Anda di halaman 1dari 39

1

PERAN PERHATIAN ORANG TUA TERHADAP PENGARUH


TINGKAH LAKU TEMAN SEBAYA YANG
MENGAKIBATKAN RENDAHNYA MOTIVASI BELAJAR
SISWA

LAPORAN STUDI KASUS


UNTUK MATA KULIAH STUDI KASUS

SITI MUNAWAROH
(061024071134)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM MA’ARIF NU (IAIM NU)
METRO LAMPUNG
TAHUN 2021
2

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah S.W.T., karena berkat limpahan rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas laporan studi kasus dengan judul
“Peran Perhatian Orang Tua Terhadap Pengaruh Tingkah Laku Teman Sebaya
Yang Mengakibatkan Rendahnya Motivasi Belajar Siswa”.
Ketika penulis memulai penyusunan makalah ini hingga penulisannya, sering kali
dihadapkan kepada berbagai kesulitan. Hal ini karena masih dangkalnya
pengetahuan dan sedikitnya pengalaman yang penulis miliki. Namun berkat
bantuan dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas ini.
Penyusunan Tugas Studi Kasus ini dapat terlaksana dengan baik atas bantuan dan
kerjasama dari beberapa pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Dr. Yosef, M. A.
Selaku dosen pengasuh yang telah banyak memberikan ide, saran, bimbingan dan
motivasi selama ini, sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas Stadi Kasus di
jurusan Bimbingan Konseling tepat pada waktunya.
2. Supilman S.Pd.
Selaku Guru Bimbingan Konseling SMP Negeri 19 Palembang
3. Dan semua pihak yang turut membantu, tetapi tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan laporan
Studi Kasus ini. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang membangun sangat
penulis harapkan.
Akhir kata, penulis berharap agar tugas laporan ini dapat memberikan manfaat
dan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Amin.

Palembang, Desember 2013

Penulis
3

DAFTAR ISI

Halaman Judul ……………………………………………………………….. i

Kata Pengantar ………………………………………………………………. ii

Daftar Isi …………………………………………………………………… iii

Bab I Presenting Problem ………………………………………………... 1

Bab II Hasil-hasil Observasi ……………………………………………… 7

A. Informasi tentang Konseli ……………………………………... 7

B. Informasi tentang Keluarga ……………………………………. 7

C. Informasi tentang kondisi lingkungan …………………………. 8


D. Pola Budaya................................................................................... 8
E. Status Riwayat Kesehatan ........................................................ 8
F. Riwayat Perkembangan................................................................ 9
G. Kapasitas Intelegensi dan Intelektual......................................... 9
H. Riwayat Pendidikan..................................................................... 10
I. Riwayat Ekonomi ........................................................................ 10
J. Philosofical and Etical Patterns.................................................. 11
K. Riwayat yang Berkenaan Dengan Hukuman................................ 11
L. MenghabiskanWaktu dan Hobby................................................... 11
M. Tujuan Hidup.......................................................................... 12
Bab III Pemahaman Kasus ditinjau dari Teori Konseling (sebutkan) …….. 13

A. Hakikat Konseling (sebutkan) ………………………………… 13

B. Masalah Konseling Menurut Teori Konseling Behavior……... 27

Bab IV Rekomendasi Intervensi Konseling ……………………………….. 28

A. Intervensi Konseling .................................................................... 28

B. Intervensi Pihak-pihak Lain ......................................................... 29

1. Wali kelas dan Guru Mata Pelajaran ....................................... 29


4

2. Orang Tua ............................................................................... 29

Bab V Penutup ............................................................................................. 30


5

BAB I
PRESENTING PROBLEM

8
Seorang anak bernama B (samaran) siswa kelas 1X yang selama ini
menurut para guru si B sering tidak mengerjakan tugas sekolah, baik itu tugas di
sekolah maupun pekerjaan rumah (PR), si B juga sering sekali bolos sekolah dan
jahil sering mengganggu temannya. Kedatangan B awalnya di rujuk oleh guru
bimbingan konseling karena menurut guru, si B butuh motivasi dan butuh teman
untuk mencurahkan apa yang ada dibenaknya. B anak yang malas dalam belajar.
Saat duduk dibangku SMP kelas V1115 B masih mendapat ranking 26 dari 40
siswa. Namun saat ia duduk dibangku SMP kelas 1X 8 ia mulai berubah, si B
mulai malas belajar dan sering tidak masuk sekolah bahkan juga jahil kepada
temannya, sehingga ia mendapatkan ranking 38 dati 40 siswa, si B sama dengan si
BM (teman akrab) yang selalu bersama-sama dan duduk sebangku, mereka
hampir sama, dengan memiliki nilai dan ranking kelas nya yang berubah-ubah
tidak jauh dari ranking antara 38, 39, 40. Ditambah lagi ia berteman dengan anak
– anak yang sulit diatur.
Meskipun B malas tetapi dia sadar bahwa nilainya mulai mengalami
penurunan. Dan ia berusahan menjadi anak rajin, walaupun itu lumayan sulit bagi
B untuk masuk ranking 10 besar. B merasa temannya menjadi faktor yang
membuat ia harus kembali malas. Di dalam dirinya sudah ada niat untuk berubah
tetapi ketika ajakan teman untuk malas dan tidur didalam kelas ia ikut terpengaruh
kembali. B tinggal bersama orang tuanya, ayahnya yang berprofesi sebagai buruh
harian, dan ibunya sebagai ibu rumah tangga memiliki kerja sampingan sebagai
penjual makanan (warung nasi). B anak ke tiga dari tiga bersaudara, yang pertama
kakaknya yang sudah bekerja dan yang kedua ayuknya yang masih duduk
dibangku SMA. B sebenarnya diperhatikan dan di beri nasihat oleh orang tuanya,
kakak, dan ayuknya, hanya saja si B tidak memperhatikannya dan malah
terpengaruh oleh si BM (teman sebangkunya).
6

B merasa nyaman dengan temannya yang pemalas itu. Karena bagi B


teman- teman lain tidak bisa menerima dan mengerti apa yang diinginkan B. B
sangat senang bermain dengan teman yang menurut ia mudah di ajak bergaul,
terutama si BM adalah teman yang membuat si B merasa nyaman. Padahal si B
tahu bahwa perilakunya si BM ini tidak bagus, namun si B tetap menjadikan si
BM sebagai temannya dan susah untuk meninggalkannya. B ingin berubah dan
memperbaiki diri serta ingin hanya belum menemukan cara yang tepat untuk itu.
Karena baginya untuk meninggalkan temannya itu hal yang tidak mungkin.
Karena menurut B, dengan bersama mereka mendapatkan kebahagiaan.
7

BAB II
HASIL-HASIL OBSERVASI

A. Informasi tentang Konseli


8
Si B Siswa SMP Negeri di kota Palembang. B siswa kelas 1X . B adalah
seorang remaja yang berusia 14 tahun. Dengan tinggi 149 cm dan berat badan 55
kg. B seorang muslim, si B tinggal bersama orang tua, kakak, dan ayuknya. B
memiliki cita – cita ingin menjadi seorang polisi. B senang sekali berteman
dengan orang yang suka di ajak humor dan bermain. Pada kegiatan sehari-harinya
si B tidak jauh dari pengaruh teman-teman bermainnya, seperti mudah ikut-ikutan
berkumpul dan sering tidak masuk sekolah, akibatnya si B ketinggalan pelajaran
di sekolah dan menjadikan ia malas untuk mengikuti pelajaran selanjutnya. Si B
sebanarnya anak yang di beri nasihat dan selalu diperhatikan orang tua dan
keluarganya, namun si B lebih terpengaruh terhadap teman akrabnya. Bahwasanya
si B lebih mudah mendengarkan pendapat temannya daripada nasihat orang tua
dan keluarganya, itulah si B mudah terpengaruh oleh perilaku teman sebayanya.

B. Informasi tentang Keluarga


Dengan nama ayah Bunyamin dan Ibunya Nurmala Nina Karmila. Ibu dan
ayahnya sama–sama menyelesaikan pendidikan terakhir mereka dibangku SMA.
Ayah dan ibunya sama–sama beragama islam. Pekerjaan ayah B sebagai buruh
harian, sedangkan ibunya sebagai ibu rumah tangga memiliki kerja sampingan
sebagai penjual makanan (warung nasi). Mereka tinggal bersama dalam satu
keluarga. B anak ke tiga dari tiga bersaudara, yang pertama kakaknya yang sudah
bekerja dan yang kedua ayuknya yang masih duduk dibangku SMA. B sebenarnya
diperhatikan dan di beri nasihat oleh orang tuanya, kakak, dan ayuknya, karena
mungkin si B terpengaruh oleh teman sebangkunya si BM, maka si B juga ikut
menjadi malas, jahil kepada teman, dan juga sering tidak masuk sekolah.

C. Informasi tentang Kondisi Lingkungan


8

Bila dilihat dari segi penampilan B terlihat biasa saja, seperti anak yang
tumbuh kembang dan berpenampilan biasa sama seperti layaknya remaja seusia B.
B memiliki teman dekat yang bernama BM, si BM teman yang sama pemalasnya
seperti B, ia juga suka tidur dikelas ada jenuh dengan belajar pelajaran KERDA
( kerajinan daerah) terutama seni budaya yang berhubungan dengan menggambar.
Menurutnya guru mata pelajaran KERDA (kerajinan daerah) sangat
membosankan, karena sering memberikan PR (pekerjaan rumah) yang
berhubungan dengan menggambar. Padahal si B ini malas sekali dengan
menggambar dalam bentuk apapun. Inilah yang membuat B jenuh dan memilih
untuk tidak mengerjakan PR bersama teman sebangkunya itu si BM.

D. Pola Budaya
B seorang anak laki – laki kelahiran asli berdarah Palembang. Dan biasa
menggunakan bahasa asli Palembang saat berada dirumah dan lingkungan sekitar.
Saat berkumpul bersama keluarga dan teman–temannya ia tetap menggunakan
bahasa Palembang. Ayah dan ibunya memang orang asli penduduk Palembang. Si
B mempunyai sikap anak yang pemberani, apabila ada teman yang membuat si B
tersinggung, maka si B tidak tinggal diam untuk menegurnya. Suatu ketika pernah
terjadi perkelahian antara si B dengan temannya (masih keturunan Jawa) yang
menurut persepsi si B bahwa orang itu mengejek atau menghina si B. Menurut si
B bahwa orang asli Palembang tidak boleh di hina siapapun, karena orang
Palembang ini keras. Si B juga tidak mudah untuk bergaul dengan teman yang
tidak suka humoris atau di ajak bermain.

E. Status Riwayat Kesehatan


B rutin melalakukan olah raga bersama temannya. B hobby melakukan
olahraga futsal bersama teman-temannya. B tidak pernah mengalami penyakit
yang parah hingga membuatnya harus dirawat dirumah sakit. Penyakit selama ini
yang dideritanya hanya penyakit biasa seperti demam, batuk, pilek. Ia pun
menerapkan pola hidup sehat dan tidur tepat waktunya.
F. Riwayat Perkembangan
9

Sejak kecil ia telah tinggal bersama orang tuanya. Ketika ia masih balita,
ia tumbuh kembang sesuai dengan teman-temannya dan memiliki tubuh yang
ideal. Namun ketika ia masuk SD, si B memiliki nafsu makan yang tinggi,
sehingga berat badan dan tinggi badan si B tidak ideal lagi. Di tambah ibunya si B
yang juga memiliki usaha kecil-kecilan, yaitu membuka warung nasi, dari situlah
si B memiliki nafsu makan yang tinggi dan keadaan tubuhnya tidak ideal. Dalam
perkembangan inteligensinya, si B memiliki IQ yang normal, namun si B ini
orangnya mudah bosan dan malas mengerjakan sesuatu. Di tambah pengaruh juga
oleh teman sebayanya yang pemalas juga. Mereka dalam (keluarganya si B)
memiliki sikap yang baik, mendidik, perduli dalam lingkungan keluarga,
mungkin karena si B tidak memperhatikan nasihat orang tuanya, ia menjadi
terpengaruh oleh temannya. Ia tak mudah terbawa emosi, namun si B memiliki
sikap pemberani hingga membuatnya mudah bergaul bersama orang–orang yang
dianggapnya dapat menerima keberadaannya. Ia juga suka dalam bergaul dengan
anak–anak yang humoris dan bisa diajak bermain.

G. Kapasitas Intelegensi dan Intelektual


B selama duduk dibangku SMP selalu mendapatkan peringkat terakhir,
diantaranya peringkat 30 an ke atas dari 40 siswa. Ia termasuk anak yang mudah
mengerti pelajaran dan memahami pelajaran, namun ia malas dan mudah jenuh.
Apalagi dalam pelajar KERDA (kerajinan daerah) seni budaya khususnya
menggambar, si B juga pernah bolos sekolah gara-gara belum mengerjakan PR
dan tugas menggambar. Padahal si B ini merupakan anak yang mempunyai IQ
normal sama seperti teman yang lainnya, namun si B mudah bosan dan jenuh.
Apalagi kalau sudah ngobrol atau bersama teman sebangkunya yang sama-sama
malas itu, si B merasa tidak ada beban (malas memikirkan pelajaran) dalam
belajar, padahal banyak sekali tugas yang tidak ia kerjakan, ia lalai.

H. Riwayat Pendidikan
10

Si B pada usia masih kecil, ia menempuh pendidikan yang di awali dari


TK (taman kanak-kanak), lalu pada usia 6 tahun ia masuk SD (sekolah dasar) di
SD Muhammadiyah 6 Palembang, ia pernah mengalami hambatan dalam belajar
ketika SD kelas 1, lalu ia berlatih di rumah bersama oarang tuanya dan kakak
ayuknya. Ia pernah rangking teakhir ketika SD kelas satu, namun berkat belajar
yang tekun dan bantuan dari orang tua dan kakak ayuknya, si B naik terus
prestasinya dan tidak pernah mengalami ranking terakhir lagi. Pada usia 11 tahun
ia masuk SMP Negeri 19 dikota Palembang. Ia muali malas dan jenuh belajar.
Akibatnya selama duduk dibangku SMP ia selalu mendapatkan peringkat bawah
atau terakhir. Ia sering sekali dimarahi oleh gurunya di kelas. Ia pun tidak aktif
mengikuti pendidikan diluar sekolah (informal) ia tidak ikut dalam kursus–kursus
ataupun bimbingan belajar. Si B hanya mengandalkan pelajaran dari sekolah, dan
di sekolahpun ia malah bermalas-malasan dan terpengaruh oleh teman sebaya
nya.

I. Riwayat Ekonomi
Dilihat dari segi ekonomi B berasal dari keluarga yang hidup
berkecukupan. Ayahnya yang berprofesi sebagai buruh harian, dan ibunya sebagai
ibu rumah tangga memiliki kerja sampingan sebagai penjual makanan (warung
nasi). Orang tuanya sanggup memenuhi kebutuhan sehari-hari B. Si B ketika
berangkat ke sekolah ia naik ojek dan pulangnya pun juga naik ojek. Cara
berpakaian si B sebenarnya rapi dan bersih, si B di beri uang saku dan uang untuk
membayar pulang dan pergi naik ojek sebesar rp. 20.000. Dalam kesehariannya ia
sering sekali makan-makanan ringan (ngemil), baik itu dilingkungan keluarga,
bersosial, dan di lingkungan sekolahnya. Itulah yang membuat badan si B bisa di
bilang gendut atau tidak ideal lagi.

