Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI

UJI SUSUT PENGERINGAN

Sidaguri (Sida rhombifolia L)

HARI / TANGGAL : SABTU/22 MEI 2021

NAMA : ULFA

NIM : 191320017

KELOMPOK : 01 (SATU)

ASISTEN : Apt. MURNI MURSYID,S.Farm.,M.Si

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI

PROGRAM STUDI FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALOPO

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat hidayah dan
rahmatnya yang diberikan kepada kami berupa kesehatan rohani dan jasmani
sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Praktikum yang berjudul “UJI
SUSUT PENGERINGAN” yang dapat diselesaikan dengan baik.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih belum sempurna,


sehingga saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menambah
pengetahuan dan wawasan saya di masa depan.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami khusunya dan para pembaca
pada umumnya, serta dapat dimanfaatkan dengan baik untuk menjadi pedoman
bagi mata kuliah FARMAKOGNOSI selanjutnya. Aamiin.

Palopo, 22 MEI 2021

ULFA
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG


Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun atau yang baru mengalami proses
setengah jadi, seperti dikeringkan . Proses pemanenan dan preparasi simplisia
merupakan proses yang menentukan mutu simplisia dalam berbagai artian,
yaitu komposisi senyawa kandungan, kontminasi dan stabilitas bahan
Setiap simplisia yang digunakan harus memenuhi standar yang telah
ditetapkan. Standarisasi simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia
yang akan digunakan yang tercantum dalam monografi terbitan resmi
Departemen Kesehatan (Materia Medika Indonesia)
Simplisia dianggap memenuhi standar jika memenuhi parameter
yang telah ditentukan. Parameter tersebut ada dua yaitu parameter spesifik
dan non-spesifik. Parameter spesifik meliputi identitas ekstrak, organoleptik
ekstrak, dan kadar senyawa terlarut dalam pelarut tertetu. Parameter non
spesifik meliputi susut pengeringan, kadar abu, kadar air, sisa pelarut, dan
cemaran logam berat
Tumbuhan merupakan salah satu organisme yang hidup dan
berkembang biak di alam ini selain hewan dan manusia. Tumbuhan ini ada
yang tergolong tumbuhan yang dapat membuat makanan sendiri dan ada pula
yangtidak dapat membuat makanan sendiri.
Pada umumnya pengobatan yang aman bagi tubuh, yaitu pengobatan
secara tradisional yang terdapat dari bahan alam dilingkungan sekitar. Namun
tidak jarang masyarakat memilih obat pabrik yang saat ini lebih mudah
didapatkan di toko obat terdekat. Obat pabrik bila dikonsumsi dalam jangka
panjang dan secara terus menerus akan menimbulkan penyakit baru hal ini
berbeda dengan obat yang didapatkan dari lingkungan sekitar dan diolah
secara tradisional, pengobatan tradisional lebih aman bagi tubuh. Sidaguri
(Sida rhombifolia L) merupakan salah satu tanaman yang digunakan dalam
pengobatan tradisional.Secara empiris, herba sidaguri berkhasiat untuk
antiinflamasi, diuretik dan analgetik (Soedibyo, 1998),d iaforetik, antipiretik
dan menyembuhkan penyakit kulit (Anonim, 1995)..
Sidaguri (Sida rhombifolia L) merupakan salah satu tanaman yang
digunakan dalam pengobatan tradisional.Secara empiris, herba sidaguri
berkhasiat untuk antiinflamasi, diuretik dan analgetik (Soedibyo, 1998),d
iaforetik, antipiretik dan menyembuhkan penyakit kulit (Anonim, 1995).
Tumbuhan Sidaguri ( Sida rhombifolia ) adalah salah satu tanaman yang
dapat dimanfaatkan menjadi tanaman obat . Penelitian menunjukkan bahwa
akar dan daun tanaman sidaguri mengandung flavonoid yang memiliki
aktivitas antihiperurisemia
I.2 MAKSUD DAN TUJUAN
A. MAKSUD
1. Dapat melakukan uji susut pengeringan pada serbuk simplisia
tanaman sidaguri (Sida Rhombifolia L)
2. Dapat menghitung jumlah susut pengeringan pada serbuk simplisia
tanaman sidaguri (Sida Rhombifolia L)
B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui fungsi dari setiap organella pada struktur
tanaman sidaguri (Sida Rhombifolia L)
2. Untuk mengetahui struktur anatomi dari tanaman sidaguri(Sida
Rhombifolia L)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Klasifikasi Tanaman Sidaguri (sida Rhombifolia L)

a. Klasifikasi tanamanTanaman
Sidaguri (Sida rhombifoliaL) menurut Tjitrosoepomo, 1988 memiliki
klasifikasi sebagai berikut:

Gambar 1:Daun sidaguri


Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Classis : DicotyledoneaeSub
Classis : Dialypetalae
Ordo : Malvales/ Columniferae
Familia : Malvaceae
Genus : Sida
Species : Sida rhombifolia L

II.2 Morfologi tanamana


a. Makroskopik
Bentuk daun bagian ujung membundar dan panjang bawah daun
meruncing, tepi daun tidak rata (bergerigi), daun umumnya berbentuk
jajaran genjang, bagian bawah hijau pucat atau hijau abu-abu, ibu
tulangdaun membagi daun menjadi sama besar, anak tulang daun pertama
mencapai tulang daun, pada bagian atas daun, tulang daun tampak
sepertialur sedangkan pada bagian bawah daun anak tulang daun menonjol
keluar (Anonim, 1995). Bunga berdiri sendiri di ketiak. kelopak separu
jalan berbagi, panjang 6-9 mm. Benang sari banyak, bersatu menjadi
tabung, pada ujungnya terbelah menjadi benang sari yang bebas. Bakal
buah beruang 8-10. Tangkai putik pada pangkalnya bersatu. Buah
dengan8-10 kendaga (Steenis, 2003).
b. Mikroskopik
Pada penampang melintang melalui tulang daun tampak epidermis
atas terdiri dari satu lapis sel, bentuk empat persegi panjang. Pada
epidermis atas terdapat rambut penutup bentuk bintang yang tediri dari 3-8
sel. Epidermis bawah terdiri dari satu lapis sel, bentuk empat persegi
panjang; pada pandangan tangensial berbentuk poligonal,dinding samping
agak berkelok-kelok; rambut penutup serupa dengan rambut penutup pada
epidermis atas; stomata tipe anomositik dengan 3-4 sel tetangga. Jaringan
palisade terdiri dari selapis sel silindrik panjang berisi banyak butir
klorofil. Jaringan bunga karang terdiri dari sel dengan ukuran tidak sama,
kadang-kadang terdapat ruang antar sel, mengandung butir hijau daun;
pada jaringan bunga karang terdapat rongga lisigen.Beberapa sel parenkim
berisi kristal kalsium oksalat berbentuk roset.Pada tulang daun tampak sel
kolenkim di bawah epidermis atas dan bawah. Di antara floem dan
parenkim terdapat serbuk sklerenkim; berkas pengangkut tipe kolateral.
Serbuk berwarna hijau kecoklatan. Fragmenpengenal adalah rambut
penutup bentuk bintang, fragmen mesofil,fragmen epidermis dengan
stomata dan kristal kalsium oksalat berbentuk roset (Anonim, 1995).

II.3 Kandungan Kimia daun sidaguri


Daun sidaguri mengandung alkaloid, kalsium oksalat, tannin, asam
amino dan minyak atsiri (Dalimarta,2003)
a. Alkaloid
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak
ditemukan dialam. Hampir seluruh senyawa alkaloida berasal dari tumbuh-
tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Semua
alkaloida mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya
bersifat basa dan dalam sebagian besar atom nitrogen ini merupakan
bagian dari cincin heterosiklik.Hampir semua alkaloida yang ditemukan
dialam mempunyai keaktifan biologis tertentu, ada yang sangat beracun
tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan. Misalnya kuinin,
morfin dan sitokinin adalah alkaloida yang terkenal dan mempunyai efek
sifilogis dan psikologis. Alkaloida dapat ditemukan dalam berbagai bagian
tumbuhan seperti biji, daun, ranting dan kulit batang. Alkaloida umumnya
ditemukan dalam kadar yang kecil dan harus dipisahkan dari campuran
senyawa yang rumit yang berasal dari campuran senyawa yang rumit yang
berasal dari jaringan tumbuhan (Lenny, 2016).
b. Terpen atau Sterol
Terpen adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprena dan secara biosintersis diturunkan dari hidrokarbon C30
asiklik, yaitu skualen. Senyawa ini berstruktur siklik yang nisbi rumit,
kebanyakan berupa alkohol, aldehida atau asam karboksilat. Berupa
senyawa tak berwarna, berbentukkristal, seringkali bertitik leleh tinggi dan
optis aktif, yang umurnya sukar dicirikan karena tak ada kereaktifan
kimianya.Sterol adalah triterpen yang kerangka dasarnya sistem cincin
siklopentana perhidrofenantrena. Dahulu sterol dianggap sebagai senyawa
satwa (sebagai hormon kelamin, asam empedu, dan lain-lain), tetapi pada
tahun-tahun terakhir ini makin banyak senyawa tersebut yang ditemukan
dalam jaringan tumbuhan. Sterol tertentu hanya terdapat dalam tumbuhan
rendah, contohnya ergosterol yang terdapat pada kamirdan sejumlah
jamur. Sterol lainnya terutama terdapat juga dalam tumbuhan rendah,tetapi
kadang-kadang terdapat juga dalam berbagai tumbuhan tinggi,misalnya
fukosterol, yaitu steroid utama pada alga coklat dan juga terdeteksi pada
kelapa (Rustaman, 2000).
c. Flavonoid
Flavonoid merupakan substansi poliphenolik yang terdapat dalam
sebagian besar tanaman. Kombinasi multipel grup hidroksil, gula, oksigen,
dan grup metal membentuk beberapa kelas dari flavonoid yaitu
flavonols,flavones,dan isoflavons. Senyawa isoflavon merupakan senyawa
metabolit sekunder yang banyak disintesis oleh tanaman. Oleh karena itu,
tanaman merupakan sumber utama senyawa isoflavon di alam.
d.Tanin
Senyawa tanin mempunyai efek dalam menghambat dan membunuh
pertumbuhan jamur Candida albicans. Tidak hanya menghambat
pertumbuhan jamur, tetapi tanin juga dapat menghambat pertumbuhan
bakteri. Maka dari itu, tanin mempunyaisifat sebagai anti fungidan sifat
anti bakteri(Reveny, 2011). Tanin dibagi menjadi 2 kelompok yaitu tanin
terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin terhidrolisis (galotanin) adalah
polimer ellagic acid atau gallic berikatan ester dengan molekul gula
(Jayanegara & Sofyan, 2008) sedangkan tanin terkondensasi
(proantosianidin) adalah polimer dari flavonoid dengan ikatan karbon-
karbon yang merupakan senyawa fenol (Zeuthen dan Sorensen,
2003).Mekanisme tanin yaitu mempunyai kemampuan dalam menghambat
sintesis kitin yang digunakan sebagai pembentukan dinding sel pada jamur
serta dapat merusak membran sel pada jamur sehingga pertumbuhan jamur
tersebut dapat terhambat (Alfiah, 2001)

II.4 manfaat tanaman daun sidaguri


Di masyarakat daun sidaguri digunakan untuk mengatasi: influenza,
demam, radang amandel (tonsilitis), difteri, TBC kelenjar (scrofuloderma),
radang usus (enteritis), disentri, sakit kuning (jaundice), malaria, batu
saluran kencing, sakit lambung, wasir berdarah, muntah darah, terlambat
haid, dan cacingan.
II.5 STANDARISASI
Standardisasi adalah rangkaian proses yang melibatkan berbagai
metode analisis kimiawi berdasarkan data farmakologis, melibatkan
analisis fisik dan mikrobiologi berdasarkan kriteria umum keamanan
(toksikologi) terhadap suatu ekstrak alam (Saifudin et al, 2011).
Aspek parameter non spesifik, berfokus pada aspek kimia,
mikrobiologi dan fisis yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan
stabilitas missal kadar logam berat, aflatoksin, kadar air dan lain-lain
(Saifudin et al, 2011).
Uji Susut pengeringan merupakan salah satu parameter non spesifik
yang bertujuan untuk memberikan batasan maksimal (rentang) tentang
besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Parameter susut
pengeringan pada dasarnya adalah pengukuran sisa zat setelah
pengeringan pada temperatur 105°C sampai berat konstan, yang
dinyatakan sebagai nilai persen (Depkes RI, 2000). Cara penetapan susut
pengeringan yaitu botol timbang disiapkan, dipanaskan pada suhu 105°C
selama 30 menit, lalu ditimbang. Hal tersebut dilakukan sampai
memperoleh bobot botol timbang yang konstan atau perbedaan hasil antara
2 penimbangan tidak melebihi 0,005 g. Sebanyak 1 g bahan uji ditimbang,
dimasukkan kedalam botol timbang. Bhan uji kemudian dikeringkan pada
suhu 105°C selama 5 jam dan ditimbang kembali. Proses pengeringan
dilanjutkan dan timbang kembali selam 1 jam hingga perbedaan antara
penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25% (Depkes RI, 2000).
BAB III
METODE KERJA

III.3 ALAT
a) Oven
b) Cawan Porselen
c) Sendok Tandu
d) Timbangan Analitik
e) Kertas Perkamen

III.2 Bahan
a) Serbuk simplisia tanaman suruhan (Sida Rhombifolia L)
III.3 Prosedur kerja
A. Cara Kerja
1. Siapkan alat dan bahan
2. Tentukan bobot konstan cawan porselen dengan memanaskan
cawan pada suhu 105°C selama 30 menit, kemuian tara.
3. Timbang seksama 1 g serbuk simplisia dan masukkan kedalam
cawan porselen yang telah konstan
4. Keringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 30 menit.
5. Kemudian timbang seksama dan tentukan bobot konstan

B. Perhitungan Susut Pengeringan


(a−b)
% susut pengeringan = x 100%
c
(59,6−59,5)
= x 100%
1
0,1
= x 100%
1
= 0,1%

Keterangan :
a : bobot botol timbang + simplisia
b : bobot botol timbang + simplisia setelah pengeringan
c : bobot simplisia
BAB IV

PEMBAHASAN

IV.1 HASIL
Berat (gram)
Penimbangan Penimbangan
Awal
1 2
Cawan 58,6 gr 58,5 gr 58,5 gr
Simplisia 1 gr - -
Cawan+Simplisia 59,5 gr - -
Cawan + Simplisia
59,5 gr - -
Setelah Pengeringan

Serbuk simplisia herba suruhan (1 gr)

Bobot cawan porselen sebelum dipanaskan


Bobot cawan porselen + simplisia yang telah dipanaskan
IV.1 PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan pengukuran parameter non
spesifik berupa susut pengeringan terhadap tanaman sidaguri (Sida
Rhombifolia L). Praktikum ini ialah untuk mengetahui cara melakukan uji
susut pengeringan pada serbuk simplisia tanaman sidaguri (Sida
Rhombifolia L) dan mengetahui jumlah susut pengeringan yang dihasilkan
pada serbuk simplisia tanaman sidaguri (Sida Rhomfolia L). Tujuan susut
pengeringan ialah memberikan batasan (rentang) tentang besarnya
senyawa yang hilang pada proses pengeringan (Depkes, 2000). Adapun
prosedur pengujian susut pengeringan yaitu menyiapkan alat dan bahan,
menentukan bobot konstan cawan porselen dengan memanaskan cawan
pada suhu 105°C selama 30 menit, kemudian tara, lalu timbang seksama 1
g serbuk simplisia dan masukkan kedalam cawan porselen yang telah
konstan, masukkan dalam oven pada suhu 105°C selama 30 menit
(kering), kemudian timbang seksama dan tentukan bobot konstan.
Berdasarkan hasil, didapatkan persen susut pengeringan simplisia
sebesar 0,1%. Hasil yang didapatkan tidak melebihi batas yang
disyaratkan dalam Farmakope Herbal Indonesia (2008) yang menyatakan
bahwa susut pengeringan tidak boleh melebihi 12%. Maka dari itu serbuk
simplisia suruhan memenuhi standar parameter susut pengeringan.
BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan
a. Pengujian susut pengeringan dilakukan dengan menentukan bobot
konstan pada cawan dengan memanaskan cawan didalam oven pada
suhu 105oC selama 30 menit, kemudian memasukkan sampel padah
cawan kontan lalu dikeringkan kembali didalam oven pada suhu 105oC
selama 30 menit. Ditimbang kembali sampel hingga diperoleh bobot
konstan.
b. Hasil susut pengeringan yang diperoleh yaitu 0,1%. Hasil tersebut
telah memenuhi standar persyaratan Farmakope Herbal Indonesia.

V.2 Kritik dan Saran


a. Diharapkan kepada praktikan agar tetap menjaga kebersihan
laboratorium pada saat kegiatan praktikum maupun selesai praktikum.
b. Diharapkan kepada praktikan agar mengembalikan kembali alat-alat
laboratorium yang telah digunakan pada tempatnnya.
DAFTAR REFERENSI

Alfiah, R. Efektivitas ekstrak Metanol Daun Sambung Rambat (Mikania


micrantha Kunth) Terhadap Pertumbuhan Jamur Candida albicans.
Fakultas MIPA
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 822, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Dalimartha S., 2003, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3, Puspa Swara,
Jakarta.

Jayanegara, A. and A. Sofyan. 2008. Penentuan aktivitas biologis tannin


beberapa hijauan secara in vitro menggunakan ‘hohenheim gas test’
dengan polietilen glikol sebagai determinan. Media Peternakan 31(1):
44-52
Lenny, S. 2016. Isolasi dan Uji Bioaktifitas Kandungan Kimia Utama Puding
Merah dengan Metoda Uji Brine Shrimp. FMIPA Universitas Sumatera
Utara: Medan.
Reveny. J, 2011, Daya Antimikroba Ekstrak dan Fraksi Daun Sirih Merah (Piper
betle Linn.) Jurnal ILMU DASAR, Vol. 12 No. 1 : 6-12.idaguri
Rustaman. 2000. Analisis Fitokimia Tumbuhan di Kawasan Gunun Simpang
Sebagai Penelaah Keanekaragaman Hayati. Diunduh pada : 25 Juni
2016.
Saifudin, A., Rahayu, & Teruna. 2011. Standardisasi Bahan Obat Alam. Graha
Ilmu : Yogyakarta.
SoedibyoB.R.A. M.,1998. Alam Sumber Kesehatan Manfaat dan Kegunaan.
Jakarta: Balai Pustaka. pp:81.rk
Zeuthen, P and L.B. Sorensen. 2003. Food Preservation Techniques. CRC Press.
North America.

Anda mungkin juga menyukai