.
Putus berobat Pasien TB yang tidak memulai pengobatannya atau yang pengobatannya
(loss to follow- terputus selama 2 bulan terus menerus atau lebih.
up)
Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir pengobatannya. Termasuk dalam
kriteria ini adalah “pasien pindah (transfer out)” ke abupaten/kota
Tidak dievaluasi
lain dimana hasil akhir pengobatannya tidak diketahui.

Pemantauan Kemajuan dan Hasil Pengobatan TB


27

Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan pada orang dewasa


dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemantauan
kemajuan pengobatan dilakukan dengan pemeriksaan dua contoh uji dahak
(sewaktu dan pagi).. Pemeriksaan ulang dahak pasien TB yang terkonfirmasi
bakteriologis merupakan suatu cara terpenting untuk menilai hasil kemajuan
pengobatan. Setelah pengobatan tahap awal, tanpa memperhatikan hasil
pemeriksaan ulang dahak apakah masih tetap BTA positif atau sudah menjadi BTA
negatif, pasien harus memulai pengobatan tahap lanjutan. Pemberian OAT sisipan
sudah tidak dilakukan.

Semua pasien TB baru yang tidak konversi pada akhir 2 bulan pengobatan
tahap awal, tanpa pemberian paduan sisipan, pengobatan dilanjutkan ke paduan
tahap lanjutan. Pemeriksaan dahak diulang pada akhir bulan-3 pengobatan. Bila
hasil tetap BTA positif, pasien ditetapkan sebagai pasien terduga TB RO. Semua
pasien TB pengobatan ulang yang tidak konversi akhir tahap awal ditetapkan juga
sebagai terduga TB-RO. Semua pasien TB BTA positif, pemeriksaan ulang dahak
selanjutnya dilakukan pada akhir bulan ke 5 pengobatan. Apabila hasilnya negatif,
pengobatan dilanjutkan hingga seluruh dosis pengobatan selesai dan dilakukan
pemeriksaan ulang dahak kembali pada akhir pengobatan.

Bilamana hasil pemeriksaan mikroskopis nya positif pasien dianggap gagal


pengobatan dan dimasukkan kedalam kelompok terduga TB-RO. Pemantauan
kondisi klinis merupakan cara menilai kemajuan hasil pengobatan pasien TB ekstra
paru (ISTC Standar 10). Sebagaimana pada pasien TB BTA negatif, perbaikan
kondisi klinis merupakan indikator yang bermanfaat untuk menilai hasil
pengobatan, antara lain peningkatan berat badan pasien, berkurangnya keluhan, dan
lain-lain (Kemenkes, 2016).

2.13Komplikasi

Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum


pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan.
Beberapa komplikasi yang mungkin timbul adalah :7

 Batuk darah
28

 Pneumotoraks

 Gagal napas

 Gagal jantung

 Efusi pleura

2.14Prognosis

Prognosis TB paru umumnya baik dengan pengobatan yang tepat,


ketersediaan obat dan pengawasan minum obat yang baik. Namun apabila pasien
dengan tb paru tidak diobati setelah lima tahun akan memiliki prognosis.

 50% meninggal

 25% sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi

 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular.

Anda mungkin juga menyukai