Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH BIOLOGI

SISTEM REPRODUKSI TERNAK BETINA

OLEH;
KELOMPOK 1
1. LAILA MAULIDA HUSNI 1510611097
2. NUR SIDAH 1510611106
3. ZAKI RINALDI 1710613012

DOSEN PENGAMPU;
Dr. Ferry Lismanto Syaiful. S.Pt, MP

Fakultas Peternakan
Uniersitas Andalas
Padang, 2017
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang Sistem Reproduksi Ternak Betina

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
    
  Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
    
  Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.
    
                                                                                     Padang, Oktober 2017
    
                                                                                              Penyusun
DAFTAR ISI

i. Kata Pengantar......................................................................................................1
ii. Daftar Isi..............................................................................................................2
1. BAB I ; Pendahuluan..................................................................................3
1.1 Latar Belakang........................................................................3
1.2 Tujuan......................................................................................3
1.3 Rumusan Masalah...................................................................3
2. BAB II; Pembahasan..................................................................................4
2.1 Anatomi dan Fisiologi Ternak Betina.....................................4
2.2 hormon reproduksi................................................................11
2.3 siklus estrus...........................................................................15
3. BAB III; Penutup.....................................................................................17
1.1 Kesimpulan.............................................................................17
1.2 Saran.........................................................................................17
4. Daftar Pustaka..........................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Reproduksi merupakan suatu proses perkembangbiakan yang diawali dengan


bersatunya sel telur dengan sperma yang kemudain berkembang menjadi zigot dan
akhirnya terjadi kelahiran. Pada sistem reproduksi betina, terdiri atas beberapa
organ yang saling berhubungan satu sama lain, karena tidak hanya menerima sel-
sel telur yang diovulasikan oleh ovarium dan membawa sel-sel telur tersebut ke
rahim, tetapi juga menerima sperma dan membawanya ke tuba Falopi.

Pada bidang peternakan, reproduksi tidak dapat didpisahkan dengan


produktivitas ternak. Sebagai contoh untuk menghasilkan telur, susu, dan bakalan
ternak, haruslah melalui proses reproduksi. yang dimulai dengan pembentukan sel
telur/sel sperma, ovulasi, fertilisasi, pertumbuhan dan perkembangan fetus sampai
dengan dilahirkan (partus).

Ilmu reproduksi ternak jantan maupun betina merupakan hal yang penting
untuk dipelajari. Dengan mempelajari anatomi reproduksi ternak betina kita
mengetahui cara kerja sistem reproduksi ternak dan diharapkan mampu
diaplikasikan langsung di lapangan.

1.2 Tujuan

Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk melengkapi tugas mata kuliah Biologi
tentang sistem reproduksi ternak betina, serta mengetahui dan belajar tentang
segala aspek-aspek yang berkaitan dengan sistem Reproduksi Betina.

1.3 Rumusan Masalah

1. Anatomi dan fungsi organ reprodusi betina

2. Hormon reproduksi pada ternak

3. Estrus dan sikus estrus


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dan Fisiologi Reproduksi Sapi Betina

Secara anatomi, alat kelamin betina dapat dibagi menjadi tiga bagian besar
yaitu yang pertama Gonad atau ovarium, merupakan bagian alat kelamin yang
utama. Ovarium menghasilkan telur, oleh karena itu dalam bahasa indonesia
sering sekali disebut induk telur, indung telur atau ada pula yang memberi nama
pangarang telur. Saluran-saluran reproduksi betina terbagi menjadi: oviduct atau
tuba falopi, uterus yang terbagi lagi atas kornua uteri dan korpus uteri, serviks dan
vagina serta alat kelamin bagian luar, terdiri atas: klitoris dan vulva.

Saluran- saluran reproduksi betina kecuali bertugas menerima telur-telur yang


diproduksikan oleh ovarium juga menampung semen yang dipancarkan oleh alat
kelamin jantan. Lebih lanjut didalam saluran itu juga dipertemukan bibit dari
pejantan dan betina, dipelihara, dibesarkan dan bila cukup umur dilahirkan untuk
menjadi makhluk baru.

Ovarium

Ovarium adalah organ reproduksi primer pada hewan beti na. dikatakan
primer karena ovarium menghasilkan ovum dan hormon-hormon kelamin betina
seperti estrogen dan progesteron. Besar ovarium relatif sangat kecil bila
dibandingkan dengan besar tubuhnya. Hanya terlihat satu tonjolan pada
permukaan ovarium, karena hanya satu folikel yang masak dan berovulasi dalam
setiap periode siklus berahi. Ukuran ovarium sangat bervariasi. Ovarium aktif
lebih besar dari dari yang tidak aktif. Menurut Walton yang ditisir oleh Salisbury
dan VanDemark (1961), pada anak sapi yang baru dilahirkan ovarium kiri lebih
besar dari ovarium kanan, sedangkan pada dewasa ovarium kanan sering lebih
besar.

Ovarium terdiri dari medulla di bagian dalam dan cortex di bagian pinggir
atau kulit. Medulla mengandung pembuluh-pembuluh darah primer, syaraf-syaraf
dan jaringan konektif. Di daerah cortex ovarium hewan betina yang telah dewasa
dapat dilihat berbagai bentuk ovum yang sedang berkembang. Bentuk-bentuk
tersebut mulai dari ooganium, oocyt primer, oocyt sekunder dan ovum. Ooganium
merupakan sel yang berdiri sendiri, di sebelah luarnya tidak diselaputi oleh sel-sel
lain dan letaknya berkelompok-kelompok atau tersebar. Oocyt diselaputi oleh sel-
sel folikel. Oocyt berikut sel-sel folikel yang mengitarinya disebut folikel. Pada
ovarium hewan yang telah dewasa dapat ditemukan bentuk-bentuk folikel pada
berbagai tingkat pertumbuhan mulai dari folikel primer, folikel sekunder, folikel
tertier dan folikel de Graaf (folikel tersier yang sudah matang).
Menurut Partodihardjo (1978) menerangkan tahap-tahap pertumbuhan yaitu:
pertumbuhan yang terjadi pada waktu hewan betina masih dalam kandungan dan
setelah lahir. Hewan betina yang baru lahir hanya mempunyai folikel primer. Bila
ditemukan folikel sekunder jumlahnya tidak banyak. Folikel primer yang terjadi
berasal dari satu sel epithel benih yang membelah diri. Sel yang nantinya akan
menjadi ovum berada ditengah-tengah, dikelilingi oleh sel-sel keci hasil
pembelahan tadi. Sel-sel kecil ini membentuk lapisan sel yang tebal dan disebut
membrana granulosa. Folikel primer kebanyakan berada langsung di bawah kulit
ovarium yang tipis sekali disebut tunica albuginea. Folikel primer dapat
dibedakan dengan folikel sekunder dari letaknyadan membran yang membungkus
ovumnya. Folikel primer terletak melekat pada permukaan ovarium dan ovanya
tidak terbungkus oleh membrana vitelline.

Tahap perkembangan kedua adalah folikel sekunder. Kecuali lebih besar


bentuknya, juga terletak agak jauh dari permukaan ovarium. Selanjutnya ovum
telah mempunyai pembungkus tipis yang disebut membrana vitelline. Apabila
diluar membrane vitelline sudah terdapat lagi satu lapisan membrane yang lebih
tebal, yang disebut zona pellicida, maka folikel tersebut sudah dapat disebut
folikel sekunder. Tidak semua folikel primer bisa berkembang menjadi folikel
sekunder.

Tahap ke tiga adalah tahap pertumbuhan folikel sekunder menjadi folikel


tertier. Folikel tertier adalah folikel sekunder yang telah tumbuh menjadi dewasa,
di mana sel-sel granulosanya telah banyak, sehingga folikel berubah menjadi
besar dan letaknya sudah kearah tengahovarium. Sel-sel granulosa yang berada
dibagian pinggir bertumbuh lebih cepat, sehingga terjadi rongga dibagian tengah,
yang disebutantrum. Mula-mula yang berbentuk hanya satu rongga (antrum),
kemudian bertambah menjadi lebih dari satu dan dinamakan antra. Karena
bertambah besar, dinding antra menjadi tipis akhirnya pecah, rongganya kembali
menjadi satu dan dinamakan antrum. Pertumbuhan folikel dari sekunder menjadi
tertier berlangsung sewaktu hewan menjadi dewasa dan dilanjutkan ketika
megalami siklus berahi.

Tahap ke empat adalah tahap perubahan folikel tertier menjadi folikel de


Graaf. Folikel deGraaf menunjukkan bahwa ovum yang aa didalamnya telah siap
untuk diovulasikan. Dinding luar folikel deGraaf yang disebut stratum
granulosum terdiri dari beberapa lapisan sel folikel. Lapisan ini bersandar pada
membran basal. Jaringan pengikat disebelah luar membrane basal disebut theca,
terdiri dari dua lapis. Lapisan sebelah dalam disebut theca internal dan lapisan luar
disebut theca external. Jika terjadi ovulasi, sisa folikel deGraaf berkembang
menjadi corpus luteum. Proses perubahan ini juga berlangsung secara bertahap
dan perkembanganya tergantung pada nasib ovum yang telah diovulasikan. Ovum
terletak seperti tertimbun di puncak sebuah bukit.bukit tersebut disebut cumulus
oopharus atau discus proligerus. Sel granulosa melampisi dinding antrum, yang
sekalian membentuk bukit cumulus oopharus .

 Oviduct

Oviduct ada sepasang, disebut juga tuba Fallopii fungsinya menurut


Partodihardjo (1978) dan Anonimus (2002) adalah:

1)      Sebagai alat transportasi bagi ovum dan spermatozoa dalam arah


berlawanan ketempat pembuahan.

2)      Sebagai kelenjer yang menyediakan makanan untuk ovum.

3)      Kapasitasi spermatozoa.

4)      Tempat terjadinya pembuahan.

5)      Tempat pembuahan ovum yang dibuahi (zigot).

Secara histology dinding oviduct terdiri dari dua lapisan, bagian luar
berbentuk memanjang dan bagian dalam berbentuk melingkar,tunica mucosa,
merupakan lapisan yang paling dalam. Lapisan ini bersilia dan bersekresi.
Menurut Bearden dan Fuquay (1980)panjangnya oviduct pada kebanyakan spesies
hewan ternak berayun antara 20 sampai 30 cm, dan dibagi atas tiga ruas.

Ruas pertama yang paling dekat dengan ovarium. Bagian ini berbentuk corong
terbuka dan disebut infundibulum. Pada beberapa spesies ujung ini tidak tidak
berbentuk corong, melainkan berbentuk kapsul. Ovarium terbungkus didalam
kapsul berupa kantong, dan kantong ini dinamakan bursa ovarii. Menurut
Nalbandov (1976) bagian ujung dari infundibulum yang paling dekat dengan
ovarium disebut fimbria. Fimbria merupakan bagian pinggir daroinfundibulum,
berbentuk jumbai-jumbai. Sewaktu terjadi ovulasi fimbrae ini bergerak lebih aktif,
yang kemungkinan untuk membantu ovum menemukan jalan untuk masuk
kedalam oviduct.

Ruas kedua adalaha ampula, merupakan ruas bagian tengah. Panjangnya


kurang lebih sepertiga sampai setengah dari seluruh panjang oviduct. Sebagian
besar sel-sel pada mokusa ampula adalah bersilia, selain itu juga ditemukan sel-sel
sekretori.

Ruas ketiga adalah isthmus. Batas antara ampula dengan isthmus disebut
ampullary-isthmicjunction. Tempat ini sulit ditemukan secara anatomi, namun
demikian dapat dinyatakan bahwa ditempat ini terjadi hambatan secara fisiologis
dimana ovum tertunda beberapa jam dalam perjalanannya menuju tempat
pertemuan dengan spermatozoa.
Uterus

Fungsi utama dari uterus adalah untuk memelihara dan memberi makanan
embrio atau fetus. Sebelum embrio melekat pada dinding uterus, zat-zat makanan
datang dari kuning telur yang ada pada embrio tersebut, atau dari susu uterus yang
disekresikan oleh kelenjer-kelenjer lapisan mukosa dari uterus. Setelah embrio
melekat atau tertanam pada dinding uterus, atau disebut juga setelah terjadinya
peristiwa implantasi (nidasi), zat-zat makanan untuk embrio atau fetus disalurkan
melalui plasenta.

Menurut Bearden dan Fuquay (1980) ada empat tipe uterus yang ditemukan
pada hewan mamalia yaitu:

§  Tipe uterus bicornua.

§  Uterus bipartite.

§  Uterus duplex.

§  Uterus simple.

Pertemuan antara kedua cornua uteri yang lebih dekat pada corpus uteri,
memberi kesan bahwa corpus uteri lebih besar dar yang sesungguhnya, bahkan
kadang-kadang uterusnya terlihat seperti uterus bipartite.

