Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

Aspek Hukum dan Etika pada Pelayanan Kesehatan di Labolatorium Medik

“Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas kelompok seminar mata
kuliah Etika Profesi dan Hukum Kesehatan”

Dosen Pengampu : Tantri Suryawantie.,S.Kep.,Ners.,M.H.Kes

Disusun oleh :

Kelompok 3

Indah Setianti KHGE19055


Irla Nurlatifah KHGE19056
Irma Maryani KHGE19057
Larasati Handayani P. KHGE19058
Manzilah Ziyan KHGE19059
Muhammad Aldifa KHGE19060
Nova Nurhati KHGE19061
Novi Siti Asyah KHGE19062
Nova Nurhati KHGE19061

STIKes KARSA HUSADA GARUT

Jl. Subyadinata No.7 Jayaraga, Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Jawa


Barat 44151 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

limpahan rahmat dan kasih sayang-NyA. Sehingga kami dapat menyelesaikan

Makalah sebagai tugas kelompok dari mata kuliah Manejemen Labolatorium

dengan judul “.Aspek Hukum dan Etika pada Pelayanan Kesehatan di

Labolatorium Medik.

Makalah ini sudah selesai kami susun dengan baik dengan bantuan dari

berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu

kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang sudah ikut

berkontribusi di dalam pembuatan makalah ini. Kami juga mengucapkan terima

kasih kepada Dosen Etika Profesi dan Hukum Kesehatan yang telah mengampu

mata kuliah ini.

Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna,untuk itu

kami terbuka untuk menerima segala masukan dan kritik yang bersifat

membangun dari pembaca sehingga kami bisa melakukan perbaikan makalah ini

sehingga menjadi makalah yang baik dan benar.

Demikian kami ucapkan terima kasih, semoga makalah ini dapat

bermanfaat.

Garut,November 2021

i
Kelompok 3

ii
Daftar Isi

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
Daftar Isi..............................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................2
1.3 Tujuan..................................................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
2.1 Peraturan Perundang-undangan Tenaga Kesehatan........................................................3
2.2 Memahami Peraturan Perundang-Undangan Tentang Registrasi Kesehatan..............12
BAB III...............................................................................................................................................23
PENUTUP..........................................................................................................................................23
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................................23
3.2 Saran...................................................................................................................................23
Daftar Pustaka...................................................................................................................................24

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hukum Kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan
langsung dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan. hal tersebut menyangkut hak dan
kewajiban menerima pelayanan kesehatan (baik perorangan dan lapisan masyarakat)
maupun dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam segala aspeknya,
organisasinya, sarana, standar pelayanan medik dan lain-lain. Sebagai subjek hukum,
pelaku di sektor kesehatan seperti dokter, dokter gigi, direktur RS, kepala dinas
kesehatan, kepala bidang, kepala Puskesmas selalu melakukan perbuatan hukum.
Perbuatan hukum yang dilakukan apabila bertentangan dengan regulasi yang berlaku
maka akan menimbulkan adanya mengenai hukum kesehatan. Kurangnya pemahaman
terhadap hukum sanksi hukum. Setiap subject hokum di bidang kesehatan harus
memahami mengenai hukum kesehatan. Kurangnya pemahaman terhadap hukum
Kesehatan.
Hermien Hadiati Koeswadji menyatakan pada asasnya hukum kesehatan
bertumpu pada hak atas pemeliharaan kesehatan sebagai hak dasar social (the right to
health care) yang ditopang oleh 2 (dua) hak dasar individual yang terdiri dari hak atas
informasi (the right to information) dan hak untuk menentukan nasib sendiri (the right of
self determination). Sejalan dengan hal tersebut Roscam Abing mentautkan hukum
kesehatan dengan hak untuk sehat dengan menyatakan bahwa hak atas pemeliharaan
kesehatan mencakup berbagai aspek yang merefleksikan pemberian perlindungan dan
pemberian fasilitas dalam pelaksanaannya. Untuk merealisasikan hak atas pemeliharaan
bisa juga mengandung pelaksanaan hak untuk hidup, hak atas privasi, dan hak untuk
memperoleh informasi. Demikian juga Leenen secara khusus, menguraikan secara rinci
tentang segala hak dasar manusia yang merupakan dasar bagi hukum kesehatan.
Hukum Kesehatan (Health Law) menurut:
1. Van Der Mijn: Hukum Kesehatan diratikan sebagai hukum yang
berhubungan langsung dengan pemeliharaan kesehatan, meliputi:
2. penerapan perangkat hukum perdata, pidana dan tata usaha negara.
Leenen: Hukum kesehatan sebagai keseluruhan aktivitas yuridis dan peraturan
hukum di bidang kesehatan serta studi ilmiahnya.

