Anda di halaman 1dari 21

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Pesisir dan Pantai

Ekosistem pantai letaknya berbatasan dengan ekosistem darat, laut, dan

daerah pasang surut. Ekosistem pantai dipengaruhi oleh daur harian pasang surut

laut. Organisme yang hidup di pantai memiliki adaptasi struktural sehingga dapat

melekat erat di substrat keras. Daerah pantai paling atas hanya terendam saat

pasang naik tertinggi. Daerah ini dihuni oleh beberapa jenis ganggang, moluska,

dan remis yang menjadi makanan bagi kepiting dan burung pantai. Daerah pantai

bagian tengah terendam saat pasang tertinggi dan pasang terrendah. Daerah ini

dihuni oleh ganggang, porifera, anemon laut, remis dan kerang, siput, kepiting,

landak laut, bintang laut, dan ikan-ikan kecil. Daerah pantai terdalam terendam

saat air pasang maupun surut. Daerah ini dihuni oleh beragam Invertebrata, ikan,

dan rumput laut (Leksono, 2007).

Perairan wilayah pantai merupakan salah satu ekosistem yang sangat

produktif di perairan laut. Ekosistem ini dikenal sebagai ekosistem yang dinamik

dan unik, karena terjadi pertemuan tiga kekuatan yaitu yang berasal daratan,

perairan laut dan udara. Kekuatan dari darat dapat berwujud air dan sedimen yang

terangkut sungai dan masuk ke perairan pesisir, dan kekuatan dari batuan

pembentuk tebing pantainya. Sedang kekuatan yang berasal dari perairan dapat

berwujud tenaga gelombang, pasang surut dan arus, sedangkan yang berasal dari

udara berupa angin yang mengakibatkan gelombang dan arus sepanjang pantai,

suhu udara dan curah hujan (Davies, 1972).

9
10

Menurut Brahman (2001) wilayah pesisir menyediakan sumberdaya alam

yang produktif baik sebagai sumber pangan, tambang mineral dan energi maupun

kawasan rekreasi atau pariwisata. Selain itu, wilayah ini juga memiliki

aksesibilitas yang sangat baik untuk berbagai kegiatan ekonomi, seperti

transportasi dan kepelabuhanan, industri dan permukiman. Namun demikian,

seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan intensitas pembangunan, daya

dukung ekosistem pesisir dalam menyediakan segenap sumberdaya alam dan jasa-

jasa lingkungan terancam rusak.

Dari segi daratan Pesisir merupakan wilayah daratan sampai wilayah laut

yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat darat (seperti: angin darat, drainase air

tawar dari sungai, sedimentasi). Dari segi laut pesisir merupakan wilayah laut

sampai wilayah darat yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut (seperti: pasang

surut, salinitas, dan angin laut). Pasang-surut merupakan gerakan naik turunnya

muka muka laut secara berirama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan

matahari. Pasang-surut tidak hanya mempengaruhi lapisan di bagian teratas

melainkan seluruh masa air (Nontji, 2002).

Menurut Taringan (2009), dasar lautan dapat di bedakan menjadi tiga

daerah atau Zona yaitu zona litoral yaitu daerah yang masih dapat ditembus oleh

cahaya sampai dasar perairan 0-200 meter, zona neritik yaitu daerah perairan yang

masih ada cahaya, tetapi remang-remang 200-2000 m dan zona abisal yaitu daerah

perairan yang tidak lagi dapat ditembus oleh cahaya, daerah ini mencapai

kedalaman lebih dari 2000 meter


11

Gambar 2.1 Zona utama di perairan laut (Romimohtarto, 2001).

Daerah air dangkal pada piringan benua disebut “neritik” atau zona dekat

pantai. Zonasi dalam daerah pasang-surut, yaitu daerah antara air pasang (pasang

naik) dan air surut (pasang surut) disebut juga segai zona “ littoral”. Daerah laut

terbuka di luar piringan benua disebut zona “ bathyal”, kmungkinan adalah aktif

decara geologi dengan pelung-pelung dan jurang-jurang, jika tidak terjadi erosi di

bawah air dan longsor. Daerah laut yang terdalam atau disebut derah “ abyssal”

dapat berada di mana saja antara 2000 m samapai 5000m ke bawah (Odum, 1993).

