Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ILMU NUTRISI DAN PRODUKSI TERNAK PERAH

KAMBING PERAH

OLEH

1. LAILA MAULIDA HUSNI 1510611097


2. TIARA INDAH SUCI 1610612139

DOSEN PENGAMPU
DR. Ir. ARIF .MS

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIERSITAS ANDALAS
PADANG, 2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang Kambing Perah.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
    
  Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
    
  Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.
    

                                                                                     Padang, 25 Januari 2018


    
                                                                                              Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara agraris masih mengandalkan negara lain untuk memenuhi
kebutuhan protein hewani seperti daging dan susu. Konsumsi protein hewani di Indonesia
masih lebih rendah dari negara-negara tetangga. Setiap tahun pemerintah mencanangkan
program swasembada daging dan susu untuk memenuhi konsumsi protein hewani
nasional. Konsumsi protein hewani di Indonesia mencakup produk-produk ternak, yaitu
daging, telur, susu, dan produk perikanan. Konsumsi susu nasional masih mengandalkan
impor dari luar, yaitu sebesar 70% dari kebutuhan. Kekurangan tersebut disebabkan
produksi nasional yang masih jauh lebih rendah dari konsumsi nasional.

Susu segar yang dikonsumsi masih mengandalkan peternakan rakyat sebagai


produsen susu nasional yang umumnya berkualitas di bawah standar. Susu segar memiliki
syarat mutu untuk dikonsumsi yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI)
nomor 01-3141-1998. Pada standar tersebut telah dijelaskan bahwa susu segar adalah
susu murni yang tidak mendapatkan perlakuan apapun kecuali proses pendinginan dan
tanpa mempengaruhi kemurniannya. Susu segar harus memenuhi syarat-syarat tertentu
agar aman dikonsumsi dan digunakan untuk proses pengolahan lebih lanjut.

Ternak yang dapat memproduksi susu digolongkan ke dalam ternak perah seperti sapi
perah, kambing perah, dan kerbau perah. Ternak perah adalah ternak yang dapat
memproduksi susu yang melebihi kebutuhan anak dan induk masih tetap menghasilkan
susu sampai jangka waktu tertentu setelah anak disapih. Kambing perah bagi masyarakat
Indonesia masih belum begitu dikenal sehingga belum banyak yang mengetahui susu
yang berasal dari kambing. Kambing perah yang memiliki produktivitas susu yang tingi
diantaranya adalah Jamnapari (Etawah), Saaneen, Togenburg, Nubian, Anglo-Nubian,
French-Alpine, British Alpine. Indonesia memiliki kambing lokal unggulan yang dapat
memproduksi susu, yaitu kambing Peranakan Etawah PE.

Produktivitas kambing PE dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor


genetik ternak, manajemen pemeliharaan, serta lingkungan yang ketiganya saling
berkaitan. Perbaikan faktor genetik telah dilakukan melalui seleksi bibit unggul sebagai
indukan, sehingga membutuhkan manajemen yang baik agar potensi genetik optimal.
Faktor lingkungan merupakan faktor yang dapat direkayasa namun membutuhkan
teknologi yang berdampak pada nilai ekonomis pemeliharaan.

1.2 Tujuan

Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk melengkapi tugas mata kuliah Ilmu Nutrisi
dan Produksi Ternak Perah tentang Kambing Perah dan segala aspek yang berkaitan
dengan Kambing Perah.

1.3 Rumusan Masalah


1. Sejarah kambing perah
2. Bangsa-bangsa kambing perah
3. Kambing perah di Indonesia
4. Kambing Etawah
5. Kambing Peranakan Etawah (PE
6. Komposisi susu kambing
7. Kelebihan dan kekurangan susu kambing
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kambing Perah

