Anda di halaman 1dari 13

Nama : Samuel Hutapea

NIM : 17.3254
Mata Kuliah : Seminar Praksis (9B)
Dosen : Pdt. Sahat Poltak Siburian, S.Th, M.Si
Pdt. Dr. Sanggam Magda Lasmaria Siahaan, M.Th

Sikap Jemaat Gereja HKBP Simantin Tentang Keselamatan Sebagai Praksis

I. Pendahuluan

Latar Belakang

Konsep keselamatan menjadi salah satu hal yang menarik untuk dibicarakan dalam setiap
agama. Dalam setiap agama atau kepercayaan selalu berusaha menyatakan bahwa konsep
merekalah yang paling benar. Salah satu konsep yang cukup menarik untuk dikaji adalah tentang
keselamatan sebagai praksis di tengah-tengah Gereja. Konsep Keselamatan juga telah
mempengaruhi Gereja dalam melaksanakan tugasnya di tengah-tengah dunia ini, khususnya
diakonia. Keselamatan ini sering dipandang memiliki superioritas terutama pada abad dua puluh
satu saat ini, yang diyakini hanya dimiliki oleh segelintir agama atau kepercayaan. Terlebih
penyaji sendiri memiliki asumsi bahwa orang Kristen atau Jemaat Gereja sendiri memiliki
pandangan bahwa konsep keselamatan yang mereka pahami dapat mendorong untuk tidak
perduli kepada mereka yang berada di luar kekristenan.

Namun jika dikaji kembali, bahwa Gereja sering dipahami hanya sebagai sebuah gedung,
tetapi apabila dipahami secara mendalam bahwa gereja merupakan suatu komunitas orang-orang
yang percaya terhadap Kristus serta melakukan perintah dan kehendak-Nya dimanapun berada.
Salah satu yang menjadi tugas Gereja dalam melaksanakan karya Kristus di dunia adalah
diakonia. Melalui Pelaksanaan Tugas-tugasnya Gereja menyatakan identitas akan dirinya
ditengah-tengah dunia. Gereja dimana orang-orang yang percaya membentuk suatu persekutuan.
Melalui persekutuan tersebut muncul kebutuhan dalam melayani dan memperhatikan sesama.
Sikap pelayanan Yesus Kristus tampak ketika Dia hadir ditengah-tengah dunia ini. Yesus banyak
meyembuhkan orang-orang yang sakit yang datang kepadanya, berbuat sesuatu bagi mereka
yang lapar dan haus, yang menderita dan yang miskin, yang dipenjara dan tidak punya tempat
tinggal. Semua itu menunjukkan kepedulian Yesus terhadap kesejahteraan mereka. Seperti

1
halnya Yesus perduli kepada mereka yang menderita dan yang miskin, demikian juga Gereja
terpanggil untuk dapat perduli terhadap kesejahteraan umat baik secara rohani maupun jasmani.
Namun, yang menjadi tantangan Gereja pada saat ini di tengah-tengah kemajemukan agama dan
budaya di Indonesia untuk dapat melayani bukan hanya saudara seiman tetapi juga bagi mereka
yang berada di luar kekristenan. Oleh karena itu, penyaji menggunakan buku rujukan Wayne
Morris yang berjudul “Salvation as Praxis: A Practical Theology of Salvation for a Multi-Faith
World” dengan mengkaji pada bagian bab 1 dan 5. Buku ini berusaha memberikan kontribusi
teologis Kristen khususnya untuk memikirkan bagaimana orang Kristen dapat mempraktikkan
cara hidup yang lebih ramah bersama dengan orang-orang dari agama dan jalur spiritual lain.
Melalui tulisan ini, penyaji hendak berusaha untuk mengkaji bagaimana sikap Jemaat Gereja
HKBP Simantin tentang Keselamatan sebagai praksis dan apa yang menjadi pemahaman Jemaat
Gereja HKBP Simantin melakukan praktik keselamatan itu dalam kehidupannya, apakah sebagai
motivasi karena hubungan secara vertikal atau horizontal (sosiologis)?

II. Landasan Teori

2.1 Kekristenan Dan Agama Lain

Secara historis, seperti yang dikatakan, orang-orang dari agama lain sebagian besar
dipandang dengan kecurigaan, sebagai ancaman bagi agama Kristen dan sebagai pelanggaran
terhadap Tuhannya, sehingga jauh dari upaya untuk hidup bersama dengan baik. Keterlibatan
Kristen dengan orang-orang dari agama lain sering ditandai dengan ketidakpercayaan, kebencian,
konflik, perang, dan bahkan genosida. Mendasari pendekatan semacam itu terhadap orang-orang
dari agama lain adalah teori dan praktik soteriologis yang telah menyebabkan ‘praduga
superioritas’ orang Kristen bahwa mereka sendiri memiliki semua yang diperlukan untuk
memasuki eksistensi eskatologis masa depan dalam persekutuan penuh dengan Tuhan. Tanpa
terlebih dahulu menjadi Kristen sendiri, telah diasumsikan, tidak ada manusia yang mungkin bisa
diselamatkan. Fokus soteriologis pada harapan kemungkinan eskatologis masa depan bagi orang
Kristen digunakan untuk membenarkan agenda politik dan ekonomi banyak negara Barat yang
menggunakan teologi untuk menaklukkan dan menjajah konteks di mana tradisi dan perspektif
agama lain dominan atas nama menyelamatkan jiwa dalam kehidupan setelah kematian.

2
2.2 Perspektif Teologi Praktis

Buku ini memberikan cara berbicara tentang praksis Kristen transformatif di dunia ini, serta
berusaha untuk mengeksplorasi mengenai pemahaman alternatif seperti keselamatan yang
mungkin berarti bagi keterlibatan Kristen dengan orang-orang dari agama lain. Dengan
demikian, ini bertujuan untuk berkontribusi mengembangkan percakapan dalam teologi agama-
agama yang dapat memicu penyimpangan lebih jauh dari warisan kekristenan untuk terlibat
dengan orang-orang dari agama lain yang secara historis sangat merusak. Teologi agama-agama
perlu memberikan perhatian yang lebih besar pada praksis Kristen dalam hubungan antar-agama,
jika hidup bersama dengan lebih anggun akan menjadi kemungkinan yang nyata untuk masa
depan.

Wacana yang lebih baru mengenai apa yang disebut teologi agama-agama telah berusaha
untuk mengartikulasikan beberapa teologi alternatif di mana telah dikemukakan bahwa mungkin
bagi orang-orang dari agama lain untuk berpartisipasi dalam keberadaannya di masa depan tanpa
konfirmasi dan berlangganan ke kepercayaan Kristen dan praktiknya. Namun, dikemukakan di
sini bahwa perhatian yang tidak memadai telah diberikan baik untuk mendekonstruksi praktik-
praktik historis dan saat ini terhadap orang-orang dari agama lain dan merekonstruksi pendekatan
alternatif untuk praktik dalam perumusan perspektif soteriologis. Bab ini berargumen, dengan
menggunakan istilah Elaine Graham, bahwa teologi agama-agama perlu lebih sepenuhnya
terlibat dalam beralih ke praktik ketika mereka berusaha untuk menanggapi kengerian
pendekatan Kristen historis terhadap orang-orang dari kepercayaan lain, agar sadar bahwa dalam
sebuah pos-konteks Holocaust, praktik dan keyakinan alternatif diperlukan. Mengingat hal ini,
dikemukakan di sini bahwa sementara perhatian pada pertanyaan-pertanyaan tentang praktik
sangat penting untuk semua wacana teologis, itu adalah khususnya bagi teologi tentang orang-
orang dari agama lain. Metode teologis praktis yang digunakan untuk mencoba melakukan ini
adalah metode percakapan kritis dan ini akan dieksplorasi dan disajikan sebagai metodologi
kunci dalam bab ini yang paling tepat menggambarkan pendekatan yang diambil dalam buku ini.
Bab ini kemudian akan beralih untuk mempertimbangkan mengapa karya ini harus merupakan
bentuk teologi khusus serta teologi yang mungkin memiliki signifikansi publik. Ini khusus
karena pertama dan terutama bertujuan untuk menjadi teologi yang berusaha mengubah
kepercayaan dan praktik Kristen khusus daripada memaksakan apa pun kepada orang-orang dari

3
agama lain dan tidak sama sekali. Hal ini bertujuan untuk berbicara kepada kedua anggota
komunitas Kristen pada khususnya, tetapi juga untuk berkontribusi pada debat publik yang lebih
luas tentang peran komunitas iman Kristen di dunia multi-agama abad kedua puluh satu.
Akhirnya, gagasan Campbell bahwa teologi praktis harus bertujuan untuk menapaki dengan hati-
hati jalan antara relevansi praktis dan integritas teologis akan dieksplorasi sebagai prinsip
panduan untuk pekerjaan ini.1

2.3 Praktik yang Kontekstual

Teologi dan praktik merupakan sahabat yang tak terpisahkan. Semua teologi muncul dari
dan dibentuk oleh realitas kehidupan dan melalui kehidupan yang konkret, menggunakan bahasa,
asumsi dan kerangka filosofis individu dan kelompok yang terlibat dalam proses melakukan
teologi untuk berbicara secara teologis. Namun, Elaine Graham juga mengusulkan bahwa semua
teologi pada dasarnya bersifat praktis dan juga kontekstual. Dengan ini, dia menyatakan
persetujuan bahwa semua teologi muncul dari suatu konteks dan diartikulasikan di dalam dan
untuk suatu konteks, tetapi prinsip-prinsip teologi itu sendiri adalah juga diungkapkan dan
ditemukan dalam praktik-praktik yang bertujuan dari komunitas-komunitas iman juga. Oleh
karena itu, teologi tidak hanya ditemukan dalam teks-teks magisterial, kitab suci kuno, atau
buku-buku teologis penting dari masa lalu dan masa kini yang mungkin muncul dari posisi
kontekstual mana pun. Tetapi juga merupakan ditemukan dalam ekspresi hidup komunitas iman
dalam ibadah, pengabdian, hubungan, aksi sosial, keterlibatan komunitas dan sebagainya.
Akibatnya, teologi praktis harus menolak perbedaan antara kata-kata dan perbuatan, iman dan
tindakan.

Emilie Townes berpendapat bahwa semua studi teologi dan agama harus berusaha untuk
terlibat dengan masalah praktik. Dia mengakui bahwa penting bagi para sarjana dalam teologi
dan studi agama untuk ketat, tanpa henti, dan bertanggung jawab terhadap isu-isu saat ini sambil
mendorong pemahaman kita tentang apa yang ada di hadapan kita di dunia modern/postmodern
kita.2 Oleh karena itu, orang Kristen perlu memberikan refleksi yang lebih berkelanjutan
implikasi dari teologi agama mereka untuk sikap dan tindakan Kristen mengenai agama lain.

1
Morris, Wayne, Salvation as Praxis: A Practical Theology of Salvation for a Multi-Faith
World,(UK: Bloomsbury T&T Clark, 2014), 15-16
2
Morris, Wayne, Salvation as Praxis, 17
4
Namun, penting juga untuk tidak hanya melihat implikasi teologi bagi praktik, tetapi untuk
mengakui bahwa praktik itu sendiri telah membentuk dan mengekspresikan keyakinan teologis
dengan cara yang terkadang berbeda dari sumber dan norma tertulis dari banyak teologi Kristen,
seperti Alkitab dan tradisi gereja.

Faktor pendukung penting kedua untuk membentuk teologi praktis kontemporer adalah
pengaruh studi pastoral dan teologi pastoral yang dominan pada abad kedua puluh. Graham,
Walton dan Ward mencatat, misalnya, bahwa studi pastoral sebagian besar dipahami sebagai
bantuan dan petunjuk bagi pendeta seperti yang diajarkan di seminari dan oleh karena itu, tetap
sebagai bentuk teologi terapan. Lartey, bagaimanapun, berpendapat bahwa teologi pastoral harus
memperhatikan dan menanggapi tidak hanya krisis manusia pada titik kebutuhan, tetapi bahwa
teologi pastoral yang benar-benar bertanggung jawab harus terlibat dalam analisis sosial, refleksi
dan transformasi. Teologi pastoral yang mengarah pada kepedulian sejati terhadap umat
manusia.

Teologi praktis: Menuju pembebasan. Nilai utama yang menginformasikan pendekatan


teologi ini adalah pandangan bahwa Injil Kristen terutama berkaitan dengan mengakhiri
penderitaan manusia, mendorong kesejahteraan, dan mencari pembebasan, kebebasan dan
kesetaraan manusia, dan bahwa Allah selalu berada di pihak orang miskin. Jika demikian, maka
teologi dan gereja juga harus memihak orang miskin dan berpihak pada setiap pribadi manusia
yang berjuang untuk emansipasi manusia.