2.2 Kondisi Umum Perairan Pantai Pasuruan

Pasuruan secara geografis terdiri dari pegunungan, dataran rendah dan

kawasan pantai. Sebagian dari wilayah tersebut mempunyai sumberdaya alam

yang potensial untuk pengembangan usaha perikanan. Potensi Kelautan dan

Perikanan yang terdapat di Kab. Pasuruan meliputi wilayah perairan laut yang

terbentang sepanjang + 48 km mulai dari utara meliputi Kec. Nguling, Rejoso,

Kraton dan Kec. Bangil. Terletak dengan ketinggian antara 2 m sampai 8 m diatas

permukaan laut.
12

Letak geografi Kabupaten Pasuruan antara 112, 300 hingga 113, 300 Bujur

Timur dan antara 70, 300 hingga 80,300 Lintang Selatan.Lekok memiliki 4 desa

pesisir diantaranya yaitu Desa Tambaklekok, Jatirejo, Wates, dan Semedusari.

Kawasan pesisir di Kecamatan Lekok mempunyai banyak fungsi yang bermanfaat

bagi kehidupan. Salah satu fungsinya yaitu sebagai kawasan hutan

bakau/mangrove yang berfungsi sebagai perlindungan setempat dan perlindungan

sempadan pesisir, serta perlindungan ekosistem pesisir. Selain itu ada yang

mempunyai potensi perikanan darat (tambak) dan sebagian perikanan laut

(tangkap), yang ditunjang dengan adanya hutan bakau/mangrove sebagai

penunjang ekosistem. Ada juga kawasan yang mempunyai potensi untuk

dikembangkan sebagai perikanan tambak, perikanan tangkap dan memiliki

fasilitas TPI (Tempat Pelelangan Ikan) di Kecamatan Lekok.(RTRW Kabupaten

Pasuruan 2009-2029). Selain itu di Lekok juga terdapat PLTGU Grati PT.

Indonesia Power (BPS, 2010).

2.3 Zooplankton

Zooplankton adalah hewan air yang renik yang gerakannya aktif.

Zooplankton dibedakan menjadi dua, berdasarkan siklus hidupnya antara lain :

Holoplankton dan Meroplankton. Holoplankton merupakan kelompok organisme

yang seluruh hidupnya berupa plankton, sedangkan Meroplankton merupakan

kelompok organisme yang sebagian fase hidupnya berupa plankton, seperti

berbagai larva ikan, crustacea dan moluska (Newell, 1977).


13

Berdasarkan ukurannya zooplankton dapat dibagi tiga kelompok yaitu

makrozooplankton yang berukuran 2cm, mesozooplankton yang berukuran 200 -

2000 um dan mikrozooplankton yang berukuran 20 – 200 um. Berdasarkan

lingkungan hidupnya plankton di bagi menjadi limnoplankton ( plankton yang

hidup di perairan tergenang), rheoplankton (plankton yang hidup diperairan

mengalir),haliplankton (plankton yang hidup di laut), dan hypalmiroplankton

(plankton yang hidup di perairan payau) (Davis, 1972).

Beredasarkan daur hidupnya, zooplankton dapat digolongkan menjadi dua

kelompok yaitu holoplankton dan meroplankton. Holoplankton merupakan

kelompok zooplankton yang seluruh daur hidupnya merupakan plankton.

Sedangkan meroplankton adalah kelompok zooplankton yang sebagian daur

hidupnya bersifat planktonik (Nybakken, 1997).

Zooplankton memiliki sebaran dan skala ruang dan waktu, mulai dari

beberapa meter sampai kedalaman dasar air. Sebaran dan keanekaragaman

zooplankton merupakan salah satu indikator kualitas biologi suatu perairan,

dimana hal ini akan tergantung pada ketersediaan makanan, keragaman

lingkungan, adanya tekanan ikan pemangsa, suhu air, serta interaksi antara faktor

biotik dan abiotik lingkungannya (Davis, 1972).

