Muallaf by John Michaelson
Muallaf by John Michaelson
ua a
Kisah seorvurg manusia �jalan hidupnya
Ketentuan Pidana:
Pasal 72
I. Barangslapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (I) atau Pasal 49 Ayat (I) dan Ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat I (satu) bulan
danfatau denda paling sediklt Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun danfatau denda paling banyak
RpS.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, mernamerkan, mengedarkan, atau
menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak clpta
atau hak terkait sebagai dimaksud pada Ayat (I) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun danfatau denda paling banyak RpS00.000.000,00 (lima
raws juta rupiah).
]oHNM1cHAELSON
ua a
Kisah seorang manusia menemukanjalan hidupnya
if;, •
• �- -:
.f l l:&Mi
" :
'
U . .
, . '.
. ·· .
:
.::. "' - -··�- r. .:..
.. -·�--
:
•
' ·''··-.
:.
_,_._ .. v- ...
-· .
·
MUALAF
GM 401 01 14 0045
www.gramediapustakautama.com
352 him; 20 cm
8
kedua anaknya sebelum wanita itu melarikan diri untuk hidup ber
sama pria lain. Rumah itu seolah dipenuhi kekecewaan dan setiap
akhir pekan anak-anaknya datang untuk menginap, dan kami tak
ter/alu soling menyukai.
Seperti itu/ah keadaannya se/ama empat tahun berikutnya. Aku
be/ajar di sekolah setempat dan berteman dengan anak-anak di
lingkungan tersebut Cerdas tanpa menjadi yang paling cemerlang,
pandai dalam olahraga tapi tak menekuni bidang itu, satu-satunya
sifatku yang menonjol ada/ah rasa ingin tahu. Saat liburan tiba aku
biasanya pergi ke suatu tempat bersama ibuku, Mike dan anak
anaknya atau jika ayahku di rumah aku akan tingga/ bersama dia
dan siapa pun yang sedang dipacarinya saat itu.
Liburan dengan ibuku berkisar seputar perkemahan. Kami se
mua akan berjejalan di da/am mobil don menaiki feri untuk me
nyeberang ke Eropa lalu menghabiskan dua minggu berhujan ter
kurung dalam tenda bocor. Ka/au kami beruntung, area
perkemahannya dilengkapi ruang permainan dan kami akan ber
main biliar atau tenis meja sementara orangtua kami minum ang
gur /oka/ yang keras dan menyantap hidangan barbekyu bersama
para orangtua dari anak-anak yang boson dan tak tahu berterima
kasih /ainnya.
Liburan dengan ayahku jauh lebih menyenangkan. Di pagi hari
kami berlari menyusuri hutan di belakang kompleks apartemen
dan bi/a sekarang menutup mata, aku masih dapat mencium uda
ra berbau tanah serta mendengar paduan suara (ajar. Saat hari
beranjak siang kami memancing ikan dan berenang dari kapal
Ayah. Aku menjadi begitu kuat di air sehingga mampu menyelam
sampai keda/aman sepuluh meter dan menyentuh dasar /aut
Kemudian ayahku bertemu Sara dan semuanya mulai berubah.
Orangtua Sara memiliki apartemen di lantai atas yang mereka
gunakan sebagai rumah liburan. Sara masih muda, pirang, don
amat mirip dengan wanita-wanita lain yang pemah dipacari Ayah.
Topi berbeda dengan wanita /ainnya dia tidak pergi sete/oh be
berapa bu/an. Dia ma/ah menemukan tempat di hati ayah yang,
meskipun tak kusadari ketika itu, merupakan tempat yang sepi
don tak ramah untuk ditinggali.
1
Setingkat SMP. Namun berbeda dengan sekolah umum di lnggris. grammar school
menyeleksi calon muridnya. dan memiliki kualitas serta fasilitas yang dianggap lebih
bagus daripada sekolah umum.
10
kap di sana bersama Sara dan bahkan sebagai bocah dua be/as
tahun aku menganggap wanita itu menyusahkan. lnilah awal
dari masa yang sangat tidak membahagiakan. Aku rindu ibuku
dan teman-teman di lingkunganku. Perjalanan ke dan dari seko
lah terasa berat dan sewaktu kembali ke apartemen tak ada
yang bisa dilakukan se/ain makan, menonton te/evisi don meng
abaikan PR-ku.
Musim panas berikutnya Sara hamil dan aku dikirim untuk
tinggal di sekolahku, yang memiliki asrama untuk anak-anak /e/aki
yang orangtuanya tinggal jauh dari sana. Ada dua kategori murid
di asrama, penghuni tetap don penghuni mingguan. Aku dimasuk
kan sebagai penghuni tetap, maka meskipun rumah ibuku tak jauh
dari sana, aku tak diizinkan tinggal bersamanya selama akhir pe
kan.
Walaupun merasa terluka karena dikirim ke sana, aku cepat
beradaptasi dengan kehidupan di asrama. Tak ada lagi perjalanan
panjang don berat ke don dari sekolah. Se/ain itu, aku punya ba
nyak teman seumur. Dan jika aku melompat ke /uar jendela saat
larut ma/am lalu memanjat dinding batu tinggi di belakang asrama,
aku bisa berjalan ke perumahanku yang lama dalam duo puluh
menit
Se/ama dua setengah tahun aku hidup seperti ini. Be/ajar ber
sama teman-teman sebaya, mendapatkan pendidikan berkualitas,
dan berkembang menjadi pemain rugbi yang dapat diandalkan.
Me/ewatkan liburan seko/ah di kompleks apartemen atau bersama
ibuku jika Sara dan Ayah ber/ibur ke suatu tempat. Mereka
sudah punya anak sekarang, Jamie kecil, dan aku makin ja
rang bertemu mereka. Sampai ke tahap ketika Ayah hanya meng-
11 �
"'
�
-
g
hubungiku soot membaca nilai rapor yang memburuk di akhir
setiap triwulan.
Pada musim semi di tahun keempatku, seorang murid baru da
tang ke asrama kami. Orangtuanya harus pergi untuk menangani
musibah ke/uarga dan dia akan tinggal bersama kami selama ku
rang-lebih sebulan. Sejak pertemuan pertama aku langsung tahu
dia amat terluka karena ditinggalkan. Anak-anak lain juga tahu
don mengerubunginya seperti burung bangkai, karena seko/ah as
rama dipenuhi para pem-bully don mereka tak dapat menahan
diri bi/a mencium aroma kesedihan anak lain. Jodi aku melindungi
anak itu don tak lama kemudian kami menjadi akrab.
Suatu ma/am, setelah aku menunjukkan tempat don cara me
manjat dinding belakang, dia mengeluarkan sesuatu dari sakunya
dan memperlihatkannya kepadaku. Ternyata sebatang rokok yang
dilinting dengan tangan don dia bilang rokok itu mengandung
mariyuana. Jantungku berhenti sedetak dan beberapa saat kemu
dian kami berjongkok di pintu dekat situ, mengisap 'rokok'. Aku
sangat menyukai efek dari mariyuana dan, terlebih lagi, aku me
nyukai fakta bahwa aku melanggar semua aturan.
Dalam waktu enam bu/an aku sudah punya bandar sendiri dan
membe/i secara teratur. Aku memperkenalkan beberapa temanku
dengan benda itu dan di ma/am hari kami mencari tempat yang
sepi untuk te/er. Seharusnya itu cukup bagiku, namun rasa ingin
tahuku soma sekali be/um terpuaskan. Karena bandarku juga men
jua/ LSD, tak butuh waktu lama sebelum aku juga mengonsumsi
nya. Dan seiring meningkatnya ketergantunganku, meningkat pula
kebutuhanku akan uang. Jodi aku mulai menjualnya ke beberapa
murid di sekolah, don ini terbukti menjadi sa/ah satu kesalahan
terbesar do/am hidupku.
''
�staga." Pria tua yang duduk di seberangku terlihat siap
meledak. "Mencoba melindungi bandarmu sama sekali bukan
tindakan cerdas:'
Kantor tersebut berpenerangan buruk dan dilengkapi de
ngan kursi-kursi kulit, sofa hijau tua serta meja yang dise.saki
map-map berdebu dan tumpukan kertas. Ada aroma yang ma
nis dan tak lazim, seakan-akan sesuatu sedang dalam proses
pembusukan. Aku menghindari ta.ta.pan sang kepala sekolah dan
menoleh kepada pria di sebelah kananku, Mr. Peters, pimpinan
asrama sekaligus musuh bebuyutanku.
"Kami sudah bicara pada polisi."
Kuharap dia hanya menggertak. "Tak ada komentar; Sir:·
"Tak ada komentar?" Dia memandangku dengan sorot mata
menuduh. "lni bukan film detektif sialan, kau benar-benar ter
libat masalah serius."
"Maaf, Sir, ta.pi saya tidak tahu mesti bilang apa."
Kepala sekolah menghela napas panjang dan berat. "Yah,
mungkin kau bisa mulai dengan meminta maaf pada orangtua
dari anak-anak yang kaujerumuskan:'
"Apa mereka ada di sini, Sir?" Aku mencium bau alkohol
dalam napasnya dan melihat sebotol wiski pada rak buku di
belakangnya.
"Saat ini dalam perjalanan kemari, termasuk ibu dan ayahmu
sendiri."
16
atasku dan menghelaku ke kamar. "Sekarang diam di sini sam
pai ada yang mendatangimu:'
Aku menunggu di sana untuk waktu yang sangat lama dan
setiap suara di koridor membuat jantungku seakan melonjak
ke mulut. Apa yang sedang diputuskan di kantor kepala sekolah
dan kenapa lama sekali? Apa komentar orangtuaku dan siapa
di antara anak-anak itu yang sudah menyeretku ke dalam ke
kacauan ini? 6elum pernah aku merasa begitu ingin merokok
seperti sekarang, tapi ini jelas bukan saat yang tepat untuk
memanjat dinding.
Ketika pintu akhirnya terbuka aku kaget sekaligus lega me
lihat ibuku berdiri di sana bersama Mr. Peters. Ada tatapan di
matanya yang belum pernah kulihat selama ini dan dia ber
terima kasih kepada Mr. Peters karena sudah mengantarnya lalu
meminta, dengan suara yang tenang namun tegas, agar kami
ditinggalkan sendiri. Aku girang sekali melihat pria itu langsung
mematuhinya.
"Ya ampun, Nak:' Dia duduk di sampingku di tempat tidur
lalu meremas tanganku. "Kau benar-benar kelewatan kali ini.
Mereka mengeluarkanmu."
"Ya Tuhan, Ayah bilang apa?"
"Dia cuma duduk di sana dan menerima keputusan me
reka:'
"Pasti dia marah sekali." Wajahku panas oleh rasa malu.
"Dia bakal membunuhku:·
"Sebenarnya dia tampak cukup tenang:' lbu mengangsurkan
selembar tisu dari tasnya. "Dia ingin bicara denganmu nanti,
katanya dia akan menjemputmu sekitar pukul setengah empat:'
"Menjemputku dari mana?"
"Rumah kita:'
Hatiku melambung oleh harapan. "Menurutmu dia bakal
mengizinkanku tinggal denganmu lagi?"
"Kita lihat saja, my love. Kau harus berkemas sekarang. Aku
akan menjemputmu begitu sudah mengosongkan tempat di ba
gasi mobil."
Saat itu aku memeluknya erat-erat dan bisa kurasakan kasih
* * * * *
18
memusatkan perhatian pada jalanan di depan dan mengemudi
dengan kecepatan yang membahayakan. Selarik pembuluh darah
berdenyut di keningnya. Akhirnya kami mendekati apartemen
Ayah namun bukannya berbelok di tikungan yang biasa, kami
berhenti di lahan parkir di tepi barat hutan. Dia turun dari
mobil lalu memutar ke sisiku, kemudian membuka pintu dan
menarikku ke tanah dengan menjambak rambutku.
"Baiklah." Sepatu botnya menghantam punggungku. "Dari
mana kau mendapatkan barang itu?"
Aku terla.lu shock untuk menjawab.
"Dasar anjing keparat." Dia menghelaku berdiri lalu menye
retku ke bangku terdekat. "Dari mana kau mendapatkan barang
itu?"
Aku menangis sekarang dan tak sanggup menatapnya.
"Dari mana kau mendapatkan barang iw?" Dia menampar
sisi kepalaku. "Aku bisa melakukan ini sepanjang malam, jadi
sebaiknya kau bilang saja:•
"Aku tidak tahu:·
Dia menamparku lagi. "Dari mana kau mendapatkan barang
itu?"
"Aku tidak tahu:· Aku memandang ayahku dari balik derai
air mata lalu menunduk.
"Dari mana kau mendapatkan barang itu?" Dia menamparku
lagi.
Aku bisa melihat munculnya sebuah pola dan menebak bah
wa tindakan Ayah berikutnya adalah menamparku lagi dan ber
tanya dari mana aku mendapatkan barang terlarang itu. Pada
saat itu aku merasakan bara pembangkangan di dalam dada
dan aku mengipasi bara tersebut sampai menjadi kobaran api.
Pria ini sudah mengambilku dari lbu hanya supaya lbu tak bisa
memilikiku. Dia meninggalkanku bersama istri bodohnya dan
memilih wanita itu daripada aku. Dan sekarang, gara-gara ke
salahan yang takkan mungkin kulakukan andai aku sedikit saja
bahagia, dia memukuliku.
Ayah menamparku lagi. "Dari mana kau mendapatkan ba
rang itur'
"Aku tak akan memberitahumu:· Kuangkat kepalaku dan
kutatap matanya lekat-lekat. "Silakan saja kau menghajarku
sampai pagi:'
Dan dia pasti merasakan kesungguhan dalam ucapanku ka
rena dia tidak menamparku lagi, hanya meluncur kembali ke
da.lam keheningan yang membekukan itu lalu kami masuk ke
mobil dan melanjutkan perjalanan ke apartemennya. Sara sudah
menunggu di ruang tamu, menyebutku jahanam kecil dan me
ngatakan banyak hal lainnya yang tak kupedulikan. Aku merasa
baga.i berada di bawah air dan segala hal di sekelilingku tere
dam.
Ayah menyuruhku mandi sebelum makan malam. Dia benar
benar menipu diri sendiri bila mengira aku akan mau duduk
dan makan bersamanya dalam waktu dekat. Aku beranjak ke
kamar mandi dan menyalakan pancuran, kemudian berjingkat
jingkat ke kamarku, mengenakan sepatu, menggeser jendela
hingga terbuka, la.lu melompat dua lantai ke petak bunga di
bawah sana. Setelah itu aku berlari sampai paru-paruku ter
bakar dan kakiku menolak membawaku lebih jauh lagi.
Aku tiba di sebuah pondok yang terletak di tepi jalan me
nuju kompleks apartemen. Pemiliknya seorang pria berumur
enam puluhan dan kami tak pernah berbicara sebelumnya, tapi
20
dia pasti cukup sering melihatku melintas selama bertahun-ta
hun ini untuk mengenali wajahku. Hari hampir gelap sewaktu
aku membuka gerbang dan menyusuri jalan setapak berkerikil
ke pintunya. lalu menunggu sejenak sampai napasku tak terlalu
memburu.
"Halo:' Suaranya terdengar takut. "Siapa di sana?"
Aku mencoba menjawab tapi Isak tangisku terlalu hebat
sehingga aku tak mampu berkata-kata.
Dia membuka pintu secelah dan mengintaiku. "Ya ampun,
ada masalah apa?"
Selagi duduk di dapurnya dengan secangkir teh susu, aku
mengetahui bahwa rumahnya baru kecurian belum lama ini. Jadi
sungguh keputusan yang berani dan murah hati untuk meng
izinkan pemuda malang ini masuk ke rumahnya dan memboleh
kan si pemuda menelepon sang ibu untuk menjemputnya. Dia
bahkan memberiku sebatang rokok, yang kala iw menjadi ro
kok paling mewah yang pernah kuisap.
Ketika lbu datang, dia berterima kasih kepada pria itu dan
meminta maaf sedikitnya selusin kali untuk semua kehebohan
ini. Aku khawatir Ayah sudah keluar mencariku, maka lega rasa
nya waktu kami masuk ke mobil dan pergi dari sana. Bibiku
ikut di dalam mobil dan dia memajukan tubuh dari kursi bela
kang lalu menyentuh bahuku.
"Jangan khawatlr, my darling, semua akan baik-baik saja."
"Trims." Kuletakkan tanganku di tangannya dan menggigit
bibir. "Tapi rasanya tidak baik-baik saja."
"Coba ceritakan pada kami kejadiannya:• lbu berbelok ke
kiri di ujung jalan dan lampu-lampu pondok menghilang di be
lakang kami. "Ayahmu bilang dia hanya ingin bicara."
21 �
"'
�
g
Sungguh tidak menyenangkan harus menceritakan kisah itu.
Aku ingin melupakannya, bukan menghidupkannya lagi, dan aku
harus berhentl beberapa kali untuk mengusap mata dan mem
biarkan isakanku reda. Bayangan Ayah terus-terusan melintas di
benakku, ayunan tangannya dan recik-recik ludah di bibir ba
wahnya. Ketika akhimya selesai, aku menoleh ke kegelapan dan
melihat wajah ibuku basah oleh air mata.
"Aku benar-benar menyesal, Nak, dia berjanji hanya akan
bicara denganmu."
Aku belum pernah melihat ibuku sesedih ini, atau mende
ngar suaranya begitu parau oleh emosi, dan andai Ayah ada di
sana saat itu, lbu pasti sudah mencakar matanya keluar. Ayah
jelas tahu persis apa yang hendak dia lakukan sewaktu meng
ucapkan janjinya. Ketika itu aku tersadar bahwa lbu akan se
lamanya menyalahkan diri sendiri atas kejadian ini, dan untuk
pertama kalinya aku benar-benar menyesal sudah menjual obat
terlarang.
22
Saru bertahun-tahun kemudian aku mendengar kabar ayahku
lagi. Malam itu, lbu bicara amat singkat kepadanya untuk me
ngabarkan aku sudah aman dan selamat. Sesudahnya pria itu
menghilang begitu saja dari hidup kami. Dan kini kami dihadap
kan pada tantangan menemukan sekolah baru untukku, sebab
aku masih harus menjalani sisa satu tahun studi sebelum dapat
mengikuti ujian akhir.
"Mereka tak mau menerimamu:' lbu menutup telepon dan
menggeleng-geleng. "Seakan-akan kesalahanmu seberat pembu
nuhan tingkat pertama:•
"Park High bagaimana? Sepertinya mereka menerima para
pembunuh:'
"Aku mengharapkan tempat yang lebih ... "
24
Trailer Park High2•Aku dapat melihat jelas alasannya, lantaran
area sekolah dipenuhi kabin-kabin temporer dalam kondisi
yang memprihatinkan. Bangunan utamanya berupa gedung be
ton dua lantai dengan jendela-jendela besar dan gelap bagai
deretan mata yang hampa. Kami melaporkan kedatangan di
meja resepsionis lalu menunggu di kursi-kursi plastik untuk
bertemu sang kepala sekolah.
"Demi Tuhan, Nak, cobalah terlihat antusias:·
"Aku berusaha, Bu."
Beberapa menit kemudian, sekretaris kepala sekolah me
manggil ibuku masuk. Selagi aku duduk di sana menyerap ling
kungan baruku, bau deterjen serta poster-poster motivasi di
dinding, seorang anak lelaki datang dan berbicara kepada sa
lah satu wanita di meja resepsionis. Anak itu tinggi dan
berbadan lebar dengan anting perak dan kepalan tinju yang
menggantung dari lengan bajunya bagaikan bola-bola peng
hancur. Aku menatapnya saat dia melintas ke area tunggu.
"Liha t apa, Bung? Matamu bermasalah?"
" S ama sekali tidak, aku hanya mengira aku mengenalimu."
"Yah, kau tidak kenal aku, kan? Kecuali kau mau ... "
lbuku keluar dan anak itu terdiam lalu si sekretaris me-
lambai menyuruhku masuk. Aku beranjak ke dalam kantor ke
pala sekolah dan pria itu bangun dari kursinya untuk menyam
butku, sesuatu yang tidak dilakukan kepala sekolah lainnya, dan
kuanggap sebagai isyarat positif. Nama pria itu Mr. Pritchard,
jabat tangannya hangat dan dia sebotak bayi yang baru lahir.
25 �
"'
�
g
"lbumu bilang kau senang main rugbi."
" Sedikit, Sir."
"Ya, Sir." Aku menahan diri agar tidak tertawa. " Tentu saja,
.
Sr
1 ."
"Dan kau harus jadi murid teladan, tidak boleh lagi menjual
obat terlarang atau perilaku antisosial lainnya. Park High butuh
pahlawan, bukan penjahat."
"Tentu, Sir:'
Mr. Pritchard kemudian bercerita tentang latar belakangnya
sendiri, bagaimana dia tumbuh besar di lingkungan kumuh dan
belajar mati-matian agar bisa memperbaiki kehidupannya. Serta
bagaimana dia berhasil menghalau godaan obat terlarang meski
pun sebagian besar temannya adalah pecandu.
" Sekarang di sinilah aku:' Dia membentangkan tangan se
olah-olah sekolah ini adalah hadiah ajaib.
Jika ini hasil akhir dari usaha kerasnya, menghalau godaan
obat terlarang sepertinya tindakan yang percuma. Jauh lebih
26
rasiku, jadi aku tersenyum dan mengatakan bahwa aku amat
setuju dengannya.
"Sepertinya sudah cukup untuk saat ini:' Dia menggaruk
bagian belakang kepalanya yang mengilap. "Salah satu petugas
penyambutan kami akan dengan senang hati memandumu ber
keliling ..."
"Boleh juga."
". . .dan kami akan menyampaikan keput"'1san kami akhir
. . . ,,
mmggu m1.
"Tentu, Sir."
lbuku berdiri sewaktu aku meninggalkan kantor dan anak
lelaki dengan tinju mengepal serta anting perak itu menatapku
dengan bengis. Kami menghampiri meja resepsionis dan me
nanyakan tentang tur kepada salah satu wanita di sana. Dia
tidak terlihat segembira yang mungkin diharapkan Mr. Pritchard,
tapi dia berkata akan menemani kami beberapa menit lagi. lbu
berterima kasih kepadanya dan mengatakan kami akan menung
gu di luar. Matahari mulai menyeruak menembus awan dan
angin Oktober yang menggigit telah mereda.
"Bagaimana wawancaranya?"
"Sangat lancar menurutku:' Aku merogoh saku untuk meng
ambil rokok lalu ingat bahwa aku seharusnya menjadi pahlawan.
''Tapi sekali lagi harus bilang 'Tentu, Sir', sepertinya aku bakal
munta. h"
.
* * * * *
28
sesuatu pada dirinya benar-benar memikatku, aku merasa se
akan-akan kami sudah saling kenal di kehidupan sebelumnya.
"Kau tolol atau bagaimana? Pindahkan tasmu:·
Dia duduk di sampingku dan parfumnya berbau seperti per
men karet. Bus penuh sesak oleh murid-murid Park High dan
mereka menyanyi, bercanda dan berbicara dengan suara luar
biasa lantang tentang berbagai hal yang mereka lakukan pada
' Reginald Jeeves, diambil dari karakter fiksi dalam buku-buku karya P.G. Wodehouse,
adalah pelayan kepala yang dikenal dengan gaya bicara beraksen kelas atas.
29
sukarela, tapi apa pun itu, aku merasa seakan-akan aku telah
dicurangi.
"Sampai nanti, Jeeves:· Dia beranjak menghampiri sekelom
pok murid yang sedang turun dari bus lain. "Mungkin kita bisa
merokok bareng kapan-kapan, kalau kau yang traktir:·
30
dasar cengeng, harus ado yang memegangi tangannya don mem
bantunya berkeliling.
"Kita sudah sampai. Sebelas s:• Kami berhenti di undak
undakan pendek dari kayu yang mengarah ke salah satu kabin.
'Wali kelasmu Mrs. Harvey:'
"Terima kasih, Sir."
"Kalau ada masalah, kau tahu ke mana harus mencariku:'
Aku mengawasinya berbalik menyeberangi lahan parkir, lalu
aku menaiki undak-undakan dan meraih pegangan pintu yang
bengkok. Masalah apa pun yang menanti, aku tahu pasti Mr.
Pritchard bukanlah orang yang bisa membantuku. Kelangsungan
hidupku di sini merupakan tanggung jawabku sendiri dan jika
tidak ingin mengalami mimpi buruk tanpa akhir, aku harus sa
ngat berani atau sangat beruntung.
Tiga puluh pasang mata menatapku lekat-lekat saat aku me
langkah ke dalam ruang kelas. Salah satunya milik anak lelaki
dengan anting dan kepalan tinju bagai bola penghancur. Aku
menghindari pandangannya dan menemukan tempat duduk. Se
seorang mengucapkan kata-kata menghina, disambut tawa mu
rid-murid lain, dan seandainya lantai terbelah lalu menelanku
hidup-hidup, aku pasti akan sangat bersyukur.
"Hei, Jeeves."
Aku mengedarkan pandangan dan rupanya anak lelaki itu
lagi.
"Hei, Jeeves, kau suka cewekku, ya?"
"Cewekmu?"
"Ya, cewekku." Dia menirukan aksenku, diikuti gelak tawa
yang lainnya.
"Amy bukan cewekmu lagi." Saat itu seorang gadis me-
31
masuki ruang kelas. "Dan kalau kau masih terus berkeliaran di
luar rumahnya, ayah Amy bakal mematahkan kakimu."
"Oh enyahlah, Tanya, aku sampai mengompol di celana."
"Baunya memang begitu, Mason:' Gadis itu menjatuhkan tas
32
"JZ.au seperti orang bingung, Nak." lbu memanggil saat aku
berjalan menaiki tangga. "Kuharap kau tidak mengisap benda itu
lagi."
"Tentu saja tidal<:' Sesungguhnya aku sedang teler berat dan
suara lbu memantul-mantul seperti pinball di dalam kepalaku.
"lni hanya hari yang panjang dan aku benar-benar capek."
"Kalau begitu, kenapa tidak mencoba pulang lebih cepat?
Siapa tahu, kau mungkin bisa menyelesaikan pekerjaan rumah-
mu."
"Semua yang kulakukan saat ini tak ada yang benar, ya?
Oulu kau ingin aku diam di rumah dan mengerjakan PR, lalu
kau ingin aku keluar dan lebih banyak bergaul. jadi aku keluar
dan lebih banyak bergaul, lalu kau ingin aku diam di rumah dan
mengerjakan PR. jangan plinplan begitu:'
"Berani-beraninya kau bicara seperti itu padaku:' Suara ibu
dingin dan tajam dan aku tahu aku sudah keterlaluan. "Seandai
nya kau belum tahu, belakangan ini aku sudah sangat pemaaf."
33
"Oke, oke, aku menyesat:'
"Menyesal itu hal terkecil yang bisa kaulakukan. Berapa
banyak orangtua lain yang mau mendukung anaknya melewati
masalah seperti ini? Yang jelas bukan ayahmu, itu sudah pasti."
"Apa kau harus mengingatkanku?" Aku menunduk meman
dangnya dari puncak tangga dan mataku berkaca-kaca. "Bukan
kau yang ditendang dari satu tempat ke tempat lain."
Aku berbalik dan masuk ke kamarku sambil mem banting
pintu. Keadaan tidak berjalan lancar di Park High dan meskipun
aku sudah mengira bahwa kehidupan di sana berbeda, yang ku
temukan ternyata jauh lebih berbeda. Di sekolahku yang dulu,
kau memperoleh staws dengan berprestasi dalam bidang olah
raga atau dalam pelajaran. Tapi di Park High sebaliknya. Semakin
34
kelas sains dan selama pelajaran berlangsung dia mel ontarkan
ludah ke jaketku. Aku malu sekali ketika seseorang menunjuk
nunjuk jaketku dan sejak itu benakku dikuasai keinginan mem
balas dendam.
Saat itu terdengar ketukan di pintu kamar. "Bisa bicara de
nganmu se bentar?"
ltu Mike, yang selalu memperlakukanku dengan sangat baik
sejak semua kesulitanku dimulai. Kuayunkan kaki t.urun dari
tempat tidur lalu mengundangnya masuk. Dia bersandar pada
mejaku, menggaruk telinga dan bersedekap, lalu berdeham dan
menggaruk telinga lagi.
"l bumu dan aku ... "
"Ya...
"
35
super market te mpatnya bekerja. Aku tak begitu yakin mengapa
dia men cerit akannya padaku, tapi kuduga dia merasa aku dekat
dengan l bu dan berharap mungkin aku bisa memengaruhinya
dengan suatu cara .
"Ke mbalinya aku ke sini mungkin hal terakhir yang kalian
butuhkan."
"Yah, aku takkan bilang begitu:· Dia tersenyum dengan mu
lutnya tapi tidak dengan matanya. "Keadaan memang cu ku p
berat belakangan ini. Tapi yang ku maksud, kami tak punya wak
tu dan tempat untuk me mbereskannya."
"Jadi, kau ingin aku lebih sering keluar rumah?" Aku me
nyalakan rokok . "Tapi kau pasti dengar percakapanku barusan
dengan lbu."
"Kurasa hampir semua tetangga dengar."
" Berarti kau ta hu dia ingin aku pulang lebih cepat."
"Aku minta satu boleh?"
Kunyalakan rokok kedua dan ku berikan kepadanya.
"Aku tidak memintamu keluar rumah sepanjang waktu, ha
nya beberapa malam seminggu. Setiap Selasa dan Sabtu mung
kin, supaya ka mi punya kese mpatan untuk mendapatkan kem
bali sedik it keajaiban itu:·
"Yah, kalau kau bisa mengusahakan lbu selalu bersikap ma-
nis ... "
" Seharusnya t ak masalah:' Kali ini senyumnya lebih tulus.
"Nanti ku beri uang saku untuk nonton di bioskop atau apa.
Jangan sampai kau berkeliaran di udara dingin:'
"Kalau begitu, kita sepakat." Kubayangkan diriku kabur ke
ru mah bandarku dengan setumpuk uang kertas baru. "Besok
mala m kau bahkan takkan tahu aku ada."
36
** * * *
37
"Lebih bagus daripada tidak ada."
Kami berada di puncak tanjakan yang menghadap tanah la
pang, jalan setapak, ser ta beberapa semak dan petak-petak
bunga yang baru ditanam. Di b elakang ka mi t erdapat lapangan
sepak b ola, p ertandingan sore baru saja berakhir dan para tim
ser ta pendukung mereka sudah pulang , sampai akhir p ekan
berikutnya. Langit dipenuhi sulur-sulur awan kelabu yang me
layang m elintasinya, ditiup angin sepoi- sepoi dari timur.
Aku mengisap rokok ganja itu dalam-dala m dan sekonyong
konyong merasakan tanah b erguncang di bawahku. "Apakah
kalian t idak merasakannya ?"
"Oh mulai lagi d eh, kalian berdua t erlalu paran oid." Tom
mengulurkan tangan dan mencomot r ok ok ganja dari j ema
riku. "lni cu ma efek obat-obatan, b erhentilah mencemaskan
segala hal:'
"Aku serius, tanahnya berguncang."
"Gawat, inl Armageddon, burung- burung akhirnya datang
untuk mematuki kita sampai mati:'
"Jangan konyol:' Aku mulai berdiri. "Burung-burung tak ba
kal membuat tanah b erguncang:'
"Yah, ayam bisa:•
"Ayam yang sangat besa r:· Suara Danny t erdengar agak his
t eris. "T ingglnya tiga meter d engan paruh sep ertl kerucut lalu
l lntas:'
Aku berdiri lalu mengedarkan pandangan dan perutku mem
beku. " Oh slalan:·
Gerombolan anak lela ki b erderap ke arah kami d engan
t ongkat-tongkat g olf, d lpimpin oleh Ma son. Sulit mengukur ja
rak m ereka d engan LS D yang mencemari pikiranku, dan suara
38
langkah kaki mereka di sekelilingku bagai serbuan kawanan ga
jah. Mata Mason menyala-nyala bagai api neraka, giginya seperti
barisan taring kuning yang mengerikan, dan dia menyerangku
sebelum aku sempat menggerakkan satu otot pun.
Aku berpaling dan pukulan pertama mendarat di belakang
telingaku. Sinar terang meledak dalam otakku, aku berjongkok
dan menutup kepala dengan kedua tanganku, tanah berputar di
39
"Kenapa kau. . . ?" Dia mulai menangis. "Kenapa kau mem
biarkan mereka mematuki wajahku?"
"Kau ini bicara apa? Hei, Tom, tolong bantu aku:•
Danny terisak-isak sekarang dan meskipun sudah berusaha
sekuat tenaga, kami tak dapat menenangkannya, semakin lama
dia malah semakin panik. Bola mata Danny bergulir ke bela
kang dan dia pasti menggigit lidah atau apa karena ada darah
di bibirnya dan dia terisak-isak, mengoceh tak jelas, tersengal
sengal, terisak tak jelas, mengoceh, tersengal tak jelas, terisak
isak, dan tiba-tiba saja dia ambruk ke trotoar.
Di seberang jalan, satu lampu menyala dan seorang pria se
paruh baya keluar dari rumahnya karena mendengar keributan
ini. Kami menjelaskan kejadiannya, tanpa menyebut-nyebut LSD
tentu saja. lstri pria itu keluar untuk bergabung dengan kami,
tapi dia menyuruhnya kembali ke rumah dan menelepon am
bulans. Pada saat itu mata Danny sudah membelalak liar dan
napasnya tersedak, kami takut setengah mati dia tidak akan s�
lamat.
40
"
�el ah t erjadi p encurian di lab s ains." Mr. Pritchard me
nunduk memandangi k ami d ari p odiu mnya. "Dua ti mbangan
elektronik dan beberapa a.lat penyulingan :·
Wajahku merah padam, karena aku tahu p ersis apa yang
terjadi p ada alat-alat penyulingan itu. Semu anya ada di ka mar·
ku, menjadi b agian dari pipa mariyu an a. Aku menekuri l antai
parket yang tergores-gores di aul a d an b erharap tak ad a yang
menyadari p eru bahan sikapku.
" Untuk itu, kami akan mel akukan penggel edahan acak :' Dia
membi arkan ucapannya menggantung ses aat s eolah mengha
rapkan datangnya protes . "Sekarang berlanjut ke topik l ain.
K ar ya s eni kelas sembilan t erpilih men duduki t empat ketiga
di p ameran gedung b alai kota ... "
41
Ka li ini tak ada tepuk tangan.
"...ka lian b is a membuat janji temu melalu i w a li ke las kal ian.
Dan a k h r
i nya kita sampai d i turnamen rugbi. Turnamen in i
a kan d ilangsungkan Jumat minggu depan. Silakan menemu i ke
pa a
l tim ka lian untuk informas i se le ngkapnya."
Sama seperti d i seko a
l hku yang dulu, k a m i d b
i a g i menjad i
beberapa kelompok untuk acara-acara o a
l hraga internal dan
Park Hi gh men ggunakan nama-nama santo pe li ndun g d i lng
gris. Un tuk dosa-dosaku aku di tempatkan d i t im Saint
Patrick, beranggotakan murid-murid yang nyaris tak mampu
berjalan dan b icara pada saat bersamaan, apalagi membe rikan
kon t r b
i usi berar t i d i lapangan.
Saa t kami menin ggalkan aula pertemuan, Amy menar ik le
ngan bajuku. " Untung lah kau sedang cedera, rugb i selalu ber
akhir dengan pertumpahan darah:'
"Kudengar beg itu." Kami berjalan keluar menuju lahan par
kir. "Jadi, ada apa dengan penas ih a t karier ini ?"
"M si s W likinson?" Amy memutar bola mata. "Kata temanku
d i kelas dua be a
l s, wanita itu tak be rguna. Bahkan ta k b si a me
nemukan bokongnya dengan kedua tangan:·
" Si penas ihat karier tak b isa menemukan bokong teman
mu?"
"Tak b isa menemukan bokongnya sendiri, tolo l." D a
i me
nusuk kan jari ke rusukku. " Ba k
i lah, banya k urusan dan banyak
pertemuan. See you later, alligator."
"In a while, crocodile.4"Aku mengawas inya se lagi d ai berjalan
42
pergi dan merasakan sensasi mendam ba jauh di dalam hatiku,
karena semakin mengenalnya, se makin ingin aku bersamanya.
Dan m engetahui dia tak ingin b ersamaku s epertinya hanya
mem buat hasratku makin membara.
" Hei banci, berhenti menatapnya, dia tak bakal jatuh cinta
padamu:·
Tercabut dari lamunan, aku menoleh dan melihat M ason.
" Om ong-omong bagaimana teman-teman kecilmu?"
,
43
Dia tersenyum cerah. "Yang penting sekarang kau fokus agar
bisa kembali beraksi."
Mata Mason membara saat itu dan aku menduga dia mem
bayangkan cedera parah yang mungkin bisa dia timpakan ke
padaku. Sejak nyaris dikeluarkan, dia tak berani membuat ma
salah selama jam sekolah. Tapi kecelakaan selalu terjadi dalam
permainan rugbi dan jika Mason berhati-hati, dia bisa mematah
kanku menjadi dua tanpa takut dihukum.
Aku mengikuti pelajaran pagi dengan pikiran mengembara,
lalu menemui Mrs. Harvey dan memberitahunya tentang kun
jungan ke dokter untuk cedera lutut yang kukarang demi
menghindari tim rugbi Park High. Dustaku mengalir dengan
cukup mudah. Dia mendoakan kesembuhanku dan aku men
cangklong tas lalu berjalan keluar sekolah dengan perasaan
bebas yang menyenangkan. Sekarang aku hanya perlu mencari
kesibukan untuk mengisi sore hariku.
Akhirnya kuputuskan mengunjungi rumah Kakek dan Nenek.
lbu sudah lama mendesakku untuk melewatkan lebih banyak
waktu bersama mereka, karena mereka tak mungkin bertam
bah muda dan aku bakal menyesal bertahun-tahun dari seka
rang jika tak pernah berusaha. lbu benar, tentu saja. Setelah
diusir dari sekolah, aku terlalu malu untuk menghadapi mereka
dan kami sudah cukup lama tak bertemu.
"Halo, orang asing." Kakek menjabat tanganku di ambang
pintu. "Kami sudah mulai lupa wajahmu."
"Hai, Kek." Aku membebaskan diri dari cengkeraman kuat
nya. "Masih rajin olahraga rupanya."
"Tak ada yang lebih buruk daripada jabat tangan lemah,
Nak:'
Kami melintasi koridor dan masuk ke dapur. Nenekku te
ngah duduk di depan meja pinus tua dan dia berdiri kala me
lihatku lalu mencium pipiku. Dia bertanya apakah aku ingin
sandwich dan kujawab ya, karena aku belum makan siang di
sekolah.
"Kau ingin ham atau keju?"
"Apa bisa dua-duanya?"
"Ternyata selera makanmu belum berubah:' Nenek me
natapku dengan mata bijak nan hangat dan aku sadar betapa
aku sangat merindukannya. "Kakek akan membuatkan teh untuk
kita semua:·
"Oh begitu, ya?" Kakek mengangkat alis.
"Ya, my dear, kecuali kau ingin memasak makan malammu
sendiri."
Kakek memperlihatkan wajah lucu lalu menjerang cerek.
"Mau pakai moster?"
"Ya, Nek, tolong." Kuambil koran dari meja dan membuka
halaman lowongan pekerjaan. "Oh lihat, galangan kapal memulai
program magang lagi."
"Kakek bermaksud menunjukkannya padamu:'
"Banyak pekerjaan yang lebih buruk dibandingkan di ga
langan, selama tujuh tahun yang kuhabiskan di sana:·
Aku tahu Kakek bersiap-siap menceritakan salah satu cerita
lama di tempat kerjanya dan aku bertanya-tanya cerita mana
kali ini. Ada cerita tentang dia yang mendorong mandornya ke
dinding karena suka mem-bu//y. Cerita tentang dia yang me
ngerjakan mesin bor istimewa selama dua bulan berturut-turut.
Serta cerita tentang galangan yang mengganti sumber bahan
bakar dari batu bara ke minyak, lalu menawarkan sisa batu
45
bara simpanan mereka dan hanya Kakek yang berminat. Dia
mondar-mandir lebih dari lima puluh kali dengan mobil penuh
batu bara dan membawa pulang cukup banyak untuk meng
hangatkan keluarganya sepanjang musim dingin.
** * * *
46
"Dasar banci kecil kurang ajar. . ."
"ltu kesimpulanku."
"Akan kukubur kau hari ini."
"Asal kau tidak menguburku dengan pelukan dan ciuman."
Dia berdiri dan beranjak menghampiriku. Jantungku berden-
tam ngeri dan dia menonjok perutku sampai aku terbungkuk.
"ltu hanya sedikit petunjuk tentang apa yang bakal kaudapat
kan, Jeeves. Akan kupukul kau sepuluh kali lebih keras daripada
yang bisa dilakukan papamu:'
Setelah berhasil mengatur napas, aku berdiri tegak dan
anak-anak lainnya memalingkan wajah. Pada saat itu rasanya aku
sanggup membunuh mereka semua karena begitu patuh dan
pengecut. Kuedarkan pandangan ke sekeliling ruang ganti de
ngan sorot mata serta hati yang dingin membeku, dan aku
membenci semua hal dan semua orang di sekolah itu. Terma
suk Amy, yang jelas-jelas sudah membocorkan rahasia tergelap
ku kepada Mason, ka.rena aku tak pernah menceritakan kepada
siapa pun tentang Ayah yang memukuliku.
Pertandingan pertama melawan tim Saint George. Kami me
nempati posisi dan menunggu wasit memberi tanda mulai. Angin
bulan Desember menderu di lapangan tapi aku nyaris tak me
rasakannya. Kemudian peluit ditiup dan tim lawan melempar
kan bola tinggi dan panjang. Aku menangkapnya dan berlari
selurus panah ke arah lautan pemain yang bergerak maju. Tu
buh-tubuh berjatuhan di bawah sepatu botku dan seseorang
berteriak kesakitan tapi aku terus berlari dan beberapa saat
kemudian kami memimpin.
Pola ini berlangsung sepanjang sisa pertandingan. Di sekolah
lamaku aku pemain yang lumayan bagus tapi jelas bukan yang
47
terbaik. Aku tidak berlatih sekeras yang lain selama sesi-sesi
sore yang melelahkan dan tidak menghabiskan waktu sebanyak
yang lain di gym, mengangkat beban dan memupuk stamina. Tapi
berdasarkan standar Park High aku luar biasa dan meskipun
timku buruk, kami memenangkan pertandingan pertama kami
dengan selisih nilai yang cukup memuaskan.
"Ayo, boys:' Aku mengumpulkan anggota tim di sekelilingku.
"Berikutnya kita melawan Saint Andrew:'
"Tahun lalu mereka mengalahkan kami empat puluh kosong:'
"Mereka punya semua pemain terkuat:'
"Yeah, dan mereka punya Mason."
"Serahkan saja bajingan itu padaku." Aku sedang tak ber
nafsu untuk kalah dan mereka pasti merasakannya karena me
reka mematuhi setiap perkataanku. "Persiapkan diri, menyebar
ke seluruh lapangan, dan cobalah mengikuti petunjukku."
Mereka melakukan yang kuminta dan ketika tim Saint
Andrew melontarkan bola tinggi dan panjang ke arah kami,
kami sudah siap. Aku menangkap dan mengoperkannya ke salah
satu rekan satu tim sebelum aku dijegal. Kami bergerak maju
di lapangan dan beberapa operan kemudian, kami berada di sisi
lapangan lawan. Bola jatuh ke tanah dan aku menjatuhkan diri
di atasnya, lalu berbalik dan melemparkannya ke rekan satu
timku. Dia mengoperkannya dan kami hampir tiba di garis gol
lawan sebelum semua berubah menjadi bencana.
Bola direbut dari salah satu pemain bertubuh kecil dan me
nemukan jalan ke Mason yang menempati posisi sebagai pe
main sayap, lalu dia berlari melintasi lapangan tanpa menemui
satu halangan pun. Sungguh menyakitkan melihatnya. Timku ter
lalu takut untuk menjegalnya. Kami sudah terlihat begitu bagus
48
selama beberapa waktu dan bermain penuh percaya diri, tapi
hanya dengan satu gerakan singkat, kepercayaan diri itu runtuh
dan semua orang menundukkan kepala.
"Kau suka itu?" Mason melenggang melewatiku dalam per-
jalanan kembali ke lapangan. "Aku masih punya banyak."
"ltu kali terakhir kau mencetak angka:'
"Yeah terserahlah, anak papa:·
49
belum dia tiba di tempatku, aku membayangkan dia dan Amy
menertawakan kejadian yang kualami dengan ayahku. Kemudian
aku menegakkan punggung dan memantapkan pijakan kaki, lalu
mendorong bahuku ke depan menghantam pinggangnya.
50
ben'Ja..n Sepenuh
ha..riku
"
O'Jemilih jalur karier adalah hal terpenting yang akan kau
lakukan dalam hidupmu."
"Bukan menikah, ya?" Aku berada di kantor Miss Wilkinson,
menerima pengarahan. "Atau memutuskan untuk punya bayi?"
"Maaf?"
"Yah, kalau salah pilih karier, kita bisa meninggalkannya de
ngan cukup mudah . . ."
"Begitu:·
". . .sementara memulai keluarga jelas merupakan komitmen
yang lebih besar."
"Apa kau berencana memulai keluarga?"
"Tidak juga, saya hanya ingin menegaskan intinya:•
"Dan apa intinya?"
"Bahwa memilih jalur karier bukan hal terpenting yang akan
kulakukan dalam hidup ini:'
Dia melepas kacamatanya sebentar dan mencubit batang
51
hidungnya. "Apa kau akan menanggapi ini dengan serius atau
aku hanya membuang waktu?"
"Ya , Miss, t entu saja."
"Ya untuk menanggapi ini dengan serius atau ya aku hanya
membuang waktu?"
"Ya untuk menanggap i ini dengan serius." Karena sudah
meng si ap dua per t g
i a rokok ganja dalam perjalanan k e se
kolah, aku m erasa ag ak can ggung dan apatis. "Say a h an y a ing in
mengetahui pilihan-pil ihan saya setelah lulus akhir tahun in i:'
"ltu tergantung hasil GCS E5-mu. K au butuh setidaknya l ima
nilai bagus jika menginginkan pekerjaan yang layak:'
"Bagaimana dengan program magang?"
"Program magang amat jarang belakangan in i."
"Saya l ihat g alangan k apal memp erkenalkan k em bal i progam
itu:·
"Oh ya?"
"Apakah Anda t idak mem baca koran l o k al , Miss? Ada ha
laman lowongan kerja yang bagus setiap Senin . Mung kin ber
guna untuk seseorang yang bekerja d i bidang seperti Anda."
Percakapan terus berlanjut seper ti itu, Miss W il k inson me
nawarkan kata-kata hampa dan aku menghancurkannya hanya
untuk memuaskan diri. Saat aku berjalan keluar dari k antornya,
d ia lega melihat kepergianku dan aku hanya sed ik it le bih bijak
sana d iban d ing k an se belumnya. J k
i a ingin melamar ke galangan
k apal aku butuh nilai yang bagus serta CV yang menunjukkan
komitmen dan pengalaman kerja. Karena undang-undang me
larang kami melakukan pekerjaan profes ional se belum umur
52
enam belas, aku menganggap syarat terakhir ini cukup menyu
sahkan.
Aku melangkah keluar menyongsong pagi musim semi yang
tak berangin, dengan matahari yang menggantung tinggi di langit
biru pekat. Sudah lima bulan berlalu sejak kecelakaan rugbi
Mason dan dia masih belum sepenuhnya pulih dari kejadian
tersebut. jalannya pincang sekarang dan dia tampak jauh lebih
kecil serta lebih diam dibandingkan dulu, walaupun mungkin
saja itu hanya imajinasiku. Tapi apa pun kebenarannya, dia tidak
menggangguku dan aku tidak mengganggunya.