J. Philosofical and Etical Patterns


11

B jarang mentaati dan menghargai etika–etika yang diterapkan


dilingkungan keluarga, sosial, maupun disekolahnya, hanya saja ia sering jahil
kepada temannya. B terkadang tidak patuh kepada orang tua dan gurunya, B juga
mudah merasa malas dan jenuh. Ia bersifat acuh dan tak perduli. Saat di sekolah ia
patuh pada guru saat diberi nasihat tetapi ia masih saja mengulang kesalahannya.
Si B memiliki sifat pemberani, namun ia sering sekali tidak bertanggung jawab
terhadap tugasnya di sekolah dan keluarga. Contohnya : jarang sekali
mengerjakan PR (pekerjaan rumah), suka jahil, suka bolos sekolah, dan sering
tidak memperhatikan nasihat dari orang tua dan keluarganya.

K. Riwayat yang Berkenaan Dengan Hukuman


B tidak pernah terlibat dengan urusan hukun yang berat, seperti
berhubungan dengan pihak kepolisian. Hanya saja di sekolah B pernah dihukum
karena ia dan teman si BM tidur ketika pelajaran KERDA (kerajinan daerah) seni
budaya khususnya menggambar. Si B merasa bosan dan malas dalam hal
menggambar, karena menurut ia menggambar itu tidak mengasyikkan, namun
malah bisa membuat ia capek. Oleh karena itu, 1a mendapatkan sanksi, yaitu
dengan membuat gambar dengan bagus di buku gambar yang besar dan harus
bagus. Ia mendapatkan sanksi karena tidak mengerjakan PR (pekerjaan rumah)
pelajaran KERDA (kerajinan daerah) khususnya menggambar.

L. Menghabiskan Waktu dan Hobby


Si B lebih suka berkumpul bersama teman-temannya, ia lebih suka
membicarakan tentang kegiatan yang berkenaan dengan olahraga, terutama olah
raga futsal, lalu bercerita dan humor bersama-temannya. Di sela waktu lain, ia
juga sering membuat rencana untuk kegiatan hari libur, khusunya hari minggu.
Pada waktu luangnya khususnya hari Minggu selalu dihabiskannya bermain futsal
bersama teman – temannya, disanalah ia bercanda gurau, bercerita asyik bersama
teman-teman yang menurut ia memiliki hobby dan keinginan yang sama. Tidak
hanya teman sekolah tetapi teman dilingkungan rumahnya.
12

Jika ada waktu luang yang tak bermanfaat selalu ia habiskan untuk
dirumah sambil menonton televisi, dan berkumpul bersama teman-temannya di
lingkungan sekitar rumahnya dan kadang-kadang bercerita dengan kakak dan
ayuk nya ketika meresa duduk santai bersama.

M. Tujuan Hidup
Si B ingin menjadi seorang anak yang dapat membanggakan orang tau dan
keluarganya, tentunya mempunyai sikap yang baik dan bermanfaat bagi orang
lain. B memiliki cita – cita ingin menjadi polisi. B ada keinginan untuk
melanjutkan pendidikan selepas SMP ini ke SMK N 2 Palembang, ia ingin sekali
mengambil Tekhnik Mesin yang sesuai dengan keinginan ia sejak kecil. Si B
mempunyai semangat untuk maju dan menggapai cita-citanya, namun ia masih
terpengaruh oleh teman sebayanya. Ia sadar bahwa suatu saat nanti ia akan
mencoba merubah sikapnya demi untuk hal yang positif dan bermanfaat.
Keinginan ia untuk maju dan berubah menjadi anak yang bisa membanggakan
orang tua dan keluarganya belum terrealisasikan. Oleh sebab itu, si B akan
berusaha berubah menjadi anak yang bisa dibanggakan dan bermanfaat, dan
pastinya bisa memilih teman yang bisa mendukung dan memotivasi dalam hal
yang positif dan bermanfaat.
13

BAB III
PEMAHAMAN KASUS DITINJAU DARI TEORI
KONSELING BEHAVIOR

A. Hakikat Konseling Perilaku


Hakikat konseling menurut Behavioral adalah proses membantu orang dalam
situasi kelompok belajar bagaimana menyelesaikan masalah-masalah
interpersonal, emosional, dan pengambilan keputusan dalam mengontrol
kehidupan mereka sendiri untuk mempelajari tingkah laku baru yang sesuai.
Konseling dilakukan dengan menggunakan prosedur tertentu dan sistematis yang
disengaja secara khusus untuk mengubah perilaku dalam batas-batas tujuan yang
disusun secara bersama-sama konselor dan konseli. Prosedur konseling dalam
pendekatan behavior adalah ; penyusunan kontrak, asesmen, penyusunan tujuan,
implementasi strategi, dan eveluasi perilaku. Dengan prosedur tersebut
konseling/terapi behavior berorientasi pada pengubahan tingkah laku yang
maladaptif menjadi adaptif.

1. Hakikat Manusia
Menurut Corey (2003: 198) menyatakan bahwa pendekatan behavior tidak
menguraikan asumsi-asumsi filosofis tertentu tentang manusia secara langsung.
Setiap manusia dipandang  memiliki kecenderungan-kecenderungan positif dan
negatif yang sama. Manusia pada dasarnya di dibentuk dan ditentukan oleh
lingkungan sosial budayanya. Segenap tingkahlaku manusia itu dipelajari.
Sementara itu, Winkel (2004: 420) menyatakan bahwa konseling behavioristik
berpangkal pada beberapa keyakinan tentang martabat manusia, yang sebagian
bersifat falsafah dan sebagian bersifat psikologis, yaitu:
1.      Manusia pada dasarnya tidak berakhlak baik atau buruk, bagus atau
jelek.
2.   Manusia mampu untuk berefleksi atas tingkahlakunya sendiri,
menangkap apa yang dilakukannya, dan mengatur serta mengontrol
perilakunya sendiri.
14

3.   Manusia mampu untuk memperoleh dan membentuk sendiri suatu pola
tingkahlaku yang baru melalui proses belajar.
4.   Manusia dapat mempengaruhi perilaku orang lain dan dirinya pun
dipengaruhi oleh perilaku orang lain.
Berdasarkan dua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat
manusia pada pandangan behavioristik yaitu pada dasarnya manusia tidak
memiliki bakat apapun, semua tingkahlaku manusia adalah hasil belajar.
Manusia pun dapat mempengaruhi orang lain, begitu pula sebaliknya.
Manusia dapat menggunakan orang lain sebagai model pembelajarannya.

2. Karakteristik dan Asumsi Konseling Perilaku


Corey (1977) dan George (1990) mengemukakan bahwa konseling behavioral
itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1.    Berfokus pada perilaku yang tampak dan spesifik.
2.    Memerlukan kecermatan dalam perumusan tujuan terapeutik.
3.    Mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah
klien.
4.    Penafsiran objektif atas tujuan terapeutik.
Pada dasarnya, terapi tingkah laku diarahkan pada tujuan-tujuan
memperoleh tingkah laku baru, penghapusan tingkah laku yang maladaptif, serta
memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang diinginkan. Pernyataan yang
tepat tentang tujuan-tujuan treatment dispesifikasi, sedangkan pernyataan yang
bersifat umum tetang tujuan ditolak. Klien diminta untuk menyatakan dengan
cara-cara yang konkret jenis-jenis tingkah laku masalah yang dia ingin
mengubahnya. Karena tingkah laku yang di tuju dispesifikasi dengan jelas, tujuan-
tujuan treatment di rinci dan metode-metode terapeutik diterangkan, maka hasil-
hasil terapi menjadi dapat di evaluasi.
15

Terapi tingkah laku memasukkan kriteria yang didefenisikan dengan baik


bagi perbaikan atau penyembuhan. Karena terapi tingkah laku menekankan
evaluasi atas keefektifan teknik-teknik yang digunakan, maka evaluasi dan
perbaikan yang berkesinambungan atas prosesdur-prosedur treatment menandai
proses terapeutik. Perilaku yang bermasalah dalam pandangan behavioristik dapat
dimaknakan sebagai perilaku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau perilaku yang
tidak tepat, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Perilaku
yang salah penyesuaian terbentuk melalui proses interaksi dengan lingkungannya.
Artinya bahwa perilaku individu itu meskipun secara sosial adalah tidak tepat,
dalam beberapa saat memperoleh ganjaran dari pihak tertentu. Dari cara tersebut,
perilaku yang tidak diharapkan secara sosial atau perilaku yang tidak tepat itu
menguat pada individu.