2.4 Mengidentifikasi Mitra Dialog

Mitra dialog pertama dalam hal ini ditemukan melalui upaya untuk memahami sesuatu
tentang cara-cara di mana orang Kristen telah terlibat dengan orang-orang dari agama lain dan
situasi konkret dari dunia multi-iman dan global tempat kita hidup hari ini. Ada isu dan
keprihatinan khusus yang dihadapi dunia saat ini yang telah dibentuk oleh sejarah dan di mana
peran komunitas agama tetap signifikan. Hal ini berlaku secara internasional maupun di tingkat
nasional dan tingkat lokal. Ada banyak contoh positif dari keterlibatan antar-agama dan upaya
oleh para pemimpin agama dan spiritual dan orang-orang secara lebih luas untuk meningkatkan
hubungan di antara orang-orang beragama, dalam kasus seperti itu, hubungan yang lebih baik
antara komunitas agama sering menjadi makmur. Pada saat yang sama dapat terjadi kecurigaan,

5
ketidakpercayaan, bahkan ketakutan terhadap orang-orang beriman, khususnya orang-orang dari
agama minoritas baik di dalam agama Kristen maupun di luarnya, dan itu sering terbentuk oleh
kecurigaan dan ketidakpercayaan yang tidak diinformasikan yang pada gilirannya dapat
menyebabkan ketegangan masyarakat. Mitra percakapan ini sangat penting dalam dialog teologi
praktis ini karena dalam upaya untuk memahami dan belajar dari masa lalu dan masa kini,
khususnya cara-cara di mana kepercayaan dan praktik Kristen mengenai orang-orang dari agama
lain telah beroperasi.3

2.5 Persekutuan dan Keberbedaan

Keselamatan sebagai bentuk praksis, dan membawanya ke dalam percakapan dengan


praktik Kristen di dunia multi-agama, bab ini secara khusus akan berfokus pada gagasan
keselamatan sebagai suatu pendewaan. Pemahaman tentang keselamatan ini dikembangkan
untuk memberikan alternatif terhadap wacana Barat yang dominan, sementara juga mewakili
suatu bentuk praksis soteriologis yang dapat mempengaruhi secara positif keterlibatan Kristen
dengan orang-orang dari kepercayaan lain di dunia ini. Ini akan dipandu oleh prinsip yang
ditetapkan sebelumnya bahwa Injil Kristen berorientasi dalam mengakhiri penderitaan manusia,
mendorong kesejahteraan, dan mencari pembebasan, kebebasan dan kesetaraan manusia. Oleh
karena itu, akan dikemukakan bahwa pendewaan adalah cara berpikir tentang keselamatan yang
tidak hanya berbicara tentang janji tentang keberadaan eskatologis masa depan bagi umat
manusia, tetapi juga berbicara tentang keselamatan di dunia dan karena hal itu mengubah dunia
ini.

3
Morris, Wayne, Salvation as Praxis, 29-30
6
2.6 Keselamatan Sebagai Penyembuhan

Dalam bab ini, keselamatan sebagai penyembuhan dieksplorasi sebagai cara berpikir dan
bertindak secara soteriologis yang berpotensi menumbangkan dan mengubah agenda dan praktik
normalisasi. Ini adalah pemahaman yang terpinggirkan tentang keselamatan dalam tradisi
Kristen meskipun yang dapat melacak asal-usulnya kembali ke Perjanjian Baru. Dalam sebagian
besar teologi historis dan kontemporer, gagasan keselamatan sebagai penyembuhan sering
digunakan untuk memperkuat pemahaman yang dibangun secara sosial tentang kesehatan
jasmani sebagai norma sosial dan agama bagi keberadaan manusia. Hal ini dapat dibuktikan
dalam banyak praktik yang disebut penyembuhan. Pelayanan di mana orang yang sakit atau cacat
dianggap membutuhkan penyembuhan untuk kondisi khusus mereka. Ketika kondisi seseorang
selalu tidak sehat, mereka yang menjadi objek pelayanan ini dituduh tidak memiliki iman yang
cukup atau dosa yang tidak bertobat. Bahasa iman dan dosa sekaligus mengasosiasikan
penyembuhan dengan keselamatan dalam kaitannya dengan wacana soteriologis Barat yang
dominan, mengidentifikasi kecacatan atau penyakit dengan keadaan penuh dosa dan
kesanggupan atau kesehatan dengan pertobatan dan kesetiaan.

