Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Remaja telah melalui proses pembinaan diri dalam waktu yang cukup lama,
sejak lahir sampai remaja. Waktu dan kondisi serta berbagai peristiwa yang
dilaluinya telah banyak membawa hasil dalam berbagai bentuk sikap dan modal
kelakuan. Dapat dibayangkan betapa veriatifnya sikap dan kelakuan itu karena
masing-masing telah terbina dalam berbagai kondisi dan situasi keluarga, sekolah,
dan lingungan yang berlainan satu sama lain.
Sikap keberagamaan adalah suatu kondisi diri seseorang yang dapat
mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai kadar ketaatannya terhadap agama.
Sikap keagamaan tersebut disebabkan oleh adanya konsistensi antara kepercayaan
terhadap agama sebagai unsur kognitif, perasaan terhadap agama sebagai unsur
efektif, dan perilaku terhadap agama sebagai unsur konatif. Dari sini dapat
disimpulkan bahwa sikap kegamaan merupakan integrasi secara kompleks antara
pengetahuan agama, perasaan agama, serta tindak keagamaan dalam diri
seseorang hal ini menunjukkan bahwa sikap keagamaan menyangkut atau
berhubungan erat dengan gejala kejiwaan.
Para ahli psikologi memang belum sepakat mengenai rentang usia remaja,
namun dalam bidang agama para ahli psikologi agama menganggap “bahwa
kemantapan beragama biasanya tidak akan terjadi sebelum usia 24 tahun”. Jadi
dilihat dari sudut pandang agama maka usia remaja berlangsung antara usia 13 –
24 tahun (zakiyah Darajat, 2003:85/Sururin, 2004:64)
Darimana rasa agama pada remaja muncul? Ide-ide agama, dasar-dasar
keyakinan dan pokok-pokok ajaran agama pada dasarnya telah diterima oleh
seorang anak pada masa anak-anak. Apa yang telah diterima dan tumbuh dari
kecil itulah yang menjadi keyakinan individu pada masa remaja melalui
pengalaman-pengalaman yang dirasakannya (Zakiyyah Darajat, 2003: 85-85).

1
2

1.2. Rumusan Masalah


Adapun beberapa rumusan masalah yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana perkembangan jiwa keagamaan pada remaja ?
2. Apa saja cirri-ciri perkembangan jiwa keagamaan pada remaja ?
3. Bagaimana sikap remaja terhadap agama ?
4. Bagaimana pembinaan agama pada remaja ?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui perkembangan jiwa keagamaan pada remaja
2. Untuk mengetahui ciri-ciri perkembangan jiwa keagamaan pada remaja
3. Untuk mengetahui sikap remaja terhadap agama
4. Untuk mengetahui pembinaan agama pada remaja
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan jiwa Agama pada Remaja


Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa remaja
menduduki tahap progresif. Dalam pembagian yang agak terurai masa remaja
mencakup masa pubertas dan nubilitas
Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada
para remaja terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan yang tampak pada para
remaja banyak berkaitan dengan faktor perkembangan tersebut. Perkembangan
agama pada para remaja di tandai oleh beberapa faktor perkembangan rohani dan
jasmaninya. Perkembangan itu antara lain menurut  W.Starbuck adalah:
a. Pertumbuhan pikiran dan mental
Ide dan dasar keyakinan  beragama yang di terima remaja  dari masa
kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik bagi mereka, sikap kritis ajaran
agama mulai timbul. Selain masalah agama merekapun sudah mulai tertarik
pada masalah kebudayaan, sosial, ekonomi dan norma-norma kehidupan
lainya.
Hasil penelitian Allport, Gillesphy, dan Young menunjukan :
1) 85% remaja katolik romawi tetap taat menganut ajaran agamanya.
2) 40% remaja protestan tetap taat terhadap ajaran agamanya
Dari hasil ini di nyatakan selanjutnya, bahwa agama yang ajaranya yang
bersifat  konservatif lebih banyak berpengaruh bagi para remaja untuk taat
pada ajaran agamanya.
b. Perkembangan perasaan
Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja. Perasaan sosial,
mendorong remaja untuk menghayati perkehidupan yang terbiasa dalam
lingkunganya. Kehidupan religius akan cenderung mendorong dirinya lebih
dekat ke arah hidup yang religius pula. Sebaliknya, bagi remaja yang kurang
mendapat pendidikan dan siraman ajaran agama akan lebih mudah di
dominasi dorongan seksual. Masa remaja merupakan masa kematangan

3
4

seksual. Di dorong oleh perasaan ingin tahu dan perasaan super, remaja
lebih mudah terperosok ke arah tindakan seksual yang negatif
c. Pertimbangan sosial
Corak keagamaan para remaja juga di tandai oleh adanya pertimbangan
sioaial. Dalam kehidupan keagamaan mereka timbul konflik antara
pertimbangan moral dan material. Karena kehidupan duniawi lebih di
pengaruhi kepentingan akan materi, maka para remaja lebih cenderung
jiwanya untuk bersikap materialis. Hasil penyelidikan Ernest Harms
terhadap 1789 remaja amerika antara usia  18-29 tahun menunjukan bahwa
70% pemikiran remaja di tunjukan bagi kepentingan: keuangan,
kesejahteraan, kebahagiaan, kehormatan diri dan masalah kesenangan
pribadi lainya. Sedangkan masalah akhirat dan keagamaan hanya sekitar
3,6%, masalah  sosial 5,8%.
d. Perkembangan moral
Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan
usaha untuk mencari proteksi. Tipe moral yang juga terlihat pada para
remaja juga mencakupi:
1) Self-directive, taat terhadap agama atau moral berdasarkan
pertimbangan pribadi.
2) Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik.
3) Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan
agama.
4) Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral.
5) Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan moral
masyarakat.
e. Sikap dan minat
Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh di katakan
sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta
lingkungan agama yang mempengaruhi mereka (besar kecil minatnya).
5

Fase-fase perkembangan jiwa keagamaan pada Remaja antara lain :


1. Masa Pra-Remaja (usia 13-16 tahun)
Perkembangan jiwa agama pada masa ini bersifat berurutan mengikuti
sikap keberagamaan orang-orang yang ada disekitarnya. Secara singkat,
perkembangan jiwa agama anak-anak remaja di usia ini, yaitu:
a) Ibadah mereka karena dipengaruhi oleh keluarga, teman, lingkungan,
dan peraturan sekolah. Belum muncul dari kesadaran mereka secara
mandiri.
b) kegiatan keagamaan lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi emosional
dan pengaruh luar diri.
2. Masa Remaja Awal (usia 16-18 tahun)
Perkembangan jiwa agama pada usia ini adalah menerima ajaran dan
perilaku agama dengan dilandasi kepercayaan yang semakin mantap.
Kemantapan jiwa agama pada diri mereka disebabkan oleh beberapa hal,
yaitu:
a) Timbulnya kesadaran untuk melihat pada dirinya sendiri. Dengan
semakin matangnya organ fisik, psikis, dan pikiran maka remaja
semakin banyak merenungkan dirinya sendiri, baik kekurangan
maupun kelebihannya, serta persiapan-persiapan masa depannya.
Kesadaran ini akan mengarahkan mereka untuk berpikir secara
mendalam tentang ajaran dan perilaku agamanya.
b) Timbulnya keinginan untuk tampil di depan umum (sosial) guna
menunjukkan eksistensi diri dan belajar mengambil peran-peran
sosial. Termasuk dalam bidang keagamaan, remaja di usia ini
termotivasi untuk terlibat secara aktif, misalnya terlibat dalam
kegiatan remaja Masjid, mengajar di Taman Pendidikan Al-qur’an
(TPA) dan sebagainya. Keterlibatan mereka dalam kegiatan
keagamaan bukan sekedar mencari pahala atau menebus dosa, namun
lebih disebabkan karena keinginan yang kuat untuk mendapatkan
pengakuan dari lingkungan sekitarnya, dimana pengakuan tersebut
penting untuk membangun kepercayaan diri dan kepuasan batin
mereka.
6

c) Dengan semakin mantapnya jiwa keagamaan di usia ini dan dibarengi


dengan kedalaman ilmu agama, maka remaja akan semakin berusaha
meninggalkan segala bentuk bid’ah dan khurofat dalam beragama,
seperti datang ke dukun, belajar ilmu kebal, atau memakai jimat.
Mereka akan cenderung pada kegiatan keberagamaan yang bersifat
formal. Namun sebaliknya pada remaja yang kurang mendalam ilmu
agamanya dan kurang matang jiwa keagamaannya, mereka akan
cenderung memilih hal-hal negative yang bertentangan dengan
syari’at agama, misalnya dengan mendatangi dukun, atau memakai
jimat untuk kekebalan tubuh. Perilaku yang tidak rasional ini mereka
pilih sebagai salah satu upaya untuk mendapat pengakuan dari orang-
orang disekitarnya agar mereka dianggap hebat dan memiliki
kelebihan.
3. Masa Remaja Akhir (usia 18-21 tahun)
Perkembangan jiwa agama pada usia ini ibarat grafik yang bukan semakin
naik justru semakin menurun apabila dibandingkan dengan masa
sebelumnya. Jiwa agama remaja akhir semakin menurun dipengaruhi
oleh dorongan seksual yang kuat dari dalam diri mereka dan belum ada
kesempatan untuk menyalurkannya ditambah dengan rasionalisasi ajaran
agama yang semakin kuat serta realitas kehidupan masyarakat sekitarnya
yang sering bertentangan dengan norma-norma agama. Kondisi tersebut
menyebabkan jiwa agama yang sudah dipupuk sejak kecil akan
mengalami penurunan. Terkait dengan masalah ini, Dr. Al-Malighy dalam
salah satu laporan hasil penelitianya menemukan keraguan remaja dalam
beragama cenderung terjadi pada usia 17- 20 tahun. Beberapa
karakteristik perkembangan jiwa keagamaan remaja akhir;
1) Percaya terhadap kebenaran agama tetapi penuh keraguan dan
kebimbangan
2) Keyakinan dalam beragama lebih dipengaruhi oleh faktor rasioanl
daripada emosional
3) Pada masa ini mereka merasa mendapatkan kesempatan untuk
mengkritik, menerima, atau menolak ajaran agama yang sudah
7

diterima sejak kecil. Keraguan jiwa agama remaja semakin memuncak


ketika memasuki usia 21 tahun. Pada usia akhir remaja, seseorang
cenderung semakin tidak percaya sama sekali (mengalami peralihan)
terhadap Tuhan maupun ajaran agama yang diyakini sebelumnya. Hal
itu ditandai dengan:
1) Mengingkari terhadap Tuhan dan ingin mencoba mencari kepercayaan
lain, tetapi hati kecilnya menolak dan masih percaya pada Tuhan yang
sudah diyakini sebelumnya.
2) Jika pada usia sebelumnya, remaja tidak mendapatkan pondasi agama
yang kuat maka bisa mengarah pada perilaku atheis (menafikan
Tuhan)

2.2 Ciri-ciri perkembangan jiwa keagamaan pada remaja


Menurut Zakiyah masih ada beberapa patokan umum yang menjadi ciri
yang dialami oleh remaja dalam perkembangan jiwa keagamaannya, antara lain
sebagai berikut:
1. Pertumbuhan jasmani secara cepat telah selesai
Hal ini berarti bahwa dari segi jasmanianh mereka telah matang. Artinya
segala fungsi jasmaniah mulai atau telah dapat bekerja. Kekuatan jasmani
mereka dapat dianggap sama dengan orang dewasa demikian pula segi seks.
Mereka telah mampu berketurunan. Pertumbuhan jasmani dari luar dan
dalam yang telah matang itu akan mengakibatkan timbulnya dorongan seks,
yang perlu mendapat perhatian.
2. Pertumbuhan kecerdasan hampir selesai
Pada usia remaja, mereka telah mampu memahami hal-hal yang abstrak
dan sekaligus telah mampu mengambil kesimpulan abstrak dari sesuatu
yang bersifat indrawi. Sebagai akibat dari kematangan kecerdasan itu,
mereka selalu menuntut penjelasan yang masuk akal terhadap setiap
ketentuan hukum agam yang dibawakan kepadanya.
3. Pertumbuhan pribadi belum selesai
Hal ini berarti bahwa dalam usia ini, pribadi mereka masih mengalami
kegoncangan dan ketidak pastian. Dari segi jasmaniah mereka merasa cukup
8

matang dan seperti orang dewasa demikian pula dalam hal kecerdasan
mereka merasa telah mampu berfikir objektif dan dapat mengambil
kesimpulan. Pada masa muda digambarkan sebagai gerak peralihan dari cara
berfikir konkret ke cara berfikir proposisional. Akan tetapi mereka belum
mampu berdiri sendiri belum sanggup mencari nafkah untuk membiyayai
sendiri segala kebutuhannya.
4. Pertumbuhan jiwa sosial masih berjalan
Pada umur ini, mereka merasa betapa pentingnya pengakuan sosial bagi
remaja. Mereka kan merasa sangat sedih apabila diremehkan atau dikucilkan
dari masyarakat dan teman-temannya. Karena itu mereka tak mau
ketinggalan dari mode atau kebiasaan teman-temannya. Erik Erikson telah
menekankan sifat krisis pergulatan orang muda untuk menemukan identitas
dan mengutarakan kebutuhan untuk menyelesaikan perjuangan itu dengan
mendapatkan rasa cukup atas harga diri, peran untuk berhubungan dengan
orang lain. 
5. Keadaan jiwa agama yang tak stabil
Remaja pada umur-umur ini mengalami kegoncangan atau
ketidakstabilan beragama. Misalnya, mereka kadang-kadang sangat tekun
menjalankan ibadah tetapi pada waktu lain, enggan melaksanakannya
bahkan mungkin menunjukkan sikap seolah-olah anti agama.

2.3 Sikap Remaja terhadap Agama


Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan dapat dikatakan
sangat bergantung pada kebiasaan masa kecil dan lingkungan agama yang
mempengaruhi besar kecil mereka terhadap masalah keagamaan. 
Menurut Zakiah membagi siakap remaja terhadap masalah keagamaan
sebagai berikut:
a) Percaya turut-turutan
Sesungguhnya kebanyakan remaja yang percaya kepada tuhan dan
menjalankan ajaran agama adalah mereka yang terdidik dalam lingkungan
yang bergama, ibu bapaknya orang yang beragama, teman-teman dan
masyarakat sekelilingnya rajin beribadah. Oleh karena itu, merekapun ikut
9

percaya dan melaksanakan ibadah dan ajaran-ajaran agama, sekedar


mengikuti suasana lingkungan dimana dia hidup. Kepercayaan seperti inilah
yang disebut kepercayaan yang turut-turutan.
b) Percaya dengan kesadaran
Kesadaran atau semangat keagamaan pada masa remaja dimulai dengan
kecenderungannya untuk meninjau dan meneliti ulang cara ia beragama
dimasa kecil dulu. Oleh karena itu, ia tak mau lagi beragama sekedar ikut-
ikutan saja. Biasanya, semangat keagamaan itu tidak terjadi sebelum umur
17 atau 18 tahun. Semanagat keagamaan itu mempunyai dua bentuk yaitu
semangat positif dan semnagat kuratif. 
c) Percaya tetapi agak ragu-ragu (bimbang)
Kebimbangan remaja terhadap agama itu tak sama, antara satu dengan
lainnya sesuai dengan kepribadiannya masing-masing. Ada yang mengalami
kebimbangan ringan, yang dengan cepat dapat diatasi dan ada yang sangat
berat sampai membawanya berubah agama.
d) Tak percaya sama sekali (tak percaya kepada tuhan)
Ketidakpercayaan sama sekali kepada tuhan tidak terjadi sebelum umur
20 tahun. Mungkin saja, terjadi pengakuan dari seseorang remaja bahwa
ateis, tetapi ketika dianalisis dibalik keingkarannya itu tersembunyi
kepercayaan terhadap tuhan. Dalam hal seperti inilah kebanyakan remaja
dibawah umur 20 tahun mengaku atau menyangka ia tidak percaya kepada
tuhan, tetapi sesungguhnya pengakuan tersebut hanyalah proses atau
ketidakpuasan terhadap tuhan. 

2.4 Pembinaan Agama pada Remaja


Semua perubahan fisik yang begitu cepat pada masa remaja akan
menimbulkan kecemasan pada diri mereka, sehingga menyebabkan terjadinya
kegoncangan emosi, kecemasan, dan kekhawatiran. Bahkan keyakinan terhadap
agama yang sudah dipupuk dari kecil juga dimungkinkan akan mengalami
perubahan, karena mereka kecewa terhadap diri mereka sendiri dan lingkungan
sekitarnya yang sering melanggar norma-norma agama. Kepercayaan remaja
terhadap Tuhan kadang menguat dan kadang menjadi ragu dan berkurang, hal ini
10

bisa dilihat dalam aktivitas ibadah mereka yang terkadang sangat rajin dan
terkadang bermalas-malasan atau bahkan meninggalkan sama sekali. Perasaan
mereka kepada Tuhan sangat tergantung pada kondisi emosi mereka, terkadang
mereka merasa sangat butuh sekali kepada Tuhan terutama ketika berada dalam
kondisi yang mengkhawatirkan, misalnya ketika takut akan kegagalan atau takut
akan akibat dari dosa-dosa. Namun terkadang mereka merasa tidak membutuhkan
Tuhan lagi, terutama ketika sedang senang, bahagia, atau gembira.
Pemahaman terhadap dinamika psikologis remaja sangat diperlukan oleh
para orangtua dan guru terutama guru agama. Proses penanaman nilai-nilai agama
tidak bisa disamakan dengan masa sebelumnya, dimana ketika sebelum remaja
mereka masih cenderung imitave dan akan cenderung mematuhi segala himbauan
yang berupa perintah maupun larangan dengan tanpa melalui proses rasionalisasi.
Perkembangan intelektual remaja telah sampai pada kemampuan untuk
memahami hal-hal yang bersifat abstrak, yaitu pada usia 12 tahun dan mampu
mengambil kesimpulan yang abstrak dari realiats yang dia dengar atau dilihat.
Maka pendidikan agama tidak akan mereka terima begitu saja tanpa melalui
proses pemikiran dan pemahaman. Segala bentuk penjelasan yang pada usia anak-
anak akan mereka terima begitu saja tanpa banyak bertanya, akan berubah pada
usia remaja. Dimana anak remaja akan selalu mempertanyakan segala hal yang
diajarkan, terutama jika dirasa tidak masuk akal. Mereka akan banyak
mempertanyakan segala sesuatu yang bertentangan dengan cara berpikir mereka.
Oleh karena itu, orang tua dan guru agama dituntut untuk mampu menjelaskan
segala sesuatu yang terkait dengan ajaran agama secara kongkrit dan tidak
mendeskriminasikan remaja dengan doktrin-doktrin keagamaan yang mematahkan
rasa ingin tahu mereka. Misalnya dengan menggunakan dogmadogma pahala dan
dosa, atau dengan dogma surge dan neraka untuk menutup rasa penasaran mereka.
Segala pemahaman terhadap agama hendaknya bisa dijelaskan secara jelas dengan
tidak menutup proses dialogis dengan mereka.
Proses pencarian kebenaran yang dibangun oleh remaja adalah sebuah
proses panjang yang akan selalu mereka lewati untuk membentuk konsep yang
benar tentang Tuhan dengan segala sifat-Nya. Pencarian kebenaran tersebut
dibarengi dengan proses pencarian jati diri remaja. Jika orangtua dan guru agama
11

mampu mengarahkan proses tersebut, maka kemungkinan akan kesalahan


terhadap pendefinisian Tuhan akan bisa diminimalisir atau bahkan akan terbangun
konsep keyakinan yang kokoh dalam diri remaja. Kekhawatiran akan penistaan
terhadap Tuhan akan bisa diantisipasi jika orang-orang yang ada disekitar mereka
mampu memberikan ruang untuk berdialog secara rasional dan empiris serta
berusaha untuk memberikan teladan yang baik bagi mereka.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perkembangan agama pada para remaja di tandai oleh beberapa faktor
perkembangan rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara lain
menurut  W.Starbuck adalah:
a) Pertumbuhan pikiran dan mental
b) Perkembangan perasaan
c) Pertimbangan sosial
d) Perkembangan moral
e) Sikap dan minat
Perkembangan jiwa agama pada masa remaja bersifat berurutan mengikuti
sikap keberagamaan orang-orang yang ada disekitarnya. Secara singkat,
perkembangan jiwa agama anak-anak remaja di usia ini, yaitu: (1) ibadah mereka
karena dipengaruhi oleh keluarga, teman, lingkungan, dan peraturan sekolah.
Belum muncul dari kesadaran mereka secara mandiri. (2) kegiatan keagamaan
lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi emosional dan pengaruh luar.

3.2 Saran
Pemahaman terhadap dinamika psikologis remaja sangat diperlukan oleh
para orangtua dan guru terutama guru agama. Proses penanaman nilai-nilai agama
tidak bisa disamakan dengan masa sebelumnya, dimana ketika sebelum remaja
mereka masih cenderung imitave dan akan cenderung mematuhi segala himbauan
yang berupa perintah maupun larangan dengan tanpa melalui proses rasionalisasi.

12
DAFTAR ISI

http://repository.uinbanten.ac.id/581/14/Modul%206.pdf

http://rofiullaeli.blogspot.com/2015/06/perkembangan-jiwa-keagamaan-pada-
remaja.html

Bambang Syamsul Arifin , Psikologi Agama, (Bandung: CV.Pustaka Setia, 2008)

  Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996)

Robert W.Crapps,  Perkembangan Kepribandian dan Keagamaan, (Yogyakarta:


Kanisius, 1994)

13

Anda mungkin juga menyukai