Kambing perah merupakan jenis kambing yang dapat memproduksi susu dengan
jumlah melebihi kebutuhan anaknya (Atabany, 2002). Kambing perah yang biasa
dipelihara adalah kambing-kambing lokal seperti kambing Etawah, Peranakan
Etawah dan kambing Jawarandu. Kambing-kambing tersebut merupakan bangsa
kambing perah yang dapat hidup di daerah tropis. Menurut Blakely dan Bade (1992),
kambing perah sering dianggap sebagai ternak miniatur atau bentuk kecil sapi perah.
Ukuran tubuh kambing perah hanya sepersepuluh dari sapi. Ukuran kecil dari
kambing ini memudahkan pemeliharaan dan dapat dipelihara dalam skala kecil
maupun dalam skala industri.
Kambing perah dikembangbiakan dan diseleksi sejak dahulu untuk menghasilkan
susu dalam jumlah banyak. Kambing memiliki karakteristik yang unik dalam
memproduksi susu. Bila sapi memiliki empat puting dan empat ambing yang terpisah,
maka kambing hanya memiliki dua ambing dan dua puting saja. Kambing perah
sangat efisien dalam memproduksi susu. Tujuh ekor kambing dapat menghasilkan
susu yang sama banyaknya dengan produksi satu ekor sapi perah, tetapi jumlah pakan
10 ekor kambing akan sama dengan jumlah pakan satu ekor sapi (Blakely dan Bade,
1992).

2.2 Bangsa-Bangsa Kambing Perah

Kambing selain sebagai penghasil daging, ada juga yang digunakan sebagai
penghasil susu atau kambing tipe perah. Kambing ini mampu menghasilkan susu
walaupun produktivitasnya rendah, namun harga susu kambing lebih mahal dibanding
susu sapi. Beberapa Bangsa kambing perah yang memiliki produktivitas susu yang tinggi
diantaranya adalah kambing Alpine, Anglo-Nubian, Toggenburg, Saneen, Etawah dan
Peranakan Etawah.

A. Alpine

Merupakan bangsa kambing dengan produksi susu yg baik,  Kambing alpine


berasal dari pegunungan Alpen di Austria dan Prancis. Sebagian besar kambing asli eropa
adalah grup bangsa alphine . Kambing-kambing swiss, French britis dan Italian Alphine
merupakan tipe-tipe kambing Aphine dan banyak dijumpai di Eropa Tengah dan Utara.
Mereka biasa dipelihara dalam jumlah yang kecil dan ditambahkan denagn sisitem feedig
stall. Kambing ini juga memiliki daya aklimatisasi lebih baik dari pada kambing saanen.
Di India Barat pernah tercatat produksi lebih dari 4,5 kg per hari pada laktasi ke dua dan
tiga. Tetapi di Malysia dan Mauritius pengembangan kambing ini gagal antara lain karena
kelembaban tinggi. Bobot betina dewasa mencapai sekitar 55 kg dan memiliki
kemampuan yang baik dalam menyusui anak. Adapun ciri-ciri fisiknya adalah:
- ada yang bertanduk dan ada yang tidak bertanduk
- warna bulu bermacam-macam mulai dari putih sampai kehitam-hitaman
- warna muka ada garis putih di atas hidung

B. Anglo-Nubian

Kambing Anglo Nubian menurut devandra merupakan kambing ras besar,


Kambing ini merupakan kambing  hasil persilangan keturunan kambing Inggris dan
kambing India. Kambing ini dikembang biakkan di Inggris tetapi, kambing ini juga
terbukti sangat cocok di kembangkan di daerah tropis, karena Kambing ini dapat
beradaptasi dengan lingkungan cukup baik dan mampu mentolerir sinar matahari tidak
seperti kebanyakan kambing lainnya. Oleh karena itu  kambing ini  secara meluas di
kembangbiakan untuk di grading-up kepada kambing lokal untuk tujuan daging dan susu
dibeberapa negra seperti India Barat, Mauritius, Malaysia, dan Filipina. Kambing Anglo
Nubian  Pada susunya memiliki kandungan lemak dan mentega yang cukup banyak
dibandingkan jenis kambing kambing perah lainnya. Namun kambing ini lebih cenderung
dikembangbiakkan untuk diambil susunya. Tetapi produksi susunya tidak sebaik kambing
swiss

 Ciri-Ciri Umum Anglo Nubian Adalah :

- Warna nya bervariasi tapi lebih dominannya adalah putih, hitam, coklat disertai dengan
warna corak lainnya

- Telinga panjang dan terkulai

- Berbulu pendek  , kulitnya mengkilat dan kualitas nya bagus

- muka nya seperti unta dan biasanya tidak bertanduk


- Memiliki ukuran kaki yang panjang  dan besar ang  menopang tubuhnya, sehingga
tubuh terlihat kompak