Uterus duplex, terdiri dari dua cornua uteri, dan setiap cornua mempunyai
masing-masing satu saluran servix yang langsung berhubungan dengan
vagina.Uterus simple adalah uterus yang tidak mempunyai cornua uteri, dengan
corpus uteri yang besar dan berbentuk buah pear. Tidak beberapa oviduct, tunica
serosa merupakan lapisan yang terluar dari uterus. Myometrium, merupakan
lapisan tengah dari dinding uterus, terdiri dari tiga lapis urat daging licin, dua
lapis bentuknya memanjang dan selapis melingkar, yang terletak diantara bentuk
yang memanjang. Estrogen bekerja meningkatkan irama atau gerak dari
myometrium, yang menyebabkan uterus terasa ereksi atau tegang. Sebaliknya
progesterone bekerja menurunkan irama atau gerak dari myometrium terasa lebih
lemah. Endomeritummerupakan lapisan dinding lumen uterus, terdiri dari epitel-
epitel, lapisan kelenjer-kelenjer dan tenunan pengikat. Estrogen dapat meningkat
dan menyebabkan suatu pengembangan dari endometrium. Progesterone
menyebabkan kelenjer endometrium berkelok-kelok, bercabang-cabang dan
mensekresikan susu uterus. Kerja sama antar estrogen dengan progesterone pada
endometrium diperlukan untuk menyiapkan uterus mengalami kebuntingan.

Endometrium menyediakan diri untuk menempelnya lapisan luar dari embrio.


Akibatnya terjadi suatu perlekatan antara endometrium dengan lapisan luar
embrio sehingga terbentuk plasenta. Proses terbentuknya plasenta disebut
plasentasi. Dengan terbentuknya plasenta zat-zat makanan yang berasal dari aliran
darah induk disalurkan untuk memenuhi kebutuhan embrio atau fetus. Darah atau
hasil sisa yang tidak berguna bagi embrio dapat dibersihkan melalui peredaran
darah induk.

Pada sapi dan domba sesuai dengan perlekatannya maka plasentanya adalah
plasenta cotyedonary. Villi chorion dari membrane ekstra embrionik masuk ke
dalam caruncle-carucle, yang adalah penonjolan pada endometrium. Penyatuan
villi chorion dengan caruncle, membentuk placentom, yang juga dinamakan
cotyledon. Menurut struktur-struktur jaringanya, plasenta dapat diklasifikasikan
antara satu spesies dengan spesies lainnya.

Cervix (servix)

Servix secara teknis merupakan bagian dari uterus, sehingga dinamakan cervix
uteri. Berbeda dengan corpus uteri, servix berdinding tebal dan kaku. Dibagian
anterior dengan vagina. Fungsi utama dari servix menurut Partodihardjo (1987)
adalah, untuk menutup lumen uterus agar menghalangi masuknya jasad-jasad
mikroskopis atau mikrokopis. Lumen servik membuka sedikitpada fase siklus
berahi, dan membuka lebih lebar pada waktu melahirkan. Pada waktu berahi, sel-
sel goblet pada dinding lumen servix menghasilkan sekresi yang banyak
mengandung cairan. Cairan ini pada sapi terus menerus, jernih dan bersih. Pada
kebanyakan sapi jumlahnya demikian banayaknya, sehingga meleleh keluar, dan
dimanfaatkan manusia sebagai tanda berahi. Lelehan cairan servix ini memberi
jalan dan arah bagi spermatozoa untuk menuju servix. Dengan adanya bimbingan
dari cairan servix, spermatozoa yang bisa berenang dengan mudah sampai
didalam servix. Bagi spermatozoa yang tidak dapat berenang kedepan sudah pasti
tidak akan sampai pada servix, sehingga cairan servix dapat dikatakan berfungsi
untuk menyeleksi spermatozoa.

Secara histologi, bagian terluar dari servix adalah tunica serosa. Lapisan
tengah adalah jaringan konektif yang diselang-selingi oleh serat urat daging licin,
yang bersifat kokoh dan dan kaku. Lapisan yang paling dalan adalah lapisan
mucosa, terutama terdiri dari sel-sel epithel sekretori, tetapi juga ditemukan sel-sel
epithel bersilia. Kadar estrogen yang tinggi selama dalam masa berahi,
menyebabkan lumen servix melebar. Kerjasama antara estrogen dan relaxin dalam
kadar yang tinggi menyebabkan pelebaran lumen servix yang lebih besar, dan ini
terjadi sebelum terjadinya kelahiran. Pelebaran dari lumen servix, menyebabkan
uterus lebih mudah terinfeksi. Namun dengan adanya estrogen yang menyebabkan
sel-sel epithel servix yang mensekresikan lendir yang bersifat antibakteri akan
dapat menyelamatkan uterus. Selama masa kebuntingan terjadi pengentalan dari
lendir servix, merupakan sumbat yang menutup lumen servix untuk melindungi
uterus. Bila sumbat ini dibuang akan meningkatkan peluang untuk terjadinya
keguguran atau abortus

Vagina

Vagina adalah saluran kelamin betina yang terletak dibagian kaudal dari
cervix. Vagina dibagi atas dua bagian yaitu:

Ø  Portio vaginalis cervicis atau vagina yang sebenarnya, terletak dibagian


dalam dan berhubungan langsung dengan servix.