Murid-murid tahun kesebelas6 mendapatkan cuti belajar,
yang artinya kami bisa tinggal di rumah dan mempersiapkan
ujian GCSE kami. Karena sudah memperoleh pendidikan yang
berbobot di sekolah lamaku, ujian tidak terlalu menakutkan
bagiku dan itu hanya perlu mengingat fakta-fakta dan mema
hami teori-teori. Satu-satunya pelajaran yang agak mencemas
kanku hanya matematika, sebab aku tak pernah pandai di bi
dang itu.
"Apa kabar, Jeeves?"
"Halo, Tanya." Aku sudah tiba di halte bus. "Kau datang un
tuk mencari pekerjaan impian, ya?"
"Ah, sepertinya sih tidak. Aku mau lanjut sekolah dan meng
ambil ujian A-levels:·
"Kupikir kau bukan tipe akademis."
"Penampilan bisa menipu, Sobat." Dia tersenyum dan giginya
•
Tahun terakhir pendidikan wajib di lnggris (usia 15·16 tahun), sebelum Undang·
undang Pendidikan baru yang mulai bertaku tahun 2013, menaikkannya menjadi
usia 18 tahun.
53
luar biasa rata dan putih. "Kau tak bertemu Amy di dalam
sana, ya?"
"Untungnya tidak."
Senyum Tanya memudar. "Kapan kau akan berhenti meng-
hukumnya?"
"Aku tak mengerti kenapa kau harus peduli:'
"Astaga, tak mengerti perempuan, ya?"
"Sudah jelas tidal<." Aku tak mampu mendebat pernyataan
seakurat itu. "lntinya, bagaimana aku bisa yakin aku bisa me
mercayainya lagi?"
"Kau takkan pernah bisa yakin, tidak seratus persen, tapi
bukan begitu cara kerja kepercayaan:·
Setelah dia pergi aku menyalakan rokok dan bus tiba se
belum rokokku habis. Kutunjukkan karcis harianku kepada
sopir bus lalu menyandarkan kepala ke jendela dan mencoba
menghalau perasaan muram yang melingkupiku. Teguran Tanya
benar-benar tak masuk akal. Aku yang sudah disakiti, bukan
Amy, dan tahu apa mereka berdua soal memercayai orang lain?
Aku tetap duduk sampai bus tiba di pusat kota. Langit siang
ini berawan dan aku berjalan ke selatan melewati deretan kafe
serta toko lalu terus ke arah pinggir laut dengan penginapan
penginapan murahnya yang dilengkapi papan tanda kecil yang
bernuansa ceria. Mendekati puncak bukit, udara bertambah se
juk sementara burung-burung laut terbang berputar di atas
kepala dan aku bisa mencium aroma laut sebelum melihatnya.
Dari satu bangku kosong di promenade aku memandang ke
bawah pantai berbatu karang, air laut tengah surut dan batu
batu karang di permukaan lebih rendah terselimuti rumput laut
hitam yang tebal. Sejumlah perahu layar melintas mengirisi per-
54
luar biasa rata dan putih. "Kau tak bertemu Amy di dalam
sana, ya?"
"Untungnya tidak."
Senyum Tanya memudar. "Kapan kau akan berhenti meng-
hukumnya?"
"Aku tak mengerti kenapa kau harus peduli:'
"Astaga, tak mengerti perempuan, ya?"
"Sudah jelas tidal<." Aku tak mampu mendebat pernyataan
seakurat itu. "lntinya, bagaimana aku bisa yakin aku bisa me
mercayainya lagi?"
"Kau takkan pernah bisa yakin, tidak seratus persen, tapi
bukan begitu cara kerja kepercayaan:·
Setelah dia pergi aku menyalakan rokok dan bus tiba se
belum rokokku habis. Kutunjukkan karcis harianku kepada
sopir bus lalu menyandarkan kepala ke jendela dan mencoba
menghalau perasaan muram yang melingkupiku. Teguran Tanya
benar-benar tak masuk akal. Aku yang sudah disakiti, bukan
Amy, dan tahu apa mereka berdua soal memercayai orang lain?
Aku tetap duduk sampai bus tiba di pusat kota. Langit siang
ini berawan dan aku berjalan ke selatan melewati deretan kafe
serta toko lalu terus ke arah pinggir laut dengan penginapan
penginapan murahnya yang dilengkapi papan tanda kecil yang
bernuansa ceria. Mendekati puncak bukit, udara bertambah se
juk sementara burung-burung laut terbang berputar di atas
kepala dan aku bisa mencium aroma laut sebelum melihatnya.
Dari satu bangku kosong di promenade aku memandang ke
bawah pantai berbatu karang, air laut tengah surut dan batu
batu karang di permukaan lebih rendah terselimuti rumput laut
hitam yang tebal. Sejumlah perahu layar melintas mengirisi per-
54
airan dan sebuah kapal feri melaju ke kejauhan, mungkin me
nuju Prancis atau Spanyol atau Portugal. Ketika itu aku ber
harap sedang bersandar pada pagar buritannya, menyaksikan
kampung halamanku menghilang di belakangku.
* * * * *
Cuti belajar datang dan pergi. Setelah dua minggu ujian akhir,
55
kedua. "Aku berencana bermalas-malasan di rumah orang lain
sepanjang hari."
"Cepat atau lambat lidahmu itu bakal membawa masalah
untukmu:'
"Kau takkan menginginkan diriku yang berbeda."
"Jangan terlalu yakin soal itu:· Dia menampar tanganku se
waktu aku mengulurkannya ke arah talenan lagi. "Sisakan untuk
makan malam, bisa tidak?"
"Aku kelaparan:•
"Anak-anak di Afrika yang kelaparan."
"Oke, aku lapar."
"Buat sandwich sendiri kalau begitu."
"Aku tidak mau repot."
"Yah, aku takkan membuatkannya untukmu:• Suara lbu ter
dengar lebih tajam. "Kalau kau cukup besar untuk meninggalkan
sekolah, maka kau cukup besar untuk mengurus kebutuhanmu
sendiri. Termasuk urusan mencuci baju dan menyetrika:'
Aku menduga ini hukumanku karena tidak ingin mengikuti
ujian A-levels. Kami sudah membicarakannya berulang kali dan
aku bersikeras tidak akan melanjutkan sekolah, tapi dia jelas
berharap aku akan berubah pikiran ketika hasil ujian sudah
keluar. Jadi jika ini yang dibutuhkan agar dia tidak mengusikku
terus, aku mesti mengikuti permainannya.
"Aku setuju-setuju saja. Bagaimana cara menggunakan mesin
cuci?"
"Nanti, Nak, aku agak sibuk sekarang."
Aku naik ke kamarku dan duduk di depan jendela yang ter
buka sambil mengisap rokok ganja. Saat itu sore yang hangat
di bulan Juni, ditingkahi angin sepoi-sepoi yang bertiup dari
56
barat. Anak-anak bermain bola di jalanan di bawah sana. Karena
ibuku sedang marah-marah terus, aku berharap udara akan te
57
lah satu tanda tangan ini mungkin akan bernilai mahal ber
tahun-tahun dari sekarang:'
"Kau bercanda, ya? Lulusan Park High hanya mungkin ter
kenal kalau mereka jadi bintang porno:·
"Atau pembunuh berantai." Aku berbalik dan menaiki tang
ga. "Ayo, ada setengah batang rokok ganja di atas khusus un
tukmu."
"Omong-omong, siapa sih Amyr'
Wajahku merah padam. "Cuma teman cewek di sekolah."
"Yah, dia jelas menganggapmu lebih daripada teman cowok
biasa. Dia minta maaf untuk apa?"
"Kau ini bicara apa sih?" Aku menutup pintu kamar di bela
kang kami dan menunjuk ke arah jendela. "Di asbak sebelah
sana."
"Coba kaulihat bagian belakang kemejamu:•
Saat itulah aku ingat, kami berkerumun di lahan parkir se
telah ujian sejarah dan seseorang di belakangku begitu lama
menuliskan pesannya. Aku tidak ingat melihat Amy di sana, tapi
karena banyaknya orang. bisa saja mataku melewatkan gadis itu.
Jadi apa sebenarnya yang dia tulis? Kubuka kancing kemejaku
lalu kulepas kemeja itu dan kuangkat menghadap cahaya.
Maa( untuk segalanya. Dia menggunakan bolpoin merah dan
menyertakan nomor teleponnya. Aku mencintaimu dengan se
penuh hatiku Jeeves, tolong hubungi aku.
58
"
P ertama-tama, aku ingin kau pergi ke gudang peralatan dan
membawakanku palu kidal."
"Aku tidak bakal tertipu, Bert. Tak ada yang namanya palu
kidal:'
Dia mengusap janggut kelabu tebalnya. "Yah, sayang sekali."
"Dan selagi kita membicarakan ini, aku juga tak mau me
nanyakan satu set kait melayang:'
"Bagaimana kalau sekotak paku kaca atau sekaleng cat
garis-garis?"
"Kurasa tidak."
"Wah, kau berandal kecil yang sangat percaya diri, ya?" Dia
59
kerja na mun amat rendah dalam perawatan diri. Pada kesan
pertama, s ep ertinya dia t a k terlalu menyukaiku.
"Jad i, bagaima na rencananya?" Kugoso k-gosok kan tangan ku.
"Apa yang sedang kita kerjakan?"
"Kita tidak akan mengerjakan apa pun sampai kau pergi ke
gudang pe ralat an:·
" Untuk apa, tugas buat o rang bodoh ?"
"Yah, memang itu tugas." Dia menelengkan kepala. "Tapi
apakah kau bodoh atau tidak, hanya waktu yang a kan mem
beritahu kita:'
A ku meninggalkan beng kel kerja dengan me mbawa dafta r
barang-barang yang dia inginkan. Pi sau gergaji, satu set ki ki r
kecil, be berapa si kat kawat, dan seju mlah barang lainnya. Area
galangan kapal terbentang seluas delapan kil ometer le b ih d i
wilayah pinggir laut dan kau bisa dengan mudah t ers esat di
antara rangkaian ruwet gudang-gudang, b eng kel-beng kel serta
gedung-gedung ad min istrasi. A ku mengikuti petunjuk dari Be rt
dan sepuluh menit ke mudian sudah ti ba di tempat tujuan ku.
"K elihatannya sep erti tulisan tangan si tua Bert ." Salah satu
penjaga gudang menga mati da fta r. "Kau pasti pemagang baru
nya:'
"Kudengar yang t erakhi r t ewas kel elahan."
"Nasi b mu bisa jauh lebih buruk, p ercayalah. Dia mung kin
me mbuatmu beke rja ke ra s tap i kau akan menjadi le b ih bai k."
"Apa dia selalu seramah itu?"
"A ku p ernah melihatnya t ersenyum beberapa tahun lalu,
tap i mungkin saja dia sedang sa kit pe rut:'
S i penjaga gudang menghilang di antara de retan rak dan
barisan rak yang t erhampar sepanjang bangunan.T erdengar se-
60
buah lagu di radio yang kusukai waktu pertama kali mende
ngarnya namun kini sudah diputar sedikitnya seribu kali. Be
berapa menit kemudian si penjaga gudang kembali dengan
barang-barang dalam daftar dan aku keluar lalu menemukan
tempat yang sepi untuk merokok ganja.
Cuaca mendung dan lembap dan aku berharap ada di ru
61
"Tapi pasti ada ratusan sambungan pipa di situ, aku bakal
butuh waktu seminggu penuh."
"Seminggu penuh atau sebulan, tetap saja harus dikerja
kan."
"Oh Tuhan."
"Tuhan takkan membantumu, tapi perkakas dan tingkah
lakumu mungkin bisa membantu." Dia menatapku dengan
* * * * *
62
"Apartement' Dia mendengus. "Lebih mirip lubang tinja:·
"Jaga bicaramu:· Nenek memberinya tatapan sedingin es.
"Kau tahu aku takkan menoleransi omongan semacam itu di
rumah ini."
Dapur menjadi hening dan aku menekuri tanganku yang
rusak lalu mengernyit. Sakitnya luar biasa, terutama saat aku
mencoba mengepalkannya atau memasukkannya ke saku. Le
63
pindah ke tempat yang lebih layak. Ditambah lagi bandarku
sendiri juga tinggal di sana, dan itu sangat berguna.
"Apa pendapat ibumu tentang ini?"
"Kemerosotan Waterloo?"
"Tentang kau yang pindah dengan teman gadismu." Nenek
rihat sebentar dari kesibukan memasak dan bergabung dengan
kami di meja. "Di zaman kami itu tidak mungkin terjadi:'
"Yah, zaman sudah berubah."
"Mereka banyak lagak sekarang, anak-anak ini:' Bibi mem
berikan lambaian-tangan-menghina padaku. "Tidak mau ber
komitmen untuk menikah tapi senang-senang saja kumpul
kebo."
"Apa yang sudah kubilang soal menjaga bicaramu?"
"Maaf, Bu, tapi memang benar. Mereka tidur bersama be
berapa kali dan langsung mengira mereka saling mencintai. Dan
gadis ini mungkin hanya melakukannya karena dia tak suka
tingga.I di rumah bersama ibu dan ayahnya:'
Maka dimulailah topik yang tak berkesudahan mengenai be
tapa keadaan jauh lebih balk di masa lalu. Betapa uang lebih
bernilai dan orang-orang lebih baik hati dan musim panas lebih
cerah dan para remaja jauh lebih berbudi. Meskipun biasanya
aku bisa menoleransi obrolan semacam itu, malam ini aku me
rasa semua omongan mereka hanya ditujukan kepadaku serta
situasiku.
"Yah, aku tak peduli apa pendapatmu. Pokoknya aku mau
pindah, titik."
"Jangan meninggikan suara seperti itu."
"Biar saja dia kena batunya nanti, Bu:' Bibiku menandaskan
tehnya dan meletakkan cangkir keras-keras di meja. "Hanya
64
dengan cara iW dia akan mengerti. Lihat saja apa yang terjadi
dengan ayahnya."
"Apa hubungannya masalah ini dengan ayahku?"
"Kau melompat-lompat riang ke tempatnya karena mengira
rumput di sana lebih hijau."
"Mana aku tahu dia bakal memperlakukanku seperti itu?"
"Sejak dulu aku sudah tahu seperti apa orangnya:•
"Yah, selamat, betapa benarnya dirimu."
"Tunggu sebentar..."
"Kau tahu apa masalahmu? Kau terobsesi untuk selalu be
nar:•
"Lancang sekali kau."
"Lancang sekali kalian berdua:' Suara Nenek laksana sam
baran kilat. "Beginikah cara kalian menghormati rumah kami?"
"Sudahlah, my love. . ."
"Jangan mencoba menenangkanku." Dia menatap Kakek de
ngan dingin, lalu kembali berpaling kepada Bibi dan aku. "Kalau
masih lanjut terus, kalian akan pulang dengan tendangan di bo
kong."
Mendapat teguran seperti itu, kami melewatkan sisa malam
dengan tidak membicarakan Waterloo, yang sama sekali bukan
masalah bagiku. Kami berbicara tentang kerja magangku, ten
tang taman sayuran Kakek, tentang radang sendi yang makin
parah di pinggul Nenek. Dan pada satu titik Bibi menyinggung
tentang Mike dan lbu. Meskipun sudah tahu keadaan di antara
mereka tidak terlalu baik, aku tetap terkejut mendengar soal
perceraian.
Kakek menghabiskan potongan kentang terakhirnya. "Un
tunglah tidak ada anak-anak kecil yang terlibat:'
65
"Kau bisa bilang apa saja tentang perceraian:· Nenek me
nyalakan keran air panas di bak cuci. "Tapi itu merusak anak
anak:'
"Begitu pula bertahan dalam pernikahan yang tidak bahagia:·
"Aku tidak bilang itu benar atau salah."
"T:ap1 . . ...
.
66
U1ang tahunku yang kedelapan belas bertepatan dengan ke
pindahan ke apartemen di Waterloo. Dan entah mereka setuju
atau tidak dengan keputusanku, keluargaku sedapat mungkin ber
usaha membantu kami. Ada sejumlah amplop berisi uang dan
Mike memberi kami beberapa lembar voucher supermarket.
lbuku bahkan membuat kue cokelat.
"Aku sungguh-sungguh merasa dia tidak menyukaiku:· Amy
mengawasi dari jendela sementara lbu dan Mike naik ke mobil
dan meluncur pergi. "Mungkin dianggapnya aku tak cukup baik
untukmu."
"Apa yang membuatmu berkata begitu?"
"Entahlah." Dia duduk di sampingku di sofa hijau yang
mengisi ruang tamu. "Barangkali ini intuisi perempuan."
"Dia mungkin hanya terlalu protektif." Aku mencon
dongkan tubuh dan mengecup pipinya. "Kau tahu seperti
apa para ibu."
67
"Sebenarnya tidak, Jeeves." Dia menjauh dengan ekspre
si masam. "Karena ibuku menghabiskan sebagian hidupnya
di tempat rehabilitasi terkutuk."
neka Barbie."
"Maaf, kebiasaan buruk."
"Lupakan soal piza, kita minum ini saja:' Dia mera.ih ke ba
wah dan mengangkat sebotol vodka. "Kuharap kau tidak meng
habiskan Coca-Cola-nya:'
"Masih ada sisa di kulkas:'
"Nah, buatlah dirimu berguna dan bawakan dua gelas untuk
kita:'
Aku pergi ke dapur yang saat itu terlihat penuh sesak dan
kotor. Sebenarnya seluruh apartemen tampak seperti itu, dari
kamar tidur kecil yang gelap dengan satu jendela, sampai kamar
mandi yang berbau lumut dan catnya mengelupas dari dinding.
Semua terjadi begitu cepat dan aku begitu bersemangat unwk
pindah sehingga tidak memperhatikan hal-hal semacam ini.
"Tidak ada gelas:' Aku berteriak ke ruang tamu. "Kita harus
puas dengan mug-mug ini."
"Aku rela minum dari sepatu bot kakek-kakek kalau me
mang harus:'
"lni dia:' Kuletakkan kedua mug dan Coca-Cola di meja
kopl. "Mau mencoba ranjang baru kita malam ini?"
68
"Mungkin:· Amy menuangkan dua minuman dengan banyak
sekarang. "Kita ini tinggal bersama, demi Tuhan, kita bisa tidur
kapan pun kita mau:•
"Nah, kenapa tidak sekarang? Empat jam lagi aku harus
siap-siap berangkat kerja."
"Tidur sendiri saja kalau begitu:•
Membayangkan tidur tanpa Amy sama sekali tak menarik
69
mengalir ke kakiku. "Kelihatannya kau memang sedang ber
sukaria."
"Jangan mulai, Jeeves."
"Jangan mulaW' Kusadari kata-kataku juga sudah tumpang
tindih. "Aku hanya menegaskan fakta bahwa kau tidak tampak
terlalu bersenang-senang:•
"Oh, pergilah tidur, bocah kecil:'
Kata-katanya menghantamku bagai tamparan di wajah. "Tak
perlu seperti itu:·
"Semua ini tak perlu:•
"lkutlah denganku, Sweetheart:'
"Berapa kali aku harus bilang? Jangan panggil aku begitu:·
"Aku hanya ingin dekat denganmu:·
"Kau sedang berdiri di sampingku, tolol. Lebih dekat lagi
dan kau bakal menimpaku:•
"Yah, memang itu maksudnya."
"Biarkan aku sendiri, demi Tuhan:· Dia menyambar botol
vodka dan melemparnya ke tembok. "Kau seperti burung pela
tuk sialan yang mematuki kepalaku."
Aku terlalu kaget untuk mengatakan apa pun dan meman
dang dari karpet ke tembok lalu kembali lagi. Kepalaku pusing
dan di mana-mana ada pecahan kaca. Sebagian bahkan meman
tul dan mendarat di pinggir meja kopi.
"Lihat apa yang kulakukan gara-gara kau:' Dia mendesak
melewatiku dan menyerbu ke kamar mandi sambil mengumpat
keras. "Dasar tolol."
Aku mengambil pengki dan sapu dari bawah bak cuci piring
di dapur la.lu mulai membersihkan beling, yang bertebaran ke
setiap sudut ruangan. Dua puluh menit kemudian aku hampir
70
selesai dan kugunakan pengisap debu untuk menyedot ser
pihan-serpihan yang kecil. Tanganku berdarah di beberapa tem
pat dan sepotong beling tertanam di telapak kakiku.
Aku duduk di sofa yang kosong lalu melinting rokok ganja.
Kepalaku sakit bukan main. Bukan begini bayanganku tentang
malam pertama kami di tempat baru dan aku sungguh ber
harap ini hanya insiden yang takkan terulang. Setelah rokokku
* * * * *
71
"Yah, kurasa itu menjadi pelajaran bagimu agar tidak masuk
kerja dalam keadaan mabuk."
"Aku tidak mabuk, Bert, tidurku hanya kurang nyenyak."
Sekarang setelah pipa jalur masuk sudah lepas, kulonggarkan
pipa pembuangan dan mencopot baut-baut yang menahan unit
macerator ke geladak. Kemudian kami mendorong unit itu ke
samping lalu memisahkan macerator dari motornya dan benda
itu bukan main beratnya sewaktu kami seret naik dari kege
lapan kapal selam ke cahaya matahari.
"Kau kelihatan berantakan, Nak."
"Sudah kubilang tidurku tidak nyenyak."
"Terlalu sibuk menggelontorkan bir ke perutmu."
"Hentikan, Bert." Kutangkupkan tangan ke wajahku dan
langsung menyesalinya. "Bagaimana kau bisa tahan dengan bau
. . ,,,
lnl.
"Yah, sebagai permulaan, aku berusaha tidak melumuri tu
buhku dengan itu:·
Aku mengamati Bert dari atas ke bawah dan terpaksa
mengakui bahwa dia berhasil menjaga overa/1-nya tetap bersih.
Tak diragukan lagi, sebagian karena aku yang melakukan hampir
semua pekerjaan. Meski demikian, dia tetap mendampingiku
dalam kompartemen sempit itu dan membantuku menangani
macerator yang mengerikan.
"Ayo kita bawa si cantik ini kembali ke bengkel:'
Kami menurunkan macerator melewati sisi kapal dengan tali
gantungan dan menempatkannya di troli. Enak rasanya berada
di luar lagi dan aku menghirup udara November yang segar
seraya berharap aku tidak minum vodka sebanyak itu. Kejadian
semalam hanya samar-samar dalam ingatanku. Aku terbangun di
72
fajar yang dingin dan kelabu dalam keadaan lemah dan mua.1,
sementara Amy sudah menarik selimut menutupi kepala dan
menolak untuk bicara.
Galangan berdenyut sibuk oleh para pekerja dan kami ber
henti sesekali agar Bert bisa berbasa-basi dan mengumumkan
kondisiku yang menyedihkan kepada semua orang. Dia mem
beritahu mereka bahwa aku pekerja paling tak berguna yang
pernah dia kenal dan wajahku merah padam karena malu. Aku
tahu para pekerja magang selalu diledek tapi aku merasa dia
terlalu menikmatinya dan kusampaikan pendapatku kepadanya.
"Yah, kau tahu mesti berbuat apa:·
"Apa, Bert? Melemparmu ke laut?"
"Wah, kuharap tidak." Dia menatap air yang memukul-mu-
kul dermaga. "Aku tak pernah belajar berenang:•
"Tapi serius, kau tak perlu sejahat itu "
.
"Dan kau tak perlu seteler itu:·
Aku membuka mulut untuk protes namun dia menghenti
kanku dengan pelototan.
"Kuberitahu sesuatu." Dia menunjuk ke belakang kami de
ngan ibu jarinya. "Kaulihat kapal selam yang baru saja kita ker
jakan?"
Aku mengangguk, yang membuat kepa.laku semakin pusing.
"Yah, sesekali kita harus masuk dan memperbaiki tabung-ta
bung torpedo. Dan kau tahu apa yang bisa terjadi saat itu?
Tentu saja tidak, sebab kau berkeliaran setiap hari di dunia
mimpi terkutuk."
"Apa begitu penting bagimu untuk bicara padaku seperti
sampahr''
"Akan kubiarkan kau menilainya sendiri kalau kau mau ber-
73
henti menyelaku. Jadi, saat kau berada dalam tabung, hanya ada
satu jalan keluar yaitu jalan yang sama waktu kau masuk. Kalau
mulai banjir, mereka akan menyelamatkan kapal dengan menu
tup lubang palka di belakangmu dan membiarkanmu tengge
lam."
"Tidak mungkin:·
"Kapal selam nuklir bernilai sejuta kali lebih tinggi diban
74
". . .dan setelah semuanya hancur, cairan akan mengalir ke
luar lewat sini."
Aku berusaha tetap fokus tapi baunya membuatku mual dan
keringatku mulai bermunculan. lalu ketika aku melihat sepo
tong jagung manis di punggung tangan Bert, punggungku merin
ding, kakiku lemas dan kurasakan perutku bergejolak.
"Maaf, Bert, aku harus dapat udara segar:·
75
�Vinrer SoLsrice
"
hukum Bernoulli menyatakan bahwa energi total dari
cairan selalu konstan." Doug wajah-jerawat, salah seorang re
kan magangku, menirukan guru dinamika cairan kami. "Dan jika
energi total selalu konstan, maka kita bisa pulang cepat dan
minum bir dingin yang enak."
Sebagai bagian dari program magang, kami wajib mendapat
kan Sertifikat Nasional dengan masa pendidikan dua tahun di
bidang llmu Teknik. Sekali seminggu kami dibebaskan dari ga
langan untuk belajar di kampus setempat dan aku membenci
setiap detiknya karena pelajaran dititikberatkan pada matema
tika. Untuk pertama kalinya dalam hidupku aku menempati
posisi terendah di kelas dan mendapati bahwa itu tempat yang
sangat tidak menyenangkan.
"Jadi, bagaimana hasilnya, Sobat?" Saat itu pagi hari di
pengujung Desember dan kami baru saja mengikuti ujian akhir
semester. "Kau keluar dari sana secepat kilat."
76
"Lumayan:· Doug pura-pura merendah tapi bisa kulihat dari
matanya dia merasa percaya diri. "Tapi soal terakhir tentang
permukaan terenda.m benar-benar mimpi buruk:'
"Setuju:' Aku tak menjawab soal itu. "Kita jadi memancing?"
''Tentu saja."
Kami mengemudi ke selatan lalu ke timur dan melintasi
Waterloo. Jendela di toko-tokonya dipasangi jeruji dan bilik
bilik telepon dipenuhi coretan graffiti. Aku memajukan tubuh
unwk menyalakan radio dan sewaktu mundur lagi, aku melihat
sekelompok orang yang bersandar pada tembok di luar apotek.
Di antara mereka ada Amy, yang duduk sambil merokok dan
memandangi tanah.
"Pemadat berengsek." Doug meludahkan kata-kata itu. "Me
nunggu metadon mereka:'
Aku tenggelam dalam pikiran dan tidak kembali ke per
mukaan sampai kami tiba di lokasi memancing. Ada lahan par
kir dengan burung-burung laut yang menjerit-jerit di atas sana
serta jalan tanah sempit yang mengarah ke hamparan karang
bergerigi di bawah. Angin sepoi-sepoi berembus dari selatan
dan udara pekat oleh bau tajam garam laut.
"Kau diam sekali, Sobat:' Doug menyerahkan tongkat-tong
kat pancing. "Ada yang kaupikirkan?"
"Bukan sesuatu yang ingin kubicarakan saat ini:'
Kami menyusuri jalan setapak dan sepuluh menit kemudian
pelampung tali pancing kami terangguk-angguk di tengah om
bak. Langit sewarna timah. Begitu pula lautnya, tapi dihiasi buih
buih putih. Kukeluarkan rokok ganja dari saku dan mencoba
menyalakannya.
"Pantas saja kau diam:• Dia menangkupkan tangan di sekeliling
77
pemantikku untuk mencegah angin meniup habis apinya. "Mengi
sap barang itu sepanjang hari pasti tak bagus untukmu."
"Hentikan, kau terdengar seperti Bert."
"Kau tahu keponakan laki-lakinya meninggal karena over-
dosis?"
"Overdosis mariyuana?"
"Tunggu sebentar, Sobat, umpanku dimakan."
Pelampung pancingnya meluncur ke bawah ombak semen
tara jorannya tersentak-sentak. Dia memantapkan kaki, tangan
nya menjadi tegang dan pucat selagi dia bertarung melawan
ikan itu. Aku bergegas menuruni karang dengan jaring dan ikan
itu melompat ke udara sesaat. lkan makarel, hijau-perak-hitam,
Doug memutar penggulung senar, joran melengkung lalu ikan
itu muncul ke permukaan dan tiba-tiba joran tersentak lurus,
senarnya lunglai dan dengan sekali kibasan ekor, ikan itu meng
hilang dari pandangan.
"Kaulihat ukuran makhluk itu?"
"Semoga lain kali lebih beruntung:• Aku naik lagi dan me
nepuk pundaknya. "Kita harap saja masih ada banyak di luar
sana:·
"Sebaiknya begitu, ibuku bakal mengeluh semalaman kalau
aku tidak bawa pulang sesuatu:·
"Kau harus coba tinggal sendiri:'
"Belum mampu, Sobat."
Untuk sesaat aku merasa gembira. Aku duduk bersandar
pada karang dan memandang laut. Angin sepoi-sepoi membelai
wajah dan aku tak mengkhawatirkan apa pun di dunia. Namun
perasaan itu tak bertahan lama dan sesaat kemudian aku kem
bali memikirkan Amy. Kenapa dia berkumpul bersama para
78
pecundang padahal seharusnya dia sedang bekerja di salon ka
kak perempuannya? Aku mencoba mencari penjelasan yang
dapat membenarkan tindakan Amy, tapi sulit sekali menemu
kannya.
Malah, aku benar-benar kesulitan menemukan sesuatu yang
positif tentang Amy. Malam insiden botol vodka itu hanya awal
dari semua kegilaan dan telah melampaui puncaknya saat dia
79
Aku tersenyum samar.
"Astaga, Sobat. Kurasa aku lebih memilih Hukum Ber
noulli."
* * * * *
80
"Sayang sekali kalau . . ."
"Kenapa tidak kau bawa pulang untukmu dan Amy?"
"Dia tldak mau makan apa pun yang punya mata:' Aku ke
luar ke undak-undakan dan menyalakan rokok. "Lagi pula, dia
tak bakal tahu mesti diapakan ikan-ikan ini."
"Jadi, kenapa kau tidak mengajarinya?"
'' ,,
81
"Memang benar, Nak, tapi hanya jika keadaan di antara me
reka berjalan baik."
Meskipun sudah cukup lama menyadari bahwa keadaan di
antara aku dan Amy tidak berjalan dengan baik, mendengarnya
dari mulut orang lain terasa seperti pukulan keras. Sekonyong
konyong aku merasa sudah membuat kesalahan besar. Terlebih
lagi, aku merasa masalah ini timbul karena ada yang salah de
nganku Seandainya Amy hidup bersama pria lain mana pun di
.
82
Percakapan ini sama sekali tidak membantu. Aku masih te
tap bingung harus berbuat apa dan satu-satunya yang ingin
kulakukan saat ini adalah naik ke tempat tidur dan terlelap
seribu tahun. Jika beruntung, aku akan bangun dan mendapati
Kamar itu kini juga berisi pakaian dan barang-barang Mike, se
akan-akan dia tidur di sana. Mungkin dengkuran Mike akhirnya
83
merlangan sekaligus kehangatan. Saat itu aku merasa begitu
kesepian sampai nyaris menangis.
Setiba di apartemen satu jam kemudian, Amy sedang berada
di kamar mandi dan ruang tamu seperti kapal pecah. Ada mug
mug kotor di meja kopi, asbak penuh sampai tumpah dan bau
tembakau apak tercium di mana-mana. Aku duduk di sofa de
ngan kepala bertumpu di tangan. Beberapa saat kemudian ter
dengar bunyi toilet dibilas dan pintu kamar mandi terbuka.
"Kau lama sekali." Mata Amy merah dan bengkak. "Aku su-
dah menunggumu:•
"Aku mampir ke rumah lbu sebentar:•
"Kita perlu bicara:·
"Sudah pasti, lihat betapa kacaunya tempat ini:'
"Jangan mulai:'
Aku menatapnya dan hatiku dipenuhi rasa muak. Dia pikir
dia siapa, berani-beraninya bicara seperti itu padaku? Aku amat
berhak mengeluhkan kondisi apartemen, aku membayar uang
sewa serta sebagian tagihan dan dia bahkan tidak pergi bekerja,
malah menghabiskan sepanjang hari dengan minum teh dan
merokok.
"Jangan mulai? Aku sangat berhak. . ."
"Aku serius:· Dia duduk di sampingku. "Ada masalah lebih
besar yang perlu kaukhawatirkan ketimbang itu."
"Oh ya, apa misalnya? Pacarku bergaul dengan para pema
dat?"
"Apa maksudmur''
Kuberitahu apa yang kulihat siang tadi dan dia menatapku
seakan-akan aku sudah gila.
"Kau tidak waras kalau sampai berpikir begitu. Petugas
84
apotek terlambat dan aku hanya menunggu di luar bersama
pembeli lainnya. Kau ingin tahu kenapa aku ada di sana, kan,
Jeeves? Untuk membeli alat tes kehamilan sialan, itu alasannya:'
85
Saat itu Kamis sore di awal bulan Juni. Aku sedang meng
operasikan mesin bubut di sisi jauh bengkel dan udara terasa
tak wajar panasnya untuk musim seperti sekarang. Kami sudah
membuka semua pintu lebar-lebar dan memasang beberapa
kipas angin berdiri, tapi aku masih berkeringat setengah mati
dalam balutan overall katun yang tebal.
"Sekarang ingat." Bert berseru dari bangkunya. "Periksa dua
kali, potong sekali:'
"Mana mungkin aku lupa?" ltu adalah aksioma yang di
tanamkan kepada para pekerja magang dengan keteraturan
yang menjengkelkan. "Kau mengingatkanku dua puluh ribu kali
sehari:'
Kami sedang memperbaiki periskop yang salah satu suku
cadangnya rusak dan kami harus membuat yang baru. Dalam
situasi normal ini tidak akan menjadi masalah, tapi kami hampir
kehabisan bahan baku yang tepat, sejenis perunggu khusus yang
86
amat mahal dan amat sulit diolah dengan mesin. Kesalahan se
kecil apa pun dapat mengakibatkan gagalnya pekerjaan kami.
Aku menghentikan mesin bubut dan menginjak pedal rem,
membiarkan suku cadang itu dingin. Dimensinya harus akurat
sampai hitungan sepersepuluh milimeter, tanganku gemetar dan
jantungku berdebar kencang sewaktu aku mulai mengukurnya.
Dengan hati-hati aku meluruskan kaliperku, diameternya sangat
tepat dan kuiz:inkan diriku menyunggingkan senyum puas se
kilas.
"Hei, Bert." Aku pura-pura terdengar cemas. "Aku sudah
memotongnya dua kali tapi tetap terlalu kecil:'
"Kau apa?"
"Aku memotongnya dua kali, seperti yang kausuruh."
"Berengsek:' Dia menghentikan kesibukannya dan bergegas
menghampiri. "Berikan kalipermu."
"Tenang dulu:·
"Kau tak bisa dipercaya untuk apa pun, ya? Berapa ukuran
seharusnya?"
"Tiga puluh tujuh koma lima."
"Tunggu sebentar, kelihatannya ini benar:'
"Menurutku juga benar, cuma ingin melihat secepat apa aku
bisa membuatmu bergerak:'
"Dasar anak sinting." Dia merenggut lenganku dan kupikir
dia akan memukulku, kemudian matanya berbinar dan dia mulai
tersenyum. "Kau benar-benar mengerjaiku."
"Kelihatannya kau sudah siap menghajarku."
"Jujur saja, keinginan itu sempat terlintas:'
Beberapa pekerja lainnya tertawa dan mereka berteriak ke
arah kami.
87
"Tipuan hebat, anak muda;"
"Belum pernah kulihat si tua itu bergerak begitu cepat."
"Sebaiknya kau beli celana dalam baru, Bert."
Sungguh perubahan yang menyenangkan bisa menjadi pen
cetus lelucon dan bukan korbannya. Ketika derai tawa sudah
mereda dan kami kembali bekerja, untuk pertama kalinya aku
merasa menjadi bagian dari pria-pria ini. Tentu saja itu hanya
sejumput momen bahagia di antara kemuraman yang berlang
sung hampir sepanjang tahun, tapi aku senang bisa memanfaat
kannya semaksimal mungkin.
"Coba lihat itu." Bert memasang suku cadang buatanku ke
rakitan periskop. "Sebagus periskop baru."
"Tak perlu bertepuk tangan kalau kau tak mau."
"jangan gegabah, Nak, kau hanya sebaik pekerjaan terakhir-
mu:'
Sepertinya dia tak pernah bosan mengatakan hal itu kepada
ku. Seseorang bisa bekerja di ga.langan bertahun-tahun dan
mengira dia menguasai segalanya, tapi hanya butuh satu kesa
lahan untuk membuat dunianya runtuh. Kapal-kapal selam ini
mengangkut ratusan awak dan jika tidak bekerja dengan benar,
kamilah yang bakal bertanggung jawab atas kematian mereka.
ltu pikiran yang menggugah kesadaran.
Ketika periskop akhirnya selesai dirakit, kami menaruhnya
di troli dan pergi keluar. Matahari terik, tinggi, dan cerah. Tak
ada sepotong awan pun di langit dan kami berjalan menyusuri
tepi pelabuhan, memandangi air yang berkilauan. Beberapa
kapal pesiar meluncur lewat dan aku teringat ayahku, bertanya
tanya di mana dia berada dan apa kiranya yang sedang dia
lakukan.
88
Apa kira-kira yang akan dia katakan jika mengetahui situasi
ku? Umur delapan belas tahun, tinggal di tempat kumuh ber
sama pacar yang sedang hamil besar, yang sepertinya meng
habiskan setengah hari di tempat tidur dan setengah hari
berikutnya tidur-tiduran di sofa. Sudah pasti dia akan menyalah
kan ibuku dan mengatakan lbu membiarkan semua ini terjadi,
tapi memangnya dia tahu apa? Seandainya dia begitu peduli de
ngan kesejahteraanku, seharusnya dia tak menelantarkanku
sejak awal.
"Kembali ke alam mimpi lagi?"
"Hanya sedang banyak pikiran, Bert:'
''Yakin kau tidak teler?"
"Tentu saja tidak:' Sudah beberapa lama aku tidak pernah
teler saat datang ke tempat kerja, sebagian karena menghor
mati Bert dan sebagian lagi karena tak punya uang. "Aku ber
usaha menganggap serius pekerjaanku."
"Yah, untuk saat ini aku memberimu nilai lima dari sepuluh:'
"Hanya lima? Setidaknya aku enam atau tujuh."
"Enak saja enam atau tujuh, jalan di depanmu masih pan
jang:• Dia menatapku dengan sorot mata tajam dan mantap itu.
"Sudah berapa hari kau mengambil izin sakit tahun ini?"
Aku merona dan mulai mengocehkan alasan dan dia bilang
aku penuh omong kosong.
* ** * *
"Hanya ini yang kaumakan hari ini?" Di atas kulkas ada sand
wich isi kornet yang sudah setengah dimakan dan bungkus
keripik kosong. "Pantas saja kau kelihatan sangat tidak sehat."
89
"Aku beli sepotong piza tadi dari toko di luar pasar."
"Oh bagus:· Kukeluarkan sebotol susu dan kuberikan ke
padanya. "Apa saja topping-nya?"
"Tidak ingat:' Dia ragu-ragu sebentar lalu menambahkan
susu ke dalam mug-mug teh kami. "Sepertinya ham dan jamur."
"Kau tidak ingat?"
"Jangan mulai, Jeeves."
"Astaga, apa hanya itu kata-kata yang kau tahu?"
"Yah, aku juga pandai mengatakan 'pergilah ke neraka' dan
'berhentilah mematuki kepala sialanku':·
Dia mengangkat mug teh dan sebagian isinya tumpah ke
meja dapur.
"Apa kaukira aku tidak mengkhawatirkanmu?" Aku meng
ikuti Amy ke ruang tamu dan mengawasinya menyalakan tele
visi. "Coba lihat kakimu, seperti dua tusuk gigi sialan:'
"Pergilah dan mandi atau apa, baumu menjijikkan."
Aku kembali ke dapur dan menyalakan rokok. Tehku encer,
terlalu manis, dan terlalu banyak susu. Setiap hari aku pulang
disambut drama yang sama dan setiap hari aku membatin bah
wa keadaan akan membaik, namun jauh di lubuk hati aku sama
sekali tak memercayainya. Bangun pagi-pagi lalu berjalan kaki
ke galangan untuk menghemat uang, bekerja sampai larut dan
berjalan pulang lagi, kemudian membersihkan apartemen, me
masak makan malam dan merokok atau minum sekadar untuk
meredakan kegelisahanku. Sambil terus berharap Amy menda
dak akan hidup lagi dan menunjukkan sedikit antusiasme untuk
sesuatu, apa pun.
Terdengar ketukan di pintu.
"Kita menunggu tamu?"
90
"Rasanya tidak:' Dia tidak bergerak dari sofa. "Bisa buka
pintunya?"
Aku melintasi ruang masuk untuk membuka pintu dan ber
hadapan dengan induk semang kami, seorang pria kecil dan keji
bernama Andy, yang dikenal selalu mendapatkan keinginannya.
Dia tersenyum kepadaku dan bertanya apakah dia bisa masuk.
Kubilang sebaiknya tidak dan dia bilang sebaiknya dia masuk
91
"Alasannya adalah dia bercerita pada Darren tentang kau
yang kehilangan semua uangmu untuk bertaruh dalam pacuan
kuda. Rupanya kau punya sedikit masalah judi:'
"Wah itu kabar baru bagiku, akan kubereskan masalah ini:'
"Sebaiknya begitu:· Dia menggeleng tak percaya. "Kau punya
waktu sampai besok malam atau kau akan melihat sisi lain
Darren yang tega menggantung orang ke luar jendela dengan
memegangi kakinya:·
Aku menutup pintu dan berdiri sejenak dalam keremangan
lampu kuning ruang masuk. Apa yang diperbuat Amy dengan
semua uang itu? Seumur hidup aku belum pernah masuk ke
tempat taruhan, apalagi membuang-buang uang untuk pacuan
kuda, dan aku benar-benar tidak paham mengapa Amy sampai
mengatakan hal seperti itu. Darren pasti menganggapku pecun
dang terpayah di planet ini.
"Siapa itu?" Meskipun tidak merawat dirinya sendiri, Amy masih
tampak sangat cantik dari samping. "Sepertinya kau bicara lama
sekali:'
92
realitas, dan saat membayangkan masa depan kami berdua aku
sungguh-sungguh ketakutan. Kami akan melahirkan anak ke du
nia padaha.I kami sendiri tak lebih daripada anak-anak dan se
gala hal yang diperingatkan keluargaku kepadaku mulai menjadi
nyata.
93
"
Kami agak kesulitan mempertahankan gula darahnya."
"Apa tepatnya maksudmu?" Aku menatap anakku dalam
inkubator, terbungkus dalam kain putih dengan slang infus yang
ditusukkan ke pergelangan tangan mungilnya. "Apakah semua
nya akan baik-baik saja?"
"Yah, kita tak pernah bisa seratus persen yakin:' Perawat
itu berusia awal tiga puluhan dan berbicara dengan aksen
lrlandia yang lembut. "Beratnya waktu lahir agak kurang, tapi
itu bukan hal yang aneh bila ibunya kecanduan opium."
Mataku membelalak. "Kecanduan apa?"
"Anda tidak tahu?" Dia merona tapi tetap tenang. "Mari
kita cari tempat yang lebih tertutup:'
Dia memanduku ke sebuah ruangan dan menjelaskan bahwa
Amy selama ini menggunakan heroin dan bahwa anak kami
harus menjalani proses pembersihan. Dia tidak dapat me
mastikan berapa lama proses tersebut akan berlangsung na-
94
mun karena Amy bukan pemadat berat, kemungkinan sembuh
dengan cepat amat tinggi. Aku mendengarkan penjelasannya
dalam keheningan yang dingin membekukan dan setelah dia
pergi aku keluar untuk merokok.
"Jadi, laki-laki atau perempuan?" Seorang pria muncul, yang
kuingat berada di area penerimaan sewaktu Amy dan aku da
tang tadi pagi. "Ya Tuhan, ini pasti hari tergila dalam hidupku:·
"Lelaki kec:il:'
''Yah, tidak mungkin lelaki besar, kan?" Dia menertawakan
lelucon payahnya sendiri dan aku menahan dorongan untuk
mencolok matanya. "Pokoknya selamat, Bung, sebaiknya aku
kembali ke dalam dan menemui pacarku."
Aku berdiri di sana, merokok merokok merokok sampai
bibiku tiba. lbu dan Mike sedang pergi liburan akhir pekan,
berusaha memperbaiki perkawinan mereka yang goyah, dan aku
tidak tahu siapa lagi yang mesti dihubungi. Sejak kabar keha
milan itu, aku nyaris tak pernah bicara dengan Kakek-Nenek
sementara kakak dan suami Amy tak dapat dijangkau untuk
cinta maupun uang.
"Selamat, my darling." Dia menarikku mendekat dan rasanya
baru kali ini setelah berbulan-bulan, seseorang menunjukkan
sedikit kasih sayang kepadaku. "Jadi, di mana Amy?"
"Sedang mabuk epidural." Kujatuhkan rokok ke tanah dan
meremukkannya dengan kakiku. "Dan mungkin menikmati se
tiap detiknya:'
"Bayinya bagaimana?"
Kami masuk dan menemukan tempat untuk duduk lalu ku
ceritakan penjelasan perawat kepadaku sedetail yang aku mam
pu dalam kondisiku saat ini. Bibi sepertinya menerima kabar
95
itu dengan tenang, tidak berteriak atau mengertakkan gigi, dan
setelah menceritakan segalanya aku merasa sedikit lebih baik.
"Lalu setelah ini bagaimana, kau akan tetap tinggal bersama
nya?"
"Hanya Tuhan yang tahu apa yang akan terjadi kalau aku
pergi:'
"Kau harus bertanya pada dirimu sendiri apakah kau bisa
memaafkan dia atau tidak.''
"Mana mungkin setelah semua inir'' Kami keluar lagi untuk
merokok "lni sama saja seperti dia menempelkan pistol di ke
pala anak kami dan bermain Russian Roulette."
"Kau sama sekali tak tahu apa-apa soal ini?"
"Kalau mengingatnya sekarang, seharusnya aku sudah bisa
men duga . . . "
"Tidak ada gunanya mengungkit kejadian di masa lalu."
" . . . tapi aku tak punya energi lagi setelah bekerja dan se
baga.inya:'
"Yah, tak ada gunanya meratapi hal itu sekarang:· Dia me
nyalakan rokokku serta rokoknya sendiri dan mengembuskan
asap dalam kepulan puas. "Tapi kuharap kau mau mendengar·
kanku waktu itu:·
"Percayalah, aku juga berharap begitu."
"Kalian anak muda begiw mudah mengambil keputusan yang
terlalu cepat:'
"Tapi aku sungguh-sungguh mencintainya:·
"Kau mungkin beranggapan demikian, my darling, tapi cinta
sejati tidak datang dan pergi semudah itu. Mungkin kalau kalian
berpacaran lebih lama, kau akan menyadari hubungan ini takkan
berhasil."
96
itu dengan tenang, tidak berteriak atau mengertakkan gigi, dan
setelah menceritakan segalanya aku merasa sedikit lebih baik.
"Lalu setelah ini bagaimana, kau akan tetap tinggal bersama
nya?"
"Hanya Tuhan yang tahu apa yang akan terjadi kalau aku
pergi:'
"Kau harus bertanya pada dirimu sendiri apakah kau bisa
memaafkan dia atau tidak.''
"Mana mungkin setelah semua inir'' Kami keluar lagi untuk
merokok "lni sama saja seperti dia menempelkan pistol di ke
pala anak kami dan bermain Russian Roulette."
"Kau sama sekali tak tahu apa-apa soal ini?"
"Kalau mengingatnya sekarang, seharusnya aku sudah bisa
men duga . . . "
"Tidak ada gunanya mengungkit kejadian di masa lalu."
" . . . tapi aku tak punya energi lagi setelah bekerja dan se
baga.inya:'
"Yah, tak ada gunanya meratapi hal itu sekarang:· Dia me
nyalakan rokokku serta rokoknya sendiri dan mengembuskan
asap dalam kepulan puas. "Tapi kuharap kau mau mendengar·
kanku waktu itu:·
"Percayalah, aku juga berharap begitu."
"Kalian anak muda begiw mudah mengambil keputusan yang
terlalu cepat:'
"Tapi aku sungguh-sungguh mencintainya:·
"Kau mungkin beranggapan demikian, my darling, tapi cinta
sejati tidak datang dan pergi semudah itu. Mungkin kalau kalian
berpacaran lebih lama, kau akan menyadari hubungan ini takkan
berhasil."
96
"Yah, seperti kaubilang, tidak ada gunanya mengungkit ke
jadian di masa lalu."
"Zaman sekarang tidak ada kepercayaan diri:' Dia mengisap
rokok dalam-dalam dan wajahnya dihiasi keriput. "Kalian semua
sepertinya begitu ingin menyingkirkan kesucian kalian, seolah
olah sudah tak ada harganya lagi. Seandainya kalian lebih meng
hargai diri sendiri, pasti tidak segampang itu naik ke ranjang
dengan orang pertama yang datang..."
Dia terus mengocehkan hal yang sama sampai akhirnya aku
berhenti mendengarkan dan mulai bertanya-tanya apa yang ha
rus kulakukan. Aku tetap tingga.I waktu mengetahui Amy hamil
karena tidak tega menambah lagi jumlah ibu lajang di dunia.
Tapi jika aku pergi sekarang, itulah tepatnya yang akan kulaku
kan. Mengakui kekalahan dan bergabung dengan kelompok ayah
yang menjemput anak-anak mereka setiap hari Sabtu, menyuapi
mereka dengan McDonald's lalu memulangkan mereka pada
hari Minggu dan bertengkar dengan ibu mereka soal tunjangan
anak.
". . .menyalahkan media, memamerkan model-model yang
diperindah dengan airbrush terkutuk. Mana ada yang penam
pilannya seperti itu dalam kehidupan nyata? Tidak heran kalian
semua tumbuh dengan perasaan rendah diri .... "
97
" . . . dan tentu saja kalau kau nekat bicara tentang nilai-nilai
lama semua orang memandangmu seakan-akan kau makhluk
kuno yang tak pantas. . " .
"Mmm hmm."
.. '
. . . b1cara tentang apa pun . . ."
"Ya, aku mengerti maksudmu. Mau minum kopi?"
"Oh, kedengarannya nikmat:' Dia menyelesaikan rokoknya.
"Mungkin setelah itu mereka mengiz:inkan kita melewatkan se
dikit waktu bersama si bayi."
** * * *
98
rasakan tentang segala hal? Aku memberikan jawaban-jawaban
pendek yang hambar dan mengelak sepenuhnya dari pertanyaan
terakhir, karena belakangan ini aku sulit merasakan apa pun.
Entah ini stres atau shock atau semacam mekanisme penang
gulangan, aku merasa seakan-akan hati dan jiwaku telah direng
gut keluar dan diganti dengan pompa mekanis serta papan
induk.
"Sebelum aku lupa." Dia merogoh-rogoh tasnya dan menge
luarkan sepucuk surat. "lni datang untukmu kemarin. Pasti
sempat hilang di jalur pengantaran karena sudah dikirim ber
bulan-bulan lalu:'
"Dari siapa kira-kira?" Amplopnya kecil dan putih dengan
nama dan alamat yang dicetak dalam tulisan miring hitam. "Ke
lihatannya seperti surat resmi."
"Cap posnya. . ."
"Ya Tuhan, mereka benar-benar membuatmu menunggu lama
di dalam sana:• Amy membuka pintu mobil dan aku melipat
surat itu lalu memasukkannya ke saku. "Apoteker yang baru
benar-benar menyebalkan."
Kami meluncur pergi dan hujan mulai turun. Saat hujan se
makin deras dan langit makin gelap, kami membatalkan rencana
berjalan-jalan di tepi laut dan memutuskan untuk menghabiskan
beberapa jam di rumah ibuku sebaga.i gantinya. Kami bisa me
nikmati semangkuk sup miju-miju lezat buatan sendiri dan me
nonton film Sabtu sore di televisi.
"Pelankan mobilnya, Bu:· Kami sudah tiba di lingkungan ru
mah ibuku sekarang dan hujan tercurah semakin deras. "Apa
kah itu Danny di sebelah sana?"
"Aku tak bisa lihat dari sini:'
99
"Aku yakin itu dia, pelan sedikit bisar' Satu sosok berdiri
sendirian di pojok jalan, di luar bilik telepon. "Coba lihat, dia
benar-benar basah kuyup:'
lbu menghentikan mobil dan aku menurunkan kaca jendela.
"Halo, Sobat, kau sedang apa?"
Dia menatap melewatiku.
"Danny, ini aku. Coba lihat dirimu:•
"Aku sedang menunggu telepon." Wajahnya kosong. "Mereka
tak menginginkanku di sini."
"Kau ini bicara apa? Bilik teleponnya kosong:'
"Mereka tak menginginkanku di sini:'
"Apa maksudmu, Sobat? Ayo masuk, kami antar kau ke ru
mah."
"Mereka tak menginginkanku di sini, tak ada yang meng
inginkanku:• Kemudian dia melompat maju dan meninju wajah
ku keras-keras. "Jangan menatap mulutku, dasar burung kotor."
Aku memejamkan mata dan mengangkat satu tangan untuk
menangkis pukulan kedua. Namun pukulan kedua itu tak per
nah datang dan ketika aku membuka mata lagi dia sudah di
dalam bilik telepon dengan kemeja ditarik menutupi kepalanya.
Dan dia berbicara sendiri tapi aku tak dapat menangkap kata
katanya.
"Dasar orang aneh:' Amy memecah keheningan. "Apa-apaan
itu tadi?"
"Kau tidak apa-apa, my love?"
"Tidak apa-apa, Bu, kita pulang saja ya:·
Sepuluh menit kemudian Amy dan aku duduk di sofa lbu
dengan cangkir-cangkir teh. Si bayi masih tidur dan tubuhnya
kecil untuk anak seumurnya tapi dia sehat dan dokter senang
100
melihat kemajuannya, mengatakan semua sepertinya baik-baik
saja. Aku memandang anak itu di kursi mobilnya dan berharap
dapat merasakan ikatan yang kukira akan muncul secara alami
pada setiap orangtua.
"Aneh sekali orang tadi:' Amy mengulurkan tangan dan
menyentuh alisku. "Sakit tidak?"
"Sakit kalau kautekan seperti itu:·
"Benar dia Danny yang dulu selalu berkumpul denganmu?"
''Ya, itu memang Danny. Bajingan malang."
"Yang kena serangan panik di taman?"
"Mmm hmm:•
"Bukankah dia... "
"Berengsek, jangan tanya-tanya terus, kau lebih parah dari-
pada ibuku:·
"Kau tidak perlu . . ."
"Tidak perlu apa, Amy?"
"Tidak perlu bicara seperti itu padaku." Dia tampak ter-
singgung. "Aku cuma tanya."
"Jangan tanya-tanya, aku sedang kesal."
"Kau selalu kesal, entah apa yang salah denganmu:·
Aku menyentuh alisku yang bengkak dan tiba-tiba merasa
bersalah akan nasib yang menimpa Danny. Bersalah karena
memberinya narkotik yang jelas telah memicu semacam penya
kit mental dan bersalah karena tak pernah ada untuk men
dukungnya selama beberapa tahun terakhir. Sejak mulai ber
pacaran dengan Amy, aku meninggalkan teman-teman lamaku
dan pengorbanan tersebut jelas tidak setimpal.
"Makan siang siap lima menit lagi:' Suara ibuku melayang
dari dapur. "Amy, Sweetheart, bantu aku menyiapkan meja:•
IOI
Ketika Amy sudah meninggalkan ruangan aku mengeluar
kan amplop dari saku dan membuka lipatannya. Perekat pada
kelepak segelnya sangat kuat dan aku butuh waktu untuk
mengelupasnya hingga terbuka, lalu mengeluarkan surat itu.
Seperti halnya nama dan alamat, isi surat dicetak dengan tu
lisan miring hitam dan saat membaca kalimat pembuka aku
tahu dari mana surat ini berasal.
102
Sen Barlow adalah manajer tim pemeliharaan kami dan
salah satu rutinitasnya adalah joging melintasi galangan setiap
pagi, dengan setelan lari serta sepatu olahraga mahal. Dia
mungkin mengira kami terkesan pada dedikasi dan kebu
garannya, namun semua orang tahu istri Ben menurunkannya
persis di belokan dengan mobil Toyota mereka yang tua dan
berkarat.
"Aku tak mungkin mengizinkanmu cuti dengan pemberi
tahuan sesingkat ini:' Dia menatap dari atas kacamatanya dan
tersenyum tipis. "Terla.lu banyak pekerjaan yang harus disele
saikan:·
"Aku sudah bicara dengan Bert dan katanya dia bisa me-
nyelesaikan pekerjaan tanpaku."
"Yah, terakhir kali kuperiksa, dia bukan manajermu:•
"Hanya satu sore:·
"Kau sudah mendapat cukup banyak libur belakangan ini."
103
Aku tak dapat menyangkal bahwa catatan kehadiranku bu
ruk. Ada banyak sekali hari-hari sakit dan absen-absen tanpa
izin selagi aku berjuang mengatasi kondisiku. Tapi aku berusaha
sebaik mungkin untuk memperbaiki diri dan selama beberapa
bulan terakhir aku bekerja seperti orang kerasukan. Asupan
rokok ganjaku bahkan hanya satu batang per malam.
"lni bukan permintaan asal-asalan, aku sudah bertahun-tahun
tidak mendengar kabar ayahku " .
104
"Berani-beraninya kau bicara seperti itu." Wajah Ben mulai
berubah warna menjadi ungu tak sehat. "Keluar sebelum aku
melakukan sesuatu yang kita berdua sesali:'
Aku pergi tanpa menutup pintu di belakangku, seluruh tu
buhku gemetar dan perutku bagai terpilin-pilin. Beberapa pe
gawai administrasi mengawasiku dan aku turun dengan amarah
yang menggelegak lalu meninggalkan bangunan tersebut. Di luar,
hujan turun disertai angin kencang bulan Maret. Setiba di beng
kel tubuhku menggigil dan rambutku basah kuyup.
Bert melihatku masuk. Aku menatap lurus kepadanya, lalu
mendadak air mataku menggenang dan aku mundur lagi ke
tengah hujan. Barlow pikir dirinya siapa sampai merasa ber
hak menilai kehidupan pribadiku? Dalam benakku hanya
terlihat wajah bodohnya dan kubayangkan diriku meninju
wajah itu berulang kali.
"Jadi, kau tidak dapat izin, ya?"
"Dia benar-benar bajlngan." Kurasakan lengan Bert me
melukku. "Cuma satu sore."
"Yah, ada banyak cara untuk melakukan sesuatu."
Dia menjelaskan bahwa kami memang akan memperbaiki
salah satu kapal selam hampir sepanjang sore dan kemung
kinan besar tak seorang pun akan menyadari jika aku
menghilang. Yang harus kulakukan hanyalah pergl sebelum
Barlow melihatku, sesuatu yang tidak terlalu sulit karena dia
selalu istirahat makan siang lebih awal dan untuk waktu yang
lama.
"Biar aku yang mencari alasan kalau ada yang menanya
kanmu."
"Trims, Bert."
105
"Tak masalah, Nak, aku tahu betapa ini sangat berarti bagi-
mu."
"Sekarang Barlow bakal membuat hidupku bagai di neraka,
kan?"
"Yah, kau tidak bisa protes juga, setelah ucapanmu padanya."
Dia menggeleng-geleng dan tertawa pelan kepada diri sendiri.
"Tunggu saja sampai kuceritakan pada yang lain, kau bakal ter
kenal:'
106
dak berjalan pergi ketika mobil Mercedes hitam berhenti di
sampingku.
"Halo, orang asing:• Ayah tersenyum saat aku membuka
pintu. "Maaf aku terlambat."
"Tak masalah, aku juga belum lama menunggu."
Aku menyusup masuk dan mobil iw berbau baru, aku me
natap Ayah dan dia hampir-hampir tidak berubah. Mungkin ada
lebih banyak kerutan di sekeliling mata dan perutnya sedikit
lebih besar, tapi dia tetap terlihat setegas dulu dan sama
mengintimidasinya.
"Senang bertemu denganmu, Ayah:'
"Aku juga senang. Nak, semakin lama kau semakin mirip
rokok:'
* * * * *
"Aku masih tak percaya kau merokok." Ayah berseru darl da
pur tempat dia sedang membuatkan kopi. "Kebiasaan yang
sangat menjijikkan."
"Jangan dengarkan dia:' Sara berbisik. "Aku sendiri merokok
saat dia tidak ada:·
"Merokok saja marahnya seperti aku ini pembunuh berantai:'
"Aku tahu, dia memang lelaki tua penggerutu:·
Aku menganggap situasi ini sungguh tidak nyata. Kali ter
akhir berada di ruang tamu mereka, aku mengalami serangan
verbal serius dan sekarang aku bercakap-cakap santai dengan
107
wanita yang selama tiga setengah tahun terakhir menjadi sa
saran kebencianku.
"Kau harus lihat seperti apa reaksinya kalau aku tidak
membersihkan kamar mandi dengan benar."
"Sepi sekali di sini." Ayah muncul dengan membawa nampan.
"Kuharap kalian tidak berkomplot untuk membunuhku."
"Kami sempat memikirkannya, tapi nanti tidak ada yang
membuatkan kopi:'
"Nah, Nak, coba kita ulangi lagi untuk memastikan tidak ada
yang terlewat olehku." Dia menyamankan diri di sofa di sam
ping Sara. "Kau meninggalkan sekolah tanpa mengikuti ujian
A-levels, kau hidup bersama pacarmu yang pengangguran di
sebuah apartemen di Waterloo, kau punya bayi . . ."
108
segitu:· Sara tersenyum bangga. "Dia ingin bertemu denganmu
tapi kami pikir mungkin akan terlalu berlebihan, jadi dia di ru
mah temannya."
"Kapan aku mesti menjemput monster itu?" Ayah mengecek
arlojinya. "Mungkin kita bisa menjemputnya dalam perjalanan
kembali ke kota."
"Aku memberitahu Jenny kau akan tiba di sana antara jam
empat dan Hrna:·
"Kau mau berjalan-jalan menyusuri tembok pelabuhan sebe
lum kita berangkat, Nak?"
Sesaat kemudian kami meninggalkan Sara di apartemen dan
turun dengan lift lalu berputar ke bagian depan kompleks tem
pat angin bertiup kencang. Aneh rasanya melakukan perjalanan
yang sudah kulakukan ribuan ka.li sebelumnya namun segala hal
tampak lebih kecil, dan berkurang menariknya. Keajaibannya
seolah menguap bersama keluguanku.
"jadi, bagaimana kabar ibumu?" Kami berada di titik awal
tembok pelabuhan sekarang dan rangkaian ombak bagaikan
pegunungan kelabu yang dipuncaki salju. "Masih bersama si
penyusun rak supermarket?"
"Mike manajer sekarang:'
"Berarti sudah di akhir jalur kariernya:·
"Aku rasa Mike tak terlalu peduli:'
"Dan bagaimana denganmu, apa kau akan bahagia di ga
langan kapal seumur hidupmu?"
"Kontrak magangku setahun lagi, tapi setelah kejadian tadi
pagi aku takkan kaget kalau mereka memecatku:·
"Bagaimana pendapatmu tentang bekerja di laut?"
"Aku akan senang mencobanya:·
109
"Akan kucoba mencari informasi soal ini kalau begitu:· Dia
menendang sebutir batu ke air. "Tapi hati-hati saja, mereka me
meriksa pemakaian obat terlarang. Jadi kalau kau mengkon
sumsi apa pun saat ini, sebaiknya hentikan secepatnya."
Setiba di ujung tembok pelabuhan, kami menikmati peman
dangan sejenak lalu berangkat untuk menjemput Jamie. Dia
senang sekali melihatku. Aku tersenyum, mengangguk dan
mendengarkan cerita seru mengenai mainan-mainan dan to
koh-tokoh kartun kesukaannya. Pada saat kami tiba di
Waterloo, saling bertukar ucapan se/omot tinggal dan sampai
bertemu Jagi, aku betul-betul butuh minuman dan rokok.
Sewaktu berjalan memasuki lobi gedung apartemenku, mau
tak mau aku membandingkannya dengan lobi yang kutinggalkan
beberapa jam lalu. Lift rusak versus lift yang berfungsi, ruangan
tangga penuh coretan versus ruangan tangga berhias foto-foto
hitam-putih elegan bergambar tempat-tempat terkenal di se
kitar situ. Aku menaiki tangga dengan kaki berat, membuka
pintu apartemen tua yang sama dan menemukan Amy yang
sama, di sofa tua yang sama.
"Jadi, bagaimana pertemuannya?"
"Lumayan, aku rasa. Mana si bayi?"
"Menginap di rumah kakakku malam ini, jadi kupikir mung
kin kita bisa memesan makanan:'
Di belakang benakku aku sudah memperkirakan sesuatu
seperti ini. Selama beberapa bulan terakhir Amy berusaha se
baik mungkin menggairahkan kembali hubungan kami dan aku
tak tahu cara mengatakan kepadanya bahwa dia hanya mem
buang waktu. Dia bisa menjauhi heroin selamanya dan berubah
1 10
menjadi Bunda Theresa atau apalah, namun api di hatiku sudah
padam untuk selamanya.
"Kami tadi sudah makan piza di jalan:•
"Oh enak, kau pilih topping apa?"
"Tidak ingat. Aku beranjak ke jendela, menyalakan rokok
"
111
"
1'.au tampak sehat." Nenek duduk di sampingku di bangku
taman. "Senang melihatmu dihiasi sedikit warna di wajah."
"Yah, ini bukan berkat situasi domestik yang bahagia:•
"Pasti tidak mudah ya, berbagi rumah dengan rekan kerja:•
"Doug lumayan kurasa, hanya saja ini pengafaman pertama-
nya jauh dari rumah." Sebuah bayangan terlintas di benakku,
pakaian dalam kotor Doug di kamar mandi. "Taman ini indah
sekali."
"Kau tahu kakekmu, dia menghabiskan hampir sepanjang
waktu di sini."
"Bagaimana punggungnya akhir-akhir init'
"Sepertinya hanya kambuh saat ada sesuatu yang ingin dia
hindari."
"Kuharap kau tidak membicarakanku lagi." Kakek keluar ke
taman dengan senampan minuman dingin dan sandwich. "Bisa
kurasakan telingaku terbakar."
1 12
" Bukan cuma itu yang akan terbakar kalau kau tidak segera
membawakan tabir surya."
"Ya, my Jove, sudah kubawa. Kau mau aku mengeluarkan
kipas angin listrikny a r ·
" Biar aku s a j a , K e k , sekalian mau k e kamar mandi. Masih
disimpan di lemari kecil di bawah tangga ?"
" Benar sekali, Nak:' Dia duduk dan menyesap minumannya.
"Jangan lupa am bil kab el p er panj angannya, kau b isa m en col ok
kannya ke salah satu stopkontak dekat cerek:'
Aku menatap pantulan diriku di cermin kamar mandi, mata
ku berbinar dan kulitku h a.lus dan bersih. Entah karena tidak
lagi mengisap mariyuana atau ka rena berhubungan kembali de
ngan ayahku, aku merasa lebih bertenaga dan optimistis ketim
bang yang kurasakan selama bertahun -t ahun. S atu-satunya yang
menodai semangatku adalah perasaan bersalah karena mening
galkan Amy dan putraku.
" Puji syukur untuk itu." Wajah Nenek menggambarkan ke
legaan ketika kipas angin berputar malas ke arahnya. " Rasanya
seperti mau pingsan."
"Agustus terpanas yang pernah tercatat dalam sejarah."
" Oh ini di a, Tuan Meteorologi:'
"Aku cuma memberitahu, my love."
" Kau seperti laporan cuaca berjalan:'
"Tamannya indah sekali, Kek:' Aku menggigit sandwich tuna
ku. "Apa yang kautanam tahun ini?"
" Oh banyak, kemarilah dan lihat."
K a m i menyusuri setengah bagian taman yang lebih tinggi,
berisi petak rumput yang terpangkas rapi serta semak-semak
bunga , lalu melewati celah di pagar tanaman yang mengarah ke
1 13
bagian taman yang lebih rendah. Ada barisan zukini dengan bu
nga kuning cerah, tanaman buncis pada kerangka bambu, se
mak-semak redcurrant dan gooseberry, lalu barisan tanaman
terakhir dengan tunas-tunas yang tampak menyedihkan.
"Seharusnya ini tanaman apa?"
"Bawang bombai."
"Kelihatannya tidak begitu sehat."
"Kelompok bibit yang buruk aku rasa:· Suaranya bernada
kecewa. "Tanahnya subur dan aku sudah memberi banyak air."
"Yah, kurasa kau tak mungkin memenangkan semuanya."
"Tapi sayang sekali, harganya luar biasa mahal di toko."
"Bukan cuma bawang." Aku menghampiri tembok di ujung
taman. "Aku tak mampu membeli apa pun yang bukan makanan
beku atau dalam kemasan:'
"lbumu kemari tempo hari:' Dia bergabung denganku dan
kami menatap ladang-ladang berbatas sungai di kejauhan yang
berkilau tertlmpa cahaya matahari. "Dia sangat sedih dengan
situasimu."
"Dia bukan satu-satunya."
"Menurutnya itu tak mungkin terjadi kalau bukan gara-gara
dia dan Mike:'
"Kakek tahu mereka tidur di kamar terpisah?"
"Betapa menyedihkan."
"Tapi sepertinya tak ada gunanya lbu menya.lahkan diri sen
diri, aku bukan anak-ana.k:'
Kami berdiri di sana menikmati pemandangan sampai kehe
ningan menjadi tak nyaman kemudian kami kembali ke tempat
Nenek, yang sudah memakai kacamatanya dan tengah serius
membaca koran Minggu. Saat itu hampir tengah hari dan ku-
1 14
beritahu mereka aku hendak bertemu Ayah kurang-lebih satu
jam lagi.
"Kenapa kau tidak memintanya menjemputmu di sinit'
"Kau sudah tahu jawabannya." Nenek menghalau seekor
lalat dari wajahnya. "Dia khawatir aku bakal mengomeli orang
tak tahu adat itu:'
"Aku yakin bukan itu alasannya, my love:'
"Dia pantas menerima lebih dari sekadar omelan untuk
tingkah lakunya." Kemudian Nenek menatapku dengan sorot
mata serius. "Kau mesti berhati-hati dan jangan terlalu ber
harap. Kalau dia bisa mengecewakanmu satu kali, dia bisa me
ngecewakanmu seribu kali."
Aku berpamitan lalu berjalan ke halte bus dengan sinar
mentari di wajahku dan kata-kata Nenek di kepalaku. Kunyala
kan rokok dan bus tiba sebelum aku sempat menghabiskannya.
Rute bus berputar-putar melewati beberapa lingkungan peru
mahan, termasuk tempat kakak Amy tinggal, dan aku meman
dang ke luar jendela dengan harapan bisa melihatnya di jalan.
Belakangan ini kami makin saling menghormati. Terutama
setelah dia tahu aku sebenarnya bukan pecandu judi, sebab dia
juga ditipu Amy untuk meminjamkan uang dengan keyakinan
bahwa akulah sumber masalahnya. Dan bersama ibuku dia
memberi dukungan penuh untuk menjauhkan Amy dari heroin.
Aku berutang budi kepada mereka berdua, atas kebaikan dan
kesabaran mereka.
Mesin bus mendadak berhenti dan sopirnya memberitahuku
dia hendak ke toilet, yang pasti melibatkan koran dan sebatang
rokok karena dia baru kembali hampir dua puluh menit kemu
dian. Aku mengumpat dan mengecek arlojiku lalu mengumpat
1 15
lagi. Ketika akhirnya tiba di kota aku bergegas menemui ayahku
dan dia sudah menunggu di dalam mobil dengan wajah bagai
guntur.
"Maaf, aku terlambat."
"Aku baru saja mau membatalkan."
.
"Sop1r busnya. . . "
"Waktu aku berangkat, lautnya semulus kaca:•
"Kedengarannya sempurna untuk selan.ar
c air:·
"Yah, jangan terlalu berharap, Nak."
Kami meluncur pergi, selarik pembuluh darah berdenyut di
keningnya dan dia jelas sedang tidak kepengin bicara jadi aku
duduk tanpa suara dan mengamati pemandangan yang menderu
lewat. Ketika akhirnya kami tiba di apartemen, laut masih cu
kup mulus dan aku merasa amat lega, sebab aku tahu dia bakal
menyalahkanku jika tidak begitu.
* * * * *
1 16
"Bagaimana kabar bayimu?"
"Dia kena flu akhir pekan lalu dan begitu menderita jadi
aku terpaksa memulangkannya lebih awal:'
"Kena apa?"
"Flu, aku memulangkannya lebih awal."
"Anak malang, apakah dia menderita?"
Rasanya seperti mencoba bercakap-cakap dalam klub yang
1 17
"Biar aku saja:' Sara meraih ke bawah kursi kami. "Tali apa
yang kauinginkan?"
"Berikan yang pegangannya lebih lebar:·
Sewaktu ayahku sudah mencebur ke air, kulemparkan gu
lungan tali ski kepadanya dan Sara menyalakan mesin. Kami
beringsut maju sampai tali menegang dan papan selancar Ayah
berdiri tegak. Dia mengangkat ibu jari dan Sara mendorong
tuas gas lalu kapal tersentak maju. Sesaat Ayah sepertinya akan
jawh tapi dia berpegangan erat-erat dan memantapkan tubuh,
lalu setelah beberapa saat, dia berdiri tegak di belakang kami
dengan raut kemenangan di wajahnya.
Selagi menyaksikannya meliuk-liuk menerjang ombak, aku
merasakan bahwa masa-masa sulit akhirnya akan usai. Ya, ayah
ku cepat marah dan ketus dan pendiriannya sangat keras, tapi
dia juga bisa lucu, cerdas, dan menginspirasi. Aku merasa kem
bali berada di tempat yang tepat dan apa pun yang menunggu
di depan sana akan jauh lebih menyenangkan ketimbang semua
yang sudah berlalu.
"Selancar terbaik tahun ini." Ayah berseri-seri saat naik lagi
ke kapal. "Aku tak sanggup berpegangan lebih lama lagi, lengan
ku benar-benar mati rasa:•
"Kau mau giliran selanjutnya, Sara?"
"Sedang halangan, Nak:'
"Yah, aku tak perlu ditanya dua kali:' Aku melompat ke da
lam air dan bahkan di musim panas, airnya cukup dingin unwk
membuatku terkesiap. "Mari kita mulai."
Ayah menyorongkan papan selancar kepadaku, kuselipkan
kaki ke dalam sepatu bot sementara tanganku mencengkeram
tali dan berharap aku masih ingat apa yang mesti dilakukan.
1 18
Kumantapkan kaki pada papan selancar dan berusaha menjaga
keseimbangan. Persis saat kupikir lenganku tak sanggup mena
han lagi, aku sudah berdiri tegak dan mulai berselancar.
Udara yang menderu terasa dingin di wajahku, kulepaskan
satu tangan dari tali dan menyeka air dari mata. Ayah yang
menyetir sekarang, dia menoleh ke belakang sesekali dan aku
memberinya sinyal agar melaju lebih cepat. Air terasa semakin
1 19
"Masuk saja:• Sara masih mengenakan bikini dengan handuk
melilit pinggang dan sedang meletakkan pakaian ayahku di tem
pat tidur. "Sepertinya ada di meja rias sana:•
"Ya Tuhan, sakit sekali:'
"Aku tidak heran." Dia tertawa. "Kulitmu semerah tomat:'
"Terima kasih untuk simpatinya:•
"Ada apa ini?" Ayah masuk ke kamar dan sorot matanya
dingin.
"Mau mengambil losion pendingin kulit:'
"Coba lihat kulitnya, anak ma.lang:'
Setelah itu aku mandi dan semburan air terasa bagai
napalm di leherku. Kuturunkan suhunya dan menunggu rasa
nyeri mereda. Dari kamar mereka bisa kudengar suara-suara
redam pertengkaran dan meskipun suara Sara terlalu pelan
untuk ditangkap, suara ayahku kaku dan semakin lama semakin
lantang.
'' ''
,, It
'' ,,
'' ,,
120
Aku selesai mandi lalu cepat-cepat masuk ke kamar Jamie.
Sa.lah satu mainannya patah terinjak kakiku dan aku bersyukur
dia berada di rumah orangtua Sara karena jika tidak, dia pasti
sudah menangis habis-habisan. Pertengkaran berlangsung
semakin sengit, lalu diiringi dentaman mendadak serta bunyi
gelas pecah, pertengkaran berakhir dan aku mendengar langkah
kaki di lorong.
121
"
Letakkan tas di lantai dan menjauhlah:' Petugas di bandara
Boston Logan meraih pistol di sabuknya. "Apa keperluan Anda
di sini?"
"Saya mau bekerja di kapal:'
"Dan di mana kapalnya, Sir?"
"Saya tidak tahu, agen yang akan mengantar saya."
"Dan di mana agen ini?"
"Kurasa sedang menunggu di area kedatangan:· Aku mem
beri isyarat ke arah pintu-pintu keluar di ujung antrean bea
cukai. "Apakah ada masalahr''
"Anda yang menentukan, Sir. Apa nama agennya?"
"Detail-detailnya ada di surat penerimaan dalam saku tas
125
Aku menunjuk dengan kakiku dan dia berlutut lalu menarik
tas ke arahnya tanpa melepaskan pandangan dariku. Dia mem
126
". . .bangun, anak muda:· Tangan yang kuat mencengkeram
bahuku. "Kita sudah sampai di dermaga."
Aku mengerjapkan mata dan menguap. Rahangku nyeri, aku
pasti sudah mengertakkan gigi sewaktu tidur. Mimpiku menguap
selagi kami menyusuri rangkaian ruwet bangunan-bangunan gu
dang, truk-truk (orkli�, peti-peti kemas serta kendaraan-ken
daraan kerekan yang menjulang. Ketika barisan kapal yang se
dang berlabuh mulai terlihat, salah seorang insinyur Skotlandia
itu menunjuk Jupiter.
"Gundukan kecil sampah merah itu:· Terdengar nada meng
hina dalam suaranya. "Kapal tertua dalam armada, seharusnya
sudah ditenggelamkan bertahun-tahun lalu:·
Si agen menghentikan mobil dan kami keluar lalu meregang
kan kaki. Udara lembap dan pekat oleh bau minyak serta ga
ram laut. Kami mengambil tas-tas kami dari bagian belakang
van dan kami bertiga menyalakan rokok. Beberapa menit ke
mudian, sejumlah kelasi berkebangsaan Filipina menuruni tangga
kapal dalam balutan sepatu bot kerja dan overall biru cerah.
Mereka mengambil tas-tas para insinyur dan mencoba
mengambil tasku juga, tapi menurutku tidak benar jika orang
lain harus membawakan barang-barangku. Kami mengikuti me
reka naik dan memasuki kapal kemudian menemui kepala ke
uangan, Jeffrey, pria berusia awal lima puluhan dengan rambut
hitam klimis dan mata malas. Dia mengambil pasporku dan aku
menandatangani namaku di manifes, kemudian dia bertanya apa
kah aku butuh uang tunai di muka yang akan dipotong dari
gajiku.
"Baga.imana dengan kami?" Salah seorang insinyur Skotlandia
mengedipkan mata. "Apa kami juga bisa dapat uang mukar''
127
"Kalian pekerja lepas dan tidak akan berlayar dengan kami:'
"Yah, kalian juga takkan bisa berlayar kecuali kami memper
baiki kerangka-A kalian:•
"Kau memang pria tua yang menyedihkan, Jeffrey, kami cuma
bercanda."
"Tok tok:' Seorang pria dengan kacamata bundar kecil ber
diri di ambang pintu, dan aku langsung punya firasat bahwa dia
7
lnsinyur divisi bawah laut.
128
jatuh gara-gara mabuk saat sedang menari telanjang di meja
dan kini berada di rumah sakit terdekat untuk diperiksa apa
kah dia menderita gegar otak.
"Tony, senang berkenalan denganmu." Pria pertama, kecil
dan kelabu, meletakkan palu serta pahatnya dan menjabat ta
nganku. "Berarti kau datang bersama pria-pria Skotlandia itu?"
"Ya, setidaknya dari bandara. Kami naik penerbangan yang
berbeda:·
"Mereka itu bajingan-bajingan tamak." Pria kedua, Bill, memi
liki wajah bundar dan perut yang sama bundarnya. "Uang yang
mereka dapatkan dari memperbaiki kerangka-A cukup untuk
membiayai seluruh kapal sialan ini."
"Yah, kalau melihat kondisi Jupiter, uang receh di sakuku
juga cukup. Apa kita benar-benar akan memasang kabel bawah
laut dengan kapal ini?"
"Jangan pernah meremehkan kuasa keberuntungan." Dia
tertawa dan suaranya jernih. "Kami sudah melakukan ratusan
pekerjaan menggunakan kapal ini dan hanya dua yang berakhir
dengan kegagalan:•
"Kalau begitu mari kita berharap ini bukan yang ketiga."
"Omong-omong, aku melihat nama keluargamu di daftar
pergantian personel:' Tony bersandar pada meja kerja lalu me
ngeluarkan sebungkus rokok dari saku dan membaginya dengan
enggan. "Kau tak punya paman yang kebetulan pernah jadi
nakhoda?"
"Paman tidak, tapi ayahku memang pernah bertugas di
Apollo."
"Aduh, sebaiknya aku menjaga omonganku kalau begitu:•
1 29
"Tak perlu sungkan-sungkan hanya karena ada aku. Bajingan
tua itu tak pernah melakukan apa pun untukku:·
Tentu saja aku mungkin ingin memercayainya, tapi jujur saja
aku takkan pernah mendapatkan pekerjaan ini tanpa ayahku.
Kurang-lebih enam bulan yang lalu dia menulis surat lagi dan
kata-katanya amat menyentuh. Aku merasa begitu terharu se
hingga kembali memberinya kesempatan. Rupanya selama ini
akan kembali saat itu. Aku punya firasat kau dan dia akan sa
ngat akur."
* * * * *
130
"Yah, aku ragu mereka melakukannya sekadar untuk senang
senang."
"Entahlah, sepertinya mereka menikmatinya:•
lam keadaan sadar. Diawali pesta minum ulang tahun Tony, disusul
hangover yang begitu parah sampai-sampai mataku nyaris berda
rah, kemudian malam demi malam yang dipenuhi suplai alkohol
131
"Kelihatannya cukup cerah."
"Jangan terlalu yakin, Sobat, cuaca bisa berubah drastis da
lam hitungan jam dan tiba-tiba saja kau sudah meringkuk di
tempat tidurmu dengan jaket pengaman:'
"Kita harap saja tidak." Aku menyalakan rokok. "Aku terlalu
ganteng untuk mati sekarang."
"Tapi mungkin kita tidak akan turun ke darat. Si Mata Malas
tua selalu gelisah bila berhubungan dengan Panama. Kali terakhir
Jupiter berlabuh di sana, dia mengarang cerita kalau dia tidak
berhasil mendapatkan izin turun ke darat untuk kami."
"Apa tujuannya?"
"Beberapa tahun lalu salah seorang insinyur bertengkar di
bar. Pemilik bar menampari istrinya dan pria ini mencoba
menghentikan lalu menit berikutnya ada psikopat yang menu
sukkan linggis ke dadanya."
"Yang benar saja." Aku mengernyit dan meneguk birku. "Apa
itu mungkin?"
"Aku mengatakan hal yang persis sama pada diriku sendiri.
Tapi begitulah Panama. Kalau mau nasihat dariku, hindari ma
salah saat jauh dari rumah. Hukumnya, warganya, budayanya,
semua berbeda, Sobat, terutama di tempat seperti Amerika
Tengah:'
Sesaat aku membayangkan sebatang linggis menembus dada
pria malang itu. Kengerian yang dia rasakan dan betapa menye
dihkan harus mati di bar asing ribuan mil jauhnya dari teman
teman dan keluarga. Aku bertanya-tanya seberapa besar ke
kuatan keji yang dikerahkan si pembunuh dan memutuskan
akan menunggu sampai San Diego sebelum turun ke darat un
tuk minum.
132
''Tinggal enam minggu lagi dan aku akan pulang:' Richie
buang gas lagi lalu menghabiskan birnya dan membuang kaleng
ke luar kapal. "Aku tak sabar bertemu gadis kecilku:'
"Bagi sebagian orang mungkin menyenangkan, tapi yang me
nungguku hanya masalah kebersihan teman serumahku dan
selera musiknya."
"Seperti mimpi buruk, ya?"
"Kami akur-akur saja sebelum tinggal serumah, tapi sekarang
dia hanya membuatku jengkel:'
"Mungkin dia merasakan hal yang sama tentangmu:·
"Ya, mungkin juga."
''Tapi kau pasti ingin sekali bertemu putramu:·
"Tentu saja:' Aku menghabiskan birku sendiri dan mengulur
kan tangan untuk mengambil lagi, namun temyata sudah meng
habiskan semuanya. "Tapi untuk itu pun keadaannya cukup
rumit."
"lbunya mengejarmu untuk minta uang?"
"Sepanjang waktu:·
"Minta birnya lagi.''
"Sudah habis.''
"Biar kuhabiskan rokokku dulu, nanti kuambilkan lagi di da-
,,
1 am.
"Bukannya aku pelit, tapi aku hanya mendengar kabar dari
nya kalau dia mau minta uang. Waktu anakku baru bisa ber
jalan, tidak ada telepon. Waktu dia mengucapkan kata pertama
nya, tidak ada telepon. Tapi kalau ibunya kehabisan uang rokok
atau terlambat bayar sewa rumah, nah ceritanya benar-benar
berbeda.''
"Aku dan pacarku berpisah beberapa lama dan keadaannya
133
persis seperti t
i u. Pada akhirnya kuputuskan lebih mudah untuk
tetap bersama."
"Dan lebih murah."
"Yeah, itu benar. Untunglah dia tidak melibatkan CSA:'
Mendengar dia menyebut-nyebut CSA, perutku melilit dan
aku menyalakan rokok lagi. Waktu aku pergi enam belas bulan
yang lalu, Amy menghubungi Child Support Agency (Lembaga
Dukungan Anak) dengan harapan mendapat jaminan pemba
yaran pemeliharaan dariku. Tapi dia tidak tahu bahwa ibu
pengangguran tidak memperoleh tunjangan tambahan apa pun,
meski lembaga tersebut tetap menagih uang dari para ayah.
Jadi selama ini aku memberikan sepertiga gajiku kepada mereka
sebagai uang tunjangan untuk putraku dan mereka malah
menggunakannya untuk keperluan intern lembaga tanpa me
nyisakan sepeser pun untuk Amy.
"Kuambilkan birnya."
"Bawa yang banyak:'
"Katanya mau tidur cepat?"
"Aku sedang ingin minum sekarang. Jadi, sekalian saja kau-
ambil juga minuman yang lebih keras."
"Baiklah, Bung, ada permintaan khusus?"
"Kau yang putuskan:·
Aku kembali menyalakan rokok dan mengawasi matahari
terbenam melanjutkan perjalanan sunyinya memasuki samudra.
Angin dingin mulai bertiup, membuat lengan dan punggungku
menggigil. Dan ketika Richie kembali, kami mengganyang dua
belas kaleng bir serta tiga perempat botol rum Bermuda hitam.
134
�ku duduk dalam kabin pengendali katrol hidrolik dan de
ngan perlahan menarik mundur tuas kontrol untuk menghela
masuk lebih banyak kabel penarik. Mesin penanam kabel meng
gantung di bawah kerangka-A yang mencuat keluar melewati
buritan kapal dan kami bekerja dengan serempak untuk me
ngembalikan mesin itu ke atas kapal. Richie bertanggung jawab
atas jalur suplai tenaga mesin penanam, Bill bertanggung jawab
atas kerangka-A, Tony terbaring di tempat tidur karena demam,
dan Brian berada di geladak, memberi perintah-perintah melalui
radio.
"Katrol hidrolik katrol hidrolik, apakah ketegangannya oke
di sana?"
"Uh, ya, Brian."
"Apakah ketegangannya kelihatan oke di sana?"
"Ya, Brian, beres:·
"Apakah ketegangannya kelihatan oke di sana?"
13 5
"Ketegangannya baik-baik saja di sini, Brian, sama sekali tak
ada masalah."
"Afirmatlf, afirmatlf. Berapa kali harus kukatakan padamu?
Kita mengata.kan afirmatif di radio, bukan ya atau oke:'
"Tapi kau bilang oke waktu bertanya padaku:·
"Aku tidak menggunakannya sebagai pengganti kata ya."
"Maksudmu pengganti afirmatlf?"
"Apa?"
"Kau tidak menggunakan oke sebagai pengganti kata afirma-
tlf, Brian. ltu maksudmu?"
"Ya, itu maksudku:•
"Afirmatif, Brian, kita tidak menggunakan kata ya di radio."
"Ya Tuhan, kau benar-benar menyebalkan. Untunglah kau
akan pergi."
"Apa maksudmu?"
"Temui aku setelah kita selesai di sini. Dan melihat kece
patan kerja kita, mungkin baru akan selesai pertengahan tahun
depan:'
Kami mulai menaikkan mesin lagi dan setelah akhirnya ber
ada di kapal, aku meregangkan bahu lalu mematikan katrol dan
menyalakan rokok. Dahiku terasa hangat dan kuharap Tony tl
dak menularkan penyakitnya kepadaku. Selagi aku berjalan ke
geladak, matahari pagi muncul di atas depot Meksiko yang
berisi kabel untuk proyek instalasi kami.
"Jadi, ada masalah apa ini?"
"Aku menerima e-mail tempo hari." Dia mendengus dan
menatap sepatu botnya. "Mereka memintamu pulang untuk
mengikuti pelatihan penyambungan kabel."
"Baiklah, kapan pelatihannya?"
136
"Kau berangkat besok pagi:'
"Besok pagi? Kapan kau menerima e-mail ini?"
"Senin malam."
"Tapi itu hampir tiga hari lalu." Sekarang aku tahu
mengapa perlakuannya padaku lebih tidak hormat lagi di
bandingkan biasanya. "Kenapa kau tidak memberitahuku
lebih awal?"
"Aku pasti lupa."
"Aku sama sekali tak percaya."
"Terserah kau mau percaya atau tidak. Agen akan men
jemputmu pukul delapan."
Aku berjalan menjauhinya lalu membelok ke samping dan
menatap perairan berminyak di bawah sana. Pukul delapan
pagi? Aku baru berlayar selama lima minggu dan bahkan belum
melihat San Diego, apalagi berpartisipasi dalam proyek instalasi.
Jam-jam yang dilewatkan untuk menyiapkan mesin penanam
kabel, semua latihan dan peluncuran percobaan itu, semuanya
sia-sia.
"Sudahlah, Sobat." Bill bersandar pada pagar di sampingku.
"Jangan kesal gara-gara dia."
"Dia benar-benar tolol, kapan dia bermak.sud memberitahu-
..
ku.,
"Tak ada gunanya berdebat dengan orang seperti dia, kau
hanya akan merendahkan dirimu sendiri:'
Bert pernah mengatakan sesuatu yang mirip. Dan mendadak
aku berharap dia ada di sampingku, dengan janggut kelabu,
mata kuat yang tenang dan kerelaannya untuk melindungiku,
bahkan saat aku melakukan kesalahan. Selama setahun penuh
dia memperjuangkanku dan mencegah Barlow memecatku. Aku
13 7
berutang begitu banyak kepadanya sampai-sampai air mataku
menggenang ketika akhirnya aku meninggalkan galangan.
"Yang jelas kau masih punya banyak waktu, ada tempat-tem
pat yang lebih bagus dibandingkan San Diego:'
"Tapi bukan itu intinya."
"Ayolah, Nak, bergembiralah, kita akan turun ke darat ma
lam ini dan memberimu perpisahan yang layak:'
"Sayang sekali Tony sakit." Aku menyalakan rokok lagi. "Dia
berutang satu atau lima minuman padaku:·
"Aku yakin kita bisa menyeretnya keluar dari sarang seben
tar:·
Setelah Brian pergi, kami membilas air laut dari mesin pena
nam kabel dan melakukan pemeriksaan pasca-penyelaman yang
biasa. Mesin itu jelek tapi aku mula.i suka menanganinya dan
berharap bisa tetap tinggal untuk melihatnya beraksi. Dari atas
mesin aku mengawasi para kelasi Filipina yang sedang meman
cing dari dermaga. Mereka melambai dan tersenyum sewaktu
melihatku, dan aku bertanya-tanya bagaimana mereka bisa se
lalu bersikap positif padahal bayaran mereka sangat kecil dan
mereka begitu jauh dari rumah.
Kami melewatkan sisa hari itu dengan menghindari Brian
dan saat malam menjelang kami menyusuri jalanan. Perasaanku
campur aduk, sedih karena mesti meninggalkan teman-teman
baruku dan senang karena bisa bertemu keluargaku lagi. Bar
pertama yang kami datangi menyediakan pelacur serta band
mariachi yang mengerikan dan sewaktu kami mencoba pergi, si
penjaga pintu meminta uang. Semua pikiran untuk protes lang
sung lenyap begitu dia mengeluarkan pisau berburu dan me
lambaikannya kepada kami.
138
** * * *
139
"Bagaimana kabar ibumu dan si penyusun rak?"
"Lebih baik ketimbang kau dan Sara, kurasa. Setidaknya me
reka masih tinggal bersama:•
"Dan itu bagus, ya?"
Di dapur, aku bersandar ke meja dan menghirup aroma da
ging kambing panggang serta sayuran. Beberapa panci bergagang
terlihat mendidih di kompor dan Ayah mengeluarkan loyang
pemanggang dari oven lalu menuangkan sari daging ke dalam
teko. Kemudian dia menambahkan bubuk saus instan ditambah
sepercik air dari salah satu panci lalu memintaku mengambil
tepung jagung dari dalam lemari.
"Sudah hampir kosong." Aku mengguncang bungkusnya.
"Dan kedaluwarsa satu tahun."
"Kau bercanda:·
"Tidak:'
"Coba lihat:' Wajahnya berubah merengut. "Berengsek, satu
lagi kejutan kecil Sara. Kau tahu, dia menghabiskan setiap sen
penghasilanku tapi bahkan tak bisa menjaga lemari tetap terisi
persediaan . . . "
"Hmm, yeah."
" ...dan kondisi kamar mandi sia.lan itu ..."
"Yeah, hmm:·
" . . . dan kau tak bakal mengira apa yang kutemukan baru
baru ini:'
"Apa?"
"Nah . . . "
Sebenarnya, aku sama sekali ta k tertarik. Setiap kali kami
bertemu ceritanya selalu sama dan aku sungguh berharap dia
bisa bersikap jantan dan melanjutkan hidupnya. Dia memang
140
terluka, tapi lalu kenapa? Amy dan Mike juga terluka, begitu
pula ibuku, begiw pula semua bajingan malang di planet ini. Dia
tak pernah menjadi orang yang bersimpati pada orang lain
141
"Dia belum pindah, ya?"
"Secara fisik mungkin belum." Suara Mike diwarnai kese
dihan. "Aku rindu tawa dan kasih sayangnya, Nak. Aku juga
merindukan pertemanannya. Dulu kami begitu gembira."
"Maaf, Mike, aku tak tahu mesti bilang apa."
"Tidak apa-apa:'
"Menurutmu ini benar-benar sudah berakhir?"
142
Minggu, tidak, aku tidak tahu di mana kapalku yang berikutnya
akan berlabuh, dan ya, pelatihan kabelnya lancar, walaupun se
bagian besar rekan kerjaku hampir menjadi pecandu alkohol.
143
memori Sa..ra..f
"
8ahkan dari jauh terlihat amat mengesankan:• Teman seper
jalananku, orang California tinggi dan kurus bernama Dave,
memberi isyarat ke luar jendela kereta api supercepat kami. "Si
siput berusaha semampunya. Namun perlahan-lahan, sangat per
lahan, dia mendaki Gunung Fuji nan perkasa:'
"Puisi yang bagus."
"Menggambarkan perjuangan abadi manusia dalam meng
hadapi keilahian:•
"Kau menulisnya sendirir'
"Kuharap begitu:' Dia tertawa. "Aku mengutipnya dari buku
kecil yang hebat tentang puisi yang kubeli di LA:'
"Oh begitu."
"Kau harus membacanya kapan-kapan."
Kami bertemu di bandara Narita, Tokyo, ketika agen men
jemput kami dan rasanya menyenangkan punya teman untuk
melewati sisa perjalanan ini. Kereta api supercepat akan mem
bawa kami sejauh yang ia bisa, kemudian kami harus naik ke-
144
reta api lokal yang lebih kecil ke pelabuhan ikan tempat CS
Hermes tengah bersiap untuk berlayar ke Kobe. lni perjalanan
pertamaku ke Jepang tapi sepertinya Dave sudah pernah ke
sini beberapa kali.
"Jadi, seperti apa dia, kapal itu?"
"Aku tak punya petunjuk sama sekali. Baru sekarang kapal
itu difungsikan sebaga.i kapal perbaikan. Sebelumnya CS Hermes
145
perairan, tempat lereng bukit yang suram namun indah berdiri.
Sungai kecil mengalir menuruninya bagaikan urat nadi perak
dan beberapa rumah mungil mengepulkan asap ke langit ungu.
Aku pergi mencari SSE dan dia lebih muda daripada per
kiraanku. Namanya Mark dan dia bilang akan menunjukkan
departemen kabel besok. Kami membuat janji untuk bertemu
di bar setelah makan malam dan minum-minum sedikit. Kemu
146
"Jangan terlalu berharap, bisa jadi mereka semua lelaki paro
baya yang kelebihan berat badan."
"Kedengarannya seperti tim kabel kita pada umumnya:'
Kami kembali ke kabin untuk mengenakan seragam, sebab
Hermes adalah kapal "putih" dan kami diharuskan tampil ter
hormat saat makan malam. Beratku bertambah banyak selama
beberapa bulan terakhir dan celanaku sangat ketat selagi aku
147
nya dalam-dalam. "Lelaki ini minum-minum sepanjang malam,
waktu itu Malam Tahun Baru, lalu sekitar pukul empat pagi dia
memutuskan untuk kembali ke kapal dan tidur:•
"Oke."
"Masalahnya, dia tak pernah sampai di kapal. Menghilang
begitu saja. Mereka menunggu selama satu atau dua hari, siapa
tahu dia tersasar ke ranjang perempuan setempat, kemudian
148
huyung ke kabin dan tertidur dengan pakaian lengkap. Tubuhku
begitu dehidrasi akibat perjalanan dan alkohol sehingga infeksi
perlahan-lahan menggerogoti kandung kemihku.
** * * *
149
"Memori saraf?" Aku berpaling kepada Kumiko. "Bisa kau
tanyakan apa maksudnya?"
"Dia bilang kondisimu mungkin membaik tapi sarafmu masih
mengingat rasa sakitnya."
"Jadi, menurutnya semua itu hanya ada di kepalaku?"
"Mungkin:'
"Banyak kata mungkin hari ini. Bisa kautanyakan apakah aku
harus tetap minum obat?"
"Dia bilang mungkin berhenti dulu untuk saat ini dan me
nunggu hasil tes."
"Baiklah kalau begitu:' Aku lega mendengarnya, karena aku
minum begitu banyak pil sampai-sampai rasanya aku berderak
derak sewaktu berjalan. "Tes urin dan darah lagi?"
"Dia bilang ya."
"Baik." Aku berdiri dan menjabat tangan pria itu. "Terima
kasih, Dokter."
"Sama-sama:· Dia tersenyum lalu mengatakan sesuatu ke
pada Kumiko dan wajah wanita itu menggelap, kemudian dia
berpaling kembali kepadaku dan senyumnya agak memudar.
"Mungkin hanya memori saraf:'
Ketika si perawat selesai mengambil sampel, Kumiko dan
aku meninggalkan klinik lalu berdiri di lahan parkir sementara
dia menghubungi agen dari ponsel mungilnya. Matahari bulan
Januari sama sekali tak memancarkan panas dan angin dingin
berputar-putar di sekeliling kami, membuatku merapatkan man
tel ke tubuh. Kami berdua menyalakan rokok dan agen itu
datang sebelum kami sempat menghabiskan rokok.
"Dokter itu bilang apa padamu tadi?"
"Bukan hal penting:'
150
"Ayolah, dia bilang apat'
"Sudah kujawab, bukan hal penting:'
Semakin kudesak, semakin keras dia bertahan. Dan dilihat
dari rona wajahnya, kubayangl<an pasti ada hubungannya dengan
masalah seksual. Aku mendadak marah kepadanya, kepada dok
ter tadi serta segala hal lainnya di negeri terkutuk ini. Tempat
macam apa yang menjual pakaian dalam kotor dari mesin pen
jual dan harus memiliki kompartemen kereta api yang terpisah
unwk wanita guna mencegah orang-orang cabul mengintip rok
mereka dengan cermin?
"Tidak perlu marah:'
"Bicara sih gampang." Aku menatap ke luar jendela, ke ja
lanan yang sibuk dan para pejalan kaki laki-laki yang kini telah
menjadi makhluk-makhluk cabul. "Bukan kau yang dibiarkan
dalam kegelapan:'
"Apa yang dibiarkan dalam kegelapan?"
"Cuma istilah, lupakan saja."
"Bukan hal penting."
"Yah, kalau tidak penting, kenapa kau menyembunyikannya
dariku?"
"Kau hanya akan marah:'
"Aku sudah marah, Kumiko."
"Tapi kau takkan mengerti:'
"Oke, kau mungkin benar." Aku memajukan tubuh dan me-
nepuk bahu si agen. "Mr. Kawashima, tolong berhenti di sini."
"Apa yang kaulakukan?"
"Silakan kembali ke kapal sendiri, aku tak peduli."
Aku turun dari mobil dan dia berusaha mengikutiku tapi
kututup pintu di depan wajahnya lalu beranjak pergi. Jalanan
151
bagai terowongan angin, kubenamkan tanganku dalam-dalam di
saku dan kubungkukkan bahuku. Aku terus melangkah tanpa
tujuan, Gunung Maya yang menaungi Kobe mengawasiku, dan
angin menarik a.ir mata keluar dari sudut mataku.
152
Om Sena..n'J
"
Selamat sore, Bung." Sopir itu tersenyum selagi aku menen
teng tas dari stasiun kereta api dan naik ke kursi belakang
taksinya. "Baru pulang dari tempat yang menyenangkan?"
"jepang:•
"Seperti apa di sana, apa kau mencoba makan sushi?"
"Tidak seburuk yang kita kira:•
"Aku selalu membayangkan rasanya terlalu amis:•
Kami memasuki lalu lintas dan aku memejamkan mata, me
mikirkan kekacauan yang kutinggalkan. Kawashima pasti mem
beritahu Kapten tentang hubunganku dengan Kumiko dan
sebelum kami sadar, Kumiko sudah diskors dari tugasnya dan
kini tengah menunggu penyelidikan. Aku tidak tahu penyeli
dikan dalam bentuk apa yang akan mereka lakukan, karena
setahuku kami tidak melanggar hukum apa pun. Tapi akibatnya
para pekerja jepang memperlakukanku dengan muak dan dua
bulan terakhir di kapal benar-benar menyiksa bagiku.
"Kudengar ada badai yang lumayan dahsyat:'
153
"Benar sekali, Bung:' Si sopir menambah kecepatan saat
kami tiba di pinggir kota. "Setengah genting atapku berjatuhan
ke jalan."
"Ada jaringan telepon yang terputus?"
"Aku takkan kaget kalau ada, terutama di daerah lnl.''
.
154
"Dia sudah pindah lebih dari sebulan yang lalu."
"Pindah?" Aku menoleh ke sumber suara. "Kau bercanda?"
"Untuk apa aku melakukan itu?" Rupanya tetangga sebelah,
Brenda, perawan tua angkuh berusia awal empat puluhan yang
kesukaannya pada anjing-anjing kecil sudah hampir masuk kate
gori obsesif. "Tak bisa bilang aku sedih melihatnya pergi. Kau
tahu dia mencoba meracuni salah satu cintaku?"
"Aku menyesal mendengarnya. Apa kau tahu dia pindah ke
mana?"
"Ke neraka mungkin, apa peduliku? Angus kecil sakit se
minggu:·
''Tidak ada alamat untuk meneruskan surat?"
"Coba tanya keluarga Thompson di bawah, cuma mereka
yang mau berbicara dengannya. Dan kalau kau bertemu ba
jingan itu, bilang padanya dia berutang seratus pound padaku
untuk tagihan dokter hewan."
"Kau tahu, Brenda?" Kusampirkan tasku di bahu dan me
nyalakan rokok. "Sayang sekali bukan kau yang dia racuni:'
Aku menemui keluarga Thompson dan mereka hanya bisa
menyampaikan bahwa Ayah pergi dengan terburu-buru dan
bahwa beberapa orang yang penampilannya seperti juru sita
terlihat berkeliaran di apartemen. Mereka menyerahkan seren
ceng kunci yang dititipkan Ayah kepada mereka bertahun-tahun
lalu. Sepertinya mereka kaget waktu kuberitahu Ayah sudah
mengganti kunci sehingga aku mulai ragu dan kembali ke atas
untuk mengeceknya.
Semua kunci itu juga tidak cocok, tapi kulihat ada satu kun
ci untuk kotak surat dan aku turun untuk memeriksa. Ada
bermacam-macam surat dari perusahan kartu kredit dan ku-
155
bayangkan Sara atau Ayah pasti meninggalkan utang yang besar.
Ada juga beberapa surat untukku, rekening-rekening koran dan
slip-slip gaji, serta surat dari CSA yang meminta informasi me
ngenai tempat kerja baruku supaya mereka bisa mulai memo
tong gajiku lagi.
Aku menelepon taksi dari telepon umum di lobi lalu keluar
dan menyalakan rokok. Aku menduduki tasku sampai sopir
taksi datang lalu kami meluncur ke kota dan hari hampir gelap
ketika kami tiba di lingkungan rumah lamaku. Kami melewati
rumah Danny yang lampu-lampunya menyala dan aku bertanya
tanya apakah dia masih di rumah, atau sudah kembaH ke panti
perawatan lagi agar orangtuanya yang malang bisa beristirahat.
"lbumu sedang pergi seminar." Mike duduk di depan meja
dapur dengan segelas cognac dan botol setengah kosong di
sampingnya. "Pulang besok malam."
"Seminar lagi?"
"Kurasa dia selingkuh:'
"Yah, setidaknya dia tidak menghilang:•
"Menghilang?"
"Tuangkan segelas untukku dan akan kuceritakan detail-de
tailnya yang menyeramkan." Kujatuhkan tas ke lantai dan me
nyalakan rokok. "Boleh pinjam telepon sebentar?"
"Silakan saja, Nak:'
Aku pergi ke ruang makan dan mencoba menghubungi Amy
tapi tak ada jawaban, jadi aku menghubungi rumah kakaknya.
Suaminya yang mengangkat dan mengatakan Amy ada di sana.
Kudengar dia menyerukan nama Amy dan setelah jeda yang
terasa berlangsung selamanya, wanita itu akhirnya mengangkat
156
telepon. Dia terdengar agak bingung dan ada suara tangisan di
sekitarnya.
"jadi akhirnya kau kembaU:'
"Yeah, aku mau mengantarkan uang:'
"CSA mencari-carimu."
"Bilang saja kau tidak tahu aku ada di mana:'
"Cukup mudah, karena biasanya aku memang tidak tahu."
"Bagaimana si bocah?"
"Merindukan ayahnya." Suara Amy berubah getir. "Bukan
berarti kau peduli:'
"Jangan mulai, Amy, aku akan datang besok pagi."
"Kau mau mengasuhnya akhir pekan ini?"
"Aku pergi hari Jumat, ada pelatihan kabel lagi:'
"Berengsek kau, Jeeves, tidak pernah ada habisnya dengan-
mu:•
Waktu aku menutup telepon, tanganku gemetar dan dapat
kurasakan perutku melilit dan mengencang. Amy selalu seperti
ini, bahkan dua kali lebih agresif jika bertemu langsung, dan hal
terburuk dari semua ini adalah dia benar. Ya, aku memang
menghindari tanggung jawab, dan ya, aku ayah yang tak ber
guna, dan ya, bahkan suami kakaknya lebih mengenal anakku
dibandingkan aku sendiri.
** * * *
157
tinggal di Osaka, kemudian berangkat ke Shanghai unwk ber
gabung dengan CS Artemis. Sepertinya itu sangat masuk akal.
Mereka akan membayari penerbangan ke Jepang dan mengurus
visa kerjaku di sana sementara aku mengongkosi tahap akhir
perjalananku.
"Sudah beres:· Kawashima menyerahkan pasporku dan aku
melawan dorongan untuk menyeretnya dari kedutaan dan me
lemparnya ke jalan. "Hati-hati, jangan sampai hilang."
"Nasihat yang sangat bagus, terima kasih banyak."
"Mau kuantar ke suatu tempat?"
"Kami bisa sendiri dari sini."
"Tidak, ini sangat jauh:' Kumiko berbicara kepadanya dalam
bahasa Jepang yang cepat. "Dia bisa mengantar kita ke dekat
stasiun kereta api:'
"Kukira kau tinggal di kota:'
"Kota besar, wilayahnya banyak:'
Jadi kami menerima tawaran tumpangan dan Kawashima
berkata dia akan menghubungi kami bila tiba saatku untuk
pergi. Kami mengawasinya berlalu kemudian kami makan siang
di sebuah kafe kecil. Makanannya enak dengan pelayanan yang
sopan, dan akhirnya aku bisa merasakan diriku mulai rileks.
Penerbanganku sungguh membuat stres, dengan bayi yang
menjerit-jerit dan seorang lelaki sinting yang terus-terusan
berteriak lantang dan menurunkan celananya.
"Jadi, bagaimana kabarmu?" Aku meraih ke seberang meja.
menggenggam tangan Kumiko dan kulitnya terasa kering dan
kencang. "Senang bisa bertemu denganmu."
"Kukira kau takkan pernah kembali:'
"Aku sudah janji, ingat?"
158
"Di gunung."
"Ya, itu benar." Semakin kuamati tangannya, semakin ku
sadari kondisinya yang buruk. "Apa yang terjadi? Kulitmu
biasanya lembut sekali."
"Mungkin alergi, mungkin stres."
"Sakit tidak?"
"Kadang-kadang agak gatal:'
"Mungkin kau hanya butuh belaian dan kasih sayang."
Kami membayar makanan lalu menaiki kereta. Kupandangi
daerah pinggir kota Osaka yang meluncur lewat dari balik jen
dela yang hening. Saat itu awal April, bunga-bunga sakura se
dang mekar dalam keagungannya dan tiba-tiba aku mengerti
mengapa orang-orang begitu mengaguminya. Bunga-bunga itu
bagaikan semburat halus warna pada bentangan kota dan ku
bayangkan tangan Tuhan sendiri yang melukisnya.
Setiba di tujuan, kami meninggalkan stasiun dan mendatangi
minimarket tak jauh dari apartemen Kumiko yang ditempatinya
bersama seorang penyewa lain. Kami membeli ikan, telur, roti,
rumput laut, mi Somen yang putih dan tipis serta beberapa
kaleng bir. Kami sempat berdebat tentang jumlah yang perlu
dibeli tapi akhirnya aku menang dan kami pergi dengan mem
bawa dua belas kaleng bir. Apartemen Kumiko sempit, teman
nya rewel dan kami harus merokok di depan jendela yang
terbuka.
"Ada kabar tentang pekerjaanmu?"
"Mungkin dipindahkan."
"Kapal kabel juga?"
"Mungkin kapal perbekalan:' Dia menyesap birnya. "Hitachi,
barangkali:'
159
"Hitachi?"
"Di utara jepang."
"Kukira itu hanya merek peralatan listrik:'
Kami terus merokok dan minum sampai hari mulai gelap
dan Kumiko memuwskan untuk menyiapkan makanan. Dia me
manggang dan menghanguskan roti, membuat telur orak-arik
menjadi sekenyal karet, dan aku meledek ketidakmampuannya
memasak. Aku terkejut saat ejekanku ternyata membuatnya
marah, karena aku hanya bercanda, dan lebih terkejut lagi se
waktu dia mengunci diri dalam kamar mandi.
"Ayolah, aku cuma bercanda:·
"Kau hanya ingin mabuk dan menertawakanku."
"Aku tertawa bersamamu, bukan menertawakanmu:·
"Sama saja:·
"Ayolah, keluar dari situ:· Kuderapkan jemariku di pintu
kamar mandi. "Kau lebih jago masak dibandingkan mantanku:·
"Sekarang kau membandingkanku dengan mantan pacarmu?"
"Kumiko, ayolah, aku tak bermaksud apa-apa:·
"Kau terlalu banyak minum."
"Kalau kau tidak keluar, akan kuhabiskan semua birnya dan
kubeli lebih banyak lagi di toko:·
Ancaman ini tampaknya berhasil dan beberapa menit kemu
dian dia sudah kembali ke depan jendela dengan rokok di satu
tangan dan kaleng bir di tangan satunya. Kami mengobrol ten
tang pekerjaan sebentar dan kuberitahu bahwa kami akan me
masang sistem kabel di luar pesisir Shanghai. Kemudian kami
berbicara tentang ayahku dan tentang ayahnya sendiri yang
meninggal sewaktu dia masih remaja. Rupanya ini membuat
Kumiko selalu memulai hubungan dengan pria yang lebih tua
160
dan kubayangkan dia bercinta dengan seorang pekerja yang
kelihatannya dekat dengannya di kapal Hermes.
"Tapi aku lebih muda darimu, jadi bagaimana bisa?"
"Entahlah:'
"Apakah ada yang lain di kapaW'
"Apa pentingnya?"
"Karena ini penting, Kumiko:• Aku membuka kaleng bir ter
akhir dan menyalakan rokok lagi. "Bukan pertama kalinya kau
bertingkah seperti ini:'
"Kenapa kau memaksaku?"
"Pertama dokter di Kobe, sekarang kegemaranmu pada om
senang."
"Jangan dokter itu lagi."
"Ya, dokter itu lagi. Aku tahu kau menyembunyikan sesuatu:·
"Kau hanya akan marah:'
"Aku sudah marah, Kumiko."
Lalu dia bercerita bahwa dokter itu menanyakan tentang pil
kontrasepsi darurat yang dia berikan pada Kumiko waktu kami
baru tiba di Kobe. Pil yang diminum Kumiko setelah sepanjang
malam mabuk-mabukan dengan salah seorang rekan kerjaku.
Aku menatap Kumiko dengan mata berapi-api. Dia berlari ke
kamar lalu membanting pintu dan aku meninggalkan apartemen
untuk mencari dua belas kaleng bir lagi.
161
Sha.n<Jha.i
"
'Ciga hari sialan:· Aku mengetuk papan ketik kuat-kuat.
"Dasar bajingan pembohong, si Peter Jenkins."
"Tapi kedengarannya kau juga tidak senang di sana:'
"Mereka seharusnya memberiku libur dua minggu:'
"Begitulah hidup, Sobat." Richie melempar bola kertas ke
belakang kepalaku. "Bukan cuma kau yang pernah dikerjai per
sonalia:'
"Mungkin begitu, tapi aku tak harus mendiamkannya saja:·
"Dan menurutmu mereka mau repot-repot membaca surat
mu?"
"Yah, secidaknya ini membuatku merasa lebih baik:'
"Syukurlah kalau begitu." Dia menghampiri dari belakang
dan meletakkan tangan berbintiknya di bahuku. "Karena sudah
dua puluh tahun kau tak juga berhenti membicarakannya:'
"Sudah kubilang jutaan kali, jangan suka melebih-lebihkan:·
Kami berada dalam kabin pengendali mesin penanam di ka
pal Artemis dan tengah berlayar kembali ke Shanghai setelah
162
menyelesaikan proyek instalasi pendek. Artemis adalah kapal
yang baru dibangun, awak kapalnya sebagian besar orang Den
mark dan mereka adalah kelompok pekerja paling serius yang
pernah berlayar dengan kami. Tidak ada bar di kapal, tidak ada
rokok yang dijual, dan hubungan intemasional menjadi renggang
sejak Richie menggambar janggut kambing pada lukisan raw
mereka yang digantung di dapur kapal.
163
rokok murah yang kubeli saat terakhir kali turun ke darat. Di
luar di geladak, salah seorang rekan kerjaku, Derek, sedang si
buk mengelas di bawah mesin penanam kabel dan aku turun
untuk melihat kemajuan pekerjaannya. Dua minggu kemarin
benar-benar berat, banyak kerusakan dan dasar laut sangat ke
ras meskipun survei menjanjikan sebaliknya.
"Halo, Sobat, kaudengar pesan si kepala keuangan?"
"Pesan apat' Dia mendorong kaca helmnya ke atas, me
nampakkan wajah yang bahkan ibunya pun sulit untuk suka.
"Mau mulai menagih kita untuk tisu toilet?"
"Mereka tldak mengeluarkan surat izin baru, harus meng
gunakan yang lama:'
"Oh sial, sepertinya punyaku sudah hilang:·
"Sama:• Kujatuhkan rokok ke lantai geladak dan menginjak
nya. "Aku bisa gila kalau harus tinggal di sini semenit lebih
lama."
"Aku juga."
"Bagaimana kalau kita memalsukan surat izin?"
"Agak berisiko:·
"Sangat berisiko, tapi sistem mereka sedang terganggu jadi
pasti susah mengecek nomornya."
"Menurutmu kau bisa membuatnyat'
"Pasti bisa:·
Kami punya alat-alat tulis dan mesin fotokopi berwarna di
kabin pengendali mesin penanam. Menggunakan surat izin
Richie sebagai panduan, tak butuh waktu lama bagiku untuk
menghasilkan izin palsu bagi Derek dan aku serta tlga rekan
kerja kami. Satu-satunya masalah adalah nomor surat izin, tidak
164
mungkin kami bisa mengetahuinya, jadi aku mencermati format
165
"Nenekku tidak, dia di panti jompo dan menderita pikun
parah:'
Aku langsung terdiam, teringat kakek-nenekku. Sesaat se
belum berangkat ke jepang aku melewatkan sore hari bersama
mereka dan mereka menceritakan banyak kisah dari masa lalu.
Aku mengamati pasangan yang telah mendukung satu sama lain
selama lima puluh tahun lebih itu dan akhirnya mulai meng
hargai banyak hal yang telah berusaha mereka ajarkan kepada
ku. Perlakukan orang lain seperti halnya dirimu ingin diperlaku
kan, selalu menepati janji, bekerja keras untuk mencari nafkah.
"Kita sudah sampai, ayo mabuk sampai pingsan:·
"Akhirnya." Kami menyusuri jalan Jiu Liu Liu yang sibuk,
dengan lampu-lampu neon yang bersinar terang dan para pela
cur yang berjajar meriah. "Kukira kita takkan pernah sampai:'
"Badlands atau Fallen Madonnas?"
"Kita coba tempat lain sekali-sekali:'
"Bagaimana kalau itu?" Kutunjuk sebuah bar di seberang
jalan. "The Drunken Sailor:'
Kami masuk dan salah seorang pelayan bar memberitahu
kami saat ini sedang jam happy haur sehingga semua minuman
dijual setengah harga selama empat puluh menit ke depan.
Nama pelayan bar itu Angel dan usianya pasti tak lebih dari
enam belas tahun. Kami membeli minuman keras untuk semua
nya ditambah empat teko bir, kotak musik memainkan lagu-lagu
tahun 80-an dan tempat itu berbau muntahan, tembakau, dan
disinfektan.
Saat setengah jam berlalu, kami sudah menghabiskan teko
teko kami. Aku merasa bersemangat, menunggangi ombak me
musingkan yang selalu menyertai gelas-gelas minuman pertama,
166
kemudian Richie memesan minuman keras lagi untuk meja
kami dan kami menandaskan gelas-gelas kami lalu membanting
nya ke meja dan dia memesan lagi, kami menghabiskannya,
kemudian dia memesan lagi.
"Gila, keras sekali minumannya."
"Bisa menumbuhkan rambut di dadamu:•
"Merontokkannya, lebih tepat:'
"Hei, kalian sudah dengar cerita tentang SSE di Korea Se
Iatan?"
"Kalau sudah pun, aku yakin kau bakal tetap menceritakan-
nya:•
"Jatuh menimpa jendela kaca sebuah agen perjalanan:·
"Pasti sakit sekali besok paginya:•
"Dia tidak hidup selama itu, bagian atas kaca jatuh dan
membelah bajingan malang itu jadi dua."
** * * *
167
"Kau mabuk berat semalam:·
"Ya Tuhan." Kuletakkan kaki di lantai dan membenamkan
kepala di tanganku. "Apa yang terjadi?"
"Kau benar-benar mabuk berat:'
"Ya ya, aku sudah dengar tadi."
Wanita itu berusia akhir tiga puluhan atau awal empat pu
luhan, dilihat dari garis-garis kerutan di sekeliling mulutnya. Dia
memberitahukan namanya tapi aku langsung lupa. Rupanya
kami bertemu di Badlands dan dia membawaku pulang ke apar
temennya dengan anggapan akan ada aksi di tempat tidur. Un
tung bagiku, dan pasti baginya juga, aku terlalu mabuk untuk
melakukan apa pun selain menghujat Kumiko lalu pingsan di
sofa.
"Astaga, maaf:'
"Kenapa orang barat selalu mabuk?"
"Membantu kami lupa diri sejenak, kurasa:•
"Kenapa kalian ingin lupa diri?"
"Kenapa kau banyak bertanya, kenapa kalian menenggelam
kan bayi-bayi perempuan di sungai?"
"Temanmu bajingan." Dia menyeberangi ruangan dan mem
buka tirai-tirai. "Yang rambutnya merah, seperti bajak laut:'
"Oh ya, apa yang dia perbuat?"
"Tidak penting lagi sekarang, tapi kau jangan jadi bajingan
juga, oke?"
Tak ada lagi yang dapat kulakukan selain mencari-cari a.lasan
dan kabur dari sana. Kapal hanya berlabuh untuk memuat ka
bel dan dijadwalkan berlayar sebelum tengah hari, aku bakal
dapat masalah serius jika belum berada di kapal saat itu. Jadi
aku berdiri dengan kaki lemas dan goyah, meminta maaf un-
168
tuk keseratus kalinya, lalu turun ke jalan yang sibuk untuk
memanggil taksi. Matahari beranjak terbit, udara mulai panas
dan asap kendaraan begitu tebal aku nyaris dapat melihatnya.
Kembali ke depot, setelah melalui salah satu perjalanan taksi
paling brutal seumur hidupku, kukeluarkan uang yang tersisa
dari dompet dan membayar si sopir. Matahari pagi bersinar
terik, aku merasa pening dan mual saat tiba di pos keamanan
dan mengangguk kepada para penjaga Mereka tersenyum dan
.
1 69
kaus kaki lalu memeriksanya juga, dan aku iba pada pekerjaan
yang harus dia lakukan karena bau kakiku cukup memuakkan.
"Beberapa temanmu memiliki surat izin:'
"Aku mengerti, Kapten:'
"Surat i.zin tidak sah."
"Mmm hmm:'
"Dan surat-surat itu sekarang disita:'
"Lalu apa hubungannya denganku?"
"Polisi ingin tahu bagaimana mereka bisa mendapatkan surat
izin itu."
"Oke:' Aku mual dan lelah dan yang kuinginkan hanya
menggosok gigi, mandi lalu tidur. "Tapi aku tetap tidak mengerti
apa hubungannya denganku."
"Kau tidak tahu bagaimana mereka bisa mendapatkan surat
izin itu?"
"Tentu saja tidak, Kapten:'
Pemeriksaan berakhir dan aku tak bisa percaya betapa mu
dahnya aku lolos. Rekan-rekanku, Tuhan memberkati mereka,
sudah menutup mulut dan dengan keberuntungan aku bisa be
bas. Aku pergi ke kabinku dan berlama-lama mandi air panas,
lalu naik ke ranjang dan menunggu tidur mendekapku. Namun
kantuk tak kunjung datang dan akibatnya aku terjaga sambil
merenungkan betapa aku nyaris tidur dengan gadis bar, di kota
yang terjangkit wabah HIV.
170
1'.ira-kira setahun kemudian aku berada di Filipina dalam ka
pal CS Aphrodite. Sebelumnya aku sudah melakukan tiga per
ja.lanan, yang pertama di Singapura dengan kapal CS Hera, yang
kedua di Taiwan dengan kapal CS Apollo, dan yang ketiga di
Jepang dengan kapal CS Jupiter. Perjalanan terakhir sama sekali
tidak menyenangkan dan aku berkelahi dengan seorang rekan kerja
yang dengan mabuk bercerit:a tentang Kumiko. Rupanya sekarang
Kumiko sudah menjadi bagian dari dongeng kapal kabel dan
aku takkan pernah bisa sepenuhnya bebas dari wanita itu.
"Kau mesti mencobanya."
"Makanan apa sih itu?"
"Kilawin." Dia menunjuk satu hidangan di area ruang makan
awak Filipina. "Tuna segar, bawang bombai, air limau, caba.i.
Asam dalam air limau memasak tunanya:•
"Tapi apa benar-benar matang, Dave?"
"Pernah melihat orang lokal yang sakit?"
"Mungkin sebaiknya kau dulu yang mencoba."
171
"Aku alergi makanan laut, ingat?"
lni ketiga kalinya aku bekerja dengan Dave dan kami sudah
menjalin hubungan pertemanan yang nyaman. Dia memiliki
pengalaman hidup yang kaya serta pikiran eklektik yang luar
biasa dan dia mampu bicara berjam-jam tentang segala hal. Dia
selalu mencoba memperluas wawasanku dengan buku-buku
serta musiknya, dan seandainya aku tidak mendekam di bar
sepanjang waktu, mungkin aku bisa mendapatkan manfaat dari
itu semua.
"Rasanya lumayan:• Kami duduk di meja dekat pintu masuk.
"Sangat pedas:•
"Pasti dari cabainya."
"Mungkin aku bakal sakit perut:'
"Ada apa dengan orang lnggris dan kesinisan kalian? Kalian
mengharapkan yang terburuk dalam hidup dan sepertinya ke
cewa saat itu tak terjadi."
"Karena kami suka kekecewaan, Dave, membuat kami nya
man." Aku kembali melahap Kilawin. "Kalian dibesarkan dengan
pikiran bahwa segalanya mungkin terjadi, langit adalah batasnya,
mimpi Amerika atau apalah. Tapi kami sebaliknya. Beberapa hal
memang tak mungkin terjadi, kemungkinan besar kau akan ga
gal, jadi sekalian saja kau menerimanya dari sekarang."
"ltu menggelikan." Dia menyemburkan tawanya yang lepas.
"Seperti menghukum diri sendiri."
"Yah, setidaknya kami tidak saling tembak:'
"Tidal<, kalian hanya saling menghancurkan dengan lidah se
tajam silet."
"Lidah tak bisa melawan senapan:·
172
"Perang kata-kata bisa memulai atau mengakhiri perang sen
jata."
"Ya Tuhan, kau mulai berfalsafah lagi:' Kuputuskan Kilawin
bukan makanan untukku dan menyingkirkan piringku. "Waktu
nya minum bir, kurasa."
"Kau saja, aku mau tidur cepat malam ini:'
Aku melucuti overall-ku lalu mandi kilat dan sudah mengena
kan seragam bersih dan rapi pada pukul lima lewat lima belas
menit. Tirai-tirai diwtup, bar yang remang-remang terasa sejuk
dan nyaman. Aku mengambil dua ka.leng bir dari kulkas dan
langsung menandaskan kaleng pertama lalu berlama-lama me
nikmati kaleng kedua sementara rekan-rekan kerjaku yang lain
mulai berdatangan.
"Akhirnya kita dapat pekerjaan:'
"Sistemnya rusak di Hong Kong:'
"Kerusakan badai:'
"Kita berlayar besok malam."
"Sudah waktunya, aku bisa kena sirosis kalau diam di sini
terus."
"Hei, Romeo:' Seorang rekan kerjaku, pria London gempal
bernama Andy, berseru kepada pelayan yang sedang menyiap
kan kudapan bar. "Bagaimana kalau tirai-tirainya dibuka."
"Nanti terlalu panas di sini, Bos:'
"Alasan saja."
"Benar juga, Andy, panasnya bisa seperti rumah kaca dengan
matahari sore seperti ini:'
"Bajingan-bajingan kecil ini cuma takut kulitnya tambah ge
lap:' Dia meneguk bir. "Ayo, angkat bokongmu dan biarkan
sinar matahari masuk."
17 3
Aku sangat tidak menyukai pembicaraan semacam ini tapi
memutuskan untuk menghindari pertengkaran lagi. Reputasiku
sudah cukup buruk gara-gara insiden di Jupiter, dan hal ter
akhir yang kubutuhkan adalah peringatan tertulis kedua. Jadi
aku tutup mulut, minum bir lagi, mencomot kudapan dan me
,
174
"Kalau kaupikir perempuan di sini kotor, kau harus coba
perempuan Jepang."
"Ada satu perempuan di kapal Jupiter yang mengencani tiga
lelaki di malam yang sama:·
"Cerita yang hebat, Andy." Kudorong gelasku dan bangkit
berdiri. "Aku menduga kau salah satu dari tiga lelaki itu, be
nar?"
"Oh, dia mulai lagi, beberapa gelas wiski dan hati kecilnya
mulai berdarah."
"Jangan ganggu dia, dia cuma anak muda:•
"Kalau dia cukup besar untuk minum di sini, berarti dia
cukup besar untuk menerima konsekuensi."
"Konsekuensi apa? Kau mau menghajarku seperti yang kau-
lakukan pada gadis dari Betty's?"
"Jalang kecil itu pantas ditampar."
"Dia menertawakan ukuran penismu, ya?"
"Bawa dia pergi dari sini sebelum kucabut kepalanya:•
Tepat pada saat itu, Perwira Pertama serta Kapten meleng-
gang masuk dan atmosfer di dalam bar langsung berubah dras
tis. Punggung-punggung tegak, bir disesap bukan ditenggak, dan
percakapan beralih ke topik-topik yang berhubungan dengan
pekerjaan. Aku duduk di sana cukup lama untuk menghabiskan
rokokku kemudian tersaruk-saruk kembali ke kabin dan
ambruk ke ranjang. Kehidupan di kapal kabel membuatku
depresi dan aku benci fakta bahwa aku selalu mabuk dan aku
benci karena tak bisa bertemu keluargaku, aku benci rekan-re
kan kerjaku, dan aku juga benci diriku sendiri.
** * * *
17 5
"Selama hidup kita punya arti, kita mampu mengatasi segala
nya?"
"Kurang-lebih begitu.''
"Dia lelaki pemberani."
"Kau mesti membaca tulisan Herman Hesse juga.''
"Pelan-pelan, Dave.'' Kuletakkan buku itu di lututku sejenak.
"Kau pernah lihat salah satu kamp konsentrasi ini?"
yang sama. Dia menegaskan bahwa hanya ada dua ras manusia
di kamp-kamp konsentrasi, mereka yang bermoral dan yang
tida.k, dan ini sama sekali tak berhubungan dengan etnis, usia,
maupun agama. Kata-katanya menanamkan kesan yang begitu
dalam padaku dan aku bertanya-tanya, aku termasuk ras yang
mana.
176
"Baiklah, teman-teman." Taksi menurunkan kami di pintu
masuk pantai. "Sebaiknya siapkan uang peso kalian."
"Sepertinya agak membatasi sampai harus menetapkan uang
masuk."
"Oh, tutup saja mulutmu:·
"Maafkan aku karena punya hati nurani, Andy:' Udara pekat
oleh aroma kayu bakar dan daging panggang. "Pasti kau yang
pertama protes kalau tidak sanggup membayar uang masuk ke
pantai di negaramu sendiri:'
Kami membayar lalu melewati gerbang. Pasir pantai ber
warna merah dan emas dalam siraman cahaya matahari ter
benam. Sekelompok orang Filipina sedang memutar seekor babi
di atas perapian terbuka dan ada meja-meja kayu yang dipenuhi
roti burger, buah, dan salad. Di sebelah kiri, rekan-rekan kerja
ku berdiri mengelilingi sejumlah kotak pendingin. Aku mengam
bil sekaleng bir, melepas sandal dan beranjak ke tepian air
untuk menikmati pemandangan.
"Mereka bilang laut tak punya kenangan."
"Aku baru dengar ucapan itu." Aku begitu terbenam dalam
pikiran sehingga tidak menyadari kehadiran Kapten yang ber
jalan tanpa suara ke sampingku. "Menurutmu apa artinya?"
"Aku benar-benar tidak tahu:•
"Kadang-kadang aku berharap tak punya kenangan:'
"Kurasa kita semua merasakan hal yang sama." Dia terdiam
sejenak. seolah berjuang mengingat sesuatu yang penting.
"Waktu aku masih kecil, kami biasanya pergi ke Eastbourne
untuk menghabiskan sore hari bersama nenek dari pihak ayahku.
Pada masa itu belum banyak yang paham tapi Nenek pasti men
derita penyakit Alzheimer atau sesuatu serupa itu:·
17 7
"Aku ikut sedih:'
"Oh tidak apa-apa, semua sudah berlalu sekarang. Lucunya,
hampir sepanjang waktu dia berada dalam kondisi kacau dan
linglung, tapi sesekali pikirannya menjadi sangat jernih, seakan
akan ada yang menyalakan lampunya. Aku dulu selalu mem
bayangkan memori Nenek itu seperti terperangkap di dalam
kolam-kolam karang terpisah. Ketika air pasang datang dan
bergabung ke dalamnya, seperti itulah memorinya terkumpul
kembali:'
"Aku tak pernah bertemu kakek-nenek dari pihak Ayah,
ayahku memungkiri mereka sebelum aku lahir:'
"Aku pernah bekerja bersama ayahmu beberapa kali, se
belum dia pindah kerja."
"Pasti membuatmu tertekan:'
"Yah, memang begitulah kenyataannya, itu sudah pasti." Dia
perlahan terdiam lagi, kali ini lebih lama. "Aku sudah bicara
kepada kalian satu per satu:'
"Oke. . . "
178
tapi kuasumsikan itu berarti sama kikirnya seperti di tempat
lain.
"Pokoknya, kaupikirkan dulu."
"Tentu:·
"Kau masih punya banyak waktu ... "
"Sementara yang lain tidal<, ya aku mengerti."
". . . harus membayar hipotek, uang sekolah . . ."
"Mmm hmm."
,, . . .. ,,
. . . prem1 asurans1 1 1wa...
Kubiarkan dia mengoceh selama beberapa waktu dan ku
palingkan pandangan kepada rekan-rekan kerjaku di pantai.
Setengah dari mereka kelebihan berat badan dan pecandu
alkohol, mengulangi cerita-cerita membosankan yang sama,
membual tentang petualangan seks seakan-akan mereka bocah
bocah remaja di bus Park High. Dan ketika aku memikirkan
beberapa pilihan yang terpaksa harus kubuat sepanjang
hidupku, kusadari ini akan menjadi pilihan yang paling lugas.
1 79
K.etika Dave dan aku meninggalkan Aphrodite, kami naik pe
sawat ke Budapest dan tinggal di sana beberapa hari sebelum
menumpang kereta ke Wina. Aku sangat menikmati Budapest,
jalan-jalan sempitnya, keramahannya, dan perjalanan eska.lator ke
bawah tanah yang mirip petualangan memasuki inti bumi. Wina
tidak begitu kusukai, gedung-gedung mentereng dan jalan-jalan
megahnya menjadi pengingat akan dekadensi masa sebelum perang.
"Ya ampun, absinthe8 itu benar-benar membunuhku sema
lam."
"Kau makin tua, Dave, itu saja."
"Kuharap mereka punya sajian prasmanan yang enak, aku
lapar sekali:'
"Aku takkan terlalu berharap kalau jadi kau." Kuedarkan
pandangan ke sekeliling gerbong kereta tujuan Krakow yang
8
Minuman berkadar alkohol tinggi yang populer pada zaman Bohemian. Dan di
percaya dapat memberikan efek halusinasi ringan.
180
K.etika Dave dan aku meninggalkan Aphrodite, kami naik pe
sawat ke Budapest dan tinggal di sana beberapa hari sebelum
menumpang kereta ke Wina. Aku sangat menikmati Budapest,
jalan-jalan sempitnya, keramahannya, dan perjalanan eska.lator ke
bawah tanah yang mirip petualangan memasuki inti bumi. Wina
tidak begitu kusukai, gedung-gedung mentereng dan jalan-jalan
megahnya menjadi pengingat akan dekadensi masa sebelum perang.
"Ya ampun, absinthe8 itu benar-benar membunuhku sema
lam."
"Kau makin tua, Dave, itu saja."
"Kuharap mereka punya sajian prasmanan yang enak, aku
lapar sekali:'
"Aku takkan terlalu berharap kalau jadi kau." Kuedarkan
pandangan ke sekeliling gerbong kereta tujuan Krakow yang
8
Minuman berkadar alkohol tinggi yang populer pada zaman Bohemian. Dan di
percaya dapat memberikan efek halusinasi ringan.
180
kelihatannya sudah lima puluh tahun tidak pernah dibersihkan.
"Kita sudah beruntung kalau bisa mendapat secangkir kopi dan
sebungkus biskuit:'
"Kendalikan kesinisanmu, anak muda."
"Kendalikan optimismemu."
"Keputusasaan bukanlah temanku:·
"Bagus juga."
"Dikutip dari suami kedua ibuku."
Kereta akhirnya meninggalkan stasiun dan aku memejamkan
mata, memikirkan apa yang menungguku di rumah. Aku men
coba menelepon lbu dari Wina tapi dia tidak sedang berada di
kantor sementara apartemennya tak dilengkapi sambungan tele
pon dan dia menolak mengikuti kemajuan zaman dengan mem
beli telepon seluler. Jadi aku menelepon Mike dan dia terde
ngar begitu patah semangat sehingga aku meminta bibiku
untuk mengunjungi dan menghiburnya.
Sewaktu turun dari kereta di Krakow, kami dikepung gadis
gadis yang melambaikan papan tanda dan pamflet. Mereka be
kerja untuk hostel-hostel setempat dan bersaing keras untuk
mendapatkan tamu. Pada akhirnya kami memilih hostel yang
181
berinya senyum yang kuharap terlihat seperti senyum keme
nangan. "Jam berapa busnya berangkat?"
"Satu tamu lagi, setelah itu sopir akan mengantar kalian."
"Ke hostel atau ke kamp?"
"Ya."
"Ke mana?"
"Ke hostel, tentu saja." Dia menatapku seakan-akan aku
tolol. "Bus akan berangkat ke kamp sore hari."
"Kurasa dia suka padamu."
"Diamlah, Dave:'
Tak lama kemudian tamu ketiga berhasil didapat dan kami
mengikuti Natalya ke minibus biru yang sudah tua. Sopirnya
kurus dan botak dengan kumis tebal. Dia mengantar kami ke
hostel lalu memberitahu kami untuk menemuinya lagi antara
pukul setengah dua dan dua. Sembari menunggu, kami berjalan
ke alun-alun utama, menyantap bermangkuk-mangkuk borscht
dengan potongan roti cokelat kasar. Cuaca amat cerah ber
mandikan cahaya matahari bulan Agustus dan kami kembali ke
hostel dengan perut kenyang dan semangat tinggi.
"Ayo cepat." Natalya berdiri di samping minibus. "Kalian
terlambat:'
"Mana sopirnya?"
"Dia juga terlambat."
"Cuma kami yang berangkat?"
"Ya, sepertinya begitu."
"Kalau begitu santai saja:' Aku menyalakan rokok. "Kau ikut
. ,,,
1uga.
"Ada kereta lagi jam setengah lima."
Sewaktu si sopir akhirnya datang, dia memperlihatkan tan-
182
da-tanda orang yang melewatkan jam makan siang dengan mi
num-minum. Dia mengemudi sembarangan dan mengebut, me
lampiaskan kemarahannya pada semua pengguna jalan lain, dan
memelototi kami dari kaca spion dengan pandangan menuduh
setiap kali kami tertawa atau bicara terfalu keras. Saat akhirnya
tiba di kamp, kami berdua bisa dibilang agak terguncang.
"Arbeit Macht Frei." Dave membaca kata-kata yang tertulis
183
kit kami bicara. Pondok-pondok yang dirancang untuk ditinggali
lima puluh orang dijejali oleh lima ratus orang, pajangan yang
memperlihatkan tumpukan tinggi kacamata dan bundel-bundel
rambut manusia yang digunakan untuk mengisi bantal orang
Jerman. Tempat itu seperti jalur produksi di pabrik: Masukkan
mereka, lucuti semua barang berharga, pekerjakan mereka
sampai mati atau tak berguna lagi lalu lempar tubuh rusak
mereka ke dalam tungku pembakaran.
"lni dinding kematian." Kami sudah tiba di halaman tempat
mereka dulu mengeksekusi para tahanan yang dianggap me
mancing kemarahan para penawan mereka. "Orang-orang itu
membariskan mereka di sini dan dor, sepanjang hari, setiap
hari, seperti pembantaian binatang:'
"Gila, Dave:•
"Aku tahu, mengerikan sekali:'
"Bagaimana mungkin Tuhan membiarkan ini terjadi?"
"Pertanyaanmu salah:' Dia memalingkan muka. "Bagaimana
mungkin umat manusia membiarkan ini terjadi?"
* * * * *
184
akan mandi dan ratusan orang berdiri di sana, menunggu air
memancur."
"Sulit dipercaya hal semacam itu terjadi di zaman modern."
"Dan bahkan bukan atas nama Tuhan. Kita sering menyalah
kan agama sebagai akar semua kejahatan. Tapi Holocaust tak
ada hubungannya dengan agama:•
"Kau terdengar sangat terpelajar:·
"Tidak juga, hanya saja belakangan ini aku banyak mem
baca:·
Kuceritakan lebih banyak tentang Dave dan bagaimana dia
memberiku sepaket buku yang katanya wajib aku baca. Ku
ceritakan juga bagaimana aku sudah menuruti pennintaannya dan
sekarang rasa ingin tahuku terasah, aku merasa seakan-akan pi
kiranku terbangun setelah tidur bertahun-tahun. Bibi sepertinya
tidak terlalu tertarik dan mengatakan aku bakal miskin sepan
jang sisa hidupku bila memutuskan berhenti bekerja dan me
lanjutkan sekolah.
"Omong-omong, aku belum menyerahkan surat pengun
duranku."
"Pikirkan baik-baik."
"Tentu saja:· Aku keluar dari kamar mandi sambil meng-
gendong putraku. "Sudah selesai, akhirnya segar dan bersih."
"Sudah kausingkirkan semuanyat'
"Paling tidak kutunya sudah, tapi telurnya masih banyak."
"Beritahu Amy kalau dia menyisiri anak itu setiap tiga hari
sekali selama beberapa minggu, itu bakal memutus siklusnya.
Jauh lebih baik daripada menggunakan semua bahan kimia ini."
"Yah, bicara memang gampang:• Aku menggendong putraku
ke ruang tamu. "Nah, anak ganteng, sekarang duduk di sini
185
dulu, Ayah mau menyiapkan makan siangmu dan memasukkan
bajumu ke pengering."
"Ya, Ayah."
"Cuma sebentar, oke."
"Mmm hmm." Perhatian anak itu sudah terpaku ke televisi.
"Oke, Ayah."
"Kau seharusnya melihat kondisi rumahnya." Aku kembali
186
pengalaman yang berarti. Merawat orang seharusnya merupa
kan panggilan jiwa, bukan profesi:'
"Ya, dia juga bilang begitu padaku:'
"Terlalu banyak dokumen ini itu sekarang:•
"Menurutmu dia akan baik-baik saja?"
"lbumu lebih kuat daripada kelihatannya."
"Dia membiarkan masa.lah dengan Mike berfarut-larut."
"Yang paling sulit diterimanya, membuat kesalahan yang
sama dua kali:'
Waktu aku mengantarkan ma.kan slang anakku dia hampir
hampir tak menggubrisku. Kuletakkan nampan di sampingnya dan
kucium puncak kepalanya lalu aku kembali ke dapur, membuat
kopi dan kami membicarakan perencanaan tempat tinggalku. Ku
bilang aku akan tinggal dengan lbu untuk sementara dan mungkin
mencari tempat sendiri jika memilih melanjutkan ke universitas.
"Rupanya aku harus ikut kursus Akses ke Pendidikan Tinggi
dulu:·
"Oh begitu:·
"Karena aku tidak mengambil ujian A-levels:·
"Mahal tidak?"
"Tidak juga." Aku meminum kopiku. "Lagi pula perusahaan
akan membayar biaya pendidikan selama setahun sebagai bagian
da.ri paket pengurangan tenaga kerja. Dua malam seminggu, se
tiap Selasa dan Kamis, jadi aku hanya perlu pekerjaan yang
mudah supaya tetap punya penghasilan."
"Kedengarannya kau sangat yakin soal ini."
"Aku lihat di koran mereka sedang mencari portir untuk
rumah sakit. Apa kau tahu si wa Barney masih bekerja di sana
atau tidak?"
187
"Barney si Buah Bit?"
"Ya."
"Aku menyimpan nomor teleponnya entah di mana:•
"Dia dulu sering menceritakan kisah-kisah seru."
"Kauingat cerita tentang wanita yang mereka bawa untuk
dirontgen? Dua rekannya pergi ke bangsal penggantian sendi
untuk menjemput wanita tua ini. Mereka masuk ke kamarnya
yang kecil dan wanita itu berbaring dengan tenang di tempat
tidur, putranya di sampingnya memegangi tangannya. . ."
"Mmm hmm:·
"... dan mereka memberitahu pria itu agar tidak perlu
mengkhawatirkan ibunya, mereka akan berhati-hati supaya tidak
membangunkan wanita itu dan akan mengembalikannya ke ka
mar dalam waktu singkat."
"Oke:·
"Jadi mereka mendorong ranjang wanita itu ke luar bangsal
dan masuk ke lift. Mereka berhati-hati agar ranjangnya tidak
terguncang atau terantuk dan akhirnya mereka tiba di ruang
rontgen..:·
"Mmm hmm:•
"...radiolog menatap wanita itu satu kali dan memberitahu
mereka bahwa dia sudah meninggal. Mereka menghabiskan
waktu dua puluh menit untuk membawanya ke sana, padahal
mau terguncang seperti apa pun, wanita itu tidak baka.I ba
ngun."
"Ya ampun, kasihan anaknya:'
"Pasti sedih sekali:'
"Hei, aku sudah pernah cerita tentang insinyur di Panama?"
"Ya, my darling, paling tidak sudah seratus kali:'
188
"Oke, kalian punya waktu lima menit berkenalan dengan
partner kalian, selanjutnya aku minta perkenalkan mereka ke
pada yang lainnya." Pengajar ka.mi, Martin McAllister, menyan
darkan jaketnya di sandaran kursi. "Sedikit informasi mendasar
sudah cukup:'
"Anna, senang berkenalan denganmu:' Gadis itu pendek dan
gemuk, berkacamata tebal, dengan aksen dari suatu wilayah di
utara. "Aku tidak tahu apa yang mesti kutanyakan:'
"Bagaimana kalau kuceritakan saja padamu?" Aku memper
kenalkan diri dan menjelaskan bahwa setahun terakhir ini aku
bekerja di rumah sakit dan belajar di sekolah malam. "Dan ku
rasa aku di sini untuk memperluas wawasan, mungkin belajar
untuk menjadi guru, mencari jawaban untuk semua pertanyaan:'
"Jauh lebih menarik daripada ceritaku:'
"Berapa umurmu?"
"Delapan belas:·
"Masih sangat muda, dunia terbentang luas di depanmu."
189
"Kau terdengar seperti nenekku:·
"Akan kucoba menganggapnya sebagai pujian:·
"Satu-satunya alasanku berada di sini adalah karena dipaksa
orangtua:•
Lima menit berlalu dan kami bergantian memperkenalkan
partner kami. Dengan pengecualian tiga orang lainnya, aku yang
tertua di ruangan ini dan salah satu dari segelintir orang yang
tampaknya punya alasan kuat untuk berada di sini. Aku merasa
percaya diri dan superior, dan kuyakinkan diri bahwa aku sudah
membuat pilihan yang tepat, aku akan lulus dari sini dengan
nilai tinggi serta pola pikir yang jauh berkembang.
"Jadi yang terpenting dulu." Martin mengambil setumpuk
buku latihan dari mejanya dan mulai membagikannya. "lni akan
menjadi referensi pertama kalian untuk semester pertama.
Pengantar Bahasa lnggris, pondasi dari semua yang akan kalian
pelajari. Belajarlah dengan serius, putuskan pacar kalian, tiga
tahun ke depan tidak akan menjadi perjalanan yang mudah:'
"Kau punya cowok, Anna?"
"Aku lesbian."
"Jadi halaman pertama, penggolongan kata. Ada yang bisa
membacakan keempat kategori utama?"
"Noun, adjective, verb, adverb."
"Oke, kalian semua pasti sudah tidak asing dengan kategori
tersebut:'
"Tidak juga:' Aku berbisik kepada Anna. "Kau paham soal
. .,,,
lnl.
"Penggolongan kata? Aku berada di tempat yang amat salah
kalau tidak tahu:'
Kepercayaan diriku mulai runtuh dan kusadari aku harus
190
memberi perhatian penuh. Sebagian besar siswa baru lulus dari
sekolah dan sudah mempelajari mata pelajaran di A-level dan
pasti tidak asing dengan semua terminologi ini. Mereka juga
punya keuntungan dengan tinggal di kampus sehingga memiliki
akses yang mudah ke perpustakaan serta para dosen. Bukannya
terperangkap di rumah sewa seperti aku, dengan teman se
rumah yang menderita insomnia parah serta pacarnya yang bau
dan selalu bepergian.
"Jadi noun adalah nama. . ."
"Noun adalah benda:'
"Oke, tapi apa tepatnya yang dimaksud dengan benda?"
"Sesuatu yang bisa kita lihat atau rasakan."
"Ya, bisa berikan contohnya?"
"Meja, kursi:'
"Ya..."
. "
"c·inta, benc1 ...
"Bagus sekali. Tapi dapatkah kita melihat cinta, dapatkah kita
merasakannya?"
"Kita dapat merasakannya."
"Atau kita hanya merasakan efeknya? Cinta, bend, hasrat,
kecewa, takut, semua itu hanya gagasan, konsep. Kita tidak da
pat mengukur atau menyimpannya dalam stoples atau meng
angkatnya ke cahaya dan memeriksanya:•
"Bagaimana dengan naga?"
"Pertanyaan bagus. Jadi noun bisa merupakan sesuatu yang
bahkan tidak ada."
"Atau Tuhan:•
"Tidak perlu melibatkan Dia di sini, setuju?"
"Persamaan hak."
191
"Ya, kurasa kita bisa berargumen bahwa persamaan hak ti
dak ada:·
"Hak asasi manusia:·
"Dan sebagainya." Martin mengusap dagu dan tersenyum.
"Yang membawa kita dengan sangat mulus ke topik selanjutnya.
Hak asasi manusia. Apakah manusia termasuk noun atau
adjective?"
"Dalam contoh inir'
"Ya, dalam hak asasi manusia. Atau lebih luas lagi kalau ka
lian mau:·
"Dalam contoh ini termasuk noun. karena kita bicara ten
tang hak asasi untuk manusia."
"Oke."
"Menurut William Burroughs." Aku mengangkat tangan de
ngan ragu-ragu dan merasakan tatapan seisi ruangan tertuju
kepadaku. "Manusia hanya boleh digunakan sebagai adjective."
"Bersedia menjelaskanr''
"Yah, adjective digunakan untuk menjabarkan kualitas se
suatu, benar?"
"Ya, itu salah satu definisi yang lebih luas."
"Jadi manusia sebagai adjective berarti bahwa seseorang me
miliki kualitas tertentu, seperti kebaikan hati, empati, dan se
bagainya. Tapi manusia sebagai noun berarti bahwa setiap orang
sama dan manusia adalah jati diri kita, bukan bagalmana ma
nusia bersikap:•
"Pandangan yang menarik."
"Dan sepenglihatan saya, banyak orang di luar sana yang
perilakunya sudah pasti tidak akan saya kategorikan sebagai
manusia."
192
"Ada yang mau menambahkan?"
193
sejuk dan menyalakan rokok. "Barangkali dari nenek Abraham
Lincoln."
* * * * *
194
"Siapa yang tahu, Nak, mungkin tidak. Kau mungkin sudah
paham aku bukan pakar da.lam hal berumah tangga:•
Kami tlba di lahan terbuka tempat jalan setapak melebar
dan ada sepetak tanah yang menghitam bekas api unggun se
malam. Aku menyalakan rokok dan kami duduk di batang kayu
terbalik sementara putraku berdiri di pinggir sungai, melem
parkan batu-batu ke air yang mengalir deras. Kami mengobrol
tentang perceraian ibuku, tentang program pengurangan meta
don Amy, dan tentang CSA yang berhasil melacak keberadaan
ku saat aku mulai bekerja di rumah sakit.
"Aku cukup yakin mereka tak dapat berbuat apa-apa selama
aku kuliah penuh waktu."
"Yah, mereka juga tidak bakal pergi, kau tahu:·
"Terima kasih sudah mengingatkan:· Kuhancurkan rokok di
bawah kakiku. "Kita bicarakan hal lain saja, itu sudah cukup
untuk membuatku muntah."
"Bagaimana universitas?"
"Aku lebih menantlkan tahun depan:·
''Tidak menarik?"
"Yah, sebena.rnya agak kurang menantang dibandingkan per
kiraanku. Tapi di tahun kedua kami bisa memilih modul sendiri
dan ada beberapa kelas mengenai analisis wacana di mana kami
bisa membahas tentang bagaimana media menggunakan bahasa
untuk memanipulasi kita. Dan salah satu pengajarnya adalah Dr.
Rachel Bryant."
"Berarti dia bagus, ya?"
"Semua orang membicarakan dia:•
"Apakah kau akan mengambil kelas psikologi lagi?"
"Tidak juga, tidak sejak aku lulus mata kuliah itu di college."
195
"Sayang juga, kau sepertinya suka."
"Yah, kurasa ada persilangan. Kami sedikit mengulas tentang
psikologi tingkah laku dalam salah satu modul sosiologiku dan
itu cukup menarik. lngat Anjing-anjing Pavlov?"
"Percobaan-percobaan dengan binatang itu?"
"Ya, dia membunyikan lonceng lalu memberi makan anjing
anjingnya dan setelah beberapa waktu dia membunyikan lon
196
"Aku sudah memberimu semua yang bisa kuberikan bulan
IOI.''
.
lain:•
"Dan sekarang dia tidak punya? Jujur saja. Amy, dia tak per
nah kekurangan barang-barang yang paling diperlukan. Mungkin
kau harus mulai mengatur uangmu dengan lebih baik:'
"Dan mungkin kau harus berhenti minum-minum setiap ma
lam."
"Kita semua punya kebiasaan buruk." Perutku melilit. "Aku
19 7
orang mabuk dan percakapan mereka yang tak keruan. Aku
nieninggalkan rurnah lagi, pergi ke toko dan ·membeli ena!n
kaleng bir serta sebotol vodka.
198
A..ka.demisi
199
cangkir teh kami di meja. "Dan cuacanya juga bagus, melihat
warna kulitmu:·
"Kulit cokelat terbaik, menurutku. Jadi, kami berlimpah uang
tapi dia menginginkan lebih dan lebih lagi. Mencari jalan pintas
agar pekerjaan selesai lebih cepat dari jadwal, berteriak-teriak
dan mengumpat kalau aku tidak bekerja secepat yang dia ingin
kan:'
"Pasti sudah turunan di keluarga mereka."
"Aku mau santai-santai dulu di ruang tamu:· Nenek berdiri
dan berjalan terpincang-pincang dari dapur sambil membawa
cangkir tehnya. "Membaca buku sebentar:·
"Oke, Nek.''
"Oke, my love."
Pintu mengklik tertutup di belakangnya.
"Dan kau tahu yang terburuk, Kek� Kami dibayar untuk
pekerjaan seburuk itu."
"Sekarang di mana-mana seperti itu:·
"Seperti perampokan di siang bolong:'
"Aku menyebutnya sindrom YPS. Yang Penting Selesai. Waktu
kami di galangan, ada standar yang harus kami patuhi dan kami
yang mesti bertanggung jawab kalau hasil kerja kami tidak cu
kup bagus."
"Waktu aku di sana juga begitu."
"Tapi zaman sekarang orang lupa berlaku adil. Mereka be
kerja dengan setengah hati dan setengah pikiran lalu mengata
kan yang penting se/esai, tapi mereka yang. . ."
"Pertama kali protes kalau tidak dibayar penuh."
"Benar sekali, Nak."
"Sayang sekali sebenarnya, kalau kami sedang tidak bekerja
200
dia cukup menyenangkan. Bercerita banyak tentang Ayah dan
keluarga mereka."
"Ayahmu selalu menggambarkan mereka sebagai orang-orang
yang mengerikan:·
"Rupanya salah satu saudara lelakinya tepergok mengutil, itu
ketika Ayah sudah bekerja di laut, dan ketika dia pulang saat
cuti, dia menghajarnya habis-habisan:'
"Ya ampun."
"Dan penyebab dia tidak mengakui mereka semua adalah
karena dia pernah bertengkar hebat dengan saudara lelakinya
yang lain lalu mencoba memaksa ibunya memilih di antara me
reka:'
"Dia tidak terlalu paham tentang keluarga, ya?" Kakek me
nandaskan isi cangkimya lalu beranjak untuk menyalakan cerek.
"Aku menduga ibunya menolak memihak:'
Kami menikmati minuman teh kedua kami lalu dia menanya
kan keadaan di rumah sewa yang kutempati dengan orang lain.
Aku berkeluh kesah bahwa aku tak punya cukup uang untuk
menyewa tempat pribadi dan Kakek menyiratkan bahwa aku
sudah memilih meninggalkan pekerjaan sangat bagus dan se
harusnya aku tidak boleh mengeluh. Setelah itu dia mengantar
ku pulang. Aku naik ke kamarku, duduk di depan meja dan
menyalakan rokok. Kukeluarkan berkas catatan kuliah dan mulai
membaca tugas yang baru diberikan kepada kami.
Kumpulan Dokumen lrak. Sebuah laporan yang disiapkan
oleh pemerintah lnggris untuk membenarkan perang preventif
melawan rezim Saddam Hussein. Laporan yang penuh dengan
permainan bahasa. Rachel Bryant menjelaskan kepada kami
bahwa dengan bahasa setua bahasa lnggris, ada puluhan cara
201
untuk mengungkapkan ketidakpastian. Dan tugas kami adalah
aman bagi semua orang jika dia tidak mengendarai mobil. "Kau
tahu ongkos parkir sekarang mahal."
"Benar juga. jadi kita sepakat, ya?"
"Kedengarannya bagus juga."
"Bagus, sa.mpai bertemu jam enam."
"Kupikir jam lima."
"Kalau begitu sampai bertemu jam lima."
"Aku akan menemuimu di rumah:'
202
"Oke, Nak:' Dia terdiam sejenak. "Omong-omong, bagai
mana kabar ibumu?"
* * * * *
203
"Jadi, bagaimana kehidupan mahasiswa?"
"Sama sekali tidak buruk, kami melakukan beberapa hal
yang menarik."
"Banyak perempuan di sana."
"Nasibku kurang beruntung dalam hal itu."
"Aku juga."
"Kurasa aku terla.lu terburu-buru, Mike:' Bus tiba dan kami
naik. "Mereka ingin mulai pelan-pelan dan aku keliru mengarti
kannya sebagai tanda tidak tertarik:'
"lbumu pernah bilang padaku, perempuan itu seperti sabun
batangan:·
"Oh?"
"Kalau tidak dipegang erat-erat mereka bakal lepas dari
genggamanmu:' Dia mengulurkan tangan untuk menggambarkan
maksudnya. "Dan kalau diremas terlalu kencang, akibatnya juga
sama."
"Secara teori bagus, tapi aku tak yakin soal praktlknya:·
"Kau pernah merindukan pekerjaan lamamu?"
"Mmm, entahlah, mungkin uangnya." Aku kaget dengan peru
bahan topik ini. "Tapi tidak ada kepuasan hatl dengan menjadi
teknisi lepas pantai:'
"Bekerja di manajemen juga tidak ada kepuasan hati."
"Bagaimana kau menghadapi semua omong kosong peru-
sahaan itu?"
"Tidak terlalu baik:'
'"Bersama kita bisa:"
"'Kami tak punya masalah, hanya tantangan:"
"Di laut juga mulai terasa seperti itu, apalagi dengan semua
program pengurangan tenaga kerja. Dan yang terburuk adalah
204
mereka berlagak sangat tersinggung kalau kau menolak me
nelan omong kosong mereka, jadi seolah kau harus tersenyum,
memuji kelezatan omong kosong itu, lalu menulis ucapan te
rima kasih untuk mereka. Sama seperti Dokumen lrak ini,
sudah jelas mereka tidak punya bukti adanya senjata kimia. . ."
"Mmm hmm:'
". . .jadi mereka memolesnya dengan kata-kata kerja bantu
dan apa pun yang bisa mereka gunakan. Bahkan ada lalu lintas
e-mail antardepartemen yang membahas bagaimana mereka
bisa membuat dokumen itu tampak lebih meyakinkan . . ."
"Mmm hmm:'
". . .dan tidak dianggap ilegal. ltu hanya perang tak adil me
lawan kehendak para pemilih yang sudah mengangkat para
pejabat pemerintah. Seharusnya mereka mengadili Tony Blair
untuk kejahatan perang..."
"Aku melihat ibumu bersama seorang pria tempo hari:'
"Pria lainr''
"Ada lebih dari satu?"
"Maaf, Mike." Aku jelas sudah salah mengerti. "Bisa ulang
lagi?"
"Minggu la.lu aku membawa sepatuku untuk diperbaiki dan
kulihat ibumu sedang santai minum kopi bersama seseorang.
Pria tinggi botak dengan topi gaya Panama."
"Dari mana kau tahu dia botak kalau dia pakai topi?"
"Dia melepasnya untuk menggaruk kepala:•
''Yah, lbu tidak bilang apa-apa padaku."
lni jelas-jelas bohong. Beberapa bulan lalu dia bertemu sese
orang di bar dan sepertinya dia menganggap orang itu pria
paling hebat di dunia. Kesan pertamaku tidak begiw bagus, aku
205
menganggap pria itu jauh dari hebat, tapi lbu sepertinya cukup
bahagia dan itu yang utama bagiku. Satu-satunya masalah adalah
Mike, yang sudah cukup sengsara dan hanya akan bertambah
parah jika dia tahu tentang pacar lbu.
"Aku hanya tak mengerti, Nak, hubungan kami tidak terlalu
buruk."
"Tapi benarkah seperti itu? Hanya karena satu orang meng
anggap semuanya baik-baik saja, bukan berarti kenyataannya
seperti itu. Kau tahu seperti apa lbu, dia lebih suka memen
dam masalah."
"Apa dia pernah terbuka padamu?"
"Sesekali, kurasa. Jika ini bisa membantu, menurutku tak ada
yang dapat kaulakukan. Kita berada di dunia yang sepenuhnya
berbeda sekarang, orang-orang bicara tentang menemukan jati
diri, membutuhkan ruang dan sebagainya."
"Kurasa aku takkan pernah memahaminya:·
"Memahami sesuatu tidak menjadikan rasa sakitnya berku-
rang."
"Jam berapa filmnya mula.i?"
"Aku tidak tahu Mike, kau yang mengajakku:·
Kami turun dari bus di tengah kota dan berjalan sedikit ke
Arts Centre. Sekelompok orang menghalangi pintu dan Mike
tanpa basa-basi meminta mereka menyingkir. Gadis di konter
menjual dua tiket terakhir kepada kami dan mengatakan film
akan dimulai setengah jam lagi, jadi kami naik ke kafe dan me
mesan dua potong quiche keju-bawang, dan sebotol Sauvignon
Blanc.
"Kuharap kau suka filmnya:•
206
"Yah, kalau tidak sesuai seleraku, aku toh bisa tidur se
bentar."
"Tolong jangan tidur, dengkuranmu bisa menerbangkan atap:'
"Kau terdengar seperti ibumu:·
"Dan kau terdengar persis seperti gajah dewasa:•
"Tidak perlu berlebihan, Nak, paling buruk juga gajah re
maja."
Aku permisi lalu turun ke ruang bawah tanah menuju toilet
kecil suram yang berbau jamur. Aku buang air kecil, memeriksa
gigiku di cermin dan sedang berjalan kembali melintasi lobi
ketika melihat Rachel Bryant berdiri di sana. Dia bersama pria
207
"Tak perlu mencoba, itu yang selalu kukatakan, lakukan
saja."
Percakapan dengan segera kehabisan amunisi, aku meng
ucapkan selamat malam pada mereka dan mulai berjalan kem
bali ke atas. Kemudian terlintas pertanyaan tentang tugasku dan
kuputuskan tidak ada ruginya bertanya. Jadi aku berbalik turun
lagi dan sedang menghampiri mereka dari belakang ketika per
cakapan mereka menghent�kan langkahku.
". . . anak muda yang menyebalkan."
"Aku tahu:· Rachel tertawa. "Sangat memuakkan."
"Bagaimana kau bisa tahan menghadapi mahasiswa yang ter-
lalu bersemangat?"
"Yah, Roger, kau tahu bagaimana mereka:' Dia menjalin je
mari dengan pria itu. "Beberapa nilai bagus dan mereka lang
sung menganggap diri mereka akademisi:'
208
"
hai, Nek:' Aku mengaktifkan pengeras suara pada ponselku
dan melanjutkan mengemas tas. "Apa kabar?"
"Kuduga kau menelepon tentang besok malam?"
"Dari mana bisa tahu?"
"Saat sudah seumurku, kau bisa melihat berbagai hal sebe
lum terjadi."
"Oh asyik. berapa angka lotre yang keluar minggu depan?"
"Jangan harap." Ada senyum dalam suaranya. "jadi, kau tidak
akan mampir kemari?"
"Terlalu banyak yang harus dikerjakan:•
"Mungkin minggu depan, kalau begitu."
Saat itu pertengahan bulan Juli dan aku baru saja menye
lesaikan tahun keduaku. Dalam waktu satu jam dan tiga puluh
tujuh menit lagi aku dijadwalkan mengajar kelas bahasa lnggris
pertamaku untuk sekelompok siswa Prancis. Setelah itu, jika
berhasil lolos dari kegugupan yang membuatku tak bisa tidur
209
selama tiga malam terakhir, aku harus menemui Martin
McAllister untuk membicarakan skripsiku.
Kunyalakan rokok dan mencangklong tas lalu melangkah
keluar disambut pagi cerah yang sejuk tanpa segumpal awan
pun di langit. Perusahaan tempatku bekerja, ACE, membuka
kelas-kelas bahasa lnggris untuk siswa asing yang datang meng
isi liburan musim panas mereka. ACE menyewa sekolah-sekolah
pribadi yang kosong selama musim libur, menggunakan ruang
ruang kelas, asrama-asrama, dan fasilitas olahraga di sana. Dan
sungguh kebetulan, sekolah kali ini adalah yang pernah menge
luarkanku bertahun-tahun lalu.
"lni juga pengalaman pertamamu?"
"Kelihatan jelas, ya?" Jantungku berdebar dan perutku melilit
saat aku berbaur di ruang guru dengan guru-guru bahasa lng
gris lainnya. "Kuharap semuanya lancar."
"Kau pasti bisa."
"lngat saja, mereka tidak tahu kau belum berpengalaman:'
"Yang kaulakukan selama satu jam pertama hanya memberi
mereka ujian tertulis. . ."
"Lalu panggil mereka satu per satu untuk ujian lisan."
"Semua sudah punya cukup kertas ujian?"
"Mudah-mudahan aku dapat kelas beginner, mereka yang
paling menyenangkan:'
"Tidak, aku lebih baik dapat kelas yang lebih tinggi:'
Begitulah percakapan berlangsung, sampai jam menunjukkan
pukul sembilan dan kami beranjak ke kantin sekolah untuk
mengumpulkan murid kami. Mereka baru selesai sarapan dan
kami menunggu di sana sebentar, la.lu tersenyum pada lautan
wajah seraya bertanya-tanya mana di antara mereka yang akan
210
kami ajar. Tak lama kemudian aku mendapatkan grupku, ku
pandu mereka ke kelas dan meminta mereka duduk lalu mem
bagikan ujian tertulis. Kemudian setelah mereka duduk nyaman,
aku memanggil siswa pertama, bocah lelaki pendek gemuk ber
nama Jonathan, dan kami memulai tanya jawab lisan.
"Jadi, berapa usiamu dan di mana tempat tinggalmu?"
"Usiaku tiga belas tahun:' Tangan Jonathan gemetar. "Dan
aku tinggal di Paris."
"Apa pekerjaan orangtuamu?"
"Ayahku, dia seorang politisi. . . "
"Kedengarannya pekerjaan yang hebat:'
". . .dan ibuku, dia sudah meninggal:'
"Aku ikut berduka, Jonathan:'
"Kakak perempuanku juga, mereka meningga.1 dalam kecela
kaan ski:'
"Ya ampun:'
"Aku tinggal di rumah dengan lima kamar tidur, ada kolam
renang di atap, ada pelayan, kami juga punya tiga ekor anjing
dan seekor marmut."
"Oke:'
"Hobiku bermain permainan komputer dan sepak bola."
"Oh bagus, tim mana yang kausuka?"
"Manchester United.''
"Dan ini pertama kalinya kau ke lnggris?"
"Sudah tiga kali aku kemari dan aku sela.lu benci di sini.''
Aku merasa sangat iba pada bocah itu dan membayangkan
seperti apa hidupku tanpa kehadiran lbu. Aku menyuruhnya
kembali mengerjakan ujian tertulis lalu menatap ke luar jendela
sebentar sebelum memanggil siswa berikutnya. Langit mulai
211
berawan, aku bisa melihat kantor kepala sekolah di seberang
sana dan gemuruh kemarahan menerpaku. Satu jentikan jari
saja dari Ayah pasti sudah cukup untuk mempertahankanku di
sekolah ini. Bagaimanapun, Ayah membayar mereka untuk
mengawasiku, bukan membiarkanku tersesat.
"Celine Dubois:'
"Ya, Sir." Seorang gadis kecil ramping berambut cokelat ke-
merahan. "Bagaimana kabar Anda hari ini?"
"Baik, terima kasih."
"Berapa usia Anda?"
"Tunggu sebentar, aku yang seharusnya mengajukan per
tanyaan."
"Oh, maaf, aku hanya ingin tahu."
"Yah, kita akan pergi ke kota sore ini, kau bisa bertanya
padaku nanti:'
"Di kota ini ada mal?"
"Tidak j uga."
"Jadi, apa gunanya pergi ke sana?"
Sisa pagi itu berlalu tanpa insiden, hasil ujian dikumpulkan
dan kami mendapat kelompok-kelompok baru berdasarkan
level mereka. Pada saat aku mulai mengajar kelas tingkat inter
mediate, waktu belajar tinggal setengah jam. Kami memainkan
beberapa permainan untuk saling mengenal dan menyepakati
serangkaian peraturan kelas. Kemudian kami menikmati makan
siang penuh lemak di kantin sekolah dan bersiap-siap untuk
perjalanan belanja sore kami.
"Kuharap kau tidak tersinggung aku mengatakan ini, tapi kau
kelihatan agak tua untuk jadi mahasiswa S I :·
"Umurku akhir dua puluhan."
212
"Bukan usia yang umum untuk mahasiswa:• Karim, pemuda
Aljazair tampan berusia awal dua puluhan, merupakan salah
satu pemimpin rombongan yang mengawasi para siswa. "Di
berdua juga sepakat bahwa dunia sudah gila, umat manusia se
pertinya kehilangan arah, dan sebagian besar pemimpin kita tak
punya mora.I. Tapi dalam hal agama kami punya pemikiran yang
berbeda dan kami belum lama kenal sehingga tidak membahas
nya lebih lanjut.
"lni pertama kalinya kau kemari?"
"Ya, aku sering datang ke sekitar London tapi tak pernah
ke kota ini:'
"Kalau begitu kuberi saran untukmu:•
"Tentu:·
"Tolong peringatkan para siswa agar jangan terlalu berisik
atau menatapi orang lain."
"Oh?"
"Terutama para remaja:• Aku menya.lakan rokok dan me-
213
nawarinya tapi dia bilang dia tidak merokok. "Orang-orang di
sini tak butuh banyak alasan untuk meninju mulutmu."
* * * * *
214
"Jam berapa kita berangkat, Ayah?"
"Belum tahu, Ganteng:• Aku berputar di kursiku dan me
lihat putraku berdiri di ambang pintu, tampak murung. "Mung
kin makan siang dulu di sini lalu kita berangkat jam setengah
tiga:·
"Jason bilang kami akan membuat layang-layang."
"Kau kan seharusnya pergi ke rumah bibimu."
"Ya aku tahu, Jason dan lbu akan menemuiku di sana:•
"Jam berapa itu?"
"Jam satu."
"Oke, Ayah kerja dulu dua puluh menit lagi."
"Oh." Wajah kecilnya berubah muram. "Ayah selalu bilang
begitu."
Kusingkirkan buku-bukuku dan kumatikan komputer. Masih
ada waktu untuk makan siang kalau kami buru-buru. Kami tu
run ke dapur dan mulai memasak. Putraku selalu suka telur
orak-arik dan aku sudah mengajarkan cara membuatnya supaya
dia bisa menyiapkan makanan sendiri bila ibunya sedang tidur.
Kali ini dia memasaknya di microwave, cara memasak yang be
lum pernah kulihat, dan dia mengatakan bahwa menurut Jason,
cara sebelumnya sangat bodoh.
Kami menyantap telur dengan tomat dan roti panggang oles
mentega yang rasanya sangat lezat dan membuatku merasa makin
payah. Aku bukan hanya ayah tak pedulian yang sibuk dengan
buku-buku atau hal lain, tapi juga ayah dengan metode me
masak yang ketinggalan zaman. Kami selesai makan dan cepat
cepat mencuci piring la.lu bergegas ke jalan utama untuk me
ngejar bus ke rumah kakak Amy.
"Jadi, Jeeves, ibumu punya teman pria baru?"
215
"Ya, benar."
"Dia wanita yang hebat, menyayangi putramu sepenuh hati."
"Omong-omong soal teman pria:• Aku mengikuti kakak
Amy ke dapur. "Seperti apa si Jason ini?"
"Lumayan, menurutku:·
"Punya pekerjaan?"
"Dia pelukis:·
"Seniman?"
"Dekorator." Dia mengisi cerek di wastafel lalu menjerang-
nya. "Teh atau kopi?"
"Kopi saja, terima kasih. Pakai susu, gulanya dua:•
"Kalau mau merokok, ada asbak di atas kulkas:·
"Jadi, Jason oke?" Aku menyalakan rokok. "Memperlakukan
anakku dengan baik dan sebagainya?"
"Yeah, kelihatannya dia pria baik-baik."
Kami mengobrol di dapur sementara putraku bermain kom
puter di ruang tamu. Aku menanyakan banyak hal tentang Amy
dan rupanya dia sudah bebas dari metadon, kabar terbaik yang
kudengar selama bertahun-tahun. Sebaliknya, kakak Amy me
nanyaiku tentang universitas dan sinar matanya memudar
ketika aku mulai menjawab. Bukan hal yang mengejutkan ka
rena semua orang yang kuajak bicara soal ini bereaksi serupa.
216
"
J adi, ini dia:' Kuletakkan skripsiku yang sudah selesai di meja
Martin McAllister. "Sepuluh ribu kata omong kosong:'
"Selamat, tampaknya kau akan mendapat hasil yang layak:'
"Tergantung pendapat Rachel tentang skripsi ini."
"Yah, kalau kau menggunakan bahan referensimu dengan
baik, aku yakin takkan ada masalah."
"Tentu saja aku menggunakannya, meski berlawanan dengan
keyakinanku."
"Masih terpukul gara-gara tugas etnografi itu?"
Ya, masih. Semester lalu kami mengerjakan proyek berdasar
kan pengamatan terhadap perilaku manusia di lingkungan sosial.
Jadi aku melewatkan satu minggu di kafe setempat, mengamati
orang-orang yang datang dan pergi dan mencurahkan seluruh
hati dan jiwaku guna menghasilkan laporan terbaik yang mam
pu kubuat. Kemudian aku dikritik karena tidak mengutip teori
teori yang relevan dan makin memperburuk keadaan dengan
217
menyatakan bahwa menurutku teori-teori itu sama sekali tidak
relevan.
"Konyol seka.li, kita seharusnya belajar berpikir untuk diri
sendiri, bukan percaya begitu saja pada pendapat orang lain:·
"ltu bisa diperdebatkan:· Dia menyunggingkan senyum ku
rang antusias. "Sepenglihatanku, kalian mempertentangkan dua
hal yang jauh berbeda."
"Oh ya?"
"Pertama, bahwa kita harus bebas berpikir dan menuliskan
apa pun yang kita mau. Dan sudah jelas kau melakukan iw, tapi
jangan harap hasil karyamu akan dianggap serius."
"""
ap·I
Ii "
. • •
218
bahwa seruangan penuh simpanse dengan mesin tik pada akhir
nya akan menghasilkan sesuatu yang berarti."
"Sekarang kau menyamakan akademisi dengan simpanse?"
"Tentu saja tidak."
"Jadi, apa maksudmu?"
"Kau pura-pura tak mengerti:'
"Aku berperan sebagai provokator:·
"Entahlah, aku hanya merasa mereka terpisah dari realitas:·
"Realitas mana yang kaumaksud?"
"Oh, soal itu lagi. Tak ada satu realitas tunggal, ada banyak
realitas yang bisa kita yakini sebagai kenyataan:·
"Postmodernisme."
"Post apalah, itu hanya istilah canggih untuk 'kami tak tahu
apa-apa:"
Setelah meninggalkan kantornya, aku pergi ke bagian admi
nistrasi akademis untuk menyerahkan skripsiku. Beberapa gadis
dari kelasku lewat dan berkomentar tentang aku yang sudah
mengumpulkan skripsi satu bulan sebelum tenggat waktu. Biasa
nya aku tak memedulikan komentar semacam itu tapi aku
sedang merasa agak sensitif dan membalas bahwa mereka bisa
lebih berguna bagi masyarakat jika bekerja sebagai pemandu
wisata di Magaluf.
Selagi meninggalkan kampus dan menumpang bus ke kota,
aku menyadari bahwa masa-masa sebagai mahasiswa sudah men
dekati akhir. Tinggal menunggu ujian akhir yang tak begitu ku
takuti karena hanya perlu mengingat fakta-fakta dan memahami
teori-teori. Aku bisa dibilang cukup sukses selama beberapa
tahun terakhir dan sudah berada di jalur yang tepat untuk me
raih tujuanku, jadi mengapa aku merasa begitu kecewa?
219
"Halo, Kawan."
"Oh, halo, Barney:' Aku mendongak menatap wajah rekan
kerja tuaku di rumah sakit, yang tampak merah manyala ber
sanding dengan janggutnya yang putih bersih. "Lama tak ber
temu:·
"Minggir sedikit kalau begitu:·
"Bagaimana kabarmu?"
"Tak terlalu buruk. aku rasa." Dia duduk di sampingku. "Bos
cuti sakit lagi."
"Bukan penyakit remeh, aku harap."
"Belakangan ini dia benar-benar menjengkelkan:·
"Tak bisa bilang aku merindukannya."
"Tapi dia merindukanmu."
"Aku yakin begitu, seperti dia merindukan sakit gigi:'
Kami membicarakan masa kerjaku di rumah sakit, mem
bangkitkan berbagai kenangan indah. Aku begitu terpikat de
ngan sekolah malam dan masih dipenuhi kejailan yang kudapat
dari bekerja di laut dan juga pekerjaan ini begitu mudah mem
buatku seakan-akan sedang liburan setahun penuh. Berbagi le
lucon konyol dengan rekan-rekan kerja, berpindah dari bangsal
ke bangsal dengan langkah ringan, dan di atas segalanya. merasa
berguna bagi pasien-pasien yang kudampingi setiap hari.
"Jadi, berikutnya apa, setelah kau menjadi cendekiawan seka-
rang?"
"Masih gelap."
"Kau bisa menjadi doktor sastra:·
"Bahasa, kurasa tidak:'
"Terlalu sulit?"
"Sama sekali tidal<, Barney, kau tak perlu jadi orang jenius
220
untuk menjadi akademisi. Kecerdasan jelas membantu, tapi yang
utama adalah punya uang untuk menopang dirimu selama me
lakukan riset.''
"Biasanya kau tidak segetir ini:'
"Aku rasa dunia akademik telah mengecewakanku."
"Kembalilah dan bekerja bersama kami lagi:'
"Undangan yang menggoda, tapi aku mesti memanfaatkan
gelarku untuk sesuatu. Mungkin menghabiskan musim panas
dengan mengajar dan melihat perkembangan selanjutnya:•
Ketika bus tiba di pusat kota, kami berpisah jalan dan aku
melangkah ke selatan menuju tepi laut. Dari sebuah bangku di
promenade aku memandang ke bawah pantai berbatu karang,
air laut tengah surut dan batu-batu karang di permukaan lebih
rendah terselimuti oleh rumput laut hitam yang tebal. Sejumlah
perahu layar melintas mengirisi perairan dan kapal feri melaju
ke kejauhan, dan perasaan deja vu yang kuat menerpaku.
** * * *
221
u ,,
222
Kami menghabiskan kopi kami dan melanjutkan berkeliling.
Sekolah itu sangat besar dengan banyak bangunan, semuanya
dari bata cokelat yang sama, dan di depan kami lapangan-la
pangan olahraga membentang bagai samudra hijau luas. Ku
putuskan bahwa jika cuaca tetap cerah, dan jika para siswa
seramah yang selazimnya, mungkin ini akan menjadi akhir yang
menyenangkan dari musim panas yang tidak terlalu menyenang
kan.
"Jadi, kau memutuskan untuk mengajar lagi?"
"Ya, ini bukan pekerjaan yang buruk:'
"Tahun lalu sepertinya kau tidak terlalu yakin:·
"Mungkin aku hanya merasa gugup. Kau tahu seperti apa
sikap orang saat mereka takut akan sesuatu. Tapi aku selalu
suka berbicara dengan orang-orang yang berbahasa asing, itu
salah satu hal paling menarik selama bekerja di kapal:'
"Kau pasti merindukannya."
"Ya dan tidak, sebenarnya. Aku merindukan sisi teknisnya,
bisa menyibukkan kedua tanganku, dan beberapa mesin serta
proses kerjanya sungguh menakjubkan. Senang rasanya saat kau
punya tanggung jawab sebesar itu dan harus melakukan tugas
mu tanpa kekeliruan:'
"Tapi satu kesalahan saja bisa mahal harganya, bukan?"
"Tentu, tapi kau hanya menerimanya sebagai bagian dari pe
kerjaan:• Ka.mi duduk di bangku yang menghadap salah satu
lapangan kriket. "Kau punya tanggung jawab besar di sini,
• • • • tt
mengawasr semua srswa mr.
"Memang benar."
"Dan ka.lau salah satu dari mereka terluka, itu jauh lebih
buruk daripada mesin yang rusak."
223
"Tahun ini saja sudah ada dua pergelangan kaki yang patah
dan satu ... apa ini namanya?"
"Wrist Pergelangan tangan."
"R, I, S, T?"
"Pakai W"
"Bahasa kalian sangat aneh."
"Yah, setidaknya kau sudah dewasa." Aku menyodok rusuk
sejak bayi:'
Pukul enam sore kami kembali ke kantin sekolah untuk
makan malam. Karim memperkenalkanku pada pemimpin rom
bongan lainnya. Aku menjabat tangan mereka, berbasa-basi lalu
pergi mencari tim pengajar bahasa lnggris. Aku menemukan
mereka di meja sudut, kelihatannya mereka kelompok yang
menyenangkan dan setelah makan kami memutuskan pergi ke
pub untuk minum-minum.
"Karim lumayan baik, tapi beberapa pengawas lain tak ber
guna."
"Sangat tak bertanggung jawab, seperti anak-anak mengawasi
anak-anak:'
"Untunglah hanya ada tiga kunjungan ke rumah sakit."
"Kau tahu dia Muslim?"
"Yang benar Muslim at.au orang Muslim?"
"Bisa keduanya." Aku menimbrung. "Tergantung apa yang
hendak kaubicarakan."
"Maksudnya?"
"Yah, Muslim sebagai noun berarti identitas diri."
"Benar. . . "
224
"Dan Muslim sebagai adjective berarti kualitas yang kau
miliki."
"Jadi, seperti apa dirimu, bukan siapa dirimu?"
"Mereka semua hanya domba menurutku." Seorang guru
lain urun suara. "Menuruti semua hal di dalam kitab itu seperti
zombie terkutuk:'
"Domba zombie, kreatif sekali:'
"ltu komentar orang yang menuruti semua hal yang dia
baca di surat kabar."
Pub itu cukup jauh dari sekolah dan kami butuh waktu
setengah jam lebih untuk tiba di sana. Kami memesan mi
numan dan membawanya ke luar. Udara malam terasa enak,
birku juga lebih enak lagi dan aku menghabiskannya terlalu
cepat. Aku memesan gelas berikutnya lalu berikutnya lagi, mata
hari terbenam di balik pepohonan dan aku membeli sebungkus
rokok lagi dan sewaktu kami pergi dari sana, aku menceritakan
kisah-kisah lautku yang lama.
225
bua tahun lebih telah berlalu dan aku bagaikan kapal tak
bertiang. Ada pekerjaan mengajar selama liburan sekolah dan
bagi mereka yang tak keberatan mendapat honor kecil, kadang
kadang ada pekerjaan temporer di sekeliling kota. Aku pernah
bekerja sebagai buruh, penyortir surat, penjual asuransi, wkang
cat dan dekorator. Tapi tak ada lowongan yang cocok dengan
gelar sarjanaku dan nasibku sama seperti setengah lulusan uni
versitas di negeri ini.
Keadaan tersebut diperparah oleh CSA, yang akhirnya bisa
menemukanku dan memaksa dengan ancaman penuntutan un
wk membayar tunggakan tunjangan anak. Jumlahnya sudah
mencapai beribu-ribu pound dan aku bekerja di setiap jam
pemberian Tuhan dan akhirnya berhasil melunasi timbunan
utang tersebut. Tanpa kebaikan Mike, aku bahkan tak punya
tempat untuk beristirahat, lantaran lbu sudah menyewakan
apartemennya dan kini tinggal bersama pacarnya.
"Mau ke biro tenaga kerja hari inir"
226
"Benar sekali, seperti yang selalu kulakukan dua minggu
belakangan."
"Siapa tahu." Mike menenteng tas kerjanya dan menyu
suri koridor. "Mungkin kali ini kau lebih beruntung."
"Mereka sepertinya tak pernah menawariku pekerjaan
yang layak. Kali terakhir mereka ingin aku melamar untuk
lowongan di salon pencokelatan kulit."
"Seandainya aku bisa mencarikan pekerjaan untukmu, tapi
perekrutan pegawai sama seka.li di luar kuasaku:·
"Tak masalah, aku juga menentang nepotisme:•
"Kau terdengar seperti kakek-nenekmu:•
''Yah, suka atau tidak, mereka punya pengaruh yang cukup
besar padaku."
"Teladan yang sulit ditiru, itu sudah pasti."
Setelah dia pergi aku menyalakan rokok dan menghabiskan
cangkir kopi keduaku lalu mandi, berpakaian, dan mengambil
dokumenku. Buku Kuitansi Tunjangan dan Jurnal Pencarian Pe
kerjaan. Yang kedua benar-benar konyol, laporan pengiriman la
maran kerja, tiga lamaran per hari, atau departemen akan meng
hentikan wnjanganku. Dan karena lowongan kerja amat terbatas,
aku melakukan hal yang sama dengan semua orang yaitu ber
bohong habis-habisan. Setengah nama perusahaan yang tertulis
di sana tak lebih dari khayalanku semata.
Aku memotong jalan melalui taman. Angin bulan Januari di
ngin menggigit, kukancingkan kerah baju dan kubenamkan ta
ngan dalam-dalam di saku. Di kejauhan, melewati batas per
kotaan, laut terhampar kelabu dan murung. Untuk kesejuta
kalinya aku berharap sedang berada di atas kapal, berlayar me
nuju matahari terbenam. Di sini tak ada apa-apa untukku, tak
227
ada apa-apa untuk siapa pun, para investor mulai meninggalkan
wilayah barat daya lnggris dan kembali ke London dengan se
mua uang mereka.
"Halo:· Aku mengangkat ponsel dan menyebutkan namaku.
"Dengan siapa saya bicara?"
"lni Susie dari Temp Power:'
"Oh, ya:·
"Kau menaruh namamu di daftar tunggu kami."
"Tentu saja, ya:'
"Kami punya beberapa lowongan di Royal House:'
"Yang di dekat stasiun kereta?"
"Benar sekali. Akibat kerusakan rel yang disebabkan badai
musim dingin, mereka dibanjiri keluhan pelanggan:'
"Begitu:·
"Jadi kau akan menerima telepon serta menjawab surat dan
e-mail. Bagaimana?"
Temp Power berada di pusat kota dan aku nyaris berlari ke
sana karena takut orang lain akan mendapatkan pekerjaan itu
sebelum aku. Aku melesat melewati pintu, resepsionis sedang
berbicara di telepon dan dia memberiku isyarat untuk duduk
sebentar. Jadi kuturuti permintaannya lalu lima menit kemudian
seorang wanita berambut pirang dan bermata biru duduk di
sampingku.
"Astaga, dingin sekali di luar:·
"Setu;u:•
"Aku baru pulang dari Turki dan cuaca seperti ini sungguh
menyiksaku."
"Jadi, apa yang membawamu kemari?"
228
"Mencari pekerjaan, tolol." Dia memutar bola mata. "Untuk
apa lagi aku berada di biro tenaga kerja?"
"Entahlah, mungkin kau kemari untuk membersihkan toilet."
Dia memperkenalkan diri sebagai Kathryn dan aku bertanya
mengapa dia bertandang ke Turki. Kathryn menuturkan bahwa
dia mengajar bahasa lnggris di sana. Namun sekarang peraturan
tenaga kerja berubah dan dia harus mengikuti kursus Cam
bridge, yang akan memungkinkannya bekerja hampir di semua
229
"Sebenarnya aku sempat mulai lagi, tapi langsung berhenti
lagi."
"Kok bisa begitu?"
"Yah, kurasa aku memulainya karena bosan, tapi aku ber
henti karena mengonsumsinya membuatku kacau. Waktu muda
dulu rasanya tidak terlalu buruk, tapi sekarang banyak yang
telah terjadi dan aku meninjau kembali hidupku dan terlalu
berintrospeksi ... "
"Mmm hmm."
". . . hampir tidak mungkin rasanya membuat pikiranku ber
henti berputar. Aku ingat waktu baru lulus kuliah, rasanya se
perti mimpi buruk, segala hal tentang teori kritis itu dan aku
benar-benar gelisah ... "
"Mmm hmm."
"... kurasa aku hanya kecewa karena aku punya gagasan be
sar tentang menjadi seorang akademisi tapi kenyataannya jauh
berbeda."
"Kathryn Daniels?"
"Sebentar, itu aku." Dia menghampiri meja resepsionis dan
kembali sesaat kemudian dengan formulir aplikasi. "Rupanya aku
mesti mengisi formulir ini lalu mengikuti ujian penempatan:·
"Tenang saja, mudah sekali kok, mereka memberikan ujian
yang sama untuk semua orang:•
"Bahkan pembersih toilet?"
* * * * *
230
"Aku yakin kau akan menganggap pekerjaan apa pun me
narik setelah menganggur selama empat bulan terakhir:'
"Kau takkan percaya hal-hal yang dikeluhkan orang. Kami
pernah menerima e-mail dari seorang wanita yang menumpah
kan kopi ke tangannya:'
"Aduh."
"Ya, aduh:' Aku menyalakan rokok. "Dia bilang petugas pras
manan tidak memperingatkan kalau kopinya panas. Betapa ko
nyolnya itu?"
"Sayangnya itu bukan hal baru, kau mesti melihat beberapa
gugatan malpraktik yang harus dihadapi para dokter kami. Tak
ada orang yang mau disalahkan atas kemalangan mereka sen
diri."
"Persediaan mora.litas sepertinya sangat terbatas."
"Oh, aku bisa bicara panjang lebar soal itu, Nak. Kau
tahu, salah satu anggota parlemen kita menggunakan uang
negara untuk membayari apartemen penthouse kekasihnya. Buat
apa kita repot-repot bayar pajak kalau hanya mereka habiskan
untuk itu?"
"Aku pernah baca beritanya:·
"Kita memilih orang-orang ini untuk memimpin kita tapi
seperti ini tingkah laku mereka? Dan saat akhirnya ketahuan,
mereka bahkan tak punya kesopanan untuk minta maaf."
"Yah, Bu, seperti yang pernah dikatakan Jonathan Swift,
'Aku tak pernah heran melihat orang berbuat jahat, tapi aku
sering heran melihat mereka tak punya malu:"
"Ugh, betapa menyedihkan, sulit sekali meyakini apa pun
belakangan ini:'
Sifku berakhir satu jam lalu dan aku datang ke rumah lbu
231
untuk makan malam, karena pacamya sedang berlibur di Kuba.
Ada pesta ulang tahun seorang rekan kerjaku yang kemayu
dan kebetulan tempatnya tak jauh dari sini, jadi kupikir aku
bisa makan di sini lalu mandi dan mengganti baju dengan pa
kaian santai. Pestanya mulai pukul tujuh dan aku sudah mem
buat janji untuk bertemu Kathryn di sana sekitar pukul sete
ngah delapan.
"Sepertinya kau tidak terlalu yakin dengan hubungan ini."
"Yah, Bu, sejarah hubungan asmaraku tak bisa dibilang ba
gus."
"Menurutku kalau di awal saja sudah serumit ini, mungkin
tak layak untuk dilanjutkan."
"jadi, situasinya berbeda untuk lbu dan pacar lbu?"
"Saat kau semakin tua, prioritasmu berubah:'
"Soalnya kau selalu memberi kesan bahwa hubungan as
mara harus penuh gairah di awal masa pacaran. Tapi itu tak
pernah benar-benar terjadi padaku:'
"Memang idealnya begitu, bukan?"
"Mungkin idealnya begitu, tapi bukan itu yang kutanyakan."
"Entahlah, Nak:'
"Karena ada fantasi yang terbentuk mengenai apa yang se
harusnya terjadi. Lihat saja dongeng-dongeng kita, film-film
yang menyertai masa kecil kita, semua ilusi tentang cinta ro
mantis yang menggambarkan bahwa kau akan bertemu seorang
putri jelita dan memikat hatinya serta semua omong kosong
itu."
"Aku rasa itu satu cara untuk memandangnya."
"Apakah pernah seperti itu yang kau alami?"
"jawaban apa pun yang kuberi tidak akan memperbaiki ke-
232
adaanmu. Aku tak senang melihatmu begitu tak bahagia."
"Hubunganmu dengan Mike juga seperti itu selama ber
tahun-tahun dan kami semua menyaksikannya. Hubungan kami
baru beberapa bulan, apa salahnya bertahan untuk sementara?"
"Baiklah, kalau memang itu yang kauinginkan. Aku hanya tak
mengerti mengapa kau menginginkannya."
233
"Tunggu saja aku di bawah:'
"Oke, Sweetheart, tak usah marah-marah."
"Jangan panggil aku Sweetheart, aku bukan boneka Barbie:•
"Dia mabuk. pacarmu itu:· Seorang tamu lain mengikutiku
menuruni tangga dan menghentikanku sebelum mencapai ruang
tamu. "Kalau jadi kau, Bung, aku akan buru-buru membawanya
keluar dari sini, dia sudah membuat jengkel beberapa orang:•
234
"Ayahmu sangat mendambakan anak lelaki. Dia tak terlalu
kecewa waktu kakakmu lahir karena dia pikir mungkin dia
bakal mendapat kesempatan kedua:'
Ruangan kini sunyi senyap.
"Siapa yang memberitahumu?"
"Dia kecewa waktu kau lahir dan membesarkanmu seperti
anak lelaki:'
"lni lelucon, yar'
"Semua perjalanan berburu itu, mengajak anjing-anjing ber
jalan-jalan, membantunya menyimpan perkakas waktu dia pulang
kerja. Dan sekarang tak ada lelaki yang bisa menandinginya. . ."
"Oke, sudah cukup."
". . .dan kau tak membiarkan siapa pun dekat denganmu . . ."
"Aku bilang sudah cukup."
". . .sebenarnya ibumu curiga kau lesbian dan dia mengira
mungkin ayahmu ... "
"Persetan denganmu:' Dia membebaskan tangannya dan me
nampar wajah Trevor. "Kau tak tahu apa-apa tentang aku, tak
seorang pun dari bajingan-bajingan seperti kalian yang tahu:·
235
"
J;...ku tak mengerti kenapa kau senang minum:"'
"Yah, Karim, mungkin karena aku merasa bersalah:'
"Bersalah kenapa?"
"Bersalah karena minum:·
"lni dari buku The Little Prince, benar?"
"Pengamatan yang tajam." Aku meraih ke samping bangku,
mengambil kaleng bir lagi dan membukanya. "Buku hebat."
"Minum-minum sepertinya cara yang mahal untuk kehilangan
martabat."
"Kalau menurutmu aku payah, kau harus bertemu pacarku:·
"Aku tak yakin aku ingin bertemu dengannya."
lni musim panas keempat kami bekerja bersama-sama di
wilayah London. Setiap bulan Agustus kami mengatur agar be
kerja bersama selama dua minggu untuk bertukar cerita ten
tang yang terjadi dalam setahun dan kubayangkan pasti sulit
bagi Karim melihatku berada di situasi yang tidak membahagia-
236
kan. Kebiasaan minum dan merokokku makin menjadi-jadi dan
aku kehilangan joie de vivre9, itu istilah yang dia gunakan.
"Sudahlah, tak ada gunanya membujukku berhenti minum:'
"Aku punya kewajiban untuk melakukannya. Kitab Suci Al
Quran menganjurkan kami untuk menyampaikan kebenaran."
"Menurutku, kitab itu menganjurkan banyak hal. Seperti
terorisme, penindasan terhadap perempuan, dan menghujat ke
9
Ungkapan dalam bahasa Prancis yang berarti semangat untuk menjalani hidup.
237
kan oleh kertak rokok dan tegukan birku. Aku memikirkan
akhir musim panas dan kursus Cambridge yang kudaftar ber
sama Kathryn beberapa bulan lalu. Rencana kami adalah pergi
ke luar negeri dan melakukan perjalanan, mengajar setahun di
sini, setahun di sana, sambil berusaha menabung penghasilan
kami.
"Bagaimana putrimur''
"Maksudmu putraku?"
"Ya, aku selalu tertukar dua kata itu."
"Dia baik-baik saja."
"Bagaimana perasaannya saat tahu kau akan pergi jauh?"
"Aku belum bilang apa-apa, tapi tak ada yang bisa kulakukan
untuknya kalau aku tetap di sini:'
"Kau bisa jadi ayahnya:•
"Dan mengurusnya setiap dua akhir pekan sekali, tanpa cu
kup uang bahkan untuk sekadar membelikan sepatu baru?"
"Yah, kau punya uang untuk kursus mengajar ini."
"Dari kartu kredit yang hanya mampu kulunasi kalau aku
mendapat pekerjaan yang layak." Kujatuhkan rokok ke tanah
dan menggerusnya dengan tumit sepatu. "Omong-omong, siapa
yang memintamu jadi penasihat moralku? Kau tak tahu seperti
apa rasanya berada di posisiku:·
Dan ini bisa dibilang menandai akhir dari percakapan. Karim
kembali ke gedung asrama untuk memastikan para siswa
sudah berada di kamar mereka sementara aku tetap duduk
di bangku yang menghadap lapangan kriket. Sejak hari ke
lahiran putraku, beban rasa bersalah begitu menekanku. Selain
itu, aku selalui dihantui perasaan bahwa cinta seorang ayah
seharusnya muncul secara otomatis dan karena tidak merasa-
238
kan pengalaman seperti itu, entah bagaimana aku bukanlah
manusia yang utuh.
Matahari telah beranjak ke peraduan, udara sejuk, dan ta
ngan-tangan musim gugur perlahan mencengkam leher musim
panas. Aku mencoba menelepon Kathryn tapi seperti biasa dia
tidak menjawab, terlalu sibuk pergi berpesta dengan teman
temannya untuk menyisakan sedikit waktu buatku. Di kejauhan
** * * *
239
"Yeah, kau benar-benar menguasainya."
"Aku memang berbakat, memangnya kalian belum tahu?"
Aku mengamati Kathryn selagi kami berja.lan menuju mobil,
masih berbinar-binar menerima semua pujian itu, dan hatiku
terasa mencelus begitu dalam. Kelasku sendiri sama sekali jauh
dari sempurna, si penyelia banyak mengkritik dan yang benar
benar kuinginkan adalah Kathryn meyakinkanku bahwa semua
akan baik-baik saja. Tapi dia malah berkata dia hanya bisa fokus
pada aktivitas mengajarnya sendiri dan bahwa aku harus me
nelan kritik tersebut serta mencari jalan keluar sendiri.
"jadi, spageti untuk makan malam."
"Ayahku butuh banwan mengerjakan faktur-fakturnya."
"Baru sekarang aku mendengar alasan itu:· Kunyalakan me-
sin mobil, memasukkan gigi, dan kami melaju pergi dari tempat
kursus. "Aku sudah membeli bahan-bahannya:'
"Oh mula.i deh, muka kecewa itu lagi:'
"Yah, apa yang kauharapkan?"
"Di Indonesia nanti, kita bakal bersama-sama terus setiap
hari."
"Kau membuatnya terdengar seperti hal yang buruk:'
"Dengar, sebaiknya kita jangan membuang waktu untuk ini."
Dia mengeluarkan dan menyalakan dua batang rokok lalu
memberikan sebatang kepadaku. "Lebih cepat kau menyadari
kalau aku boleh berubah pikiran, semakin mudah bagi kita ber
dua."
"Baiklah." Aku hanya tak punya energi untuk berdebat.
"Lupakan saja kalau begitu."
"Kau tahu itu masuk akal:'
"Tak sabar menunggu tanggal lima November."
240
"Sayang lokasinya bukan di Jakarta, kota kecil itu membo
sankan."
"Yah, karena itu satu-satunya pekerjaan yang butuh dua
guru, kita tak punya banyak pilihan."
Jalan perdesaan dengan segera berganti menjadi wilayah
pinggir kota, lalu perkotaan, dan kami tiba di rumah Kathryn.
Kami minum kopi dan aku berjanji akan menjemputnya besok
241
mesti memasak sajian tiga hidangan. Dan seperti banyak orang,
ayahmu menyalahartikan kebaikan ibumu sebagai kelemahan:'
"Salah besar."
"Dan itu tepatnya yang dilakukan Kathryn terhadapmu."
"Entahlah, hanya saja kalau kuingat-ingat, sepertinya aku tak
pernah memberi cukup waktu untuk semua hubunganku di
masa lalu. Begitu ada masalah, aku langsung pergi:'
"Dengan Amy tidak begitu."
"Yah, dia hamil, jadi kurasa situasinya berbeda."
Kami mengobrol beberapa lama dan dia memintaku me
ngunjungi Kakek-Nenek sebelum aku pergi. Saran yang menye
balkan menurutku, karena aku mengunjungi mereka sama ru
tinnya dengan dia. Kemudian dia membuatku semakin jengkel
dengan meramalkan bahwa keadaan akan semakin buruk di
Indonesia dan aku bakal pulang sebelum satu tahun. Aku me
ninggalkan rumahnya dengan suasana hati yang buruk dan
mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi saat pulang ke
rumah Mike. Kami berbagi spageti serta tiga setengah botol
anggur.
242
1'.ami disambut di bandara Soekarno-Hatta oleh wanita ber
usia akhir dua puluhan bernama Nurul. Dia bertubuh kecil dan
langsing dengan gigi agak tidak rata dan aura melankolis yang
sepertinya lebih cocok dimiliki seseorang yang lebih tua dan
lebih bijak. Kami berbasa-basi saat berjalan keluar dari bandara
sambil menghindari serbuan sopir taksi yang berusaha mem
peroleh penumpang. Dan setelah dua jam kami akhirnya me
luncur di jalan yang lengang, bebas dari kemacetan Jakarta.
"Ya Tuhan, aku capek sekali:'
"Astaga, Kathryn, kau tldur hampir sepanjang penerbangan:•
"Aku tidak tidur, aku hanya memejamkan mata."
"Jadi, aku duduk di sana, bosan setengah mati, padahal se
benarnya aku bisa mengobrol denganmu?"
"Kata sopir mungkin dua jam lagi:' Nurul menoleh ke bela
kang dan menyunggingkan senyum minta maaf. "Kita bisa ber
hentl untuk makan, kalau kalian mau."
245
"Di e-mail yang kaukirimkan untuk kami, tertulis tiga jam
perjalanan:'
"Maaf, Kathryn, jalanan padat sekali:'
"Bukan Nurul yang mengirim e-mail itu, tapi Simon, Di-
rektur Pendidikan."
"Sama saja, Bung:'
"Bagaimana bisa begitu?"
"jangan mulai, aku sedang tidak kepengin."
Indonesia melesat di luar jendela selagi kami mendaki me
masuki daerah pegunungan dan aku takut sekaligus gembira.
Takut lantaran sopir membanting kami di setiap kelokan dan
menyalip para pengguna jalan lain seakan-akan kami sedang
mengikuti balap maut. Dan gembira melihat keindahan peman
dangan, wajah-wajah penuh senyum di pinggir jalan serta de
retan toko kecil dan restoran yang mengiklankan makanan
yang belum pernah kudengar, apalagi kucicipi.
Sesekali aku mengobrol dengan Nurul tentang sekolah, kota
yang kami tuju dan detail-detail kontrak kami. Dia menjelaskan
bahwa dia akan menjadi penghubung kami dan membantu jika
ada apa pun yang kami butuhkan. Dia juga menyinggung me
ngenai budaya lokal, a.pa yang boleh dan tidak boleh kami laku
kan untuk menjaga sopan santun. Lama-kelamaan aku terlelap.
Aku sedang berenang untuk menyelamatkan seorang anak don
dapat kurasakan tekanan air pada gendang telingaku.
". . . selalu bicara dalam tidurnya. . . "
246
"Ugh, maaf' Aku mengecek jam di ponsel dan sekarang
pukul setengah empat sore. "Ya Tuhan, aku haus sekali."
"Kami sudah menyiapkan makanan dan minuman di kamar
kalian."
"Bagus sekali, terima kasih, Nurul."
"Berapa lama kami akan tinggal di sinir'
"Menurut e-mail Simon, beberapa hari:'
247
"Ada satu tak jauh dari sini?'
"Bir dingin yang enak dan rokok, itu yang kubutuhkan:'
"Setuju:' Dia duduk di sampingku di tempat tidur dan mulai
mengenakan sandalnya. "Ada simpanan uang lokal atau kau su
dah memberikan semuanya pada bajingan yang membawa tas
tasku�"
"Aku bawa kartu debit?'
* * * * *
248
"Aku sudah muak, lima hari terakhir yang kumakan hanya nasi
goreng."
"Yah, apa yang kauharapkan, ham dan telurt'
"Maksudku, tidak ada variasi:'
"Mungkin ada, Kathryn, tapi butuh waktu untuk membiasa
kan diri dengan hal-hal di sekeliling kita:' Saat itu pengujung
pagi dan kami berada dalam angkot menuju tempat kursus.
"lngat pesan ibuku, kita butuh tiga bulan penuh unt.uk terbiasa
dengan tempat yang baru."
"Kau dan ibumu, aku tak percaya kau sudah membujukku
datang kemari:'
"Kau bercanda? Aku sudah bertanya ratusan kali apakah kau
yakin."
"Hey driver, pull over!" Kami sudah tiba di tujuan. "Hey, are
you deaf? Pull over!''
"Kiri, kiri, Mas, makasih ya:•
"Monyet-monyet ini sama sekali tak mengerti bahasa
lnggris:'
Kami berjalan melewati gerbang menuju ruko dan masuk ke
tempat kursus. Nurul menyapa dari meja resepsionis dan kami
naik ke ruang guru untuk mempersiapkan kelas sore kami.
Simon ada di sana, empat puluh lima tahun dan berkepala bo
tak, begitu pula Jaya, pria muda gemuk dengan kepala bulat dan
besar yang memberiku kesan kurang menyenangkan. Menurutku
dia terlalu lancang, mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
amat pribadi dan memaksa mengambil foto kami sepanjang
waktu.
"Selamat pagi, Kathryn:'
"Selamat pagi, Jaya:·
249
"Kau tampak cantik hari ini:'
"Selamat pagi, Jaya."
"Selamat pagi, kau sudah coba roti bakar itu semalam?"
"Enak. tapi manis sekali."
"Orang Indonesia punya lidah sangat manis."
"Maksudmu gigi manis?"
"Kupikir lidah manis:'
"Mungkin kau menerjemahkan secara harfiah."
"Coba kutanya Wening kalau dia sudah datang:•
Bagaimana mungkin dia berpikir aku salah? Tentu saja ka
dang-kadang kami membuat kesalahan, tapi aku penutur asli
dan terang-terangan meragukan ucapanku sepertinya sangat
konyol. Terpikir olehku untuk bertanya pada Simon tapi dia
sedang berada di planetnya sendiri, duduk di sana dengan ear
phone terpasang, menjelajahi internet mencari barang-barang
elektronik murah. Jadi aku menggigit lidah, lidah manis-ku, dan
keluar untuk minum sebotol teh sambil merokok.
"Good morning, Sir."
"Good morning, Mas, how are you?"
"/ am fine." Satpam itu tersenyum. "Very hot today."
"Panas banget, ya?"
"Ya, panas banget. You can speaking Bahasa Indonesia?"
"Yah, lagi belajar."
"Bagus sekali kok:' Dia duduk di sampingku lalu menyalakan
rokok. "Wanita pirang itu ... "
"Kathryn?"
"Dia istrimu?"
"Ah, ya:·
"Dia bilang dia hanya rekan kerjamu:·
250
lni benar-benar situasi yang canggung bagiku. Tempat kursus
meminta kami berpura-pura sudah menikah, karena tinggal se
rumah tanpa menikah akan dipandang negatif oleh siswa-siswa
kami maupun para tetangga kami. ltu tak masalah bagiku, bukan
kebohongan yang berbahaya, tapi Kathryn sama sekali tidak
senang sebab menurutnya itu akan menjadi simbol komitmen.
Namun akhirnya dia setuju dengan kesepakatan tersebut dan
kukira masalahnya sudah selesai.
Aku menegaskan bahwa satpam itu salah paham lalu kem
bali ke tempat kursus untuk mencari Nurul. Dia tldak ada di
meja resepsionis dan kulihat salah satu pintu kantor terbuka
se<likit, maka aku menghampiri dan membukanya untuk menge
cek apakah dia ada di dalam. Dan aku terkejut, sebab Nurul
tengah bersimpuh di atas sajadah, berbalut jubah putih halus
dengan rangkaian manik-manik di tangannya. Dia tampak begitu
tenteram di sana, bagai patung gading, dan sebelum aku sempat
mundur matanya mendadak terbuka.
"Maaf sudah mengganggu:·
''Tak apa-apa:'
"Boleh aku tanya sesuatu?"
"Tentu saja:'
"Apakah masalah besar kalau Kathryn dan aku tidak me
nikah?"
"Kami menjaga reputasi lembaga kursus ini."
"Oke, tapi kami tetap bisa tinggal bersama seandainya
orang-orang sudah tahu yang sebenarnya?"
"Aku rasa bisa, tapi mereka takkan suka:'
"Tapi ini sebenarnya bukan urusan mereka:'
"Indonesia sangat berbeda dengan negara barat." Cara ber-
251
tuturnya tenang namun terus terang. "Orang tidak tinggal se
rumah kalau belum menikah."
"Tapi bagaimana kalau mereka mendapati ternyata mereka
tidak cocok?"
"Mungkin bercerai, tapi itu sangat tidak dianjurkan:•
Sisa hari itu berlalu dengan cepat, diisi dengan membuat
252
"Ya. Sapi, ayam, domba, babi."
"Kau mesti hati-hati, hal-hal seperti itu bisa membuatmu
mendapat komplain:'
"Mereka semua menganggapnya sangat lucu."
"Nurul bilang mereka takkan berterus terang di depan
kita:'
"Oh ya, percakapan rahasia dengan Mrs. Gigi Bengkok?"
253
mencoba merusak hidupnya dan sewaktu kami mampir di mini
market setempat untuk membeli camilan, dia menuduh kasir
toko memberinya uang kembalian yang kurang lalu melempar
sekantong keripik singkong ke kepala gadis malang itu.
254
Ora-n<J-Ora-n<J Seperri
R.a.-u da.-n �ku
"
Soleh gabung denganmu sebentar?"
"Tentu:· Aku sedang berada di kantin kecil di seberang ruko
dan Nurul bersama Wening yang bertubuh pendek-berisi baru
saja muncul. "Silakan duduk:'
"Kau makan nasi rames?"
"Rupanya itu nama makanan ini:'
"Dan sambalnya tidak masalah bagimu?"
"Sambal?"
"Yang ini." Wening menunjuk pasta cabai di pinggir piringku.
"Banyak bule menganggapnya terlalu pedas untuk perut
mereka."
"Buie, hah? Apa kau tahu arti sebenarnya dari kata itu?"
"Orang asing:'
"Albino:· Aku menyesap teh manis panasku. "Bayangkan ka
lau aku memanggilmu si hitam."
255
"Kami perlu bicara denganmu tentang sesuatu:·
"Oke, silakan Nurul."
"Kami mendapat keluhan dari tetangga-tetanggamu." Dia
merona dan memalingkan wajah sejenak. "Mereka mengirim
ketua RT untuk menemui kami kemarin."
"RT?"
"Rukun Tetangga, pemimpin warga di area perumahan:'
"Oh begitu, apa masalahnya�"
"Sebenarnya keluhan mereka lebih banyak tentang Kathryn."
Wening tampak hampir sama malunya dengan Nurul. "Me
reka bilang dia mabuk sepanjang hari."
"Yah, memang agak berlebihan."
"Dan mereka bilang dia berisik."
"Baiklah, aku akan bicara dengannya nanti malam."
"Kau tidak marah?"
"Tidak juga." Aku lebih merasa malu dibandingkan pe
rasaan lainnya, sebab tetangga-tetangga kami sepertinya
orang baik-baik. "Tak mungkin memperbaiki keadaan kalau
kami tak tahu apa masalahnya."
"Terima kasih."
"Kami sempat khawatir menyampaikan hal ini padamu."
Nurul tersenyum dan membenarkan letak cincin kawinnya,
yang kelihatannya terlalu kecil untuk jarinya. "Guru yang
terakhir sangat sensitif."
"Maksudmu Michelle?"
"Bukan, Alison, yang menempati rumah itu sebelum ka
lian."
"Dia tidak suka di sini:' Wening mengerutkan dahi. "Ada
ada saja yang dia keluhkan."
256
Mereka meninggalkanku untuk menyelesaikan makan
siang tapi selera makanku sudah lenyap. Meskipun Kathryn
memang selalu sulit dihadapi, namun beberapa minggu terakhir
aku terpaksa merasa khawatir setiap kali dia minum. Akhir
pekan lalu dia pergi sendirian dan baru terhuyung-huyung pu
lang pada dini hari. Aku mendengarnya bicara di telepon de
ngan ayahnya, mengatakan dia baru saja meninju seorang tu
kang becak. Aku sempat berharap Kathryn hanya besar mulut,
karena dia selalu ingin membuat ayahnya terkesan, tapi se
makin memikirkannya, semakin aku khawatir dia memang
mengatakan yang sebenarnya.
Matahari begitu panas membakar saat aku melangkah kem
bali ke tempat kursus dan berdiri di luar sambil merokok,
bertanya-tanya baga.imana cara mengatakan masalah ini kepada
Kathryn. Aku menduga bahwa apa pun yang kukatakan akan
dia anggap sebagai serangan, entah dariku atau dari negeri ini
yang belum juga membuatnya betah. Situasi itu membuatku
kesal dan ketika melihat Simon berjalan ke arahku, kutarik dia
ke samping dan minta bicara dengannya sebentar.
"Kau sudah cukup lama tinggal di sini, bukan?"
"Beberapa tahun:·
"Pernah dapat keluhan dari tetangga?"
"Mereka sekumpulan orang yang selalu ingin tahu, itu sudah
pasti:' Dia memaksakan tawa. "Tapi kurasa mereka tak pernah
mengeluh tentangku:·
"Yah, tetangga-tetangga kami mengeluh tentang kami."
"Aduh."
"Atau lebih tepatnya tentang Kathryn dan kebiasaan minum
nya:·
257
"Aku memang mengkhawatirkan hal itu waktu mewawan-
carai dia."
"Maksudmu?"
"Dia banyak bertanya tentang kehidupan ma.lam di sini:'
"Astaga." Kunyalakan sebatang rokok lagi. "Tadinya dia ke-
lihatan cukup senang untuk datang kemari."
"Aku bilang dia selalu bisa berkunjung ke Jakarta:'
Jadi itu sebabnya dia merecokiku selama ini. Bagiku, mem
bayangkan akhir pekan bermabuk-mabukan di kota besar nyaris
sama menariknya dengan pencabutan gigi geraham bungsu. Se
lain itu pasti akan sangat mahal, padahal aku harus berhemat,
dengan adanya tagihan CSA, kartu kredit, dan tunjangan untuk
putraku. Tapi kalau dipikir-pikir, mungkin itulah yang benar
benar dibutuhkan Kathryn. Bagaimanapun, tak semua orang
menyukai kehidupan yang tenang.
"Aku rasa kami bisa mencobanya:•
"Tiket kereta sebenarnya tidak terlalu mahal:'
"Trims, Simon, akan kubicarakan dengannya nanti malam."
"Coba cari di internet, hotel-hotel di sekitar Jalan Jaksa."
"Oke."
"Di sana juga banyak bar:·
"Dan turis-turis mabuk, orang-orang yang berlagak kebarat
kebaratan juga, pastinya."
Sisa hari itu berjalan lambat. Perhatianku terpecah saat
mengajar dan murid-muridku pasti merasakannya karena me
reka tampak lebih gelisah ketimbang biasanya. Kami membahas
perayaan agama dari seluruh dunia dan mereka bercerita pan
jang lebar kepadaku tentang ldul Fitri, yang kudengarkan tanpa
terlalu antusias. Setelah waktu mengajar berakhir, sopir me-
258
nurunkan kami di supermarket dan kami bertengkar hebat
tentang jumlah bir yang harus dibeli.
** * * *
259
Dan aku bertanya-tanya apakah hanya dia, sebab Kathryn ham
pir delapan tahun lebih muda dariku, atau seluruh generasinya
memang seperti itu. Tak berani bertanggung jawab atas tin
dakan mereka, selalu mencari orang lain untuk disalahkan.
"Kau selalu mengoceh tentang keluargamu."
"Aku apa?"
"Keluargamu." Dia mengambil botol lagi di kulkas. "Mau
tambah minumnya?"
"Masih ada setengah botol."
"Lumayan lambat untuk ukuranmu:•
"Aku berharap kita bisa membereskan rnasalah ini dulu:·
Aku rnenyalakan rokok. "Omong-ornong, kau bilang apa tadi
tentang keluargaku?"
"Kau selalu mengoceh tentang mereka, seakan-akan kau tak
bisa rnelakukan apa pun tanpa merninta persetujuan mereka
dulu. Kata nenekku begini, rnenurut ibuku begitu, kakekku bi
lang aku harus melakukannya dengan cara berbeda:·
"ltu karena mereka adalah faktor utama dalam hidupku:·
"Kau seharusnya rnencoba rnenjadi dirimu sendiri:'
"Jadi, sekarang aku bukan diriku sendiri?"
"Tidak kalau kau selalu rneminta nasihat pada mereka:'
"Tapi mereka bagian dariku." Aku rneneguk isi botolku.
"Dan aku bagian dari mereka. Bukan hanya dalam hal DNA
atau apa, tapi perilaku, karakter, disiplin, nilai-nilai moral:'
"Oh ini dia, nilai moral terkutuk lagi:'
Kami terus rninum dan berbicara, jam demi jam mulai ber
lalu dan aku lega karni tak perlu bekerja keesokan harinya.
Masih ada enam botol bir di kulkas dan aku berharap Kathryn
akan cukup rnabuk untuk menurunkan pertahanannya, tapi
260
tidak terlalu mabuk sehingga kehilangan akal sehat. Kupelankan
suara musik dan menyalakan rokok lagi, lalu kujelaskan betapa
aku mengkhawatirkan dia dan betapa aku berharap dia bisa
rileks dan lebih menikmati pengalaman ini.
"Tidak, Bung, kau yang harus rileks. Sejak kita tiba di sini
yang kudengar darimu hanya 'terbukalah, bicara.lah kepadaku'
dan 'katakan bagaimana perasaanmu' dan semua omong kosong
itu . Asal kau tahu, tak semua orang ingin rnernbicarakan pe
rasaan mereka. Kau sungguh menyedihkan."
"Ucapanmu agak kasar."
"Oh ya? Kalau begitu kenapa kau tidak tidur saja dan me-
nangis seperti minggu lalu?"
"Apa kau benar-benar tak ingat perkataanmu padaku?"
"Yah, aku hanya bisa memercayai omonganmu:•
"Oh benar, sanggahan basi itu lagi, ya? 'Aku mabuk, itu bu
kan salahku, kau cuma mengada-ada supaya aku merasa ber
salah.'"
"Jangan mulai, dasar nenek-nenek menyedihkan."
"Ornonganmu benar-benar kurang ajar."
"Tidur saja sana."
Kuhabiskan minumanku lalu pergi ke kamar mandi dan
buang air kecil. Benarkah aku menyedihkan? Seandainya masa
laluku dapat dijadikan acuan, maka jawabannya jelas iya. Aku
berulang kali menyia-nyiakan waktu dengan orang-orang yang
tak membalas perasaanku. Dan bukannya jujur pada diri sen
diri serta mengakui bahwa aku bersama orang yang salah, aku
malah terus-terusan mengejar dengan harapan mereka tiba
tiba menginginkanku sebesar aku menginginkan mereka.
"Kau tahu?"
261
"Apa, Bung?"
"Seharusnya aku tak mendesakmu terus."
"Senang mendengarnya:•
"Kau berhak mendapat ruang gerak:' Aku duduk di meja
dan menyalakan rokok lagi. "Jadi takkan ada pertanyaan lagi
tentang perasaanmu:·
"Syukurlah:'
"Tapi aku serius, menurutku kau harus minta maaf atas per
kataanmu."
"Perkataan yang kuucapkan semenit lalu atau yang katamu
kuucapkan minggu lalu?"
"Kataku kauucapkan? Percayalah, kau memang mengucap
kannya:·
"Yah:' Dia mengisap rokok dalam-dalam dan mengembuskan
asap dalam sulur tebal dan mantap. "Makan saja permintaan
maafmu, dasar anjing keparat:'
"Apa?"
"Kaudengar tadi:'
"Anjing, katamu?"
"Mmm hmm:•
"Baiklah, aku sudah mencoba bersikap baik padamu:• Ta
nganku gemetar dan jantungku mencoba membebaskan diri
dari kungkungan tulang rusuk. "Tapi jelas tak ada gunanya:•
"Jelas sekali:'
"Kau ingin tahu sesuatu yang barangkali tidak disadari oleh
orang-orang sepertimu?"
"Katakan saja, kau toh tetap akan memberitahuku."
"Kau menganggap kebaikan sebagai kelemahan:·
"Oh, begitu, ya?"
262
"Ya, begitu. Dan kaupikir kau bisa bicara semaumu karena
orang-orang sepertiku terlalu lemah atau bodoh untuk me
lawan. Masa.lahnya, Sweetheart, cara kerjanya sama sekali tldak
seperti itu. Orang-orang sepertiku sebenarnya kasihan pada
orang-orang sepertimu. Kami melihat kalian sebagai pribadi
yang rusak dan tak mampu mengendalikan diri dan kami me
makluminya dan menutup mulut rapat-rapat, karena kalau kami
263
"Benarkah? Kau boleh menghinaku sepanjang hari, tapi aku
harus langsung berhenti kalau kau bilang sudah cukup? Kau
meremehkan dan merendahkanku karena menganggap masa
lalumu lebih bersih dibandingkan aku. Ya, orangtuaku memang
bercerai tapi asal kau tahu, keadaannya bisa jauh lebih buruk,
aku bisa berakhir seperti dirimu andai mereka tetap bersama.
Dan ya aku sudah punya anak, dan ya aku meninggalkannya
waktu dia masih bayi, dan ya aku sudah merasa cukup bersa
lah tanpa harus kautuding terus . . . "
"Kubilang cukup."
"Tak perlu menangis, aku hampir selesal. Jadi kaulihat, kaulah
yang tolol, Kathryn, bukan aku. Kau selalu bicara tentang apa
yang seharusnya dan tidak seharusnya kulakukan di masa lalu,
tapi masa lalu telah lewat dan tak mungkin lagi mengubahnya.
Yang dapat kita harapkan adalah berbuat sebaik mungkin untuk
masa kini dan itulah yang berusaha kulakukan, dengan atau
tanpa bantuan terkutukmu. Dan jangan sampai aku mengungkit
tentang tingkah lakumu di sini, kau membuatku malu menjadi
orang barat."
264
A..wa..l ya..n'J Sa..ru
265
kumpulan pohon pisang di ujung jalan. Cantik sekali. Pada per
tengahan jalan, di sisi sebelah kanan, berdiri sebuah rumah
mungil bercat jingga dengan pagar hitam tinggi di depan. Ha
lamannya tak terawat, jendela-jendelanya kotor, dan Nurul me
ngatakan sesuatu dalam bahasa Indonesia yang kuasumsikan
sebagai ungkapan ketidakpuasan atas kondisi rumah ini.
"Kelihatannya bagus:·
"Berantakan sekali:'
"Tak ada yang tak bisa diperbaiki dengan sedikit kerja ke
ras."
"Mungkin harus lihat-lihat dulu sebelum kau memutuskan:·
"Baiklah." Aku turun dari mobil dan mencoba membuka
pagar. "Kau punya kuncinya?"
"Tolong sabar sebentar, ya:•
"lya, oke, lbu."
"Aku bukan ibumu."
Setelah pagar terbuka, kami menyusuri jalan setapak dan
masuk ke rumah. Yuda menyalakan rokok dan secara refleks
aku meraih rokokku sendiri, hanya untuk menyadari bahwa
sakuku kosong dan seharusnya aku sudah berhenti merokok.
Jika ingin memulai dari awal, aku harus membuat banyak peru
bahan, dan merokok serta minum alkohol merupakan hal per
tama yang harus disingkirkan. Bagaimanapun, seperti perkataan
Einstein, mengharapkan hasil yang berbeda dari percobaan yang
sama bisa dianggap kegilaan.
"Aku suka dapurnya, jauh lebih besar daripada rumah satu
nya:·
"Kami bisa membawakan kompor gas yang baru."
"Yang ini kelihatannya baik-baik saja."
266
"Kotor sekali:'
"Kalau kompor ini ada di rumahmu sendiri, apakah kau
akan membuangnya dan membeli yang baru?"
"Tentu saja tidak."
"Jadi, kenapa kau mengira aku berbeda?"
"Biasanya orang barat itu rewel:'
"Bagaimana dengan guru yang tingga.I di sini sebelum aku?"
"Michelle? Yah, dia sudah sangat tua dan berpengalaman:·
Nurul kemudian bercerita tentang masalah-masalah yang
ditimbulkan sebagian besar guru asing pada tempat kursus ini.
Mereka mengeluh tentang kualitas tempat tinggal mereka, ten
tang kebersihan dan kepedasan makanan lokal, tentang ku
rangnya organisasi saat menjalani berbagai hal. Harus kuakui
bahwa yang terakhir itu juga kerap kukeluhkan, sebab kami
kadang-kadang diminta mempersiapkan acara khusus dalam
waktu yang keterlaluan singkatnya.
"Kami tidak terbiasa membuat rencana jangka panjang."
"Tidakkah menurutmu itu merugikan kalian, Nurul?"
"Kadang-kadang iya, tapi kau harus lebih fleksibel."
"Kalau melakukan sesuatu dengan terburu-buru, kami ter
paksa mengorbankan kualitas."
"Kami tak keberatan, setidaknya kau menunjukkan sema
ngat."
"Kurasa kita perlu menemukan keseimbangan, benar?"
"Setuju:· Dia memastikan Yuda ada di dekat situ lalu me
nunjukkan kamar tidur kepadaku. "Kami akan menyervis AC
nya:•
"Kau tahu kau aman bersamaku, bukan?"
"Oh ya, tapi kita tak boleh memberikan kesan yang salah:'
267
"ltu kuno sekali."
"Orang-orang senang bergosip:'
"Aku sadar itu." Kamar tidurnya lumayan, ranjang ukuran
double, satu lemari pakaian, satu nakas, semua terbuat dari
kayu gelap yang sama. "Entah apa saja yang mereka bicarakan
tentang Kathryn dan aku:•
"Dia sudah mengatakan banyak hal pada mereka."
268
"Tidak apa-apa, pasti menyakitkan bila suatu hubungan tak
berjalan dengan baik:'
Aku kembali ke dalam rumah, membongkar barang-barangku
lalu menonton DVD dan beberapa waktu kemudian membeli
semangkuk bakso dari pedagang keliling. lni malam Minggu per
tamaku setelah bertahun-tahun tanpa bir dan rokok. Ada pe
rasaan seolah-olah jutaan serangga berkerumun dalam tubuhku
* ** * *
269
"Barangkali tidak, kau tahu seperti apa dia:'
"Tentu saja."
"Sepertinya dia menceritakan banyak kebohongan di tempat
kursus:'
"Jangan khawatir, my love, pikiran orang bisa berubah karena
pengalaman, bukan karena argumentasi:'
Kami berbicara beberapa lama lagi. Aku menanyakan kabar
keluargaku dan semua orang tampaknya baik-baik saja. Putraku
menginap di rumah lbu semalam dan menghabiskan sebagian
besar waktunya dengan menjelajahi Facebook, dan menurut lbu
dia semakin mirip saja denganku. Setelah pembicaraan kami
berakhir aku merayap ke kamar mandi, tersaruk-saruk dalam
kegelapan, panggilan salat berkumandang dan aku keluar ke ha
laman, menatap langit nan luas.
Aku masih di halaman setengah jam kemudian dan beberapa
tetanggaku berjalan pulang dari masjid, menyapaku dengan ha
ngat dan antusias. Ada sesuatu yang terasa benar tentang ritual
pagi mereka, seperti kakek-nenekku di kala fajar, mempersiap
kan hati dan pikiran mereka untuk menghadapi hari yang men
jelang. Lalu matahari terbit dan burung-burung bernyanyi dan
tiba-tiba aku merasa bahwa aku dibawa kemari untuk suatu
alasan.
Selama beberapa jam berikutnya aku membersihkan rumah
lalu mengirim SMS kepada Nurul, mengabarkan tentang pema
daman listrik. Dia mengatakan aku perlu membeli pulsa untuk
meteran listrik, yang terpasang pada dinding di luar pintu de
pan, dan beberapa toko di sekitar perumahan bisa mengerja
kannya untukku. Yang kubutuhkan hanya nomor meter dan
pembayaran minimumnya adalah lima puluh ribu rupiah, jadi
270
beberapa menit kemudian aku sudah berdiri di luar toko yang
menjual galon air.
"Ha.lo:' Aku mengetuk kosen pintu dan seorang pria tua
keluar. Pria itu kecil dan botak, gerak-geriknya energik dengan
senyum yang hangat dan ramah. "Selamat pagi."
"Oh, selamat pagi juga:•
"Saya mau beli pulsa:·
271
bahagia bisa hidup. Beberapa menit kemudian dia kembali de
ngan dua cangkir minuman jahe panas yang melimpah-limpah
dari bibir cangkir.
"Ginger, ginger."
"Jahe."
"Ya, jahe." Dia tersenyum lagi lalu menyesap minuman dari
cangkirnya. "Dalam surat Al-lnsan, disebutkan bahwa kita akan
minum jahe di surga:'
"ltu dari Kitab Sud Al-Quranr''
"Tentu saja:'
"Sebenarnya saat ini saya sedang membacanya."
"Alhamdulillah, kau bisa membaca bahasa Arab?"
"Yang saya baca terjemahan bahasa lnggris:'
"Ah, terjemahan." Dia menggaruk dagunya. "Kau tahu kata
kata itu berasal dari Tuhan?"
Aku memang t:ahu. Karim pernah menuturkan tent:ang wah
yu dan aku menganggapnya menarik tapi hanya secara abstrak.
Kata-kata dari Tuhan diturunkan sedikit demi sedikit selama
lebih dari dua puluh tahun, dengan perintah untuk menghafal
nya kata per kata sehingga tidak dapat dipelintir dengan cara
apa pun. Tapi sampai sekarang itu hanya konsep bagiku dan
hanya dengan membacanya sendiri, aku mulai menyadari apa
sebenarnya yang diributkan orang.
"Menantu saya itu, pengetahuannya sangat luas:'
272
bahagia bisa hidup. Beberapa menit kemudian dia kembali de
ngan dua cangkir minuman jahe panas yang melimpah-limpah
dari bibir cangkir.
"Ginger, ginger."
"Jahe."
"Ya, jahe." Dia tersenyum lagi lalu menyesap minuman dari
cangkirnya. "Dalam surat Al-lnsan, disebutkan bahwa kita akan
minum jahe di surga:'
"ltu dari Kitab Sud Al-Quranr''
"Tentu saja:'
"Sebenarnya saat ini saya sedang membacanya."
"Alhamdulillah, kau bisa membaca bahasa Arab?"
"Yang saya baca terjemahan bahasa lnggris:'
"Ah, terjemahan." Dia menggaruk dagunya. "Kau tahu kata
kata itu berasal dari Tuhan?"
Aku memang t:ahu. Karim pernah menuturkan tent:ang wah
yu dan aku menganggapnya menarik tapi hanya secara abstrak.
Kata-kata dari Tuhan diturunkan sedikit demi sedikit selama
lebih dari dua puluh tahun, dengan perintah untuk menghafal
nya kata per kata sehingga tidak dapat dipelintir dengan cara
apa pun. Tapi sampai sekarang itu hanya konsep bagiku dan
hanya dengan membacanya sendiri, aku mulai menyadari apa
sebenarnya yang diributkan orang.
"Menantu saya itu, pengetahuannya sangat luas:'
272
"NasorH"
"Ya, pengetahuannya luas:·
"Bahasa lnggrisnya bagaimana?"
"Ah, sayangnya tidak sebagus saya:•
273
"NasorH"
"Ya, pengetahuannya luas:·
"Bahasa lnggrisnya bagaimana?"
"Ah, sayangnya tidak sebagus saya:•
273
Per-rema..na..n
"
J adi, kau bakal mencari pacar baru?" Jaya mengunyah sepo-
tong cumi-cumi goreng. "Setelah Kathryn pergir'
"Aku belum terlalu memikirkan soal itu:'
"Pasti akan sangat mudah bagimu:·
"Mudah menemukan seseorang, mungkin, tapi tidak mudah
menemukan orang yang tepat.''
"Orang bule gampang saja dapat cewek:'
"Atau cowok."
"Kathryn bilang hubungannya dengan pria baru itu tidak
serius:'
"Jujur saja, aku sama sekali tak peduli soal itu:·
"Katanya kau membuat dia patah hati."
"Menurutku itu mustahil."
"Dan kau membawa pergi semua uangnya:•
Yang terakhir itu memang ada benarnya, karena aku sudah
membayari tiket pesawat Kathryn ke Indonesia dan berkeras
agar dia mengganti uangku sebelum pergi. Namun, aku tidak
274
berniat menjelaskannya kepada Jaya, sebab aku belum terlalu
mengenalnya. Dan meskipun aku sangat menghargai keramahan
nya belakangan ini, semisa.I pergi ke restoran dengan motornya
seperti sekarang ini, tidak berarti aku ingin berbagi semua pi
kiran dan perasaan pribadiku kepadanya.
"Boleh tanya sesuatu tentang agamamur'
"Tentu saja, sila.kan:'
"Dari pemahamanku, seorang Muslim harus salat lima kali
sehari."
"Dan kau ingin tahu kenapa aku tidak melakukannya?"
"Sebenamya bukan itu yang ingin ku. . . "
275
"Menurutku, Jaya, dia agak emosional:'
"Para siswa terus-menerus menanyakan Kathryn, dan ber-
tanya kenapa mereka harus diajar oleh George:'
"Aku yakin sebentar lagi mereka akan terbiasa dengannya:•
"Dia membuat semua orang stres."
"Ya, bahkan Nurul juga bilang begitu, padahal dia adalah satu
da.ri banyak orang paling tenang yang pernah kukenal:'
"Wening cerita padaku, George bertanya apakah aku dan
Wening pacaran."
"Aneh sekali:' Aku ba.ru saja menerima SMS. "Kenapa dia
berpikiran begitu, ya?"
"Siapa yang kaukirimi pesan?"
"Maaf?"
"Cewek, ya?"
Sebenarnya SMS itu dari Nasori, menanyakan apakah aku
jadi bertemu dengannya nanti malam. Dia berusaha mengajari
ku segala hal tentang Islam, didampingi Pak Karyo yang mem
bantu menerjemahkan, dan aku menghargai kebaikannya tapi
dia terlalu berapi-api dalam meyakinkanku tentang keindahan
Islam. Aku tak perlu dibujuk-bujuk, aku hanya butuh informasi
yang berkualitas, dan aku mampu menarik kesimpulan sendiri.
Bagaimanapun, Tuhan telah bersabda bahwa tidak boleh ada
pemaksaan dalam agama.
"Jadi, dari cewek, ya?"
"Kenapa kau ingin tahu?"
"Sahabat selalu berbagi segalanya:·
"Begitu."
"Jadi, dari slapa?"
"Sungguh, Jaya, kau harus berhenti mendesakku:·
276
"Tapi kau bakal cerita kalau sudah punya pacar?"
"Kurasa begitu:·
"Oke:· Dia menghabiskan teh lemonnya. "Kita minta bonnya
sekarang?"
Kami melaju menembus jalanan malam dan deru angin
terasa sejuk di kulitku. Arang pembakar sate tampak berpijar
di pinggir jalan. Orang-orang mengobrol, merokok, makan, dan
** * * *
277
"Dari mana Anda berasal, Amerikat'
"Dari lnggris."
"Ah, dari lnggris:' Dia menatap orang-orang yang hadir se
akan-akan aku baru saja mengungkapkan sesuatu yang amat
penting. "Sudah berapa lama di Indonesia?"
"Sejak bulan November, jadi sudah hampir lima bulan."
"Anda senang di sini?"
"Sangat senang, orang-orangnya dan makanannya luar biasa:·
"Cuacanya?"
"Sangat panas, tapi tak masalah, di lnggris biasanya dingin
dan basah:'
"Kenapa Anda ingin masuk Islam?"
Aku terdiam sejenak, karena bahasa lndonesiaku terbatas.
Bukan berarti pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan mu
dah dalam bahasa apa pun, sebab di satu sisi ada banyak alasan
namun di sisi lain hanya ada satu alasan. Apa yang harus ku
katakan kepadanya? Bahwa segala hal dalam Kitab Suci Al
Quran masuk akal dan logis serta sesuai dengan pandanganku
sendiri mengenai moralitas? Bahwa sebagian besar Muslim yang
tinggal di sekitarku menjalani kehidupan yang begitu bersih dan
damai sehingga kerap kali aku merasa tak berharga di hadapan
mereka? Atau aku sebaiknya hanya mengucapkan kalimat syaha
dat? lkrar yang jujur dan tulus bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan terakhirNya.
"Asy-hadu allaa ilaaha illallaah, wa asy-hadu anna Muham-
madar-rasulallah:'
"Kalimat syahadat?"
"Ya, benar:·
"Tunggu sebentar." Kerutan muncul di dahi lebarnya dan dia
278
mengusap kumisnya lalu berunding dengan orang-orang lainnya
dalam lingkaran. "Tidak ada lagi?"
"Apakah itu tidak cukup?"
"Ucapan itu datang dari hati Anda?"
"Tentu saja."
"Bukan karena Anda ingin menikahr'
"Maaf?"
"Banyak bule yang masuk Islam karena alasan itu:·
Dia berpaling kepada Nurul dan Wening lalu menanyakan
sesuatu yang tak begitu kupahami. Begitu Nurul menjawab,
terjadi perubahan pada wajah Wening, bagaikan awan gelap
yang melintas singkat menutupi matahari. Kemudian beberapa
saat berlalu dan Pak Sulaeman berbicara dengan yang lain se
lama beberapa menit sampai salah satu pria tua yang hadir
batuk ke tangannya untuk menarik perhatian semua orang. Dia
berbicara dengan lembut namun tegas dan mantap, dan setelah
dia selesai terdengar gumam setuju.
"Anda bawa handuk dan pakaian bersih? Anda harus mem
bersihkan badan setelah ritual selesai."
"Tentu, Pak Sulaeman." Aku mengangguk. "Ada dalam tas
saya di sana."
"Baiklah kalau begitu, harus dari hati, ya?"
"Tentu."
"lkuti setelah saya." Dia menggenggam tanganku. "Asy-hadu
allaa ilaaha illallaah, wa asy-hadu anna Muhammadar-rasulallah:'
Aku mengulangi kalimat syahadat itu.
"Lagi."
"Asy-hadu allaa ilaaha illallaah, wa asy-hadu anna Muham
madar-rasulallah:'
279
"Tidal<, bukan seperti itu. Ucapkan lebih perlahan." Dia me
ngerutkan dahi dan menggenggam tanganku dengan lebih kuat.
"Asy-hadu allaa ilaaha illallaah, wa asy-hadu anna Muhammadar
rasulallah."
Aku mengulanginya lagi sebelum perhatianku teralihkan dari
ritual tersebut. Ada motor parkir di halaman masjid, rupanya
ditumpangi Jaya bersama seorang pria lain. Mereka masuk ke
masjid dan mulai sibuk memotret. Menurutku ini sangat me
malukan karena aku menganggap peristiwa ini merupakan
urusan pribadi dan oleh karena itu tidak mengundang siapa
siapa lagi.
"Baiklah, sekali lagi."
"Asy-hadu allaa ilaaha illallaah, wa asy-hadu anna Muham-
madar-rasulallah."
"Ulangi lagi:'
Aku mengulangi ka.limat syahadat itu.
"Asy-hadu allaa ilaaha illallaah, wa asy-hadu anna Muham
madar-rasulallah:'
"Asy-hadu allaa ilaaha illallaah, wa asy-hadu anna Muham
madar-rasulallah:'
"Baiklah, sudah selesai:'
"Sudah cukupt'
''Ya:'
"Anda yakin?"
"Tentu sa;a:'
Setelah mandi besar dan disertai banyak Alhamdulillah, riwal
pun berakhir. Pak Sulaeman memintaku datang setiap pagi ke
masjid untuk salat Subuh dan menerima pelajaran. Setelah itu
kami semua berjabat tangan dan berpisah jalan. Suami Wening
280
datang menjemputnya dan Wening menggumamkan ucapan sela
mat untukku. jaya pergi bersama temannya dan yang tertinggal
hanya Nurul dan aku. Kami melangkah ke pojok jalan tempat
pangkalan ojek, matahari sore bersinar terik di atas kepala
kami.
"Pak Sulaeman bilang apa padamut'
"Tidak penting:•
"Ayolah, pasti penting. Wening kelihatannya tidak senang:•
"Dia menanyakan statusku dan aku terpaksa bilang kalau
aku sudah bercerai tahun lalu."
"Oh, benarkah? Kukira kau menikah:'
"Semua orang mengira begitu. Mantan suamiku bekerja di
Kalimantan jadi tidak sulit menutupi yang sebenarnya:•
"Kenapa harus menutup-nutupi?"
"Perceraian itu memalukan:•
"Di tempat asalku, perceraian sudah seperti hobi:'
"Di kantor pasti tidak nyaman lagi sekarang:· Matanya ber
kaca-kaca. "Wening pasti marah:'
"Kenapa kau begitu mempedulikan pendapatnya?"
Nurul menjelaskan bahwa Wening pasti sangat tersing
gung. Karena mereka bersahabat, ada ekspektasi bahwa
mereka akan saling terbuka mengenai hidup mereka, tapi
Nurul terlalu malu mengenai perceraiannya dan tidak memer
cayai Wening untuk merahasiakannya. Tak peduli sekeras apa
aku berusaha menghibumya, mata Nurul tak lagi bercahaya, dan
aku melambaikan tangan kepada seorang wanita yang begitu
terpukul, sementara ojeknya melaju hingga lenyap di kejauhan.
281
"
Lima Rukun Islam:•
"Mengucapkan dua kalimat syahadat, salat, puasa. . ."
"Y:a, bagus."
282
pagi, menyeduh teh dan mendengarkan musik selama bebera
pa jam. Pukul setengah dua belas aku menaiki motor yang
kubeli dari teman Nasori dan berangkat ke kota untuk makan
siang bersama Jaya.
"Kau kelihatan senang sekali hari ini."
"Yah, sekarang akhir pekan."
"Kau pergi ke masjid tadi pagi?"
"Tentu:·
,, ,
,
283
"Yang paling parah itu sopir angkot:'
"Yeah, mereka memang gila:•
"Hanya dua orang yang tahu ke arah mana angkot menuju,
sopirnya sendiri dan Tuhan:·
Makan siang kami tiba, mi goreng untukku dan sapi lada
hitam untuk Jaya. Waktu sedang menikmati makanan, aku me
nerima SMS dari Nurul, yang saat ini sangat membutuhkan
284
"Kurasa dia memercayaiku."
"Barangkali begitu." Dia menyusurkan tangan pada rambut
kelabu pendeknya dan kacamatanya melorot di hidung. "Tapi ini
masalah yang sangat pribadi:'
"Dan posisi Nurul sangat sulit. Menurutmu bagaimana nanti
pandangan orang tentangnya, pergi ke dokter bersama pria barat
yang menderita penyakit kelamin?"
"ltukah yang dia katakant'
"Kurang-lebih begitu."
"Oh, astaga. lni sempurna."
"Sudahlah, George, tidak semua orang tahu:• Aku menatap
matanya dan meyakinkan bahwa apa pun masalahnya, pasti ti
dak akan tersebar lebih jauh. "Jadi, bagaimana kejadiannya?"
"Perempuan sialan yang kutemui di internet:'
"Begitu, ya?"
"Dia bersumpah demi nyawanya kalau dia bersih."
Aku mengirim pesan lagi pada Nurul dan memintanya me
nemui kami di tempat praktik dokter, setelah itu kami menaiki
motorku dan melaju ke kota. Jalanan padat, matahari tinggi di
langit dan George berpegangan terlalu erat padaku dan aku
lega ketika kami akhirnya tiba, aku terbebas dari cengkeraman
tangannya yang berkeringat. Dan aku semakin lega kala melihat
Nurul, senyum lembut dan lambaian anggun tangannya saat
285
"Ya Tuhan." Dia duduk di sampingku selagi Nurul berjalan
menjauh. "Dia benar-benar baik hati:'
"lbunya kena stroke beberapa tahun lalu, dan sejak itu bisa
dibilang dia mengurus rumah tangga sendirian. Dua saudara
lelaki, satu saudara perempuan, ayah yang juga tidak terlalu
sehat. Meski begitu dia tetap bisa menyelesaikan semua peker
jaan kantor dan masih punya waktu untuk menolong orang
orang seperti kau dan aku.''
"Luar biasa:·
"Setuju."
"Kau tahu, kau dan dia bisa jadi pasangan yang sangat se
rasi."
"Lucu juga kau bilang begitu, waktu kami mengambil SIM-ku
minggu lalu, salah seorang polisi mengatakan hal yang sama:•
Nurul kembali dan kami pun mengobrol. George mengajukan
banyak pertanyaan tentang budaya lokal dan rasanya menyenangkan
bisa menjawab sebagian pertanyaan itu. Kemudian perawat muncul
dan meminta mereka masuk. Aku menunggu di sana sambil
membaca poster-poster di dinding. Beberapa menit kemudian,
Nurul dan George keluar lalu menebus resep di apotek yang
bersebelahan dengan ruang tunggu.
"Di sini ada toilet, Nurul?"
"Lewat sana." Dia menunjuk sebuah pintu. "Di sekitar kori
dor:·
"Aku mau pakai obatnya sekarang:'
"Oke, George."
"lni benar-benar mengganggu:· Dia menggaruk tubuhnya se
bentar kemudian berlalu. "Kita bertemu di luar, ya:•
"Dia bakal sembuh?"
286
"Dokter bilang tidak parah, hanya perlu diolesi krim selama
seminggu:•
"Untunglah kalau begitu:' Kami melangkah ke luar dan di
sambut matahari sore. "Mau makan siomai? Ada yang jual di
seberang jalan."
** * * *
Aku datang ke tempat kursus lebih awal pada hari Rabu pagi
untuk menyiapkan tes penilaian kemajuan siswa. Nurul ada di
kantor, tampak lesu dan serius, dan ketika kutanyakan ada ma
salah apa, dia mulai menangis. Rupanya Wening dan Jaya me
nemui pemilik kursus dan melaporkan bahwa Nurul dan aku
berpacaran. Seseorang di gedung kantor si pemilik mencuri de
ngar percakapan tersebut dan menyampaikannya kepada orang
lain yang kemudian menyampaikannya kepada Yuda.
"Astaga, apa tak ada yang peduli kalau gosip itu dilarang?"
"Kita bahkan tak berbuat apa pun."
"Aku tahu itu, kau juga tahu."
"Tidak penting apa yang kita tahu, orang lain sudah ber
asumsi sendiri:'
"Oh ayolah, Nurul." Kuletakkan tanganku di bahunya. "Harus
ada batas bagimu untuk berhenti memedulikan pendapat orang
lain."
"Kau masih belum mengerti." Dia menjauhkan diri. "Hidup
ku bakal seperti di neraka."
Dan sekali lagi tak ada yang dapat kuperbuat untuk meng
hiburnya. Dia yakin reputasinya akan rusak dan sebaiknya se
kalian saja dia mencari pekerjaan lain dan mendengar ucapan-
287
nya, aku mulai merasa marah. Apa hak Wening dan Jaya
mencampuri urusan pribadi kami? Kutinggalkan kantor ad
ministrasi untuk mencari Simon dan menemukan pria itu di
tempat biasa, di pojok ruang guru.
"Aku harus bicara denganmu tentang masalah yang sen-
sitif:'
"Aduh."
"Ya, aduh."
"Jadi, ada masalah apa?"
"Wening dan Jaya, itu masalahnya."
"Benarkah?" Tiba-tiba suaranya terdengar ragu. "Apa yang
sudah mereka perbuat?"
"Mengadukan Nurul dan aku pada pemilik lembaga ini. Me
reka bilang kami pacaran:•
"Baiklah, jadi kau ingin aku melakukan apa?"
"Kau Direktur Pendidikan, Simon, artinya kau manajer
kami:'
"lya. . . "
Butuh waktu bagiku untuk meyakinkannya bahwa dia harus
menanggapi masalah ini secara serius. Dengan jabatan yang di
embannya, dia bertanggung jawab atas kesejahteraan para staf
dan gangguan semacam itu tidak dapat dibenarkan. Bahkan, itu
bisa dikategorikan perbuatan jahat yang harus segera dihenti
kan. Dan bagaimana dengan Nurul serta keluarganya yang harus
dia biayai dengan bekerja begitu keras? Maka Simon memanggil
Wening dan jaya untuk rapat dan kami berempat bertemu di
salah satu ruang kelas sesaat sebelum makan siang.
"Jad·I. "
• •
288
"Jadi?" Wening membelalak dengan wajah tak berdosa "Ada
masalah apa?"
"Yah. . .
"
289
kan ajaran Islam untuk menguatkan tuduhan mereka,
mengungkit masa tunggu sebagai alasan untuk ikut campur. Le
bih baik mereka berhenti meributkan hal-hal yang sebenarnya
tidak mereka pahami.
"Baiklah, pasangan munafik, aku mau tanya sesuatu."
"Tidak perlu begitu:· Selain suara-suara menggeruw, ini per
tama kalinya Simon menimbrung dalam percakapan kami. "Aku
yakin kita semua bisa berteman:·
"Kau bisa bicara dengan jaya soal itu, dia sangat ahli dalam
hal pertemanan."
"Sudah, sudah, tidak perlu ..."
"Sangat perlu, Simon." Darahku nyaris mendidih. "Kalau kau
tak mau membelaku, setidaknya kau bisa membiarkanku mem
bela diri. Wening, jaya:·
"Mmm hmm."
"Kalian tahu kapan Nurul bercerair'
"Ah . ."
.
290
"Oh terima kasih, Simon, komentar yang tak berhubungan."
,, tt
'' ,,
291
hari berganti minggu dan minggu berganti bulan, suasana di
tempat kursus menjadi semakin dingin. Ruang guru, yang dulu
menjadi tempat untuk berbicara bahasa lnggris, kini menjadi
tempat berbicara bahasa Indonesia yang terlalu cepat untuk
dipahami pemula seperti aku. Simon tak berbuat apa pun un
tuk menghentikannya, tidak juga menasihati Jaya agar berhenti
menyebarkan gosip, dan aku kehilangan rasa percaya pada ma
najer dan rekan-rekan kerjaku.
"Sedang apa di sini hari Sabtu?"
"Selamat pagi juga, Wening:• Aku menengadah dari pesan
Facebook yang sedang kuwlis untuk putraku. "Hanya mengirim
beberapa e-mail."
"Kau tak punya internet di rumah?"
"Yah, sejak sopir tak mau lagi bicara pada Nurul, aku yang
mengantarnya ke kantor."
,,, ,
292
"Omong-omong, mumpung kau di sini, bisa bicara tentang
sesuatu?"
"Apa?"
"Komentar-komentar di Facebook ini:' Aku memberinya
isyarat agar mendekat. "Apa Jaya benar-benar perlu mengung
kapkan perasaannya dengan begitu terbuka?"
"Kau harus tanya padanya:'
"Aku sudah menduga kau bakal bilang begitu " .
293
untuk suatu alasan dan tanpa perang dingin di tempat kursus,
Nurul dan aku barangkali takkan pernah sedekat ini.
"Sepuluh menit lagi aku selesai."
"Aku sedang memikirkanmu!'
"Mudah-mudahan bukan pikiran buruk." Dia tersenyum
kepadaku, matanya lembut dan hangat. "Kau mau makan siang
apa?"
"Lotek mungkin, atau karedok:'
"Di dekat rumahku?"
"Tidak ah, terlalu asin." Kuletakkan kedua tangan di bela
kang kepala dan meregangkan punggung. "Ada lbu Habis jualan
di depan rumah Pak Karyo."
"lbu Habis?"
"Aku memanggilnya begitu karena dia selalu kehabisan Ion-
294
"Kita bisa beli di jalan:·
"Oke, setuju:·
"Kita harus bawa kue untuk mereka."
"Tak masalah:' Kumatikan komputer. "Di mana kau me
naruh helm kita?"
Kami berkendara ke toko kue di tengah udara yang luar
biasa panas dan Nurul lama sekali memilih kue yang hendak
dibeli. Pilihannya begitu banyak dan menurutku semuanya ter
lihat enak. lni mulai menjadi masalah buatku karena celana
celanaku mulai sempit dan masih tiga minggu lagi sebelum
Ramadan. Sejak berhenti minum alkohol dan merokok, selera
makanku melonjak dan berat badanku melebihi tahun-tahun
sebelumnya.
"Menurutmu istri Pak Karyo bakal suka yang ini?''
"Yah, kalaupun dia tidak suka, yang penting niatnya."
"Putrinya bagaimana?"
"Dia tidak ada waktu aku membagikan daftar pertanyaan."
"Sudah cukup." Dia menyodok rusukku. "Kau membuang-
buang waktu sekarang."
"Waktu bersamamu tidak pernah sia-sia."
Kami melaju menembus kemacetan akhir pekan menuju
area perumahanku dan saat memasuki belokan terakhir, se
orang anak tiba-tiba berlari ke tengah jalan. Aku membanting
kemudi untuk menghindari anak itu dan Nurul nyaris ke
hilangan keseimbangan, secara refleks memeluk pinggangku
untuk memantapkan diri dan aku begitu kaget oleh sentuhan
nya sampai-sampai kami nyaris menabrak. Nurul memukul sisi
helmku dan menyuruhku lebih berhati-hati atau aku tak boleh
lagi mengantarnya ke mana pun.
295
''Assa.lamualaikum:'
"Wa alaikum salam:• Pak Karyo bergegas berdiri dari balik
konter. "Silakan masuk, lepas sandalnya di sana:•
"lbu Habis ke mana?"
"Suaminya sakit."
"Aduh:'
"Tidak apa-apa, istriku masak ayam kampung:•
"Pak Karyo, ini Nurul."
"Masuk, Nak, masuk." Senyum Pak Karyo sungguh menular.
"Mudah-mudahan kau suka jahe:'
** * * *
296
baru, dan sepertinya kemajuanku tidak terlalu banyak. Aku me
ngerti bahwa Kitab Suci Al-Quran harus dibaca dalam bahasa
aslinya, tapi tentunya ada perbedaan yang amat besar antara
membaca dan memahami. Dan di tahap awal ini, menurutku
lebih penting untuk mengetahui arti surah-surah serta hukum
dan prinsip yang ditetapkan Tuhan untuk kita semua.
"Aku melihatmu bersama seorang wanita tadi:'
"Ya."
''Temanmu?"
"Bapak sudah pernah bertemu dengannya:•
''Assalamualaikum:•
'Wa alaikum salam, Pak Wibowo." lni pria tua yang ber
bicara membelaku pada hari aku menjadi seorang Muslim. "Se
hat?"
"Ya, Alhamdulillah:'
"Keluarga bagaimana?"
"Sehat juga." Dia duduk di sampingku. "Kudengar kau ber
sama seorang wanita tadi:'
Sebagai orang yang tak terbiasa berbagi detail-detail kehi
dupan pribadi, aku merasa tak nyaman menerima perhatian
semacam ini. Dan aku lega ketika pemuda masjid menyerukan
iqamat lalu kami berdiri membentuk saf dan mendengarkan
indahnya lantunan bacaan salat Pak Sulaeman. Suaranya begitu
penuh dan kuat, dia benar-benar menghidupkan surah-surah
yang dia baca, dan aku meninggalkan masjid dengan keman
tapan hati yang baru.
Kulewatkan beberapa jam membaca buku tentang Nabi Mu
hammad lalu menelepon ibuku. Dia berkata semuanya baik-baik
saja tapi dia tidak bisa berbicara lama-lama sebab pacarnya
297
akan mengajaknya makan siang di luar. Seluruh keluarga sehat
walafiat, dia sudah cukup lama tak bertemu putraku, peng
gantian tulang pinggul Nenek berjalan lancar, dan bibiku baru
kembali dari berlibur. Kami mengakhiri pembicaraan dan aku
duduk di sana, memikirkan apa yang harus kulakukan selanjut
nya. Kuputuskan bahwa aku benar-benar perlu mengetahui
kabar Mike.
"Halo, Nak."
"Bagaimana kabarmu?"
"Tidak terlalu buruk, aku rasa."
"Kedengarannya kau baru minum-minum:'
"Yah, sekarang akhir pekan:' Dia tertawa tapi nyaris tanpa
humor. "Berarti tidak ada acara minum bir Sabtu sore lagi
untukmu, ya?"
"Aku sewaras hakim belakangan ini."
"Luar biasa:'
"Aku bahkan tak pernah memikirkannya lagi:'
"Apa rahasianya, Nak?"
Mengatakan kepada Mike betapa Islam telah betul-betul
mengubah hidupku sepertinya tak berguna. Setidaknya jika le
wat telepon saat dia sedang mabuk. Aku jadi merasa bersalah
atas kebahagiaanku sendiri dan berharap bisa membantunya,
karena dia pria yang baik dan terhormat, dan selalu meno
longku dalam keadaan sulit. Tapi apa yang dapat kulakukan dari
jarak ribuan mil jauhnya?
"Aku bertemu teman lamamu Tom tempo hari."
"Sudah lama sekali aku tak mendengar kabarnya:'
"Menyedihkan."
298
"Yah, kadang-kadang kita kehilangan kontak dengan teman
teman."
"Maksudku kakinya:•
"Kaki apa?"
"Dia kehilangan kedua kakinya."
"Apa?"
"Afghanistan:•
"Ya Tuhan:'
"Dia berkeliling supermarket dengan kursi roda."
Ka.Ii terakhir aku berbicara dengan Tom, dia baru menye
lesaikan pelatihan dasarnya dan kini dia di rumah tanpa masa
depan maupun sepasang kaki. Apa sebenarnya yang kami laku
kan di sana? Mengirim para pemuda kami ke negara yang
memiliki kandungan minyak dan mineral sangat tinggi dengan
kedok berperang melawan teror kelompok Islam. Tak heran
orang-orang menghubungkan kami dengan materialisme dan
agresi militer.
"Apakah dia kembali ke rumah orangtuanya?"
"Entahlah, kami tidak mengobrol."
"Sungguh mengerikan."
"Maaf, sudah menjadi pembawa kabar buruk:'
"Kita tak pernah belajar, ya?"
"Entahlah, Nak."
"Dan yang paling parah, kita malah kaget saat ada yang
mencoba mengebom kita:'
"Kau yakin tidak jadi kelompok ekstremis di sana?"
"Jangan konyol, Mike."
"Cuma tanya." Dia melontarkan tawa tanpa humor itu lagi.
"Tak ada salahnya berhati-hati:'
299
Sesa..ma.. Sa..uda..ra..
300
"Dan kalau dia bisa berbohong soal itu, entah apa lagi yang
sudah dia sembunyikan dariku:·
"Pasti berat bagimu."
"Kau juga, dengan ibu putramu:·
"Kurasa begitu, tapi kau harus mencoba memberi kesem
patan pada orang lain. Seperti kata Ernest Hemingway, 'cara
terba.ik untuk mengetahui apakah kau dapat memercayai sese
orang adalah dengan memercayainya:"
"Dan kau percaya itur"
"Tentu:· Aku meniup bubur ayamku agar lebih dingin. "Kalau
kau tidak mengusir hantu dari hubunganmu di masa lalu,
mereka hanya akan menghantui hubunganmu di masa seka
rang:•
"Puitis sekali:'
"Selain itu, kau hanya akan bersikap getir dan menutup
diri."
"Menutup diri, maksudnyat'
"Kau berusaha terlalu keras untuk melindungi dirimu sendiri
dan menyingkirkan orang lain dari hidupmu."
Kami memanggil seorang pedagang keliling dan membeli dua
botol teh, lalu Nurul memintaku bercerita lebih banyak tentang
lnggris. Dia ingin tahu apakah aku merindukan kehidupan di
sana dan kujelaskan bahwa ini sesuatu yang sudah bertahun
tahun kuhadapi. Setiap kali berada di tempat yang jauh, aku
ingin pulang. Tapi setiap kali pulang. aku ingin pergi jauh lagi.
Baru setelah datang ke Indonesia, perasaan itu akhirnya mulai
memudar.
"Menurutmu kau akan tinggal di sini setelah kontrakmu
selesait'
301
"Pertanyaan macam apa itu?"
"Pengalamanmu begitu banyak:'
"Lalu?"
"Kau sudah mendatangi banyak tempat:'
"Tapi di semua tempat itu tidak ada dirimu." Aku meng
ulurkan tangan dan menyentuh kulit lembut tempat rahangnya
bertemu sisi lehernya. "Bukankah aku barusan bilang, aku suka
di sini?"
"Sepertinya begitu."
"Dan menurutmu kau tak cukup berharga untuk membuat
ku tetap bertahan di sini?"
"Kau tahu aku tak percaya diri:'
"Tak ada salahnya, lebih baik merendah daripada menyom
bongkan diri, tapi tolong jangan pernah berpikir aku lebih
tinggi darimu. Sungguh, kau tak tahu betapa hebatnya dirimu
di mataku:·
Dia tampak malu mendengar perkataanku, begitu pula aku,
dan kami buru-buru mengubah topik. Kami bicara tentang ke
luarga, latar belakang dan agama kami, kemudian dia mene
rangkan lebih jauh tentang makna Ramadan. Dalam banyak hal
dia adalah guru yang kubutuhkan, pikiran tenang dan cerdas
yang selalu berhasil mengejutkanku dengan sudut pandangnya.
Tentu saja kami tidak selalu sepakat dalam segala hal, tapi itu
malah semakin mempererat hubungan kami.
Setelah beberapa saat berlalu, stadion semakin ramai dan
kami kembali ke area perumahan Nurul. Aku sekarang sudah
hafal jalan-jalan di sini dan kota ini mulai terasa seperti kotaku
sendiri. Aku merasa lebih bahagia daripada yang bisa kuingat
selama ini. Dunia kerjaku mungkin tidak terlalu menyenangkan,
302
namun kehidupan pribadi dan spiritualku menjadi kompensasi
yang setimpal. Dan selagi kami berhenti di pinggir jalan untuk
membeli sup buah, aku melirik ke langit dan mengucapkan te
rima kasih tanpa bersuara.
"lni benar-benar sempurna."
"Nikmatilah selagi bisa, puasa dimulai hari Jumat."
"Tentu:• Kombinasi susu dan nangka terasa amat lezat. "Aku
sudah tak sabar:·
"Kau akan memasak untuk sahur di rumah?"
"Aku belum memikirkannya."
"Mungkin kau bisa datang dan makan bersama keluargaku
sekali-sekali."
"Dengan senang hati. Kita bisa pergi ke masjid agung ber
sama-sama:•
Pada saat kami tiba di rumah Nurul, matahari sudah panas
menyengat dan hampir masuk waktu salat Dzuhur. Kami duduk
di depan, menonton ayam-ayam yang berkeliaran mencari ma
kan di halaman, dan tak ada yang lebih kuinginkan selain me
meluk Nurul dan menciumnya. Lalu dia berpaling kepadaku
dengan mata berkaca-kaca dan bertanya apakah dia bisa me
mercayaiku. Kuletakkan tangannya di dadaku dan bersumpah
atas nama Tuhan bahwa aku takkan pernah mengecewakannya.
** * * *
303
"Yah, tidak:'
"Menurutmu kenapa?" Aku membukakan pintu untuknya dan
kami melangkah masuk ke tempat kursus lalu naik ke ruang
guru. "Biasanya kau tidak bisa melewatkan setengah jam saja
tanpa merokok."
"Entahlah, atmosfernya berbeda, mungkin."
"Bukan karena tahu kau pasti ketahuan kalau merokok?"
"Yah, mungkin juga."
"Nah, Ramadan persis seperti itu. Tak peduli sebaik apa kau
mencoba menyembunyikannya, Tuhan selalu bisa melihatmu ma
kan atau minum:·
Kami masuk ke ruang guru. Wening dan Jaya sedang duduk
di sudut ruangan, tampak menyembunyikan sesuatu. Wening
memegang sekantong kerupuk sementara Jaya memunggungi
kami maka kami tak dapat memastikan apakah dia memakannya
atau tidak. Waktu melihat kami, mereka berdiskusi kecil lalu
buru-buru keluar ruangan dan aku menyarankan pada Jaya
untuk menyeka remah-remah di kemejanya sebelum ada yang
melihat.
"Merokok di pesawat."
"Bukan kali ini saja, George."
"Menurutmu banyak Muslim yang melanggar perintah?"
"Orang-orang yang Islam KTP, mungkin."
"KTP?"
"ltu nama kartu identitas mereka. Mereka harus mencan
tumkan agama mereka saat membuatnya."
"ltu menarik."
"Aku menyebut mereka Muslim dalam bentuk noun, hanya
namanya yang Muslim, tapi perilakunya tidak."
304
George dan aku sepanjang pagi tidak berada di tempat
kursus. Sebuah perusahaan minyak dan gas di dekat situ mem
butuhkan pelajaran privat untuk jajaran manajer mereka dan
kami sudah mengajar di sana sejak sebelum Ramadan. Bagiku,
itu perubahan suasana yang menyenangkan dan aku bisa men
jauh sejenak dari situasi tak nyaman di tempat kursus. Keadaan
belum juga membaik dan aku mengkhawatirkan Nurul, yang
jauh lebih perasa dibandingkan aku dan tidak terbiasa dengan
semua konflik ini.
"Boleh aku tanya tentang perpindahan agamamu?"
"Silakan, George, walaupun aku tak mau menyebutnya begi-
tu."
"Maksudmu?"
"Perpindahan berarti aku mengubah keyakinanku dari satu
agama ke agama lain:· Kutumpangkan kaki kanan di atas kaki
kiriku. "Tapi sebenarnya aku hanya berubah dari yang tadinya
tidak percaya menjadi percaya:·
"Kau tadinya ateis?"
"Mungkin agnostik lebih tepat:'
"Oh, benarkah, apa yang mengubah pikiranmu?"
"Sulit menjelaskannya, kau hanya sampai pada titik ketika
akhirnya kau menyadari bahwa segala sesuatu terjadi dalam
hidupmu untuk alasan yang bagus. Kau tahu, seperti persiapan.
Semua kesenangan dan kesedihan, semua hal yang tak masuk
akal, semua itu memang sudah semestinya terjadi:'
"Tapi kenapa Islam?"
"Pertama-tama ada Kitab Suci Al-Quran. Aku tak bisa ber
henti menegaskan ka.lau kau harus mencoba membacanya.
Orang-orang membicarakan Islam sebagai sesuatu yang kuno
305
dan jahat, tapi kau bakal terkejut melihat betapa egaliternya
Islam."
"Mmm hmm:'
"Kemudian semua keaktifan itu. . . apakah keaktifan termasuk
kata bakur''
"Entahlah:'
"Guru bahasa macam apa kita ini. Maksudku, keaktifan ini,
seperti menyembah Tuhan lima kali sehari tanpa putus, bagiku
itulah arti menganut agama yang sesungguhnya. Dan kurasa aku
menganggap kedisiplinan dan pengabdian itu sungguh menarik.
Kemudian ada Rukun Islam seperti naik haji, berpuasa, beramal
pada yang tak mampu, dan lain-lainnya."
"Bagaimana dengan salat, bukankah kau harus melakukannya
da.lam bahasa Arab?"
"Setahuku begitu:·
"Aku heran bagaimana kau bisa mencari waktu untuk me
ngerjakan semua itu."
"Kau takkan pernah bisa mencari waktu, kau mesti me
luangkan waktu."
Begitu George mulai bertanya, tak ada yang dapat kulaku
kan untuk menghentikannya. Rasanya seperti penyelidikan, tapi
penyelidikan yang menyenangkan, dan semakin gencar dia ber
tanya, semakin aku menyadari masih banyak yang harus ku
pelajari. Namun hal utama yang kupetik dari percakapan kami
adalah aku merasa amat bahagia setiap kali berdiskusi tentang
Islam. Bukan jenis bahagia yang kudapat dari alkohol atau nar
kotik, tapi jauh lebih da.lam, lebih bersih, dan lebih bermanfaat.
"Nurul tidak termasuk Muslim KTP, kan?"
"Jelas tidak, dia Muslim adjective, sepenuhnya."
306
"Sayang juga."
"Apa maksudmu?"
"Yah, kau tahu . . ." Dia membuat gerakan seperti sedang
meremas payudara. "Tak ada lelaki normal yang menolak diberi
itu:·
"Astaga, George, itu sama sekali tidak pantas dibicarakan:·
"lni hanya antarlelaki, tentu saja:•
'' ,,
...
307
laju ke area perumahanku. Masjid sangat ramai dan aku meng
ganti pakaian kerjaku di ruangan kecil yang terselip persis di
belakang mimbar. Setelah itu aku wudu dan mencari Pak
Laeman. Dia sudah menyisakan tempat untukku di baris kedua
dan dia menjabat tanganku serta mencium pipiku seperti sau
dara yang lama tak bertemu. Dan aku memang bagian dari
saudara-saudara seiman dalam masjid itu. Kami salat hingga
jauh malam, kipas angin berputar malas di atas kepala, lampu
diredupkan dan hati kami berkobar oleh rasa cinta kepada
Allah.
308
l dul Fitri telah menjadi pengalaman yang menakjubkan. Keber
samaan saat salat di pagi hari, kumpul-kumpul di rumah Pak
Karyo, lalu sore harinya kulewatkan bersama Nurul dan ke
luarganya. Mereka membuatku merasa sangat diterima dan aku
begitu tersentuh oleh kemurahan hati mereka, terutama karena
mereka tak memiliki banyak uang dan menghadapi banyak
kesukaran. Aku pun tersadar betapa beruntungnya aku memiliki
Nurul dalam hidupku, dan bulan-bulan berikutnya semakin
membuktikan keyakinanku itu.
"Tidak mudah makan sambil diperhatikan semua orang:'
"Benar sekali, Sweetheart, aku jadi tidak makan dengan nya
man."
"Aku selalu menganggap guru-guru lain berlebihan:•
"Salah satu tantangan menjadi orang asing di negeri asing."
Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling food court yang ra
mai, penuh oleh orang-orang yang berbelanja di akhir pekan.
"Di kota-kota yang lebih besar tidak terlalu buruk:'
309
"Menurutmu begitu?"
"Yah, pengalamanku seperti itu di Cina dan jepang."
"Gawat:' Wajah Nurul berubah. "Ada Wening dan Jaya di
sana."
"Bagus sekali:'
"Mereka bertingkah seperti raja, terutama Jaya. Dia ber
sembunyi di belakang Wening karena jabatan Wening lebih
t�nggi dan jaya selalu lolos walaupun sudah membuat banyak
kesalahan. Sertifikat tidak ditandatangani, tak masalah. Keting
galan kertas ujian di rumah, tak masalah. Terlambat masuk ke
las, tak masalah:'
"Menurutmu kenapa mereka begitu membenci kita? Mak
sudku, oke, mereka tak menyetujui hubungan kita, semua orang
boleh punya pendapat, tapi aku tak mengerti kenapa mereka
mesti meracuni orang lain. Guru lokaI yang baru, Ashriana, dia
sangat ramah dan sopan waktu kami baru berkenalan. Tapi ke
mudian dia pergi makan slang dengan yang lain dan semenjak
itu dia jarang lagi berbicara denganku:•
"Beberapa orangtua siswa juga begitu, mereka tidak ber-
sikap sopan padaku."
"Menurutmu mungkinkah keadaan bakal membaikr''
"Mungkin saja, kalau kita pindah ke tempat lain."
"Tapi aku baru memperbarui kontrakku:·
"Aku tak tahan lagi bekerja di sana."
Saat menatap mata Nurul, bisa kulihat dia bersungguh-sung
guh dengan ucapannya. Kami sudah berkali-kali membicarakan
hal ini dan aku selalu berhasil membujuknya bahwa melarikan
diri bukan pilihan yang realistis. lni adalah perjuangan kami un
tuk bertahan di jalan yang benar dan hidup dengan harga diri,
310
tak peduli apa yang terjadi di sekitar kami. Memang benar, kita
semua berada dalam perjuangan abadi melawan kegelapan, tapi
tak ada yang mengatakan kita harus berdiam diri.
"Ayo, kita beli bahan-bahan spagetinya:·
"Sebaiknya salat Dzuhur dulu."
"Oke:·
"Kau tidak menghabiskan baksomu?"
"Hari ini tidak enak."
"Lebih enak beli di pinggir jalan:•
"Ayo:' Aku berdiri dan menatap ke arah Wening dan Jaya.
"Kita sudah terlalu banyak menghabiskan waktu di dekat me
reka, seharusnya hari Minggu kita bebas dari mereka."
Kami menaiki eskalator ke lantai dasar dan berpisah jalan
saat tiba di musholla. Aku berwudu la.lu masuk ke musholla,
dan seperti biasa disambut tatapan antara penasaran dan cu
riga, kemudian diminta untuk menjadi imam, sesuatu yang kini
membuatku terbiasa. Pasti aneh melihat orang barat salat,
orang-orang selalu ingin aku membuktikan diri dan aku belajar
menerimanya sebagai bagian dari menjadi mualaf.
Setelah salat aku bersalaman dengan yang lain lalu keluar
dengan hati hangat dan pikiran tenang. Nurul sudah menunggu
di luar dan kami pergi ke supermarket, membeli daging sapi,
tomat, jamur serta bahan-bahan lain yang dibutuhkan untuk
membuat saus spageti. Setelah itu kami na.ik motor ke peru
mahanku dan melihat Pak Karyo di jalan, sedang membeli rujak
buah dari lbu Habis.
"Assalamualaikum."
"Wa alaikum salam."
"Selamat sore, teman-teman, apa kabar?"
3I I
"Baik, Pak." Aku mengangkat kantong belanja. "Mau mene
mani kami supaya kami bisa memasak saus spageti?"
"Bah, spageti." lbu Habis mencibir. "Seharusnya beli karedok
saya saja:•
"Lontongnya ada?"
"Tentu:·
"Kenapa lbu cuma punya lontong kalau saya sedang tidak
mau beli?"
"Dia memang konyol:' Pak Karyo tertawa dan menepuk
punggungku. "Mbak Nurul, bagaimana kondisi ibumu?"
"Sudah agak mendingan, mau mencoba berjalan pakai tong
kat."
"Tolong sampaikan salam saya:'
Kami duduk dan mengobrol sambil menikmati jahe panas
yang menjadi minuman wajib, lalu Pak Karyo bertanya tentang
rencanaku dan dengan penuh arti mengetukkan jemarinya.
Nurul menatapku dengan sorot mata bertanya. Aku mengang
kat bahu dan menghabiskan minumanku lalu berdiri. Setelah
itu kami melanjutkan perjalanan ke rumahku, diikuti oleh Pak
Karyo, lalu mulai mengolah daging dan sayuran.
"lni sangat indah, Sweetheart:'
"Tomatnya?"
"Melewatkan waktu bersamamu:'
"Aku juga suka." Dia mendorong tanganku yang hendak
mengambil dari talenan. "Tapi aku masih tidak enak pada te
tangga-tetanggamu.''
"Tidak apa-apa, mereka tak suka spageti."
"jangan bercanda:·
"Yah, kita kan tidak cuma berduaan di rumah. Lagi pula, se-
312
keras apa pun kau mencoba, orang-orang akan selalu berpikir
sekehendak mereka."
Sewaktu terdengar adzan Ashar, kami meminta Pak Karyo
meneruskan memasak saus spageti sementara kami beranjak
ke ruang tamu yang sejuk. Dengan hati berdebar kuraih tangan
Nurul dan kukeluarkan cincin pertunangan dari saku kemudian
berlutut di depannya. Kata-kata yang sudah kulatih ratusan kali
mendadak lenyap dari mulutku dan aku bagaikan orang bodoh
yang berlutut melama.r wanita yang dicintainya.
** * * *
"Yah, aku takkan berguna sebagai suami ka.lau tak bisa me
lindunginya dari semua ini:'
"Cukup adil:' Bibiku menguap keras dan panjang. "Ya Tuhan,
aku nyaris tak sanggup membuka mata."
"Maaf menelepon selarut ini, aku hanya butuh nasihatmu."
"Tak bisakah kau mencari pekerjaan di tempat lain?"
"Bisa kalau memang harus, tapi barangkali itu artinya pindah
ke Jakarta:'
"Kau tak suka tinggal di kota besar?"
"Aku hanya mengkhawatirkan Nurul. Secara teori memang
tidak ada masalah, tapi pada kenyataannya, dia istri baru di
tempat yang jauh dari kelua.rga dan teman-temannya. Kalau aku
sibuk bekerja, aku takkan bisa menemaninya:•
''Yah, segala sesuatu ada harganya."
"Sayang sebenarnya, sungguh menyenangkan tingga.I di sini:'
"Hidup memang seperti itu, my darling. Saat kau merasa
nyaman, ada saja bajingan yang berusaha merusaknya:'
313
Dia tidak salah. Di setiap tempat kerjaku, selalu ada para
pembuat masalah, orang-orang yang mendapat kesenangan de
ngan mengorbankan orang lain. Satu-satunya pilihanku adalah
bicara dengan pemilik kursus dan menjelaskan masalah yang
Nurul dan aku hadapi, dan entah bagaimana caranya berusaha
memaksakan perubahan. Pantas saja tempat kursus itu kesulitan
mempertahankan guru-guru baratnya, dengan Direktur Pendi
dikan yang sibuk sendiri dan tidak pedulian.
"Omong-omong, bagaimana kabar Mike? Aku sulit menghu
bunglnya:'
"Masih merana merindukan ibumu:·
"Dan bagaimana kabar lbu? Kau tahu dia lebih senang me
nyimpan sendiri isi hatinya."
"Agak khawatir tentang kau dan wanita ini:'
"Yah, aku bisa bilang apa? Kalau hatimu sudah yakin, buat
apa menunggu lama-lama?"
"Semoga saja kau lebih beruntung dalam perkawinan dari
pada orangtuamu."
"Sebenarnya aku ingin seperti Nenek dan Kakek." Mungkin
kedengarannya terlalu muluk, tapi aku merasa sangat yakin.
"Yang, omong-omong, sudah lama tak berbicara denganku:'
"Mereka kesulitan dengan sambungan telepon yang lambat."
"Pastinya tidak sesulit ltu."
"Tunggu sampai umurmu delapan puluhan, kita lihat saja
apakah kau masih bisa bilang begitu:'
Kami mengobrol beberapa lama lagi dan dia mendoakan
agar pertemuanku dengan sang pemilik berjalan lancar. Setelah
itu aku memasak telur dan menyeduh teh, lalu berlatih meng
hafalkan surah Al-Humazah, yang ayat keduanya menurutku
314
cukup sulit. Pukul setengah sembilan pagi aku mandi lalu salat
Dhuha beberapa rakaat dan dua puluh menit kemudian aku
sudah berada di lobi gedung kantor pemilik tempat kursus.
Resepsionis memintaku menunggu sebentar dan aku duduk
di sana cukup lama untuk mengirimkan beberapa pesan ke
pada Nurul. Kemudian pintu di sebelah kiriku terbuka dan
sang pemilik memanggilku ke dalam dengan raut wajah yang
menyiratkan bahwa pertemuan ini sama sekali tidak menye
nangkan baginya. Dia memutari meja kacanya yang besar dan
memberi isyarat agar aku duduk. Resepsionis mengantarkan
secangkir kopi panas untukku.
"Mau diambilkan susu dan gula?"
"Tidak usah, terima kasih, Pak:'
"Saya sendiri tidak minum kopl, bermasalah dengan kandung
kemih."
"Oh, saya tahu seperti apa rasanya."
"Bagaimana kabar tunanganmu?"
"Baik, setidaknya dalam hal kesehatan."
"Kesehatan itu sangat penting, bukan?" Dia bersedekap dan
hampir-hampir tersenyum. "Kita bisa punya uang berlimpah, tapi
tidak ada artinya kalau kita sakit."
"Benar sekali:'
Basa-basi itu berlangsung beberapa lama dan aku berhasil
mengait-ngaitkan antara kesehatan dan kebahagiaan. Kusampai
kan padanya betapa besar tekanan yang dihadapi Nurul dan
aku, dan betapa kondisi di tempat kursus membuat kami sa
ngat terpukul. Sudah cukup sulit merencanakan pernikahan
dengan dana terbatas, belum lagi pekerjaan tambahan dari
315
perusahaan minyak dan gas, tanpa harus berurusan dengan per
sekongkolan Wening dan Jaya.
"Waktu saya bertemu istri saya, keadaannya juga sulit."
"Oh ya?"
"Dia bertunangan dengan orang lain kala itu."
"Apakah kalian sangat tertekan?"
"Sebenarnya, kami malah jadi semakin kuat:'
"Saya paham maksud Anda." Nurul dan aku juga merasa
begitu. ''Tapi tetap tidak mengubah kenyataan bahwa sebagian
staf Anda bersikap buruk. Anda tahu seberapa sering saya
mengajukan masalah ini kepada Simon? Paling tidak sudah enam
atau tujuh kali."
"Mmm hmm."
"Dan dia sama sekali tak berbuat apa pun. Bayangkan kalau
ada yang menyebarkan rumor tentang Anda dan istri Anda.
Apakah Anda hanya akan diam saja dan membiarkannya?"
"Jadi, kau ingin saya melakukan apa?"
"Saya berharap mungkin Anda punya saran:' Kopiku pekat,
hitam, dan sangat pahit. "Dan tolong jangan meminta saya un
tuk bersabar dan mengatakan semua ini akan berhenti sendiri:'
"Mungkin saya butuh waktu untuk memikirkannya:'
"Berapa lama?"
"Kau harus sabar."
"Maaf, aku rasa tidak juga, Pak:'
"Nanti juga berhenti sendiri:'
Kami tidak mendapatkan kemajuan apa pun, jadi aku meng
ubah taktik dan menuturkan beberapa cara agar tempat kursus
ini bisa lebih sukses. lde-ide sederhana dan praktis serta pro
sedur-prosedur yang kuperoleh dari pengalamanku selama ini.
316
Selama berbicara, aku nyaris bisa mendengar roda pikirannya
berputar. Aku muda, cerdas, memenuhi kualifikasi, dan akan
menikah dengan wanita lokal. Jika memainkan kartunya dengan
benar, dia dapat menggunakanku untuk keuntungannya.
"lni alamat e-mail saya."
"Mmm hmm:• Kuambil kartu nama itu dari tangannya.
"Baiklah."
"Menurutmu tempat kursusku bisa lebih baikr'
"Pastinya:·
"Bisa kaukirimkan beberapa idemu minggu depanr''
"Dan Anda akan bicara dengan Simon?"
"Kami memang ada pertemuan besok, membicarakan kon
traknya."
Aku meninggalkan kantornya dengan perasaan menang. Se
tidaknya aku sudah menyampaikan pendapatku dan berterus
terang mengenai perasaanku. Sebagai lelaki yang terlihat jelas
menghargai istrinya, kuharap dia bisa berempati padaku. Begitu
aku tiba di rumah, hujan turun dan aku menelepon Nurul lalu
membuka laptop. Ada permintaan pertemanan di laman Face
book-ku dan aku tercengang sewaktu mengklik lambangnya dan
melihat nama ayahku.
317
"
Saya terima nikahnya Nurul Dwi Halimah, putri dari Bapak
Budiarso, dengan maskawin tersebut dibayar tunai:'
"Bismillaahirrahmaanirrahiim." Penghulu melepaskan tangan
ku diiringi bacaan dalam bahasa Arab. "Asy-hadu allaa ilaaha
illallaah, wa asy-hadu anna Muhammadar-rasulallah."
Aku menatap Nurul, matanya begitu hidup, hangat dan ce
merlang, dan gelombang kegembiraan membanjiriku. Selain
saat menjadi seorang Muslim, ini adalah hari terindah dalam
hidupku, kesempatan untuk berikrar di hadapan Tuhan bahwa
aku akan menjadi suami yang setia, pemberi dukungan dan se
mangat dan pelindung istriku unwk selamanya. Aku t:ahu Nurul
juga merasakan hal yang sama dan setelah selesai menanda
tangani buku nikah kami, kuraih tangannya dan kubawa dia
menjauhi keramaian.
"Kau cantik sekali."
"Bajunya terlalu ket:at." Dia tertawa. "Aku harus mengurangi
berat badan:'
318
"Aku mencintaimu, Sweetheart."
"Aku juga mencintaimu:·
"Ha.la.man tampak indah, sayangnya gerimis:·
"ltu pertanda baik:'
Kami berdiri dalam diam, akhirnya menjadi sepasang suami
istri, memandang hamparan rumput hijau rimbun di taman yang
kami sewa untuk acara hari ini. Tamu kami tidak banyak dan
hanya orang-orang yang dekat dengan kami. Orangtua dan
saudara-saudara kandung Nurul, Pak Karyo beserta istri, putri
dan menantunya. Orangtuaku sendiri menelepon tadi pagi, lbu
menyampaikan ucapan selamat dari keluarga. dan Ayah juga me
nelepon dari rumahnya di Amerika. Selanjutnya akan ada lagi
tamu yang datang, bapak-bapak dari masjid dan dari perusa
haan minyak dan gas beserta istri mereka, teman-teman kuliah
dan kerabat Nurul, serta beberapa orang dari tempat kursus
yang masih berhubungan baik dengan kami.
"Ayo, waktunya foto:'
"Baiklah, kalau memang harus:• Aku tersenyum kepada Pak
Karyo yang tampak terharu. "Tapi sebelumnya kami ingin ber
terima kasih atas kehadiran Bapak di sini."
"Hari ini aku merasa seperti ayahmu sendiri:'
"Aku juga merasa begitu, Pak."
"Mbak Nurul cantik sekali:'
"Riasannya terlalu tebal:'
"Tidak setebal riasan istriku waktu aku menikah dengannya.
Waktu itu dia seperti boneka porselen:·
Kami bertiga beranjak ke pelaminan. Sebuah sofa merah
kecil berbingkai latar belakang satin hijau dan putih serta rang
kaian pohon palem dalam pot. Kami berpose bersama tamu-
319
tamu kami sementara fotografer mengambil gambar demi
gambar demi gambar dan setelah setengah jam berlalu kami
istirahat lalu pindah ke taman. Kami sudah menyepakati per
paduan barat dan timur untuk konsep pernikahan kami. Selain
duduk di pelaminan, kami juga berkeliling untuk menemui
tamu-tamu kami.
"Kau sudah makan, Sweetheart?"
"Terlalu gugup tadi pagi." Nurul menghaluskan kerutan di
lengan jasku. "Kau bagaimana?"
"Aku tak pernah terlalu gugup untuk makan."
"Mungkin justru harus."
"Yeah, kurasa begitu:· Aku menepuk perutku, yang serata
papan waktu baru tiba di Indonesia empat belas bulan lalu.
"Tapi tergantung seenak apa masakanmu:'
"Kuharap kau suka."
"Mereka bilang, cara merebut hati seorang pria adalah me
lalui perutnya."
"Kalau begitu kau pasti sangat cinta Indonesia."
Kami menyusuri tepian kolam renang lalu duduk di bangku
yang terhindar dari tetesan gerimis karena dinaungi jalinan
dahan-dahan sejumlah pohon. Untuk sesaat tak ada yang me
lihat dan kami memajukan tubuh untuk berciuman. Tiba-tiba
fotografer muncul dan menyerahkan buket bunga mawar ke
pada Nurul. Kulingkarkan lenganku di pinggang rampingnya
dan kami tersenyum ke kamera seraya berharap kami sudah
berada di dalam kamar hotel.
Menjelang siang, sebagian besar tamu kami sudah datang.
Band memainkan musik jazz dan blues, makanan terhidang
rapi dan matahari bersinar cerah. Kami salat Dzuhur dan
320
sungguh suatu kehormatan besar bisa menjadi imam untuk
istriku, kemudian kami keluar lagi dan kembali ke pelaminan
untuk sesi foto berikutnya. Aku belum pernah merasa seutuh
ini dan ketika mengenang tahun yang telah berlalu, kusadari
betapa banyak yang telah Nurul dan aku alami.
"Pak Laeman, assalamualaikum."
"Wa alaikum salam:'
"Terima kasih sudah datang."
"Kau ganteng sekali:' Dia menggenggam tanganku dan men-
cium pipiku. "Dan Mbak Nurul, cantik betul hari ini."
"Terima kasih, Pak."
"lstriku sebentar lagi kemari:'
"Nanti kita foto bersama."
"Dia sangat suka kartu undanganmu:·
"Maha suci Allah yang telah menciptakan segala sesuatu ber
pasang-pasangan." Nurul tersenyum. "Dari surah Yasin:•
"Memang lua.r biasa, Pak. Surah tiga puluh enam, ayat tiga
puluh enam:·
''Yang juga berpasangan." Dia menggenggam tanganku lagi.
"Subhanallah:'
Setelah berfoto, istri Pak Laeman mengatakan kepada kami
untuk segera punya anak. Nurul dan aku sudah begitu sering
membicarakannya dan itu adalah sesuatu yang kami berdua
inginkan sepenuh hati. Beberapa ja.m berikutnya berlalu bagai
dalam mimpi dan tiba-tiba saja kami sudah dalam perjalanan
menuju hotel, menumpang mobil salah seorang paman. Seorang
teman di perusahaan minyak dan gas membantu kami men
dapatkan harga diskon di hotel dan selama satu malam kami
akan dijamu layaknya bangsawan.
321
"Satu hal lagi:'
"Kotak-kotak makanan?"
"Aku sudah mengirim pesan pada penjualnya." Nurul me
remas tanganku dan tersenyum. "Dia sudah menunggu kita:'
"Menurutmu tetangga-tetanggamu tidak keberatan dengan
nasi Padang?"
"Yah, memang tidak biasa:·
"Seluruh kisah kita memang tidak biasa."
Mobil berhenti di restoran Padang kecil tempat Nurul dan
aku sering makan. Aku keluar dan menyapa si penjual lalu me
muat kotak-kotak makanan di bagasi mobil. Setelah membayar
dan menjabat tangan si penjual, kami melanjutkan perjalanan.
Lalu lintas lengang dan sepuluh menit kemudian kami sudah
berada di meja resepsionis. Setelah itu kami mendaftar dan
diantarkan ke kamar kami. Kami mengucapkan terima kasih
pada pelayan hotel lalu menutup pintu dari dunia luar.
* * * * *
322
"Satu hal lagi:'
"Kotak-kotak makanan?"
"Aku sudah mengirim pesan pada penjualnya." Nurul me
remas tanganku dan tersenyum. "Dia sudah menunggu kita:'
"Menurutmu tetangga-tetanggamu tidak keberatan dengan
nasi Padang?"
"Yah, memang tidak biasa:·
"Seluruh kisah kita memang tidak biasa."
Mobil berhenti di restoran Padang kecil tempat Nurul dan
aku sering makan. Aku keluar dan menyapa si penjual lalu me
muat kotak-kotak makanan di bagasi mobil. Setelah membayar
dan menjabat tangan si penjual, kami melanjutkan perjalanan.
Lalu lintas lengang dan sepuluh menit kemudian kami sudah
berada di meja resepsionis. Setelah itu kami mendaftar dan
diantarkan ke kamar kami. Kami mengucapkan terima kasih
pada pelayan hotel lalu menutup pintu dari dunia luar.
* * * * *
322
"Buburnya enak sekali:'
"Agak aneh pakai emping:·
"Ya, agak aneh:'
"Dan ada minimarket dalam gedung apartemen:' Kupunguti
emping di bagian atas buburku dan memberikannya kepada
Nurul. "Nyaman sekali, kan:·
"Terlalu nyaman, kita jadi sering belanja camilan:·
Apartemen kami tipe studio berukuran mungil yang kami
sewa selama satu bulan dengan harapan kami bisa menemukan
tempat yang lebih baik setelah mengenal daerah ini. Tempat
kerja yang baru masih menunggu visa kerjaku selesai dan aku
belum ada jadwal mengajar sampai pertengahan Februari. Maka
bulan madu pun berlanjut, keluar mencari sarapan di pagi hari
yang santai, menjelajah kota di sore hari, dan di malam hari
kami bercinta atau menonton televisi.
"Sepertinya aku butuh nomor ponsel baru, Darling. Koneksi
internetku sangat lambat:'
"Nomorku tidak ada masalah:'
"Boleh kupakai? Mau mencari apartemen lagi."
"Sebentar, aku periksa e-mail dulu:' Aku menyendok bubur
lagi. "Ada e-mail dari lembaga kursus, mereka memintaku
mengajar di Jakarta Pusat:'
"Mungkin biaya hidup di sana lebih mahal:'
"Syukurlah ada uang pemberian ayahku."
"Mmm hmm."
"Aneh sebenarnya, dan ini bukan pertama kalinya. Waktu
aku bersama Amy, hal yang sama juga terjadi. Ayahku tiba-tiba
saja muncul dan membantuku memulai hidup baru."
"ltu cara Tuhan menjagamu:•
323
"Kurasa begitu:'
"Oh.'' Wajah Nurul mendadak pucat. "Oh, jangan lagi."
Dia bangkit dan buru-buru ke toilet. Aku bisa mendengar
nya muntah-muntah. Tempo hari, kami makan sate yang tidak
terlihat meyakinkan dan sesudahnya kami berdua merasa agak
sakit, tapi kondisi Nurul belum juga membaik. Kunyalakan pe
manas air lalu masuk ke kamar mandi dan menggosok-gosok
punggungnya, setelah itu membuatkan secangkir teh untuknya.
Setengah jam kemudian kami berjalan kaki ke pusat per·
belanjaan dekat apartemen yang kulihat kemarin dilengkapi
apotek.
"Pelan-pelan."
"Rasanya aku sudah pelan."
"Terlalu cepat untukku.''
"Aku tadi sudah menyarankan agar kau istirahat saja di ka
mar.''
"Hei, Mister, cewekmu suka makan pisang besarmu?"
"Demi Tuhan.'' Darahku langsung mendidih. "Semoga saja
mereka tak pernah pergi ke lnggris. Mereka bisa masuk rumah
sakit kalau berani meneriaki hal seperti itu.''
"Tenanglah."
"Aku sudah coba, tapi itu benar-benar kurang ajar."
Kami melanjutkan perjalanan tanpa berbicara dan aku ber·
usaha seba.ik mungkln mengendalikan kemarahanku. Aku mem
batin bahwa ini semua bagian dari pengalaman hidup di negara
lain dan bahwa orang asing di lnggris pasti juga menghadapi
masalah serupa. Menganggap dunia barat lebih unggul sama se
kali tak sesuai dengan pendirianku, tapi kadang-kadang aku
sungguh tak mampu mengendalikan diri. Sekali lagi aku menjadi
324
Anjing-anjing Pavlov yang menarik-narik tali kekang hendak
menerkam seseorang.
Apoteker mengangkat alis ketika Nurul menjelaskan gejala
yang dia alami dan menyarankan agar kami membeli alat uji ke
hamilan saja. Dalam kondisiku yang sedang sangat sensitif, aku
merasa orang-orang memandang kami sebagai pasangan berbeda
ras yang tidak sah, dan suasana hatiku segelap tengah malam
pada saat kami tiba kembali di apartemen.Aku berbaring di tem
pat tidur dan menatap televisi sementara Nurul mengeluarkan
barang yang kami beli tadi dan beranjak ke kamar mandi.
"Jadi, apa hasilnya?"
"Butuh beberapa menit."
"Di mana kau menaruh bungkusnya?"
"lni:' Dia duduk di pinggir tempat tidur dan menyerahkan
nya kepadaku. "Di sini tertulis satu garis merah muda berarti
negatif dan dua berarti positif'
"Bayangkan kalau kau sudah hamii. . ."
"Masih tetap satu garis:'
". . .betapa menyenangkan."
"Negatif' Dia mengangkat alat uji kehamilan itu. "Untunglah
kita juga membeli obat mual."
"Tidak apa-apa, Sweetheart."
Maka berakhirlah babak ketiga dari hari yang tidak berun
tung. Direndahkan di jalan, dihina di apotek, kecewa di aparte
men. Membayangkan menjadi ayah lagi, membesarkan anak di
rumah yang penuh kasih sayang, terasa begitu emosional sam
pai-sampai napasku tersekat. Tapi semakin memikirkan kega
galanku dengan putra pertama, semakin aku merasa tak layak
mendapatkan kesempatan kedua.
325
"
1'.udengar istrimu sedang hamil."
"Kabar baik cepat beredar."
"Sudah berapa bulan?"
"Kira-kira tujuh minggu:' Aku bersandar ke meja dan terse
nyum pada resepsionis. "Kami melakukan USG untuk me
meriksa detak jantungnya kemarin."
"Menggembirakan sekali:'
"Aku tahu, dan begitu cepat, kami belum lama menikah:'
Tempat kursus yang baru benar-benar kebalikan dari tempat
yang lama. Luas, bersih, dan sangat kompetitif, dengan jajaran
staf lokal dan barat yang berkualitas. Sejak uji kehamilan kedua,
semua sepertinya berjalan dengan sangat baik dan kami betul
betul bahagia. Kami sudah pindah ke paviliun berjarak sepuluh
menit perjalanan naik taksi dari sini, di samping kanal dan de
kat masjid. Pemiliknya seorang wanita ramah berusia awal lima
puluhan. Aku sedang menjalani minggu terakhir orientasi dan
tak lama lagi akan mendapat jadwal mengajar penuh waktu.
326
"Dua menit sebelum dimulai."
"Siap." Aku berpaling kepada Judith, gadis berambut merah
dari Missouri yang kelasnya akan kuobservasi. "Aku sudah
menaruh kursi tambahan di dalam kelas:'
"Bawa lembar observasi?"
"Sudah:'
"Kau seperti orang lokal saja:•
"Oh ya?"
"Mereka selalu bilang sudah."
Kami masuk ke kelas dan aku duduk sementara Judith me
manggil para siswa lalu membagikan daftar absen. Dia meminta
ku memperkenalkan diri kemudian melakukan pemanasan de
ngan permainan ingatan dan aku mulai membuat catatan pada
lembar observasi. Di pertengahan pelajaran, aku bisa merasakan
ponselku bergetar dan wakw mengecek pesan jantungku se
olah melompat ke mulut. Nurul mengalami perdarahan ringan
dan kram perut.
Aku minta izin pulang lalu naik taksi ke rumah. Nurul ber
baring di sofa dengan wajah pucat pasi. Tak ada yang dapat
dilakukan malam itu dan kami berpelukan sepanjang malam lalu
mendatangi poli kebidanan dan kandungan begitu sudah buka.
Rasanya lama sekali kami duduk di ruang tunggu dan ketika
perawat mengantarkan ke ruang USG, kami nyaris gila karena
cemas. Kemudian Nurul berbaring di ranjang dan kami me
natap monitor bersama dokter yang bertugas, berharap se
penuh hati tidak ada yang salah.
"Sudah mati."
"Oh tidak:' Nurul menutup tangis di mulutnya dengan ta
ngan. "Tidal<, tidak mungkin."
327
"Tidak apa-apa, Sweetheart."
"Maafkan aku."
"Tak perlu minta maaf, kau tidak berbuat sa.lah:' Aku me
remas tangannya dan mengecup sisi kepalanya. "Dokter, bagai
mana ini bisa terjadi?"
"Mungkin ada masalah dengan perkembangan janin:•
"lni salahku, aku terlalu sibuk bersih-bersih:'
"Kadang-kadang hal seperti ini memang terjadi, tak ada yang
dapat kaulakukan:'
"Kehendak Tuhan." Dokter bertanya apakah Nurul memilih
obat atau dikuret. "Obat tidak begitu berisiko karena tidak
perlu dimasukkan alat, tapi mungkin tidak bisa membersihkan
rahim lbu sampai tuntas:·
Kami menunggu di apotek dan mataku bagaikan buta ka
rena menahan air mata. Aku merasa sangat terkutuk. Obat
nya selesai lalu kami naik taksi dan aku m engirim pesan ke
tempat kursus, mengabarkan aku tidak bisa kembali ke sana
hari ini. Aku juga mengirim kabar kepada ibuku. Lalu lintas
begitu padat dan butuh waktu satu jam lebih untuk tiba di
rumah. Kami memasuki kegelapan kamar mungil kami dan
terkulai lemas ke tempat tidur.
"Aku sungguh minta maaf, Darling." Wajah Nurul basah
dengan air mata. "Aku tidak bermaksud membiarkan ini
terjadi."
"Kau tidak berbuat salah."
"Seharusnya aku tidak bekerja terlalu keras."
"Oh tidak, siapa ini?" Ponselku berdering dan rupanya
dari lbu. "Halo."
328
"Halo, my love, aku ikut berduka mendengar kabar dari
mu."
"Aku tahu."
"Bagaimana keadaan Nurul?"
"Sedih sekali.''
"Kami semua memikirkan kalian.''
"Oke."
"Seandainya aku bisa berada di sana bersama kalian ber
dua.''
"Tidak apa-apa, sebentar lagi bulan Juni."
"Pastikan Nurul makan, kau harus memulihkan raga un
tuk memulihkan jiwa.''
"Baik.''
"Telepon aku beberapa hari lagi kalau sudah lebih te
nang."
Kutarik Nurul mendekat dan kupeluk erat-erat dengan mata
panas. Rasa kehilangan dan kekecewaanku tak ada artlnya diban
dingkan apa yang dirasakan istriku, dan tiba-tiba aku sadar bah
wa inilah arti cinta sejati. Kau berusaha sekuat mungkin untuk
menghapus kesedihan orang itu, menyerahkan segenap hatimu
tanpa sedikit pun memikirkan diri sendiri. Dan saat itu juga
aku tahu bahwa aku harus lebih kuat daripada sebelumnya,
jika ingin menuntun istriku keluar dari kegelapan ini.
"Oke, kita harus memikirkan makanan."
"Tidak mau makan."
"Aku juga tidak, tapi sakit karena lapar takkan membantu
kita berdua."
"Soto mungkin.''
"Penjual soto biasanya sudah tidak ada jam segini.'' Ku-
329
sibakkan rambut yang terjuntai di dahi Nurul. "Bagaimana
kalau mi ayam atau ketoprak?"
"Ketoprak saja, dan air kelapa."
"Baiklah."
"Aku mencintaimu, Darling."
"Aku juga mencintaimu."
Di luar terasa amat berbeda dari suasana kamar yang di
liputi kesedihan dan aku seperti orang linglung sewaktu mem
beli makanan dan minuman. Saat aku tiba di rumah, kami
langsung makan dan ketoprak, anehnya, terasa enak. Nurul
kemudian tidur sementara aku membasuh badan di kamar mandi
kami yang sempit lalu beranjak ke ruang tamu untuk salat dan
air mataku mengalir deras. Aku teringat surah Ali-lmran ayat
enam, dan untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku menyerah
kan diri sepenuhnya kepada Tuhan.
Kembali ke kamar, Nurul sudah bangun lagi dan aku menun
tunnya ke kamar mandi lalu membantunya mandi. Setelah bersih,
kami menonton DVD lalu mengobrol tentang kisah hubungan
kami dan rupanya ada manfaatnya menengok ke belakang, me
ngenang betapa kami sudah berhasil mengatasi setiap tantangan
bersama-sama. Tak lama kemudian malam menjelang, kami me
matikan lampu dan pergi tidur. Dan aku merasakan tekanan air
bertambah kuat Kali ini aku berhasil meraih anak itu dan mem
bawanya ke permukaan dan saat tiba di pantai dan menelentangkan
anak itu, ternyata aku menatap diriku sendiri.
** * * *
330
Beberapa bulan berlalu dan kami menyibukkan diri untuk me
nangkal kesedihan. Lembaga kursus menawari promosi jabatan
dan kuputuskan untuk mengajukan diri, mengingat gaji yang
lebih besar akan sangat membantu untuk menopang keluarga
baruku. Sementara Nurul mencurahkan perhatiannya untuk
membuat paviliun kami lebih nyaman, juga menjaga tubuh dan
pikirannya sesehat mungkin.
"Oke, kurasa aku harus pergi, Sweetheart:'
"Pulang jam berapar''
"Seperti biasa, tergantung lalu lintas:•
"Sangat macet di sini:'
"Sayang aku tak bisa jalan kaki saja, barangkali malah lebih
cepat:'
"Terlalu panas:·
"Tepatnya terlalu berbahaya, ojek-ojek suka naik ke trotoar."
Aku berjalan ke jalan utama untuk mencari taksi, dan tak
lama kemudian sudah berada di ruang guru dengan secangkir
kopi, mengecek e-mail. Ayahku berulang tahun keenam puluh
tiga hari ini dan aku bermaksud mengiriminya pesan dengan
harapan dia akan sudi untuk membalasnya dalam beberapa hari
bukan berbulan-bulan seperti yang sudah-sudah. Tidak mudah
berpikiran positif terhadapnya, terlepas dari bantuan keuangan
yang dia berikan, sebab dia tak pernah sekali pun meminta
maaf atau memberikan penjelasan atas sikapnya.
"Hei, Dude."
"Pagi, Bradley."
"Pagi sekali kau datang:• Dia seorang guru bertubuh gempal
berusia empat puluhan, tipe pecinta diri sendiri, tangan bertato,
dan kepala botak. "Supaya manajemen terkesan?"
33 1
"Tak ada salahnya."
"Seharusnya aku tidak berpesta terlalu heboh semalam."
"Sakit kepala?"
"Aku terpaksa menghentikan ojekku dan muntah di pinggir
jalan."
"Begitu, ya?"
"Komputer komputer ini sudah diperbaiki belum? Aku harus
-
memperbarui CY-ku."
"Lima menit lagi kau bisa pakai komputer ini."
Setelah menulis dan mengirimkan e-mail, aku pindah ke sa
lah satu meja di sudut untuk mempersiapkan materi mengajar.
Bradley duduk di depan komputer dan langsung membuka si
tus berita, menghabiskan sepuluh menit berikutnya mengomen
tari semua berita utama. Dan itu menjengkelkan karena be
berapa alasan, terutama karena dia sepertinya tak bisa
menyimpan sendiri pendapatnya.
"Born bunuh diri lag1:·
"Di mana sekarang?"
"Maaf, Dude, aku tahu kau Muslim dan sebagainya, tapi be
berapa orang ini benar-benar sinting."
"Aku setuju, selalu ada kelompok psikopat dalam setiap
segi kehidupan."
"Bagaimana bisa mereka mematuhi segala hal yang tertulis
dalam sebuah buku?"
"Yah, itu bukan buku sembarangan, tapi sabda Tuhan."
"Oh benar, dan Tuhan macam apa yang menghasutmu un
tuk berkeliaran sambil meledakkan orang-orang?"
Aku berusaha menjelaskan kepadanya apa yang pernah di
jelaskan Karim kepadaku. Bahwa ada bagian-bagian dalam Ki-
332
tab Suci Al-Quran yang maknanya sangat jelas dan itu me
rupakan pondasi utama dari Islam. Namun ada bagian-bagian
lain yang bersifat kiasan dan terbuka untuk diinterpretasikan.
Dalam pandanganku, bagian-bagian ini laksana cermin, meman
tulkan hati dan jiwa pembacanya. Hati yang sesat akan me
nemukan makna yang sesat, sementara hati yang bersih akan
menemukan makna yang mulia.
"Tapi bagaimana jika seseorang tidak cukup cerdas untuk
membedakannya?"
"Tuhan tidak mungkin membebani kita melebihi apa yang
sanggup kita tanggung:'
"jadi, asalkan para pengikut ini tak punya otak, mereka be
bas dari semua konsekuensi?"
"Tak punya otak bukan berarti tak punya hati nurani,
Bradley. Lagi pula, kurasa itu tergantung pada apa atau siapa
yang mereka ikuti. Tuhan sudah menyatakan dengan sangat jelas
dalam surah Al-An'am bahwa jika kamu hanya menuruti ke
banyakan orang di muka bumi ini, niscaya mereka akan me
nyesatkanmu:·
"ltu dia, lagi-lagi kau mengutip buku kecilmu." Dia kembali
mengalihkan perhatiannya ke monitor. "Aku heran bagaimana
kau bisa memercayai semua sampah itu:·
"lni masalah keyakinan, aku rasa:'
"llmu pengetahuan sudah menjelaskan pada kita tentang
teori ledakan dahsyat:'
"ltu teori atau cerita?"
"jadi, kau percaya kalau Tuhan yang menciptakan alam se
mesta?"
Aku ingin balas bertanya, bagaimana mungkin dia percaya
333
bahwa alam semesta adalah produk dari peristiwa kebetulan
semata. Bahwa dunia di sekeliling kita hanyalah hasil dari jutaan
elemen acak yang menyatu setelah miliaran tahun. Dan bahwa
kisahnya terdengar lebih mustahil dibandingkan kisahku. Tapi
aku sudah diajarkan bahwa lebih baik membiarkan dia dengan
keyakinannya dan aku dengan keyakinanku sendiri.
Pada saat itu manajer kami, Michael, masuk ke ruangan dan
bertanya apakah salah satu dari kami bersedia bekerja lembur.
Sebelum aku sempat membuka mulut untuk menjawab ya,
Bradley sudah mengajukan diri dan kesempatan untuk men
dapat uang tambahan terlepas dari genggaman. Kuhabiskan
sisa-sisa kopiku yang pahit lalu keluar ke koridor dan Michael
mengikutiku lalu bertanya apakah kami bisa bicara empat mata.
"Mereka ingin mewawancaraimu besok:'
"Oh, baiklah. Ada saran?"
"Tunjukkan saja pada mereka kalau kau punya minat yang
besar terhadap pendidikan:·
"ltu cukup mudah:'
"Dan bersiaplah untuk pertanyaan yang tak terduga." Dia
mengusap janggutnya. "Aku ingat mereka bertanya padaku,
binatang apa yang paling tepat menggambarkanku."
"Apa jawabanmu?"
"Antelop Afrika:•
"Spesifik sekali:'
"Mereka salah satu binatang yang berpasangan untuk se
umur hidup."
"Jadi, kau penganut monogami sejati?"
"Tidak juga:• Dia mengedip dan matanya menyorot jenaka.
"Tapi manajemen di sini menjunjung tinggi komitmen:'
334
Reuni
"
A.staga, Nak. cepat sekali kau tumbuh:'
"Nomor dua tertinggi di kelasku sekarang."
"Aku yakin begitu."
"Lebih tinggi dari Jason:·
"Pasti dia tidak terlalu suka:'
Nurul dan aku berada di bandara Soekamo-Hatta, menemui
lbu dan putraku yang baru saja muncul di terminal kedatangan.
Bagasi mereka pasti keluar paling akhir di ban berjalan, sebab
pesawat sudah mendarat satu setengah jam yang lalu. Tak ter
kira senangnya bisa bertemu mereka, ibuku terlihat lebih tua
dan sedikit lebih gemuk, sementara putraku sangat mirip de
nganku wakw remaja. Bukan lagi seorang anak tapi belum
dapat disebut dewasa, dan jika dia mengikuti jalan yang kutem
puh, perjalanannya masih cukup panjang.
"Berat badanmu bertambah, Nak:'
''Terima kasih, lbunda:'
"Dan Nurul, senang bertemu denganmu."
335
"Kami menyewa minivan dan sopir:· Aku tersenyum sambil
berusaha menahan kuap. "lebih nyaman daripada kita semua
berjejalan dalam taksi:'
"Ya ampun, udaranya sangat hangat untuk ukuran jam se-
belas malam."
"Aku lapar sekali, Oma:•
"Dia tidak suka makanan di pesawat."
"Kalau begitu, sekalian saja kita cari makan di sini."
Kami menemukan kafe yang memiliki area luar lalu meme
san minuman dan dua piring nasi goreng. Sudah satu setengah
tahun aku tidak bertemu mereka, dan aku ingat hari terakhir
kami bersama, perjalanan yang muram menyusuri tepi laut di
susul perpisahan yang emosional. Begitu banyak yang telah
terjadi antara saat itu dan sekarang. dan kami tak tahu mesti
memulai dari mana, jadi sepuluh menit pertama kami habiskan
dengan membicarakan hal-hal remeh.
"Nurul dan aku punya kabar untuk kalian:•
"Oh ya?"
"Sembilan minggu hari ini." Kusentuh perutnya dengan lem-
but. "Dan semua sepertinya baik-ba.ik saja."
"Ya Tuhan, itu kabar yang sangat baik:'
"Terima kasih, Bu."
"Pastikan kau cukup istirahat, my dear."
"Aku tak suka nasi gorengnya, Ayah. Terlalu pedas."
Setiba di minivan, sopirnya membantuku memuat barang-ba
rang lalu kami meluncur keluar dari lahan parkir bandara. Jalan
raya cukup lengang, dan dari jendela kota Jakarta terlihat me
lesat, gelap dan terang, kotor dan bersih, korup dan jujur,
serta segala hal di antaranya. Aku memberikan hadiah ulang
336
tahun yang lebih awal untuk putraku, dan ibuku menyampai
kan berbagai kabar terbaru tentang keluarga kami, semen
tara Nurul berbicara tentang kamar yang sudah kami sewa
untuk mereka. Tak lama kemudian kami tiba di tujuan.
"Jadi, kau akan datang menemui kami besok pagi?"
"Kau belum bebas dariku." Kutarik pegangan koper ibuku.
"Aku mau di sini dulu sebentar dan membantumu beres-be-
res:·
"Nurul, kau kelihatan capek, my dear."
"Mungkin sebaiknya aku pulang duluan:'
"Ide bagus, Sweetheart. Kau pegang uang dan kunci rumah?"
"Sebentar." Dia memeriksa tas tangannya. "Ya, ada padaku."
"Jangan sampai kami merepotkanmu, Nak:'
"Tidak apa-apa, Bu. Tempat kami hanya dua menit dari sini."
Nurul pergi bersama sopir dan kami membawa masuk ba-
rang-barang ke penginapan lalu naik ke kamar mereka yang
bersebelahan di lantai dua. lbuku menyeduh air dengan teko
pemanas lalu membuat secangkir teh sementara putraku mulai
membongkar tasnya di kamar sebelah. Aku duduk di pinggir
tempat tidur dan meminta maaf pada lbu karena mereka tak
bisa tinggal bersama kami di paviliun. Masalahnya, tempat itu
terlalu sempit dan bisa-bisa kami bertubrukan setiap saat.
''Tak masalah, di sini tidak apa-apa."
"Senang kan, mendengar kabar tentang bayi kami?"
"Kalian tak butuh waktu lama."
"Kami dapat nasihat bagus dari salah satu siswa dewasaku:'
"Oh ya?"
"Dia spesialis kesuburan, dan menurutnya menghitung siklus
ovulasi malah merepotkan bukannya membantu. Rupanya lebih
337
baik berhubungan saja dua atau tiga kali seminggu dan cepat
atau lambat kau akan mendapatkan waktu yang tepat:'
"Nurul sepertinya sangat baik:'
"Aku beruntung, Bu, dia wanita yang luar biasa. Jujur, pe-
kerja keras, murah hati."
"ltu yang paling penting."
"Benar sekali."
"Nenek dan Kakek kirim salam sayang."
"lbu sudah memberitahu mereka kalau aku memeluk agama
Islam?"
"Semua orang hanya ingin kau bahagia, Nak."
"Seandainya Ayah bisa pengertian seperti itu."
Kami membicarakan hal ini dan itu, dan aku berpindah-pin
dah antara dua kamar. Putraku benar-benar lelah, aku membu
juknya untuk tidur dan menyelesaikan beres-beres besok pagi.
Setelah itu aku kembali ke kamar lbu dan dia sudah bersantai
di tempat tidur sambil membaca buku. Kami sepakat untuk
bertemu besok siang antara jam sepuluh atau sebelas. Saat
beranjak meninggalkan kamarnya, dia memanggilku dan memin
taku menghabiskan sebanyak mungkin waktu bersama putraku.
"Dia sedang mengalami masa yang sulit saat ini."
"Oke."
"Dia sama sekali tidak akur dengan Jason:'
"Yah, lbu tahu seperti apa remaja seusia itu."
"Ditambah lagi, ibunya tak pernah mengatakan hal-hal baik
tentangmu."
"Aku tidak heran:' Aku berjalan ke pintu. "Jangan khawatir,
aku akan bicara dengannya."
"Baiklah, selamat malam, Nak."
338
Aku meninggalkan penginapan dan sudah hampir jam dua
pagi saat aku tiba di rumah lalu naik ke tempat tidur. Nurul
terbangun sebentar dan bertanya apakah semua baik-baik saja
dan kujawab tidak ada masalah, lalu mencium pipinya dan tidur.
Dan beberapa jam kemudian lampu kamar menyala dengan
Nurul berdiri di depanku dengan wajah panik dan dia mengata·
kan dia menga.lami perdarahan ringan lagi.
* * * * *
339
"Ya ampun, ramai sekali:'
"Hei, Bu:·
"Rasanya lama sekali aku mengantre di sana:• Dia duduk di
sampingku. "Dan orang-orangnya begitu masa bodoh:'
"Begitulah kehidupan di kota besar:·
"Apa susahnya bilang permisi?"
"London juga sama. Kalau terlalu banyak orang di saw tempat,
mereka jadi lupa sopan santun. Sayang kau tak ada di sini waktu
Ramadan."
"Kenapa memangnya?"
"Yah, Ramadan bukan hanya waktu untuk berpuasa:· Aku men
comot beberapa potong kentang goreng putraku dan mencelup
kannya ke saus tomat. "Tapi juga berusaha menjadi orang yang
lebih baik, mengekang semua kebiasaan buruk serta perilaku yang
tak pantas dan mencoba meneladani Nabi Muhammad."
"Bukankah seharusnya kau melakukan itu sepanjang tahun?"
"Tak ada salahnya diingatkan:·
"Aku masih menganggap tidak sehat kalau terlalu lama tidak
minum:·
"Puasa tak pemah membunuh siapa pun, Bu. Lagi pula, ada
pengecualian bagi anak-anak, orang sakit, orang yang bepergian
jauh, dan sebagainya. ltu salah satu hal yang tak pernah di
ungkapkan kepadamu, betapa Islam sangat logis dan fleksibel."
"Apakah itu artinya Nurul tidak harus berpuasa?"
"Benar sekali, dia mesti menjaga tubuhnya agar tetap kuat:'
Setelah putraku selesai makan kami pindah ke tempat bo-
ling di dekat situ. lbuku pergi mencari toilet, aku dan putraku
mengenakan sepatu yang mirip sepatu badut, menuliskan nama
kami di komputer lalu mulai bermain. Aku menjatuhkan satu
340
pin lalu lima pin pada lemparan berikutnya, sementara putraku
menjatuhkan dua pin lalu enam. Setelah itu kami duduk dan
menunggu ibuku mengambil gilirannya.
mu:·
"Baiklah:'
"Halo, Anak-anak."
"Hai, Bu, kukira kau jatuh ke toilet:'
"Oh, lucu sekali:'
"Giliranmu, Oma:'
"Kalian harus janji tak boleh tertawa, sudah bertahun-tahun
aku tidak ma.in boling:•
"Tenang saja, kami akan tertawa bersamamu, bukan mener
tawakanmu:'
341
"Kali ini transitnya lebih singkat, jadi total kira-kira dua
puluh satu jam."
"Semoga film-filmnya lebih bagus saat perjalanan pulang:'
"Mengingat kau tidur hampir sepanjang penerbangan, me-
nurutku itu tidak penting."
"ltu sebabnya aku tidur, film-filmnya jelek."
"Begitu:·
"Tahun depan kami usahakan bisa datang ke tempat kalian."
"Kita lihat saja nanti, Nak, satu tahun waktu yang sangat
lama:·
Kami menghabiskan hidangan lalu naik taksi kembali ke
penginapan. Sewaktu kami turun, seorang sopir angkot yang
kebetulan lewat meneriakkan sesuatu kepada ibuku dan aku
bersyukur dia tidak mengerti bahasa Indonesia. Malam mem
bawa suasana melankolis dan kami duduk di kamar ibuku, ber
usaha berpura-pura semuanya baik-baik saja. Namun kenyataan
nya tidak demikian dan segera saja kami kehabisan kata-kata,
hati kami bagaikan awan hujan membengkak yang siap pecah.
342
Saat itu pertengahan januari dan aku akhirnya mulai menik
mati posisi baruku. Enam bulan pertama sama sekali tidak mu
dah dan aku harus memikirkan ulang gaya manajemenku serta
mengenal lebih jauh para staf lokal. Keterusterangan dan ke
d isiplinan tak banyak gunanya di sini dan pendekatan baratku
mesti diperhalus, bahkan terkadang mesti disingklrkan sepenuh
nya. Dan memang sudah waktunya sebab negeri ini adalah
,
343
"Salah satu pompa rusak."
"Akan sangat membanw kalau orang-orang tidak membuang
sampah di sungai:'
"Masalahnya di Bogar, mereka menggunduli terlalu banyak
hutan untuk membangun perumahan dan air hujan langsung
mengalir turun dari perbukitan."
Aku mengganti bajuku dengan kaus oblong dan sarung, la.lu
kami menyantap makan malam dan masuk ke kamar untuk
menonton televisi. Pria-pria gemuk menangkap lele-lele gemuk
dengan tangan mereka yang gemuk-gemuk. Ketlka malam makin
larut aku mematikan lampu, mencium istri cantikku sebagai
ucapan selamat malam, dan menyanyikan ninabobo untuk gadis
kecil nakal yang sedang tumbuh di dalam perutnya. Dan di luar
hujan turun semakin deras dan aku tertidur dibuai derai air
yang menimpa atap.
"Mbak Nurul."
"Hah?"
"Apa, Bu?"
"Mbak Nurul, permisi Mbak." Saat itu pagi buta dan pemilik
rumah mengetuk-ngetuk jendela kami dengan panik. "Bangun,
airnya masuk ke rumah."
"Hah?"
"Darling, nyalakan lampunya."
"Oke." Aku turun dari tempat tldur dan meraba-raba men
cari sakelar. "Jam berapa ini?"
Kami berpakaian dengan terburu-buru lalu bergegas keluar.
Genangan air yang cokelat dan kotor sudah sejajar dengan
ambang pintu. Pemilik rumah bersama putra-putranya keluar
masuk bagian rumah yang mereka tempati, menaikkan barang-
344
barang berharga mereka setinggi mungkin. Kami pun mulai
melakukan hal yang sama, Nurul mengumpulkan surat-surat
penting sementara aku memasukkan pakaian kami ke kotak
kotak plastik lalu menaruh barang-barang elektronik di atas
lemari pakaian. Air sudah setinggi mata kaki, sebetis, lalu se
lutut, dan akhirnya sepaha.
"Boks bayinya bagaimana?"
"Aku taruh di tempat tidur kita:·
"Oke." Nurul menduduki tembok dapur di samping mesin
cud kami. "Sari kurmanya?"
"Entahlah."
"Mbak, tetangga kita rumahnya dua lantai." Salah satu putra
pemilik rumah berjalan dengan susah payah di koridor ke arah
kami. "Sebaiknya Mbak Nurul ke sana sebelum banjirnya se
makin tinggi."
"Apa tidak ada yang punya perahu?"
"Pak RT mungkin punya, tapi tidak ada waktu."
Jadi dengan ransel di punggung, aku membopong istriku
yang sedang hamil wa keluar lalu mengarungi sungai berlumpur
yang tadinya adalah jalan di depan rumah kami. Rumah te
tangga itu tiga pintu dari rumah kami dan ketika kami men
capai anak tangga air sudah mencapai pinggangku. Nurul dan
aku naik ke lantai dua, pemilik rumah kami sudah berada di
sana dan oleh si tetangga kami diantarkan ke kamar sempit
yang dilengkapi kipas angin dan kasur matras.
"Sweetheart, aku harus kembali dan membereskan barang
barang kita:'
"Hati-hati, ya:•
"Apa lagi kira-kira yang kaubutuhkan?"
345
"Yang penting carikan sari kurma:'
"Oke."
"Mungkin sandalku juga."
"Sepertinya aku melihat sandalmu mengapung di ha.laman.
Kau sudah mengepak charger ponsel kita?"
Kembali ke paviliun kami, air sudah setinggi dada. Dispenser
kami terguling, kulkas mengapung-apung di ruang tamu, begitu
pula botol-botol samba!, minyak goreng, dan benda-benda lain
nya. Aku menemukan sari kurma dan sandal Nurul, tulang ke
ringku terantuk meja kopi dan sebungkus tisu bayi meluncur
melewatiku, jadi mau tak mau aku tertawa geli. Kemarin, di jam
yang sama, satu-satunya hal yang kami pikirkan hanya menu
sarapan dan sekarang rumah kami serta sebagian besar isinya
terendam a.ir.
"Sudah dapat:'
"Hebat." Nurul mengulurkan handuk padaku. "Mandilah se-
belum aliran air dihentikan."
"Di mana, Sweetheart?"
"Kamar mandinya di samping kamar ini."
"Bagaimana perasaanmu? Stres tidak?"
"Aku tidak apa-apa, Darling:•
"Si kecil bagaimana?"
"Dia aktif sekali, sudah menendang-nendang ratusan kaH:'
Aku pergi ke ka.mar mandi dan membersihkan badan lalu
saat kembali ke kamar, kedua putra pemilik rumah kami sedang
membagikan bungkusan nasi Padang dari kantong plastik Nurul
dan aku duduk berdampingan di kasur matras dan rasanya ini
salah satu makanan paling lezat yang pernah kami santap lalu
tetangga kami menghidangkan teh manis dan membuka se-
346
kaleng butter cookies. Aku sangat tersentuh oleh kebaikan hati
semua orang dan terlepas dari bencana yang menimpa kami,
ini salah satu hari paling berarti yang pernah kualami.
* * * * *
347
dan kemungkinan besar kontraksinya lebih kuat dibandingkan
persalinan normal. Setelah itu jarum infus dimasukkan, monitor
jantung bayi dinyalakan, para bidan dan dokter pergi untuk
mengurus pasien lainnya.
"Bagaimana perasaanmur'
"Cuma gugup:·
"lni tahap terakhir, Sweetheart:' Aku duduk di pinggir tem
pat tidur dan mencium keningnya. "lngatlah segala hal yang
sudah kita lalui untuk sampai ke tahap ini."
"Aku punya firasat dia akan menjadi gadis kecil yang tangguh:'
"Sekarang pun sudah, dia bisa bertahan melewati trimester
pertama yang berat:'
"Kau sudah mengirim e-mail untuk ayahmu dan istrinya?"
"Kau tahu seperti apa dia, mungkin tak baka.I dijawab juga:'
"Darling, kau harus menerima ayahmu apa adanya:'
Nurul punya kemampuan hebat untuk melihat ke dalam
hatiku, dan meskipun sangat ingin mendebatnya, harus kuakui
bahwa dia benar. Apa gunanya mengharapkan sesuatu yang
sudah pasti takkan bisa diberikan oleh pria itu? Aku harus ber
henti mengejar cintanya dan menerima keterbatasannya. Mung
kin dengan begitu aku dapat menyingkirkan kepedihan yang
telah sekian lama membebani. Dan mungkin suatu hari nanti
putraku sendiri bisa melakukan hal yang sama untukku.
Satu jam berlalu, kemudian satu setengah jam, dua, dan saat
hampir dua setengah jam, kontraksi akhirnya dimulai. Awalnya
lemah tapi semakin lama semakin kuat dan pada pukul empat
sore Nurul sudah sangat kesakitan. Dia berbicara beberapa
menit lalu terdiam dengan keringat membanjir, meringkuk mi
ring dan tersengal-sengal selagi keajaiban hormon bekerja. Para
348
bidan masuk sesekali untuk melihat sudah sejauh apa bukaan
nya dan ketika kesakitannya makin memuncak, waktu seolah
berja.lan lebih lambat.
"Ayo, Sweetheart, kau harus kuat."
"Tidak bisa."
"Pasti bisa:• Aku memaksanya minum teh manis hangat.
"Beberapa jam lagi dan semua penderitaan ini hanya akan men
jadi kenangan:'
"Panggil bidan:·
"Kita baru memanggil mereka lima menit lalu:·
"Panggil sekarang juga:•
"Mereka hanya akan menyuruhmu menarik napas dalam-da
lam."
"Panggil bidan:' Dia mencengkeram kemejaku dan memun
timya saat kontraksi berikutnya mengguncang wbuhnya. "Bilang
pada mereka aku mau operasi Caesar."
Dan terus seperti itu, setiap dua puluh menit, lalu lima be
las menit, sepuluh menit, lima menit dan kontraksi datang se
makin kuat dan semakin rapat jaraknya dan Nurul nyaris gila
karena kesakitan. Sungguh menyakitkan melihatnya begitu men
derita, kekasihku, sahabatku, istriku tercinta. Aku merasa begitu
tak berguna, berdiri di sampingnya tanpa bisa melakukan apa
pun selain mengucapkan kata kata dukungan dan membiarkan
-
kemejaku kusut.
Setelah waktu yang seolah takkan pernah berakhir, para bi
dan memberitahu kalau gadis kecil kami akhirnya siap keluar.
Dan semua mulai berlangsung dengan sangat cepat. Nurul
mendorong, seprai terpuntir-puntir di bawahnya, para bidan
memanggil dokter yang langsung memeriksanya dan minta di-
349
bawakan nampan peralatan. Kemudian dia mulai memberi pe
rintah, Nurul mendorong dan menunggu, mendorong dan me
nunggu, mendorong dan menunggu.
"Aku tidak kuat."
"Kau kuat, kami sudah bisa melihat puncak kepalanya seka-
rang, Sweetheart."
"Satu, dua, tiga, dorong."
350
"Kau berhasil, Sweetheart."
"Ya Allah."
"Kaudengar itu?"
"Tidak ada masalah?"
"Yah, dia punya sepasang paru-paru yang sehat." Aku me
ngecup telinga Nurul dan mengatakan betapa hebatnya dia,
dengan tersenyum lemah dia kembali bersandar di bantal. "Ya
35 1