Swinton berpendapat bahwa Alkitab tidak memiliki kata untuk kesehatan dan bahwa
pendekatan yang paling dekat dengan pemahaman kontemporer tentang kesehatan adalah kata
Ibrani ‘shalom’, sebuah kata yang ia terjemahkan sebagai damai. Namun, dalam Perjanjian Baru
setidaknya ada dua kata atau konsep lain yang mengacu pada kesehatan, yang keduanya mungkin
lebih dekat dengan pemahaman kontemporer konsep ini: therapeuw, untuk menyembuhkan atau
menyembuhkan, dan swzw untuk menyelamatkan atau dibuat baik. Therapeuw adalah istilah
yang paling dekat dengan gagasan kesehatan kontemporer, karena kesehatan dipahami lebih
fokus pada konformasi tubuh untuk pemahaman normativitas tertentu. Swzw, bagaimanapun,
memiliki arti yang jauh lebih luas dan mengacu pada kesejahteraan orang dalam tubuh, pikiran
dan jiwa mereka, sadar bahwa kesejahteraan tersebut ditentukan tidak hanya oleh kesehatan
biologis dan fisik, tetapi juga sejauh mana seseorang mampu untuk bersekutu dengan orang lain
dan dengan Tuhan.4

4
Morris, Wayne, Salvation as Praxis, 134-135
7
III. Realita

Konteks Gereja Batak Dan Masyarakat

Kehadiran HKBP salah satu yang menjadi Gereja Batak yang berlandaskan hanya kepada
firman Tuhan. Penulis mengamati tidak ada unsur marga berdasarkan dalihan na tolu
terkhususnya di HKBP Simantin, namun HKBP Simantin tetap memegang teguh tradisi batak
akan semangat persaudaraan. Saling tolong menolong dan saling membantu, serta tingkat
keperdulian terhadap sesama masih erat dalam Gereja tersebut, bukan hanya terhadap warga
Gereja, tetapi juga bagi mereka yang berada di luar kekristenan. Penulis juga mengamati HKBP
Simantin masih memegang erat sikap inklusif dan juga mampu membangun dialog antar-agama.
Yang mana perbedaan suku dan agama menjadi suatu tantangan bagi Gereja Batak untuk dapat
menyesuaikan diri dalam penatalayanannya.

Konteks masyarakat yang penulis amati khususnya di desa Simantin. Ada beragam suku dan
agama yang dianut oleh masyarakatnya. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa negara kita
Indonesia memiliki corak ragam budaya, suku dan agama. Demikian halnya di desa Simantin,
ada beberapa ragam suku disana, diantaranya suku Batak Toba, Batak Simalungun, dan Suku
Jawa. Adapun Agama yang dianut oleh masyarakatnya, diantaranya agama Kristen Protestan,
Katolik, dan Islam. Keadaan perekonomian masyarakat Simantin tergolong pada taraf rendah
dan sedang. Sumber ekonomi masyarakat pada umumnya adalah dari hasil pertanian, khususnya
menanam jagung, jahe, kopi, kunyit. Pekerjaan yang lain dalam jemaat Gereja di Simantin
adalah pedagang, baik grosir, asongan, dan toko. Terlebih karena daerah Simantin sebagai pusat
perbelanjaan (pajak) terbesar di daerah Simantin. Selain pekerjaan berdagang, terdapat sebagian
masyarakat yang bekerja sebagai PNS, Pegawai Swasta dan Perkebunan. Selain itu ada yang
membuka usaha menjahit dan usaha perbengkelan. Jadi berdasarkan hasil pengamataan penulis,
bahwa masyakarat Simantin masih tergolong pada tingkat ekonomi lemah dan sedang.

