Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN TUTORIAL PBL MODUL 1

BLOK KARDIOVASKULAR
“SESAK NAPAS”

Tutor : dr. Rahma Ayu Larasati, M.Biomed

Anggota:
20200710100098  Atikah Fauziyyah
20200710100102  Chalista Insyira Maharani
20200710100104  Dara Ayu Nestari
20200710100114  Launa Alsya Alifah Siregar
20200710100122  Nawal Harharah
20200710100126  Roosteriana Tris Tanickha
20200710100132  Syafira Romadhoni
20200710100134  Vitra Dian Arini
20200710100101  Azhar Rizky Ibrahim
20200710100119  Muhammad Tsaqif Amaanullah

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS


MUHAMMADIYAH JAKARTA 2020
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum wr,wb.
Alhamdulillah,puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun laporan tutorial
modul 1, yaitu modul “Sesak Napas” Blok Kardiovaskular. Kepada semua dosen yang
terlibat dalam pembuatan laporan tutorial ini,kami ucapkan terimakasih atas segala
pengarahannya sehingga laporan ini dapat kami susun cukup baik.
Kami menyadari banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini,baik dari segi isi,
bahasa, analisis, dan sebagainya. Oleh karena itu, kami meminta maaf atas segala kekurangan
tersebut,hal ini disebabkan karena masih terbatasnya pengetahuan,wawasan,dan keterampilan
kami. Selain itu, kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan, guna untuk
kesempurnaan laporan ini dan perbaikan untuk kita semua. Semoga laporan ini dapat
bermanfaat dan dapat memberi wawasan ilmu pengetahuan untuk kita semua.
Wassalammu’alaikum. Wr,wb.

Kelompok 3

Jakarta, 23 Oktober 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Tujuan pembelajaran

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Skenario
2.2 Kata sulit
2.3 Identifikasi Masalah
2.4 Mind Map
2.5 Peta Konsep
2.6 Pertanyaan
2.7 Jawaban

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Pembelajaran


1. Mengetahui, memahami, dan menjelaskan etiologi dari sesak napas.
2. Mengetahui, memahami, dan menjelaskan patofisiologi dari sesak napas pada
penyakit kardiovaskular.
3. Mengetahui, memahami, dan menjelaskan anatomi dari kardiovaskular.
4. Mengetahui, memahami, dan menjelaskan patofisiologi gejala dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik pada skenario dan keterkaitannya dengan sesak napas.
5. Mengetahui, memahami, dan menjelaskan perbedaan sesak napas yang dijumpai
pada kardiovaskular dan non kardiovaskular? (Manifestasi klinis)
6. Mengetahui, memahami, dan menjelaskan faktor pencetus sesak napas? (Alergen,
posisi, dll.)
7. Mengetahui, memahami, dan menjelaskan tindakan promotif dan preventif terhadap
skenario?
8. Mengetahui, memahami, dan menjelaskan alur diagnosis dari skenario tersebut.
(Kriteria terbaru)
9. Mengetahui, memahami, dan menjelaskan tatalaksana kegawatdaruratan yang
dilakukan pada skenario tersebut.
10. Mengetahui, memahami, dan menjelaskan DD dan WD dari skenario tersebut.
11. Mengetahui, memahami, dan menjelaskan faktor resiko yang terjadi pada DD.
12. Mengetahui, memahami, dan menjelaskan pemeriksaan penunjang yang dilakukan
pada masing-masing DD.
13. Mengetahui, memahami, dan menjelaskan tatalaksana farmakologi dan non
farmakologi dari DD tersebut.
14. Mengetahui, memahami, dan menjelaskan komplikasi yang timbul dari penyakit
pada DD.
15. Mengetahui, memahami, dan menjelaskan prognosis dari setiap DD.
16. Mengetahui, memahami, dan menjelaskan pandangan Islam terhadap penyakit
kardiovaskular.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Skenario
Seorang laki-laki berusia 60 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak yang
semakin memberat sejak 1 minggu yang lalu. Sesak bertambah berat jika pasien beraktivitas
dan tidak berkurang jika pasien beristirahat. Pasien juga mengeluh sering terbangun di malam
hari karena sesak, dan kedua kaki terlihat semakin membengkak. Pasien merokok 1-2
bungkus/ hari. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/60 mmHg, frekuensi
nafas 28 kali/ menit, tekanan vena jugularis R+3 cm.H2O, dan edema pada ekstremitas
bawah. Pada pemeriksaan radiologi toraks didapatkan adanya elongasi aorta dan CTR 60%.
Setelah 3 jam mendapatkan terapi di Unit Gawat Darurat (UGD), tiba-tiba pasien mengalami
perburukan. Pasien mengalami penurunan kesadaran, tekanan darah 70/40 mmHg, frekuensi
nadi 120 kali/menit, teraba lemah. Frekuensi nafas 28 kali/menit.

