ِم ْن ُحس ِْن إِ ْسالَ ِم ال َمرْ ِء تَرْ ُكهُ َما الَ يَ ْعنِ ْي ِه :صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِ ع َْن أَبِي هُ َر ْي َرةَ َر
َ ِ قَا َل َرسُوْ ُل هللا: قَا َل،ُض َي هللاُ َع ْنه
Penjelasan Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Beliau adalah
sahabat dari kabilah Bani Daus, Yaman. Di masa jahiliyah ia bernama Abdu
Syams, lalu di masa Islam namanya adalah Abdurrahman bin Shakr.
Abu Hurairah masuk Islam melalui dakwah Thufail bin Amr Ad Dausi. Ia
masuk Islam saat muda dan pada usia 26 tahun, ia hijrah ke Madinah
menyusul Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Saat itu Rasulullah telah
memenangkan Perang Khaibar.
Di Madinah, Abu Hurairah tinggal di Masjid Nabawi. Menjadi ahlus suffah. Tak
seperti mayoritas sahabat yang sehari-harinya bekerja, Abu Hurairah
memfokuskan diri untuk mulazamah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Ia selalu hadir ketika Rasulullah mengajar di Masjid Nabawi. Dan ia
selalu mengikuti ke mana pun Rasulullah pergi.
Maka dalam waktu singkat, Abu Hurairah mendengar demikian banyak hadits
dari Rasulullah. Dengan keistimewaannya yang tak pernah lupa hadits sejak
didoakan Rasulullah, ia menjadi sahabat yang paling banyak meriwayatkan
1
hadits. Meskipun hanya menjumpai Rasulullah 4 tahun, Abu Hurairah 5.347
hadits.
Hadits ini pendek tetapi maknanya dalam dan mengandung pelajaran yang
sangat luas. Para ulama mengistilahkan dengan jawami’ul kalim ()جوامع الكلم
yakni kalimat yang singkat dan padat. Bahwa di antara tanda kebaikan islam
dan kesempurnaan iman seseorang adalah meninggalkan perkara yang sia-sia.
Perkara yang tidak bermanfaat baginya, baik di dunia maupun di akhirat.
Hadits ini memiliki kandungan yang luas dan banyak pelajaran penting.
Hingga sejumlah ulama menyebutnya sebagai hadits yang menghimpun
kumpulan kebaikan ()جمع نصف الدين.
Berikut ini enam poin utama kandungan hadits Arbain Nawawi ke-12:
َّ اصوْ ا بِال
صب ِْر ِّ اصوْ ا بِ ْال َح
َ ق َوت ََو َ ت َوت ََو ٍ إِ َّن اإْل ِ ْن َسانَ لَفِي ُخس. َو ْال َعصْ ِر
ِ إِاَّل الَّ ِذينَ آَ َمنُوا َو َع ِملُوا الصَّالِ َحا. ْر
2
2. Prinsip Manajemen Waktu
Hadits ini mengajarkan prinsip manajemen waktu. Yakni hanya mengisi waktu
dengan hal-hal bermanfaat. Sebaliknya, meninggalkan hal-hal yang tidak
bermanfaat.
Karenanya Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu tidak suka saat melihat
pemuda yang melamun. Sebab melamun tidak bermanfaat baik untuk dunia
maupun untuk akhirat. Melamun termasuk aktifitas yang sia-sia.
Islam mengajarkan agar seorang muslim menjaga diri agar tidak melakukan
hal yang sia-sia. Apalagi kalau itu merugikan orang lain. Sebagaimana sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
ِ َ َو ْال ُمه، ْال ُم ْسلِ ُم َم ْن َسلِ َم ْال ُم ْسلِ ُمونَ ِم ْن لِ َسانِ ِه َويَ ِد ِه
ُاج ُر َم ْن هَ َج َر َما نَهَى هَّللا ُ َع ْنه
“Seorang muslim adalah orang yang muslim lainnya selamat dari lisan dan
tangannya. Dan seorang muhajir adalah orang yang meninggalkan apa yang
Allah larang baginya.” (HR. Bukhari)
ُ ُه أَوْ بَ ِخ َل بِ َما الَ يَ ْنقOِ فَلَ َعلَّهُ تَ َكلَّ َم فِي َما الَ يَ ْعنِي
ُصه
Dari Anas bin Malik, ia berkata, seorang laki-laki dari kalangan sahabat nabi
meminta nasehat kepada beliau, kabarkan apa yang bisa memasukkan surga.
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apakah engkau tidak
tahu, seseorang terhalang dari surga karena mengucapkan kata-kata yang
tidak bermanfaat atau bakhil terhadap apa yang tak mengurangi
hartanya.”(HR. Tirmidzi)
3
5. Jalan Keselamatan
Hadits ini memiliki faidah yang banyak walau dengan kalimat pendek. Bahkan
Imam Abu Daud mengatakan:
“Ada empat hadits yang menjadi dasar bagi tiap-tiap perbuatan, salah
satunya adalah Hadits ini.” (Imam Ibnu Dqqiq Al ‘Id, Syarhul Arbain An
Nawawiyah, Hal. 62)[1]
4
2. Sebaliknya, di antara keburukan kualitas keislaman seseorang adalah
dia mengerjakan yang tidak bermanfaat baginya.
رورة حياتهOO وما يتعلق بض، انOO وهو ما يفوز به المرء في معاده من اإلسالم واإليمان واإلحس، الحث على االشتغال بما يعني
فإن المشتغل بهذا يسلم من المخاصمات وجميع الشرور، في معاشه.
