DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 10
DENPASAR 2021/2022
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai .
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Makalah ini berjudul “Asuhan keperawatan distosia bahu”. Proses
penyusunan makalah ini dilakukan dengan kesungguhan sesuai dengan kaidah dan
pedoman yang berlaku. Walaupun demikian, kami yakin masih terdapat banyak
kekurangan dan kesalahan yang tertuang didalamnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................................... i
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
D. Manfaat ........................................................................................................ 2
B. Definisi .......................................................................................................... 8
.
C. Etiologi .......................................................................................................... 8
D. Klasifikasi ...................................................................................................... 9
E. Patofisiologi ................................................................................................... 9
G. Komplikasi ..................................................................................................... 10
I. Penatalaksanaan ................................................................................................ 11
A. Pengkajian keperawatan.............................................................................. 15
iii
B. Diagnosa keperawatan ............................................................................... .... 19
C. Intervensi keperawatan ................................................................................. 19
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 26
B. Saran ................................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Persalinan normal suatu keadaan fisiologis, normal dapat berlangsung sendiri tanpa
intervensi penolong. Kelancaran persalinan tergantung 3 faktor ”P” utama yaitu kekuatan ibu
(Power), keadaan jalan lahir (Passage) dan keadaan janin (Passanger). Faktor lainnya adalah
psikologi ibu (respon ibu), penolong saat bersalin, dan posisi ibu saat persalinan. Dengan
adanya keseimbangan atau kesesuaian antara faktor-faktor “P” tersebut, persalinan normal
diharapkan dapat berlangsung. Bila ada gangguan pada satu atau lebih faktor “P” ini, dapat
terjadi kesulitan atau gangguan pada jalannya persalinan. Kelambatan atau kesulitan
persalinan ini disebut distosia.
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi perputaran lagi paksi luar yang menyebabkan
kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang. Bahu pada umumnya akan berada
pada sumbu miring (oblique) dibawah ramus publis. Dorongan saat ibu mengedan akan
menyebabkan bahu depan (anterior) berada dibawah pubis. Bila bahu gagal untuk
mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring panggul dan tetap berada pada
posisi anterior posterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan terhadap
simfisis.
Distosia bahu dapat menjadi salah satu dari keadaan darurat yang paling menakutkan di
kamar bersalin. Walaupun banyak faktor telah dihubungkan dengan distosia bahu,
kebanyakan kasus terjadi dengan tidak ada peringatan. Kasus ini diangkat sebagai salah satu
kejadian distosia bahu yang tidak diperkirakan sebelumnya dan bagaimana penanganan
yang dilakukan dalam mengatasi masalah tersebut baik dalam hal maneuver yang dipilih
dlam mengatasinya dan tindakan – tindakan yang dilakukan setelah bayi lahir, dalam hal ini
termasukresusitasi neonates. Semoga dengan dibawakannya kasusu ini dapat menjadi
pelajaranbagi kita akan kasusu tersebut.
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Agar pembaca dapat mengetahui tentang persalinan yang patologis
khususnya persalinan distosia bahu dan dapat mengetahui cara menangani
kasus distosia bahu
2. Tujuan khusus Untuk mengetahui :
- Konsep anatomi fisiologi dari distosia bahu
- Definisi dari distosia bahu
- Etiologi dari distosia bahu
- Klasifikasi dari distosia bahu
- Patofisiologi dari distosia bahu
- Manifestasi klinis dari distosia bahu
- Komplikasi dari distosia bahu
- Pemeriksaan diagnostik dari distosia bahu
- Penatalaksanaan dari distosia bahu
- Asuhan keperawatan distosia bahu
D. Manfaat
Bagi mahasiswa/penulis :
Meningkatkan pengetahuan dan teori serta praktek pada asuhan keperawatan
dengan distosia bahu.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
SERVIKS
Bagian paling bawah uterus adalah serviks atau leher. Tempat perlekatan serviks uteri
dengan vagina membagi serviks menjadi bagian suravagina yang panjang (diatas vagina) dan
bagian vagina yang lebih pendek. Panjang serviks sekitar 2,5-3 cm, 1 cm menonjol ke dalam
vagina pada wanita tidak hamil.
Serviks terutama disusun oleh jaringan ikat fibrosa serta sejumlah kecil serabut otot
dan jaringan elastic. Serviks seorang wanita nulipara mempunyai bentuk seperti kumparan
yang hamper seperti kerucut, bundar dan agak padat. Muara sempit antara kavum uteri dan
kanal endoserviks (kanal didalam serviks yang menghubungkan kavum uteri dan vagina)
disebut ostium interna. Muara sempit antara endoserviks dan vagina disebut ostium
eksterna, suatu muara sirkular pada wanita yang belum pernah melahirkan. Persalinan
mengubah ostium sirkular menjadi muara tranversal kecil yang membagi serviks menjadi
bibir anterior dan bibir posterior.
Saat wanita sedang ovulasi atau hamil, ujung serviks teraba padat, seperti ujung
hidung, dengan lubang kecil ditengah. Lubang ini menandakan tempat ostium eksterna.
Karakteristik serviks yang paling signifikan ialah kemampuannya meregang pada saat
melahirkan anak per vaginam. Beberapa factor yang berperan pada elastisitas serviks ialah
jaringan ikat yang banyak dan kandungan serabut yang elastis, lipatan di dalam lapisan
endoserviks, dan 10 persen kandungan serabut otot.
KANAL
Dua kavum didalam uterus disebut kanal serviks dan uterus. Kanal uterus pada wanita
tidak hamil ditekan oleh dinding otot yang tebal, sehingga kanal hanya merupakan suatu
ruangan potensial, datar, dan berbentuk segitiga. Fundus membentuk dasar segitiga. Tuba
falopi membentuk dasar segitiga. Puncak segitiga mengarah ke bawah dan membentuk ostium
interna kanal serviks .