3. Proses Konseling Behavior

Tujuan-tujuan psikoterapi menduduki suatu tempat yang sangat penting


dalam terapi tingkah laku. Klien menyeleksi tujuan-tujuan terapi yang secara
spesifik ditentukan pada permulaan proses terapeutik. Penaksiran terus-menerus
dilakukan sepanjang terapi untuk menentukan sejauh mana tujuan-tujuan
terapeutik itu secara efektif tercapai. Tujuan utama terapi tingkah laku adalah
menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah
bahwa segenap tingkah laku dipelajari (learned), termasuk tingkah laku yang
maladaptif. Jika tingkah laku neurotic learned, maka bisa unlearned (dihapus dari
ingatan), dan tingkah laku yang lebih efektif bisa di peroleh. Terapi tingkah laku
pada hakikatnya terdiri atas penghapusan hasil belajar yang tidak adapatif dan
pemberian pengalaman-pengalaman belajar yang di dalamnya terdapat respon-
respon yang layak, namun belum dipelajari.
16

4. Peran dan Fungsi Konselor dalam Konseling


Menurut Corey (2003: 205) menyatakan bahwa terapis tingkahlaku harus
memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment, yaitu terapis
menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan-pemecahan bagi
masalah manusia, para kliennya. Terapis tingkah laku secara khas berfungsi
sebagai guru, pengarah, ahli dalam mendiagnosis tingkahlaku yang maladatif dan
dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan mengarah
pada tingkahlaku yang baru.

5. Teknik dan Prosedur Konseling

Salah satu sumbangan terapi tingkah laku adalah pengembangan prosedur-


prosedur terapeutik yang spesifik yang memiliki kemungkinan untuk diperbaiki
melalui motode ilmiah. Teknik-teknik tingkah laku harus menunjukkan
keefektifan melalui alat-alat yang objektif dan ada usaha yang konstan untuk
memperbaikinya.

Dalam terapi tingkah laku, teknik-teknik spesifik yang beragam bisa


digunakan secara sistematis dan hasil-hasilnya bisa dievaluasi. Teknik-teknik ini
bisa digunakan jika saatnya tepat untuk menggunakannya, dan banyak diantaranya
yang bisa dimasukkan ke dalam praktek psikoterapi yang berlandaskan model-
model lain. Teknik terapi behavioristik yang cocok untuk klien dengan perilaku
latah adalah terapi Pengondisian Operan. Tingkah laku operan adalah tingkah
laku yang memancar yang menjadi ciri organisme aktif. Ia adalah tingkah laku
beroperasi di lingkungan untuk menghasilkan akibat-akibat.

Metode-metode Pengondisian Operan

A. Perkuatan Positif

Pemerkuat positif adalah stimulus apa saja yang bila diterapakan


mengikuti suatu tingkah laku yang akan meningkatkan atau memperkuat
tingkah laku. Daftar pemerkuat positif ini tidak terbilang jumlahnya dan
sangat individual.
17

Pembentukan pola tingkah laku dengan memberikan ganjaran atau


perkuatan segera setelah tingkah laku yang diharapkan muncul. Ini adalah
suatu cara yang ampuh untuk mengubah tingkah laku.

Pemerkuat primer dan sekunder diberikan untuk rentang tingkah laku


yang luas. Pemerkuat primer memuaskan kebutuhan fisiologis, contohnya
makan, minum atau istirahat. Pemerkuat sekunder memuaskan kebutuhan
psikologis atau sosial, contohnya pujian, penghargaan, persetujuan atau
senyuman.

B. Pembentukan Respon

Dalam pembentukan respon, tingkah laku sekarang secara bertahap diubah


dengan memperkuat unsur-unsur kecil dari tingkah laku baru yang diinginkan
secara berturut-turut sampai mendekati tingkah laku akhir. Klien yang latah
yang ingin menghilangkan tingkah laku latahnya, diberikan perhatian dan
persetujuan dengan keinginannya tersebut. Ini juga bisa diberikan pemerkuat
primer dan sekunder.

C. Perkuatan Intermitten

Perkuatan intermitten adalah perkuatan dengan tingkah laku yang telah


terbentuk. Untuk memaksimalkan nilai pemerkuat-pemerkuat, terapis harus
memahami kondisi-kondisi umum dimana perkuatan-perkuatan muncul.
Perkuatan-perkuatan terus menerus mengganjar tingkah laku setiap kali ia
muncul. Misalnya dalam beberapa hari terapi, klien dengan tingkah laku latah
menunjukkan perilaku yang positif (latahnya berkurang dalam kondisi
terkejut).

D. Penghapusan

Apabila suatu respon terus-menerus dibuat tanpa perkuatan, maka respons


tersebut cenderung menghilang. Dengan demikian pola-pola tingkah laku
yang dipelajari cenderung melemah dan terhapus setelah sautu periode, cara
untuk menghapus tingkah laku yang mal adaptif adalah menarik perkuatan
dari tingkah laku yang mal adaptif itu. Misal dalam tingkah laku latah, maka
tidak boleh diberikan perkuatan misalnya pujian, kalau bisa perkuatan negatif
nya yang diperbesar untuk membantu tingkah laku positif muncul.
18

E. Pencontohan

Dalam pencontohan, klien yang latah mengamati seorang model dan


kemudian diperkuat untuk mencontoh tingkah laku sang model. Bandura
menyatakan bahwa belajar yang bisa diperoleh melalui pengalaman langsung
bisa pula diperoleh secara langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain
berikut konsekuensi-konsekuensinya.

F. Token Economy

Metode token economy dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku


apabila persetujuan dan pemerkuat-pemerkuat yang tidak bisa di raba lainnya
tidak memberikan pengaruh. Dalam token economy, tingkah laku yang layak bisa
diperkuat dengan perkuatan-perkuatan yang bisa diraba (misal kepingan logam)
yang nantinya bisa ditukar dengan objek-objek atau hak istimewa yang diingini.

Token economy merupakan salah satu contoh dari perkuatan yang ekstrinsik,
yang menjadikan orang-orang melakukan sesuatu untuk meraih “pemikat diujung
tongkat”. Tujuan prosedur ini adalah mengubah motivasi yang ekstrinsik menjadi
motivasi yang intrinsik. Diharapkan bahwa perolehan tingkah laku yang
diinginkan akhirnya dengan sendirinya akan menjadi cukup mengganjar untuk
memelihara tingkah laku yang baru.

Pendekatan terhadap behavioristik ini yaitu:

1. Tipe pendekatan yang harus mementingkan tingkah laku atau gejala yang
nampak saja
2. Memperhatikan bagai mana hubungan antara gejala-gejala tersebut
3. Melihat gejala psikologis hanya berdasarkan kumpulan dari gejala-gejala
yang nampak itu.
19

Teknik terapi tingkah laku yaitu:

1. Desensitisasi sistematik

Teknik ini adalah salah satu teknik yang paling luas digunakan dalam terapi
tingkah laku. Desensitisasi sistematik digunakan untuk menghapus tingkah laku
yang diperkuat secara negatif, dan iya menyertakan pemunculan tingkah laku atau
respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan.
Desensitisasi diarahkan pada mengajar klien untuk menampillkan suatu respon
yang tidak konsisten dengan kecemasan.

Wolpe (1985, 1969), pengembangan teknik desensitisasi, mengajukan


argument bahwa segenap tingkah laku neurotic adalah ungkapan dari kecemasan
dan bahwa respon kecemasan bisa di hapus oleh penemuan respon-respon yang
secara inheren berlawanan dengan respon tersebut. Dengan pengondisisian klasik,
kekuatan stimulus penghasil kecemasan bisa dilemahkan, dan gejala kecemasan
bisa dikendalikan dan di hapus melalui penggantian stimulus.

Desensitisasi sistematik juga melibatkan teknik-teknik relaksasi. Klien di


latih untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan pengalaman-
pengalaman pembnagkit kecemasan yang dibayangkan atau yang divisualisasi.
Situasi-situasi dihadirkan dalam suatu rangkaian dari yang sangat tidak
mengancam kepada yang sangat mengancam. Tingkatan stimulus-stimulus
penghasil kecemasan dipasang secara berulang-ulang dengan stimulus-stimulus
penghasil keadaan santai sampai kaitan antara stimulus-stimulus penghasil
kecemasan itu terhapus. Dalam teknik ini, Wolpe telah mengembangkan suatu
respons, yakni relaksasi, yang secara fisiologis bertentangan dengan kecemasan
yang secara sistematis diasosiasikan dengan aspek-aspek dari situasi yang
mengancam.

Prosedur model pengondisian balik ini adalah sebagai berikut:

a. Desensitisasi sistematik dimulai dengan suatu analisis tingkah laku atas


stimulus-stimulus yang bisa membangkitkan kecemasan dalam suatu
wilayah tertentu seperti penolakan, rasa iri, ketidaksetujuan, atau suatu
fobia.

b. Selama pertemuan-pertemuan terapeutik pertama klien diberi latihan


relaksasi yang terdiri dari atas kontraksi, dan lambat laun pengenduran.
20

c. Otot-otot yang berbeda sampi tercapai suatu keadaan santai penuh.

d. Proses desensitisasi melibatkan keadaan dimana klien sepenuhnya santai


dengan mata tertutup. Terapis menceritakan serangkaian situasi dan
meminta klien untuk membayangkan dirinya berada dalam setiap situasi
yang diceritakan oleh terapis itu. Sittuasi yang netral diungkapkan, dan
klien diminta untuk membayangkan diri nya berada di dalam nya.

Desensitisasi sistematik adalah teknik yang cocok untuk menangani fobia-


fobia. Tetapi keliru apabila menganggap teknik ini hanya bisa diterapkan pada
penanganan ketakutan-ketakutan. Desensitisasi sitematik bisa diterapkan secra
efektif pada berbagai situasi penghasilan kecemasan, mencakup situasi
interpersonal, ketakutan menghadapi ujian, ketakutan yang digeneralisasi,
kecemasan-kecemasan neurotic.

2. Latihan Asertif

Pendekatan behavioral yang dengan cepat mencapai popularitas adalah


latihan asertif yang bisa diterapkan terutama pada situasi-situasi intarpersonal
dimana individu mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa
menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan yang layak atau benar. Latihan
asertif akan membantu bagi orang-orang:

a. Tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung

b. Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain


untuk mendahuluinya

c. Memiliki kesulitan untuk mengatakan “tidak”

d.Mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respon-respon


positif lainnya

e. Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-


pikiran sendiri.
21

Latihan asertif menggunakan prosedur-prosedur permainan peran. Suatu


masalah yang khas yang bisa dikemukakan sebagai contoh adalah kesulitan klien
dalam menghadapi atasannya di kantor. Misalnya, klien mengeluh bahwa dia acap
kali merasa ditekan oleh atasannya untuk melakukannya hal-hal yang menurut
penilaiannya buruk dan merugikan serta mengalami hambatan untuk bersikap
tegas dihadapan atasannya.

Tingkah laku menegaskan diri pertama-tama dipraktekkan dalam situasi


permainan peran, dan dari sana diusahakan agar tingkah laku menegaskan diri itu
dipraktekkan dalam situasi-situasi kehidupan nyata. Terapis memberikan
bimbingan dengan memperlihatkan bagaimana dan bilamana klien bisa kembali
kepada tingkah laku semula, tidak tegas, serta memberikan pedoman untuk
memperkuat tingkah laku menegaskan diri yang baru diperolehnya.

Didalam buku kesehatan mental pengarang dari Yustinus Semiun (2006: 525)
bahwa langkah-langkah dalam arsetif adalah sebagai berikut:

- Periksalah interaksi anda

- Pilihlah interaksi-interaksi yang berguna bagi anda untuk menjadi lebih


asertif

- Pusatkan perhatian anda pada suatu peristiwa khusus pada masa lampau

- Tulislah dan tinjau lagi respon-respon anda

- Amatilah satu atau dua model yang efektif

- Buatlah daftar tentang berbagai alternative pendekatan untuk menjadi lebih


asertif

- Pejamkanlah mata anda dan visualisasikan diri anda menggunakan setiap


dari pendekatan alternatif

- Lakukan permainan peran tentang pendekatan tersebut dengan orang lain

- Ulangi langkahnya hingga anda mengembangkan suatu pendekatan asertif


yang menurut anda akan berhasil paling baik bagi anda, dimana anda
merasa nyaman dan anda yakini akan berhasil
22

- Gunakan pendekatan anda dalam situasi hidup sesungguhnya

- Fikirkan efektifitas dari usaha anda

- Harapkan beberapa keberhasilan, tetapi bukan kepuasan pribadi yang penuh


dengan usaha-usaha awal anda.

3. Terapi Aversi

Teknik pengondisian aversi, yang telah digunakan secara luas untuk


meredakan gangguan-gangguan behavioral yang spesifik, melibatkan
pengasosiasian tingkah laku simtomatik dengan suatu stimulus yang menyakitkan
sampai tingkah laku yang tidak diinginkan terhambat kemunculannya. Stimulus-
stimulus aversi biasanya berapa hukuman dengan kejutan listrik atau pemberian
ramuan yang membuat mual. Teknik-teknik aversi adalah metode-metode yang
paling controversial yang dimiliki oleh para behavioris meskipun digunakan
secara luas sebagai metode-metode untuk membawa orang-orang kepada tingkah
laku yang diinginkan. Kondisi-kondisi yang diciptakan sehingga orang-orang
melakukan apa yang diharapkan dari mereka dalam rangka menghindari
konsekuensi-konsekuensi aversif.

Skinner (1948-1971) adalah salah seorang tokoh yang terang-terangan


menentang penggunaan hukuman sebagai cara untuk mengendalikan hubungan-
hubungan manusia ataupun untuk mencapai maksud-maksud lembaga masyarakat.
Menurut Skinner, perkuatan positif jauh lebih efektif dalam mengendalikan
tingkah laku karena hasil-hasilnya lebih dapat diramalkan serta kemungkinan
timbulnya tingkah laku yang tidak diingikan akan lebih kecil.

Skinner (1994) berpendapat bahwa hukuman adalah sesuatu yang buruk


meskipun bisa menekan tingkah laku yang diinginkan, namun tidak melemahkan
kecenderungan untuk merespon bahkan untuk sementara menekan tingkah laku
tertentu.

Apabila hukuman digunakan, maka terdapat kemungkina terbentuknya efek-


efek samping emosional tambahan seperti:

a. Tingkah laku yang tidak diingikan yang di hukum boleh jadi akan di tekan
hanya apabila penghukum hadir
23

b. Jika tidak ada tingkah laku yang menjadi alternative bagi tingkah laku yang
dihukum, maka individu ada kemungkinan menarik diri secara berlebihan

c. Pengaruh hukuman boleh jadi digeneralisasikan kepada tingkah laku lain


yang berkaitan dengan tingkah laku yang dihukum.

4. Pengondisian Operan

Tingkah laku operan adalah tingkah laku yang memancar yang menjadi ciri
organisme aktif. Ia adalah tingkah laku beroperasi dilingkungan untuk
menghasilkan akibat-akibat. Tingkah laku operan merupakan tingkah laku yang
paling berarti dalam kehidupan sehari-hari, yang mencakup membaca, berbicara,
berpakaian, makan dengan alat-alat makan, bermain, dan sebagainya.

Menurut Skinner (1971), jika suatu tingkah laku diganjar, maka probalitas
kemunculan kembali tingkah laku tersebut di masa mendatang akan tinggi. Prinsip
perkuatan yang menerangkan pembentukan, pemeliharaan, atau penghapusan
pola-pola tingkah laku, merupakan inti dari pengondisian operan.

Metode-metode pengondisian operan adalah sebagai berikut:

a. Perkuatan positif

Pembentukan suatu pola tingkah laku dengan memberikan ganjaran atau


perkuatan segera setelah tingkah laku yang diharapkan muncul adalah suatu
cara yang ampuh untuk mengubah tingkah laku. Pemerkuat-pemerkuat, baik
primer maupun sekunder, diberikan untuk rentang tingkah laku yang luas.
Pemerkuat-pemerkuat primer memuaskan kebutuhan-kebutuhan fisiologis.
Contoh pemerkuat primer adalah makanan dan tidur atau istirahat.

Perkuatan sekunder memuaskan kebutuhan-kebutuhan psikologis dan


social, memiliki nilai karena berasosiasi dengan pemerkut-pemerkuat primer.
Contoh-contoh pemerkuat sekunder yang bisa menjadi alat yang ampuh
untuk membentuk tingkah laku yang diharapkan antara lain adalah
senyuman, persetujuan, pujian, bintang-bintang emas, medali atau tanda
penghargaan, uang, dan hadiah-hadiah. Penerapan pemberian perkuatan
positif dalam psikoterapi membutuhkan spesifikasi tingkah laku yang
diharapkan, penemuan tentang apa agen yang memperkuat bagi individu, dan
penggunaan perkuatan positif secara sistematis guna memunculkan tingkah
laku yang diinginkan.
24

b. Pembentukan respons

Tingkah laku sekarang secara bertahap diubah dengan memperkuat


unsur-unsur kecil dari tingkah laku baru yang diinginkan baru berturut-turut
sampai mendekati tingkah laku akhir. Pembentukan respons berwujud
pengembangan suatu respons yang pada mulanya tidak terdapat dalam
pembendaharaan tingkah laku individu.

c. Perkuatan intermiten

Untuk memaksimalkan nilai pemerkuat, terapis harus memahami kondisi-


kondisi umum diman perkuatan-perkuatan muncul. Oleh karenanya, jadwal-
jadwal perkuatan merupakan hal yang penting. Perkuatan terus-menerus
mengganjar tingkah laku setiap kali ia muncul.

d. Penghapusan

Apabila suatu respon terus-menerus di buat tampa perkuatan, maka


respons tersebut cenderung menghilang. Dengan demikian, karena pola-pola
tingkah laku yang dipelajari cenderung melemah dan terhapus setelah suatu
periode, cara untuk menghapusan tingkah laku yang meladaftif adalah
menarik perkuatan dari tingkah laku yang maladaptif. Penghapusan dala
kasus semacam ini boleh jadi berlangsung lambat karena tingkah laku yang
akan di hapus telah dipelihara oleh perkuatan intermiten dalam jangka waktu
lama.

Ada pula penghapusan respon terhadap peransang, dengan demikian


respon-respon yang baru akan dibentuk dengan menggunakan teknik yaitu:

 Teknik yang dilakukan mencakup:

- Shaping yaitu memodifikasi tingkah laku melalui pemberian


penguatan. Penguatan ini hendaknya benar-benar kuat agar klien
terdorong untuk mengubah tingkah lakunya, dilakukan secara
sistematis, dan nyata-nyata ditampilkan melalui tingkah laku klien.

- Extinction, mengurangi frekuensi berlansungnya tingkah laku yang


diingini.
25

- Reinforcement incompatible behavior, memberikan penguatan


terhadap respon yang Akan mengakibatkan terhambatnya
kemunculan tingkah laku yang diingini.

- Imitative learning, member contoh atau model film, tape recorder,


contoh nata/ langsung.

- Contracting, merencanakan prosedur pemberian penguatan terhadap


tingkah laku yang diinginkan.

- Cognitive learning, memberikan penjelasan lisan tentang berbagai


hal.

- Covert reinforcement, memberikan penguatan dengan jalan


membayangkan hal-hal yang bersangkut-paut dengan tingkah laku
yang menjadi objek konseling.

e. Pencotohan

Dalam pencotohan, individu mengamati seorang model dan kemudian


diperkuat untuk mencontoh tingkah laku sang model. Bandura (1969)
menyatakan bahwa belajar yang bisa diperoleh melalui pengalaman langsung
bisa pula diperoleh secara tidak langsung dengan mengamati tingkah
lakuorang lain berikut konsekuensi-konsekuensinya. Jadi, kecakapan-
kecakapan sosial tertentu bisa diperoleh dengan mengamati dan contoh
tingkah laku model-model yang ada.

f. Token economy

Token adalah pemerkuat simbolis, sedangkan economy adalah system


pertukaran yang menetapkan secara tepat untuk apa token ditukarkan, dan
berapa banyak token digunakan untuk memperoleh hal-hal tertentu.

Metode token economy dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku


apabila persetujuan dan pemerkuat-pemerkuat yang tidak bisa diraba lainnya
tidak memberikan pengaruh. Dalam token economy, tingkah laku yang layak
bisa diperkuat dengan perkuatan-perkuatan yang bisa di raba (tanda-tanda
seperti kepingan logam) yang nantinya bisa ditukar dengan objek-objek atau
hak istimewa yang diinginkan.
26

Dalam buku psikologi konseling mempunyai prosedur dalam konseling


behavioristik yang bervariasi dan sistematis yang disengaja secara khusus untuk
mengubah perilaku dalam batas-batas tujuan yang disusun secara bersama-sama
konselor dan klien. Tokoh aliran psikologi behavioral John D. Krumboltz dan
Carl Thoresen menempatkan prosedur belajar dalam empat kategori, sebagai
berikut:

1. Belajar operan (operant learning), adalah belajar didasarkan atas


perlunya pemberian ganjaran (reinforcement) untuk menghasilkan
perubahan perilaku yang diharapkan. Ganjaran merupakan dalam
bentuk dorongan dan penerimaan sebagai persetujuan, pembenaran
atau perhatian konselor terhadap perilaku yang dilakukan klien.

2. Belajar mencotoh (imitative learning), yaitu cara dalam memberikan


respon baru melalui menunjukan atau mengerjakan model-model
perilaku yang diinginkan sehingga dapat dilakukan oleh klien.

3. Belajar kognitif (cognitive learning), yitu belajar memlihara respon yang


diharapkan dan boleh mengadaptasi perilaku yang lebih melalui
instruksi sederhana.

4. Belajar emosi (emotional learning) yaitu cara yang digunakan untuk


mengganti respon-respon emosional klien yang tidak dapat diterima
menjadi respon emosional yang dapat diterima sesuai dengan konteks
classical conditioning.
27

B. Masalah Konseli Ditinjau dari Teori Konseling Perilaku

Berdasarkan masalah yang dialami konseli si B mengalami perubahan sikap


menurunnya prestasi belajar. Dan kecemasannya dalam menghadapi prestasi yang
menurun. Dan B merasa ingin meniru kegiatan orang yang ada didekatnya,
padahal orang itu belum tentu baik tindakannya seperi BM (teman sebangku)
yang pemalas, jahil, dan juga sering tidak masuk sekolah. Pengalaman berteman
yang salah ini membentuk karakter dirinya menjadi anak yang nakal dan pemalas.
Sehingga melalui teori ini dapat diambil penjelasan bahwa lingkungan dapat
mempengaruhi sikap dan tingkah lakunya. Orang–orang disekitarnya menjadi
penyebab utama munculnya perilaku maladaptif. Sehingga melalui prosedur dan
teknik kita dapat membantunya menjadi pribadi / individu yang benar.
28

BAB IV
REKOMENDASI INTERVENSI KONSELING

A. Intervensi Konseling

B mengalami motivasi belajar yang rendah. B sebenarnya anak yang


berbakat hanya karna faktor temen sebangkunya membuatnya untuk merasakan
malas belajar, jahil, dan sering tidak masuk sekolah karena bolos. Disaat ia ingin
berubah menjadi anak yang baik, ia selalu terpengaruh oleh teman sebangkunya
yaitu si BM. Teman selalu mengajaknya untuk tidak memperdulikan soal
pelajaran sekolah.
Teknik yang diberikan kepada B adalah Latihan Asertif
Si B, dimana individu mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan
bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan yang layak atau benar.
Peran orang tua akan membantu si B yang (1) tidak mampu mengungkapkan
kemarahan atau perasaan tersinggung, (2) menunjukkan kesopanan yang
berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya, (3) memiliki
kesulitan untuk mengatakan “tidak”, (4) mengalami kesulitan untuk
mengungkapkan afeksi dan respons-respons positif lainnya, (5) merasa tidak
punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.
Latihan asertif menggunakan prosedur-prosedur permainan peran. Terapi
kelompok latihan asertif pada dasarnya merupakan penerapan latihan tingkah laku
pada kelompok dengan sasaran membantu individu-individu dalam
mengembangkan cara-cara berhubungan yang lebih langsung dalam situasi-situasi
interpersonal.
.
29

B. Intervensi oleh Pihak-pihak Lain

1. Wali Kelas dan Guru Mata Pelajaran


Wali kelas seyogyanya memberikan perhatian lebih pada B. Karena pada
dasarnya B bukanlah pribadi yang malas atau anak yang jahil. B memiliki bakat
dalam proses belajar. Hanya saja ia memunculkan sikap dan pemalas dan sering
jahil dikelas karena terpengaruh oleh teman sebangkunya si BM. Si B juga
mempunyai semangat untuk berubah menjadi baik, namun orang yang berperan
penting di sekolah, termasuk wali kelas dan guru mata pelajaran harus lebih bisa
memahami dan menjadikan si B sebagai individu yang mandiri dan bertanggung
jawab.

2. Orang Tua
Selama ini B selalu biasa dalam pergaulannya dilingkungan keluarga dan
bersama teman-temannya. Keluarganya juga memperhatikan cara dan jadwal si B
belajar, hanya saja si B tidak mentaati perintah orang tua, si B malah percaya dan
terpengaruh oleh teman sebangkunya. Oleh sebab itu si B merasa enggan juga
belajar di kelas (malas). Akibatnya prestasi belajarnya rendah. Inilah peran orang
tua yang harus di tingkatkan untuk menjaga dan memelihara perilaku anaknya
agar bisa berkembang sesuai dengan usia dan tugas perkembangan yang
seharusnya ia dapatkan dengan baik dilingkungan keluarga, sosial, maupun
dilingkungan sekolah.
30

BAB V
PENUTUP

Masalah yang muncul dalam diri konseli berawal dari keadaan teman
sebangkunya, yaitu si BM. Dalam lingkungan keluarga si konseli, orang tua dan
kakak beserta ayuknya juga memperhatikan proses belajar si konseli, hanya saja
si konseli tidak menghiraukan nasihat dan arahan dari keluarganya, ia malah
memilih senang dan percaya kepada teman sebangkunya itu. Akibatnya si konseli
merasa malas belajar dan dampaknya di sekolah si konseli juga sering jahil
kepada temannya. Malas belajar, jahil kepada teman, dan sering tidak masuk
sekolah karena bolos mengakibatkan prestasi belajar yang rendah terhadap diri
konseli sendiri. Ia menjadi anak yang malas dan mengalami penurunan prestasi
belajar.
Melalui teknik yang ada dalam teori Behaviorisme ada suatu teknik
Latihan Asertif melaui teknik ini si B diharapkan memiliki keberanian
menggungkapkan apa yang selama ini ada dalam pikirannya sehingga ia tidak
terpengaruh oleh teman sebayanya, ia bisa berubah dan menjadi anak yang
bertanggung jawab patuh kepada orang tua, serta memiliki motivasi belajar untuk
kehidupannya yang lebih baik.
Dan juga dengan peran orang tua yang lebih memperhatikan dan memberi
motivasi terhadap B diharapkan memiliki keberanian menggungkapkan apa yang
selama ini ada dalam pikirannya sehingga ia tidak terbebani dalam hidupnya.
31

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1 Transkrip Wawancara

a. Transkrip Wawancara Siswa

Si B memasuki ruang Bk dengan pakaian yang rapi. Mengenakan seragam putih


biru dengan kerah baju yang rapi. Saat bertemu pertama kali ia terlihat biasa saja
dan tidak merasa grogi atau malu. Dengan mimik muka yang santai si B berkata
‘ada masalah apa sehingga saya di panggil ke ruang bk ini’, dan pak S menjawab
“ tak ada apa – apa, ini ada kakak mahasiswa dari Unsri yang akan mewawancarai
kamu”. Lalu saya meminta izin kepada pak S untuk mewawancarai si B.
(memulai perbincangan)
Ko : Assalamualaikum
Ki : Waalaikumsalam
Ko : siapa namanya?
Ki :B
Ko : biar lebih akrab dipanggil apa?
Ki : Billy
Ko : Tempat tanggal lahirnya kapan dan dimana?
Ki : Palembang, 28 Oktober 1999
Ki : wah bagus yaa tanggal lahirnya, hari sumpah pemuda
Ko : iya pak “hihihi” sambil tertawa
Ko : Alamatnya dimana Billy?
Ki : Jl. Mawar RT : 006 RW : 002 No. 366 Ilir Timur 1, Palembang
Ko : kesekolah naik apa?
Ki : naik ojek
Ko : ayah dan ibu kerja di mana?
Ki : ayah kerja buruh harian dan ibu sebagai ibu rumah tangga
Ko : Billy tinggal di rumah bersama siapa?
Ki : bersama ayah, ibu, kakak, dan ayuk
32

Ko : Billy berapa bersaudara?


Ki : tiga bersaudara
Ko : Billy anak keberapa?
Ki : anak ketiga
Ko : punya kakak atau ayuk ?
Ki : yang pertama kakak, dan yang kedua ayuk
Ko : kakak dan ayuk mu masih sekolah atau sudah bekerja ?
Ki : kakak bekerja, ayuk sekolah
Ko : kakak Billy kerja dimana?
Ki : kerja di PT SLI (Karet)
Ko : sedangkan ayuk Billy sekolah dimana?
Ki : ayuk sekolah di SMA N 6 Palembang kelas 1X IPA
Ko : Billy dapat peringkat berapa?
Ki : peringkat 38
Ko : emang ada berapa murid dikelas Billy ?
Ki : ada 40
Ko : jadi Billy ranking 38 dari 40 siswa ya?
Ki : iya
Ko : ngomong – ngomong Billy kalau di kelas duduknya disebelah mana?
Ki : di belakang ?
Ko : memang posisi duduk di belakang itu enak ya?
Ki : iya enak
Ko : Lalu kenapa bisa memilih duduk di belakang
Ki : karena biar santai dan bisa bermain dengan Bima
Ko : lalu kesulitan belajarnya Billy pada pelajaran apa?
Ki : seni budaya?
Ko : kenapa seni budaya itu sulit?
Ki : tidak tahu, saya tidak suka menggambar
Ko : adakah pelajaran lain yang menyulitkan menurut Billy?
Ki : ada pelajaran Pkn
Ko : kok sulit?
33

Ki : gurunya jarang memperhatikan saya, padahal saya tidak paham dalam


pelajaran Pkn
Ko : ketika ulangan, Billy pernah mendapatkan nilai 100?
Ki : belum ?
Ko : emang biasanya dapat nilai berapa
Ki : standar, paling besar 70
Ko : iya, itu sudah bagus. Orang tua Billy di rumah juga memperhatikan
belajar Billy ya?
Ki : iya sih, kakak dan ayuk Billy juga selalu mengingatkan Billy untuk
belajar.
Ko : tapi kenapa kok Billy malas belajar dan sering jahil dengan teman?
Ki : (Billy terdiam), Billy sering ikut apak yang Bima kerjakan, antaranya
malas dan jahil dengan teman (karena Bima teman akrab dan sebangku Billy)!
Ko : iya bapak mengerti perasaan yang Billy rasakan saat ini, tapi kalau Bima
dapat prestasi jelek dan menjadi malas (bodoh juga) apakah Billy juga mau ikut
seperti Bisa, sedangkan orang tua Billy ingin sekali Billy menjadi anak yang rajin
dan tidak jahil dengan temannya!
Ki : (Billy menggelengkan kepala) “tidak pak, Billy akan coba menjauhi
kelakuan Bima yang tidak baik itu, Billy akan coba melakukan hal yang
bermanfaat buat Billy dan teman di sekitar Billy” saya akan lebih mendengarkan
orang tau dan keluarga yang lebih baik manfaatnya buat saya.
Ko : nah, sekarangkan Billy sudah tahu bahwa orang tua dan kakak Billy ingin
Billy menjadi anak yang rajin dan bisa lulus UN dengan nilai bagus serta bisa di
terima di SMK N 2 Palembang, apa yang Billy lakukan untuk dapat
membanggakan orang tua dan keluarga?
Ki : iya pak, saya akan berusaha sekuat dan semampu saya untuk rajin dan
membanggakan orang tua saya!
Ko : kapan Billy bisa memulai nya?
Ki : mulai besok dan hari-hari seterusnya pak, akan saya coba.
Ko : baguslah kalau begitu, apa yang akan Billy lakukan untuk menjadi anak
rajin?
34

Ki : saya akan mulai memperhatikan pelajaran ketika guru sedang mengajar


dan mengerjakan PR dari sekolah
Ko : bapak turut senang memdenganr Billy mau berubah dan melakukan
tindakan, semoga Billy bisa benar-benar berubah. aamiin
Ki : iyaa aamiin pak.
Ko : setelah kegiatan ini, Billy belajar pelajaran apa?
Ki : Ips pak!
Ko : iyaa, Billy yang semangat terus yaa
Ki : iya pak, terima kasih pak
Ko : iya sama-sama, mungkin kegiatan ini kita cukupkan sampai di sini, lain
kali kalau ada waktu kita bisa ya bertemu lagi dan cerita-cerita lagi !
Ki : iya pak
Ko : (berdiri dan bersalaman dengan Billy). “terima kasih Billy atas waktunya,
semangat belajar terus ya
Ki : iya pak, (Billy berdiri dan bersalaman ) “Assalamualaikum”
Ko : Waalaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh

b. Transkrip Wawancara Guru Pembimbing


Mahasiswa :A
Guru BK :S
A : selamat pagi pak
S : pagi
A : bapak, saya akan bertanya tentang informasi dan keadaan Billy!
S : iya boleh, tanya apa?
A : bagaimana dengan Billy itu sendiri pak?
S : Billy anak yang malas (memiliki motivasi belajar yang rendah, karena
terpengaruh oleh temannya), padahal orang tua dan keluarganya itu juga sering
menasehati dan memberi arahan kepada Billy.
A : adakah kenakalan – kenakalan yang parah dibuatnya?
S : tidak! Hanya kenakalan biasa ia malas belajar ( mengerjakan tugas
sekolah maupun tugas PR) dan suka menggangu teman – temannya
35

A : jadi motivasi belajar yang rendah dan suka mengganggu temannya yang
di alami Billy pak?
S : iya, ia merasa lebih senang dan percaya dengan teman sebangkunya,
padahal teman sebangkunya itu si Bima juga tambah parah jahil dan malas
belajarnya.
A : terimakasih pak atas informasinya
S : sama sama nak

c. Transkrip Wawancara Guru/Wali Kelas


A : mahasiswa
S : wali kelas

A : siang pak, maaf mengganggu sebentar, (sambil tersenyum) boleh minta


waktunya?
S : silahkan nak
A : bagaimana menurut bapak tentang Billy?
S : Billy anaknya jahil dan pemalas belajar, ia mudah terpengaruh oleh
teman sebangkunya yaitu si Bima
A : apakah sejauh ini ada perubahan tentang hasil belajarnya si Billy pak dan
tingkah lakunya juga?
S : tidak? nilainya sangat jelek dan Billy sering jahil kepada temannya
A : tapi orang tua Billy juga sangat ingin anaknya berubah pak?
S : iya, hanya si Billy saja yang tidak mau mendenganr nasehat orang
tuanya, ia lebih terpengaruh oleh temannya
A : apakah bapak tahu penyebab turunnya prestasi belajar Billy?
S : karena teman (si Bima) yang selalu mempengaruhinya untuk ikut jahil
dan malas belajar.
A : kenapa posisi duduk mereka tidak pisah saja pak?
S : sudah pernah dipisah tapi selalu saja temannya (si Bima) tidak mau
berpisah dengan Billy
36

A : Adakah cara lain yang sudah diterapkan agar mereka tidak ribut dikelas
lagi dan tidak malas belajar lagi pak?
S : terkadang cara yang kami gunakan adalah dengan cara mengatakan “
apakah kamu tidak ingin mendapatkan nilai dan prestasi yang bagus, agar bisa
membanggakan orang tua dan keluarga serta bisa lulus UN dan di terima di
sekolah yang bagus” kami selalu memberi arahan dan motivasi kepada mereka
A : ohh begitu pak, saya rasa cukup itu saya yang saya pertanyakan atas
informasi tentang Billy. Perimakasih pak atas waktunya.
S : iya sama – sama nak

d. Transkrip Wawancara Teman Sebaya

A : Bima (teman akrab Billy)


M : mahasiswa

M : siang nak bolehkah ibu bertanya tentang Billy?


A : silahkan pak?
M : bagaimana menurut kamu Billy itu?
A : Billy anaknya sebenarnya terkadang baik dan rajin, namun ia sering saya
ajak untuk jahil dengan teman dan sering malas belajar bersama saya
M : kenapa kamu mengajaknya seperti itu?
A : iya pak, karena menurut saya Billy itu orangnya mudah terpengaruh oleh
saya dan orangnya baik
M : lalu, apa penyebab si Billy malas belajar dan suka jahil dengan teman?
A : ya jelas si Billy sering bersama saya dan ikut kelakuan saya pak!
M : jadi ia kehilangan semangat belajar dan jahil dengan temannya?
A : iya pak
M : kamu ranking berapa dan si Billy juga ranking berapa?
A : saya ranking terakhir pak, nah kalau si Billy ranking 38 dari 40 siswa,
masih mendingan si Billy daripada saya pak
37

M : adakah keinginanya si Billy itu untuk menjadi anak yang baik seperti
dulu, menurut yang Bima tahu?
A : sebenarnya ia ingin berubah dan konsentrasi dalam belajar dan
membanggakan orang tuanya, tetapi saya selalu mengajak Billy untuk jahil dan
malas belajr, karena menurut saya malas belajar dan jahil itu asik pak
M : kenapa seperti itu? Bukankah jika ia berubah menjadi anak ynag baik itu
adalah hal yang bagus dan kalian juga bisa meniru perubahan baiknya.
A : kami belum mencoba untuk tidak malas belajar dan tidak jahil lagi, tapi
itu sulit pak
M : meskipun seperti itu sulit, cobalah sedikit demi sedikit merubah perilaku
mu yang kurang baik ini nak, tetaplah jadi anak yang rajin belajar dan
memperhatikan guru saat guru menjelaskan pelajaran supaya kamu bisa mengerti
dan memahami pelajaranya
A : iya pak
M : bapak ucapkan terimakasih kepada kamu karena sudah meluangkan
waktu untuk berbicara kepada bapak
A : sama – sama pak
38

Lampiran 2 Foto

Foto Bersama Konseli


39

Foto Bersama Guru Bimbingan Konseling SMP NEGERI 19 PALEMBANG

Anda mungkin juga menyukai