- Pada kambing betina ambing ralatif besar

- Bobot kambing jantan dewasa dapat mencapai 175 kg, sedangkan kambing betina
dewasa dapat mencapai 135 Kg

c. Tonggenburg

Bangsa kambing Toggenburg atau bangsa Togg berasal dari pegunungan Alpen
di Swiss. Kambing ini adalah jenis kambing kecil dengan badan pendek dan kompak.
Kambing betina mempunyai berat 45 kg saat dewas kelamin. Kambing Togg berwarna
coklat dibagian badannya dengan warna putih di kaki bagian bawah, dasar ekor dan sisi
wajah bagian bawah. Kambing ini berambut panjang atau sedang berjenggot. Kambing
Toggenburg merupakan kambing penghasil susu yang baik (. Kepala kambing
Toggenburg mempunyai ukuran sedang dan garis profilnya sedikit konkav (cekung).
Telinganya berdiri dari mengarah kedepan .

D. Saneen

Kambing saanen banyak diternakkan di daerah Switzerland Barat, Swiss.


Kambing ini sudah tersebar luas di seluruh dunia karena dapat menghasilkan 800 kg susu
per masa laktasi yang berlangsung selama 250 hari. Berat badan saat dewasa sekitar 65
kg.  

Ciri-ciri fisiknya adalah sebagai berikut:


- baik jantan maupun betina tidak bertanduk
- warna : putih atau cream pucat/muda
- hidung, telinga dan ambing berwarna belang hitam
- dahi lebar, telinga sedang dan tegak

E. Kambing Etawah

Kambing Etawah berasal dari daerah Etawah yaitu antara sungai Yamuna dan
Chambal di Provinsi Uttar Pradesh, India dengan nama kambing Jamnapari, namun di
Indonesia lebih dikenal dengan nama kambing Etawah. Persilangan dari kambing
Etawah lainnya adalah kambing Peranakan Etawah (PE) dan Jawarandu sebagai
penghasil susu. Indonesia mengimpor kambing Etawah pertama kali dari India pada tahun
1908 (Sudono dan Abdulgani, 2002). Kambing ini termasuk kambing dwiguna, yaitu
sebagai penghasil daging dan susu (Banarjee, 1982). Warna bulu kambing ini tidak
seragam, biasanya berwarna belang putih, merah atau coklat. Bobot badan jantan dewasa
berkisar antara 68-90 kg dan betina 45-65 kg. Panjang daun telinga 31-40 cm dengan
lebar 7-13 cm dan telinga melipat serta terkulai dengan bagian pangkal menguncup.
Profil muka cembung dengan rahang atas lebih pendek dari rahang bawah. Ukuran
ambing besar dengan puting berbentuk botol. Kaki berukuran panjang dan terdapat
rambut panjang terutama pada bagian paha belakang.

Kambing Etawah digunakan secara luas untuk meningkatkan mutu kambing asli
yang lebih kecil diberbagai negara seperti Malaysia dan Indonesia. Menurut Devendra
dan Burns (1994), produksi susu kambing Etawah berkisar 1,5-3,5 kg per ekor per hari
dengan kadar lemak 5,2% atau 200-262 kg selama masa laktasi sekitar 261 hari.

F. Kambing Peranakan Etawah

Kambing PE merupakan kambing hasil persilangan antara kambing lokal Indonesia


dengan kambing lokal dari India, yaitu antara kambing Kacang dan kambing Etawah,
sehingga memiliki sifat diantara kedua tetua kambing tersebut (Atabany, 2001). Kambing
PE merupakan kambing tipe dwiguna yang dapat menghasilkan susu dan dapat
menghasilkan daging. Kambing PE di pulau Jawa, terutama di Jawa Timur dan Jawa
Tengah telah lebih dahulu dibudidayakan dibandingkan dengan di Jawa Barat. Kambing
dikembangkan dan dijadikan sebagai usaha sambilan di Jawa Barat dengan
memanfaatkan sumber daya manusia dan hijauan yang tersedia.

Karakteristik kambing PE menurut Markel dan Subandryo (1997) adalah kuping


menggantung ke bawah dengan panjang 18-19 cm, tinggi badan antara 75-100 cm, bobot
jantan sekitar 40 kg dan betina sekitar 35 kg. Kambing PE jantan berbulu di bagian atas
dan bawah leher, rambut pundak dan paha belakang lebih lebat dan panjang. Kambing PE
betina memiliki rambut panjang hanya pada bagian paha belakang. Warna rambut
kambing PE terdiri atas kombinasi coklat sampai hitam atau abu-abu (Sudono dan
Abulgani, 2002) dan muka cembung (Hardjosubroto, 1994).

2.3 Susu dan Kualitas Susu

Rahman et al. (1992) menyatakan bahwa secara kimia, susu didefinisikan sebagai
emulsi lemak dalam air yang mengandung gula, garam-garam, mineral dan protein dalam
bentuk suspensi koloidal. Saleh (2004) menyatakan bahwa air susu merupakan bahan
makanan yang istimewa bagi manusia karena kelezatan dan komposisi gizi yang ideal dan
mengandung semua zat yang dibutuhkan tubuh. 8

Semua zat makanan yang dikandung air susu dapat diserap darah dan dimanfaatkan
tubuh. Sebagai bahan makanan/minuman, air susu sapi mempunyai nilai gizi yang tinggi,
karena mengandung unsur-unsur kimia yang dibutuhkan tubuh seperti kalsium, fosfor,
vitamin A, vitamin B dan riboflavin dalam jumlah tinggi. Komposisi gizi (protein,
mineral dan vitamin yang tinggi) yang mudah dicerna menjadikan susu sebagai sumber
bahan makanan yang fleksibel, sehingga dapat memenuhi keinginan dan selera
konsumen.

SNI 01-3141-1998 (Badan Standarisasi Nasional, 1998) susu segar adalah susu yang
berasal dari ambing induk kambing sehat dan diperoleh dengan cara yang benar. Susu
kambing merupakan hasil sekresi dari ambing kambing sebagai makanan anaknya. Clark
(2001) menyatakan bahwa komposisi susu kambing lebih lengkap dalam hal kandungan
protein, lemak, vitamin (A, B kompleks, C) dan mineral (kalsium, fosfor, magnesium,
potassium dan tembaga) dibandingkan dengan susu sapi dan susu manusia. Menurut
Devendra dan Burn (1994) kandungan protein susu kambing lebih tinggi dibandingkan
dengan susu manusia dalam kaitannya dengan jumlah kalori. Energi total yang dikandung
dalam susu kambing sebanyak 50% berasal dari lemak, dan masing-masing 25% dari
laktosa serta protein sedangkan proporsi dalam susu manusia adalah 55% dari lemak,
38% laktosa dan 7% dari protein. Komposisi susu kambing secara umum dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Susu Kambing per 100 g

Komposisi Jumlah Satuan


Air 87 g
Energi 68 kkal
Energi 288 kj
Protein 3,4 g
Total Lemak 3,8 g
Karbohidrat 4,4 g
Serat 0 g
Ampas 0,8 g
Mineral
Kalsium (Ca) 133 mg
Besi (Fe) 0,05 mg
Magnesium (Mg) 13,97 mg
Fosfor (P) 110 mg
Potassium (K) 204 mg
Sodium (Na) 49 mg
Seng (Zn) 0,3 mg
Tembaga (Cu) 0,04 mg
Mangan (Mn) 0,018 mg
Selenium (Se) 1,4 mcg
Vitamin
Vitamin C (Asam 1,29 mg
karbonat)
Thiamin 0,048 mg
Riboflavin 0,138 mg
Niacin 0,227 mg
Sumber: Moeljanto dan Wirjantan (2002)

2.4 Produksi Susu Kambing

Phalepi (2004) menyatakan bahwa produksi susu dipengaruhi mutu genetik, umur
induk, ukuran dimensi ambing, bobot hidup, lama laktasi, tatalaksana yang diberlakukan
pada ternak (perkandangan, pakan, kesehatan), kondisi iklim setempat, daya adaptasi
ternak dan aktivitas pemerahan. Faktor lain yang berpengaruh terhadap produksi susu
adalah proses penyusuan, yang dapat meningkatkan produksi susu induk dan akan
menurun tajam ketika anak disapih (Hastono, 2003).