1
2

Hukum kesehatan juga erat kaitannya dengan faktor resiko yang sering
dihadapi oleh pelaku profesi kesehatan, maka tidak jarang praktik pelayanan kesehatan
yang diberikan oleh petugas kepada pasien sering menimbulkan masalah hukum,
sehingga kondisi tersebut membuat para pelaku profesi kesehatan menjadi gamang dalam
melaksankan tugas dalam memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat. Begitupun
sebaliknya, pasien sebagai penerima jasa layanan kesehatan terkadang memiliki resiko
hukum juga, terutama bagi pasien yang secara spontan mengekspresikan kekecewaan dan
keluhannya terhadap pelayanan kesehatan yang kurang optimal. Hubungan antara pasien
dan pelaku profesi kesehatan sebagaimana dijelaskan diatas, cenderung menimbulkan
sebuah hubungan yang konfliktual, tentu kondis tersebut jelas tidak kondusif dan
konstruktif bagi upaya pembangunan kesehatan yang merupakan salah satu unsur dari
pembangunan nasional untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana
diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu peraturan perundang-undangan tentnag tenaga Kesehatan?
2. Apa itu peraturan perundang-undangan tentang registrasi tenaga Kesehatan?

1.3 Tujuan
1. Memahami peraturan perundang-undangan tentang tenaga Kesehatan.
2. Memahami peraturan perundang-undangan tentang registrasi tenaga Kesehatan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Peraturan Perundang-undangan Tenaga Kesehatan


Tenaga Kesehatan dalam UU 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan. Tenaga Kesehatan diatur tersendiri dengan Undang-Undang
yaitu Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan.
UU 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan adalah pelaksanaan dari ketentuan
Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063).
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan
disahkan oleh Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 17
Oktober 2014. UU 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan diundangkan dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, dan Penjelasan
Atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan dalam
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5067 oleh Menkumham
Amir Syamsudin di Jakarta dan mulai diberlakukan pada tanggal 17 Oktober
2014.
Pada saat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014
Tentang Tenaga Kesehatan mulai berlaku:

a. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637) dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku. (Pasal 92).

b. Pasal 4 ayat (2), Pasal 17, Pasal 20 ayat (4), dan Pasal 21 Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran

3
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan

4
5

c. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431) dicabut dan


dinyatakan tidak berlaku (Pasal 94 huruf a). dan

d. Sekretariat Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana diatur dalam


Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431) menjadi
sekretariat Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia setelah terbentuknya
Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (Pasal 94 huruf b).

Undang Undang tentang Tenaga Kesehatan ini didasarkan pada pemikiran


bahwa Pembukaan UUD 1945 mencantumkan cita-cita bangsa Indonesia yang
sekaligus merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia, yaitu melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu wujud memajukan
kesejahteraan umum adalah Pembangunan Kesehatan yang ditujukan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi
bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif

Kesehatan merupakan hak asasi manusia, artinya, setiap orang mempunyai


hak yang sama dalam memperoleh akses pelayanan kesehatan. Kualitas pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau juga merupakan hak seluruh
masyarakat Indonesia. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi,
dalam rangka melakukan upaya kesehatan tersebut perlu didukung dengan sumber
daya kesehatan, khususnya Tenaga Kesehatan yang memadai, baik dari segi kualitas,
kuantitas, maupun penyebarannya.

Upaya pemenuhan kebutuhan Tenaga Kesehatan sampai saat ini belum


memadai, baik dari segi jenis, kualifikasi, jumlah, maupun pendayagunaannya.
Tantangan pengembangan Tenaga Kesehatan yang dihadapi dewasa ini dan di masa
depan adalah:

1. pengembangan dan pemberdayaan Tenaga Kesehatan belum dapat memenuhi


kebutuhan Tenaga Kesehatan untuk pembangunan Kesehatan.
2. regulasi untuk mendukung upaya pembangunan Tenaga Kesehatan masih terbatas.
6

3. perencanaan kebijakan dan program Tenaga Kesehatan masih lemah.


