Anda di halaman 1dari 7

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) 7

Pertemuan ke 7
Capaian Mampu memahami dan menjelaskan Pengertian baik & buruk,
Pembelajaran MK Macam-macam dan jenis Akhlak
Bahan Kajian Pengertian baik & buruk
Akhlak : Terpuji dan Akhlak Tercela
Jenis akhlak kepada : Allah & Rasul, Manusia, dan alam
Metode  Ceramah,
Pembelajaran  Diskusi
Media Materi dalam bentuk PPT, daftar hadir online
Referensi Utama:
Abudin Nata, Akhlaq Tasaawwuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2003)
Ahmad amin, Etika (Ilmu Akhlaq), ter, Prof KH, Farid Ma’ruf , (Jakarta:
Bulan Biontang, 1995)
Rosihon Anwar, , Akhlak Tasawuf. Cet. I. (Bandung:. Pustaka Setia.
2009).
Mahjuddin, Kuliah Akhlaq Tasawuf, (Jakarta: Kalam Mulia, 1999)
Tatapangarsa Humaidi, Pengantar Kuliah Akhlak, (Surabaya: Bina
Ilmu, 1984)
Penunjang :
Mohammad Mochlis Solichin, Pendidikan Akhlak-Tasawuf, (Surabaya:
Salsabila, 2017).
Alokasi Waktu 100 menit
Indicator & Jenis Indikator : Ketepatan dan penguasaan Mahasiswa dalam memahami
Penilaian dan menjelaskan Macam-macam dan jenis Akhlak Jenis penilaian :
Non-tes; Tulisan makalah

Rincian Kegiatan:
No Tahap Kegiatan Dosen Kegaiatan Mahasiswa
memberikan apersepsi untuk Memperkenalkan diri,
Pendahuluan
1 mereview materi perkuliahan mendengarkan dan menelaah
(15 menit)
sebelumnya materi, bertanya, mengusulkan
Menjelaskan tentang Macam-
macam dan jenis Akhlak

Memberi kesempatan kepada Menyimak dan mencatat materi,


Penyajian
2 mahasiswa untuk bertanya, bertanya, dan menjawab
(75 menit)
menyampaikan pendapat, dan pertanyaan dosen
menjawab pertanyaan seputar
materi
Menyimpulkan materi, memandu Melakukan post-test, bertanya
Penutup
3 post-test, menyampaikan tugas (jika ada), mencatat tugas-tugas,
(10 menit)
individual dan melakukan absensi online.
Bahan Bacaan pertemuan 7
Pengertian Baik & Buruk

Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata khoir ( dalam bahasa arab ) / good (dalam
bahasa Inggris). Dikatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang menimbulkan rasa keharuan
dan kepuasan, kesenangan, persesuaian, dan seterusnya. Louis Ma’luf dalam kitabnya, Munjid,
mengatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan. Selanjutnya
yang baik itu juga adalah sesuatu yang mempunyai nilai kebenaran atau nilai yang diharapkan, yang
memberikan kepuasan. Baik juga berarti yang sesuai dengan keinginan. Dan yang disebut baik dapat
pula berarti sesuatu yang mendatangkan rahmat, memberikan perasaan senang atau bahagia. Ada pula
pendapat yang mengatakan bahwa secara umum baik adalah sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan
dan menjadi tujuan manusia. Tingkah laku manusia adalah baik, jika tingkah laku tersebut menuju
kesempurnaan manusia. Kebaikan disebut nilai (value) , apabila kebaikan itu bagi seseorang menjadi
kebaikan yang kongkret.
Sedangkan menurut Etik, “baik” adalah sesuatu yang berharga untuk semua tujuan. Sebaliknya
yang tidak berharga, tidak berguna untuk tujuan, merugikan atau yang menyebabkan tidak tercapainya
tujuan adalah “buruk”.
Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa baik adalah nilai yang merujuk
kepada kebahagiaan, kepuasan, kenikmatan, berharga dan bermanfaat bagi hidup manusia.
Seiring dengan perkembangan pemikiran manusia, berkembang pula patokan yang
digunakan orang dalam menentukan baik dan buruk. Keadaan ini menurut Poedjawijatna
berhubungan rapat dengan pandangan lsafat tentang manusia dan ini tergantung pula dari
metafisika pada umumnya. Poedjawijatna lebih lanjut mneyebutkan sejumlah pandangan filsafat
yang digunakan dalam menilai baik dan buruk yaitu hedonisme, utilitarianisme, vitalisme, sosialisme,
religiosisme dan humanism. Sementara itu Asmaran As, menyebutkan ada empat aliran lsafat yaitu
adat kebiasaan, hedonisme, intuisi dan evolusi. Ahmad Amin sependapat dengan Asmaran As ynag
membagi aliran filsafat yang mempengaruhi penentuan baik dan buruk itu menjadi empat, yaitu
adat istiadat, hedonisme, utilitarianisme dan evolusi.
Dengan merujuk kepada berbagai kutipan tersebut di atas beberapa aliran filsafat yang
mempengaruhi pemikiran akhlak tersebut dikemukakan secara ringkas sebagai berikut :
1. Baik Buruk Menurut Aliran Adat Istiadat (Sosialisme )
Menurut aliran ini baik atau buruk ditentukan berdasarkan adat istiadat yang berlaku
dan ditentukan berdasarkan adat istiadat yang berlaku dan dipegang teguh oleh masyarakat.
Orang yang mengikuti dan berpegang teguh pada adat dipandang baik, dan orang yang
menentang dan tidak mengikuti adat istiadat dipandang buruk, dan kalau perlu dihukum secara
adat. Di dalam masyarakat kita jumpai adat istiadat mengenai tata cara berpakaian, makna,
minum, bertandang dan sebgainya.morang yang mengikuti cara-cara demikianlah yang disebut
orang baik dan sebaliknya.
Kelompok yang menilai baik dan buruk berdasarkan adat istiadat ini dalam tinjauan
filsafat dikenal dengan istilah aliran sosialisme. Munculnya paham ini bertolak dari anggapan
karena masyarakat itu terdiri dari manusia, maka ada yang berpendapat bahwa masyrakatlah
yang menentukan baik buruknya tindakan manusia yang menjadi anggotanya.
2. Baik Buruk Menurut Aliran Hedonisme
Aliran hedonisme adalah aliran lsafat yang terhitung tua, karena berakar pada pemikiran
lsafat Yunani, khusunya pemikiran filsafat Epicurus (341-270 SM), yang selanjutnya
dikembangkan oleh Cyrenics sebagaimana telah diuraikan. Menurut paham ini banyak yang
disebut perbuatan yang baik adalah perbuatan yang banyak mendatangkan kelezatan,
kenikmatan dan kepuasan nafsu biologis. Aliran ini tidak mengatakan bahwa semua perbuatan
mengandung kelezatan, melainkan ada juga yang mendatangkan kepedihan, dan apabila ia
disuruh memilih manakah perbuatan yang harus dilakukan, maka ynga dilakukan adalah yang
mendatangkan kelezatan. Epicurus sebagai peletak dasar paham ini mengatakan bahwa
kebahagiaan atau kelezatan itu adalah tujuan manusia. Tidak ada kebaikan dalam hidup selain
kelezatan dan tidak ada keburukan kecuali penderitaan. Namun demikian Epicurus lebih
mementingkan kelezatan akal dan rohani ketimbang kelezatan badan, karena badan itu terasa
dengan lezat dan derita selama adanya kelezatan dan penderitaan itu saja. Akal dan rohani
dapat merancang dan merencanakan kelezatan. Oleh karena itu kelezatan akal dan rohani itu
lebih lama dan lebih kekal daripada kelezatan badan. Dengan demikian pandangan aliran
hedonism tentang kelezatan ini sifatnya masih bercorak ilmiah dan intelektualistik.
Pada tahap selanjutnya paham hedonisme ini ada yang bercorak individual dan universal.
Corak pertama berpendapat bahwa yang dipentingkan terlebih dahulu adalah mencari sebesar-
besranya kelezatan dan kepuasan untuk diri sendiri dan segenap upaya yang dilakukan untuk
mencapainya. Corak kedua (universalistis hedonisme) memandang bahwa perbuatan baik itu
adalah yang mengutamakan mencari kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk sesama manusia,
bahkan segala makhluk yang berperasaan.
3. Baik Buruk Menurut Paham Intuisisme (Humanisme )
Intuisi adalah merupakan kekuatan batin yang dapat menentukan sesuatu sebagai baik dan
buruk dengan sekilas tanpa melihat akibatnya. Paham ini berpendapat bahwa pada setiap manusia
mempunyai kekuatan insting batin yang dapat membedakan baik dan buruk dengan sekilas
pandang. Kekuatan batin ini adalah kekuatan yang telah ada dalam jiwa manusia, tidak etrambil
dari keadaan diluarnya Kita diberikan kemampuan untuk membedakan antara baik dan buruk,
sebagaimana kita diberi mata untuk melihat dan diberi telinga untuk mendengar. Menurut paham
ini perbuatan yang baik adalah perbuatan yang sesuai dengan penilaian yang diberikan oleh hati
nurani atau kekuatan batin yang ada dalam dirinya. Dan perbuatan buruk adalah perbuatan yang
menurut hati nurani di pandang buruk. Paham ini selanjutnya dikenal dengan paham humanisme.
Poedjawijatna mengatakan bahwa menurut aliran ini yang baik adalah ayng sesuai dengan kodrat
manusia yaitu kemnausiaannya yang cenderung kepada kebaikan. Dengan demikian ukuran baik
buruk suatu perbuatan menurut paham ini adalah tindakan yang sesuai dengan derajat manusia,
dan tidak menentang atau mengurangi keputusan hati. Secara batin setiap orang pasti tidak akan
dapat membohongi suara hatinya.
Murthadha dan Murthahhari dalam bukunya berjudul Falsafah Akhlak ia mengatakan etika
adalah tidak emosionalistik seperti dalam falsafah etika hindu dan Kristen. Juga buka rasional
berdasarkan kehendak sebagaimana yang dikatakan filosof. Tetapi etika adalah ilham-ilham intuisi.
Menurutnya kekuatan itu tidak berupa emosi dan rasio. Kekuatan itulah yang memberi perintah
didalam diri manusia, kekuatan itu adalah batin. Kekuatan itu tidak ada kaitannya dengan akal. Akal
adalah hasil perolehan, sedangkan intuisi adalah tri dan intrinsic dalam batin manusia. Selanjutnya
Muthahhari menilai paham baik buruk berdasrakan intuisi sebagai sejalan dengan al-Qur’an.
Menurutnya al-Qur’an menyatakan bahwa manusia di anugrahi sejumlah ilham fitrah. Seperti pada
Firman Allah berikut : “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan
kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”. (Asy-Syam : 7-8).
Quraishi Shihab juga sependapat dengan Muthahhari, menurutnyan kita dapat berkata
bahwa secara nyata terlihat dan sekaligus kita ketahui bahwa terdapat manusia yang berkelakuan
baik dan yang buruk. Quraishi Shihab lebih lanjut mangatakan walaupuan kedua potensi ini
terdapat dalam diri manusia namun ditemukan isyarat-isyarat dalam al-Qur’an , bahwa kebajikan
lebih dahulu menghiasi diri manusia daripada kejahatan dan bahwa pada dasarnyamanusia
cenderung kepada kebajikan.
Dengan mengikuti uraian tersebut kita dapat berpendapat bahwa penentuan baik dan
buruk yang berdasarkan intuisi ini dapat menghasilkan penentuan baik dan buruk secara universal
atau berlaku bagi masyarakat pada umunya. Mereka yang senantiasa membersihkan dirinya dan
berupayab mendekatkan diri pada Tuhan, akan memiliki daya intuisi yang lenih tajam dan
menghasilkan penilaian yang positif dan produktif terhadap berbagai masalah yang dihadapinya.
4. Baik Buruk Menurut Paham Utilitarianisme
Secara harfiyah utilis berarti berguna. Menurut paham ini yag baik adalah yang berguna.
Paham penentuan baik buruk berdasarkan nilai guan ini mendapatkan perhatian dimasa sekarang.
Dalam abad sekarang ini kemajuan dibidang teknik cukup meningkat dan kegunaanlah ynag
menentukan segalanya. Namun demikian paham ini terkadang cenderung extrim dan melihat
kegunaan hanya dari sudut pandang materialistik. selain itu paham ini juga menggunakan apa saja
yang dianggap ada gunanya. Namun demikaian kegunaan dalam arti bermanfaat yang tidak hanya
berhubungan dengan materi melainkan juga dengan yang bersifat rohani agar bisa diterima. Dan
kegunaan bisa juga diterima jika yang diguankan itu hal-hal ynag tidak manimbulkan kerugian bagi
orang lain. Nabi misalnya menilai bahwa orang yang baik adalah orang yang member manfaat pada
orang lain. Tokoh-tokoh dalam paham ini antara lain:
1. Jeremy Betham (1748-1832)
Betham memandang kebahagiaan diukur secara kuantitatif. Ukuran baik dan buruk itu
kelezatan yang terbesar bagi bilangan yang terbanyak;
2. John Stuart Mill (1806-1873)
Menurut Mill kebahagian tidak hanya diukur melalui kuantitas, tetapi perlu
dipertimbangkan pula kualitasnya, karena kesenangan ada yang tinggi dan ada pula yang
rendah mutunya. Kebahagiaan yang menjadi norma etis adalah kebahagiaan semua orang
yang terlibat dalam suatu kejadian.
5. Baik Buruk Menurut Paham Vitalisme
Menurut paham ini yang baik adalah yang mencerminkan kekuatan dalam hidup manusia.
Paham ini lebih lanjut kepada sikap binatang, yang berlaku hukum siapa yang kuat dialah yang baik.
Dalam masyarakat yang sudah maju, dimana ilmu pengetahuan dan keterampilan sudah
mulai banyak dimiliki oleh masyarakat, paham vitalisme tidak akan mendapat tempat lagi, dan
digeser dengan pandangan yang bersifat demokratis.
6. Baik Buruk Menurut Paham Religiosisme
Menurut paham ini yang dianggap baik adalah perbuatan yang sesuai kehendak Tuhan,
sedang perbuatan buruk adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Dalam
paham ini keyakinan Teologis yakni keimanan kepada Tuhan sangat memegang peranan penting,
karena tidak mungkin orang mau berbuat sesuai dengan kehendak Tuhan, jika yang bersangkutan
tidak beriman kepada-Nya. Menurut Poedjawijatna aliran ini dianggap paling baik dalam praktek.
Namun sayang nya paham ini tidak umum dari ukuran baik dan buruk yang digunakan. Diketahui
bahwa didunia ini terdapat bermacam-macam agama dan masing-masing agama menentukan baik
dan buruk menurut ukurannya masing-masing agama Hindu, Budha Yahudi, Kristen dan Islam
misalnya masing-masing memiliki pandangan dan tolak ukur tentang baik dan buruk dimana satu
dan lainnya berbeda.
7. Baik dan Buruk Menurut Paham Evolusi
Aliran ini berpandangan bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini mengalami evolusi,
yakni berkembang dari apa adanya menuju kepada kesempurnaannya. Pendapat ini tidak hanya
berlaku pada benda-benda yang tampak, tetapi juga berlaku juga pada benda-benda yang tidak
dapat dilihat atau diraba oleh indera seperti akhlak dan moral.
Awal mula munculnya aliran ini, ketika seorang ilmuan bernama Lamarck mengajukan
pandangannya bahwa jenis-jenis binatang itu merubah satu sama lainnya. Ia menolak pandangan
bahwa jenis-jenis itu berbeda dan tidak dapat berubah. Menurutnya jenis-jenis itu tidak terjadi
pada satu masa, tetapi bermula dari binatang rendah, meningkat dan berabak satu dari lainnya dan
berganti dari jenis ke jenis lain.
Kemudian, seorang ilmuan berbangsa Inggris, Darwin (1809-1882 M) menjelaskan
teorinya dalam bukunya yang berjudul The Origin of Species. Dia mengatakan bahwa
perkembangan alam ini didasari oleh ketentuan alam (selection of nature), perjuangan hidup
(struggle for life), dan kekal bagi yang lebih pantas (survival for the fittest). Ketentuan alam berarti
bahwa alam ini menyaring segala yang berwujud, mana yang pantas untuk hidup terus dan mana
yang tidak.
Perjuangan hidup berarti suatu usaha dalam mempertahankan hidupnya dengan melawan
segala yang menjadi musuhnya. Kekal bagi yang lebih pantas yaitu segala sesuatu yang berhak
hidup setelah mengalami perjuangan-perjuangan dalam berkompetisi dengan jenis-jenis lainnya.
Ilmuan lainnya yang bernama Alexander, mencoba membawa teroi Darwin tersebut ke
dalam bidang akhlak. Menurutnya, nilai moral juga mengalami kompetisi dengan nilai-nilai lainnya.
Bahkan dengan segala yang ada di jagad raya ini. Nilai moral yang dapat bertahan itulah nilai yang
baik, sedangkan nilai moral yang tidak dapat bertahan akan musnah dan dianggap buruk.
Herbert Spencer (1820-1903) seorang filosof Inggris, juga berpandangan perekembangan
akhlak juga mengalami evolusi. Ia mengatakan bahwa perbuatan akhlak itu tumbuh secara
sederhana dan mulai berangsur-angsur meningkat sedikit demi sedikit, dan berjalan menuju ke
arah ”cita-cita” yang dianggap sebagai tujuan. Maka perbuatan itu dikatakan baik bila dekat dari
cita-cita itu dan buruk bila jauh dari cita-cita itu.
Pendapat bahwa nilai moral harus ikut berkembang sesuai perkembangan sosial dan
budaya dapat menyesatkan orang, karena adanya pendapat (nilai) baru yang menjadi panutan pada
masa itu, kadang-kadang merupakan nilai yang dipaksakan oleh para penguasa di masa itu,
karenanya tidak merupakan nilai yang universal dan hanya dipandang baik oleh seseorang ata
sekelompok orang (Asmaran As, 1992: 33).
8. Pandangan Islam tentang Baik dan Buruk
B. Pengertian Baik
Dalam ajaran Islam, tolok ukur untuk menentukan nilai dan buruknya suatu
perbuatan bersumber kepada dua, yakni al-Qur’an (wahyu Allah) dan hadist Nabi
Muhammad Saw. Dalam al-Qur’an dan al-Hadist istilah yang berkaitan dengan kebaikan dan
keburukan banyak dijumpai. Beberapa istilah yang berkaitan dengan baik, misalnya: al-
hasanah, thayyibah, khairah, karimah, mahmudah, azizah, dan al-birr.
Istilah Al-Hasanah adalah kenikmatan yang dirasakan menyenangkan, kenikmatan fisik
dan jiwa, yang bersumber dari kehidupan setiap orang. Al-hasanah menunjukkan sesuatu yang
disukai atau dipandang baik, dari segi akal, hawa nafsu, maupun panca indera (al-Raghib
Asfahani, t.t.: 117). Allah Swt. berfirman:Allah Swt. berfirman:
Barangsiapa yang datang dengan (membawa) kebaikan, maka baginya (pahala)
yang lebih baik daripada kebaikannya itu (QS. Al-Qashash: 84).
Ada yang berpendapat, kata “baik” terjemahan dari kata husn yang berarti baik atau
indah. Menurut al-Raghîb al-Ashfahanî, istilah al-husn, baik dan indah, menjelaskan semua
yang mengagumkan dan disenangi oleh seluruh manusia.
Istilah at-thayyibah untuk menunjukkan sesuatu yang memberikan kenikmatan pada
pancaindera dan jiwa, makanan, minuman, pakaian, rumah dan sebagainya (al-Raghib
Asfahani, t.t.: 117). Sebagaimana Allah berfirman:Kami turunkan kepadamu manna dan
salwa. Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu (QS.al-
Baqarah: 57).
Kata al-khair digunakan untuk menggambarkan kebaikankebaikan oleh seluruh
umat manusia atau segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia. Allah berfirman:
Barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka
sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui (QS. al-Baqarah:
158).
Al-mahmudah menunjukkan pada perbuatan yang utama sebagai akibat dari
melakukan sesuatu yang disukai oleh Allah Swt. (al-Raghib Asfahani, t.t.: 117). Kebaikan-
kebaikan di dalamnya bersifat batin dan spiritual.
Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu
ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang
terpuji (QS. al-Isra: 79).
Al-karimah digunakan untuk menunjukkan perbuatan yang sangat terpuji.
Perbuatan tersebut sungguh mulia, seperti menafkahkan harta di jalan Allah dan berbakti
kepada kedua orang tua, sebagaimana firman Allah:
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang
di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah
kamu membentakmereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia.
Al-Birr bisa ketaatan, kesalehan, kebaikan, belas kasih, kebenaran, hal banyak
berbuat kebajikan, kedermawanan, surga, hati, menerima, diterima. Menurut Sayyid Qutub,
kebaikan (al-birr) memiliki 3 dimensi yaitu dimensi akidah, dimensi sosial dan dimensi
karakter. Dimensi akidah dapat menjadi baik ketika hubungan manusia kepada Tuhannya
baik, dengan segala ibadah yang dia lakukan. Dimensi sosial dapat menjadi baik apabila
hubungannya dengan manusia, hewan dan makhluk lainnya rukun, saling menghormati dan
pengertian. Dimensi karakter dapat menjadi baik ketika seseorang senantiasa melatih diri
untuk mengutamakan orang lain diatas kepentingan dirinya dan mengarahkan hawa
nafsunya ke arah yang baik.
Berbagai istilah kebaikan yang dijelaskan dalam al-Qur’an dan hadist menunjukkan
bahwa tolok ukur kebaikan dalam ajaran Islam lebih lengkap dan mendalam. Kebaikan
dalam Islam itu meliputi aspek fisik, akal, mental, jiwa, kesejahteraan baik di dunia maupun
di akhirat. Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa tolok ukur kebaikan dan keburukan
menurut ajaran Islam bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Dalam aspek lain, Islam
memberikan ukuran kebaikan dan keburukan dari suatu perbuatan itu didasarkan pada
adanya kesadaran penuh, kehendak dan niat untuk melakukan perbuatan itu.

C. Pengertian Buruk
Secara bahasa istilah buruk dalam Bahasa Indonesia merupakan arti dari kata syarr
dalam bahasa Arab. Syarr, menurut Al-Raghib alAshfahani, adalah perbuatan manusia yang
dibenci semua orang. Ungkapan lain dalam Bahasa Arab yang berarti buruk adalah al-qabîh.
Al-Raghib al-Ashfahani berpendapat, al-qabîh adalah semua benda yang dinyatakan cacat
oleh mata, semua tindakan, dan keadaan yang ditolak dan dinilai cacat oleh akal sehat dan
nurani yang jernih. Ringkasnya al-syarr dan al-qabîh adalah perbuatan, tindakan, sikap, dan
perilaku yang dibenci oleh semua orang; ditolak oleh akal sehat dan nurani; serta dinyata-
kan cacat oleh pikiran jernih dan bening.
Sejalan dengan teori umum akhlak yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa suatu
perbuatan yang tergolong akhlak itu adalah perbuatan yang disengaja atau dikehendaki.
Setiap kehendak selalu mengarah kepada suatu tujuan. Jadi dalam memberi nilai perbuatan
terletak pada kehendak dan tujuan. Dalam Islam kehendak dan tujuan itu dimaksudkan agar
di dalam berbuat memperoleh keridhaan Allah Swt. Kehendak dalam berbuat adalah niat.
Niat yang diridahi adalah ihklas dalam berbuat (semata-mata hanya karena Allah). Perbuatan
akhlak dalam Islam baru dikatakan baik apabila perbuatan itu dilakukan sesuai dengan
tuntunan Allah dan Rasul-Nya yang disertai niat yang ikhlas karena Allah. Firman Allah:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus” (QS. Al-
Bayyinah: 5)
Rasulullah Saw. bersabda:
‫ َوإِ مَّنَا ِِل أم ِر ٍئ َما نَ َوى‬،‫ات‬
ِ ‫ال ِِبلنِيم‬
ُ ‫إِ مَّنَا أاْلَ أع َم‬
“Segala perbuatan itu selalu disertai niat. Dan perbuatan itu dinilai sesuai dengan
niatnya”.
Dari penjelasan di atas bahwa Islam tidak saja melihat baik buruknya perbuatan itu
dari amalan yang nyata saja, tetapi juga dari niatnya. Perbuatan yang diniatkan baik maka
perbuatan itu dapat dinilai baik, dan sebaliknya kalau niatnya buruk maka perbuatan itu
nilainya buruk.
Selanjutnya selain perbuatan nyata dan niat, Islam juga mengukur baik buruknya
perbuatan itu berdasarkan cara melakukan perbuatan itu. Misalnya, seorang mempunyai
niat yang baik, namun bila dilakukan dengan cara yang salah, maka perbuatannya dinilai
tercela. Orang tua yang memukul anaknya sampai cacat seumur hidup adalah perbuatan
tercela, meskipun pada dasarnya niatnya baik yakni untuk mendidik anaknya. Contoh lain,
bersedekah adalah amalan yang baik, tetapi jika diberikan kepada orang dengan cara yang
menyakitkan hati si penerima, maka ia dinilai buruk, sebagai mana Allah Swt. berfirman:
Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi
dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha
Penyantun (QS. Al-Baqarah: 163)

Akhlak Terpuji & Tercela


A. Akhlak terpuji
Pengertian:
Sifat/perilaku yang mendatangkan manfaat, kebaikan, dan keselamatan pada diri sendiri dan
atau orang/makhluk lainnya.
B. Akhlak Tercela
Hal-hal yang masuk akhlak tercela: Setiap sesuatu yang diharamkan Allah pasti tercela
Sesuatu yang makruh, atau sesuatu yang tidak dianjurkan dalam agama, sebaiknya ditinggalkan
karena melanggar tata kesopanan.

C. Macam-macam Akhlak Terpuji


1. Akhlak Kepada Allah
a). Berbentuk keyakinan
Uluhiyyat
Nubuwwat
Sam’iyyat/ghaibiyyat
b). Berbentuk ibadah
Shalat
Zakat
Puasa
Haji
Hal-hal yang disunnahkan
c). Perilaku (hati dan perilaku)
1) Ikhlas
Lawan kata: riya’ (memperlihatkan kepada org lain bahwa ia berbuat kebaikan),
sum’ah (memperdengarkan kepada org lain bahwa ia berbuat kebaikan)
2) Taubat
Taubat (karena khauf)
Inabah (karena Raja’)
Aubah (karena mahabbah)

‫ وآخرها اْلوبة‬،‫ وأوسطها اإلانبة‬،‫ مأوهلا التوبة‬:‫التوبة على ثالثة اقسام‬.


‫صاحب التوبة‬: ‫فكل ما اتب خلوف العقوبة فهو‬
ُّ
‫ومن اتب مراعاة لألمر ورغبة يف الثواب فهو صاحب إانبة‬
.‫أوبة‬ ‫ومن اتب مراعاة لألمر ِل للرغبة يف الثواب أو رهبة من العقاب فهو صاحب‬
3) Sabar
Sabar menjalani perintah Allah
Sabar menjauhi larangan Allah
Sabar ketika mendapat musibah
Sabar ketika mendapat nikmat (dengan bersyukur)
4) Syukur
Syukur dengan hati
Syukur dengan lisan (al-Tahadduts bin ni’mah)
Syukur dengan anggota badan

5) Qana’ah
Rela menerima dan merasa cukup dg apa yg dimiliki,
Menjauhkan diri dari sifat tidak puas
Menjauhkan diri merasa kurang yang berlebihan.

6) Husnuddhan (berprasangka baik) kepada Allah


ِ ِ‫وما ربُّك بِظَاَّلٍم لِْلعب‬
‫يد‬ َ َ َ ََ
7) Tawadhu
Rendah hati (lawan sombong)
Menerima kebenaran

8) Tawakal
Berserah diri kepada Allah setelah perencanaan
berserah diri kepada Allah setelah “eksekusi” perencanaan
Menerima segala resiko apapun

9) Ridlo
Ridlo mendapat nikmat
Ridlo mendapat bala’
Merasakan gelora cinta (‫ )هيجان الحب‬ketika ditimpa musibah
2. Sesama manusia
Kepada orang tua
Kepada guru
Kepada tetangga & tamu
Kepada yang lebih tua dan lebih muda
Kepada suami dan atau isteri
Kepada saudara semuslim
Sesama manusia
3. Kepada lingkungan
Kepada hewan tidak kasar/menyakiti
Kepada tumbuhan menjaga keserasian lingkungan

Anda mungkin juga menyukai