Produksi susu pada ternak yang umurnya lebih tua lebih tinggi dari ternak yang
umurnya muda, sebab ternak muda masih mengalami proses pertumbuhan.
Pendistribusian zat-zat makanan pada ternak-ternak muda hanya sebagian yang
digunakan untuk produksi susu dan sebagian lagi untuk pertumbuhan termasuk kelenjar
ambing yang masih pada tahap perkembangan (Phalepi, 2004). Produksi susu akan
meningkat sejak induk beranak dan akan turun hingga akhir masa laktasi (Blakely dan
Bade, 1992). Puncak produksi susu akan dicapai pada hari ke 48-72 setelah beranak
(Devendra and Burns, 1994).

Sutama (1994) menyatakan bahwa produksi susu kambing PE berkisar 1,5-3,5 l


per ekor per hari. Menurut Sudono dan Abulgani (2002), produksi susu kambing PE
cukup rendah, yaitu berkisar 0,5–0,9 l per ekor per hari. Atabany (2002) menyatakan
bahwa produksi susu kambing berkisar 1-3 kg per ekor per hari, tergantung pada bangsa
kambing, masa laktasi, suhu lingkungan, pakan, jumlah anak perkelahiran dan tatalaksana
pemeliharaan. Jumlah pemerahan setiap hari berpengaruh terhadap produksi susu.
Produksi susu meningkat 40% pada pemerahan dua kali sehari daripada pemerahan satu
kali. Produksi susu lebih tinggi 5%-20% pada pemerahan tiga kali sehari daripada dua
kali dan pemerahan empat kali lebih tinggi 5%-10% daripada pemerahan tiga kali.
Kambing betina dengan berat 55 kg akan memproduksi lebih dari 200 kg susu dalam
sekali laktasi dengan lama laktasi 305 hari.

Blakely dan Bade (1992) menyatakan bahwa susu kambing terkenal karena
kandungan nutrisi dan nilai medisnya sejak jaman dahulu. Dibandingkan dengan susu
sapi, susu kambing memiliki karakteristik berwarna lebih putih dan globul lemak susu
lebih kecil dan beremulsi dengan susu. Lemak harus dipisahkan dengan mesin pemisah
(mechanical separator), karena lemak tersebut tidak dengan sendirinya muncul di atas
permukaan. Lemak susu kambing lebih mudah dicerna. Curd protein susu kambing lebih
lunak sehingga lebih memungkinkan untuk dibuat keju yang spesial. Susu kambing
mengandung kalsium, fosfor, vitamin A, E dan B kompleks yang lebih tinggi. Susu
kambing dapat diminum oleh orang yang alergi minum susu sapi (lactose intolerant) dan
untuk orang-orang yang mengalami gangguan pencernaan.

2.5 Kondisi yang Ideal untuk Ternak

Daerah beriklim ideal (comfort zone) ialah suatu daerah yang beriklim normal
bagi kehidupan hewan, sehingga hewan dapat hidup nyaman di lingkungan dan tidak
perlu beradaptasi. Daerah bersuhu kritis ialah daerah yang memiliki suhu di atas atau di
bawah normal, sehingga memaksa hewan yang tinggal pada lingkungan tersebut harus
beradaptasi. Suhu kritis tersebut dapat mengakibatkan hewan menjadi agak stres
(Handoko, 1995). 14

Mamalia adalah hewan berdarah panas (homeotherms). Kebanyakan mamalia


seperti manusia, binatang ternak dan binatang berkulit tebal mempunyai suhu tubuh
sekitar 100 oF (37,8 0C). Kenaikan atau penurunan suhu beberapa derajat mengakibatkan
kematian pada mamalia. Daerah batas ambang atas kritis berkisar 103-112 oF (39,4-44,4
0C).

Produktivitas hewan dipengaruhi faktor-faktor lingkungan. Suhu dan kelembaban


udara merupakan dua elemen yang memiliki pengaruh yang besar terhadap produktivitas
hewan (Mc Dowell et al., 1970). Zona optimum suhu udara untuk sapi, kerbau, kambing
dan domba sekitar 13-18 0C dan kelembaban udara antara 60%-70% (Mc Dowel et al.,
1970).