4. kekurangserasian antara kebutuhan dan pengadaan berbagai jenis Tenaga
Kesehatan.
5. kualitas hasil pendidikan dan pelatihan Tenaga Kesehatan pada umumnya masih
belum memadai.
6. pendayagunaan Tenaga Kesehatan, pemerataan dan pemanfaatan Tenaga
Kesehatan berkualitas masih kurang.
7. pengembangan dan pelaksanaan pola pengembangan karir, sistem penghargaan,
dan sanksi belum dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan.
8. pengembangan profesi yang berkelanjutan masih terbatas.
9. pembinaan dan pengawasan mutu Tenaga Kesehatan belum dapat dilaksanakan
sebagaimana yang diharapka.;
10. sumber daya pendukung pengembangan dan pemberdayaan Tenaga Kesehatan
masih terbatas.
11. sistem informasi Tenaga Kesehatan belum sepenuhnya dapat menyediakan data
dan informasi yang akurat, terpercaya, dan tepat waktu.
12. Dukungan sumber daya pembiayaan dan sumber daya lain belum cukup.

Pendayagunaan Tenaga Kesehatan meliputi penyebaran Tenaga Kesehatan


yang merata dan berkeadilan, pemanfaatan Tenaga Kesehatan, dan pengembangan
Tenaga Kesehatan, termasuk peningkatan karier. Pembinaan dan pengawasan mutu
Tenaga Kesehatan terutama ditujukan untuk meningkatkan kualitas Tenaga Kesehatan
sesuai dengan Kompetensi yang diharapkan dalam mendukung penyelenggaraan
pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia. Pembinaan dan pengawasan
mutu Tenaga Kesehatan dilakukan melalui peningkatan komitmen dan koordinasi
semua pemangku kepentingan dalam pengembangan Tenaga Kesehatan serta legislasi
yang antara lain meliputi sertifikasi melalui Uji Kompetensi, Registrasi, perizinan,
dan hak-hak Tenaga Kesehatan.
7

 Isi UU Tenaga Kesehatan

Berikut adalah isi batang tubuh Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014


Tentang Tenaga Kesehatan.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.
2. Asisten Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan
bidang kesehatan di bawah jenjang Diploma Tiga.
3. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan
untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif,
kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
dan/atau masyarakat.
4. Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang
dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit,
peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh
Pemerintah dan/atau masyarakat.
5. Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang Tenaga Kesehatan
berdasarkan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesional untuk dapat
menjalankan praktik.
6. Uji Kompetensi adalah proses pengukuran pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
peserta didik pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan tinggi bidang
Kesehatan.
8

7. Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap Kompetensi Tenaga


Kesehatan untuk dapat menjalankan praktik di seluruh Indonesia setelah lulus uji
Kompetensi.
8. Sertifikat Profesi adalah surat tanda pengakuan untuk melakukan praktik profesi yang
diperoleh lulusan pendidikan profesi.
9. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Tenaga Kesehatan yang telah memiliki
Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu
lain serta mempunyai pengakuan secara hukum untuk menjalankan praktik.
10. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh konsil masing-masing Tenaga Kesehatan kepada Tenaga Kesehatan
yang telah diregistrasi.
11. Surat Izin Praktik yang selanjutnya disingkat SIP adalah bukti tertulis yang diberikan
oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada Tenaga Kesehatan sebagai pemberian
kewenangan untuk menjalankan praktik.
12. Standar Profesi adalah batasan kemampuan minimal berupa pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku profesional yang harus dikuasai dan dimiliki oleh seorang
individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara
mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi bidang kesehatan.
13. Standar Pelayanan Profesi adalah pedoman yang diikuti oleh Tenaga Kesehatan dalam
melakukan pelayanan kesehatan.
14. Standar Prosedur Operasional adalah suatu perangkat instruksi/langkah-langkah yang
dibakukan untuk menyelesaikan proses kerja rutin tertentu dengan memberikan
langkah yang benar dan terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan
berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh Fasilitas Pelayanan
Kesehatan berdasarkan Standar Profesi.
15. Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia adalah lembaga yang melaksanakan tugas secara
independen yang terdiri atas konsil masing-masing tenaga kesehatan.
16. Organisasi Profesi adalah wadah untuk berhimpun tenaga kesehatan yang seprofesi.
17. Kolegium masing-masing Tenaga Kesehatan adalah badan yang dibentuk oleh
Organisasi Profesi untuk setiap cabang disiplin ilmu kesehatan yang bertugas
mengampu dan meningkatkan mutu pendidikan cabang disiplin ilmu tersebut.
18. Penerima Pelayanan Kesehatan adalah setiap orang yang melakukan konsultasi
tentang kesehatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik
secara langsung maupun tidak langsung kepada tenaga kesehatan.
9

19. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintah negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
20. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, dan Wali Kota serta perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan.
21. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan.

BAB III
KUALIFIKASI DAN PENGELOMPOKAN TENAGA KESEHATAN

Pasal 8

Tenaga di bidang kesehatan terdiri atas:

a. Tenaga Kesehatan; dan


b. Asisten Tenaga Kesehatan.

Pasal 9

1. Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8


huruf a harus memiliki kualifikasi minimum Diploma Tiga,
kecuali tenaga medis.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai kualifikasi minimum
Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 10

1. Asisten Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 8 huruf b harus memiliki kualifikasi minimum
pendidikan menengah di bidang kesehatan.
10

2. Asisten Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) hanya dapat bekerja di bawah supervisi Tenaga
Kesehatan.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai Asisten Tenaga Kesehatan
diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB IV
PERENCANAAN, PENGADAAN, DAN PENDAYAGUNAAN

Bagian Kedua
Pengadaan

Pasal 17

1. Pengadaan Tenaga Kesehatan dilaksanakan sesuai dengan


perencanaan dan pendayagunaan Tenaga Kesehatan.
2. Pengadaan Tenaga Kesehatan dilakukan melalui pendidikan
tinggi bidang kesehatan.

3. Pendidikan tinggi bidang kesehatan sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) diarahkan untuk menghasilkan Tenaga Kesehatan
yang bermutu sesuai dengan Standar Profesi dan Standar
Pelayanan Profesi.
4. Pendidikan tinggi bidang kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diselenggarakan dengan memperhatikan:
a. Keseimbangan antara kebutuhan penyelenggaraan
Upaya Kesehatan dan dinamika kesempatan kerja,
baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
b. keseimbangan antara kemampuan produksi Tenaga
Kesehatan dan sumber daya yang tersedia.
c. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
11

5. Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat


(3) dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
6. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan Tenaga Kesehatan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11

1. Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga


medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas
dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis.
2. Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga
psikologi klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
adalah psikologi klinis.
3. Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga
keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
terdiri atas berbagai jenis perawat.
4. Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga
kebidanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d adalah
bidan.
5. Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga
kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.
6. Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga
kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf f terdiri atas epidemiolog kesehatan, tenaga promosi
kesehatan dan ilmu perilaku, pembimbing kesehatan kerja,
tenaga administrasi dan kebijakan kesehatan, tenaga biostatistik
dan kependudukan, serta tenaga kesehatan reproduksi dan
keluarga.
7. Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga
kesehatan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf g terdiri atas tenaga sanitasi lingkungan, entomolog
kesehatan, dan mikrobiolog kesehatan.
12

8. Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga


gizi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h terdiri atas
nutrisionis dan dietisien.
9. Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga
keterapian fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i
terdiri atas fisioterapis, okupasi terapis, terapis wicara, dan
akupunktur.
10. Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga
keteknisian medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j
terdiri atas perekam medis dan informasi kesehatan, teknik
kardiovaskuler, teknisi pelayanan darah, refraksionis
optisien/optometris, teknisi gigi, penata anestesi, terapis gigi
dan mulut, dan audiologis.
11. Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga
teknik biomedika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k
terdiri atas radiografer, elektromedis, ahli teknologi
laboratorium medik, fisikawan medik, radioterapis, dan ortotik
prostetik.
12. Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok
Tenaga Kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf l terdiri atas tenaga kesehatan tradisional ramuan dan
tenaga kesehatan tradisional keterampilan.

BAB IX
HAK DAN KEWAJIBAN TENAGA KESEHATAN

Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik wajib:


a. memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan Standar
Profesi, Standar Pelayanan Profesi, Standar Prosedur
Operasional, dan etika profesi serta kebutuhan kesehatan
Penerima Pelayanan Kesehatan.
b. memperoleh persetujuan dari Penerima Pelayanan Kesehatan
atau keluarganya atas tindakan yang akan diberikan.
c. menjaga kerahasiaan kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan.
13

d. membuat dan menyimpan catatan dan/atau dokumen tentang


pemeriksaan, asuhan, dan tindakan yang dilakukan.
e. merujuk Penerima Pelayanan Kesehatan ke Tenaga Kesehatan
lain yang mempunyai Kompetensi dan kewenangan yang
sesuai.