Ø  Vestibulum vagina, yaitu bagian vagina yang terletak disebelah luar, dan
berhubungan dengan vulva.

Kedua bagian di atas dibatasi oleh orificium urethra externum. Dibagian ini
terdapat suatu lapisan selaput lendir yang melintang, dan disebut hymen. Hymen
biasanya robek setelah terjadi perkawinan pertama. Selama masa kebuntingan,
ukuran panjang dari vagina bertambah, bisa menjadi dua kali sesuai dengan umur
kebuntingan. Hal ini disebabkan karena vagina tertarik oleh uterus yang berisi
fetus. Vagina berdinding tipis, tetapi amat kuat dan lebih lentur. Dinding yang
paling luar dari vagina, tunika serosa, kemudiankearah dalam diikuti oleh urat
daging licin, yang terdiri dari serat memanjang dan melingkar.

 Epithel dinding vagina berubah-ubah di bawah pengaruh hormon estrogen,


oleh sebab itu tergantung pada fase siklus berahi dari hewan yang bersangkutan.
Pada dinding vagina tidak ada kelenjer yang menghasilkan lendir. Kalau ada
dalam vagina, maka lendir tersebut berasal dari lendir servix. Fungsi vagina
adalah tempat disemprotkannya semen oleh hewan jantan, dan tempat keluarnya
fetus dan plasenta sewaktu terjadiya kelahiran.

  Vulva

Vulva bersama-sama dengan clitoris dan beberapa kelenjer yang bermuara


pada vestibulum vulva termasuk alat kelamin luar. Vestibulum vulva berfungsi
ganda, selain berfungsi sebagai saluran reproduksi, juga sebagai saluran urinari.
Vulva dan clitoris secara embriologik homolog dengan scrotum dan penis. Pada
permukaan vulva terdapat banyak kelenjer sebaceous, yang mengandung lawan
jenisnya untuk menciumnya. Sewaktu terjadi peristiwa ini, ujung-ujung perasa
yang banyak terdapat pada seluruh alat kelamin bagian luar jadi
terangsang  sehingga dapat membantu terjadinya kopulasi. Clitoris terletak di
bagian ventral dari vestibulum vulva, karena mempunyai unsur cavernosus seperti
yang ada pada penis, clitoris juga bisa berereksi sewaktu hewan berahi, sedangkan
vulva juga bisa menjadi tegang karena menumpuknya aliran darah kedaerah
bagian yang tegang ersebut.
2.2 Hormon Reproduksi

2.2.1 Definisi Hormon

Hormon merupakan zat yang dihasilkan oleh kelenjar endoktrin. Hormon


berasal dari kata hormao yang berarti pembangkit aktivitas adalah sebuah zat
organik. Sifat-sifat atau kekhususan dari hormon adalah zat ini merupakan
pengatur fisiologis terhadap kelangsungan hidup suatu organ atau suatu sistem.
Hormon dapat didefinisikan sebagai zat organik yang diproduksi oleh sel-sel
khusus dalam bahan dan dialirkan ke dalam peredaran darah dan dengan jumlah
yang sangat kecil dapat merangsang sel-sel tertentu untuk berfungsi. Hormon
merupakan suatu substansi organik yang berdifusi atau dingkut kesuatu lokasi
dalam organisme dan dapat menyebabkan penyesuaian untuk mengintegrasikan
bagian-bagian dan fungsi komponen dalam tubuh.

2.2.3  Klasifikasi hormon

Hormon-hormon reproduksi dapat dibagi dalam tiga kelompok yaitu hormon-


hormon reproduksi primer (Tabel 1), hormon-hormon reproduksi sekunder (Tabel
2), dan hormon-hormon pelepas (Tabel 3).

Hormon-hormon reproduksi primer secara langsung memengaruhi berbagai


aspek reproduksi seperti spermatogenesis, ovulasi, kelakuan kelamin, fertilisasi,
pengangkutan ovum, implantasi, kelangsungan kebuntingan, kelahiran, laktasi dan
tingkah laku induk.

