Asuhan Keperawatan
Asuhan Keperawatan
A. Identitas
1. Nama pasien :
2. Umur :
3. Jenis kelamin :
4. Suku /Bangsa :
5. Pendidikan :
6. Pekerjaan :
7. Alamat :
8. Keluhan utama: :
Keluhan utama yang sering muncul adalah nyeri kesakitan di bagian perut sebelah kanan dan
menjalar ke pinggang.
A. Riwayat Penyakit
Seseorang dengan peritonotis pernah ruptur saluran cerna, komplikasi post operasi,
operasi yang tidak steril dan akibat pembedahan, trauma pada kecelakaan seperti ruptur
limpa dan ruptur hati.
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi peritonitis tidak diturunkan, namun jika peritonitis ini disebabkan oleh
bakterial primer, seperti: Tubercolosis. Maka kemungkinan diturunkan ada.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem pernafasan (B1)
Pola nafas irregular (RR> 20x/menit), dispnea, retraksi otot bantu pernafasan serta
menggunakan otot bantu pernafasan.
Klien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan pada otak namun hanya
mengalami penurunan kesadaran.
Klien akan mengalami anoreksia dan nausea. Vomit dapat muncul akibat proses
ptologis organ visceral (seperti obstruksi) atau secara sekunder akibat iritasi peritoneal.
Selain itu terjadi distensi abdomen, bising usus menurun, dan gerakan peristaltic usus
turun (<12x/menit).
7. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)
Penderita peritonitis mengalami letih, sulit berjalan, nyeri perut dengan aktivitas.
Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot mengalami kelelahan, dan turgor
kulit menurun akibat kekurangan volume cairan.
Interaksi sosial menurun terkait dengan keikutsertaan pada aktivitas sosial yang
sering dilakukan.
1. Pengkajian Spiritual
2. Pemeriksaan penunjang
1. Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra abdomen
menunjukan adanya luokositosis (>11.000 sel/ µL) dengan adanya pergerakan ke bentuk
immatur pada differential cell count. Namun pada pasien dengan immunocompromised
dan pasien dengan beberapa tipe infeksi (seperti fungal dan CMV) keadaan leukositosis
dapat tidak ditemukan atau malah leucopenia
2. PT, PTT dan INR
3. Test fungsi hati jika diindikasikan
4. Amilase dan lipase jika adanya dugaan pancreatitis
5. Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih (seperti pyelonephritis,
renal stone disease)
6. Cairan peritoneal, cairan peritonitis akibat bakterial dapat ditunjukan dari pH dan glukosa
yang rendah serta peningkatan protein dan nilai LDH
2) Pemeriksaan Radiologi
1. Foto polos
2. USG
3. CT Scan (eg, gallium Ga 67 scan, indium In 111–labeled autologous leucocyte scan,
technetium Tc 99m-iminoacetic acid derivative scan).
4. Scintigraphy
5. MRI
1. Tiduran telentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior (AP).
2. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar horizontal
proyeksi AP.
3. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal, proyeksi
AP.
Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup seluruh
abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film ukuran 35 x 43 cm. Sebelum
terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus) obstruktif maka pada
foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran radiologis antara lain:
1. Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya penjalaran.
Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan
dnding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone appearance).
2. Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari air fluid
level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus
letak tinggi, sedang jika panjang-panjang kemungkinan gangguan di kolon. Gambaran
yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra diafragma dan air fluid level.
3. Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air fluid level
dan step ladder appearance. Jadi gambaran radiologis pada ileus obstruktif yaitu adanya
distensi usus partial, air fluid level, dan herring bone appearance.
1. Distensi usus general, dimana pelebaran usus menyeluruh sehingga kadang-kadang susah
membedakan anatara intestinum tenue yang melebar atau intestinum crassum.
2. Air fluid level.
3. Herring bone appearance.
Bedanya dengan ileus obstruktif: pelebaran usus menyeluruh sehingga air fluid level ada yang
pendek-pendek (usus halus) dan panjang-panjang (kolon) karena diameter lumen kolon lebih
lebar daripada usus halus. Ileus obstruktif bila berlangsung lama dapat menjadi ileus paralitik.