Siregar (1982) menyatakan bahwa pertumbuhan atau bentuk produktivitas lain


dari ternak adalah merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan.
Faktor lingkungan meliputi penggunaan makanan dan ketinggian tempat dari permukaan
laut. Bayong (2004) menyatakan bahwa unsur iklim yang mempengaruhi ternak adalah
suhu, curah hujan, kelembaban nisbi, tekanan atmosfer, angin, badai dan cahaya. Suhu
adalah unsur paling penting. Suhu yang tinggi biasanya mengurangi produksi ternak.
Produksi susu sapi menurun pada suhu tinggi dengan suhu optimum adalah sekitar 50 oF
(10 oC). Suhu sangat dingin juga berpengaruh pada penurunan produksi ternak, karena
energi tubuh banyak dipakai untuk melawan kedinginan.

2.6 Prospek Pengembangan Budidaya Kambin Perah

Dari data biologis yang tersedia, dapat diketahui potensi dan karakter-karakter
penting dari kambing untuk keuntungan manusia . Beberapa hal penting dari ternak
kambing antara lain :

1 . Ukuran tubuh yang kecil mempunyai beberapa keunggulan :

a. Secara ekonomis : Ukuran badan yang kecil berarti diperlukan investasi awal yang
lebih kecil, dan kerugian karena kematian atau kehilangan juga lebih kecil . Hat ini sering
berdampak pada kurangnya perhatian pemerintah terhadap ternak ini, tetapi sifat ini
sangat sesuai dan menarik bagi petani miskin di pedesaan.

b. Dari sudut manjemen pemeliharaan : Kambing dapat dikelola oleh anak-anakatau ibu
rumah tangga, memerlukan lahan dan kandang yang tidak luas, dapat menghasilkan
daging dan susu dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan keluarga petani di pedesaan
dimana tempat penyimpanan (refrigerator) belum tersedia.
c . Secara biologis : satu - dua ekor kambing dapat dipelihara dalam kondisi ketersedian
pakan terbatas, bahkan tidak cukup untuk seekor sapi .

2. Kemampuan untuk memilih pakan cukup tinggi. Kambing adalah ternak yang sangat
selektif. Kambing dalam keadaan yang bebas (digembalakan) mempunyai kemampuan
untuk memilih pakan atau bagian tanaman yang lebih bergizi . Kambing lebih suka
"browsing" dari pada merumput sehingga infeksi cacing dapat dihindari .

3. Mempunyai efisiensi tinggi dalam mencerna serat. Potensi ini menjadikan ternak
kambing mempunyai kemam-puan untuk hidup didaerah-daerah dimana sapi dan domba
tidak dapat bertahan . Kambing juga sangat efisen dalam produksi susu dan dapat
bersaing dengan sapi khususnya di daerah dengan kondisi tropis yang keras .

4. Kambing adalah ternak yang fertil dengan generasi interval yang relatif pendek. Hal ini
sangat baik dalam program perbaikan mutu genetik . Lama kebuntingan hanya 5bulan
sehingga produksi susu sudah dapat diperoleh pada umur 15 - 18 bulan, dan untuk
produksi daging ternak sudah dapat dipotong pada umur dibawah satu tahun .

Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana cara efektif untuk mengembangkan


kambing perah ini .Secara biologis sudah disebutkan bahwa kambing dapat tumbuh dan
berkembang baik pada berbagai agroekosistem . Daya adaptasi yang cukup tinggi dari
kambing terhadap lingkungan dan dapat lebih banyak mengkonsumsi dedaunan
memudahkan peme-liharaan .Diperlukan pendekatan yang berbeda dalam pengembangan
kambing perah dibandingkan sapi perah . Pengembangan kambing perah berbasis pada
ternak rakyat yang sudah tersedia di petani, dan pemerintah dapat terfokus pada
penyediaan bibit pejantan unggul untuk memperbaiki ternak rakyat. Sebagai kegiatan
usahatani yang barn diperlukan usaha pendidikan dan penyuluhan kepada masyarakat
khususnya petani dipedesaan . Kegiatan ini akan lebih efektif dilakukan melalui sekolah .
Pandangan negatif tentang mengkonsumsi susu kambing akan lebih mudah dapat
diatasimelalui anak-anak dan oleh karenanya melalui pemeliharan ternak di sekolah dapat
sebagai contoh pengembangan ternak kambing perah dan konsumsi susu kambing .
Memang ini memerlukan proses panjang, dan untuk mempercepat, promosi dan
penyuluhan pada berbagai kegiatan dan media masa dan elektronik sangat membantu

