RUDY HARTANTO
AGUNG NUR PROBOHUDONO
Universitas Sebelas Maret
Abstract: This study aimed to determine the effect of fiscal decentralization and local
characteristics of the level of corruption in local government. Regional characteristics used
in this study include the size of local government, population, local government human
resource cost allocation, local tax revenues, and Human Develompent Index (HDI) in each
local government. Whereas for the levels of corruption, in this study used the Indeks Persepsi
Korupsi (IPK) and the data from the Supreme Court (Mahkamah Agung Republik Indonesia/
MA RI).Data used in this research that Local Government Finance Report (Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah/ LKPD) in 2008 and in 201. This research analised 202 local
government in Indonesia.
Results of this study indicate that the level of corruption in Indonesia is influenced by
factors of population and local tax revenue. Local tax revenue significantly affect the IPK
effect on the level of corruption.Sensitivity analysis to the measurement of curruption based
on MA RI in not significanty affect any independen variables.
A. PENDAHULUAN
Sejak berlakunya UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999 tentang pemerintah daerah
pada era reformasi, telah membuat perubahan dalam sistem pemerintahan Indonesia. Dimana
tata kelola pemerintahan yang tadinya bersifat sentralisasi berubah menuju desentralisasi.
Latar belakang terbitnya kebijakan desentralisasi sendiri dimulia dengan adanya situasi
politik pasca 1998 di mana adanya tuntutan demokrasi disegala aspek negara, dimana
desentralisasi fiskal maka akan memberikan kewenangan kepada daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus kepentingan dan urusan rumah tangganya sendiri dan memiliki
diskersi (kebebasan) dalam membelanjakan dana sesuai kebutuhan dan prioritas masing-
masing darah.
berubah dari organisasi yang hirarkis dan bengkak berubah menjadi organisasi yang datar dan
langsing, dimana pengawasan Pemerintah terhadap kebijakan daerah berubah dari preventif
dan represif, kini hanya secara represif (Hoessein, 2002). Dengan bergulirnya kebijakan
desentralisasi fiskal yang sudah tidak asing lagi dimana tingkat perkembangan pemekaran
daerah di Indonesia berkembang dengan cepat, hal tersebut ditunjukkan dengan adanya
perbandingan jumlah kabupaten dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2007 sudah sangat
jauh. Berikut ini merupakan grafik tingkat pemekaran daerah yang diperoleh dari BPS dari
Insert Gambar 1
Terjadinya pemekaran daerah telah menimbulkan pro dan kontra, dimana ada yg
berpendapat bahwa pemekaran terjadi bukan karena desakan kebutuhan bersama, akan tetapi
kekuasaan dan jabatan. Akan tetapi dilain sisi ada yang berpendapat bahwa dengan adanya
pemekaran maka jarak anatara pemerintah dan masyarakat akan terpisah yang pada akhirnya
bahwa alasan pentingnya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dikaranakan beberapa hal,
diantaranya adalah:
1. Adanya perwujudan fungsi dan peran negara modern yang bertujuan untuk
kesejahteraan umum.
3. Dilihat dari perspektif manajemen, maka dengan adanya kewenangan yang diberikan
Dalam pembentukan suatu daerah otomom diperlukan syarat yang harus dipenuhi,
syarat tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 129/2000 dan telah diganti
dengan PP No. 78/2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan
Daerah. Didalam peraturan tersebut terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi, yaitu: syarat
administratif, teknis dan fisik kewilayahan. Syarat teknis untuk pembentukan daerah terdapat
11 faktor dengan 35 indikator teknis. Selain itu terdapat empat faktor dominan yang minimal
harus dipenuhi yaitu, kependudukan, kemampuan ekonomi, potensi daerah, dan kemampuan
Dengan semakin bertambahnya daerah yang ada di Indonesia yang terjadi karena
daerah yang telah terbentuk. Keunikan atau karakteristik yang terbentuk disetiap daerah bisa
disebabkan oleh kondisi geografis, kebudayaan ataupun kondisi sosial dan ekonomi yang
Menurut laporan KPK, terdapat 10 daerah dengan laporan dugaan kasus korupsi
tertinggi di Indonesia, hal tersebut tidak hanya terjadi di pulau Jawa, tetapi juga terjadi di
Sumatera (4 provinsi), Sulawesi, dan Kalimantan. Berikut merupakan tabel 10 daerah dengan
Insert Tabel 1
UU No. 32/2004 yang mengatur hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah
pemerintah daerah yang telah di keluarkan oleh setiap pemerintah daerah selanjutnya akan
dilakukan pemeriksaan keuangan oleh BPK RI, yang kemudian akan dikeluarkan opini atas
kewajaran laporan keuangan tersebut. Sampai dengan tahun 2010, jumlah laporan keuangan
pemerintah daerah yang mendapatkan opini wajar dengan pengecualian sangat sedikit
jumlahnya.
Laporan BPK mencatat bahwa hanya 32 pemerintah daerah tahun anggaran 2010 yang
memperoleh opini wajar tanpa pengecualian atau hanya sekitar 9% dari 358 laporan
keuangan pemerintah daerah yang telah diperiksa (bpk.com, 2011). Jumlah laporan keuangan
pemerintah daerah sendiri yang telah mendapatkan opini wajar dengan pengecualian
dinyatakan masih rendah. Menurut catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan
bahwa sampai dengan tahun 2010 telah terdapat 448 kasus korupsi. Menurut data Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai dengan oktober 2012 tercatat 170 kepala daerah
tersangkut korupsi, lebih jauh lagi disebutkan bahwa kasus korupsi di daerah paling banyak
dilakukan di sektor infrastruktur, keuangan daerah dan pengadaan barang dan jasa, selain itu
dikatakan bahwa desentralisasi yang terjadi sejak tahun 1999 memunculkan raja-raja kecil di
daerah, di mana raja-raja kecil ini banyak yang koruptif (Rimanews.com, 2013).
peneliti, Tokes (2011) memperoleh hasil bahwa kelemahan kelembagaan dan efek dari
interaksi sosial telah mempengaruhi tingkat korupsi. Hasil penelitian yang sama juga telah
dilakukan oleh Lambsdorff SF (2006), dimana selain kelemahan lembaga, faktor lain seperti
ukuran pemerintahan dan desentralisasi, level kompetisi di sektor privat, perekrutan dan gaji,
Goel, et al. (2010) berpendapat bahwa faktor historis, pengaruh geografis dan
menggunakan data kasus korupsi yang terjadi dibeberapa negara, hal itu sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Fisman (2000); Lecuna (2011); Fan et al (2009) yang
menggunakan data cross country. Desentralisasi fiskal yang telah bergulir di beberapa negara
juga telah mempengaruhi tingkat korupsi yang terjadi, hal tersebut sejalan dengan berbagai
penelitian yang dilakukan diantaranya oleh Fisman (2000), Antonio (2012), Rajeev dan
Michael (2010). Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa besarnya desentralisasi fiskal
berpengaruh negatif terhadap tingkat korupsi. Dimana dengan adanya desentralisasi fiskal
berkembang apabila tidak berpegang pada standar teori desentraliasai, hasilnya akan
korupsi pada level pemerintah daerah disebakan oleh adanya pertimbangan politik dan
birokrat lokal.
Penelitian diatas merupakan hasil penelitian yang dilakukan diluar negeri, sedangkan
penelitian disektor publik yang dilakukan didalam negeri hampir sebagian besar terkait
dengan desentralisasi untuk menguji besarnya kinerja pemerintah daerah (Sasana, 2009).
Menurut hasil reviu dari peneliti, di Indonesia masih sangat jarang yang melakukan penelitian
tentang faktor yang mempengaruhi tingkat korupsi, terutama dengan semakin banyaknya
pemerintah daerah terhadap tingkat korupsi pemerintah daerah di Indonesia. Tingkat korupsi
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah menggunakan Indeks Persepsi Korupsi di
Indonesia yang telah di lakukan oleh lemabaga survei Transparansy Index. Transparancy
Index Indeks Persepsi Korupsi Indonesia adalah sebuah instrumen pengukuran tingkat
Indonesia, selain itu dalam penelitian ini juga menggunakan data korupsi tahun 2008 dan
2010 yang telah tersedia di Mahkamah Agung (MA) melalui website resminya.
Penelitian ini menggunakan acuan penelitian yang dilakukan oleh Lecuna (2012) yang
berfokus pada besarnya desentralisasi dan tingkat korupsi, dimana dalam penelitian ini
mengacu pada tingkat korupsi yang ada di pemerintah daerah dengan menambahkan
1. Teori Desentralisasi
Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik. (UU No. 22/1999) Bastian (2006)
menyebutkan bahwa “pemaknaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
merupakan prinsip utama otonomi daerah, otonomi daerah juga telah membuka kesempatan
yang seluas-luasnya bagi daerah untuk mengaktualisasikan segala potensi terbaiknya secara
optimal”.
Setiap daerah memiliki satu atau beberapa keunggulan tertentu relatif terhadap daerah
lainnya. Dari segi potensi, keunggulan bisa bersifat mutlak, misalnya yang berasal dari
aspek lokasi atau pun anugrah sumber. Dari hal tersebut bisa disimpulkan bahwa
desentralisasi akan terwujud dengan baik bisa dipengaruhi oleh karakteristik dari
pemerintah daerah itu sendiri.Lemans (1970) dalam Bastian (2006) menyebutkan bahwa
desentralisasi fiskal dilihat dari perspektif administrasi publik merupakan instrumen untuk
mencapai tujuan tertentu yang ingin dicapai suatu negara, yaitu pencapaian nilai-nilai dan
komunitas bangsa sehingga tercapai pemerintahan yang demokratis sebagai wujud dari
otonomi.
Tujuan utama dari desentralisasi fiskal itu sendiri terdiri dari dua hal, pertama
meningkatkan kesejahteraan lokal di dalam pemerintah daerah yang pada akhirnya akan
memberikan sumbangan pada tingkat nasional, kedua dengan keberhasilan tujan pertama
maka akan terciptanya instrumen politik pada tingkat lokal dimana masyarakat
diatur dalam UU No. 32/2004 bab II pasal 5 menyebutkan bahwa pembentukan daerah baru
harus memenuhi syarat administrasi, teknis dan fisik kewilayahan. Syarat tersebut adalah
sebagai berikut:
c) Syarat teknis meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup
provinsi dan paling sedikit 7 (tujuh) kecamatan untuk pembentukan kabupaten, dan
4 (empat) kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibukota, sarana, dan
prasarana pemerintahan.
2. Teori Keagenan
Teori keagenan atau bisa disebut dengan agency theory merupakan teori yang
menjelaskan hubungan antara prinsipal dan agen dimana berakar pada pada teori ekonomi,
teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Dimana salah satu pihak baik secara implisit
maupun eksplisit membuat kontrak dengan pihak lain dimana salah satu pihak akan
melakukan pekerjaan yang diinginkan oleh pihak lain, dimana terjadi pendelegasian
wewenang dalam penyelesaian tugas tersebut (Halim dan Abdullah, 2006). Agency theory
dalam sektor publik di terapkan antara pemerintah sebagai agen dan masyarakat sebagai
prinsipal.
Penyusunan anggaran dalam sektor publik dilakukan oleh pihak agen yaitu eksekutif dan
anggaran. Kurangnya informasi yang diperoleh prinsipal bisa dimanfaatkan oleh agen untuk
pihak agen cenderung akan melakukan “budgetary slack”, dimana budgetary slack tersebut
dilakukan bukan untuk kepentingan masyarakat, akan tetapi lebih banyak untuk kepentingan
pribadi pihak agen (Latifah, 2010). Terjadinya kekurangan informasi yang diperoleh oleh
penerapan kebijakan publik. Hal tersebut terkait adanya moral hazard dan adverse selection
Kondisi seperti diatas juga mengakibatkan timbulnya perilaku oportunistik bagi eksekutif
dalam proses penentuan anggaran. Proses penentuan anggaran bisa berhubungan dengan
legislatif dan juga untuk tujuan mengharumkan nama politisi di wilayah tertentu (Halim dan
Abdullah, 2006).
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (2006) dalam sumarjo (2010), karakteristik
adalah ciri-ciri khusus; mempunyai sifat khas (kekhususan) sesuai dengan perwatakan
tertentu yang membedakan sesuatu (orang) dengan sesuatu yang lain. Penelitian tentang
karakteristik pemerintah daerah pernah dilakukan oleh Puspita dan Martani (2012),
Penelitian karakteristik daerah yang dilakukan oleh Mustikarini dan fitriasari (2012)
dinyatakan dalam jumlah total aset (Sumardjo,2010; Puspita dan Martani, 2012). Selain itu
Puspita dan Martani (2012) juga menggunakan total belanja pegawai untuk menggambarkan
menggunakan ukuran pemerintah daerah yang diproksikan dengan total aset, populasi
penduduk yang diproksikan dengan total penduduk, belanja pegawai yang diproksikan
dengan total belanja pegawai, pajak daerah yang diproksikan dengan total penerimaan pajak
daerah, dan HDI yang diproksikan dengan indek HDI di setiap daerah.
4. Korupsi
a) Pengertian Korupsi
yang kemudian di revisi dengan UU No. 20/2000 menyebutkan bahwa korupsi adalah
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara. dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa korupsi
negera.
Menurut SBM (2013), Tindak Pidana Kourpsi yang diatur dalam KUHP, bisa
berupa:
c) Advokat untuk mempengaruhi suatu nasehat atau pendapat yang yang akan
2) Penggelapan, yaitu tindakan yang dilakukan baik oleh pegawai negeri atau
orang selain pegawai negeri yang memiliki jabatan baik secara tetap atau
disimpan, baik dilakukan oleh sendiri maupun orang lain baik secara individu
Desentralisasi akan berjalan dengan baik dan berhasil jika lembaga pemerintahan
yang terpusat kuat atau telah tersentralisasi dengan baik. Sebaliknya jika lembaga
masyarakat bisa berubah menjadi jaringan korupsi antara perwakilan rakyat, pejabat
Selain itu penyebab terjadinya korupsi juga bisa dikarenakan adanya ketertutupan
dalam pembahasan RAPBN di setiap darah. Dimana program atau kegiatan tidak
pernah secara terbuka dipublikasikan secara luas kepada masyarakat. Tidak adanya
Pada dasarnya kasus korupsi yang terjadi di Indonesia yang telah dilakukan oleh
pihak eksekutif dan legislatif di tingkat daerah pada dasarnya berawal dari adanya
masalah yang mendasar yaitu kurangnya atau bahkan tidak adanya transparansi
5. Penelitian Terdahulu
Berbagai penelitian mengenai tingkat korupsi telah di lakukan baik di luar negeri
maupun di dalam negeri. Penelitian pengaruh desentralisasi terhadap tingkat korupsi pernah
(Fisman dan Gatti, 2000; Goel et al., 2010) menunjukkan hasil bahwa desentralisasi
berpengaruh negatif terhadap tingkat korupsi. Goel et al. (2010) melakukan penelitian
dengan menggunakan data lintas negara , dengan sampel 100 negara dengan variabel faktor
historis, geografis dan pemerintah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dengan
hadirnya sektor publik yang lebih besar yang pada akhirnya mencerminkaan kewaspadaan
publik terhadap perilaku atau tindakan lembaga yang kuat akan mengurangi korupsi.
Fisman dan Gatti (2000) juga melakukan penelitian terhadap desentralisasi dan korupsi
yang terjadi di berbagai negara. penelitian tersebut menggunakan beberapa literatur indeks
korupsi, indeks korupsi yang dipakai diantaranya German Exporter corruption index
the Business International corruption index (BI), and the Global Competitiveness Survey
index (GCS). Penggunaan beberapa indeks korupsi tersebut digunakan dengan tujuan untuk
gabungan survei berbasis pengalaman manajer bisnis yang dilakukan di 80 negara. Survei di
lingkungan dunia bisnis mewawancarai manajer dari lebih dari 9000 perusahaan pada tahun
1999-2000. Dimana survei tersebut digabungkan dengan berbagai aspek desentralisasi yang
lain. Lambsdorff (2006) yang melakukan penelitian tentang penyebab dan konsekuensi dari
korupsi menemukan hasil bahwa korupsi sejalan dengan PDB yang rendah ketidaksetaraan
pendapatan, inflasi, kejahatan meningkat, distorsi kebijakan dan kurangnya kompetisi. Dan
juga dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa korupsi juga menurunkan daya tarik negara
lain dan investor domestik dalam melakukan investasi. Demokrasi juga memiliki hasil yang
positif terhadap tingkat korupsi, akan tetapi akan berdampak negatif jika demokrasi
SBM (2013), Silaen dan Sasana (2013) melakukan penelitian tentang faktor yang
mempengaruhi tingkat korupsi yang terjadi. Dimana dalam variabel jumlah penduduk
wanita, telah ditemukan pengaruh signifikan terhadap tingkat korupsi yang terjadi. Semakin
besar jumlah penduduk wanita maka jumlah korupsi akan semakin rendah (Swamy, 2001).
6. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dari penelitian tentang tingkat korupsi dapat di rumuskan dalam
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi
daerah, populasi penduduk, belanja pegawai, penerimaan pajak daerah dan HDI. Penentuan
tingkat korupsi dalam penelitian ini berdasarkan pada indek korupsi yang diukur oleh
dengan menggunakan data korupsi yang terjadi selama tahun 2010 yang tersedia di website
rasio desentralisasi fiskal dan belanja pegawai daerah) dan opini audit didasarkan pada
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2010 yang sudah di audit oleh Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI). Sedangkan untuk populasi penduduk
didasarkan pada sensus penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik
(BPS) Indonesia.
7. Pengembangan Hipotesis
Indonesia
Desentralisasi fiskal telah terjadi dibeberapa negara, baik negara maju maupun
desentralisasi fiskal telah memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat korupsi yang
korupsi yang terjadi di negara maju (Fisman dan Gatti, 2000; Goel et al., 2010)
kekuasaan penuh kepada setiap daerah, membuat kontrol pemerintah yang dulu kuat
akan menempati posisi menjadi kepala daerah dan mempertahankan posisinya maka
harus bisa bekerjasama dengan DPRD, dimana dengan adanya hal tersebut
memungkinkan terjadinya kasus suap/ money politic (Rinaldi, 2007). Atas dasar hal
pemerintah daerah.
daerah di Indonesia
menggunakan besarnya total aset yang di miliki oleh tiap pemerintah daerah, oleh
karena itu semakin besar total aset yang dimiliki oleh pemerintah daerah dapat
dikatakan semakin besar ukuran dari pemerintah daerah itu sendiri. Adanya
kesempatan bagi legislatif, eksekutif maupun pihak yang memiliki kewenangan dan
pemerintah daerah yang semakin besar maka akan meningkatkan korupsi. Oleh
Indonesia
lebih tinggi dan juga adanya pengawasan yang lebih tinggi terhadap legislatif dan
yudikatif. Adanya pengawasan yang lebih ini membuat anggota legislatif dan
eksekutif di tataran pemerintah daerah cenderung untuk taat terhadap peraturan dan
penduduk dilihat dari jumlah penduduk wanita, dan hasil dari penelitian tersebut
korupsi, dimana semakin besar jumlah penduduk wanita maka semakin rendah
tingkat korupsi. Oleh karena itu hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
pemerintah daerah.
daerah di Indonesia
sendiri termasuk dalam penyususan anggaran yang diatur dalam UU No. 32/2004,
memberikan kesempatan bagi para legislatif dan eksekutif selaku prinsipal agen
sendiri dan golongan daripada masyarakat (Latifah 2010). Oleh karena itu
memperbesar anggaran belanja pegawai baik secara sah maupun tidak sah demi
pemerintah daerah.
daerah di Indonesia
yang signifikan dalam sistem fiskal Rusia. Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis
daerah.
menunjukkan hubungan yang negatif terhadap tingkat korupsi (SBM, 2013). Selain
itu menurut Paul (2010) terdapat hubungan antara pertumbuhan dengan korupsi yang
pertumbuhan akan lebih baik jika tingkat korupsi rendah. Oleh karena itu hipotesis
C. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang telah disediakan dan dipublikasikan
oleh pihak lain, baik berupa oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesi (BPK
RI), Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) maupun dari sumber terkait yang
relevan. Penelitian ini adalah penelitian pengujian hipotesis (hypothesis testing) yang
bertujuan untuk menguji hipotesis yang diajukan oleh peneliti mengenai pengaruh
seluruh Indonesia yang menerbitkan laporan keuangan pemerintah daerah yang telah di
audit tahun 2008 dan 2010. Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian
c) Laporan keuangan pemerintah daerah yang mencantumkan seluruh data dan informasi
yang dibutuhkan dalam pengukuran variabel dan analisis data untuk pengujian
Data dan sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini diperoleh cari
catatan dan uraian lengkap dari basis data yang terpercaya baik dari data yang tersedia di
media cetak maupun media elektronik. Pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan tekhnik data sekunder (secondary data). Data sekunder tersebut terdiri dari
fiskal, otonomi daerah, korupsi dan kebijakan keuangan yang terkait dengan
pemerintah daerah.
Data yang dibutuhkan dalam penelitian tersebut dikumpulkan dari catatan atau basis
data baik berupa hardcopy maupun softcopy yang diperoleh dari hasil download pada
a) Variabel Dependen
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat korupsi
dipemerintah daerah tahun 2008 dan 2010. Tingkat korupsi dalam penelitian ini
didefinisikan sebagai besarnya kasus korupsi pada saat terjadinya yaitu tahun 2008 dan
2010 oleh pemerintah daerah yang telah disingkan oleh pengadilan dibawha lignkup
Mahkamah Agung dan kasus korupsi berdasarkan Indeks Prestasi Korupsi di Indonesia
sedangkan untuk pengukuran kasus korupsi yang telah dilaporkan di Mahkamah Agung
dalam penelitian ini diambil jumlah kasus korupsi yang terjadi pada tahun 2008 dan
2010 dengan menganalisis hasil keputusan MA pada kejadian yang terjadi hanya di
dengan 10, 0 berarti sangat korup, sedangkan 10 sangat bersih. Berikut merupakan
penjelasan rinci kriteria pengukuran survei yang dilakukan oleh TI di Indonesia yang
berdasarkan kota-kota yang disurvei oleh Badan Pusat Statistik (BPS) untuk survei
inflasi tahunan.
a. Lazim atau tidaknya tindak pidana korupsi tertentu terjadi di kota yang
bersangkutan.
b. Serius atau tidaknya pemerintah daerah dan penegak hukum setempat dalam
pemberantasan korupsi.
dalam penelitian ini menggunakan dua pengukuran, yaitu dengan menggunakan IPK
Indonesia dan data kasus korupsi yang terjadi di tahun 2008 dan 2010 yang telah
terdapat dalam website MA. Tujuan dari penggunaan analisis sensitifitas ini adalah
untuk memperoleh tingkat keyakinan yang cukup bagi peneliti dalam menguji pengaruh
variabel dependen terhadap variabel independen, dimana dari dua pengukuran tersebut
yang merupakan faktor penentu yang paling berkorelasi dengan tingkat korupsi (Tokes
2011).
b) Variabel Independen
pemerintah daerah, dan opini audit BPK terhadap laporan keuangan pemerintah daerah.
1) Desentralisasi Fiskal
dalam penelitian ini didasarkan pada penelitian yang telah dilakukan oleh Sasana
(2009) yang mendasarkan pada penelitian Zang dan Zou pada tahun 1998. Berikut
Dimana:
DF = Desentralisasi Fiskal
BH Pajak & Non Pajak = pendapatan bagi hasil pajak dan non pajak
periode
didukung oleh aset yang baik pula. Oleh karena itu, diperlukan sumber daya dan
Puspita (2011) Besarnya aset yang dimiliki Pemda akan menggambarkan seberapa
besar ukuran Pemda tersebut (Sumarjo, 2010). Oleh karena itu dalam penelitian ini
besarnya pemerintah daerah kabupaten/kota yang diukur dengan total aset yang
3) Populasi Penduduk
penduduk yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) baik BPS pusat maupun
yang dilakukan oleh Dong (2011) mengenai jumlah penduduk. Dong (2011)
4) Belanja Pegawai
daerah maka akan semakin besar tingkat belanja pegawai yang dilakukan di setiap
daerah.
5) Pajak Daerah
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2010 dan tahun 2008.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Silaen dan Sasana (2013) yang
setiap kabupaten/ kota berdasarkan sensus penduduk yang dikeluarkan oleh Badan
Pusat Statistik (BPS) baik BPS pusat maupun BPS daerah. SBM (2013) dalam
sedangkan pengukuran HDI yang dillakukan oleh BPS sendiri didasarkan pada empat
indikator yaitu angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan
kemampuan daya beli (BPS, 2008). Oleh karena itu dalam penelitian ini
menggunakan HDI yang diharapkan memiliki tingkat pengukuran yang lebih baik
daripada hanya menggunakan angka tingkat melek huruf. Penelitian ini mengacu pada
pengaruhnya terhadap tingkat korupsi. Maka dalam penelitian ini pengukuran yang
5. Alat Statistik
Sesuai dengan kerangka pemikiran dan pengajuan hipotesis di atas maka hipotesis akan
TK = β0 + β1 DF + β2 TA + β3 PP+ β4 BP + β5 PD + β6 HDI + ε
Keterangan :
TK = Tingkat Korupsi
DF = Desentralisasi Fiskal
ε = error term
metode purposive sampling. Metode pengambilan sampel ini menggunakan kriteria dari
Index. Oleh karena itu sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Insert Tabel 2
maksud terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan catatan atas
laporan keuangan
3. Analisis Deskriptif
keuangan berupa rasioyang dihitung dari komponen dalam laporan keuangan pemerintah
daerah yang menjadi sampel dalam penelitian baik laporan realisasi anggaran, neraca,
laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan. Variabel penelitian dalam penelitian
ini adalah adalah tingkat korupsi yang ada di pemerintah daerah dan karakteristik
pemerintah daerah. Karakteristik pemerintah daerah ini meliputi Total Aset Pemerinah
menggunakan IPK di Indonesia dan juga data kasus korupsi yang terjadi di Indonesia pada
tahun 2008 dan tahun 2010. Gambaran mengenai data penelitian yang dimaksud dapat
4. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda, berikut
Berdasarkan tabel 4a bahwa nilai adjusted R2 sebesar 0,103. Hal ini berarti 10,3%
tingkat korupsi berdasarkan IPK dipengaruhi oleh variabel desentralisasi fiskal dan
pegawai, pendapatan pajak daerah, HDI), dimana hasil tersebut menunjukkan pengaruh
yang signifikan antar variabel. Sebaliknya berdasarkan tabel 4b nilai adjusted R2 hanya
sebesar 0,008 yang berarti hanya 0,8% tingkat korupsi berdasarkan kasus korupsi yang
masuk di MA tahun 2008 dan 2010 dipengaruhi oleh variabel desentralisasi fiskal dan
pegawai, pendapatan pajak daerah, HDI), dimana hasil tersebut menunjukkan tidak adanya
5. Pembahasan
daerah, desentralisasi fiskal, belanja pegawai dan HDI di setiap daerah tidak berpengaruh
terhadap tingkat korupsi yang terjadi. Hal tersebut bertolak belakang dengan hipotesis
yang telah diajukan dalam penelitian ini. Sedangkan untuk jumlah penduduk dan pajak
positif dengan tingkat korupsi yang diukur melalui IPK atau dengan kata lain berpengaruh
negatif terhadap tingkat korupsi yang terjadi. Untuk pajak daerah yang diterima
berpengaruh negatif dengan IPK atau dengan kata lain berpengaruh positif terhadap
tingkat korupsi yang terjadi, hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
mengenai kasus korupsi yang telah disidangkan oleh Mahkamah Agung masih relatif
kurang. Berikut merupakan tabel ringkasan hasil pengujian yang telah dilakukan:
Insert Tabel 5
E. PENUTUP
1. Simpulan
pegawai, pendapatan pajak daerah, HDI) terhadap tingkat korupsi di pemerintah daerah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya jumlah penduduk dan penerimaan pajak
daerah yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat korupsi yang terjadi di pemerintah
daerah. Sedangkan hasil dari variabel Ukuran pemerintah daerah, belanja pegawai dan
HDI disetiap daerah tidak berpengaruh terhadap tingkat korupsi yang terjadi di pemerintah
daerah.
2. Keterbatasan
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah adanya kasus korupsi di tahun 2008 dan
2010 yang sudah terjadi akan tetapi belum terdeteksi oleh Mahkahamah Agung sehingga
untuk menentukan hubungan dan korelasi dari penyebab korupsi sulit ditemukan. Adanya
pemakaian Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang digunakan untuk mengukur tingkat
korupsi dan juga pengukuran desentralisasi yang terbatas hanya memakai satu model
pengukuran.
3. Saran
lagi dalam mengukur tingkat korupsi dan tingkat desentralisasi fiskal di daerah serta dapat
DAFTAR PUSTAKA
Aidt. The Cause of Corruption. 2011. Corruption: what and where. CESifo Dice Report 2/2011.
Akçay, Selçuk. Corruption and Human Develompment. Cato Journal Vol. 26: 1. Cato Institute. All rights
reserved.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPENNAS) bekerjasama dan United Naations Developnemnt
Programme (UNDP). 2008. BRIDGE (Building and Reinventing Decentralised Governance). Jakarta.
Bastian, I. 2006. Akuntansi Sektor Publik di Indonesia. Yogyakarta: BPFE. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta:
Erlangga.
BPK.com. 91% Laporan keuangan pemda buruk. http://www.bpk.go.id/web/?p=10013 (Diakses pada tanggal 6
Juni 2013).
Diansyah, Febri. et al. 2011. Penguatan Pemberantasan Korupsi melalui Fungsi Koordinasi dan Supervisi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Cetakan Pertama. Indonesia Corruption Watch (ICW)
Dong, Bin. 2011. The cause and consequences of corruption. School of economics and finance faculty of
business quensland university of technology gardens point campus brisbane australia.
Fan, C Simon et al. 2009. Political decentralization and corruption: Evidence from around the world. Journal of
Public Economics, 93 (2009): 14–34.
Fisman, Raymond and Gatti, Roberta. 2000. Decentralization and Corruption:Evidence across Countries?.
Conference of the Italian Society of Public Economics and the World Bank.
Gedeona, Hendrikus T. 2005. Transparansi Pengelolaan Anggaran Daerah: Sebuah Alternatif Pemberantasan
Korupsi di Tingkat Daerah. Jurnal Ilmu Administrasi. Vol.2.3.
Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Cetakan IV Penerbit UNDIP.
Goel, Rajeev K and Nelson, Michael A. 2010. Causes of corruption: History, geography and government.
Journal of Policy Modeling. 32 (2010): 433–447.
Halim, Abdul dan Abdullah, Syukriy. 2006. Hubungan dan Masalah Keagenan di Pemerintah Daerah (Sebuah
Peluang Penelitian Anggaran dan Akuntansi). Jurnal Akuntansi Pemerintah. Vol 2: 53-64.
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2010. http://www.ipkindonesia.org/. (Diakses pada tanggal 6 Juni 2013).
Juanda, Bambang dan Masrizal. 2012. Pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB): Tinjauan Dari Aspek
Keuangan. Policy Brief. Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Katalog BPS. 2008. Indeks Pembangunan Manusia 2006-2007. Badan Pusat Statistik, Jakarta
Lambsdorff, Johann Graf. 2006. Consequences and Causes of Corruption – What do We Know from a Cross-
Section of Countries?. Diskussionsbeitrag Nr. V-34-05.
Lecuna, Antonio. 2012. Corruption and size decentralization. Journal of Applied Economics. Vol XV, No. 1:
139-168.
Media. 2012. Media Komunikasi dan Informasi Desentralisasi Fiskal (defis). Edisi 1. Direktur Jenderal
Perimbangan Keuangan. Jakarta.
Mokhtaria, M and Grafova, I. 2007.Corruption: Theory and evidence from the Russian Federation. Economic
Systems 31:412–422. Elsevier B.V. All rights reserved
Mustikarini, Widya A & Fitriasari Debby.2011. Pengaruh Karakteristik pemerintah daerah dan temuan audit
BPK terhadap kinerja pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia. Skripsi Sarjana FE Universitas
Indonesia.
