Anda di halaman 1dari 10

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Pada bab ini menyajikan hasil dan pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan oleh
penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang stunting terhadap upaya
pencegahan stunting pada anak usia prasekolah. Penelitian ini telah dilakukan pada ibu yang ada
di Kelurahan Sidomulyo Barat Kota Pekanbaru dari tanggal 21 Juli – 12 Agustus 2021.
Responden pada penelitian ini yaitu ibu yang memiliki anak usia 3-5 tahun dengan jumlah
sampel sebanyak 177 orang responden.

4.1.1 Analisis Univariat


4.1.1.1 Karakteristik Responden
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Usia Anak
Usia Mean Median Std. Deviantion Min-max
47.66 48 7.828 36-60

Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan rata-rata usia anak dari ibu yang mengisi kuesioner penelitian
tentang hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang stunting terhadap upaya pencegahan stunting
pada anak usia prasekolah di Kelurahan Sidomulyo Barat yaitu 47.66 bulan dengan usia
minimum anak 36 bulan dan usia maksimum anak 60 bulan.

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Anak


Jenis Kelamin f %
Laki-laki 82 46.3
Perempuan 95 53.7
Total 177 100.0

Hasil penelitian didapatkan jenis kelamin anak di Kelurahan Sidomulyo Barat sebagian besar
perempuan yaitu 95 anak (53.7%).

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Tinggi Badan Anak


Tinggi Badan f %
Normal 177 100.0
Total 177 100.0
Hasil penelitian didapatkan tinggi badan anak di Kelurahan Sidomulyo Barat adalah normal
(100%).

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden


Pendidikan Ibu f %
SMP 7 4
SMA 76 42.9
Diploma 30 16.9
Sarjana 64 36.2
Total 177 100.0

Hasil penelitian didapatkan pendidikan terakhir responden di Kelurahan Sidomulyo Barat


sebagian besar SMA yaitu sebanyak 76 ibu (42.9%).

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Responden


Pekerjaan Ibu F %
PNS 46 26.0
Wirausaha 40 22.0
Pegawai Swasta 23 13.0
Ibu Rumah Tangga 68 38.4
Total 177 100.0

Hasil penelitian didapatkan pekerjaan responden di Kelurahan Sidomulyo Barat sebagian besar
ibu rumah tangga sebanyak 68 ibu (38.4%).

4.1.1.2 Variabel Penelitian


Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan
No. Tingkat Pengetahuan f %
1. Pengetahuan Baik 60 33.9
2. Pengetahuan Cukup 72 40.7
3. Pengetahuan Kurang 45 25.4
Total 177 100.0

Hasil penelitian didapatkan frekuensi pengetahuan ibu di Kelurahan Sidomulyo Barat bahwa
tingkat pengetahuan terbanyak yaitu ibu dengan pengetahuan cukup sebanyak 72 ibu (40.7%),
diikuti oleh ibu dengan pengetahuan baik sebanyak 60 ibu (33.9%), dan ibu dengan pengetahuan
kurang sebanyak 45 ibu (25.4%).

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Upaya Pencegahan


No. Upaya Pencegahan f %
1. Baik 115 65.0
2. Kurang 62 35.0
Total 177 100.0

Upaya pencegahan stunting oleh ibu di Kelurahan Sidomulyo Barat didapatkan paling banyak
memiliki upaya pencegahan stunting yang baik sebanyak 115 ibu (65.0%) sedangkan ibu yang
memiliki upaya pencegahan stunting yang kurang sebanyak 62 ibu (35.0%).

4.1.2 Analisis Bivariat


Analisa bivariat pada penelitian ini menggunakan analisis chi-square dengan melihat Pvalue.
Pvalue ini akan dibandingkan dengan tingkat kesalahan yang telah ditetapkan sebesar 5% atau
0,05. Berdasarkan data yang telah diolah dengan bantuan program komputer maka diperoleh
hasil perhitungan pada tabel berikut:

4.1.2.1 Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Stunting terhadap Upaya Pencegahan
Stunting
Tabel 4.8 Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Stunting dengan Upaya Pencegahan
Stunting
Upaya Pencegahan
Total p value
Tingkat Pengetahuan Baik Kurang
f % f % N %
Pengetahuan Baik 43 71.7% 17 28.3% 60 100% 0.012
Pengetahuan Cukup 51 70.8% 21 29.2% 72 100%
Pengetahuan Kurang 21 46.7% 24 53.3% 45 100%
Total 115 65% 62 35% 177 100%

Hasil penelitian diapatkan tentang hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang stunting terhadap
upaya pencegahan stunting dilihat dari 177 responden yang telah mengisi kuesioner penelitian
didapatkan sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi dengan kategori
upaya pencegahan baik sebesar 43 orang (71.7%). Responden dengan tingkat pengetahuan
sedang terbanyak pada kategori upaya pencegahan yang baik sebanyak 51 orang (70.8%).
Responden dengan tingkat pengetahuan yang kurang terbanyak pada kategori upaya pencegahan
yang kurang sebanyak 24 orang (53.3%). Pada uji statistik menggunakan chi-square didapatkan
pvalue sebesar 0.012 dimana ≤ 0.05 yang bermakna H0 ditolak dan Ha diterima maka
berdasarkan dasar pengambilan keputusan bahwa “adanya hubungan tingkat pengetahuan ibu
tentang stunting terhadap upaya pencegahan stunting pada anak usia prasekolah”.

4.2 Pembahasan
Hasil penelitian yang dilakukan tentang hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang stunting
terhadap upaya pencegahan stunting pada anak usia prasekolah dengan menggunakan analisa
univariat dan bivariat. Adapun sistematika pembahasan yang terdiri dari 2 bagian, yaitu
pembahasan hasil dan keterbatasan penelitian.

4.2.1 Analisa Univariat


4.2.1.1 Karakteristik Responden
a. Usia Anak
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kelurahan Sidomulyo Barat didapatkan bahwa
dari 177 anak dengan rerata usia 47.66 bulan. Wong (2009) menjelaskan bahwa, usia prasekolah
adalah usia yang berkisar antara usia 3 tahun sampai usia 5 tahun. Periode ini berasal dari waktu
anak-anak dapat bergerak sambil berdiri sampai masuk sekolah, dan juga anak mengalami
pertumbuhan dan perkembangan yang signifikan baik fisik maupun mental.
Stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua
tahun. Kekurangan gizi pada usia dini meningkatkan angka kematian bayi dan anak,
menyebabkan penderitanya mudah sakit dan memiliki postur tubuh tak maksimal saat dewasa
(World Health Organization, 2018). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mitra
(2015), yang menyebutkan berdasarkan kelompok umur pada balita prevalensi stunting tertinggi
terjadi pada usia 24-35 bulan yaitu sebesar 42,0% dan menurun pada usia 36-47 bulan. Sejalan
juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Arnita (2020), yang menyatakan responden sebagian
besar berada diusia 37-48 bulan.

b. Jenis Kelamin Anak


Hasil penelitian yang dilakukan di Kelurahan Sidomulyo Barat bahwa dari 177 anak didapatkan
anak perempuan lebih banyak yaitu 95 anak (53.7%) dibandingkan dengan anak laki-laki 82
anak (46.3%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Uliyanti (2017),
menyatakan bahwa sebagian besar responden adalah anak perempuan sebanyak 58 anak (56.9%)
dan juga penelitian Basuki (2019) yang menyatakan responden yang terbanyak yaitu balita
perempuan sebanyak 41 anak (54.7%)
Menurut Rufaida (2020), balita dengan jenis kelamin laki-laki akan memiliki kemungkinan
stunting sebesar 0,456 kali dibandingkan dengan balita yang berjenis kelamin perempuan.
Sejalan juga dengan penelitian Mitra (2015), menyebutkan bahwa stunting lebih banyak terjadi
pada anak lak-laki (38.1%) dibandingkan anak perempuan (36.2%). Pertumbuhan fisik dan
motorik antara anak laki-laki dan anak perempuan berbeda, dimana anak laki-laki lebih aktif
dibandingkan dengan anak perempuan (Soetjiningsih dan Ranuh, 2014). Proporsi tubuh yang
lebih besar cenderung dimiliki oleh anak laki-laki dan juga pola aktivitas lebih berat
dibandingkan dengan anak perempuan, karena itu kebutuhan nutrisi keduanya berbeda
(Nursanah, 2018). Kebutuhan energi dan protein anak laki-laki lebih banyak, sehingga lebih
beresiko untuk mengalami kekurangan gizi apabila tidak terpenuhi dengan baik (Bahmat, 2015).

c. Tinggi Badan Anak


Hasil penelitian yang dilakukan di Kelurahan Sidomulyo Barat bahwa dari 177 anak didapatkan
tinggi badan anak berada pada rentang normal sebanyak 177 anak (100%). Rentang normal pada
anak dilihat dari nilai score tinggi badan menurut umur yaitu -2 SD sampai dengan 2SD pada
standar pertumbuhan anak dari WHO. Balita yang dikatakan stunting adalah balita yang
memiliki nilai z-score panjang atau tinggi badan menurut umur yang lebih kecil dari -2 SD pada
standar pertumbuhan anak dari World Health Organization (WHO). Balita dikatakan pendek jika
nilai z-score kurang dari -2 SD, dan dikatakan sangat pendek jika nilai z-score kurang dari -3 SD.
Kondisi stunting pada balita ini akibat dari malnutrisi kronis, sehingga masalah gizi pada balita
perlu diperhatikan (Kemenkes RI, 2011).
Penelitian ini sejalan dengan Uliyanti (2017), yang menyebutkan status gizi anak yang paling
banyak yaitu normal (-2 SD s/d 2 SD) sebanyak 51 anak (50%), severe stunting (<-3 SD)
sebanyak 45 anak (44.1%), dan stunting (-3 SD s/d <-2 SD) sebanyak 6 anak (5.89%).
d. Pendidikan Ibu
Pendidikan adalah bimbingan yang diberikan seseorang kepada individu ataupun kelompok agar
yang bersangkutan tersebut dapat memahami (Mubarak, 2012). Menurut Undang Undang
Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan
dikategorikan menjadi tiga, pertama pendidikan rendah yaitu SD dan SMP, kedua pendidikan
menengah yaitu SMA, dan ketiga pendidikan tinggi yaitu perguruan tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian pada karakteristik pendidikan terakhir, hasil analisis menunjukkan
bahwa sebagian besar pendidikan terakhir responden adalah SMA yaitu sebanyak 76 ibu (42.9%)
yang berarti sebagian besar responden termasuk kedalam kategori pendidikan menengah.
Penelitian ini sejalan dengan Olsa (2018), yang menyatakan sebagian besar pendidikan ibu sudah
dalam kategori baik yaitu tamatan SLTA/sederajat sebanyak 130 ibu (56%). Penelitian ini
sejalan juga dengan Basuki & Uminingsih (2019) responden terbanyak berpendidikan SMA yaitu 45
ibu (60%).
Pendidikan yang tinggi lebih memudahkan ibu dalam menerima informasi. Orang tua yang mempunyai
pendidikan lebih tinggi dapat memberikan perawatan yang lebih baik pada anak daripada orang tua yang
mempunyai pendidikan rendah (Ikeda, et al, 2013). Tingkat pendidikan ibu akan mempengaruhi
kesehatan dan kesejahteraan anak sehingga hal ini akan mempengaruhi status gizi anak. Ibu
dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah menyerap informasi jika dibandingkan
dengan ibu yang kurang atau tidak berpendidikan, sehingga dengan tingkat pendidikan yang
cukup diharapkan seorang ibu mau dan mampu untuk berprilaku yang baik dalam rangka
memperbaiki keadaan gizi anaknya (Sulastri, 2012).

e. Pekerjaan Ibu
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kelurahan Sidomulyo Barat didapatkan bahwa dari
177 ibu lebih banyak tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 68 ibu
(38.4%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setyowati (2018) sebanyak 21
responden (61,8%) tidak memiliki pekerjaan dan penelitian yang dilakukan oleh Fauzi dkk
(2020) sebanyak 87 responden (91,6%) sebagai ibu rumah tangga.
Status profesi ibu amat memberi pengaruh terhadap sikap ibu ketika memberikan nutrisi pada
anaknya. Ibu yang bekerja memiliki dampak terhadap sedikitnya waktu dalam memberi
perhatian santapan terhadap balitanya. Sehingga memberi pengasuh pada status gizi serta
perhatian ibu pada perkembangan anak akan semakin kurang. Efek lain terhadap ibu yang
bekerja juga tergantung pada profesi yang dijalankan oleh ibu. Ibu dengan profesi yang berat
akan dengan mudah dalam merasakan lelah secara fisik yang menyebabkan seorang ibu lebih
memilih agar beristirahat daripada mengasuh anaknya sehingga makanan anak kurang
diperhatikan serta tidak dapat terpenuhi dengan baik (Pratasis, 2018).
Ibu yang tidak bekerja merupakan ibu yang hanya bertugas sebagai ibu rumah tangga serta
banyak menghabiskan waktu hanya dirumah saja tanpa terikat dengan pekerjaan diluar rumah.
Sedangkan ibu bekerja merupakan wanita dinamis yang memiliki kemampuan dan kelebihan
untuk melakukan berbagai tanggung jawab seperti menjadi ibu, istri, guru, dan lain sebagainya
(Bongga, 2019).

f. Tingkat Pengetahuan Ibu


Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kelurahan Sidomulyo Barat didapatkan dari 177
reponden yang lebih banyak adalah tingkat pengetahuan cukup sebanyak 72 ibu (40.7%),
dibandingkan dengan ibu dengan tingkat pengetahuan baik sebanyak 60 ibu (33.9%), dan ibu
dengan pengetahuan kurang sebanyak 45 ibu (25.4%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Olsa (2018), yang menyatakan bahwa pengetahuan ibu sebagian besar berada
pada tingkat pengetahuan yang cukup sebanyak 113 ibu (48.7%). Sejalan juga dengan penelitian
Noer (2014), yang menyatakan sebanyak 60% ibu memiliki tingkat pengetahuan yang cukup.
Status pertumbuhan dan perkembangan anak dapat dipengaruhi oleh pengetahuan seorang ibu.
Pengetahuan ibu menjadi salah satu faktor yang diperlukan dan mendukung dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan anak (Wulandini, Efni, & Marlita, 2020).

g. Upaya Pencegahan Stunting


Upaya pencegahan stunting oleh ibu di Kelurahan Sidomulyo Barat didapatkan paling banyak
memiliki upaya pencegahan stunting yang baik sebanyak 115 ibu (65.0%) sedangkan ibu yang
memiliki upaya pencegahan stunting yang kurang sebanyak 62 ibu (35.0%).
Hal ini sejalan dengan penelitian Simamora (2021), yang menyebutkan bahwa gambaran
penanganan stunting pada balita sebagian besar penanganan stunting dengan kategori baik
sejumlah 158 orang (79%) dan penanganan stunting dengan kategori kurang sejumlah 42 orang
(21%). Penanganan stunting melalui pemenuhan zat gizi yang adekuat, baik gizi makro maupun
gizi mikro sangat dibutuhkan untuk menghindari atau memperkecil risiko stunting. Kualitas dan
kuantitas MP-ASI yang baik merupakan komponen penting dalam makanan karena mengandung
sumber gizi makro dan mikro yang berperan dalam pertumbuhan linear. Pemberian makanan
yang tinggi protein, kalsium, vitamin A, dan zinc dapat memacu tinggi badan anak Pemberian
asupan gizi yang adekuat berpengaruh pada pola pertumbuhan normal sehingga dapat terkejar
(catch up) (Mustafa, No, Selatan, & Komunitas, 2015).

4.2.2 Analisa Bivariat


4.2.2.1 Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Stunting Terhadap Upaya
Pencegahan Stunting Pada Anak Usia Prasekolah
Hasil penelitian yang telah dilakukan di Kelurahan Sidomulyo Barat diperoleh hasil uji statistic
yang dilakukan menggunakan uji chi-square didapatkan P value yaitu 0.012. dengan demikian p
value ≤ 0,05 berarti menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara hubungan
tingkat pengetahuan ibu tentang stunting terhadap upaya pencegahan stunting pada anak usia
prasekolah. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Arnita (2020),
yang mengatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan
upaya pencegahan stunting.
Pengetahuan yang didapatkan dengan sendirinya disebabkan akan faktor pendidikan.
Pengetahuan memiliki hubungan yang erat terhadap pendidikan, dimana seseorang mempunyai
pendidikan tinggi jadi seseorang semakin luas pengetahuannya. Namun tidak berarti seseorang
memiliki pendidikan rendah maka pengetahuan yang dimiliki rendah juga. Pengetahuan
seseorang meningkat tidak hanya diperoleh dari pendidikan non-formal, seseorang tersebut bisa
mendapatkannya melalui non-formal. Pengetahuan seseorang mengenai sebuah hal memiliki
makna sebagai aspek positif serta negatif. Kedua aspek memberi pengaruh terhadap perilaku
seseorang. Banyaknya aspek positif serta objek yang dimiliki, semakin positif sikap yang
dimiliki pada objek tersebut (Wawan dan Dewi, 2018).
Hal tersebut didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Wulandari, Budiastutik, dan
Alamsyah (2016) yang menyatakan bahwa ibu dengan pengetahuan yang kurang baik beresiko
memiliki balita stunting sebesar 1,644 kali jika dibandingkan dengan ibu yang memiliki
pengetahuan baik. Tingkat pengetahuan ibu dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya, ibu dengan
tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah menerima informasi mengenai stunting
dibandingkan ibu dengan tingkat pendidikan yang kurang.
Menurut Yuneta (2019), dalam penelitiannya menyebutkan pengetahuan berkaitan erat dengan
pendidikan, dimana dapat diasumsikan seseorang yang memiliki pendidikan tinggi akan semakin
luas cakupan pengetahuannya. Tingkat pengetahuan ibu merupakan kunci dalam pengolahan
rumah tangga, yang akan mempengaruhi sikap ibu dalam proses pemilihan bahan makanan yang
akan dikonsumsi. Ibu yang memiliki pengetahuan gizi yang baik akan mengerti dan memahami
pentingnya status gizi yang baik bagi kesehatan serta kesejahteraan. Begitu juga dengan
penelitian yang dilakukan Leroy (2014), yang menyebutkan tingkat pendidikan ibu berhubungan
dengan perilaku yang efektif untuk pencegahan stunting.
Penelitian Mustafa (2015), menjelaskan penanganan stunting melalui pemenuhan zat gizi yang
adekuat, baik gizi makro maupun gizi mikro sangat dibutuhkan untuk menghindari atau
memperkecil risiko stunting. Kualitas dan kuantitas MP-ASI yang baik merupakan komponen
penting dalam makanan karena mengandung sumber gizi makro dan mikro yang berperan dalam
pertumbuhan linear. Pemberian makanan yang tinggi protein, kalsium, vitamin A, dan zinc dapat
memacu tinggi badan anak. Pemberian asupan gizi yang adekuat berpengaruh pada pola
pertumbuhan normal sehingga dapat terkejar (catch up).
Pengetahuan orang tua tentang gejala, dampak dan cara pencegahan stunting dapat menentukan
sikap dan perilaku orang tua dalam pemeliharaan kesehatan pencegahan stunting sehingga
kejadian stunting dapat ditekan (Rahmawati, 2019). Upaya pencegahan stunting tidak bisa lepas
dari pengetahuan orang tua tentang stunting. Dengan pengetahuan yang baik, dapat
memunculkan kesadaran orang tua akan pentingnya pencegahan stunting. Kesadaran orang tua
akan membentuk pola atau perilaku kesehatan terutama dalam pencegahan stunting seperti dalam
pemenuhan gizi mulai dari ibu hamil, gizi anak, menjaga lingkungan dan sanitasi rumah yang
baik, dan perilaku hidup bersih dan sehat (Harmoko, 2017)

1.1 Keterbatasan Penelitian


Penelitian yang dilakukan masih memiliki kekurangan dan keterbatasan, yaitu keterbatasan
penelitian terjadi diluar kehendak peneliti saat pelaksanaan penelitian. Keterbatasan peneliti yang
dialami selama pelaksanaan penelitian yaitu waktu pelaksaaan di Kelurahan Sidomulyo Barat
memakan waktu lebih lama dari perencanaan. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan peneliti
mendapatkan responden di kelurahan tersebut. Dikarenakan kondisi yang tidak memungkinkan
untuk terlalu lama berada di area Kelurahan Sidomulyo Barat tersebut diakibatkan adanya
musibah yang terjadi yaitu virus corona, jadi peneliti agak sedikit terlambat. Selama 3 minggu
waktu peneliti untuk mendapatkan jumlah responden 177 responden agar terpenuhi sesuai
keinginan peneliti.

Anda mungkin juga menyukai