Kanal endoserviks, dengan banyak lipatannya, mempunyai lapisan permukaan yang
tersusun atas sel-sel kolumnar tinggi dan menghasilkan musin. Epithelium kolumnar ini
3
berwarna merah daging, tampak lebih kasar dan lebih dalam daripada epitel luar membungkus
serviks. Setelah menarke, epitel skuamosa membungkus serviks bagian luar (ektoserviks).
Pembungkus eksterna sel-sel pipih ini membuat serviks berwarna merah yang sangat kebiruan
tampak saat wanita mengalami ovulasi atau hamil. Serviks yang kemerahan (hiperemis) dapat
mengindikasikan peradangan.
Kedua jenis epitel bertemu pada sambungan squamokolumnar. Sambungan ini
biasanya terdapat didalam ostium eksterna serviks, tetapi pada beberapa wanita dapat
ditemukan di ektoserviks. Sambungan squamokolumnar merupakan tempat perubahan sel
neoplastik yang paling umum. Oleh karena itu, sel untuk pemeriksaan sitologi dan
papanikolaou (Pap) smear diambil dari sambungan ini.
Sel epitel kolumnar memproduksi lender yang tidak berbau dan tidak mengiritasi
sebagai respons terhadap hormon-hormon endokrin ovarium-estrogen dan progesterone.
PEMBULUH DARAH
Aorta abdomen bercabang saat mencapai tinggi umbilicus, yakni menjadi dua arteri
iliaka. Setiap arteri iliaka bercabang membentuk dua arteri, yang lebih besar disebut arteri
hipogastrika. Arteri-arteri uterus merupakan cabang dari arteri hipogastrika. Kedekatan letak
uterus dari aorta menjamin kecukupan suplai darah untuk pertumbuhan uterus dan konsepsi.
Selain itu, arteri ovarium, subdivisi langsung aorta, mula-mula memperdarahi ovarium
dan kemudian berlanjut untuk bergabung dengan arteri uterus, sehingga menambah suplai
darah ke uterus.
Pada kondisi tidak hamil, pembuluh darah uterus melingkar dan berkelok-kelok.
Seiring kemajuan kehamilan dan pembesaran uterus, pembuluh darah ini menjadi lurus. Vena
uterus berdampingan dnegan arteri uterus dan mengalirkan darah ke vena iliaka interna.
VAGINA
Vagina, suatu struktur tubular yang terletak didepan rectum dan dibelakang kandung
kemih dan uretra, memanjang dari intoitus (muara eksterna di vestibulum di antara labia
minora vulva) sampai serviks. Saat wanita berdiri, vagina condong ke arah belakang dan ke
atas. Vagina terutama disokong oleh perlekatannya dengan otot dan fasia pelvis.
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu meregang
secara luas. Karena tonjolan serviks ke bagian atas vagina, panjang dinding anterior vagina
hanya sekitar 7,5 cm, sedangkan panjang dinding posterior sekitar 9 cm. ceruk yang terbentuk
di sekeliling serviks yang menonjol tersebut disebut forniks: kanan,kiri,anterior dan posterior.
Forniks posterior lebih dalam daripada tiga forniks yang lain.
4
Membrane mukosa glandular melapisi dinding otot polos. Selama masa reproduksi
mukosa ini tersusun dalam bentuk lipatan-lipatan tranversal yang disebut rugae. Mukosa
vagina berespons dengan cepat terhadap stimulasi estrogen dan progesterone. Sel-sel mukosa
tanggal terutama selama siklus menstruasi dan selama masa hamil. Sel-sel yang diambil dari
mukosa vagina dapat digunakan untuk mengukur kadar hormone seks steroid.
Cairan vagina berasal dari traktus genitalia atas atau bawah. Cairan sdedikit asam.
Interaksi antara laktobasilus vagina dan glikogen mempertahankan keasaman. Apabila pH
naik diatas lima, insiden infeksi vagina meningkat. Cairan yang terus mengalir dari vagina
mempertahankan kebersihan relative vagina. Oleh karena itu, penyemprotan cairan ke vagina
dalam lingkungan normal tidak diperlukan dan tidak dianjurkan.
Pap smear yang diseluruh dunia dipakai untuk mendeteksi kanker melalui
pemeriksaan sel (sitologi) merupakan asupan mukosa vagina dari forniks posterior vagina dan
merupakan kerokan sambungan squamokolumnar serviks yang difiksasi dengan etil eter dan
alcohol dan kemudian diwarnai dengan pewarna trikrom nukleositoplasmik.
Sejumlah besar suplai darah ke vagina berasal dari cabang-cabang desenden arteri
uterus, arteri vaginalis dan arteri pudenda interna. Vagina relative tidak sensitive. Terdapat
persarafan dari saraf-saraf pudenda dan hemoroid sampai sepertiga bagian bawah vagina.
Karena persarafan minimal dan tidak ada ujung saraf khusus, vagina merupakan sumber
sejumlah kecil sensasi ketika individu terangsang secara seksual dan melakukan koitus dan
hanya menimbulkan sedikit nyeri pada tahap kedua persalinan daripada jika suplai ujung saraf
pada jaringan ini cukup.
Daerah G (G-spot) ialah daerah dinding vagina anterior di bawah uretra yang di
definisikan oleh Graefenberg sebagai bagian yang analog dengan kelenjar prostat pria.
Selama bangkitan seksual, daerah G dapat distimulasi sampai timbul orgasme yang disertai
ejakulasi cairan yang sifatnya sama dengan cairan prostat ke dalam uretra. Vagina
berfungsi sebagai organ untuk koitus dan jalan lahir.
Diafragma pelvis, diafragma urogenital atau segitiga, dan otot genitalia eksterna serta
anus membentuk dasar pelvis dan perineum. Perineum kadang-kadang didefinisi mencakup
semua otot, fasia, dan ligament diafragma atas (pelvis) serta ligament diafragma bawah
(urogenital). Badan perineum menambah kekuatan struktur-struktur ini.
Diafragma pelvis atas yang tersusun atas otot dan fasia serta ligament otot tersebut
membentang sepanjang bagian bawah kavum pelvis seperti sebuah tempat tidur gantung.
Bagian difragma yang paling besar dan paling signifikan dibentuk oleh otot levator ani yang
tipis dan lebar, yang membentang seperti kain penutup antara spina iskiadika dan koksigis
5
dan scrum. Kelompok otot levator ani dibentuk oleh tiga pasang otot : puborektalis,
iliokoksigis dan pubokoksigis. Otot pubokoksigis signifikan karena berperan dalam fungsin
sensori seksual dalam mengontrol kandung kemih, mengontrol relaksasi perineum selama
persalinan, dan ketika ibu melahirkan janin.
Pasangan otot kedua pada diafragma pelvis atas melekat erat pada otot koksigis.
Ototototini membentang dari spina iskiadika sampai koksigis dan sacrum bawah. Bagian-
bagian diafragma pelvis menjadi penopang bagi visera pelvis dan abdomen. Kekuatan dan
kekenyalan penopang ini berasal dari jalinan lapisan penopang ini. Lapisan-lapisan tersebut
tidak tetap, tetapi saling bergeser. Susunan yang unik ini memperkuat kapasitas penopang
diafragma pelvis, sehingga memungkinkan dilatasi vagina selama proses kelahiran dan
memungkinkan vagina menutup setelah melahirkan dan membantu konstriksi uretra, vagina
dan saluran anus yang melewati diafragma. Diafragma pelvis dibawah terletak di dalam ruang
arkus pubis dan terdiri dari otot perineum tranversa yang berorigo di tuberositas iskiadika dan
masuk ke dalam badan perineum. Serabut otot yang kuat menopang saluran anus selama
defekasi dan menopang vagina bawah selama proses melahirkan. Otot perineum transversa
profunda bergabung untuk membentuk kelim sentral atau raphe. Beberapa serabut otot
tersebut mengelilingi meatus urinarius dan sfingter vagina. Perineum terletak dibawah
diafragma pelvis atas dan bawah. Otot-otot dan fasianya memperkuat diafragma pelvis serta
membantu muara kandung kemih, vagina, dan anus untuk konstriksi . Serabut otot
bulbokavernosus berasal dari dalam badan perineum dan mengelilingi muara vagina sebagai
serabut otot yang menjorok ke depan memasuki pubis. Otot iskiadika dan menyambung
membentuk sudut masuk ke otot bulbokavernasus. Serabut otot ini berkontraksi sehingga
membuat klitoris ereksi. Serabut otot sfingter anus berasal dari koksigis, berpisah dan
memasuki anus dari kedua sisi, menyatu, kemudian masuk ke dalam otot perineum tranversa.
Serabut otot bulbokavernosus, perineum transversa dan sfingter ani dapat diperkuat dengan
latihan kegel.
Badan perineum, massa berbentuk baji antara muara vagina dan muara anus,
berfungsi sebagai titik berlabuhnya otot, fasia, dan ligament diafragma pelvis atas dan bawah.
Bagian bawah badan yang dibungkus kulit disebut perineum. Badan perineum merupakan
lanjutan septum antara rectum dan vagina. Jaringan ini pipih dan meregang seiring
pergerakan janin melalui jalan lahir.
TULANG PELVIS
Dalam mempelajari tulang-tulang pelvis, struktur dan penanda berikut sangat penting
: Krista iliaka dan spina iliaka anterior, superior, promontorium sacrum, sacrum, koksigis,
simfisis pubis, arkus subpubis, spina iskiadikus dan tuberositas iskiadika.
Pelvis disusun oleh empat tulang :
1. Inominata kanan
2. Inominata kiri, masing-masing terdiri dari tulang pubis kiri dan kanan, ilium dan
iskium, yang berdifusi setelah pubertas
3. Sacrum
4. Koksigis.
Kedua tulang inominata (tulang panggul) membentuk bagian sisi dan depan pasase
tulang, sacrum dan koksigis membentuk bagian belakang.
Dibawah ilium adalah iskium, suatu tulang berat yang berakhir dibagian posterior
pada protuberositas yang dikenal sebagai tuberositas iskiadika. Tuberositas menopang berat
badan saat duduk. Spina iskiadika, proyeksi tajam dari batas posterior iskium ke dalam
rongga pelvis, dapat tumpul atau menonjol.
Pubis, membentuk bagian depan rongga pelvis, terletak dibawah mons. Pada garis
tengah kedua tulang pubis disatukan oleh ligament yang kuat dan kartilago yang tebal
untuk membentuk persendian yang disebut simfisis pubis. Pada wanita sudut yang dibentuk
oleh arkus pubis secara optimal berukuran sedikit lebih besar dari 90 derajat.
Lima tulang vertebra yang berfungsi membentuk sacrum. Bagian anterior atas
korpus vertebra sakralis pertama, promontorium, membentuk margin posterior di pinggir
pelvis. Koksigis (tulang ekor) terdiri dari tiga sampai lima tulang vertebrae yang menyatu,
berartikulasi dengan sacrum. Koksigis condong kea rah bawah dank e arah depan dari batas
bawah sacrum. Pelvis dibagi menjadi dua bagian, rongga atas yang dangkal atau pelvis palsu
(pelvis mayor), dan rongga bawah yang lebih dalam atau pelvis sejati (pelvis minor). Pelvis
mayor terletak diatas linea terminalis (pinggir atau pintu atas) dan ukurannya berbeda-beda
pada setiap wanita. Pelvis minor terdiri dari pinggir, atau pintu atas panggul dan daerah
dibawah linea terminalis.
Plana pelvis meliputi pintu atas, pelvis tengah, dan pintu bawah. Rongga pelvis tengah
(sejati) menyerupai saluran berkelok yang tidak regular dengan permukaan anterior dan
posterior yang tidak sama. Permukaan anterior dibentuk oleh panjang simfisis.
Permukaan posterior dibentuk oleh panjang sacrum.
7
Usia, jenis kelamin, dan ras menimbulkan berbagai variasi bentuk dan ukuran pelvis.
Terdapat perubahan yang cukup besar pada pelvis selama masa pertumbuhan dan
perkembangan. Osifikasi pelvis lengkap pada usia 20 tahun atau sedikit diatas 20 tahun.
Individu yang lebih kecil mempunyai tulang yang lebih kecil dan lebih ringan daripada
individu yang besar.
B. Definisi
Distosia didefinisikan sebagai persalinan yang panjang, sulit, atau abnormal, yang timbul
akibat berbagai kondisi yang berhubungan dengan lima factor persalinan yaitu persalinan
disfungsional, perubahan struktur pelvis, sebab-sebab pada janin, posisi ibu dan respons
psikologis. Doenges, Marilynn E. 2001.
Distosia bahu merupakan masalah persalinan yang terjadi selama kala kedua pada saat
kepala janin telah lahir, tetapi bagian bahu terlalu lebar untuk masuk dan dilahirkan melalui
rongga pelvic. Hal tersebut dapat membahayakan bagi ibu karena dapat merobek serviks dan
vagina; hal tersebut juga berbahaya bagi janin karena tali pusar tertekan oleh tubuh janin dan
tulang pelvic.
Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat di lahirkan setelah kepala
janin di lahirkan. Salah satu kriteria diagnosa distosia bahu adalah bila dalam persalinan per
vagina untuk melahirkan bahu harus di lakukan manufer khusus seperti trapsi curam bawah
dan episiotomi.
C. Etiologi
1. Ibu dengan diabetes 7% insiden distosia bahu terjadi pada ibu dengan diabetes
gestasional.
2. Janin besar (makrosomia) distosia bahu lebih sering terjadi pada bayi dengan berat
lahir yang lebih besar, meski demikian hampir separuh dan dari kelahiran distosia
bahu memiliki berat kurang dari 4000 gram
3. Riwayat obstretri atau persalinan dengan bayi besar
4. Ibu dengan obesitas
5. Multiparitas
6. Kehamilan posterm dapat menyebabkan distosia bahu karena janin terus tumbuh
setelah usia 42 minggu
7. Riwayat obstretri dengan persalinan lama/persalinan sulit atau riwayat distosia bahu,
terdapat kasus distosia bahu rekuren pada 5(12%) di antara 42 wanita.
8
D. Klasifikasi
1. Persalinan Disfungsional ( Distosia karena Kelainan Kekuatan)
Persalinan disfungsional adalah kontraksi uterus abnormal yang menghambat
kemajuan dilatasi serviks normal, kemajuan pendataran/effacement (kekuatan
primer), dan atau kemajuan penurunan (kekuatan sekunder). Gilbert (2007).
2. Distosia karena Kelainan jalan lahir
3. Distosia karena kelainan letak dan bentuk janin
4. Distosia karena respon psikologis
Stress yang diakibatkan oleh hormon dan neurotransmitter (seperti catecholamines)
dapat menyebabkan distosia. Sumber stress pada setiap wanita bervariasi, tetapi nyeri
dan tidak adanya dukungan dari seseorang merupakan faktor penyebab stress. Cemas
yang berlebihan dapat menghambat dilatasi servik secara normal, persalinan
berlangsung lama, dan nyeri meningkat. Cemas juga menyebabkan peningkatan level
strees yang berkaitan dengan hormon (seperti: β endorphin, adrenokortikotropik,
kortisol, dan epinephrine). Hormon ini dapat menyebabkan distosia karena
penurunan kontraksi uterus.
E. Patofisiologi
Pada akhir kehamilan, agar dapat melewati jalan lahir kepala harus dapat mengatasi
tebalnya segmen bawah rahim dan servik yang masih belum mengalami dilatasi.
Perkembangan otot uterus di daerah fundus uteri dan daya dorong terhadap bagian terendah
janin adalah faktor yang mempengaruhi kemajuan persalinan kala 1.
Setelah dilatasi servik lengkap, hubungan mekanis antara ukuran dan posisi kepala janin
serta kapasitas panggul di katakan baik bila sudah terjadi desensus janin. Gangguan fungsi
otot uterus dapat di sebabkan oleh regangan uterus berlebihan dan atau partus macet.
Dengan demikian maka persalinan yang tidak berlangsung secara efektif adalah merupakan
tanda akan adanya fetopelvic disproportion.
Membedakan gangguan persalinan menjadi disfungsi uterus dan fotopelvic disproportion
secara tegas adalah tindakan yang tidak tepat oleh karna kedua hal tersebeut sebenarnya
memiliki hubungan yang erat. Kondisi tulang panggul bukan satu-satunya penentu
keberhasilan berlangsungnya proses persalinan pervaginam. Bila tidak ada data objektif untuk
mendukung adanya disfungsi uterus dan FPD, harus dilakukan TRIAL of LABOR untuk
menentukan apakah persalinan pervaginam dapat berhasil pada sebuah persalinan yang di
perkirakan akan berlangsung tidak efektif. Banyak ahli yang berpendapat bahwa tindakan
TRIAL of LABOR adalah merupakan prioritas utama untuk menurunkan kejadian sectio
caesar.
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala berada
pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada umumnya akan berada pada sumbu
9
miring (oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan pada saat ibu meneran akan meyebabkan
bahu depan (anterior) berada di bawah pubis, bila bahu gagal untuk mengadakan putaran
menyesuaikan dengan sumbu miring dan tetap berada pada posisi anteroposterior, pada bayi
yang besar akan terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis sehingga bahu tidak bisa lahir
mengikuti kepala.
F. Manifestasi klinis
G. Komplikasi
1. Pada Ibu
a.
Partus lama yang sering kali disertai pecahnya ketuban pada pembukaan kecil, dapat
menimbulkan dehirasi serta asidosis dan infeksi intrapartum.
b.
Dengan his yang kuat, sedang janin dalam jalan lahir tertahan, dapat menimbulkan
regangan segmen bawah uterus dan pembentukan lingkaran retraksi patologis (Bandl).
c.
Dengan persalinan yang tidak maju karena disproporsi sefalopelvik, jalan lahir pada
suatu tempat mengalami tekanan yang lama antara kepala janin dan tulang panggul.
1. Pada Bayi
a.
Partus lama dapat meningkatkan kematian perinatal apalagi jika ditambah dengan
infeksi intrapartum.
b.
Propalus funikuli, apabila terjadi mengandung bahaya yang sangat besar bagi
janin dan memerlukan kelahirannya dengan segala cara apabila ia masih hidup.
c.
Dengan adanya disproporsi sefalopelvik kepala melewati rintangan pada panggul
dengan mengadakan moulge.
d.
Selanjutnya tekanan oleh promontarium atau kadang-kadang oleh simfisis pada
panggul picak menyebabkan perlukaan pada jaringan diatas tulang kepala janin,
malahan dapat pula menimbulkan fraktur pada os parietalis (Hanifah, 2002).
10
H. Pemeriksaan diagnostik
1. Palpasi dan Balottmen: Leopold I : teraba kepala (balottmen) di fundus uteri
2. X-ray : Dapat membedakan dengan presentasi kepala dan pemeriksaan ini penting
untuk menentukan jenis presentasi sungsang dan jumlah kehamilan serta adanya
kelainan kongenital lain
3. Tes prenatal : dapat memastikan polihidromnion, janin besar, atau gestasii multiple
4. Tes stress kontraksi/tes nonstres : mengkaji kesejahteraan janin
5. Ultrasound atau pelvimetri sinar x : mengevaluasi arsitek pelvis, presentasi janin,
posisi, dan formasi.
6. Pengambilan sampel kulit kepala janin : mendeteksi atau mengesampingkan asidosis
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan distosia bahu juga harus memperhatikan kondisi ibu dan janin.
Syaratsyarat agar dapat di lakukan tindakan untuk menangani distosia bahu adalah:
1. Kondisi vital ibu cukup memadai sehingga dapat bekerjasama untuk menyelesaikan
persalinan
2. Masih mampu untuk mengejan
3. Jalan lahir dan pintu bawah panggul memadai untuk akomodasi tubuh bayi
4. Bayi masih hidup atau di harapkan dapat bertahan hidup
5. Bukan monstrum atau kelainan kongenital yang menghalangi keluarya bayi
Penatalaksanaan umum :
3. Jika bahu tetap tidak lahir walaupun tindakan di atas telah dilakukan
- Masukkan satu tangan ke dalam vagina
- Pegang humerus lengan posterior dan dengan mempertahankan fleksi lengan, pada
siku, ayunkan lengan melewati dada. Tindakan ini memberi ruang bagi bahu
anterior untuk pindah ke bawah simfisis pubis.
4. Jika tindakan di atas gagal untuk melahirkan bahu, pilihan tindakan lainnya
meliputi:
- Mematahkan klavikula untuk mengurangi lebar bahu dan membebaskan bahu
anterior
- Melakukan traksi pada aksila dengan menggunakan pengait untuk mengeluarkan
lengan posterior.
Prinsip utama dalam penanganan distosia bahu adalah melahirkan bayi sesegera mungkin
dengan beberapa teknik berikut:
a. Episiotomi
Episiotomi di lakukan dengan tujuan memperluas jalan lahir sehingga bahu di
harapkan dapat lahir.
b. Manuver Mc Robert
• Dengan posisi ibu berbaring, minta ibu untuk menarik kedua lututnya sejauh
mungkin ke arah dadanya, minta dua asisten (boleh suami atau anggota
keluarganya)
• Tekan kepala bayi secara mantap dan terus-menerus ke arah bawah (kearah
anus ibu) untuk memggerakkan bahu anterior di bawah symphisis pubis.
Hindari tekanan yang berlebihan pada bagian kepala bayi karena mungkin
akan melukainya.
• Secara bersama minta salah satu asisten untuk memberikan sedikit tekanan
supra pubis ke arah bawah dengan lembut. Jangan lakukan dorongan pada
pubis, karena akan mempengaruhi bahu lebih jauh dan bisa menyebabkan
ruptur uteri
12
c. Manuver Corkscrew Woods
• Masukkan satu tangan ke dalam vagina dan lakukan penekanan pada bahu
anterior, ke arah sternium bayi, untuk memuar bahu bayi dan megurangi
diameter bahu
• Jika perlu, lakukan penekanan pada bahu posterior ke arah sternum.
d. Teknik Pelahiran Bahu Belakang
• Masukkan satu tangan ke dalam vagina dan pegang tulang lengan atas yang
berada pada posisi posterior
• Fleksikan lengan bayi di bagian siku dan letakkan lengan tersebut melintang di
dada bayi.
e. Manuver Rubin
• Pertama dengan menggoyong-goyang kedua bahu janin dari satu sisi ke sisi
lain dengan memberikan tekanan pada abdomen.
• Bila tidak berhasil, tangan yang yang berada di panggulmeraih bahu yang
paling mudah di akses, kemudian mendorongnya ke permukaan anterior bahu.
Hal ini biasanya akan menyebabkan abdusi kedua bahu kemudian akan
menghasilkan diameter antar bahu dan pergeseran bahu depan dari belakang
simfisis pubis.
f. Manuver Hibbard
Menekan dagu dan leher janin ke arah rectum ibu dan seorang asisten menekan
kuat fundus saat bahu depan dibebeskan. Penekanan fundus yang dilakukan pada
saat yang salah akan megakibatkan bahu depan semakin terjepit.
g. Posisi Merangkak
• Minta ibu untuk berganti posisi merangkak
• Coba ganti kelahiran bayi tersebut dalam posisi ini dengan cara melakukan
tarikan perlahan pada bahu anterior ke arah atas dengan hati-hati.
• Segera setelah lahir bahu anterior, lahirkan bahu posterior dengan tarikan
perlahan ke arah bagian bawah dengan hati-hati.
h. Manuver Zavanelli
• Mengembalikan kepala ke posisi oksiput anterior atau posterior bila kepala
janin telah berputar dari posisi tersebut
• Memfleksikan kepala dan secara perlahan mendorongnya masuk kembali ke
vagina yang diikuti dengan pelahiran secara sesar.
• Memberikan terbutaline 250 mg subkutan untuk menghasilkan relaksasi
uterus.
13
i. Fraktur Klavikula
- Mematahkan klavikula dengan cara menekan klavikula anterior terhadap
ramus pubis dapat dilakukan untuk membebaskan bahu yang terjepit.
j. Kleidotomi
- Kleidotomi yaitu memotong klavikuka dengan gunting atau benda tajam lain,
biasanya dilakukan pada janin mati
k. Simfisotomi
- Simfisotomi yaitu mematahkan simfisotomi pubis untuk memermudah
persalinan juga dapat diterapkan dengan sukses.
a. Persalinan Normal
- Melakukan episiotomy
- Melakukan manuver McRobert dengan tekanan supra pubik. Biasanya dengan
manuver tersebut janin dengan distoia bahu sudah dapat dilahirkan. Namun
jika bahu tidak lahir direkomendasikan manuver corkscrew woods, teknik
pelahiran bahu belakang dan melahirkan dengan posisi merrangkak. Sedang
fraktur klavikula merupakan pilihan terakhir.
b. The American College of Obstetrician.
Merekomendasikan langkah-langkah berikut ini untuk penatalaksanaan
distosia bahu dengan urut-urutan bergantung pada pengalaman dan pilihan
masing-masing operator :
- Panggil bantuan (mobilisasi asisten, anestesiolog dan dokter anak). Pada
saat ini dilakukan upaya untuk melakukan traksi ringan. Kosongkan
kandung kemih bila penuh.
- Lakukan episiotomy luas (mediolateral) untuk memperluas ruangan
posterior
- Penekanan suprapublik dilakukan pada saat awal oleh banyak dokter
karena alasan kemudahannya. Hanya dibutuhkan satu asisten untuk
melakukan penekanan suprapublik sementara traksi ke bawah dilakukan
pada kepala janin.
- Manuver McRobert memerlukan dua asisten, tiap asisten memegangi satu
tungkai dan memfleksikan paha ibu ke arah abdomen. Manuver-manuver
di atas biasanya dapat mengatasi sebagian besar kasus distosia bahu.
14
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian keperawatan
1. Identitas/ demografi klien
2. Riwayat kehamilan harus mencakup gravida atau paragravida, pola dan perawatan
prenatal, rencana terhadap persalinan, tinjauan ulang terhadap kehamilan, kondisi
fisik dan psikologis, kesehatan secara umum.
3. Riwayat kehamilan dahulu
✓
Catat kehamilan terdahulu (jumlah, tanggal, jenis kelahiran, komplikasi,
dan hasil kehamilan mencakup jenis kelamin dan berat badan)
✓
Tanyakan pada klien riwayat kesehatan terdahulu dan catat jika klien
pernah menjalani pembedahan, penyakit jantung, diabetes, anemia,
tuberculosis, penyakit ginjal, hipertensi, atau penyakit menular seksual.
4. Riwayat kesehatan keluarga
✓
Tanyakan pada klien jika ada anggota keluarga yang memiliki penyakit
jantung, diskrasia darah, diabetes, penyakit ginjal, kanker, alergi, kejang,
defek congenital atau retardasi mental
✓
Mencakup proses persalinan keluarga (mis. Saudara, ibu) dan informasi
mengenai pengobatan dalam keluarga
5. Pemeriksaan Fisik
-
Kaji penampilan klien secara keseluruhan dan catat jika terdapat
pucat, kelelahan, sakit atau rasa takut; edema; dehidrasi; atau lesi
terbuka
-
Kaji turgor kulit untuk menentukan adanya dehidrasi
-
Kaji adanya jaringan parut, karena pembedahan abdomen atau pelvic
dapat menyisakan perlekatan
-
Kaji presentasi dan posisi janin melalui maneuver Leopold
-
Tentukan ukuran janin melalui pengukuran tinggi fundus
-
Inspeksi membrane mukosa pada mulut untuk mengetahui adanya
lesi (herpes) dan inspeksi konjungtiva untuk mengetahui warna
mata.
-
Inspeksi ekstremitas bawah akan adanya edema dan varises
-
Lakukan palpasi untuk mengetahui adanya pembesaran nodus
limfatikus untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
15
-
Palpasi payudara klien dan kaji adanya benjolan atau kista serta catat
kemunculannya untuk dievaluasi lebih lanjut (mungkin kelenjar susu
yang membesar)
-
Palpasi dan perkusi kandung kemih untuk mendeteksi kepenuhannya
-
Auskultasi paru untuk memastikan kejernihan suaranya dan kaji
bunyi jantung.
6. Temuan Pengkajian
- Kala kedua yang lama
- Penurunan tersendat
- Kepala janin yang telah mengalamicrowning tertarik setiap kali
terjadi kontraksi uterus
7. Aktivitas / istirahat
Melaporkan keletihan, kurang energy, latergi, penurunan penampilan
8. Sirkulasi
Tekanan darah dapat meningkat. Mungkin menerima magnesium sulfat
untuk hipertensi karena kehamilan
9. Eliminasi
Distensi usus atau kandung kemih mungkin ada
10. Integritas ego
Mungkin sangat cemas atau ketakutan
11. Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin menerima narkotik atau anastesia peridural pada awal proses
persalinan
Kontraksi jarang dengan intensitas ringan sampai sedang ( kurang dari 3
kontraksi per 10 menit )
Dapat terjadi sebelum persalinan (disfungsi fase laten primer ) atau
setelah persalinan terjadi ( disfungsi fase aktif sekunder )
12. Keamanan
Dapat mengalami versi externalsetelah gestasi 34 minggu dalam upaya
untuk mengubah presentasi bokong menjadi presentasi kepala
Penurunan janin mungkin kurang dari 1cm/jam pada nulipara atau
kurang dari 2 cm/jam pada multipara
Pemeriksaan vagina dapat menunjukkan janin dalam malposisi
Serviks mungkin kaku atau tidak siap
Dilatasi mungkin kurang dari 1,2 cm/jam pada primipara atau kurang
dari 1,5 cm/jam untuk multipara pada fase aktif
16
13. Seksualitas
Uterus mungkin destensi berlebihan karena hidranion, gestasi multiple,
janin besar, atau grand multiparetas
Dapat mengalami tumor uterus yang tidak teridentifikasi
17
PATHWAY DISTOSIA BAHU
DISTOSIA BAHU
Kontraksi uterus tidak adekuat Tekanan pada serviks yang kuat dan Tidak adanya dukungan dari
sehingga tekanan kepala janin yang lama pasangan / keluarga
kuat terhadap servik
KOPING INDIVIDUAL
Nyeri hebat TIDAK EFEKTIF
NYERI AKUT
Resiko terhadap Tali pusar tertekan oleh janin dan
robeknya vagina dan tulang pelvis
serviks pada ibu
Diaphoresis hebat
18
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan dengan kontraksi uterus tidak efektif,
tekanan kepala janin yang kuat pada serviks
2. Resiko tinggi cedera maternal pada ibu berhubungan dengan perubahan
tonus otot / pola kontraksi , obstruksi mekanis, pada penurunan janin,
keletihan maternal
3. Resiko tinggi cedera terhadap janin berhubungan dengan persalinan yang
lama, malpresentasi janin, hipoksia atau asidosis jaringan, abnormalitas
pelvis ibu.
4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan status
hipermetabolik, muntah diaphoresis hebat, pembatasan masukan oral,
dieresis ringan berkenaan dengan pemberian oksitosin.
5. Koping individual tidak efektif berhubungan dengan krisis situasi, harapan
yang tidak sesuai, ketidakadekuatan system pendukung.
C. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa keperawatan : nyeri akut berhubungan dengan kontraksi uterus
tidak efektif, tekanan kepala janin yang kuat pada serviks.
Hasil yang diharapkan : Klien dapat mengontrol nyeri.
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Kaji karakteristik nyeri PQRST Menentukan tindakan yang akan
khususnya saat HIS normal dilakukan selanjutnya sesuai dengan
respon pasien terhadap nyeri
Hilangkan factor – factor yang Tingkat toleransi ansietas adalah
menghasilkan ansietas dan individual dan dipengaruhi oleh
anjurkan keberadaan pasangan berbagai factor. Ansietas berlebihan
pasien pada respons terhadap situasi darurat
dapat meningkatkan ketidak
nyamanan karena rasa takut, tegang,
dan nyeri yang saling
berhubungandan membantu
kemampuan klien untuk mengatasi
19
nyeri.
Anjurkan teknik relaksasi dan Dapat membantu dalam reduksi
massage pada ibu ansietas dan meningkatkan
kenyamanan
Anjurkan ibu mengantisipasi Dengan nafas dalam otot- ototdapat
nyeri dengan nafas dalam bila berelaksasi , terjadi vasodilatasi
timbul HIS pembuluh darah, expansi paru
optimal sehingga kebutuhan O2 pada
jaringan terpenuhi
Kolaborasi
Pemberian narkotik, sedative Meningkatkan kenyamanan dengan
seperti analgetik memblok impuls nyeri, kerja agen
analgetik
20
Evaluasi tingkat keletihan yang Kelelahan ibu yang berlebihan
menyertai menimbulkan disfungsi sekunder
atau mungkin akibat dari persalinan
yang lama.
Kaji pola kontraksi uterus secara Disfungsi kontraksi memperlama
manual maupun elektronik persalinan, meningkatkan risiko
komplikasi maternal / janin.
Catat kondisi serviks, pantau tanda Serviks kuku atau tidak siap tidak
amnionitis. Catat peningkatan suhu akan dilatasi sehingga menghambat
atau sel darah putih penurunan janin / kemajuan
persalinan. Terjadinya amnionitis
secara langsung dihubungkan
dengan lamanya persalinan sehingga
melahirkan harus terjadi 24 jam
setelah pecah ketuban.
Catat penonjolan, posisi janin, dan
Indicator persalinan ini dapat
presentasi janin
mengidentifikasi timbulnya
penyebab persalinan lama.
Tempatkan klien pada posisi
Relaksasi dan peningkatan perfusi
rekumben lateral dan anjurkan tirah
uterus dapat memperbaiki pola
baring atau ambulasi sesuai toleransi
hipertonik. Ambulasi dapat
membantu kekuatan gravitasi dalam
merangsang pola persalinan normal
dan dilatasi serviks.
Kandung kemih penuh dapat
Anjurkan klien berkemih setiap 1-2
menghambat aktivitas uterus dan
jam. Kaji terhadap kepenuhan
mempengaruhi penurunan janin.
kandung kemih di atas simfisis fubis
Mungkin diperlukan pada kejadian
Sediakan kotak peralatan
pencetus persalinan dan kelahiran.
kedaruratan
Kolaborasi
Siapkan klien terhadap amniotomi, Pecah ketuban menghilangkan
dan bantu dalam prosedur bila distensi uterus berlebihan dan
21
serviks dilatasi 3-4 cm. memungkinkan bagian presentasi
mendekat pada persalinan maju pada
tidak adanyadisproporsi sefalopelvik
( CPD ).
Gunakan rangsangan putting untuk Oksitosin mungkin perlu menambah
menghasilkan oksitosin endogen atau memulai aktivitas miometrik
atau melalui infuse oksitosin untuk pola uterus hipotonik.ini
eksogen biasanya dikontraindikasikan pada
pola persalinan hipertonik karena ini
dapat menambah hipertonisitas,
tetapi dapat dicoba dengan
amniotomi bila fase laten
memanjang.
Bantu dengan persiapan untuk
Melahirkan sesaria segera
section sesaria sesuai indikasi untuk
diindikasikan untuk cincin brandl
malposisi , CPD atau cincin brandl
untuk distress janin karena CPD.
22
seperti dehidrasi, asidosis maupun sederhana ( seperti membalikkan
ansietas klien ke posisi rekumben lateral )
meningkatkan sirkulasi darah dan
oksigen ke uterus dan plasenta serta
dapat mencegah atau memperbaiki
hipoksia janin.
Kolaborasi
Kontraksi yang terjadi setiap 2 menit
Perhatikan kontraksi uterus.
atau kurang tidak memungkinkan
Beritahu dokter bila frekuensi tiap 2
oksigenasi adekuat dari ruang
menit atau kurang
intrafiles.
Menentukan posisi dan presentasi
Kaji malposisi dengan
janin dapat mengidentifikasi factor –
menggunakan manufer Leopold dan
factor yang memperberat
temuan pemeriksaan internal.
disfungsional janin.
Pantau penurunan janin pada jalan Penurunan yang kurang dari 1 cm
lahir pada primipara atau kurang dari 2
cm pada multipara dapat
menandakan CPD atau malposisi.
Siapkan untuk kelahiran sesaria bila
Melahirkan pervagina dari bokong
presentasi bokong terjadi, janin
dihubungkan dengancedera pada
gagal turun, kemajuan persalinan
columna vertebralis janin, pleksus
terhenti, atau teridentifikasi CPD
brakialis, klavikula dan sutura otak,
meningkatkan mortalitas dan
morbiditas neonatal.
23
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Pertahankan masukan / haluaran yang Penurunan haluaran urin dan
akurat, tes urin terhadap keton.
peningkatan berat jenis urin
menunjukkan dehidrasi.
Ketidakadekuatan masukan
glukosa mengakibatkan
Pantau tanda – tanda vital
pemecahan lemak dan adanya
keton.
Peningkatan frekuensi nadi, suhu
Kaji bibir dan membrane mukosa oral dan perubahan tekanan darah
ortostik dapat menandakan
penurunan volume sirkulasi.
Membrane mukosa / bibir yang
kering adalah indicator lanjut dari
dehidrasi.
Kolaborasi
Tinjau ulang data laboratorium : Peningkatan hematokrit
hemoglobin, hematokrit, elektrolit menunjukkan dehidrasi. Kadar
serum dan glukosa serum. elektrolit serum mendeteksi
terjadinya ketidakseimbangan
elektrolit, kadar glukosa serum
Berikan cairan secara intravena mendeteksi hipoglikemia
Larutan parenteral mengandung
elektrolit dan glukosa sehingga
dapat memperbaiki atau mencegah
ketidakseimbangan maternal dan
janin serta dapat menurunkan
keletihan maternal.
24
5. Koping individual tidak efektif berhubungan dengan krisis situasi,
harapan yang tidak sesuai, ketidakadekuatan system pendukung.
Hasil yang diharapkan : klien akan mengungkapkan pemahaman tentang
apa yang sedang terjadi dan mengidentifikasi / menggunakan teknik koping
efektif
INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Kenali realitas keluhan klien akan Ketidaknyamanan dan nyeri
ketidaknyamanan dapat disalahartikan pada
kurangnya kemajuan yang tidak
dikenali sebagai masalah
disfungsional. Mendengarkan
perasaan dan mendukung dapat
menurunkan ketidaknyamanan
dan membantu klien rileks dan
mengatasi situasi
Tentukan tingkat ansietas pasien Ansietas berlebihan
perhatikan bila adanya frustasi pada meningkatkan aktifitas adrenal /
pasien pelepasan ketokolamin yang
menyebabkan ketidakseimbangan
endokrin yang diperlukan untuk
kontraksi uterus.
Berikan tindakan kenyamanan dan Menurunkan ansietas,
pengubahan posisi klien. Anjurkan meningkatkan kenyamanan akan
penggunaan teknik relaksasi nafas membantu klien mengatasi
dalam. situasi secara positif.
Berikan informasi factual tentang apa Dapat membantu reduksi ansietas
yang terjadi dan meningkatkan koping.
25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Distosia bahu merupakan masalah persalinan yang terjadi selama kala kedua pada
saat kepala janin telah lahir, tetapi bagian bahu terlalu lebar untuk masuk dan
dilahirkan melalui rongga pelvic. Hal tersebut dapat membahayakan bagi ibu karena
dapat merobek serviks dan vagina; hal tersebut juga berbahaya bagi janin karena tali
pusar tertekan oleh tubuh janin dan tulang pelvic.
Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat di lahirkan setelah
kepala janin di lahirkan. Salah satu kriteria diagnosa distosia bahu adalah bila dalam
persalinan per vagina untuk melahirkan bahu harus di lakukan manufer khusus
seperti trapsi curam bawah dan episiotomy
B. Saran
Bagi ibu hamil hendaknya memeriksakan kehamilannya secara dini, memeriksakan
kehamilannya minimal 4 kali selama kehamilannya, agar bisa terdeteksi secara dini
komplikasi yang mungkin terjadi pada kehamilannya dan bisa meminimalisir terjadinya
komplikasi tersebut.
26
DAFTAR PUSTAKA
Mochlar, Rustam. 1990. Synopsis Obstetric. Jakarta : EGC
FKUI Universitas Padjajaran. 1983. Uji Diri Obstetric dan ginekologi.
Bandung : Eleman
Wiknojosastro, Hanifa. 1992. Ilmu Kebidanan. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo
Chandranita, ida ayu, dkk. 2009. Buku ajar patologi obstetric untuk mahasiswa
kebidanan. Jakarta:EGC
Farrer, Helen. 2001. Perawatan meternitas edisi II. Jakarta: EGC
27
28