Mustikarini, Widya Astuti dan Fitriasari, Debby. 2012. Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah dan Temuan
Audit BPK Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun Anggaran
2007. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XV.
Nugroho SBM. 2013. Korupsi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya di Indonesia. Fakultas Ekonomika
dan Bisnis Undip Semarang. Jurnal Ilmiah Dinamika Ekonomi dan Bisnis. Vol. 1.1
P, Nurul Latifah. 2010. Adakah Perilaku Oportunistik Dalam Aplikasi Agency Theory di Sektor Publik?. Fokus
Ekonomi Vol. 5. 2. Desember 2010 : 85– 94.
Paul, Biru Paksha. 2010. Does corruption foster growth in Bangladesh?. International Journal of Development
Issues Vol. 9. 3:246-262 q. Emerald Group Publishing Limited
Puspita, Rora dan Martani Dwi. 2011. Analisis Pengaruh Kinerja dan Karakteristik Pemerintah Daerah
Terhadap Tingkat Pengungkapan dan Kualitas Informasi Dalam Website Pemerintah Daerah. FE
Universitas Indonesia.
Puspita, Rora dan Martani, Dwi. 2012. Analisis Pengaruh Kinerja dan Karakteristik Pemda Terhadap Tingkat
Pengungkapan dan Kualitas Informasi Dalam Website Pemda. Simposium Nasional Akuntansi (SNA)
XV.
Rimanews.com. Korupsi Didarah Semakin Tidak Teratasi, Desentralisasi Daerah Suburkan Praktek Korupsi,
Kebijakan Pemerintah Gatot?http://www.rimanews.com/read/20121205/84028/korupsi-didaerah-
semakin-tidak-teratasi-desentralisasi-daerah-suburkan-praktek(Diakses pada tanggal 6 Juni 2013).
Sasana, Hadi. 2009. Peran Desentralisasi Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa
Tengah. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol. 10. 1: 103 – 124.
Silaen, Friska Y dan Sasana, Hadi. 2013. Analisis Determinan Korupsi di Era Otonomi Daerah di Indonesia
(Studi Kasus Provinsi Jawa Tengah).Volume 2. 1:1-6.
Smoke, Paul and Lewis, Bland D. 1996. Fiscal Decentralization in Indonesia: A New Approach to an Old
Idea. World Development, Vol. 24, No. 8, pp. 1281-1299.
Sumarjo, Hendro. 2010. Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah
Daerah (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia). FE Jurusan
Akuntansi. Universitas Sebelas Maret.
Swamy, Anand et al. 2001. Gender and corruption. Journal of Development Economics Vol. 64: 25–55. Elsevier
Science B.V. All rights reserved
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara. Jakarta.
Veron, R and Williams, G. 2006. Decentralized Corruption or Corrupt Decentralization? Community
Monitoring of Poverty-Alleviation Schemes in Eastern India. WorldDevelopmentVol. 34,No. 11, pp.
1922–1941, 2006 Elsevier Ltd. All rights reserved.
LAMPIRAN
Gambar I: jumlah kabupaten/ kota dan Provinsi dari tahun 1999-2007
(bapennas, studi evaluasi dampak pemekaran daerah ;2008)
Tabel 1: Tabel jumlah 10 propinsi dengan jumlah laporan kasus korupsi terbesar di Indonesia
Jumlah Observasi dalam penelitian dengan menggunakan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 100
Jumlah Laporan Keuangan Pemerintah daerah dan data outlier serta data terkait yang tidak (28)
lengkap
Jumlah Obsevasi dalam penelitian yang menggunakan putusan MA tahun 2010 dan 2008 202
Tabel 3a: Statistik Deskriptif Tingkat Korupsi dengan IPK (Indeks Persepsi Korupsi)
Tabel 3b: Statistik Deskriptif Tingkat Korupsi dengan data MA (Mahkamah Agung)
Tabel 4a: Analisis Regresi Berganda dengna menggunakan IPK (Indeks Persepsi Korupsi)
Tabel 4b: Analisis Regresi Berganda dengan menggunakan data MA (Mahkamah Agung)
Tabel 5: Resume hasil analisis regresi berganda dan tingkat signifikasi variabel dalam penelitian:
Variabel IPK MA
Ukuran pemerintah daerah Tidak berpengaruh dan Signifikan Tidak berpengaruh dan Tidak
Signifikan
jumlah penduduk Negatif dan Signifikan Tidak berpengaruh dan Tidak
Signifikan
belanja pegawai Tidak berpengaruh dan Signifikan Tidak berpengaruh dan Tidak
Signifikan
pendapatan pajak daerah Positif dan Signifikan Tidak berpengaruh dan Tidak
Signifikan
HDI Tidak berpengaruh dan Signifikan Tidak berpengaruh dan Tidak
Signifikan