2.3.1 Kelimpahan Zooplankton

Di laut terbuka banyak zooplankton yang dapat melakukan gerakan naik

turun secara berkala atau dikenal dengan migrasi vertikal. Pada malam hari

zooplankton naik ke atas menuju permukaan sedangkan pada siang hari turun ke

lapisan bawah (Nontji 1993). Gerakan naik turun ini dapat menyebabkan
14

perbedaan kelimpahan dan komposisi zooplankton antara lapisan dasar dan

permukaan dari suatu perairan. Tingkat produksi dari zooplankton lebih rendah

dibandingkan dengan fitoplankton sehingga puncak produksi

Zooplankton dijumpai hampir diseluruh habitat akuatik tetapi kelimpahan

dan komposisinya bervariasi tergantung kepada keadaan lingkungan dan biasanya

terkait erat dengan perubahan musim. Faktor fisika-kimia seperti suhu, intensitas

cahaya, salinitas, pH dan zat pencemar memegang peranan penting dalam

menentukan keberadaan (kelimpahan) dari jenis plankton di perairan. Sedangkan

faktor biotik seperti tersedianya pakan, banyaknya predator dan adanya pesaing

dapat mempengaruhi komposisi spesies (Nybakken, 1997).

Kelompok zooplankton meliputi hewan Protozoa, Coelenterata,

Ctenophiera, Chaetognatha, Annelicla, Artropeda, Urochordata dan Moluska,

serta berbagai larva hewan-hewan vertebrata. Kelas-kelas yang ada pada

zooplankton adalah Chcysomonodea, Rhizopodea, Ciliata, Hidrozoa, Scyphozoa,

Crinoidea, Asteroidea, Ophiuroidea, Echinoidea dan Holothuroidea dan

Clidominan oleh Crustacea baik jumlah maupun spesies. (Newell, 1977) .

Cyclidium Didinium
15

Cyclopoid nauplius Bosmina longirostris

Difflugia Daphania ambigua


Gambar 2.3: contoh spesies zooplankton (Davis, 1972).

2.3.2 Peranan Zooplankton

Di perairan, zooplankton merupakan konsumen pertama yang

memanfaatkan produksi primer yang dihasilkan oleh fitoplankton. Peranan

zooplankton sebagai konsumen pertama yang menghubungkan fitoplankton

dengan karnivora kecil maupun besar, dapat mempengaruhi kompleks atau

tidaknya rantai makanan di dalam ekosistem perairan (Suherman, 2005).

Zooplankton bersifat heterotrofik, merupakan biota yang sangat penting

peranannya dalam rantai makanan pada suatu ekosistem. Zooplankton menjadi

kunci utama dalam transfer energi dari produsen utama ke konsumen pada tingkat

pertama dalam tropik ekologi. Selain itu zooplankton juga berguna dalam

regenerasi nitrogen di lautan dengan proses penguraiannya sehingga berguna bagi

bakteri dan produktivitas fitoplankton di laut. Peranan lainnya yang tidak kalah

penting adalah memfasilitasi penyerapan karbondioksida(CO2) di perairan. Oleh


16

karena itu zooplankton memegang peranan dalam pendistribusian CO2 dari

permukaan ke dalam sedimen di dasar laut (Nontji 1993).

2.3.3 Hubungan Zooplankton Dengan Lingkungan

Zooplankton seperti halnya hewan lain, dapat hidup dan berkembang biak

dengan baik hanya pada lingkungan yang cocok,. Parameter lingkungan perairan,

seperti suhu, kecerahan dan oksigen terlarut serta unsur hara yang terdapat dalam

perairan sangat memoengaruhi kehidupan zooplankton (Basmi, 1994).

1. Parameter Fisika

a. Suhu

Suhu air dipengaruhi oleh kondisi meteorologi. Faktorfaktor yang

berperan adalah curah hujan, penguapan, kelembapan udara, kecepatan angin dan

intensitas radiasi matahari. Oleh sebab itu, suhu di permukaan biasanya mengikuti

pola musiman (Nontji, 1987)

Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur

proses kehidupan. Antara lain suhu berpengaruh terhadap laju fotosintesa, proses

fisiologi hewan, khususnya derajat metabolisme, siklus reproduksi dan

mempengaruhi daya larut oksigen yang dibutuhkan oleh hewan untuk proses

respirasi (Effendi 2000). Suhu dapat mempengaruhi keberadaan zooplankton,

suhu yang sesuai dapat mengatur migrasi, pemijahan, food habit, kecepatan

renang, perkembangan larva, laju metabolisme, dan laju respirasi (Basmi 2000).

b. Salinitas

Salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air,

penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Perairan Estuari dapat mempunyai
17

struktur salinitas yang kompleks, karena selain merupakan pertemuan antara air

tawar dan air laut, juga ditentukan oleh proses pengadukan air (Nontji 1993).

Salinitas merupakan faktor pembatas penyebaran zooplankton di perairan

lestuary. Spesies holoplankton dan meroplankton pada tahapan daur hidup tertentu

mempunyai cara yang berbeda-beda dalam beradaptasi terhadap perubahan

salinitas (Nontji 1993).

c. Kecerahan

Nilai kecerahan yang diungkapkan dalam satuan meter sangat dipengaruhi

oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi, serta

ketelitian orang yang melakukan pengukuran (Effendi 2000).

Kondisi perairan yang kecerahannya rendah dan kecerahan yang terlalu

tinggi akan menurunkan kelimpahan zooplankton, hal ini disebabkan karena

penurunan kecerahan akan berkurangnya fitoplankton sehingga menyebabkan

makanan untuk zooplankton berkurang, serta sifat dari zooplankton yang

fototaksis negative (Basmi 2000).

2. Parameter Kimia

a. pH

Perairan yang baik bagi kehidupan organisme adalah perairan dengan pH

6,5 sampai 9. Keasaman pH mempunyai peranan penting baik pada proses kimia

maupun biologi yang menentukan kualitas perairan alami, pada perairan yang

asam yaitu kurang dari 6, organisme seperti zooplankton tidak akan hidup dengan

baik (Swingle 1968). Kondisi pH yang kurang dari 6 maupun lebih dari 9 dapat

mengganggu proses metabolisme dari zooplankton.


18

Organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai

nilai pH yang netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa

lemah. pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya berkisar

antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat

basa membahayakan kelangsungan hidup organisme karena menyebabkan

terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Selain itu, pH yang sangat rendah

menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik

semakin tinggi yang tentunya mengancam kehidupan organisme akuatik.

Sementara pH yang tinggi menyebabkan keseimbangan antara amonium dan

amoniak dalam air akan terganggu. Kenaikan pH di atas netral meningkatkan

konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus,

2004).

Setiap organisme memiliki batas toleransi yang berbeda terhadap pH.

Kebanyakan perairan alami memiliki pH berkisar antara 6-9. Sebagian besar biota

perairan sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7–8,5

(Effendi, 2003).

b. Oksigen Terlarut (DO) .

Biochemical Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen yang

dibutuhkan oleh mikroorganisme selama penghancuran bahan organik dalam

waktu tertentu pada suhu 20 oC. Oksidasi biokimiawi ini merupakan proses yang

lambat dan secara teoritis memerlukan reaksi yang sempurna. Dalam waktu 20

hari, oksidasi mencapai 95-99% dan dalam waktu 5 hari seperti yang biasa

digunakan untuk mengukur BOD yang kesempurnaan oksidasinya mencapai 60-


19

70%. Suhu 20 oC yang digunakan merupakan nilai rata-rata untuk daerah perairan

arus lambat di daerah iklim sedang dan mudah ditiru dalam inkubator. Hasil yang

berbeda akan diperoleh pada suhu yang berbeda karena kecepatan reaksi biokomia

tergantung dari suhu (Achmad, 2004).

Nilai oksigen terlarut di suatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun

musiman. Fluktuasi ini selain dipengaruhi oleh perubahan temperatur juga

dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis dari tumbuhan yang menghasilkan oksigen.

