Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyakit kulit banyak dijumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena

Indonesia beriklim tropis. Iklim tersebut yang mempermudah perkembangan

bakteri, parasit maupun jamur. Penyakit yang sering muncul karena kurangnya

kebersihan diri adalah berbagai penyakit kulit. Skabies merupakan penyakit kulit

yang masih sering di jumpai di Indonesia dan tetap menjadi masalah kesehatan

masyarakat (1,2).

Skabies adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes

scabiei, menyerang kulit, dan mudah menular dari manusia ke manusia, dari

hewan ke manusia atau sebaliknya. Kejadian skabies juga berhubungan dengan

sanitasi atau higiene yang buruk, kondisi pada saat kekurangan air atau tidak

adanya sarana pembersih tubuh (sabun), kurang gizi, dan hidup berdesak-desakan

(3).

Faktor yang dapat meningkatkan kejadian penyakit skabies antara lain

yaitu kontak langsung seperti berjabat tangan, tidur bersama, dan hubungan

seksual. Kontak tidak langsung antara lain pemakaian seperti handuk, pakaian,

sprei, dan bantal secara bersama-sama. Sedangkan lingkungan dapat

mempengaruhi kecepatan penularan penyakit skabies, semakin padat populasi

maka penularan penyakit skabies semakin mudah karena penyakit skabies

menular dengan cepat pada populasi padat yang tinggal bersama (4).

1
2

Distribusi penyakit skabies menyebar dan hampir ditemukan diseluruh

dunia. Angka prevalensinya di negara belum berkembang kurang lebih 4% sampai

dengan 27%. Prevalensi penyakit Skabies di Indonesia adalah sekitar 6 - 27% dari

populasi umum dan insidensi tertinggi pada anak usia sekolah dan remaja, tetapi

pada umumnya skabies dapat mengenai semua usia dan insidensinya sama antara

laki-laki dan perempuan (5).

Berdasarkan data Kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia (KSDAI)

tahun 2001, dari sembilan rumah sakit di tujuh kota besar di Indonesia, jumlah

penderita skabies terbanyak didapatkan di Jakarta yaitu 335 kasus di tiga rumah

sakit (6).

Di Kalimantan Selatan, berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Propinsi

Kalimantan Selatan tahun 2009, skabies termasuk dalam penyakit kulit akibat

infeksi, menempati urutan keenam dari sepuluh penyakit terbanyak di Propinsi

Kalimantan Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa di Propinsi Kalimantan Selatan

angka kejadian penyakit skabies cukup tinggi (7).

Penularan skabies terjadi lebih mudah karena faktor lingkungan dan

perilaku yang tidak bersih. Penyakit skabies pada umumnya menyerang individu

yang hidup berkelompok seperti di asrama, lembaga pemasyarakatan, rumah sakit,

perkampungan padat, rumah jompo, dan pesantren (8).

Pesantren adalah salah satu bentuk pendidikan yang bersatu antara sekolah

dan pemondokan. Pada beberapa pesantren pemondokannya mempunyai ruangan

tidur yang dihuni oleh beberapa siswa dengan luas kamar yang kurang memadai

(9).
3

Salah satu kebiasaan buruk yang sering dilakukan siswa atau santrinya

dibeberapa pesantren secara umum adalah sering menggunakan alat-alat atau

pakaian secara bersama, contohnya tempat tidur, bantal, baju, handuk, dan

sebagainya, sehingga hal inilah yang menyebabkan skabies sering dihubungkan

dengan pesantren. Kondisi pesantren dapat mempengaruhi penularan skabies

apabila para siswa tidak paham dan tidak sadar tentang pentingnya menjaga

kebersihan lingkungan, maupun kebersihan pribadi. Untuk mencegah kejadian

tersebut, pemahaman kepada siswa untuk menjaga kebersihan lingkungan dan

kebersihan pribadi adalah penting (10).

Berdasarkan hasil penelitian di Pondok Pesantren Nihayatul Amal

menunjukkan bahwa persentase responden yang terkena skabies ada 62,9%

dengan faktor resiko mempunyai kebiasaan mencuci pakaian bersama pakaian

temannya sebesar 61,4%, mempunyai kebiasaan tidur bersama temannya yang

menderita skabies 60,0%, mempunyai kebiasaan memakai selimut bersama-sama

temannya yang menderita skabies 54,3% dan 32,8% yang mempunyai kebiasaan

berwudhu tidak menggunakan kran. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan

bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan pemakaian sabun mandi,

kebiasaan pemakaian handuk, kebiasaan berganti pakaian, kebiasaan tidur

bersama, dan kebiasaan mencuci pakaian bersama penderita skabies dengan

kejadian skabies (11).

Penelitian di Pondok Pesantren Lamongan, penilaian higiene individu

dalam penelitian tersebut meliputi frekuensi mandi, memakai sabun atau tidak,

pakaian dan handuk bergantian, dan kebersihan alas tidur. Sebagian besar santri di
4

Pesantren Lamongan (63%) mempunyai higiene individu yang jelek dengan

prevalensi penyakit skabies 73,70%. Perilaku yang tidak mendukung berperilaku

hidup bersih dan sehat dalam mencegah skabies diantaranya adalah sering

memakai baju atau handuk bergantian dengan teman serta tidur bersama dan

berhimpitan dalam satu tempat tidur (12).

Penelitian Al-Audhah tahun 2009 di Pondok Pesantren Darul Hijrah

Martapura Putera meneliti tentang faktor-faktor resiko yang mempengaruhi

kejadian skabies. Dari hasil penelitian didapatkan 48 (45,28%) kasus skabies (13).

Penelitian mengenai faktor risiko skabies dari aspek higiene individu dan

ketersediaan air bersih pada santri asrama putra Pondok Pesantren Darul Hijrah

belum pernah dilakukan sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai hal

tersebut.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada hubungan

antara penyediaan air bersih dan higiene individu terhadap angka kejadian

penyakit skabies di asrama putra Pondok Pesantren Darul Hijrah Banjarbaru tahun

2011”.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan

antara penyediaan air bersih dan higiene individu dengan kejadian penyakit

skabies di asrama putra Pondok Pesantren Darul Hijrah Banjarbaru tahun 2011.

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk:


5

1. Mendeskripsikan sumber penyediaan air bersih yang digunakan santri di

Pondok Pesantren Darul Hijrah Martapura 2011.

2. Mendeskripsikan higiene individu santri di Pondok Pesantren Darul Hijrah

Martapura 2011.

3. Menganalisis hubungan antara sumber penyediaan air bersih terhadap kejadian

skabies di Pondok Pesantren Darul Hijrah Martapura 2011.

4. Menganalisis hubungan antara higiene individu terhadap kejadian skabies di

Pondok Pesantren Darul Hijrah Martapura 2011.

D. Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain :

1. Bagi profesi pendidikan dokter

Menjadi bahan masukan bagi perkembangan pengetahuan keilmuan dan

menjadi bahan referensi tentang penyakit skabies dalam bidang pendidikan

dokter.

2. Bagi peneliti

Menjadi sarana dalam mengembangkan ilmu yang didapat selama

menimba ilmu di Program Studi Pendidikan Dokter dengan mengaplikasikannya

pada kenyataan yang ada di lapangan serta merupakan tambahan ilmu

pengetahuan dan pengalaman yang sangat bermanfaat.

3. Bagi Masyarakat
6

Memberi informasi penting bagi pihak sekolah/pesantren, orang tua, dan

santri/siswa tentang pentingnya penyediaan air bersih dan higiene individu

terhadap kejadian penyakit skabies sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan

dan penanggulangan terhadap timbulnya penyakit skabies.

Anda mungkin juga menyukai