Pada kasus peritonitis karena perdarahan, gambarannya tidak jelas pada foto polos abdomen.
Gambaran akan lebih jelas pada pemeriksaan USG (ultrasonografi).
Gambaran radiologis peritonitis karena perforasi dapat dilihat pada pemeriksaan foto polos
abdomen 3 posisi. Pada dugaan perforasi apakah karena ulkus peptikum, pecahnya usus buntu
atau karena sebab lain, tanda utama radiologi adalah:
1. Posisi tiduran, didapatkan preperitonial fat menghilang, psoas line menghilang, dan
kekaburan pada cavum abdomen.
2. Posisi duduk atau berdiri, didapatkan free air subdiafragma berbentuk bulan sabit
(semilunair shadow).
3. Posisi LLD, didapatkan free air intra peritonial pada daerah perut yang paling tinggi.
Letaknya antara hati dengan dinding abdomen atau antara pelvis dengan dinding
abdomen.
Jadi gambaran radiologis pada peritonitis yaitu adanya kekaburan pada cavum abdomen,
preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas subdiafragma atau
intra peritoneal.
3) X. Ray
3.2 Diagnosa
3.3 Intervensi
Kriteria hasil :
Intervensi Keperawatan
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri:
Kriteria hasil:
1. Meningkatnya penyembuhan pada waktunya, bebas drainase purulen atau eritema, tidak
demam.
2. Menyatakan pemahaman penyebab individu / faktor resiko.
Intervensi Keperawatan:
Tindakan Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan muntah.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan dapat timbul kembali dan status
nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil:
Intervensi Keperawatan :
Kolaborasi:
Kriteria hasil:
1. Haluaran urine adekuat dengan berat jenis normal,
2. Tanda vital stabil
3. Membran mukosa lembab
4. Turgor kulit baik
5. Pengisian kapiler meningkat
6. Berat badan dalam rentang normal.
Intervensi keperawatan:
Kolaborasi:
1. Mengisi/mempertahankan
volume sirkulasi dan
keseimbangan elektrolit.
Koloid (plasma, darah)
membantu menggerakkan air
ke dalam area intravaskular
dengan meningkatkan tekanan
1. Pertahankan puasa dengan
osmotik.
aspirasi nasogastrik/intestinal
2. Menurunkan hiperaktivitas
usus dan kehilangan dari
diare.
Tujuan: Pola nafas efektif, ditandai bunyi nafas normal, tekanan O2 dan saturasi O2 normal.
Kriteria Hasil:
Intervensi Keperawatan:
Tindakan Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Pantau hasil analisa gas darah 1. Indikator hipoksemia;
dan indikator hipoksemia: hipotensi, takikardi,
hipotensi, takikardi, hiperventilasi, gelisah, depresi
hiperventilasi, gelisah, SSP, dan sianosis penting
depresi SSP, dan sianosis. untuk mengetahui adanya
syok akibat inflamasi
(peradangan).
2. Gangguan pada paru (suara
1. Auskultasi paru untuk
nafas tambahan) lebih mudah
mengkaji ventilasi dan
dideteksi dengan auskultasi.
mendeteksi komplikasi
3. Posisi membantu
pulmoner.
memaksimalkan ekspansi
2. Pertahankan pasien pada
paru dan menurunkan upaya
posisi semifowler. 1. Ansietas
pernafasan, ventilasi
berhubungan
maksimal membuka area
dengan
atelektasis dan meningkatkan
perubahan
gerakan sekret kedalam jalan
status
nafas besar untuk
kesehatan.
dikeluarkan.
4. Oksigen membantu untuk Tujuan: Mengurangi
bernafas secara optimal. ansietas klien
Kriteria hasil:
1. Mengakui
1. Berikan O2 sesuai program
dan
mendiskusikan masalah
2. Penampilan wajah tampak rileks
3. Mampu menerima kondisinya
Intervensi:
Tindakan/Intervensi Rasional
1. Evaluasi tingkat pemahaman
klien/orang terdekat tentang
diagnosa.