2.2 Kata sulit


1. Vena jugularis: vena yang terletak di leher yang berfungsi untuk mengalirkan darah dari
kepala, otak, wajah, dan leher menuju jantung.
2. Elongasi aorta: pembuluh Darah aorta yang terlihat memanjang dan ada penonjolan pada
pemeriksaan radiologi.
3. CTR (Cardio Thorax Ratio): suatu pengukuran besarnya jantung dengan mengukur
perbandingan antara ukuran jantung dengan cavum thorax pada foto thorax. Nilai
normal: 
4. Edema: pengumpulan cairan secara abnormal. (Intraseluler, interseluler)

2.3 Identifikasi Masalah

1. Laki-laki berusia 60 tahun 

2. Keluhan utama: sesak yang semakin memberat sejak 1 minggu yang lalu

3. Sesak bertambah berat jika pasien beraktivitas dan tidak berkurang jika pasien beristirahat

4. Sering terbangun di malam hari karena sesak

5. Kedua kaki membengkak

6. Pasien merokok 1-2 bungkus/ hari.

7. Pasien mengalami perburukan hingga jatuh syok. penurunan kesadaran, tekanan darah
70/40 mmHg, frekuensi nadi 120 kali/menit, teraba lemah. Frekuensi nafas 28 kali/menit.

8. Pemeriksaan radiologi toraks didapatkan adanya elongasi aorta dan CTR 60%.           
2
9. Frekuensi nafas 28 kali/ menit, tekanan vena jugularis R+3 cm.H2O.

3
2.4 Mind Map

2.5 Peta Konsep

2.6 Apa etiologi dari sesak napas?


1. Apa saja faktor resiko pada penyakit kardiovaskular?
2. Apa saja anatomi kardiovaskular?
3. Bagaimana patofisiologi dari sesak napas pada penyakit kardiovaskular?

4
4. Bagaimana patofisiologi gejala dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pada skenario
dan keterkaitannya dengan sesak napas? 
5. Apa saja perbedaan sesak napas yang dijumpai pada kardiovaskular dan non
kardiovaskular? (Manifestasi klinis)
6. Apa saja faktor pencetus sesak napas? (Alergen, posisi, dll.)
7. Bagaimana alur diagnosis dari skenario tersebut? (Kriteria terbaru)
8. Apa saja DD dan WD dari skenario tersebut?
9. Apa tatalaksana kegawatdaruratan yang dilakukan pada skenario tersebut?
10. Apa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada masing-masing DD?
11. Bagaimana tatalaksana farmakologi dan non farmakologi dari DD tersebut?
12. Apa saja tindakan promotif dan preventif terhadap skenario?
13. Apa saja komplikasi yang timbul dari penyakit pada DD?
14. Apa prognosis dari setiap DD?
15. Bagaimana pandangan Islam terhadap penyakit kardiovaskular?

1. Jawaban
1. Apa etiologi dari sesak napas?
Sesak nafas pada penderita gagal jantung disebabkan oleh kongesti paru atau
penumpukan cairan pada rongga interstisial dan alveoli paru (kantung tempat pertukaran
oksigen dan karbon dioksida). Cairan tersebut akan menghambat pengembangan paru-paru
sehingga mangalami kesulitan bernafas. Terdapat beberapa faktor lain yang dapat
menyebabkan sesak nafas seperti obesitas, adanya infeksi paru dan akibat distress psikologi
seperti kecemasan serta depresi (Kupper, N., et al., 2016).

2. Apa saja faktor resiko pada penyakit kardiovaskular?


Usia. Lansia, termasuk orang yang berusia 65 tahun atau lebih memiliki risiko
gagal jantung yang lebih tinggi karena penuaan dapat melemahkan dan membuat jantung
menjadi kakj. Orang dewasa yang lebih tua juga lebih cenderung memiliki kondisi kesehatan
lain yang menyebabkan gagal jantung.

Riwayat keluarga dan genetik. Risiko gagal jantung lebih tinggi jika keluarga
memiliki riwayat penyakit gagal jantung. Mutasi gen tertentu juga dapat meningkatkan risiko
tersebut. Mutasi ini membuat jaringan jantung lebih lemah atau kurang fleksibel.

5
Kebiasaan gaya hidup. Pola makan yang tidak sehat, merokok, konsumsi kokain atau
obat-obatan terlarang, dan konsumsi alkohol berat meningkatkan risiko gagal jantung karena
hal-hal tersebut merupakan toksin. Kurangnya aktivitas fisik juga berpengaruh karena
aktivitas fisik melindungi dengan cara mengatur berat badan dan meningkatkan penggunaan
insulin tubuh. sehingga menjadi aktif bermanfaat untuk tekanan darah, kadar lemak darah,
kadar glukosa darah, faktor pembekuan darah, kesehatan pembuluh darah dan
pembengkakan, yang merupakan penyebab kuat penyakit kardiovaskular.

Kondisi kesehatan lainnya. Setiap kondisi jantung atau pembuluh darah, penyakit


paru-paru serius, atau infeksi seperti AIDS atau Chagas disease.dapat meningkatkan risiko
gagal jantung. Kondisi kesehatan jangka panjang seperti obesitas, tekanan darah tinggi,
diabetespenyakit ginjal kronis, anemia, penyakit tiroid, atau kelebihan zat besi juga
meningkatkan resiko. Lalu Kelainan otot jantung primer yang dikenal sebagai kardiomiopati
juga termasuk salah satu faktor resiko

Ras atau etnis. Menurut penelitian, orang Afrika Amerika lebih mungkin mengalami
gagal jantung daripada orang dari ras lain. Mereka juga sering mengalami kasus gagal
jantung yang lebih serius dan pada usia yang lebih muda.

Jenis kelamin. Gagal jantung sering terjadi pada pria dan wanita, meskipun pria sering
mengalami gagal jantung pada usia yang lebih muda daripada wanita. Wanita lebih sering
mengalami gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang diawetkan (HFpEF), yang terjadi ketika
jantung tidak terisi dengan cukup darah. Pria lebih cenderung mengalami gagal jantung
dengan penurunan fraksi ejeksi (HFrEF). Wanita sering kali memiliki gejala yang lebih buruk
daripada pria.

3. Apa saja anatomi kardiovaskular?


jantung merupakan organ muscular berongga yang terletak di dalam pericardium di
mdiastinum yaitu sebuah rongga di dalam cavum thorax diluar paru-paru
permukaan jantung dibagi menjadi 4 yaitu
⁃ b
asis cordis yang sebagian besar terdiri atas atrium sinistra, atrium dextra, dan pembuluh
darah

6
⁃ f
acies sternocostalis: ini adalah bagian jantung yang menghadap ke daerah sternum,
terdiri atas ventrikel dextra et sinistra, atrium dan auricula dextra

⁃ f
acies diapghragmatica: bagian jantung yang menghadap ke diafragma tepatnya pada
bagian centrum tendineum diafragma. bagian ini terdiri dari ventrikel dextra et sinistra

7
⁃ y
ang terakhir ada facies pulmonalis: daerah jantung yang berhadapan lgsg dengan paru-
paru. karena paru-paru ada dua, jadi disini juga ada dua dan terbagi jadi margo acutus
di sisi kanan dan margo obsutus di sisi kiri.

