Produk berinovasi dan berteknologi yang selalu berkembang adalah produk pada
manajemen kantong stoma. Stoma merupakan hasil dari tindakan pembedahan untuk
mempertahankan fungsi eliminasi urin dan fekal yang dikarenankan disebabkan oleh suatu
kondisi penyakit tertentu seperti pada kanker kolorektal. Kanker kolorektal merupakan jenis
kanker terbanyak urutan kedua di Kanada dan Amerika Serikat ((American Cancer Society,
2009) sehingga saat ini menjadi perhatian utama karena dapat terkena di usia muda yang
disebabkan oleh perubahan pola makan yang rendah serat dan tinggi lemak. Sehingga pada
pasien yang dilakukan tindakan pembedahan stoma akan mengalami perubahan fisiologis dan
psikologis dalam melakukan perawatan stoma. Oleh sebab itu, dibutuhkan peran perawat dalam
memberikan pendidikan kesehatan mengenai perawatan stoma yang baik dengan menggunakan
produk modern berinovasi untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Perawat sebelum memberikan pendidikan kesehatan pada pasien mengenai perawatan
stoma harus menguasai mengenai cara menggunakan produk tersebut sehingga pasien dapat
merasakan manfaatnya. Perawat membutuhkan pelatihan mengenai keterampilan klinik dan
peningkatan pengetahuan dalam melakukan perawatan stoma sehingga dengan berkembangnya
produk berteknologi pada perawatan stoma dapat memenuhi kebutuhan perawat akan
pengetahuan dan keterampilan tersebut. Sehingga pengembangan teknologi pun dapat digunakan
pada kantong stoma modern pada pasien kanker kolorektal sehingga memudahkan pasien dalam
melakukan perawatan stoma secara mandiri.
Kejadian kanker kolorektal saat ini meningkat dengan tajam dan merupakan satu dari indikasi
dilakukan tindakan pembedahan stoma. Menurut penelitian Kanker United Kingdom pada tahun
2010, sekitar 38.610 pasien terdiagnosis kanker kolon pada tahun 2007 dimana hasil tersebut
menunjukkan lebih dari 100 orang per hari terdiagnosis kanker kolon. Kolostoma merupakan
suatu lubang (mulut) yang terbuka dari kolon dimana stoma tersebut dapat bersifat sementara
atau menetap. Total jumlah pasien dengan stoma tidak diketahui dengan pasti, namun
diperkirakan sekitar 100.00 orang yang dilakukan indikasi pemasangan stoma pada umumnya
disebabkan oleh kanker kolorektal, kanker kandung kemih, koliis ulseratif, penyait Crohn,
diverticulitis, obstruksi, inkontinensia urin dan fekal, dan trauma.
Pasien yang terdiagnosis dengan kanker kolorektal dan dilakukan tindakan operatif
kolostomi harus menerima kondisi tubuhnya dengan penyesuaian dan rehabilitasi setelah
dilakukan tindakan operatif. Sehingga, perawat sebagai pemberi edukasi dan dukungan konseling
memerlukan keterampilan yang professional dan pengetahuan yang komprehensif dalam
perawatan stoma. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Gemmill (2011) menunjukkan 30%
perawat sangat setuju dengan pernyataan bahwa perawat peduli pada pasien dengan stoma yang
ditunjukkan dengan menjaga keterampilan perawatan stoma dengan cukup baik. Perawat
menjaga kemampuan dengan cara mengajarkan dan mendemonstrasikan perawatan stoma yang
komplek yang bergantung pada kemampuan yang didapat dari pendidikan dan keterampilan
klinik. Perawat mengidentifikasikan bahwa kurangnya kesempatan untuk merawat pasien ostomy
baru mempengaruhi kemampuan mereka untuk menjaga keahlian linik dalam perawatan stoma.
Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan adanya kebutuhan perawat untuk mengeksplorasi
produk berteknologi dengan menggunakan strategi pengajaran yang kreatif seperti simulasi
klinik dan video pendek.
Beberapa pasien akan terganggu baik fisiologis dan psikologis saat mereka divonis untuk
membutuhkan tindakan stoma. Hal ini dikarenakan pasien akan berduka karena kehilangan
fungsi eliminasi normal dan kehilangan citra tubuh untuk beberapa waktu. Hal ini sangat penting
bagi professional kesehatan khususnya perawat sebagai pemberi edukasi dan pemberi
dukungan untuk bekerja sama dengan pasien dan keluarga dalam manajemen perawatan stoma
sehingga memberikan efek yang baik untuk perubahan citra tubuh. Pasien dengan stoma akan
mengalami perubahan hidup dan harus mengahadapi stigma baik dari keluarga, masyarakat, atau
teman kerja untuk mengatasi pembuangan fekal yang tidak terkontrol, aktivitas yang dibatasi,
tidak dapat mengontrol flatus, malu, takut bau, gangguan citra tubuh, dan keterbatasan dalam
melakukan aktivitas seksual. Hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien dengan
stoma.