Walaupun ternak kambing dapat diterima oleh semua golongan etnis, agama dan
tatanan sosial lainnya, persepsi negatif terhadap kambing seperti dijelaskan sebelumnya
masih merupakan penghambat pengembangan ternak ini. Menumbuhkan kebiasaan untuk
minum susu kambing suatu persoalan tersendiri . Pendidikan dan penyuluhan secara
berkelanjutan akan membantu menumbuhkan kebiasaan minum susu apalagi susu
tersebut dapat diproduksi sendiri oleh petani . Inilah salah satu keungglan dari
pengembangan budidaya kambing perah menggunakan ternak kambing milik petani
sendiri yang sudah tersebar luas di pedesaan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
DATAR PUSTAKA

ADRIANI, A. SUDONO, T . SUTARDI, W. MANALU dan 1K. SUTAMA. 2003.


Optimasi produksi anak dan susu kambing Peranakan Etawah dengan
superovulasi dan suplementasi seng . Forum Pascasarjana. Sekolah
Pascasarjana, Institute Pertanian Bogor 26(4) : 335-352 .

DEVENDRA, C and M. BURNS . 1983 . Goat production in the tropics . Commonwealth


Agricultural Bureaux, UK.

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN . 2005 . Statistik Peternakan 2005.


Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian RI.

JENSEN, B. 1994. Goat milk magic . Bernard Jensen Publihser 24360 Old Wagon Road
Escondido, CA 92027, USA.

OasT, J.M. and Z. NAPITUPUL .U . 1984 . Milk yields of Indonesian goats . Proc .
Aust . Soc . Anim. Prod. 15 : 501-504 .

Phalepi, M. A. 2004. Performa kambing Peranakan Etawah (studi kasus di peternak Pusat
Pelatihan Pertanian dan Swadaya Pedesaan Citarasa). Skripsi. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rahman, A., S. Fardiaz, W. P. Rahaju, Suliantari, & C. C. Nurwitri. 1992. Bahan


Pengajaran: Teknologi Fermentasi Susu. Pusat Antar Universitas Pangan dan
Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Saleh, E. 2004. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Program Studi Produksi
Ternak. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Siregar, S. B. 1982. Pengaruh ketinggian tempat terhadap penggunaan makanan, status


faali dan pertumbuhan kambing dan domba lokal. Tesis Fakultas Peternakan.
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Siregar, S. B. 1990. Sapi Perah. Jenis Teknik Pemeliharaan dan Analisa Usaha. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Sodiq, A. & M. Y. Sumaryadi. 2002. Reproductive performance of Kacang and
Peranakan Etawah Goat in Indonesian. J. Animal Production 4 (2) : 52-59.

Sofyan, L.A., L. Aboenawan., E.B. Laconi., A. Djamil, H., N. Ramli., M. Ridla., & A.D
Lubis. 2000. Diktat Pengetahuan Bahan Makanan Ternak (PBMT).
Laboratoriumoratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Subandryo & A. Anggraeni. 1997. Pendekatan konservasi in-situ aktif sumber daya
genetik ternak ruminansia. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan
Veteriner, Bogor 7-8 Januari 1997. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan, Bogor. Hal 186-202.

Sudono, A & I. K. Abdulgani. 2002. Budidaya Aneka Ternak Perah. Diktat. Jurusan Ilmu
Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sutama, I. K. 1994. Puberty and early reproductive performance of peranakan Etawah


Goat. Proc. 5th AAAP Anim. Sci. Congr, Bali.

Sutardi, T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Departemen Ilmu Makanan
Ternak, Fakultas Peternakan, IPB, Bogor.

Williamson, G. & W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah


Mada University Press, Yogyakarta.

PRANAJ, T. dan Z. SYAHBUDDIN . 1992 . Menempatkan Kambing dan domba sebagai


alternatif pengurangan tingkat kemiskinan di pedesaan . Prosiding Sarasehan
Usaha Ternak Kambing dan Domba Menyongsong Era PJPT II, pp . : 134-140 .

Anda mungkin juga menyukai