IV. Hasil Penelitian dan Analisis

4.1 Sejarah Singkat HKBP Simantin

Gereja HKBP Ressort Simantin berdiri pada tanggal 04 Januari 1981 karena pemekaran dari
gereja HKBP Pondok resort Emplasmen Sidamanik. Gereja HKBP Simantin yang masuk dalam

8
Distrik V Sumatera Timur terletak di Simantin Pane Dame, Kecamatan Panei, Kabupaten
Simalungun. Gereja HKBP Simantin resort Simantin belum pernah sama sekali melakukan
jubelium atau pesta perak sekalipun. Dahulu Tanah gereja HKBP Simantin adalah milik jemaat
M. Sihaloho yang disponsori St. Sinaga, St. Sidabukke dan St. Sinabutar dan di bentuk ketua
gotong royong oleh J. Simarmata penyerahan tenaga (bantuan tenaga) masyarakat umum dan
SMP HKBP sehingga gereja HKBP Simantin berdiri. Jemaat HKBP Simantin dulunya bergereja
di HKBP Pondok resort Emplasmen Sidamanik, gereja tersebut berdekatan dengan Desa
Simantin. Jemaat yang pindah dari HKBP Pondok alasanya mereka tidak merasa enak atau
nyaman mengikuti Ibadah, akibat perselisihan antar-jemaat, sehingga mereka pindah Gereja dan
langsung mendirikan gereja HKBP di Simantin. Saat ini Pdt. Rahman R.R. Sirait, S.Th, M.EE
yang menjadi pimpinan jemaat di Gereja HKBP Ressort Simantin.

4.2 Diakonia Sebagai Bentuk Praksis di HKBP Simantin

Eksistensi Gereja tidak bisa lepas dari misinya untuk melayani sesama. Demikian juga
HKBP Simantin yang tetap melaksanakan salah satu dari tugas Gereja yakni diakonia. HKBP
Simantin bukan hanya memberikan perhatian bagi mereka yang telah menjadi warga Gereja,
tetapi juga kepada mereka yang berada diluar warga Gereja. Berdasarkan informasi yang penyaji
peroleh dari penelitian, bahwa ada beberapa pelayanan sosial yang dilakukan oleh Gereja.
Diantaranya, seperti medoakan orang sakit, membagikan sembako kepada penduduk setempat
yang kekurangan, dan pelayanan pastoral kepada warga yang mengalami dukacita dan
menderita. Dari semua pelayanan yang dilakukan Gereja, yang menarik bahwa bukan hanya
dilayankan kepada warga Gereja itu sendiri, tetapi juga bagi mereka yang berada diluar
kekristenan. Bentuk pelayanan yang dilakukan Gereja Simantin yang mencolok yakni diakonia
karitatif, dimana Gereja terlibat langsung dalam tugas pelayanan yang murah hati dan belas kasih
tanpa melihat suku, ras dan dari agama lain. Namun, faktor yang mendorong dalam melakukan
aksi sosial terhadap masyarakat belum tampak dalam sikap Jemaat, dikarenakan aksi tersebut
dilakukan karena memang salah satu program Gereja.
 Narasumber
- Pdt. Rahman Richi Rejeki Sirait, S.Th, M.EE

Pdt. Rahman Richi Rejeki Sirait, S.Th, MEE yang sekarang masih melayani di HKBP
Resort Simantin mulai tahun 2017 sampai sekarang. Beliau memberikan informasi terkait

9
pelayanan yang dilaksanakan di HKBP Simantin. Salah satu pelayanan yang dilakukan yakni
membagi-bagikan sembako kepada penduduk setempat atas kerjasama dengan pemerintah
setempat. Pembagian sembako ini dilakukan tanpa melihat suku ataupun dari agama apa, tetapi
pelayanan ini dilakukan bagi masyarakat desa Simantin yang kekurangan berkat kerjasama
dengan pemerintah setempat. Berdasarkan informasi yang penulis peroleh juga bahwa adanya
dialog atau kesepakatan terlebih dahulu sebelum melakukan pelayanan sosial terhadap
masyarakat. Adapun faktor yang mendorong untuk menolong orang lain yang mendasar ialah
karena tanggungjawab sosial yang pastinya melekat dalam diri setiap seorang, bahwa jika
menolong orang lain akan terasa melegakan karena telah melakukan sebagian tanggungjawab
sebagai makhluk sosial dan sebagai bagian dari masyarakat, selain daripada nilai-nilai dan ajaran
agama yang mendorong untuk melakukan perbuatan baik. Demi menjalin hubungan yang
harmonis juga dengan masyarakat menjadi faktor penerapan keselamatan sebagai praksis, bahwa
memiliki interaksi dengan warga di luar Gereja tentunya akan memberikan respon yang positif
dari masyarakat bagi Gereja.