Penelitian pada jurnal yang berjudul Colostomy, management and quality of life for the
patient yang dilakukan oleh Swan (2010) mendiskusikan mengenai manajemen perawatan
kolostomi dengan menggunakan produk inovasi berteknologi pada kantong stoma . Usus besar
memiliki fungsi untuk membuang sampah sisa metabolisme, menyerap air, elektrolit, dan nutrisi,
menjaga keseimbangan cairan, dan menyerap absorpsi vitamin esensial. Dengan tidak adanya
spinkter untuk menjaga kontinensia, maka pasien diliputi rasa ketakutan terhadap aliran fekal
yang terjadi sewaktu-waktu tanpa bisa dikendalikan. Produk hasil dari interdisiplin ilmu ini
menghasilkan kantong stoma yang dapat diganti selama lebih dari 12 jam. Hal ini sangat
membantu pasien dengan end stoma untuk menjalani kehidupan sehari-hari seperti dapat
melakukan perjalanan keluar rumah dan dapat melakukan secara mandiri.
Peran perawat dalam perawatan stoma sangat penting dalam memberikan edukasi
terhadap pasien dengan stoma. Hal ini dikarenakan pasien stoma membutuhkan koping yang
adaptif untuk menerima kondisi tubuhnya. Perlunya pengetahuan yang komprehensif mengenai
perawatan stoma sangat dibutuhkan oleh perawat. Oleh karena itu, perkembangan teknologi
terkait stoma pada Vitala Continence Care Device perlu diketahui agar dapat diaplikasikan.
Perawat perlu mengajarkan pasien dengan stoma bagaimana mengatur kolostomi mereka
dengan irigasi kolon. Cara ini merupakan cara konvensional dan membutuhkan waktu lama
sekitar 40 menit selama 1 x per hari. Cara irigasi kolon adalah memasukkan selang ke dalam
stoma menggunakan air steril. Kesulitan tersebut dapat diatasi dengan menggunakan produk
Vitala CCD. Produk ini memiliki suatu wadah yang dapat dimasukkan dalam stoma sehingga
dapat memperlambat aliran feses. Wadah ini akan memberikan ostomate suatu pilihan untuk
mengganti waktu selama beberapa waktu untuk dibuang yang dapat diatur sehingga mudah
digunakan tanpa menggunakan air steril dan dapat mengurangi bau fekal. Sehingga produk ini
dapat meningkatkan kualitas hidup ostomates dengan mengurangi bau pada fekal dan dapat
membuang kantong fekal yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan ostomates.
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351543-PR-Manggarsari.pdf
Survey Morbiditas Diare tahun 2010 yang dilakukan oleh Kementrian Kesehatan RI, didapatkan
pada tahun 2000 angka kematian balita akibat diare di Indonesia 2 adalah 1.278 per 1000 turun
menjadi 1.100 per 1000 pada tahun 2003 dan naik lagi pada tahun 2006 kemudian turun pada
tahun 2010. Menurut Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 di Indonesia
penyebab terbanyak kematian bayi atau anak usia < 1 tahun adalah diare (31,4%) dan pneumonia
(23,8%), dimana pada anak balita diperoleh hasil yang sama yaitu terbanyak adalah diare
(25,2%) dan pneumonia (15,5%). 14 provinsi di Indonesia mempunyai prevalensi diare di atas
prevalensi nasional, dengan prevalensi tertinggi terjadi di Aceh dan terendah di Yogyakarta. Di
Aceh pada tahun 2008 proporsi kasus diare pada balita mencapai 44,5% yaitu dengan jumlah
58.116 kejadian, sedangkan pada tahun 2007, 44,3%. Berdasarkan jenis diare didapatkan
persentase diare di Aceh yaitu diare akut (80,8%), diare melanjut (12,5%), dan diare persisten
(6,7%) (Sulaiman Yusufet al.,2010). Di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam kurun
waktu 3 tahun yakni dari tahun 2001 sampai dengan 2003 secara keseluruhan terjadi peningkatan
kasus diare yang sangat tinggi yakni 3,9 per 1000 pada tahun 2001 dan 15,1 per 1000 pada tahun
2003 (Depkes RI, 2004a). 3 Selain sebagai penyebab kematian langsung, masalah lain yang
berkaitan dengan diare yaitu penyakit penyerta (malnutrisi protein energi, bronkopneumonia,
sepsis dan lainnya), dan diare yang berlanjut (persisten). Diperkirakan 3-10% anak dengan
penderita diare akut di negara berkembang akan berlanjut menjadi diare persisten (Suharyonoet
al., 1989) Diare persisten mencakup 3–20% dari seluruh episode diare pada balita. Insidensi
diare persisten di beberapa Negara berkembang berkisar antara 7-15% setiap tahun dan
menyebabkan kematian sebesar 36–54% dari keseluruhan kematian akibat diare(WHO, 1988).
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf