Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


KRL Commuter Line adalah salah satu sarana transportasi strategis di jantung
Ibu kota Jakarta dan sekitarnya (Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi). Setiap individu
yang menggunakan jasa KRL Commuter Line, tentu akan menjumpai gambar yang
ditempel pada setiap gerbong dimana gambar tersebut menunjukan siapa saja yang
lebih berhak untuk menduduki kursi prioritas yakni diperuntukkan bagi penumpang
lanjut usia, wanita hamil, penyandang cacat, dan ibu yang membawa anak. Namun,
bukan berarti mereka tidak dapat menggunakan kursi regular (kursi penumpang yang
tidak ada kekhususan siapa yang akan menggunakannya). Penggunaan kedua jenis
kursi tersebut sedikit banyak akan menunjukan moraldan perilaku individu sebagai
penumpang KRL Commuter Line.
Semakin meningkatnya kualitas pelayanan pemerintah pada penumpang KRL
Commuter Line, maka seharusnya semakin baik pula moral dan perilaku
parapenumpang KRL Commuter Line. Tingkat kepedulian dan toleransi perlu
dimiliki oleh sesama penumpang guna terciptanya kenyamanan bersama para
penumpang KRL Commuter Line.
Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang memiliki sikap ramah,
sopan santun, dan saling membantu, tetapi fakta di lapangan tidak sepenuhnya sesuai.
Masyarakat Indonesia khususnya penumpang KRL Commuter Line tidak selamanya
bersikap ramah atau saling membantu. Beberapa waktu lalu ada sebuah berita
mengenai seorang wanita berinisial S yang merupakan penumpang KRL Commuter
Line mengaku dilecehkan dan diancam menggunakan pisau oleh penumpang
berkebangsaan asing di dalam gerbong kereta (Sanjaya, dalam tribunnews, 2016).
Berita ini diketahui setelah S mencurahkan pengalaman yang tidak mengenakan
tersebut pada media sosial. Menurut S, penumpang yang berada di dalam gerbong
tersebut pada saat kejadian sama sekali tidak ada yang menolongnya. Setelah selang

1
2

tiga stasiun, ada seorang penumpang laki-laki yang menyadari S kemudian


mempersilahkannya untuk duduk dan menjauh dari penumpang berkebangsaan asing
tersebut.
Perilaku menolong biasanya muncul saat seorang manusia menyadari bahwa
ada pihak lain yang mengalami kesulitan (Dinastuti dalam Rahadyani, 2014).
Makhluk sosial, manusia dididik sejak dini untuk menolong orang lain yang
membutuhkan bantuan. Perilaku menolong dalam istilah psikologi dikenal dengan
perilaku prososial. Perilaku prososial adalah perilaku yang bertujuan untuk membantu
orang lain atau membawa keuntungan bagi pihak lain (Wahyuningsih, Jash, &
Rachmadiana, 2003). Ketika individu memberikan tempat duduk, mempersilahkan
penumpang yang akan turun terlebih dahulu, tidak duduk di lantai kereta dan tidak
berdiri di depan pintu karena menggangu penumpang lain yang akan naik ataupun
turun, hal ini merupakan salah satu bentuk perilaku prososial pada penumpang KRL
Commuter Line.
Mengingat kembali penumpang yang membantu seorang ibu berusia 29 tahun
melahirkan di dalam KRL Commuter Line (Widianto dalam tribunnews, 2015).
Kejadian ini menunjukkan tindakan yang dilakukan oleh penumpang KRL Commuter
Line, semata-mata hanya untuk membantu mereka yang membutuhkan bantuan tanpa
mengharapkan adanya timbal balik. Selain itu ada pula petugas satpam stasiun
Bojonggede yang dengan sigap membantu ibu penyandang tuna netra (Ratya dalam
detik, 2015). Yahaya, Latif, Hashim, & Boon (2006) mengklasifikasikan tiga hal
yang mempengaruhi individu untuk menolong yakni berkaitan dengan latar belakang
(background), sifat kepribadian (traits personality), dan norma kepribadian
(personality norms).
Deaux (dalam Widyarini, 2009) telah mengumpulkan beberapa hasil penelitian
mengenai aspek yang membedakan orang yang suka dan kurang suka menolong, di
mana aspek tersebut terutama adalah aspek kepribadian. Individu yang suka
menolong mengembangkan perasaan moralitas yang tinggi. Menurut Allport (dalam
Chaplin, 2009) kepribadian adalah organisasi dinamis di dalam individu terdiri dari
3

sistem-sistem psikofisik yang menentukan tingkah laku dan pikirannya secara


karakteristik. Kepribadian juga didefinisikan sebagai kesinambungan bentuk-bentuk
dan kekuatan-kekuatan fungsional yang dinyatakan lewat urutan-urutan dari proses-
proses yang berkuasa dan terorganisasi, serta tingkah laku lahiriah dari lahir sampai
mati (Murray dalam Chaplin, 2009).
Menurut Costa & McCrae (dalam Dariyo, 2003), kepribadian merupakan
hubungan antar faktor yang terdiri dari berbagai sifat yang saling berkaitan antara
satu dengan lainnya, yang kemudian akan mempengaruhi pola perilaku individu yang
bersangkutan dalam menghadapi masalah-masalah dalam lingkungan hidupnya.
Berdasarkan beberapa sifat yang saling berkaitan tersebut, terdapat lima faktor sifat
utama yang menopang kepribadian seseorang yang disebut dengan the big five
personality, yang terdiri dari sifat-sifat: kecenderungan mengalami gangguan psikis
(neuroticism), hasrat untuk menjalin hubungan dengan dunia luar (extraversion),
keterbukaan terhadap pengalaman baru (openness), kesadaran diri sendiri
(conscientiousness), kecenderungan menyetujui pandangan orang lain
(agreeableness).
Wilkowski, Robinson, dan Meier (2006) melakukan penelitian mengenai
agreeableness dan the prolonged spatial processing dari informasi antisosial dan
prososial. Penelitian ini menunjukkan bahwa individu yang memiliki kepribadian
agreeableness tinggi memperlihatkan kesulitan melepaskan diri dari rangsangan
prososial. Sebaliknya, individu yang memiliki kepribadian agreeableness rendah
memperlihatkan kesulitan melepaskan diri dari rangsangan antisosial.
Kemudian, penelitian mengenai pengaruh faktor psikososial dalam perilaku
menolong pada mahasiswa Universitas Benue yang dilakukan oleh Makurdi (2013)
menunjukkan bahwa tipe kepribadian agreeableness secara positif mempengaruhi
perilaku menolong. Tipe kepribadian neuroticism secara negatif mempengaruhi
perilaku menolong. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tipe kepribadian
extraversion, conscientiousness, dan openess bukan merupakan faktor signifikan pada
perilaku menolong.
4

Penelitian yang dilakukan oleh Rahadyani (2014) mengenai hubungan antara


tiap faktor dalam faktor-faktor kepribadian lima besar (the big five personality)
dengan perilaku altruisme pada relawan pengajar rumah singgah. Penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara agreeableness,
conscientiousness dan extraversion dengan perilaku altruisme pada relawan pengajar
di rumah singgah. Neuroticism memiliki hubungan negatif serta tidak adanya
hubungan antara openness to experience dengan perilaku altruisme pada relawan
pengajar di rumah singgah. Altruisme adalah contoh dari perilaku menolong
(prososial) yang murni, yaitu menolong untuk kesejahteraan orang lain semata
(selfless) tanpa motivasi untuk kepentingan diri sendiri (selfish) (Sarwono &
Meinarno, 2012).
Menurut penelitian Xie dkk (2016) mengenai hubungan antara tipe kepribadian
dan perilaku prososial dan agresif pada remaja China, menunjukkan bahwa beberapa
ciri kepribadian berhubungan dengan perilaku prososial dan agresi. Terdapat empat
tipe kepribadian pada remaja China yaitu, resilients, withdrawn, undercontrollers,
dan ordinary. Tipe kepribadian resilient pada remaja mendapatkan nilai tertinggi,
withdrawn mendapat nilai terendah pada perhitungan dari perilaku prososial.
Sedangkan, undercontrolled mendapatkan nilai lebih tinggi dari ordinary.
Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa berbagai tipe kepribadian,
termasuk the big five personality memiliki hubungan dengan perilaku prososial dan
altruisme pada individu. Selain itu, tipe kepribadian agreeableness diketahui dapat
mempengaruhi perilaku prososial individu. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti
apakah ada hubunganthe big five personality dengan perilaku prososial pada
penumpang KRL commuter line ?
5

B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris
hubungan the big five personality dengan perilaku prososial pada penumpang KRL
Commuter Line.

C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, antara lain adalah:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi
perkembangan ilmu psikologi khususnya memperkaya pemahaman terhadap
perilaku prososial berdasarkan tiap-tiap traits the big five personality pada
penumpang KRL Commuter Line dengan memberikan data yang sudah teruji
secara ilmiah.
2. Manfaat Praktis
a. Peneliti Lain
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman lebih luas tentang
perilaku prososial untuk peneliti dan dapat memberikan gambaran untuk
penelitian lanjutan.
b. Masyarakat
Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan
manfaat positif yang diperoleh dari kepribadian dan perilaku prososial bagi
masyarakat khususnya penumpang KRL Commuter Line.

Anda mungkin juga menyukai