- St. Risma br. Hutapea

Ibu Risma br. Hutapea salah seorang parhalado HKBP Simantin yang menjadi narasumber
penulis yang berusia 64 tahun, serta memiliki 4 orang anak. Beliau tinggal di desa Simantin
kurang lebih selama 20 tahun, serta memiliki pekerjaan sebagai petani sayur-sayuran. Informasi
yang penulis dapat dari beliau bahwasanya, baik para pengurus dan Jemaat Gereja sudah sering
terlibat untuk melakukan pelayanan sosial bukan hanya kepada warga Gereja HKBP Simantin
saja, tetapi juga terhadap masyarakat di desa Simantin. Hal tersebut tersebut dilakukan karena
adanya rasa tanggungjawab sosial dan juga dipengaruhi oleh faktor tempat tinggal di desa yang
terbilang tingkat keperduliannya terhadap sesama cukup tinggi.

- S. Sinaga

S. Sinaga adalah seorang Jemaat Gereja HKBP Simantin yang menjadi salah satu narasumber
penulis. Beliau sudah berusia 57 tahun dan sudah berkeluarga serta telah dikaruniai 6 orang anak.
Beliau menjadi salah seorang yang cukup terpandang di desa Simantin. Hal terebut dikarenakan
usaha yang dimiliki beliau sebagai toke dari hasil-hasil pertanian di desa Simantin, serta
perannya yang cukup aktif dalam setiap kegiatan Gereja. Beliau selalu terlibat dalam setiap

10
kegiatan Gereja terkhususnya dalam melakukan pelayanan sosial serta mendukung setiap
kegiatan Gereja baik berupa dana yang diberikan. Hal tersebut di dorong oleh karena rasa
prihatin kepada masyarakat yang membutuhkan bantuan dan yang sedang terpuruk. Beliau juga
pernah berada di titik terpuruk dalam hidupnya hingga sekarang dapat bangkit, sehingga hal itu
mendorong beliau untuk dapat bermanfaat bagi orang-orang disekitarnya.

4.3 Analisis
Berdasarkan buku rujukan Wayne Morris yang penyaji gunakan diuraikan mengenai
bagaimana praktik dari wacana teologi Kristen. Sehingga dapat ditemukan dalam ekspresi hidup
komunitas iman baik dalam ibadah, pengabdian, hubungan, aksi sosial, keterlibatan komunitas
dan sebagainya. Oleh karena itu, teologi praktis harus menolak perbedaan antara kata-kata dan
perbuatan, antara iman dan tindakan. Pemahaman tentang keselamatan ini mengakui bahwa
keselamatan adalah suatu proses yang mungkin memang tidak pernah sepenuhnya terwujud di
bumi, tetapi bagaimanapun juga, hal itu merupakan suatu kemungkinan yang mestinya dan
seharusnya diusahakan di masa sekarang. Hal ini dapat membentuk keterlibatan Kristen dengan
orang-orang dari agama lain, telah dikemukakan, jauh dari hubungan dominasi, penindasan,
normalisasi dan rasa superioritas atas orang lain, menuju cara-cara baru untuk terlibat dan hidup
dengan satu sama lain.

Konsep keselamatan yang dipahami penulis berdasarkan analisis buku Wayne Morris
sebenarnya bukan bertujuan untuk melegitimasi suatu agama. Tetapi hal tersebut menjadi suatu
realitas sosial yang tidak dapat dilepaskan sebagai suatu ajaran di dalam kekristenan. Seperti
yang tertulis dalam konfessi HKBP Tahun 1996 Pasal 4: Masyarakat. Kita mempercayai dan
menyaksikan: seluruh manusia adalah satu kesatuan di hadapan Allah (Kej. 1:27) dan yang
menerima keselamatan itu adalah sama-sama yang ditebus oleh Yesus Kristus (Gal. 3:28).
Keluarga Kristen di dunia ini adalah keluarga yang diikat kasih Kristus. Setiap orang yang
menuruti kehendak Tuhan hidup dalam kehidupan yang saling membantu (Gal. 6:2).

Kita menekankan pentingnya iman dan tanggungjawab kita dalam masyarakat Indonesia
yang majemuk dalam melayani orang miskin, yang sakit, yang melarat, yang terbelakang, yang
bodoh, korban ketidakpastian hukum (penyelewengan hukum). Kita menekankan kesamaan
hidup dan hak asasi manusia bagi manusia yang hidup di kota dan di desa/petani, dalam

11
perencanaan, dalam mengambil keputusan dan pengawasan.5 Berdasarkan konfesi HKBP yang
berisikan akan doktrin kekristenan, orang Kristen juga diharapkan mampu menjadi berkat bagi
sesamanya, bukan hanya bagi individu yang Kristen tetapi juga bagi mereka yang berada diluar
komunitas Kristen.

Berdasarkan pengamatan penyaji diakonia karitatif melibatkan tentang tindakan dorongan


kasih yang merupakan suatu bentuk kemurahan hati atau sumbangan secara sukarela. Diakonia
ini didukung dan dipraktikkan oleh lembaga-lembaga gereja baik warga Gereja maupun para
majelis Gereja karena dilihat sebagai manfaat yang langsung terlihat dan cukup memberikan
dampak. Dari beberapa praktik yang dilakukan Gereja HKBP Simantin penyaji mengamati
bahwa pelayanan sosial yang dilakukan tanpa ada unsur untuk mengkristenkan masyarakat yang
berada diluar kekristenan dan juga tanpa adanya superioritas bahwa keselamatan hanya bagi
orang Kristen sendiri, sehingga tidak memperhatikan orang lain, tetapi semuanya didorong oleh
motivasi perikemanusiaan (sosiologis) sebagai sesama masyarakat dan berdasarkan yang diamati
oleh penyaji hal tersebut dilakukan tanpa ada dimensi teologis akan keselamatan tersebut. Tetapi
yang hendak dibangun ialah dimensi secara horizontal yakni soal kemanusiaan, yang mana
sebagai suatu komunitas masyarakat di desa yang begitu erat akan relasinya sesama warga. Hal
tersebut juga dilakukan agar terjalinnya hubungan yang harmonis sebagai masyarakat yang
plural.

V. Penutup

Kesimpulan

Klaim-klaim akan kebenaran menjadi suatu fenomena yang tampak dalam setiap agama-
agama. Demikian juga dalam kekristenan konsep keselamatan menjadi salah satu pedoman
penting yang dipegang teguh oleh pemeluknya. Pemikiran dalam bukunya Wayne Morris
mengenai keselamatan sebagai praksis, diharapkan orang Kristen jauh dari pemikiran akan
dominasi dan superioritas, sehingga enggan melakukakan interaksi aktif terhadap masyarakat

5
Pengakuan Iman HKBP: Konfessi Tahun 1996 (Pematang Siantar: Kantor Pusat HKBP, 2013),
130
12
yang plural. Berdasarkan analisis konsep keselamatan diatas warga Gereja dapat mampu terbuka
bagi orang-orang dari agama atau kepercayaan lain.

Keselamatan sebagai praksis dalam bukunya Wayne Morris yang berkontribusi terhadap
komunitas Kristen agar terlibat dalam proses relevansi praksis di tengah-tengah kehidupannya.
Sikap yang tampak atas konsep keselamatan sebagai praksis tersebut di tengah-tengah kehidupan
jemaat HKBP Simantin demi membangun relasi terhadap masyarakat melalui salah satu tugas
Gereja, dan semata-mata tanpa ada dimensi teologis namun semua itu didorong oleh soal
perikemanusiaan sebagai suatu komunitas masyarakat. Keterlibatan Jemaat dengan warga diluar
gereja terjalin dengan baik dengan adanya interaksi aktif bagi masyarakat yang berada di luar
warga gereja atau masyarakat setempat tanpa merasa memandang perbedaan atau merasa
superioritas dikarenakan mayoritas masyarakat disana adalah Kristen Protestan. Pemahaman
akan refleksi iman Jemaat HKBP Simantin terkait keselamatan sebagai praksis yang dilakukan
lebih tampak terhadap relevansi praksisnya daripada integritas teologis yang pada dasarnya tidak
dapat digunakan secara universal.

Daftar Pustaka

Buku Utama

Morris, Wayne, 2014, Salvation as Praxis: A Practical Theology of Salvation for a Multi-
Faith World (BAB I & BAB 5), (UK: Bloomsbury T&T Clark)

Buku Pendukung

Pengakuan Iman HKBP: Konfessi Tahun 1996, 2013, (Pematang Siantar: Kantor Pusat
HKBP)

13

Anda mungkin juga menyukai