Ruang Jantung

Masuk ke ruang jantung, jantung tersusun oleh 4 ruangan, dua di atas atrium dextra dan
sinistra, dan di dua bawah ventrikel dextra dan sinistra.
gambar ini adalah atrium dextra, sebagai landasan darah pertama dari seluruh tubuh, disini
kita dapat jumpai 3 pintu masuk. darah kotor yang kaya akan karbon dioksida masuk dari atas
memlalui vena cava superior, sedangkan dari bawah melalui vena cava inferior, dan khusus
untuk jantung itu sendiri dibawa oleh sinus coronarius. selanjutnya, darah yang berkumpul
dari atrium dextra ini melanjutkan perjalanannya menuju ventrikel dextra. selain itu, pada
atrium juga terdapat struktur yang merupada sisa dari jaringan embrionik, yang disebut
dengan fossa ovale. lapisan otot pada dinding atrium, disebut dengan musculus pectinati.

8
selanjutnya dari atrium dextra ke ventrikel dextra, darah masuk melalui katup triskupidalis,
yang terdiri dari tiga cuspid, yaitu anterior, posterior, dan septal. disini juga terdapat struktur
yang bernama musculus papilaris, yang berperan penting dalam proses buka-tutup katup. jadi
dia berhubungan dengan masing-masing cuspis melalui struktur yang disebut dengan chorda
tendinae. dinding pada ventrikel bernama trabecula carnae, berbeda ya dengan atrium, lalu
melalui katup pulmonal, darah melanjutkan perjalanannya ke paru-paru untuk melakukan
pertukaran co2 menjadi o2.

kemudian setelah dari paru-paru, darah akhirnya siap diedarkan ke seluruh tubuh. kemudian
darah itu kembali ke jantung untuk dipompa, melalui atrium sinistra. disini juga terdapat vena
pulmonalis superior dan inferior. sama dengan atrium kanan, terdapat struktur yang bernama
fase ovalis dan dinding di dalamnya adalah musculus pectinati.

9
lalu menuju ventrikel sinistra, pada ventrikel sinistra kurang lebih sama seperti pada
ventrikel dextra. namun lapisan otot pada ventrikel sinistra ini lebih tebal karena bebannya
lebih berat, yaitu memompa darah ke seluruh tubuh. lalu yang membedakan lagi adalah
katupnya, kalau dextra katup triscuspidalis, sedangkan sinistra adalah katup bicuspidalis
karena hanya memiliki 2 katup.

Lalu selanjutnya adalah rangka jantung, rangka jantung adalah cincin2 fibrosa(jar. ikat) yang
mengelili ostium/lubang katup2. ini adalah gambaran jantung pada fase diastolik, dilihat dari
basis dengan atrium diangkat. yang menyerupai lingkaran di kiri itu ada annulus fibrosus
sinistra, kemudian yang di kanan ada annulus fibrosus dextra. selanjutnya di atas annulus
fibrosus sinistra dan juga diantara aorta terdapat trigonum fibrosum sinistra, lalu trigonum
fibrosum dextra di antara kedua katup atrio-ventrikular dan aorta. selain itu, bisa dilihat
bahwa katup pulmonal itu lebih anterior(didepan) daripada katup aorta.

10
ini merupakan anatomi sistem konduksi jantung.
yang pertama dan paling utama adalah SA node yang terletak di atrium dextra, SA node
adalah pencetus impuls listrik pertama. selanjutnya, impuls listrik kemudian menuju Atrio
ventrikular node (AV node) lalu menuju ke fasciculus atrioventrikular yang kemudian
bercabang ,ada yang ke kiri dan ada yang ke kanan, yaitu ramus dextra dan sinistra. setelah
itu melanjutkan hingga ke purkin fiber. kemudian menyampaikan impuls2 listrik ke tiap2 otot
jantung, sehingga terjadilah proses kontraksi dan relaksasi otot dengan irama yang teratur
yang bisa dilihat melalui alat EKG

11
Selanjutnya vaskularisasi jantung, sumber utamanya ada dua, yaitu pembuluh darah yang
keluar dari pangkal aorta, arteri koronaria sinistra dan arteri coronaria dextra. arteri coronaria
sinistra atau nama lainnya left main artery kemudian bercabang lagi menjadi left circumflex
dan left anterior descenden. alu untuk right coronary artery, terbagi menjadi ramus marginalis
dextra dan right posterior descendence. untuk aliran darah balik atau vena, semua bermuara
ke sinus coronarius, diantaranya ada vena cordis parva, vena cordis media, dan vena cordis
magma. tapi ada 1 yang langsung ke atrium dextra, yaitu vena cordis anterior.

4. Bagaimana patofisiologi dari sesak napas pada penyakit kardiovaskular?


Terjadi Kelainan kontraktilitas pada gagal jantung yang akan mengganggu
kemampuan pengosongan ventrikel. Lalu Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun
meneybabkan berkurangnya cardiac output atau menurun dan volume ventrikel yang
meningkat. Dengan meningkatnya volume akhir diastolik ventrikel (EDV) maka terjadi pula
peningkatan tekanan akhir diastolik kiri (LEDV). Lalu Meningkatnya LEDV, akan
mengakibatkan pula peningkatan pada tekanan atrium (LAP) karena atrium dan ventrikel
berhubungan langsung ke dalam anyaman vaskuler paru-paru meningkatkan tekanan kapiler
dan vena paruparu. Jika tekanan hidrostatik dari anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan
osmotik vaskuler, maka akan terjadi transudasi cairan melebihi kecepatan draenase limfatik,
maka akan terjadi edema interstitial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan
cairan merembes ke alveoli dan terjadi edema paru. Lalu terjadi dyspneu.

5. Bagaimana patofisiologi gejala dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pada skenario dan
keterkaitannya dengan sesak napas? 

Elongasi
Elongasi aorta merupakan kondisi di mana pada pemeriksaan radiologi aorta terlihat
memanjang. Kondisi elongasi aorta sangat dikaitkan erat dengan tekanan darah tinggi, di
mana tekanan darah tinggi tersebut dapat mengubah struktur aorta. Hal tersebut disebabkan
oleh perubahan struktur pembuluh darah seperti penyempitan lumen, serta dinding pembuluh
darah menjadi kaku dan elastisitasnya berkurang sehingga meningkat tekanan darah.
Hal hal yang dapat mengubah bentuk aorta antara lain adalah:

· Hipertensi
· Usia
· Kelainan katup dan kelainan dinding aorta karena radang

12
Hubungan sesak napas dengan Riwayat hipertensi
Hipertensi mengacu pada peningkatan tekanan darah sistemik yang menaikkan
resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri ke aorta. Akibatnya, beban
kerja jantung bertambah. Sebagai mekanisme kompensasinya, terjadilah hipertrofi
ventrikel kiri untuk meningkatkan kekuatan kontraksi. akan tetapi, lama-kelamaan
terjadi dilatasi/payah jantung/gagal jantung. terjadi peningkatan kebutuhan oksigen
pada miokard akibat hipertrofi ventrikel dan peningkatan beban kerja jantung, serta
diperparah oleh aterosklerosis coroner yang menyebabkan infark miokard. Gagal
jantung menurunkan curah jantung (suplai darah menurun) sehingga terjadi hipoksia
di jaringan. Sebagai mekanisme kompensasinya, denyut jantung dipercepat. Akan
tetapi, terjadi elevasi ventrikel kiri dan tekanan atrium yang menuju ke peningkatan
tekanan kapiler pulmonal yang menyebabkan edema paru. Edema paru dapat
berimbas pada terjadinya dispnea.

