Anda di halaman 1dari 16

Tugas Rutin

HUBUNGAN KRISIS POLITIK, EKONOMI, DAN SOSIAL


DENGAN RUNTUHNYA PEMERINTAHAN ORDE BARU
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mata Kuliah Sejarah Indonesia Periode Orde Baru
Sampai Reformasi

Oleh
Devyana Pratiwi (3183321004)
Iren Sintia Br. Pelawi (3182121010)

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021

1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena telah mendukung dan
mendorong niat penyusun untuk memenuhi tugas rutin mata kuliah Sejarah Indonesia
Periode Orde Baru Sampai Reformasi.
Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dosen Pengampu dalam
mata kuliah Sejarah Indonesia Periode Orde Baru Sampai Reformasi yang telah
mempercayakan kami untuk mengumpulkan beberapa sumber yang dapat dijadikan
informasi dalam menyelesaikan tugas mata kuliah tersebut.
Dalam penyusunan tugas rutin ini, kami merasa masih terdapat banyak
kekurangan maupun kesalahan dalam kalimat-kalimat serta kesalahan materi yang
disampaikan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan tugas rutin ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Medan, November 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................i


DAFTAR ISI ..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................1
a. Latar Belakang .....................................................................................1
b. Rumusan Masalah ................................................................................1
c. Tujuan ..................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3
a. Krisis Politik ........................................................................................3
b. Krisis Ekonomi.....................................................................................4
c. Krisis Sosial .........................................................................................7
BAB III PENUTUP ........................................................................................12
a. Kesimpulan ..........................................................................................12
b. Saran ....................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan salah satu negara didunia yang memiliki sejarah
yang panjang dalam proses perkembangannya, termasuk dalam system
pemerintahannya. Pasca kemerdekaan indonesia, dengan dibawah
kepemimpinan Ir. Soekarno lebih dikenal dengan pemerintahan orde lama.
Jatuhnya kepemimpinan Ir. Soekarno dan naiknya Soeharto menjadi presiden
Indonesia menjadi babak baru bagi perkembangannya yang dikenal dengan masa
orde baru.
Orde baru merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk memisahkan
antara kekuasaan soekarni (orde lama) dengan masa soeharto. Setelah orde baru
memegang kekuasaan dan mengendalikan pemerintahan, muncul suatu
keinginan untuk terus menerus mempertahankan status. Hal ini menimbulkan
ekses-ekses negarif. Akhirnya berbagai penyelewengan dan penyimpangan dari
nilai-nilai pancasila dan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam UUD 1945,
banyak dilakukan oleh pemerintahan orde baru. Penyelewengan dan
penyimpangan yang dilakukan itu direkayasa untuk melindungi kepentingan
penguasa, sehingga hal-hal tersebut selalu dianggap benar walaupun sebenarnya
merugikan rakyat. Penyelewengan dan penyimpangan yang terjadi pada masa
orde baru menjadi pemicu runtuhnya pemerintaha orde baru.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana hubungan antara krisis politik dengan runtuhnya pemerintahan
orde baru ?
2. Bagaimana hubungan antara krisis ekonomi dengan runtuhnya pemerintahan
orde baru ?
3. Bagaimana hubungan antara krisis sosial dengan runtuhnya pemerintahan
orde baru ?