Hormon-hormon reproduksi sekunder berfungsi untuk mempertahankan


keadaan fisiologik yang memungkinkan terjadinya proses reproduksi. Kelompok
keadaan yang kedua ini pada umumnya berfungsi pada pertumbuhan,
perkembangan, dan metabolisme yang berarti bahwa hormon-hormon ini
memprtahankan keadaan metabolik dan fisiologik yang normal.
Tabel 1. Hormon-hormon reproduksi primer
Kelenjar Hormon Beberapa fungsi
Adenohipo Follicle Stimulating spermatogenesis,
fisis Hormone (FSH) pertumbuhan folikel
Luteinizing Hormon(LH) ovulasi, pelepasan estrogen,
pelepasan progesteron
Interstitial Cell Stimulasi sel-sel interstitial
Stimulating Hormone(ICSH) leydig, pelepasan testosteron
Prolaktin/Luteotropic Pelepasan progesteron,
Hormone  (LTH) laktasi
Neurohipof Oksitosin Kontraksi uterus, kelahiran,
isis penurunan (let down) susu
Testis Testosteron Spermatogenesis,
mempertahankan sistem kelamin
jantan dan sifat-sifat kelamin
sekunder, kelakuan kelamin
jantan.
Ovarium Estrogen/estradiol Mempertahankan sistem
saluran kelamin betina dan sifat-
sifat kelamin sekunder, tanda-
tanda birahi/ekstrus, kelakuan
kelamin betina, stimulasi
kelenjar susu, mobilisasi Ca, dan
lemak pada unggas
Progesteron Implantasi, mempertahankan
kebuntingan, stimulasi kelenjar
susu
Relaxin Relaksasi serviks uteri,
kontraksi uterus, pemisahan
simfisis pubis
Plasenta Human Chorionic Seperti LH (LH-like)
Gonadotrophin (HCG)
Pegnan Mare Serum Seperti FSH (FSH-like)
Gonadotrophin (PMSG)
Estradiol Lihat ovarium
Progesteron Lihat ovarium
Relaxin Lihat ovarium
Prostaglandin Luteolisis (melisiskan korpus
luteum)

Dengan demikian, akan memberikan pengaruh positif terhadap kerja hormon-


hormon reproduksi primer. Oleh karena itu, reproduksi merupakan hasil
kerjasama berbagai sekresi endoktrin terhadap organ sasaran dan reaksi-reaksi
khusus di dalam tubuh.
            Kelompok ketiga dari hormon-hormon reproduksi terdapat di
dalam  hipotalamus dan kelompok hormon ini disebut sebagai faktor-faktor
pelepas (releasing factors). Substansi-substansi ini di sekresikan oleh hipotalamus
dan mengatur aktivitas adenohipofisis dan bekerja sebagai faktor-faktor pelepas
khusus yang menstimulirsintesis serta pelepasan berbagai hormon adenohipofisis,
satu pengecualian adalah faktor penghambat prolaktin (prolactin inhibiting factor,
PIF).
Tabel 2. Hormon-hormon reproduksi sekunder
Kelenjar Hormon Beberapa fungsi
Adenohipo Somatotropic Pertumbuhan, sintesa
fisis Hormone (STH) protein
Thyroid Stimulating Stimulasi kelenjar tyroid,
Hormone(TSH) pelepasan tiroksin, dan
pengikatan iodium oleh thyroid
Adrenocorticotrophic Stimulasi korteks adrenal,
Hormone(ACTH) pelepasan kortikoid adrenal
Neurohipof Vasopressin (Antidiuretic Pertumbuhan tubuh,
isis Hormone, ADH) perkembangan dan
pematangan, oksidasi zat
makanan
Tri-iodothyronin Sama dengan atas
Thyrocalcitonin Metabolisme kalsium
Pankreas Aldosteron Metabolisme air dan
elektrolit
Corticoid Metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein
Parathyroi Insulin Metabolisme karbohidrat,
d lemak dan protein
Parathormon Metabolisme Ca dan P

Tabel 3. Faktor-faktor pelepas (Releasing factors)


Faktor (Hormon) Fungsi
Gonadotropin Releasing Stimulasi pelepasan gonadotropin
Hormone (Gn-RH) (FSH dan LH)
Thyrotropin Hormone (TRH) Stimulasi pelepasan TSH
Prolacting Inhibition Factore (PIF) Inhibisi pelepasan prolaktin
Corticotropin Releasing Stimulasi pelepasan ACTH
Factore ( CRF)
Somatotropic Hormone Releasing Stimulasi pelepasan STH
Factore(STH-RH)
2.3 Estrus dan Siklus Estrus pada Ternak
Estrus yang dikenal dengan istilah birahi yaitu suatu periode secara
psikologis maupun fisiologis pada hewan betina yang bersedia menerima pejantan
untuk kopulasi. Siklus estrus dibagi menjadi beberapa fase yang dapat dibedakan
dengan jelas yang disebut proestrus, estrus, metestrus dan diestrus (Frandson,
1996).

Estrus merupakan periode seksual yang sangat jelas yang disebabkan oleh
tingginya level estradiol, folikel de Graaf membesar dan menjadi matang, uterus
berkontraksi dan ovum mengalami perubahan kearah pematangan. Metestrus
adalah periode dimana korpus luteum bertambah cepat dari sel-sel graulose folikel
yang telah pecah dibawah pengaruh Luteinizing hormone (LH)
dariadenohyphophysa. Diestrus adalah periode terlama dalam siklus estrus
dimana korpus luteum menjadi matang dan pengaruh progesterone terhadap
saluran reproduksi menjadi nyata. Diestrus adalah periode dimana folikel de Graaf
bertumbuh dibawah pengaruh follicle stimulating hormone (FSH) dan
menghasilkan sejumlah estradiol bertambah.

Siklus birahi pada setiap hewan berbeda antara satu sama lain tergantung
dari bangsa, umur, dan spesies (Partodiharjo, 1992). Interval antara timbulnya satu
periode berahi ke permulaan periode berikutnya disebut sebagai suatu siklus
berahi. Siklus berahi pada dasarnya dibagi menjadi 4 fase atau periode
yaituproestrus, estrus, metestrus, dan diestrus (Marawali, dkk., 2001; Sonjaya,
2005).

Proestrus

Proestrus  dimulai dengan regresi corpus luteum dan merosotnya progesteron


serta melanjut sampai terjadinya fase estrus selama 1-3 hari (Anonim,
2003a ).  Akibat kehilangan hambatan progesteron, GnRH meningkat dan
menyebabkan stimulasi LH dan FSH. FSH menyebabkan maturasi akhir folikel
yang tumbuh. Folikel yang tumbuh menghasilkan estrogen oleh sel-sel granulosa
dan sel theka interna. Fase ini dianggap sebagai fase penumpukan. Dalam fase ini
folikel ovarium dengan ovumnya yang menempel membesar terutama karena
meningkatnya cairan folikel yang berisi cairan estrogenik. Estrogen yang diserap
dari folikel ke dalam aliran darah merangsang peningkatan vaskularisasi dan
pertumbuhan sel genital dalam persiapan untuk birahi dan kebuntingan yang
terjadi (Frandson, 1993).

Estrus
Estrus didefinisikan sebagai periode waktu ketika betina resepsif terhadap
jantan dan akan membiarkan untuk dikawini (Anonim, 2003a). Menurut Frandson
(1993), fase estrus ditandai dengan sapi yang berusaha dinaiki oleh sapi pejantan,
keluarnya cairan bening dari vulva dan peningkatan sirkulasi sehingga tampak
merah.
Lama estrus pada sapi sekitar 12-24 jam (Putro, 2008). Estrus pada sapi
biasanya berlangsung selama 12 – 18 jam. Variasi terlihat antar individu selama
siklus estrus, pada sapi-sapi di lingkungan panas mempunyai periode estrus yang
lebih pendek sekitar 10-12 jam (Anonim, 2003a).  Selama atau segera setelah
periode ini, terjadilah ovulasi. Ini terjadi dengan penurunan tingkat FSH dalam
darah dan penaikan tingkat LH. Sesaat sebelum ovulasi, folikel membesar dan
turgid serta ovum yang ada di situ mengalami pemasakan. Estrus berakhir kira-
kira pada saat  pecahnya folikel ovari atau terjadinya ovulasi (Frandson, 1993).

Metestrus
Metestrus adalah fase pasca ovulasi di mana corpus luteum berfungsi.
Panjangnya metestrus dapat tergantung pada panjangnya LTH (Luteotropik
Hormon) yang disekresi oleh adenohipofisis. Selama periode ini terdapat
penurunan estrogen dan penaikan progesteron yang dibentuk oleh ovari
(Frandson, 1993).
 Selama meteestrus, rongga yang ditinggalkan oleh pemecahan folikel mulai
terisi  dengan darah. Darah membentuk struktur yang disebut korpus
hemoragikum. Setelah sekitar 5 hari, korpus hemoragikum mulai berubah menjadi
jaringan luteal, menghasilkan korpus luteum atau CL. Fase ini  sebagian besar
berada dibawah pengaruh progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum
(Guyton, 1994). Pada masa ini terjadi ovulasi, kurang lebih 10-12 jam sesudah
estrus, kira-kira 24 sampai 48 jam sesudah birahi. Metestrus terjadi 2-4 hari pada
siklus estrus (Anonim, 2003a).

