Regulasi Hak Dokter mempunyai 3 tempat praktek.
Mencermati RUU Praktek Kedokteran usulan
Pemerintah. Reduksi SIP Dokter Monoloyalitas
terhadap faskes demi keadilan dan pemerataan
atau demi pelayanan terbaik ??
(REFLIKSI HUT IDI 71 TAHUN 24 OKT 2021)
Oleh:
Abd. Halim,dr.SpPD.FINASIM.,SH.MH.MM.
Voice Of Law Banua Law Center
Pendahuluan
Tulisan ini menanggapi beberapa pertanyaan
sejawat tentang mulai dibicarakan pembatasan
jumlah SIP dokter hanya 1 tempat dan bahkan mulai
dibahas salah Webinar Hukkes.
Rasio dan lulusan dokter per tahun
Jumlah dokter di Indonesia terendah kedua di Asia
Tenggara, yaitu sebesar 0,4 dokter per 1.000
penduduk. Artinya, Indonesia hanya memiliki 4
dokter yang melayani 10.000 penduduknya. Jumlah
ini jauh lebih rendah jika dibandingkan denganSingapura yang memiliki 2 dokter per 1.000
penduduknya. Selain dokter, Indonesia memiliki
keterbatasan tenaga kesehatan lainnya.
ketersediaan perawat dan bidan Indonesia juga
memiliki posisi terburuk di antara negara lainnya.
Rasio perawat per 1.000 penduduk sebesar 2,1 yang
artinya dua orang melayani 1.000 penduduk di
Indonesia.
Dari informasi KKI bahwa lulusan dokter per tahun
lebih dari 12.500 dari 91 Fakuktas Kedokteran yang
ada di Indonesia. Jumlah ini semestinya dapat
memenuhi kebutuhan dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan (Fasyankes). Namun, masih ada
puskesmas yang tidak memiliki dokter, sementara
puskesmas lainnya memiliki jumlah dokter yang
berlebih. Maldistribusi juga bisa dilihat dari rasio
ketersediaan dokter antarprovinsi yang
kesenjangannya cukup besar. Redistribusi yang sulit
dilakukan juga menjadi masalah krusial. Adanya
dokter enggan ditempatkan di wilayah DPTK.
Kondisi tersebut dimungkinkan karena wilayah
DPTK memiliki keterbatasan akses, geografis sulit,
serta keterbatasan sarana prasarana pelayanan
kesehatan.Regulasi Penerbitan SIP Dokter/ dokter gigi
UU nomor 29 tahun 2004 merupakan UU lex
Specialis bagi dokter dan dokter gigi dalan
menjalankan praktek kedokterannya. Dalam UU
tersebut terdapat ketentuan hak dan kewajiban
dokter, kewajiban memiliki STR dan SIP dalam
menjalankan praktek.
Tujuan dibuat UU Pradok seperti dalam Pasal 3
Pengaturan praktik kedokteran bertujuan untuk :
1. memberikan perlindungan kepada pasien;
2. mempertahankan dan meningkatkan mutu
pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan
dokter gigi; dan
3. memberikan kepastian hukum kepada
masyarakat, dokter dan dokter gigi.
Pada Pasal 36 : Setiap dokter dan dokter gigi yang
melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib
memiliki surat izin praktik.
1. Pasal 37 disebutkan bahwa
Surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang
berwenang di kabupaten/kota tempatpraktik kedokteran atau kedokteran gigi
dilaksanakan.
2. Surat izin praktik dokter atau dokter gigi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat.
3. Satu surat izin praktik hanya berlaku untuk 1
(satu) tempat praktik.
Pasal 38
(1) Untuk mendapatkan surat izin
praktiksebagaimana dimaksud dalam Pasal 36,
dokter atau dokter gigi harus :
e memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat
tanda registrasi dokter gigi yang masih berlaku
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal
31, dan Pasal 32;
@ mempunyai tempat praktik; dan
e memiliki rekomendasi dari organisasi profesi.
(2) Surat izin praktik masih tetap berlaku
sepanjang :
1. surat tanda registrasi dokter atau surat tanda
registrasi dokter gigi masih berlaku; dan
tempat praktik masih sesuai dengan yangtercantum dalam surat izin praktik.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai surat izin
praktik diatur dengan Peraturan Menteri.
Permenkes terbaru tentang SIP dan praktek
kedokteran yaitu NOMOR 2052/MENKES/PER/X/
2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN
PRAKTIK KEDOKTERAN yang merupakan revisi
terhadap permenkes terdahulu yaitu Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 512/Menkes/Per/IV/
2007.
Dalam PMK 2052 / 2011 Pasal 3
1. SIP bagi Dokter dan Dokter Gigi dapat berupa
SIP dokter, SIP dokter gigi, SIP dokter spesialis,
dan SIP dokter gigi spesialis.
2. SIP bagi dokter peserta program internsip
berupa SIP Internsip dengan kewenangan yang
sama dengan dokter.
3. SIP bagi peserta Program Pendidikan Dokter
Spesialis (PPDS) atau peserta Program
Pendidikan Dokter Gigi Spesialis (PPDGS)
berupa SIP dokter atau SIP dokter gigi dengan
kewenangan sesuai kompetensi yang ditetapkan
oleh Ketua Program Studi (KPS).
4. SIP bagi peserta program dokter dengankewenangan tambahan yang memperoleh
penugasan khusus di fasilitas pelayanan
kesehatan tertentu berupa SIP dokter dengan
kewenangan sebagaimana tercantum dalam
surat keterangan kompetensi yang dikeluarkan
oleh Kolegium.
Pasal 4
1. SIP Dokter dan Dokter Gigi diberikan paling
banyak untuk 3 (tiga) tempat praktik, baik pada
fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah,
swasta, maupun praktik perorangan.
2. SIP 3 (tiga) tempat praktik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat berada dalam
kabupaten/kota yang sama atau berbeda di
provinsi yang sama atau provinsi lain.
Pasal 6
(1) Dalam rangka melaksanakan program
pemerataan pelayanan kesehatan:
e SIP bagi Dokter dan Dokter Gigi yang
melakukan praktik kedokteran pada suatu
fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah
berlaku juga bagi fasilitas pelayanan kesehatan
pemerintah dalam wilayah binaannya yang tidakmemiliki dokter/dokter gigi.
e SIP bagi Dokter dan Dokter Gigi spesialisasi
tertentu yang melakukan praktik kedokteran
pada suatu fasilitas pelayanan kesehatan
berlaku juga bagi fasilitas pelayanan kesehatan
pemerintah di daerah lain yang belum memiliki
pelayanan spesialisasi yang sama.
(2) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi fasilitas
pelayanan kesehatan milik TNI/POLRI, Puskesmas,
dan balai kesehatan/balai pengobatan milik
pemerintah.
(3) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi rumah sakit
milik pemerintah yang bersifat publik yang
bekerjasama dalam bentuk sister hospital.
(4) Pemberian pelayanan kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b harus
diberitahukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat.
Pertimbangan penerbitan SIP dokter
Menurut pasal 37 ayat 2 UU Pradok dan PMK 2052
Tahun 2011 pasal 2 ayat 2 bahwa yangberwewenang mengeluarkan SIP adalah pejabat
bidang kesehatan dalam hal ini Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
Bahan pertimbangan dikeluarkan SIP selain
terpenuhinya persyaratan administrasi seperti
tercantum pada Pasal 8 ayat 1 PMK 2052 tahun
2011 yaitu Untuk memperoleh SIP, Dokter dan
Dokter Gigi harus mengajukan permohonan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat
praktik kedokteran dilaksanakan dengan
melampirkan :
1. fotokopi STR yang diterbitkan dan dilegalisasi
asli oleh KKI;
2. surat pernyataan mempunyai tempat praktik,
atau surat keterangan dari fasilitas pelayanan
kesehatan sebagai tempat praktiknya;
3. surat persetujuan dari atasan langsung bagi
Dokter dan Dokter Gigi yang bekerja pada
instansi/fasilitas pelayanan kesehatan
pemerintah atau pada instansi/fasilitas
pelayanan kesehatan lain secara purna waktu;
4. surat rekomendasi dari organisasi profesi,
sesuai tempat praktik; dan
5. pas foto berwarna ukuran 4x6 sebanyak 3 (tiga)lembar dan 3x4 sebanyak 2 (dua) lembar.
Dan juga ada tambahan persyaratan sesuai amanah
UU nomor 11 tahun 2020 tentang CIPTA KERJA dan
PP NOMOR 5 TAHUN 202ITENTANG
PENYELENGGARAAN PERIZINAN BERBASIS RISIKO
disyaratkan untuk mempunyai Nomer Induk
Berusaha (NIB) dan Bagi yang praktek Mandiri
ditambah beberapa pesyaratan yaitu denah lokasi,
dan daftar peralatan praktek, pengelolaan limbah
medis, Kerjasama dengan puskesmas dan
kesediaan menjalankan praktek sesuai peundangan
yang berlaku. Disamping hal diatas Kepala dinas
kesehatan kabupaten/ kota dalam memberikan SIP
dokter HARUS mempertimbangkan keseimbangan
antara jumlah Dokter dan Dokter Gigi dengan
kebutuhan pelayanan kesehatan. (Pasal 2 ayat 3
PMK 2052/ 2011).
SURAT TUGAS pengganti SIP
Dalam PMK 2052 tahun 2011 Pasal 15 ayat(1)
Untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan
pelayanan kedokteran, Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi atas nama Menteri dapat memberikanSurat Tugas kepada dokter spesialis atau dokter
gigi spesialis tertentu yang telah memiliki SIP untuk
bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan atau rumah
sakit tertentu tanpa memerlukan SIP di tempat
tersebut, berdasarkan permintaan Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Dan pada ayat (2)
Surat Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dapat diberikan di daerah yang tidak ada
dokter spesialis untuk memberikan pelayanan
kesehatan spesialis yang sama.
Regulasi SIP dalam RUU PRADOK
Penulis dibulan November 2020 mendapat kiriman
2 buah RUU dari sumber yang valid dan kredible
yaitu RUU PRADOK yang merupakan inisiasi
pemerintah dan RUU DIKDOK inisiasi DPR yang
sekarang sudah bergulir di Baleg DPR dan masuk
Prolegnas 2021.
Bagian Kedua RUU PRADOK, Pada Pasal 33 bahwa
Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan
praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki SIP.
Pasal 34
1. SIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten/
kota tempat praktik kedokteran atau kedokteran
gigi akan dilaksanakan.
. SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku untuk 1 (satu) wilayah Kabupaten/Kota
tempat dikeluarkannya SIP.
. Setiap dokter atau dokter gigi hanya memiliki
paling banyak 3 (tiga) tempat praktik yang
berjadwal, termasuk telepraktik.
. Dalam hal terdapat keterbatasan jumlah dokter
dengan keahlian tertentu di wilayah Kabupaten/
Kota, Dinas Daerah Kabupaten/Kota dapat
menugaskan dokter atau dokter gigi dengan
keahlian yang dibutuhkan berpraktik di tempat
lain selain tempat praktik sebagaimana
ketentuan pada ayat (3) untuk perluasan akses
pelayanan kepada masyarakat.
(SEPAKAT 17 SEPT 2020)
Pasal 35
Untuk mendapatkan SIP sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35, dokter atau dokter gigi harus
memenuhi persyaratan yang meliputi:
memiliki STR dokter atau gigi yang masih
berlaku;2. mempunyai tempat praktik yang memenuhi
persyaratan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
3. melampirkan rekomendasi dari organisasi
profesinya.
(SEPAKAT 17 SEPT 2020)
Pasal 36 : SIP masih tetap berlaku sepanjang:
1. surat tanda registrasi dokter atau surat tanda
registrasi dokter gigi masih berlaku; dan
2. tempat praktik masih sesuai dengan yang
tercantum dalam surat izin praktik.
Pasal 37
Ketentuan lebih lanjut mengenai SIP diatur dengan
Peraturan Menteri.
Dalam RUU ini jelas bahwa dokter berhak
mendapatkan 3 buah SIP di 3 tempat praktek
Berjadwal dan termasuk untuk praktek
telemedicine. Hal ini menarik dari RUU Pradok ini
adalanya SIP praktek telemedicine yang menjadikan
praktek tanpa dinding atau Hospital without Wall
dan ini akan menjadi kenyataan dari keniscayaan
yang ada pada era 4.0 atau 5.0 nanti. Dan ruang
lingkup SIP berbasis wilayah kota atau kabupatendimana SIP itu diterbitkan.
Karena RUU pradok ini masih belum masuk
Prolegnas 2021 dan terus digodok oleh pengusul
dari pemerintah maka kemungkinan bisa berubah
dan adalah bukan yang mustahil reduksi jumlah SIP
dokter/dokter gigi menjadi monoloyalitas pada satu
faskes tempat praktek.
Regulasi SIP monoloyalitas bagi Fasyankes /dokter
Dalam PP No 47 tahun 2021 tentang
Penyelenggarakan Perumahsakitan yang
merupakan aturan turunan dan UU Nomor 11 tahun
2020 OBL CIKA kluster Kesehatan / RS, dusebukan
tentang klasiflkasi RS dan Persyaratan yang harus
dipenuhi sesuai klasifikasi tersebut. ( Pasal 2, 3, 4, 5,
6) dan tentang SDM yang wajib dipenuhi RS pada
pasal 22, 23, 24,).
Disebutkan pada pasal 22 ayat 2 bahwa SDM yang
bekerja di RS termasuk dokter (pasal 23 ayat 1 dan
2) harus TENAGA TETAP yang bekerja secara
PURNA WAKTU. Monoloyalitas dokter yang bekerja
di RS tersebut sangat diperlukan untuk memberikanpelayanan yang terbaik dan paripurna. Pembatasan
jumlah SIP bagi dokter tersebut dengan RS tempat
bekerja bisa disepakati dengan surat kontrak yang
disepakati kedua belah pihak. Lex Spesialis buat
para pihak tersebut.
Pada pasal 22 ayat 5 disebutkan bahwa RS dapat
mempekerjakan tenaga TIDAK TETAP dan atau
tenaga lainnya berdasarkan kebutuhan dan
kemampuan RS sesuai dengan peraturan peundang-
undangan. Terutama UU nomor 13 tahun 2003 dan
UU 11 tahun 2020 dan PP 35 tahun 2021 .
Ada 2 pembagian kelompok Hubungan hukum
dakam melakukan pekerjaan yaitu
1. Melakukan pekerjaan dalam hubungan kerja
berdasarkan perjanjian kerja (yang ditandai
dengan adanya upah tertentu dan adanya
“hubungan diperatas” /dienstverhoudings
2. Hubungan hukum di luar hubungan kerja. Yang
di luar hubungan kerja, ada yang dilakukan
berdasarkan perjanjian melakukan jasa-jasa dan
ada yang dilakukan atas dasar pemborongan
pekerjaan. Dan ada juga yang dilakukan dengan
hubungan kemitraan (partnership), dan ada yangdilakukan berdasarkan suatu anggaran dasar
(vide pasal 1601, pasal 1601a jo pasal 1601c
KUHPerdata dan pasal 26 UU No. 20 Tahun
2008).
Penerapan Aubungan hukum antara dokter dengan
manajemen atau RS /KLINIK sangat bervariasi,
bergantung pada kebutuhan dan kondisi serta
kesepakatan di antara para pihak. Ada yang
didasarkan perjanjian kerja (DHK), ada yang
berdasarkan perjanjian (kontrak) melakukan jasa-
jasa, dan ada juga yang atas dasar bagi hasil, serta
bentuk hubungan hukum lainnya.
Bagaimana perlakuan hukum terhadap dokter
tersebut ? Hal tersebut sangat bergantung pada
jenis hubungan hukum yang diperjanjikan
(sebagaimana tersebut di atas). Artinya,
apabila tenaga kesehatan tersebut dipekerjakan
berdasarkan perjanjian kerja (employment
agreement), maka berlaku ketentuan mengenai
hubungan kerja dalam UU No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan’).
Namun, apabila tenaga kesehatan tersebut bekerja
didasarkan perjanjian melakukan jasajasa,kemitraan atau perjanjian dengan sistem bagi hasil,
atau kontrak pelayanan kesehatan -- untuk suatu
jangka waktu tertentu --, maka apa yang telah
diperjanjikan -- oleh para pihak -- menjadi “undang-
undang” dan mengikat untuk dipatuhi oleh yang
bersangkutan (pacta sun servanda, pasal 1338
KUHPerdata). Dalam hal bukan hubungan kerja,
tentunya tidak berlaku ketentuan hubungan
kerja (khususnya hak-hak dan kewajiban dalam
hubungan industrial) yang diatur dalam UU
Ketenegakerjaan. Walaupun tetap harus
mengindahkan ketentuan peraturan perundang-
undangan mengenai ketenagakerjaan secara umum,
seperti ketentuan mengenai waktu kerja dan waktu
istirahat (WKWI), ketentuan mengenai keselamatan
dan kesehatan kerja (K3) serta ketentuan
mengenai standar minimum pengupahan
(termasuk bagi hasil) serta ketentuan-ketentuan
lainnya untuk menghindari terjadinya eksploitasi
sesama /nsan manusia.
Dalam penerapan SIP monoloyalitas pada faskes
tertentu harus berdasarkan hubungan berdasarkan
perjanjian kerja yang disepakati kedua belah pihak
antar dokter dan fasyankes tersebut. Dan dokterharus merelakan tidak mengambil haknya untuk
berpraktek di tiga tempat seperti yang diamanahkan
UU Pradok.
Pro dan Kontra SIP Monoloyalitas
Terhadap wanana penerapan dan pengaturan SIP
tunggal bagi dokter dan dokter gigi atau juga nakes
yang lain, menimbulkan pro dan kontra bahkan
kegaduhan ini terlihat dari komentar dan tanggapan
sejawat dokter / dokter gigi dalam grup WA dan
medsos yang lain dan semakin menarik dengan
adanya webinar MHKes UGM dan Himpunan
Advokat Khusus RS dan Kemenkes RI dan tentukan
bukan acara dadakan tapi memang direncanakan
untuk menggulirkan wacana dan rencana ini bisa
dalam bentuk diterbitkan PERMENKES atau
memasukkan dalam RUU PRADOK yang lagi
dipersiapkan oleh pemerintah.
Bagi dokter yang sudah terkenal dan laris manis
pastilah regulasi ini Kontra baginya karena
mengganggu status qou dan kenikmatannya
meraup penghasilan yang besar di 3 tempat
terutama yang praktek dikota besar dan sedangdan yang "basah". Yang tentunya menyingkirkan
dokter lain yang kompotensi yang sama. (Sp yang
sama). Sehingga tidak kebagian "kue" nya.
Bagi yang Pro regulasi ini, memungkinkan rasa
keadilan dan pemerataan bagi dia dan sejawatnya
dan tentunya ini merupakan peyejewantahan pasal
18 Kodeki tentang Kesejawatan.
Bagi pemilik RS atau Klinik juga menjadi pro dan
kontra terhadap rencana regulasi ini. Bagi yang Pro
bahwa regulasi ini membuat layanan kesehatan
dokter tersebut bisa fokus dan paripurna sehingga
meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan
Faskes tersebut dan bisa layanan Unggulan
sehingga pendapatan dan kemajuan faskes
tersebut berkembang pesat dan besar dan ini juga
akan meningkatkan nilai tawar dokter tersebut
dalam klausal jasa pendapatan (upah)
PERJANJIAN KERJA nya. Sehingga rela
melepaskan jatah 2 SIP nya ditempat lain.
Bagi faskes yang kontra regulasi ini, terutama
didaerah yang kurang dokter Spesialis yang
dibutuhkan sebagai prasyarat pendirian RS atauKlinilk dan juga untuk kegiatan Akreditasi atau
kerjasama dengan BPJS . Pastilah akan kesulitan
mencari mendapatkan dokter dan dokter Spesialis
atau Subspesalis di Faskes tetsebut karena
pembatasan SIP Monoloyalitas dan juga masih
maldistribusi dokter tersebut.
Penutup.
Suatu saat nanti SIP MONOLOYALITAS terhadap
faskes akan menjadi kenyataan dengan berjalannya
waktu dan perkembangan.
Maldistribusi dokter akan terurai dengan baik
sehingga tujuan pembangunan kesehatan dan
tujuan diundangkan UU terutama seperti
dicantumkan dipasal 3 akan tercapai dengan baik.
Amati dan cermati dan beri masukan terhadap RUU
PRADOK yang sekarang lagi bergulir.
Banjarbaru 21 -10- 21
Dokter Ahli Utama RSDI Banjarbaru/ KUHM
Candidat Doktor IImu Hukum UNISSULA
Mediator Non Hakim Bersertifikat MA
Anggota Kongres Advokat Indonesia dan Ikatan
Penasihat Hukum Indonesia
Ketua Bidang Advokasi Medikolegal PAPDI CabangKalsel. Anggata Masyarakat Hukum Kesehatan
Indonesia (MHKI) dan Asosiasi Profesor Doktor
Hukum Indonesia (APDHI).
Anggota Perhimpuman Profesi Mediator Imdonesia
Ketua Harian PPHI