Nilai oksigen terlarut dalam perairan sebaiknya berkisar antara 6-8 mg/l (Sanusi,

2004), menyatakan bahwa DO yang berkisar antara 5,45-7,00 mg/l cukup baik

bagi proses kehidupan biota perairan. Semakin rendah nilai DO suatu perairan,

maka semakin tinggi pencemaran suatu ekosistem. Disamping pengukuran

konsetrasi biasanya dilakukan pengukuran terhadap tingkat kejenuhan oksigen

dalam air. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah nilai tersebut

merupakan nilai maksimum atau tidak.

c. BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)

BOD5 merupakan jumlah 02 yang digunakan mikroorganisme untuk

menguraikan bahan organik yang terdapat di dalam air selama 5 hari pada suhu

200 Menurut Abel (1989) dalam pengukuran BOD5, ada empat hal yang saling

berhubungan yaitu kandungan bahan organic, suhu, mikroorganisme dan

ketersediaan 02. BOD5 berpengaruh terhadap kondisi zooplankton pada perairan,

hal ini dimungkinkan karena adanya bahan organik yang diuraikan oleh mikroba

aerob yang memerlukan oksigen sebagai makanan alami zooplankton. Kondisi


20

BOD yang kecil dapat menghambat pertumbuhan zooplankton sedangkan BOD

yang besar dapat meningkatkan zooplankton.

Pengukuran BOD didasarkan pada kemampuan mikroorganisme untuk


5

menguraikan senyawa organik, artinya hanya terhadap senyawa yang mudah

diuraikan secara biologi seperti senyawa yang umumnya terdapat dalam limbah

rumah tangga. Menurut (Barus, 2004) nilai konsetrasi BOD5 menunjukkan

kualitas suatu perairan yang masih tergolong baik apabila konsumsi O2 selama

periode 5 hari berkisar 5 mg/l O2, maka perairan tersebut tergolong baik dan

apabila konsumsi O2 berkisar 10 mg/l-20 mg/l O2 akan menunjukkan tingkat

pencemaraan oleh materi organik yang tinggi dan untuk air limbah nilai BOD5

umumnya lebih besar dari 100 mg/l.

d. COD (Chemycal Oxygen Demand )

Nilai COD menyatakan jumlah oksigen total yang dibutuhkan dalam

proses oksidasi kimia yang dinyatakan dalam mg/l. Dengan mengukur nilai COD

maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan

untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan

secara biologis maupun terhadap yang sukar diuraikan secara biologis (Barus,

2004).

Seperti pada BOD, perairan dengan nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi

kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan tidak tercemar

biasanya kurang dari 20 mg/l, sedangkan pada perairan yang tercemar dapat lebih

dari 200 mg/l (Effendi, 2003).

e. Nitrat (NO3)
21

Nitrat adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami. Nitrat merupakan

salah satu senyawa yang penting dalam proses sintesis protein pada hewan dan

tumbuhan. Konsentrasi nitrat yang tinggi diperairan dapat menstimulasi

pertumbuhan dan perkembangan organisme perairan apabila didukung oleh

ketersediaan nutrient (Effendi, 2003).

Tiga bentuk utama dari nitrogen terlarut dalam ekosistem estuaria adalah

ammonia (NH3), nitrit (NH2) dalam jumlah sedikit dan nitrat (NO3) yang di

manfaatkan langsunag oleh fitoplankton. Nitrogen merupakan faktor utamaa yang

menjadi faktor pembatas pertumbuhan fitoplankton meskipun fosfor dapat pula

menjadi faktor pembatas pertumbuhan alga, sedangkan silikat diperlukan dalam

pertumbuhan diatom. Sumber nutrient diperoleh dari masukan air sungai, melalui

pencucian tanah dan peluruhan batu (Effendi, 2003).

f. Fosfat (PO4)

Unsur fosfor dalam perairan ditemukan dalam bentuk senyawa fosfat

anorganik (ortofosfat) dan senyawa fosfat organik (dalam tubuh organisme) dalam

bentuk asam nukleat, fosfolipid, gula fosfat dan senyawa lainya. Gabungan dari

kdua bentuk fosfat ini dinamakan fosfat total (wardoyo, 1981). Menurut APHA

(1992) dalam Retnani (2001), ortofosfat merupakan fosfat organik yang terlarut

dalam air dan digunakan langsung oleh fitoplankton.