13
· Edema Paru

Kelainan kontraktilitas pada gagal jantung akan mengganggu kemampuan pengosongan


ventrikel → kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi CO dan meningkatkan
volume ventrikel. Dengan meningkatnya volume akhir diastolik ventrikel (EDV) maka terjadi
pula peningkatan tekanan akhir diastolik kiri (LEDV). Meningkatnya LEDV, akan
mengakibatkan pula peningkatan tekanan atrium (LAP) karena atrium dan ventrikel
berhubungan langsung ke dalam anyaman vaskuler paru-paru meningkatkan tekanan kapiler
dan vena paru-paru. Jika tekanan hidrostatik dari anyaman kapiler paru-paru melebihi
tekanan osmotik vaskuler, maka akan terjadi transudasi cairan melebihi kecepatan drainase
limfatik, maka akan terjadi edema interstitial

Pada awalnya respon kompensatorik menguntungkan namun pada akhirnya dapat


menimbulkan berbagai gejala, meningkatkan laju jantung dan memperburuk tingkat gagal
jantung. Resistensi jantung yang dimaksudkan untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas
dini mengakibatkan bendungan paru-paru, vena sistemik dan edema

14
6. Apa saja perbedaan sesak napas yang dijumpai pada kardiovaskular dan non
kardiovaskular? (Manifestasi klinis)

Penyakit kardiovaskular Penyakit non kardiovaskular


Akut : Akut :
· Iskemia atau infark miokard · Emboli paru
· Regurgitasi mitral akibat ruptur corda · Pneumothoraks
· Terjadinya AF pada penyakit katup · Asma
mitral atau aorta · Sindrom hiperventilasi

Kronik : Kronik :
· Disfungsi ventrikel kiri · Penyakit paru obstruktif atau
· Penyakit katup mitral atau aorta restruktif
· Miksoma atrium · Hipertensi pulmonal
· Kelainan dinding dada
· Anemia
· Kegemukan dan kurang fit