1
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui hubungan antara krisis politik dengan runtuhnya
pemerintahan orde baru.
2. Untuk mengetahui hubungan antara krisis ekonomi dengan runtuhnya
pemerintahan orde baru.
3. Untuk mengetahui hubungan antara krisis sosial dengan runtuhnya
pemerintahan orde baru.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. KRISIS POLITIK
Proses politik pada masa Soeharto tidak transparan pola kaderisasi masih
bersifat nepotisme, hingga tidak menjamin jenjang karir yang jelas bagi aktivis
politik. Transparansi proses pengambilan keputusan sangat tidak jelas, segala hal
dapat berlangsung secara mendadak sesuai keinginan pemerintah.
Penyimpangan masa Orde Baru terlihat juga pada tindakan Soeharto dalam
memerintah bangsa Indonesia. Demokratisasi di Indonesia pada masa Orde Baru
masih belum terlaksana secara utuh.
Dilihat dalam tatanan pemerintah pelaksanaan demokrasi pancasila
belum berjalan dengan murni. Pemusatan kekuasaan itu meliputi bidang politik,
ekonomi, hukum, sosial dan budaya. Pada bidang politik pemerintah memegang
kendali kekuasaan atas lembaga legislative (MPR/DPR), ABRI, dan partai
politik utamanya Golkar. Di bidang ekonomi kekuasaan pemerintah terlihat pada
monopoli usaha keluarga dan kroni Presiden Soeharto. Selain itu, di bidang
hukum pemerintah juga mengendalikan kekuasaan kehakiman termasuk
kekuasaan yudikatif, kemudian di bidang sosial, kekuasaan yang terpusat
ditunjukan oleh adanya pola patron-klien dalam organisasi kemasyarakatan.
Sedangkan di bidang budaya terlihat dari kebiasaan untuk memperoleh
arahan dari atas dan feodalisme ((Eka,dkk dalam) Salim dalam Gautama dan
Boediono, 1998:34). Di bidang bisnis, Presiden memilih Direktur Utama Badan
Usaha Milik Negara (BUMN), kebijakan yang penting dari BUMN tersebut juga
menunggu persetujuan Presiden (Eka,dkk dalam Adam, 2009:50).
Masyarakat merasa pemerintah Orde Baru mengabaikan demokrasi dan
kebebasan dalam berpendapat, tidak ada pembelaan hak asasi manusia. Pers
tidak dapat bergerak bebas karena dicekal oleh Presiden Soeharto apabila
mencoba mengkritik kebijakan pemerintahan Orde Baru. Buku-buku dilarang
beredar jika tidak sesuai dengan kebijakan pemerintah. Banyak pengarang dan
penerbit buku menjadi korban atas tindakan pemerintah melalui Jaksa Agung.
Tindakan ini menghalang munculnya para pengarang yang kreatif dan jenius.

3
Pemerintah memberikan ruang gerak yang sangat terbatas bagi
masyarakat. Hal ini dapat dengan mudah dilakukan oleh pemerintah Orde Baru
karena sistem pemerintahannya yang bersifat sentralistis. Semua bidang
kehidupan berbangsa dan bernegara di atur secara sentral dari pusat pemerintah,
sehingga peranan pemerintah pusat sangat menentukan dalam berbagai bidang
kehidupan masyarakat baik bidang sosial, ekonomi dan politik nasional (Eka,
dkk dalam Gaffar, 2000:35). Pemerintahan Soeharto mempunyai salah satu ciri
politik yang khas yaitu meluasnya KKN. Soeharto dengan leluasa memanfaatkan
hasil-hasil pertumbuhan dan pembangunan (Eka, dkk dalam Sahdan, 2004:147).
Maraknya praktek KKN dalam tubuh birokrasi, lembaga- lembaga
negara dan perusahaan negara yang dilakukan oleh kroni dan keluarga Soeharto
menambah tingkat kesenjangan sosial semakin meningkat dalam masyarakat.
Kesenjangan ini terjadi karena fasilitas yang diberikan pemerintah kepada
pengusaha rakyat biasa tidak sama dengan fasilitas yang diberikan kepada kroni
dan keluarganya sehingga menyebabkan kecemburuan sosial (Eka, dkk dalam
Urbaningrum, 1999:4).
Mahasiswa sangat prihatin saat melihat ketidakadilan yang terjadi di
masyarakat. Keadaan ini memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk
melakukan protes secara radikal terhadap pemerintahan Orde Baru.
Penyampaian protes ini dilakukan dengan cara demonstrasi. Aksi-aksi yang
dilakukan mahasiswa ini berlangsung di berbagai kota seluruh Indonesia (Eka,
dkk dalam Sanit, 1999:173).
B. KRISIS EKONOMI
Krisis moneter yang melanda Thailand pada awal Juli 1997 merupakan
permulaan peristiwa yang mengguncang nilai tukar mata uang negara-negara di
Asia seperti Malaysia, Filipina, dan juga Indonesia. Turunnya nilai tukar rupiah
terhadap dollar AS mengakibatkan mahalnya harga-harga bahan pokok di pasar,
banyaknya PHK, meningkatnya angka pengangguran dan meningkatnya tindak
kriminalitas dalam masyarakat. Rupiah yang berada pada posisi nilai tukar
Rp2.500/US $ terus mengalami kemerosotan hingga 9 persen. Melemahnya nilai
tukar rupiah tersebut menjadi perhatian khusus Presiden Soeharto. Meskipun
demikian, Presiden masih menyatakan keyakinannya bahwa Indonesia mampu

4
menahan krisis yang bermula dari Thailand tersebut . Merosotnya nilai mata
uang rupiah yang pada bulan Oktober 1997 berada di posisi Rp4.000 /US $,
pada bulan Januari 1998 rupiah terus melemah hingga level sekitar Rp 17.000
US $ (Eka, dkk dalam Poeponegoro dan Notosusanto, 2009:665)
Untuk mengatasi krisis ekonomi ini seluruh sektor publik melancarkan
berbagai macam kebijakan seperti, Gerakan Cinta Rupiah (Gentar), Gerakan
Nasional Cinta Indonesia (Genta), Gerakan Cinta Pasar Modal, Gerakan Cinta
Reksa Dana dan kebijakan Menteri Keuangan Mar’ie Mohammad
mencantumkan harga dalam denominasi rupiah sebagai dasar transaksi di
wilayah Indonesia. (Eka, dkk dalam Sahdan, 2004:255-258).
Pemerintah RI mulai Oktober 1997 meminta bantuan IMF Karena
tekanan US$ terhadap Rupiah semakin menguat (Eka,dkk dalam Sahdan,
2004:259-260). Perjanjian pertama dengan IMF pada tanggal 30 Oktober 1997,
ternyata perjanjian ini tidak mendapat hasil yang memuaskan. Keadaan krisis
ekonomi bertambah parah.
Presiden Soeharto terpaksa menuruti nasihat Bill Clinton di Washington,
Helmut Kohl di Bonn, dan Hashimoto Ryutaro di Tokyo yang melakukan
pembicaraan di telepon, serta mendapatkan kunjungan Goh Chok Tong dari
Singapura, yang semuanya mendesak Soeharto untuk menerima proposal
reformasi IMF. Tanggal 15 Januari, Soeharto tampaknya menuruti nasihat
tersebut dengan menandatangani perjanjian IMF (Eka, dkk dalam Ricklefs,
2005:651)
Nilai tukar rupiah yang terus menurun hingga mencapai Rp 17.000 per
US$ memaksa Presiden Soeharto menandatangani LoI untuk yang ketiga kalinya
pada tanggal 10 April 1998. Meskipun kesepakatan dengan IMF berjalan terus
sebagai upaya pemulihan krisis, tetapi krisis terus berjalan
sehingga menghancurkan sendi-sendi perekonomian nasional yang sudah
dibangun selama 30 tahun (Eka, dkk dalam Sahdan, 2004:269).
Kondisi perekonomian Indonesia yang semakin memburuk merupakan
kegagalan IMF di Indonesia yang tidak menjalankan tugas dan fungsinya.
Kebijakan IMF di Indonesia mulai Oktober 1997 hingga turunnya Soeharto
menunjukkan kegagalan institusi ini menangani krisis ekonomi. Kegagalan IMF

5
sebenarnya bukan saja karena memberikan diagnosa dan resep yang salah
terhadap krisis ekonomi Indonesia bukan juga kesalahan dalam membaca peta
sosial politik Indonesia tapi IMF menginginkan adanya pergantian
kepemimpinan di Indonesia.
Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia merupakan malapetaka bagi
kekuasaan Soeharto, karena adanya krisis ekonomi Soeharto kehilangan sumber
potensial untuk memperkuat legitimasi bagi kekuasaannya karena pemerintahan
Soeharto selama berkuasa hanya mengandalkan legitimasi kinerja ekonomi
bukan legitimasi moral dan prosedural, maka krisis ekonomi merupakan pemicu
utama menurunnya legitimasi Soeharto.
Paradigma trickle down effect atau efek menetas ke bawah untuk
pemerataan ekonomi merupakan formula andalan Orde Baru dalam
pembangunan ekonomi nasional ternyata amat rentan dan tidak kokoh.
Paradigma tersebut tidak dapat dinikmati oleh rakyat banyak “kue pembangunan
nasional” lebih banyak dinikmati oleh segelintir orang, terutama orang yang
memegang akses ekonomi dan politik di tingkat nasional, ini menyebabkan
kesenjangan sosial ekonom cukup besar sehingga rakyat kecewa terhadap
pemerintahan presiden Soeharto (Eka, dkk Urbaningrum, 1999:42).
Soeharto kehilangan kepercayaan dari rakyat sehingga terjadi protes
sosial yang meluas. Rakyat menuntut agar Soeharto segera turun dari
jabatannya. Gerakan sektor massa yang massif dan berskala besar ini
menimbulkan kepanikan di tingkat elite yang dekat dengan Soeharto sehingga
mereka lari meninggalkan Soeharto sendiri menghadapi massa yang semakin
besar. Protes sosial yang meluas merupakan ungkapan kekecewaan massa
terhadap berbagai kebijakan dan tindakan politik yang dibangun Soeharto
selama berkuasa yang selalu menghalau dan menyingkirkan massa (Eka, dkk
dalam Sahdan, 2004:244).
Sehingga dari gambaran yang telah dijelaskan di atas maka dapat kita
simpulkan bahwa hubungan krisis ekonomi dengan runtuhnya pemerintahan
masa Orde Baru adalah karena begitu kacaunya keadaan ekonomi pada masa
pemerintahan Soeharto sehingga masyarakat tidak percaya lagi terhadap

6
kepemimpinan Soeharto dan eadaan ini membuat masyarakat menjadi lebih
agresif dan mudah marah sehingga banyak terjadi tindak kriminalitas.
C. KRISIS SOSIAL
Kejatuhan pemerintahan soekarno disebabkan oleh aksi mahasiswa yang pada
saat itu menyuarakan tiga tuntutan rakyat (Tritura). Momentum tersebut seolah
berulang pada tahun 1998 saat mahasiswa berdemonstrasi agar presiden soeharto
turun dari jabatannya dan melaksanakan agenda reformasi. Krisis sosial yang
terjadi pada masa orde baru adalah maraknya demonstrasi yang dilakukan
mahasiswa-mahasiswa dikota-kota besar. Penyebab dari terjadinya demonstrasi
yang dilakukan mahasiswa adalah rasa kekecewaan terhadap pemerintah orde
baru serta terjadinya krisis ekonomi yang melanda indonesia.
Dalam sebuah rapat di Bina Graha Jakarta, Presiden Soeharto bersama Radius
Prawiro menyatakan bahwa utang luar negeri di Indonesia mencapai 63.262 miliar
dollar Amerika Serikat. Angka ini baru yang dibebankan bagi negara, jumlah
utang luar negeri sektor swasta Indonesia pun mencapai miliaran dollar Amerika
Serikat. Efek domino dari kondisi kejatuhan ekonomi langsung berdampak pada
kehidupan masyarakat. Tingginya harga barang dan inflasi pun tak terelakan.
Rakyat menjadi cukup sulit memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Bahkan, rakyat
harus mengantri untuk mendapatkan sembako dengan harga murah, karena harga
standar yang dijual di pasar sudah tak terjangkau lagi oleh daya beli masyarakat.
Menurunnya pamor pemerintahan Orde Baru telah dimulai semenjak
penandatanganan Soeharto mengenai perjanjian pemberian dana bantuan IMF
pada Medio 1997. Pemberian dana bantuan ini sebenarnya mengandung
kelemahan utama bagi Indonesia, dan hal ini disadari betul oleh rakyat pada saat
itu. Masyarakat beserta mahasiswa melihat bahwa hal ini akan berdampak pada
makin menumpuknya utang Indonesia kepada luar negeri. IMF tidak hanya
memberi bantuan dana semata, akan tetapi IMF memberikan bantuan dengan
persyaratan tajam kepada Indonesia yang menyangkut dalam 4 bidang utama,
yaitu pengetatan kebijakan fisikal, penghapusan subsidi, menutup 16 bank di
Indonesia, dan memerintahkan bank sentral untuk menaikkan tingkat suku bunga.
Hal ini harusnya dipikirkan mendalam oleh pemerintah sebelum menyepakati
perjanjian bantuan dana tersebut. Alhasil, dampaknya tidak terwujud dalam

7
perbaikan ekonomi nasional yang signifikan, melainkan makin berdampak buruk
bagi masyarakat Indonesia yakni melambungnya jumlah penduduk Indonesia
yang hidup di bawah garis kemiskinan meningkat yang dari 20 juta orang sampai
ke angka 80 juta orang. Jutaan orang juga kehilangan pekerjaan akibat penutupan
bank-bank nasional dan sektor usaha karena tidak mendapatkan suntikan dana dari
pemerintah. Krisis ekonomi pun makin bertambah parah. Melihat kondisi
kehidupan sosial seperti ini, banyak pihak yang menginginkan perubahan.
Mahasiswa merupakan salah satu kelompok sosial masyarakat yang paling vokal
dalam menyuarakan perbaikan struktur pemerintahan pada saat itu.
Berbagai aksi-aksi yang digelar mahasiswa beserta elemen masyarakat mulai
bermunculan sejak Pebruari 1998 dan mencapai puncaknya bulan Mei. Tindakan
mahasiswa tersebut merupakan salah satu wujud kepedulian terhadap bangsa dan
negara indonesia. Berikut adalah aksi pelajar dan mahasiswa dalam menuntut
reformasi, diantaranya :
1. Aksi Mahasiswa Universitas Indonesia (Jakarta)
Mahasiswa Universitas Indonesia (UI) melakukan aksi pertamanya pada
19 februari 1998, tiga bulan sebelum presiden soeharto turun dari
jabatannya. Aksi tersebut bertempat dipelataran parkir fakultas sastra UI.
Aksi tersebut berhasil mengundang 1.000 – 2.000 mahasiswa UI dari
berbagai fakultas dengan melibatkan instusi formal. Mereka mengutarakan
permintaan kepada presiden soeharto secara sadar dan damai agar
mengundurkan diri karena telah gagal menjalankan amanat rakyat.
Keesokan harinya, aksi mahasiswa masih berlanjut. Aksi ini diikuti
sekiranya 10.000 orang yang berkeliling kampus dan berakhir didekat
gerbang masuk UI. Aksi mahasiswa tersebut menyampaikan aspirasinya
melalui baliho besar yang dipasang didepan mako resimen mahasiswa UI
yang bertuliskan, “turunkan harga!”, “hapuskan monopoli, korupsi, dan
kolusi!”, “tegakkan kedaulatan rakyat!”, ”tuntut suksesi kepemimpinan
nasional!”, “mahasiswa dan rakyat bersatulah!, dan mulai saat itu terpasang
tulisan “kampus perjuangan rakyat” tepat dibawah lambang UI.
2. Aksi Mahasiswa Di Yogyakarta

8
Unjuk rasa mahasiswa Yogyakarta menuntut reformasi berakhir dengan
bentrokkan di jalan gejayan. Peristiwa tersebut dikenal dengan tragedy gejayan.
Peristiwa ini berawal dari unjuk rasa mahasiswa beberapa perguruan tinggi
diyogyakarta pada 8 mei 1998, seperti Institut Sains dan Teknologi Akprind,
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS), Universitas Gadjah Mada,
Universitas sanata dharma, dan IKIP Negeri Yogyakarta.
Demonstrasi mahasiswa di Yogyakarta berlangsung tertib. Mereka
menyampaikan keprihatinan terhadap kondisi bangsa indonesia. Para mahasiswa
juga menolak soeharto sebagai presiden kembali, memprotes kenaikan harga,
dan mendesak segera dilakukan reformasi. Menjelang sore hari para demonstran
bergerak menuju kampus UGM untuk melakukan unjuk rasa. Akan tetapi, aparat
keamanan tidak mengizinkan aksi unjuk rasa tersebut. Akhirnya, terjadi bentrok
antara mahasiswa dan aparat keamanan yang berlangsung hingga malam hari.
Bentrok tersebut menyebabkan ratusan korban luka dan satu mahasiswa
Universitas Sanata Dharma yaitu Moses Gatotkaca meninggal dunia.
3. Aksi Mahasiswa Di Bandung
Aksi demontrasi di bandung dipelopori oleh mahasiswa Universitas
Padjajaran (Unpad) dan Institut Teknik Bandung (ITB). Selanjutnya, puluhan
mahasiswa se-bandung raya bersatu dalam forum mahasiswa bandung dengan
menjadikan aula sanusi hardjadinata, Unpad sebagai seketariat bersama. Ribuan
mahasiswa dan rakyat bergabung dan berjalan melakukan long march menuju
lapangan gasibu dan gedung sate. Aksi mahasiswa ini menyuarakan tuntutan
reformasi ekonomi dan politik yang bermuara pada tuntutan pergantian nasional.
4. Aksi Mahasiswa Di Surakarta
Aksi mahasiswa di Surakarta dipelopori oleh mahasiswa sebelas maret
(UNS) dan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Aksi tersebut dipicu
oleh demontrasi diwilayah Jakarta dan Yogyakarta. Gelombang demonstrasi
mahasiswa Surakarta tersebut menuntut presiden soeharto turun dari jabatannya.
Aksi yang dilakukan oleh mahasiswa kampus UNS bisa dibilang cukup berani
karena ketika kampus lain masih berdemonstrasi dihalaman kampus, mahasiswa
UNS justru sudah memulai aksi diluar kampus. Akibatnya terjadi bentrok
dengan aparat keamanan.

9
5. Aksi Mahasiswa Di Surabaya
Mahasiswa universitas airlangga (unair) Surabaya menggelar aksi
keprihatinan secara damai pada 8 april 1998. Aksi tersebut dijawab dengan
tindakan anarkis oleh aparat yang menyebabkan jatuhnya korban. Setelah
kejadian tersebut, hampir 20 ribu mahasiswa gabungan enam belas perguruan
tinggi di Surabaya menggelar aksi serupa di universitas 17 agustus Surabaya.
6. Aksi Mahasiswa Universitas Trisakti (Jakarta)
Mahasiswa Universitas Trisakti melakukan demonstrasi menuntut turunnya
presiden soeharto pada 12 mei 1998. Deminstrasi dilakukan didalam kampus
sesuai anjuran aparat. Pada perkembangannya mahasiswa menuntut untuk
berdemo didepan gedung DPR agar aspirasi mereka bisa langsung disampaikan
kepada pemerintah. Akan tetapi, demontrasi mahasiswa ini semakin tidak
terkendali sehingga aparat mengamankan mahasiswa menggunakan peluru tajam
yang menyebabkan empat mahasiswa trisakti menjadi korban. Keempat
mahasiswa tersebut yaitu elang mulia lesmana, heri hertanto, hafidin royan, dan
hendriawan sie. Peristiwa tersebut dikenal dengan tragedi Trisakti. Tanggal 13-
15 Mei 1998 diadakan aksi keprihatinan dan berkabung atas gugurnya
mahasiswa Trisakti. Kerusuhan yang terjadi tanggal 13-15 Mei 1998
menyebabkan lebih dari seribu orang tewas di Jakarta. Ratusan orang tewas
ketika mereka berusaha menjarah ratusan pusat-pusat pembelanjaan.
Tragedi trisakti menyebabkan terjadinya kerusuhan yang lebih besar dan
mengakibatkan kewalahan. Saat mencapai puncaknya pada tanggal 18 Mei 1998
saat mahasiswa menduduki gedung DPR RI. Ketika massa di luar gedung
melakukan aksi unjuk rasa menyampaikan tuntutannya, di dalam gedung DPR
pimpinan DPR dan fraksi-fraksi mengadakan rapat dengan mahasiswa yang
diwakili oleh Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se-Jabotabek (FKSMJ)
untuk membahas situasi bangsa (Soemardjan, 1999:175). Keputusan tersebut
diambil mengingat keadaan bangsa Indonesia semakin tidak terkendali dan
sangat membahayakan kesatuan bangsa. Siangnya masyarakat tiba-tiba
dikejutkan dengan pernyataan Harmoko yang sebelumnya sangat dikenal
sebagai pengikut setia Soeharto menyerukan kepada Presiden agar
mengundurkan diri demi persatuan dan kesatuan bangsa (Anderson, 1999:41).

10
Pukul 15.20 WIB, ketua DPR RI Harmoko yang didampingi para Wakil
Ketua DPR, yakni Ismail Hasan Metaareum (F-PP), Abdul Gafur (F-KP),
Fatimah Achmad (F-PDI), dan Syarwan Hamid (F-ABRI), menyatakan bahwa
sebaiknya presiden Soeharto lebih baik mengundurkan diri. Keesokan hari
tanggal 19 Mei 1998 pukul 09.00 di Gedung MPR/DPR diselenggarakan Rapat
Pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi untuk membahas soal permintaan
pimpinan DPR kepada Presiden Soeharto untuk mundur yang dikemukakan
Ketua DPR Harmoko. Pertemuan yang berlangsung selama lima jam ini
akhirnya pimpinan fraksi-fraksi mendukung permintaan pimpinan DPR kepada
Presiden Soeharto untuk mengundurkan diri secara hormat dan dilaksanakan
secara konstitusional (Luhulima, 2006:153).
Harmoko dan pimpinan MPR kembali meminta Soeharto untuk mundur
pada tanggal 20 Mei. Presiden Soeharto menolak mundur dari jabatannya
sehingga Harmoko memberi ultimatum kepada Soeharto, mundur pada hari
jum’at (22/5) atau menghadapi siding istimewa pada hari Senin (25/5). Soeharto
akhirnya mau menyerah setelah menerima jaminan bahwa keluarga dan hartanya
akan dilindungi. Akhirnya presiden soeharto mengundurkan diri pada 21 mei
1998.

11
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hal-hal yang telah disampaikan permasalahan-permasalahan
yang terjadi menjelang runtuhnya orde baru sangat berkaitan. Dimana terjadinya
krisis politik yang membuat pemerintah kehilangan kepercayaan dari rakyat
indonesia, krisis ekonomi dan moneter yang membuat rakyat tersiksa karena
lonjakan kenaikan harga sembako yang sangat tinggi. Hal tersebut membuat
masyarakat kecewa sehingga melakukan aksi-aksi demontrasi untuk
menyuarakan penurunan soeharto sebagai presiden indonesia.
B. SARAN
Peristiwa yang terjadi pada tahun 1998 adalah suatu hal yang menggores
pada benak masyarakat indonesia. Maka dari itu untuk menghindari hal-hal
semacamnya, pemerintah diharapkan mengawasi secara jujur jalannya
pemerintahan agar peristiwa pada masa orde baru tidak terulang lagi. Sebagai
pemimpin, janganlah mementingkan kepentingannya sendiri. Karena maju
mundurnya suatu negara tergantung bagaimana sikap pemimpinnya. Pemerintah
harus menindak tegas bagi para pejabat atau masyarakat yang melanggar hukum.

12
DAFTAR PUSTAKA

Kusumaningrum, Arin. 2019. Runtuhnya Orde Baru. Singkawang : PT. Maraga


Borneo Tarigas
Aprilia Eka, dkk. 2014, Berakhirnya Pemerintahan Presiden Soeharto Tahun 1998,
Jember: UNEJ

13

Anda mungkin juga menyukai