Ortofosfat merupakan bentuk fosfat yang dapat dimanfaatkan secara

langsung oleh tumbuhan akuatik, sedangkan polifosfat harus mengalami hidrolisis

membentuk ortofosfat terlebih dahulu sebelum dapat dimanfaatkan sebagai

sumber fosfor. Kandungan fosfat yang terdapat di perairan umumnya tidak lebih
22

dari 0,1 mg/l, kecuali pada perairan yang menerima limbah dari rumah tangga dan

industri tertentu, serta dari daerah pertanian yang mendapat pemupukan fosfat.

Oleh karena itu, perairan yang mengandung kadar fosfat yang cukup tinggi

melebihi kebutuhan normal organisme akuatik akan menyebabkan terjadinya

eutrofikasi l (Effendi, 2003).

g. TSS dan TDS (Padatan Total Tersuspensi dan Padatan Total Terlarut)

Padatan total tersuspensi biasanya terdiri dari fitoplankton, zooplankton,

kotoran manusia dan hewan, lumpur, sisa pertanian, sisa tanaman dan hewan serta

limbah industri sedangkan Padatan terlarut total mencerminkan jumlah kepekatan

padatan dalam suatu sampel air (Wardoyo, 1981).

Padatan tersuspensi berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung

pada perairan. Pengaruh langsung yaitu mengganggu proses respirasi organisme

perairan, sedangkan pengaruh tidak langsung akan dapat meningkatkan kekeruhan

perairan yang akhirnya mereduksi produktifitas primer perairan. Kondisi ini akan

membaawa perubahan komunitas organisme perairan (Wardhana,2003).

2.4 Kerusakan Ekosistem

Pencemaran adalah perubahan sifat Fisika, Kimia dan Biologi yang tidak

dikehendaki pada udara, tanah dan air. Perubahan tersebut dapat menimbulkan

bahaya bagi kehidupan manusia atau organisme lainya. Pencemaran merupakan

penambahan bermacam-macam bahan sebagai aktivitas manusia ke dalam

lingkungan yang biasanya memberikan pengaruh berbahaya terhadap lingkungan

(Wardhana, 2003).
23

Kerusakan ekosistem akibat pencemaran logam berat sering dijumpai

khususnya untuk ekosistem perairan. Hal ini terjadi karena adanya logam berat

yang bersifat racun bagi organisme dalam perairan. Akibatnya organisme yang

paling sensitif pertama kali mengalami akibat buruk dan juga organisme yang

tidak mampu bertahan akan musnah, sehingga keseimbangan rantai makanan dan

ekosistem perairan akan mengalami kerusakan (Effendi, 2003)

2.5 Kerusakan di Perairan

Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan.

Makhluk hidup dimuka bumi ini tidak dapat terlepas dari kebutuhan akan air. Air

merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi, sehingga tidak

mungkin ada kehidupan seandainya di bumi tidak ada air. Namun demikian, air

dapat menjadi malapetaka bilamana tidak tersedia dalam kondisi yang benar, baik

kualitas maupun kuantitasnya (Yuliana, 2007).

Bahwa masuknya bahan pencemar ke dalam perairan dapat mempengaruhi

kualitas perairan. Apabila bahan yang masuk keperairan melebihi kapasitas

asimilasinya, maka daya dukung lingkungan akan menurun. Sehingga menurun

pula nilai perairan dan peruntukan lainnya. Penyebaran bahan pencemar terutama

logam berat dalam perairan dengan proses pengendapan akan mempengaruhi

siklus hidup dari hewan perairan (Saatrawijaya, 1991).

Menurut Nybakken (1992), logam berat merupakan salah satu bahan kimia

beracun yang dapat memasuki ekosistem bahari. Logam berat seringkali

memasuki rantai makanan di laut dan berpengaruh pada hewan-hewan, serta dari
24

waktu ke waktu dapat berpindah-pindah dari sumbernya. Beberapa biota laut

tertentu juga dapat mempertinggi pengaruh toksik berbagai unsur kimia, karena

memiliki kemampuan untuk mangakumulasi zat di tubuhnya jauh melebihi yang

terkandung di perairan sekitarnya.

Adanya logam berat di perairan, berbahaya baik secara langsung terhadap

kehidupan organisme, maupun efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan

manusia. Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam berat (Sutamihardja, 1982)

yaitu :

Sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan perairan dan

keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan)

Dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan, dan akan

membahayakan kesehatan manusia yang mengkomsumsi organisme tersebut.

Mudah terakumulasi di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi dari

konsentrasi logam dalam air. Disamping itu sedimen mudah tersuspensi karena

pergerakan masa air yang akan melarutkan kembali logam yang dikandungnya ke

dalam air, sehingga sedimen menjadi sumber pencemar potensial dalam skala

waktu tertentu.

2.6 Kelimpahan, Keanekaragaman dan Dominasi Fitoplankton

2.6.1 Kelimpahan

Kelimpahan plankton di suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa

parameter lingkungan dan karakteristik fisiologisnya. Komposisi dan kelimpahan

plankton akan berubah pada berbagai tingkatan sebagai respons terhadap

perubahan-perubahan kondisi lingkungan baik fisik, kimia, maupun biologi


25

(Reynolds dkk, 1984). Penentuan kelimpahan plankton dilakukan berdasarkan

metode sapuan diatas Segwick Rafter. Kelimpahan plankton dinyatakan secara

kuantitatif dalam jumlah individu/liter. (Wardhana, 2003):

D = q (s/lp) (p/v)

D : jumlah individu per liter


q : jumlah plankter yang ditemukan
s : jumlah lapang pandang segwick rafter
lp : jumlah lapang pandang yang digunakan
p : volume subsampel
v : volume air tersaring (ml)
Table 2.1 Beberapa jenis alat yang dipergunakan dalam mencacah sel plankton
(Wardhana, 2003)
Jenis alat pencacah Volume Kedalaman Pembesaran Jumlah sel
(ml) (mm) Objectif
Sedgwick-rafter cell 1,0 1,0 2,5-10 30 – 104
Palmer Malony 0,1 0,4 10-45 10 3- 105
-3
Haemocytometer 4 x 10 0,2 10-20 104 - 107
Improve Naeubouer 2 x 10 -4 0,1 20-40 (fase) 105 - 107
-5 (fase)
Petroff Houser 2 x 10 0,02 20-100 105 - 108

2.6.2 Keanekaragaman

Indek keanekaragaman digunakan untuk mengetahui keanekaragaman

jenis biota perairan. Persamaan yang digunakan untuk menghitung indeks ini

adalah persamaan Shanon-Wiener (Basmi,1994). Menurut (Odum, 1993), untuk

mengetahui indeks keanekaragaman Shannon-Wienner di rumuskan:

Keterangan rumus:
26

Pi : ni/N
H ’: indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
ni : jumlah individu dari seluruh jenis
N : jumlah total individu dari seluruh jenis
Kriteria hasil keanekaragaman H’ berdasarkan Shannon Wiener (wilhm, 1975

dalam retnani, 2001) adalah:

H’ < 2,30 : keanekaragaman rendah

2,30 < H’< 6,91 : keanekaragaman sedang

H’ > 6,91 : keanekaragaman tinggi

2.7. Keanekaragaman Zooplankton Dalam Al-Qur’an

Allah menciptakan berbagai macam makhluk, baik yang hidup dan yang

tidak hidup dengan satu sistem yang kompleks yang mana diantara yang satu

dengan lainnya saling berkaitan (Ekosistem). Semua ciptaan Allah meliputi

makhluk hidup seperti flora dan fauan dan makhluk tak hidup seperti air, udara

dan angin. Semua jenis ciptaan-Nya mengandung banyak manfaat dan pelajaran

yang harus kita teliti untuk lebih mengenal diri-Nya dengan ciptaan-Nya.

Makhluk hidup tersebut ada yang hidup didaratan dan di lautan. Makhluk hidup

yang berhabitat didaerah perairan yang kemudian dikenal dengan Fauna Akuatik.

Kehidupan beberapa jenis hewan di Laut meupakan salah satu bentuk interkasi

dalam sebuah ekosistem antara faktor biotik dan Abiotik. Allah berfirman dalam

Al-Quran:
27

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan
siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia,
dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia
hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala
jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan
bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum
yang memikirkan” (Q.S Al-Baqarah/2 : 164).

Dari ayat diatas, disebutkan bahwasanya Allah menciptakan langit dan

bumi ini dengan satu sistem ekologi yang terdiri dari unsur-unsur biotik dan

unsure biotik. Unsut abiotik adalah unsur-unsur kehidupan yang tidak hidup

seperti langit, awan, dan angin. Sedangkan unsur biotik terdiri dari berbagai

macam jenis makhluk hidup berupa tumbuhan dan hewan. Dan diantara dua unsur

tersebut saling berhubungan. Unsur abiotik akan berpengaruh terhadap unsur

biotik. Apabila ada kerusakan pada salah satu unsur tersebut, maka ekosistem ini

akan mengalami perubahan. Oleh karena itu, manusia diharapkan mampu untuk

menjaga ekosistem ini agar tetap stabil. Dan semua unsur-unsur yang terkandung

dalam suatu ekosistem merupakan bukti kekuasaan-Nya. Karenanya, fenomena

alam yang ada disekitar kita hendknya menjadikan kita lebih dekat dengan Allah

SWT (Al-Maragi, 1988).

Makhluk hidup yang diciptakaan-Nya mempunyai manfaat yang bisa di

gunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Salah satunya adalah jenis-jeniskan


28

yang bisa dikonsumsi oleh manusia yang terdapat didaerah tumbuhnya hutan

mangrove (payau). Hal ini telah dijelaskan di dalam Al-Qur’an untuk mengambil

manfaat dari hewan laut tersebut.

“Dan tiada sama (antara) dua laut; yang ini tawar, segar, sedap diminum dan
yang lain asin lagi pahit. dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan
daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu
memakainya, dan pada masing-masingnya kamu Lihat kapalkapal berlayar
membelah laut supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan supaya kamu
bersyukur” (Q.S al-Fathir: 12).

Menurut Al-Maragi (1988), ayat diatas menjelaskan tentang tanda-tanda

keesaaan dan kebesaran kekuasaan-Nya dengan menciptakan hal-hal yang sama

namun mempunyai fungsi yang berbeda. Seperti diciptakannya air. Allah

menciptakan air ada yang tawar dan ada yang asin. Air tawar berfungsi untuk

diminum, mengairi sawah.sedangkan air asin digunakan untuk berlayar

kapalkapal besar.

Biota laut yang diciptakan Allah mempunyai tingkat keanekaragaman

yang sangat tinggi, dengan ciri-ciri dan pola hidup yang berbeda. Ada 6 Filum

fauna yang hi dup didaerah perairan. Ini menunjukkan bahwa tingkat

keanekaragaman fauna akuatik sangat tinggi, seperti jenis kerang-kerangan, ikan,

gastropoda, crustacea dan lain sebagainya. Ciptaan Allah yang demikian

dimaksudkan agar kita lebih mengetahui bahwasanya Allah-lah yang maha kuasa

sebagaimana firmannya dalam surat An-Nur ayat 45.


29

“Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari
hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua
kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan
apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu”(An-Nur :45).

Ayat diatas menjelaskan tentang kebesaran kekuasaannya. Dia

membuktikannya dengan menerangkan ihwal langit dan bumi serta peninggalan

alam yang tinggi. Dan setiap hewan yang melat yang ia ciptakan berasal dari air

yang merupakan bagian dari materinya. Hal ini disebabkan karena tingkat

kebutuhan hewan terhadap air sangat tinggi. Dan didalam ayat tersebut Allah

menjlaskan tentang berbagai mcam jenis hewan. Ada beberapa hewan yang

berjalan diatas perutnya seperti jenis-jenis reptil, dan ada pula yang berjalan diatas

empat kaki seperti unta, lembu, kambing dn kerbau. Perbedaan hewan-hewan ini

dalam anggita, kekuatan, ukuran badan dan tingkah lakunya mesti diatur oleh

pengatur yang maha Bijaksana, yang mengetahui segala ihwal dan rahasia

penciptaannya. Tidak ada sekecil apapun dimuka bumi dan langit yang tidak ia

ketahui (Al-Maragi, 1988).

Anda mungkin juga menyukai