“Anjuran untuk menyibukkan diri dengan hal yang bermanfaat, yaitu apa-apa
yang membawa keuntungan bagi seseorang untuk akhiratnya, berupa Islam,
Iman, dan Ihsan. Dan apa-apa yang terkait dengan kebutuhan primer
kehidupannya pada pencaharian nafkahnya. Maka, kesibukan dengan hal ini
akan mendatangkan keselamatan dari permusuhan dan semua
keburukan.” (Ibid)
من عالمة إعراض هللا تعالى عن العبد أن يجعل شغله فيما ال يعنيه
“Di antara tanda bahwa Allah Ta’ala berpaling dari seorang hamba adalah
dijadikannya hamba itu sibuk dengan hal yang tidak bermanfaat.” (Imam Ibnu
Daqiq Al ‘Id, Syarhul Arbain An Nawawiyah, Hal. 62. Maktabah Misykah)
عَنْ أَبِي ه َُر ْي َرةَ قَا َل : dari Abu Hurairah dia berkata
5
سلَّ َم
َ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو ُ قَا َل َر : bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
َ ِ سو ُل هَّللا
ِ ( ِم ْن ُح ْس ِن إِ ْساَل ِم ْال َمرْ ِء ) أَيْ ِم ْن ُج ْملَ ِة َم َحا ِس ِن إِ ْساَل ِم اإْل ِ ْن َس: ُقَوْ لُه
ِ ان َو َك َم
ال إِي َمانِ ِه
أنOOالح قلبه وذلك بOOالح عقيدته وإصOOإسالم المرء هو استسالمه هلل عز وجل ظاهرا وباطنا فأما باطنا فاستسالم العبد لربه بإص
اهر كأقوالهOOالح عمله الظOOاهرا فهو إصOOالم ظOOيكون مؤمنا بكل ما يجب اإليمان به على ما سبق في حديث جبريل وأما االستس
بلسانه وأفعاله بجوارحه
ت َْر ُكهُ َما اَل يَ ْعنِي ِه : dia meninggalkan hal yang tidak bermanfaat
6
Yaitu dia meninggalkan perkara yang tidak membawa faidah, dan juga sia-sia,
bagi kehidupan dunia dan akhiratnya, dan tidak membawa maslahat agama
dan kebutuhan dirinya.
“Berkata Al Ghazali: Batasan sesuatu yang bermanfaat bagi anda adalah anda
membicarakan segala hal yang jika anda mendiamkanya, maka anda tidak
berdosa dan tidak merugikan kondisi dan harta anda.” (At Tuhfah, 6/607)
ْ : Oنى يعنيهOO ومع، الOOوال واألفعOO واقتصر على ما يعنيه من األق، ٍلO من قو ٍل وفعOك ما ال يعنيه
أن تتعلق َ أن ِم ْن حسن إسالمه تَرَّ
وليس، إذا اهت َّم به وطلبه: اه يعنيهOO عن: الOO يق، يءOOام بالشOO َّدةُ االهتمO ش: ُةO والعناي، ده ومطلوبهOOونُ من مقصOO ويك، عنايتُه به
ذا جعله من حسنOO وله، المOOرع واإلسOO بل بحكم الش، وى وطلب النفسOOترك ما ال عناية له به وال إرادة بحكم الهOOراد أنَّه يOOال ُم
ات كماOOال َم يقتضي فعل الواجبOOإن اإلسO َّ O ف، ترك ما ال يعنيه في اإلسالم من األقوال واألفعال، فإذا َحسُنَ إسال ُم المرء، اإلسالم
– سبق ذكره في شرح حديث جبريل – عليه السالم.
7
llah Ta’ala berfirman:
“dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang
tiada berguna.” (QS. Al Mu’minun (23): 3)
“Dan orang-orang di antara hambaNya yang menjauhkan diri dari hal yang
batil (sia-sia) dan yang Allah benci.” (Jami’ul Bayan, 19/9-10)
Berkata Az Zujaj:
“(menjauhkan diri) dari segala hal yang sia-sia (batil), melalaikan, dan yang
tidak halal baik ucapan dan perbuatan.” (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran
Al ‘Azhim, 5/409)
Perilaku menjauhkan hal yang melalaikan dan tidak berguna, telah membuat
Luqmanul Hakim medapatkan posisi dan derajat yang sangat mulia.
Diceritakan tentang Luqmanul Hakim:
، ِةOَ َوأَدَا ِء اأْل َ َمان،ثِ ِديOق ْال َح ِ ِ ب:ا َلOَرَّا ِع َي فَبِ َم بَلَ ْغتَ َما بَلَ ْغتَ ؟ قOتَ فُاَل نًا الO أَلَ ْس:الO
ِ ْدOص َ َ ِة فَقOو يَتَ َكلَّ ُم بِ ْال ِح ْك َمOُ
َ ٌل َوهOُي أَنَّهُ لَقِيَهُ َرج
َ فَر ُِو
ك َما اَل يَ ْعنِينِي ِ َْوتَر
Berbagai macam permainan dan hiburan yang ada dalam kehidupan manusia
tidak berarti dilarang secara mutlak. Ada berbagai riwayat shahih bahwa
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Salam, para sahabat, dan tabi’in pernah
menyaksikan dan menikmati permainan, padahal mereka adalah semulia-
mulianya genarasi.
8
Imam Al Bukhari meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan
‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha pernah menonton permainan pedang
orang Habasyah di Masjid Nabi ketika hari raya. Mereka melihat cukup lama
hingga sampai ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha bosan melihatnya.