2.2 Memahami Peraturan Perundang-Undangan Tentang Registrasi Kesehatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 36 TAHUN 2014
TENTANG
TENAGA KESEHATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a. bahwa tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatkan


kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat agar
masyarakat mampu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat sehingga akan terwujud derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia
yang produktif secara sosial dan ekonomi serta sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan
UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang bertanggung jawab, yang memiliki etik dan moral yang tinggi,
keahlian, dan kewenangan yang secara terus menerus harus ditingkatkan
mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi,
perizinan, serta pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar
penyelenggaraan upaya kesehatan memenuhi rasa keadilan dan
perikemanusiaan serta sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kesehatan;
14

Pasal 1
1. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Tenaga Kesehatan yang telah
memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah mempunyai
kualifikasi tertentu lain serta mempunyai pengakuan secara hukum untuk
menjalankan praktik.
2. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis
yang diberikan oleh konsil masing-masing Tenaga Kesehatan kepada Tenaga
Kesehatan yang telah diregistrasi.
3. Surat Izin Praktik yang selanjutnya disingkat SIP adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada Tenaga Kesehatan
sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik.

Pasal 44
1. Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik wajib memiliki STR.
2. STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh konsil masing-
masing Tenaga Kesehatan setelah memenuhi persyaratan.
3. Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. memiliki ijazah pendidikan di bidang kesehatan.
b. memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi.
c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental.
d. memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji profesi. Dan
e. membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi.STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang
setelah memenuhi persyaratan. (5) Persyaratan untuk Registrasi ulang
meliputi:
a. memiliki STR lama.
b. memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi.
c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental.
d. membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi.
e. telah mengabdikan diri sebagai tenaga profesi atau vokasi di
bidangnya.
f. memenuhi kecukupan dalam kegiatan pelayanan, pendidikan,
pelatihan, dan/atau kegiatan ilmiah lainnya.
15

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 46 TAHUN 2013
TENTANG
REGISTRASI TENAGA KESEHATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a. Bahwa dalam rangka pemberian izin dan peningkatan mutu pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan perlu mengatur registrasi
tenaga kesehatan.
b. bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1796/Menkes/Per/VIII/2011
tentang Registrasi Tenaga Kesehatan perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan
perkembangan hukum.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan
di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.
2. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Tenaga Kesehatan yang telah
memiliki Sertifikat Kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya
serta diakui secara hukum untuk menjalankan praktik dan/atau pekerjaan
keprofesiannya.
3. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh Menteri kepada Tenaga Kesehatan yang telah diregistrasi.

Pasal 2
1. Setiap Tenaga Kesehatan yang akan menjalankan praktik dan/atau pekerjaan
keprofesiannya wajib memiliki izin dari Pemerintah.
2. Untuk memperoleh izin dari Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diperlukan STR.
16

3. STR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikeluarkan oleh MTKI dan berlaku
secara nasional
4. Untuk memperoleh STR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3),
Tenaga Kesehatan harus memiliki Sertifikat Kompetensi.
5. Format STR sebagaimana tercantum dalam Formulir terlampir.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 42 TAHUN 2015
TENTANG
IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK
AHLI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a. Bahwa tenaga Ahli Teknologi Laboratorium Medik sebagai salah satu dari
jenis tenaga kesehatan, berwenang untuk menyelenggarakan atau
menjalankan praktik di bidang pelayanan kesehatan sesuai dengan bidang
keahlian yang dimiliki.
b. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 23 UndangUndang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan dan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014
tentang Tenaga Kesehatan, setiap tenaga kesehatan dalam menyelenggarakan
atau menjalankan praktik di bidang pelayanan kesehatan wajib memiliki izin.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Ahli Teknologi Laboratorium Medik adalah setiap orang yang telah lulus
pendidikan Teknologi Laboratorium Medik atau analis kesehatan atau analis
medis dan memiliki kompetensi melakukan analisis terhadap cairan dan
jaringan tubuh manusia untuk menghasilkan informasi tentang kesehatan
perseorangan dan masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
17