Diestrus
Diestrus adalah periode terakhir dan terlama pada siklus berahi, korpus luteum
menjadi matang dan pengaruh progesteron terhadap saluran reproduksi menjadi
nyata (Marawali, dkk.,2001). Pada sapi dimulai kira-kira sampai hari ke-5 siklus,
ketika suatu peningkatan progesteron dalam darah dapat dideteksi pertama kali,
dan berakhir dengan regresi corpus luteum pada hari 16 dan 17 (Anonim, 2003a).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Dari semua aspek yan telah di bahas dalam makalah Biolgoi tentang
Sistem Reproduksi Ternak Betina ini dapat diambil kesimpulan bahwa organ
reproduksi betina terdiri atas tiga bagian yaitu gonad atau ovarium yang atau bisa
juga disebut dengan induk telur,saluran reproduksi yang terdiri dari oviduct atau
tuba falopi, uterus yang terdiri atas kornoa uteri dan korpus uteri, serviks, serta
vagina, dan organ reproduksi bagian luar yaitu clitoris dan vulva. Disamping
organ-organ reproduksi terdapat hormonhormon reproduksi yan perannya sangat
penting dalam reproduksi ternak. Hormonhormon tersebut diantaranya oxytocine,
ADH, ACTH, FSH, LH, esteroen, progesteron, prolaktin, dll yang masing-masing
dari hormon tersebut memiliki fungsi yang khusus. Hormon tersebut dapat
merangsang teradinya estrus pada sapi betina. Estrus adalah masa dimana ternak
betina telah siap menerima peantan untuk kopulasi. Setelah estrus dan kopulasi
maka teradilah fertilisasi pada ovarium. Fertilisasi adalah saat dimana sperma
bertemu dengan ovum atau sel telur dan teradilah pembelahan serta
perkembangan zygote menadi embrio dan fetus yang disebut dengan masa
bunting. Masa bunting pada sapi adalah 9 bulan 10 hari untuk ukuran normal.

3.2 Saran

Mahasiswa hendaknya dapat menguasai materi tentang sistem reproduksi


pada ternak dalam hal ini masih dalam tingkatan dasar, yang akan dipelaari lebih
lanjut dalam Ilmu Reproduksi Ternak dan Bioteknoloi Ternak pada semester
lanjut.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2004, Fisiologi Reproduksi Ternak 1, Bagian Reproduksi Dan


Kebidanan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.

Frandson, R.D., 1992, Anatomi dan Fisiologi Ternak, Edisi ke-4, diterjemahkan


oleh Srigandono, B dan Praseno, K, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Frandson, R.D., 1996, Anatomi dan Fisiologi Ternak, Edisi ke-7, diterjemahkan


oleh Srigandono, B dan Praseno, K, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Marawali, A., M.T. Hine, Burhanuddin, H.L.L. Belli. 2001. Dasar-dasar ilmu


reproduksi ternak. Departemen pendidikan nasional direktorat pendidikan
tinggi badan kerjasama perguruan tinggi negeri Indonesia timur. Jakarta.

Partodiaharjo, S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. PT. Mutiara Sumber Widya.


Jakarta Lopez, H., L. D. Satter, and M. C. Wiltbank.2004. Relationship
between level of milk production and estrous behavior of lactating dairy
cows. Anim. Reprod. Sci. 89:209–223.

Salisbury, R.E. dan W.L. Vandemark. 1985. Fisiologi Reproduksi Dan Inseminasi


Buatan Pada Sapi. Edisi terjemahan oleh R. Djanuar. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.

Sihombing D.T.H. 1997. Ilmu Ternak Babi. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Sonjaya, H. 2005. Materi Mata Kuliah Ilmu Reproduksi Ternak. Fakultas


Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Smith. J.B. dan Mangkoewidjojo. S. 1998. Pemeliharaan, Pembiakkan Dan


Penggunaan Hewan Percobaan Di Daerah Tropis. Universitas Indonesia.

Toelihere, M.R. 1985a. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung.

Toelihere, M.R. 1985b. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa. Bandung.

Toelihere, M.R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai