Dikonversi
Dikonversi
Oleh :
Vikneshwaran Muthusamy (0802005174)
Pembimbing :
Prof.Dr.dr.Tjokorda Raka Putra,SpPD-KR
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan laporan responsi kasus yang berjudul
“Systemic Lupus Erythematous (SLE)” tepat pada waktunya. Penulisan tugas ini
merupakan salah satu prasyarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/RSUP Sanglah.
Dalam penyusunan tugas ini, banyak pihak yang telah membantu dari awal
hingga akhir, baik moral maupun material. Oleh karena itu pada kesempatan ini,
kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof.Dr.dr.Tjokorda Raka putra,SpPD-KR, selaku pembimbing laporan ini
atas bimbingan, saran, dan masukan selama penyusunannya.
2. Dokter-dokter residen yang bertugas di Bagian/SMF Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, atas
bimbingan dan saran-sarannya.
3. Rekan-rekan dokter muda yang bertugas di Bagian/SMF Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, atas
bantuannya dalam penyusunan laporan kasus ini.
Kami menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, untuk
itu saran dan kritik yang membangun, sangat kami harapkan demi perbaikan tugas
serupa di waktu berikutnya. Semoga tugas ini juga dapat memberi manfaat bagi
pihak yang berkepentingan.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
BAB II LAPORAN KASUS............................................................................. 2
2.1 Identitas Pasien................................................................................ 2
2.2 Anamnesis........................................................................................ 2
2.3 Pemeriksaan Fisis............................................................................ 4
2.4 Pemeriksaan Penunjang................................................................... 6
2.5 Diagnosis Kerja....................................................................................10
2.6 Terapi....................................................................................................11
BAB III PEMBAHASAN.......................................................................................12
3.1 Definisi............................................................................................. 12
3.2 Faktor Resiko................................................................................... 1.3
3.3 Patofisiologi..................................................................................... 15
3.4 Manifestasi Klinis............................................................................ 16
3.5 Diagnosis......................................................................................... 25
3.6 Terapi............................................................................................... 28
3.8 Prognosis.......................................................................................... .30
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUA
1
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Definisi
Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah penyakit autoimun multisystem di
mana organ, jaringan, dan sel mengalami kerusakan yang dimediasi oleh
autoantibodi pengikat jaringan dan kompleks imun. Gambaran klinis SLE dapat
berubah, baik dalam hal aktivitas penyakit maupun keterlibatan organ.
Imunopatogenesis SLE kompleks dan sejalan dengan gejala klinis yang beragam.
Tidak ada mekanisme aksi tunggal yang dapat menjelaskan seluruh kasus, dan kejadian
awalyangmemicunyamasihbelumdiketahui.1,2
Sesuai dengan teori, pada kasus ini juga terdapat penglibatan multisystem yaitu
system mukokutan (malar rash), muskoloskeletan (arthritis), hematology (anemia),
neurology (serebri) dan ginjal (nefritis).
3.2 Epidemiologi
Masih belum didapatkan data pasti mengenai prevalensi SLE di Indonesia. Di
AS,angka yang paling dapat dipercaya adalah 0,05 – 0,1% dari populasi, namun
didapatkan angka yang berbeda pada berbagai laporan. Beberapa ras, seperti kaum
kulit hitam, keturunan asli Amerika, dan keturunan Hispanik, berisiko lebihtinggi
terhadap SLE dan dapat mengalami penyakit yang lebih parah. Prevalensi SLE di
seluruh dunia tidak berbeda dengan laporan dari AS; penyakit ini kelihatannya
lebih sering ditemukan di Cina, di Asia Tenggara, dan di antara keturunan kulit
hitam di Karibia namun jarang ditemukan pada keturunan kulit hitam di Afrika.
SLE jarang terjadi pada usia prepubertas namun sering dimulai pada usia dekade
kedua hingga keempat; beberapa studi menunjukkan puncak kedua kasus baru
pada sekitar usia 50 tahun. Distribusi jenis kelamin cukup jelas; SLE berkembang
pada wanita usia produktif sekitar sepuluh kali lipat daripada pria dengan usia
yang sama. Pada usia lebih muda, wanita tiga sampai empat kali lebih sering
daripada pria. Pada usia lebih tua, perbandingan wanita dan pria adalah 8:1.1,2,3,4
Sesuai dengan teori yang mengatakan SLE lebih sering pada jenis kelamin
perempuan, kasus ini juga adalah perempuan. Sesuai dengan studi yang
mengatakan puncak kedua SLE pada usia sekitar 50, kasus ini berumur 48 tahun.
3.3.2Faktor Lingkungan
3.4 Patofisiologi
Patogenesis SLE terdiri dari tiga fase, yaitu fase inisiasi, fase propagasi, dan fase
puncak (flares). Inisiasi lupus dimulai dari kejadian yang menginisiasi kematian sel
secara apoptosis dalam konteks proimun. Kejadian ini disebabkan oleh berbagai
agen yang sebenarnya merupakan pajanan yang cukup sering ditemukan pada
manusia, namun dapat menginisiasi penyakit karena kerentanan yang dimiliki
oleh pasien SLE. Fase profagase ditandai dengan aktivitas autoantibodi dalam
menyebabkan cedera jaringan. Autoantibodi pada lupus dapat menyebabkan
cedera jaringan dengan cara (1) pembentukan dan generasi kompleks imun, (2)
berikatan dengan molekul ekstrasel pada organ target dan mengaktivasi fungsi
efektor inflamasi di tempat tersebut, dan (3) secara langsung menginduksi
kematian sel dengan ligasi molekul permukaan atau penetrasi ke sel hidup. Fase
puncak merefleksikan memori imunologis, muncul sebagai respon untuk melawan
sistem imun dengan antigen yang pertama muncul. Apoptosis tidak hanya terjadi
selama pembentukan dan homeostatis sel namun juga pada berbagai penyakit,
termasuk SLE. Jadi, berbagai stimulus dapat memprovokasi puncak penyakit.2,3,4
Pada kasus ini ditemukan kelainan ginjal yang disuspek nefritis karena ditemukan
proteinuria 25,00 mg/dL dan leucocyte pada urin 25,00 Leu/µL.
3.6 Diagnosis
Lupus eritematosus sistemik biasanya dimulai dengan gejala dan tanda
nonspesifik atau spesifik, namun dapat juga bermanifestasi pertama dengan
memar, splenomegali, neuritis perifer, mioendokarditis dan endokarditis,
pneumonitis interstisial, meningitis aseptik, atau tes Coombs positif. Keberadaan
anemia (71%), leukopenia (56%), trombositopenia (11%), proteinuria, hematuria,
piuria, azotemia, hipergammaglobulinemia, kompleks imun, krioglobulin,
antibodi antifosfolipid, dan Biologic False-Positive Serologic Test for Syphilis juga
membuat seseorang dicurigai SLE. Anak-anak cenderung lebih banyak mengidap
penyakit ginjal; pasien yang berusia lebih tua saat awitan lebih jarang mengalami
ruam, artritis, dan penyakit ginjal namun lebih sering mengalami
keratokonjungtivitis Sicca (sindrom Sjörgen); serta lelaki lebih sering mengalami
serositis dan lebih jarang mengalami artritis. 1,2,3,4,5
Kriteria yang umum digunakan untuk klasifikasi dan diagnosis adalah kriteria
American Rheumatism Association (ARA). Sensitivitas dan spesifisitas kriteria ini
sekitar 96% ketika dihubungkan dengan sindrom rematik lain. Bagaimanapun,
nilai prediktif kriteria ini lebih rendah. Pasien dapat dinyatakan sebagai bukan
SLE (tidak memenuhi kriteria atau hanya memenuhi satu kriteria), possible SLE
(hanya memenuhi dua kriteria), probableSLE (hanya memenuhi 3 kriteria), atau
definite SLE (memenuhi setidaknya empat kriteria). 1,2,3,4,5
Tabel 1. Kriteria Diagnosis Lupus Eritematosus Sistemik (Sumber: Harrison’s
Principlesof Internal Medicine, 17 th edition)
Malar rash
Fixed erythema, flat or raised, over the malar eminences
Discoid rash
Erythematous circular raised patches with adherentkeratotic scaling and follicular
plugging; atrophic scarringmayoccur
Photosensitivity
Exposure to ultraviolet light causes rash
Oral ulcers
Includes oral and nasopharyngeal ulcers, observed byphysician
Arthritis
Nonerosive arthritis of two or more peripheral joints, withtenderness, swelling, or
effusion
Serositis
Pleuritis or pericarditis documented by ECG or rub orevidence of effusion
Renal disorder
Proteinuria >0.5 g/d or ≥3+, or cellular casts
Neurologic disorder
Seizures or psychosis without other causes
Hematologic disorder
Hemolytic anemia or leukopenia (<4000/µL) or lymphopenia (<1500/µL) or
thrombocytopenia(<100,000/µL) in the absence of offending drugs
Immunologic disorder
Anti-dsDNA, anti-Sm, and/or anti-phospholipid
Antinuclear antibodies
An abnormal titer of ANA by immunofluorescence or anequivalent assay at any
point in time in the absence of drugsknown to induce ANAs
3.7 Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang permanen untuk SLE. Tujuan dari terapi adalah
mengurangi gejala dan melindungi organ dengan mengurangi peradangan dan
atau tingkat aktifitas autoimun di tubuh. Banyak pasien dengan gejala yang ringan
tidak membutuhkan pengobatan atau hanya obat-obatan anti inflamasi yang
intermitten. Pasien dengan sakit yang lebih serius yang meliputi kerusakan organ
dalam membutuhkan kortikosteroid dosis tinggi yang dikombinasikan dengan
obat-obatan lain yang menekan sistem imunitas. 6
Pasien dengan SLE lebih membutuhkan istirahat selama penyakitnya aktif.
Penelitian melaporkan bahwa kualitas tidur yang buruk adalah faktor yang
signifikan dalam menyebabkan kelelahan pada pasien dengan SLE. Hal ini
memperkuat pentingnya bagi pasien dan dokter untuk meningkatkan kualitas tidur.
Selama periode ini, latihan tetap penting untuk menjaga tekanan otot dan luas
gerakan dari persendian.
3.8 Prognosis
Angka 5-year survival dan 10-year survival SLE telah membaik selama beberapa
dekade terakhir. Penyakit ginjal telah dapat diterapi dengan lebih efektif, namun
SLE yang melibatkan sistem saraf pusat, paru, jantung, dan saluran cerna masih
merupakan masalah besar hingga saat ini. Prognosis untuk masing-masing
individu bergantung pada berbagai faktor, termasuk gejala klinis, sistem organ
yang terlibat, dan kondisi komorbid. Konsekuensi jangka panjang SLE, termasuk
pada late lupus syndrome, merupakan salah satu perhatian.
Angka bertahan hidup pada pasien SLE adalah 90 sampai 95% setelah 2 tahun, 82
sampai 90% setelah 5 tahun, 71 sampai 80% setelah 10 tahun, dan 63 sampai
75%setelah 20 tahun. Prognosis buruk (sekitar 50% mortalitas dalam 10 tahun)
dikaitkan dengan ditemukannya kadar kreatinin serum tinggi [>124 µmol/l (>1,4
mgdl)], hipertensi, sindrom nefrotik (eksresi protein urin 24 jam >2,6 g), anemia
[hemoglobin <124 g/l (12,4 g/dl)], hipoalbuminemia, hipokomplemenemia, dan
aPL pada saat diagnosis. Pasien yang menjalani terapi transplantasi ginjal
memiliki angka kejadian penolakan graft yang relatif tinggi (sekitar dua kali
pasien dengan penyebab lain gagal ginjal tahap akhir), namun secara umum angka
bertahan hidup pasien masih dapat diperbandingkan (85% setelah 2 tahun).
Nefritis lupus terjadi pada 10% ginjal yang ditransplantasi. Hendaya pada pasien
dengan SLE sering ditemukan terutama disebabkan oleh penyakit ginjal kronik,
kelelahan, artritis, dan nyeri. Sebanyak 25% pasien dapat mengalami remisi,
terkadang untuk beberapa tahun, namun jarang sekali bersifat permanen.
Penyebab mortalitas utama pada dekade pertama penyakit adalah aktivitas
penyakit sistemik, gagal ginjal, dan infeksi; selain itu, kejadian tromboemboli
semakin sering menjadi penyebab mortalitas.4,6
Prognosis pada kasus ini bisa digolongkan dalam kategori dubius ad malam
karena penglibatan system saraf pusat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauseer SL, Jameson JL.
Harrison’s principles of internal medicine. 17th ed. USA: McGraw-Hill;
2005.
2. Maidhof W, Hilas O. Lupus: An Overview of the Disease And
Management Options. P&T. Vol.37. No.4. April 2012.
3. Rahman A, Isenberg DA. Mechanisms of Disease Systemic Lupus
Erythematosus. N Engl J Med 2008;358:929-39
4. Ginzler E, and Tayar J. American College of Rheumatology. © 2012
American College of Rheumatology. (Updated January 2012)
5. Cervera R, Espinosa G, D’Cruz D. Systemic Lupus Erythematous:
Pathogenesis, Clinical Manifestation and Diagnosis. Eular On-line Course
on Rheumatic Diseases – module n°17. 2007-2009.
6. Beer MH, Fletcher AJ, Jones TV. The Merck Manual of Medical
Information. 2nd ed.