2. Surat Tanda Registrasi Ahli Teknologi Laboratorium Medik selanjutnya


disingkat STR-ATLM adalah bukti tertulis yang diberikan oleh konsil tenaga
kesehatan kepada Ahli Teknologi Laboratorium Medik yang telah diregistrasi.
3. Surat Izin Praktik Ahli Teknologi Laboratorium Medik yang selanjutnya
disingkat SIP-ATLM adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah
daerah kabupaten/kota kepada Ahli Teknologi Laboratorium Medik sebagai
pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik.
4. Standar Profesi Ahli Teknologi Laboratorium Medik yang selanjutnya disebut
standar profesi adalah batasan kemampuan minimal berupa pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku profesional yang harus dikuasai dan dimiliki oleh
Ahli Teknologi Laboratorium Medik untuk dapat melakukan kegiatan
profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi
profesi bidang kesehatan.
5. Organisasi Profesi Ahli Teknologi Laboratorium Medik yang selanjutnya
disebut Organisasi Profesi adalah wadah untuk berhimpunnya para ahli
Teknologi Laboratorium Medik.

Pasal 3
Kualifikasi Ahli Teknologi Laboratorium Medik ditentukan berdasarkan pendidikan
yang terdiri atas:
a. Diploma tiga sebagai Ahli Madya Teknologi Laboratorium Medik.
b. Diploma empat sebagai Sarjana Terapan Teknologi Laboratorium Medik.

Pasal 4
1. Ahli Teknologi Laboratorium Medik dan Ahli Teknologi Laboratorium
Medik warga negara Indonesia lulusan luar negeri untuk dapat
menyelenggarakan atau menjalankan praktiknya harus memiliki STRATLM.
2. STR-ATLM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama 5 (lima)
tahun.
3. STR-ATLM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Contoh STR-ATLM sebagaimana tercantum dalam formulir I terlampir yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
18

Pasal 6
1. Ahli Teknologi Laboratorium Medik yang menyelengarakan atau
menjalankan praktik di bidang pelayanan kesehatan wajib memiliki
SIPATLM.
2. SIP-ATLM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Ahli
Teknologi Laboratorium Medik yang telah memiliki STR-ATLM.
3. SIP-ATLM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota.

Pasal 7
1. Ahli Teknologi Laboratorium Medik hanya dapat memiliki paling banyak 2
(dua) SIP-ATLM.
2. SIP-ATLM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masing-masing berlaku
hanya untuk 1 (satu) tempat praktik.
3. Permohonan SIP-ATLM kedua dapat dilakukan dengan menunjukan bahwa
yang bersangkutan telah memiliki SIP-ATLM pertama.

Pasal 8
1. Untuk memperoleh SIP-ATLM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Ahli
Teknologi Laboratorium Medik harus mengajukan permohonan kepada
pemerintah daerah kabupaten/kota dengan melampirkan:
a. fotokopi ijazah yang dilegalisasi;
b. fotokopi STR-ATLM;
c. surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki surat izin praktik;
d. surat keterangan bekerja dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang
bersangkutan;
e. pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm berlatar belakang merah;
f. rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau
pejabat yang ditunjuk;
g. rekomendasi dari Organisasi Profesi.
19

Pasal 9

1. Dalam keadaan tertentu berdasarkan kebutuhan pelayanan kesehatan dan


jumlah Ahli Teknologi Laboratorium Medik, pemerintah daerah
kabupaten/kota setempat dapat memberikan SIP-ATLM kepada Ahli
Teknologi Laboratorium Medik sebagai izin menyelenggarakan atau
menjalankan praktik di bidang pelayanan kesehatan yang ketiga setelah
mendapat persetujuan Gubernur.
2. Untuk mengajukan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Ahli Teknologi Laboratorium Medik harus memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, serta melampirkan :
a. SIP-ATLM yang pertama dan kedua;
b. surat persetujuan atasan langsung bagi Ahli Teknologi
Laboratorium Medik yang bekerja pada Fasilitas Pelayanan
Kesehatan; dan
c. surat rekomendasi dari dinas kesehatan provinsi setempat.

Pasal 12
1. Ahli Teknologi Laboratorium Medik yang memiliki SIP-ATLM dapat
menyelenggarakan atau menjalankan praktik di bidang pelayanan kesehatan
di Laboratorium pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
2. Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
laboratorium:
a. patologi klinik.
b. patologi anatomi.
c. mikrobiologi klinik.
d. parasitologi klinik.
e. biologi molekuler.
f. riset medik.
g. reproduksi manusia.
h. Sitogenetik.
i. Forensik.
j. penguji narkotika dan psikotropika.
20

k. Toksikologi.
l. Imunologi.
m. Virologi, dan/atau
n. Serologi.
3. Selain laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Ahli Teknologi
Laboratorium Medik dapat menyelenggarakan atau menjalankan praktik di
laboratorium lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Pasal 13
1. Ahli Teknologi Laboratorium Medik dalam memberikan pelayanan kesehatan
hanya dapat melakukan pelayanan atas permintaan tertulis dengan keterangan
klinis yang jelas dari tenaga medis dan bidan.
2. Ahli Teknologi Laboratorium Medik yang bekerja di laboratorium riset dapat
melakukan pelayanan atas permintaan dari peneliti terkait.
3. Ahli Teknologi Laboratorium Medik yang bekerja di laboratorium penguji
narkotika dan psikotropika dapat melakukan pelayanan atas permintaan dari
penyidik atau pihak lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 14
1. Ahli Madya Teknologi Laboratorium Medik dalam menyelenggarakan atau
menjalankan praktik di bidang pelayanan kesehatan di Laboratorium pada
Fasilitas Pelayanan Kesehatan mempunyai kewenangan:
a. mempersiapkan pasien untuk pemeriksaan di laboratorium.
b. melakukan pengambilan dan penanganan spesimen darah serta
penanganan cairan dan jaringan tubuh lainnya.
a. mempersiapkan, memilih serta menguji kualitas bahan/reagensia.
b. mempersiapkan, memilih, menggunakan, memelihara,
mengkalibrasi, serta menangani secara sederhana alat laboratorium.
c. memilih dan menggunakan metoda pemeriksaan.
d. melakukan pemeriksaan dalam bidang hematologi, kimia klinik,
imunologi, imunohematologi, mikrobiologi, parasitologi, mikologi,
virologi, toksikologi, histoteknologi, sitoteknologi.
21

e. mengerjakan prosedur dalam pemantapan mutu.


f. membuat laporan hasil pemeriksaan laboratorium.
g. melakukan verifikasi terhadap proses pemeriksaan laboratorium.
h. menilai normal tidaknya hasil pemeriksaan untuk dikonsultasikan
kepada yang berwenang; k. melaksanakan kegiatan kesehatan dan
keselamatan kerja di laboratorium.
i. memberikan informasi hasil pemeriksaan laboratorium secara
analitis.
2. Selain berwenang melaksanakan praktik Ahli Madya Teknologi
Laboratorium Medik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sarjana Terapan
Teknologi Laboratorium Medik berwenang;
a. mempersiapkan pasien untuk pemeriksaan laboratorium khusus dan
canggih.
b. melakukan pengambilan, penanganan serta menilai kualitas spesimen
laboratorium untuk pemeriksaan khusus dan canggih.
c. mendeteksi secara dini bila muncul penyimpangan dalam proses
pemeriksaan di laboratorium.
d. menilai hasil pengujian kelaikan alat, metoda, dan bahan/reagensia
(yang sudah ada dan baru).
e. melakukan pemeriksaan dalam bidang: kimia klinik (hematologi,
biokimia klinik, imunologi, imunohematologi), mikrobiologi
(bakteriologi, parasitologi, mikologi, virologi), diagnostik molekuler,
biologi kedokteran, histoteknologi, sitoteknologi, sitogenetik dan
toksikologi klinik sesuai bidang keahliannya.
f. membuat laporan hasil pemeriksaan laboratorum sesuai bidang
keahliannya.
g. melakukan validasi secara analitis terhadap hasil pemeriksaan
laboratorium.
h. merencanakan, mengevaluasi, dan menindaklanjuti program
pemantapan mutu laboratorium (internal dan eksternal).
i. merencanakan dan mengevaluasi program kesehatan dan
keselamatan kerja di laboratorium.
j. merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi program
standardisasi laboratorium.
22

k. memberikan informasi secara analitis hasil pemeriksaan laboratorium


khusus dan canggih.
l. membantu klinisi dalam pemanfaatan data laboratorium secara
efektif dan efisien.
m. merencanakan, melaksanakan, mengatur dan mengevaluasi kegiatan
laboratorium.
n. membimbing dan membina ahli madya teknologi laboratorium medik
dalam bidang teknik kelaboratoriuman.

Pasal 16
1. Dalam melakukan praktiknya, Ahli Teknologi Laboratorium Medik wajib
melakukan pencatatan dan pelaporan.
2. Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
disimpan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 18
Dalam menyelenggarakan atau menjalankan praktik di bidang pelayanan
kesehatan, Ahli Teknologi Laboratorium Medik mempunyai kewajiban:
a. memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan Standar Profesi, Standar
Pelayanan Profesi, Standar Prosedur Operasional, dan etika profesi serta
kebutuhan kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan.
b. memperoleh persetujuan dari Penerima Pelayanan Kesehatan atau
keluarganya atas tindakan yang akan diberikan.
c. menjaga kerahasiaan kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan.
d. membuat dan menyimpan catatan dan/atau dokumen tentang pemeriksaan,
asuhan, dan tindakan yang dilakukan.
e. merujuk Penerima Pelayanan Kesehatan ke tenaga kesehatan lain yang
mempunyai Kompetensi dan kewenangan yang sesuai.

Pasal 21
1. Dalam rangka pelaksanaan pengawasan, Menteri, Gubernur,
Bupati/Walikota, kepala dinas kesehatan provinsi, dan/atau kepala dinas
23

kesehatan kabupaten/kota dapat memberikan sanksi administratif kepada Ahli


Teknologi Laboratorium Medik yang melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan penyelenggaraan praktik pelayanan kesehatan dalam Peraturan
Menteri ini sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing.
2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. teguran
lisan; b. teguran tertulis; dan/atau c. pencabutan SIP-ATLM P

Pasal 23

1. Ahli Teknologi Laboratorium Medik yang telah menyelenggarakan atau


menjalankan praktik di bidang pelayanan kesehatan di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan sebelum diundangkannya Peraturan Menteri ini, dinyatakan telah
memiliki SIP-ATLM berdasarkan Peraturan Menteri ini.
2. Ahli Teknologi Laboratorium Medik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus telah memiliki SIP-ATLM berdasarkan Peraturan Menteri ini paling
lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.
3. Ahli Teknologi Laboratorium Medik dengan kualifikasi pendidikan di bawah
program diploma tiga yang masih dan telah menyelenggarakan atau
menjalankan praktik pelayanan kesehatan sebelum diundangkannya Peraturan
Menteri ini, tetap dapat menyelenggarakan atau menjalankan praktik
pelayanan kesehatan paling lama sampai dengan tanggal 17 Oktober 2020.
4. Ahli Teknologi Laboratorium Medik sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
harus mengajukan permohonan untuk mendapatkan STR-ATLM kepada
konsil tenaga kesehatan.

Pasal 24
1. Semua nomenklatur tenaga analis kesehatan atau analis medis sebelum
ditetapkannya Peraturan Menteri ini harus dibaca dan dimaknai menjadi Ahli
Teknologi Laboratorium Medik.
2. Semua nomenklatur pendidikan analis kesehatan atau analis medis sebelum
ditetapkanya Peraturan Menteri ini harus dibaca dan dimaknai menjadi
Teknologi Laboratorium Medik.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengaturan tentang tenaga kesehatan dalam peraturan perundangundangan
secara umum tersebar dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan.
Pengaturan yang paling terperinci dan komprehensif terdapat pada
UndangUndang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.Secara khusus
tenaga kesehatan di Indonesia diaturdengan berbagai tingkat yaitu Undang-
Undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri.
Ketentuan tentang pengaturan tenaga kesehatan dengan undangundang dapat
memenuhi azas kepastian hukum dalam Ketentuan Penutup Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan yaitu Pasal 91 Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan menyebutkan pada saat Undang
Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang undangan yang mengatur
mengenai Tenaga Kesehatan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

3.2 Saran
Demikianlah pokok bahasan yang dapat kami paparkan dalam makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk dibaca dan dipelajari. Karena
keterbatasan pengetahuan dan referensi, kami menyadari bahwa makalah ini masih
belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan agar makalah ini dapat disusun lebih baik lagi kedepannya

24
Daftar Pustaka

https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-36-2014-tenaga-kesehatan
https://pspk.fkunissula.ac.id
http://gajiroum.kemkes.go.id/data/UU_NO_36_2014.pdf
https://pelayanan.jakarta.go.id/download/regulasi/peraturan-menteri-kesehatan-
nomor-46tahun-2013-tentang-registrasi-tenaga-kesehatan.pdf
http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No._42_ttg_Praktik_Ahli_
Teknologi_Laboratorium_Medik_.pdf

25

Anda mungkin juga menyukai