Adapun oragan yang terkait : jantung, paru-paru, hati, ginjal, pembuluh darah

7. Apa saja faktor pencetus sesak napas? (Alergen, posisi, dll.)


Olahraga
Selama latihan, pernapasan erat digabungkan dengan tuntutan otot dan kardiovaskular. Pada
subjek orang yang sehat, olahraga lebih merupakan tantangan bagi sistem otot kardiovaskular
dan lokomotor daripada sistem pernapasan. Subyek sehat, oleh karena itu, biasanya
melaporkan kelelahan otot tungkai sebagai penyebab utama penghentian latihan, meskipun
15
atlet tingkat tinggi mungkin mengalami keterbatasan pernapasan untuk kinerja latihan.
Dispnea pada manusia sehat meningkat sebanding dengan peningkatan ventilasi dan upaya
kontraktil pernapasan, yang kemudian diukur sebagai rasio ayunan tekanan esofagus tidal
relatif terhadap tekanan maksimal.
Alergen
Penyakit alergi dihasilkan dari interaksi yang kompleks antara gen, alergen dan co-faktor
yang bervariasi antar daerah. Alergen adalah antigen yang bereaksi dengan antibodi IgE
spesifik. Alergen berasal dari berbagai tungau, hewan, serangga, tumbuhan, jamur atau bahan
kimia dengan berat molekul kecil. Mereka biasanya diklasifikasikan sebagai alergen dalam
ruangan (tungau, beberapa jamur, bulu binatang, serangga) atau alergen luar ruangan (serbuk
sari dan beberapa jamur). Paparan alergen merupakan pemicu gejala pada individu yang
peka.
Stres
Ada bukti menarik yang menunjukkan hubungan patofisiologi antara dispnea, hiperventilasi,
dan kecemasan panik. Gejala serangan panik dan penyakit paru tumpang tindih, sehingga
kecemasan panik dapat mencerminkan penyakit kardiopulmoner yang mendasarinya dan
dispnea dapat mencerminkan gangguan kecemasan yang mendasarinya. Patogenesis panik
mungkin berhubungan dengan fisiologi pernapasan melalui beberapa mekanisme: efek
anxiogenic dari hiperventilasi, salah tafsir gejala pernapasan, dan/atau sensitivitas
neurobiologis terhadap CO2, laktat, atau sinyal mati lemas lainnya.
Ini adalah pola pernapasan yang tidak teratur dengan napas cepat yang dangkal. Pernapasan
biasanya toraks, bukan pernapasan perut yang tenang. Hal ini terkait dengan pusing
sementara, palpitasi, dan tremor. Ini biasanya merupakan manifestasi dari kecemasan akut.
Presentasi dapat dari onset cepat atau onset bertahap. DSM-IV-TR menggambarkan ini di
bawah gangguan panik dan gangguan kecemasan secara berbeda. Gangguan panik dengan
subtipe non-pernapasan juga telah dijelaskan. Subtipe pernapasan memiliki karakteristik
khusus, seperti peningkatan sensitivitas terhadap CO2, dan pasien ini memiliki riwayat
keluarga gangguan panik yang lebih tinggi. Mekanisme di balik dispnea mendadak semacam
ini adalah lonjakan cepat adrenalin yang dipompa ke dalam aliran darah. Ini adalah bentuk
"respons melawan atau lari" yang telah dirancang alam untuk memberikan oksigen ekstra dan
tekanan darah untuk menghadapi krisis akut.
Posisi tidur
Ortopnea adalah sensasi sesak napas dalam posisi berbaring, berkurang dengan duduk atau
berdiri. Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) adalah sensasi sesak napas yang
membangunkan pasien, sering setelah 1 atau 2 jam tidur, dan biasanya hilang dalam posisi
tegak.
Ortopnea disebabkan oleh kongesti paru saat berbaring. Pada posisi horizontal terjadi
redistribusi volume darah dari ekstremitas bawah dan splanchnic bed ke paru-paru. Pada
individu normal hal ini memiliki efek yang kecil, tetapi pada pasien yang volume
tambahannya tidak dapat dipompa keluar oleh ventrikel kiri karena penyakit, terdapat
penurunan yang signifikan pada kapasitas vital dan komplians paru yang mengakibatkan
sesak napas. Selain itu, pada pasien dengan gagal jantung kongestif, sirkulasi paru mungkin
sudah kelebihan beban, dan mungkin ada reabsorpsi cairan edema dari bagian tubuh yang
sebelumnya tergantung. Kemacetan paru berkurang ketika pasien mengambil posisi lebih
tegak, dan ini disertai dengan perbaikan gejala.

16
Dispnea nokturnal paroksismal dapat disebabkan oleh mekanisme yang mirip dengan
ortopnea. Ventrikel kiri yang gagal tiba-tiba tidak dapat menandingi output dari ventrikel
kanan yang berfungsi lebih normal; ini menyebabkan kongesti paru. Mekanisme tambahan
mungkin bertanggung jawab pada pasien yang mengalami dispnea nokturnal paroksismal
hanya selama tidur. Teori termasuk penurunan respon pusat pernapasan di otak dan
penurunan aktivitas adrenergik di miokardium selama tidur.

8. Bagaimana alur diagnosis dari skenario tersebut? (Kriteria terbaru)


Anamnesis: 
1. sesak yang semakin memberat sejak 1 minggu yang lalu
2. Sesak bertambah berat jika pasien beraktivitas dan tidak berkurang jika pasien
beristirahat
3. Sering terbangun di malam hari karena sesak
4. Kedua kaki membengkak
5. Pasien merokok 1-2 bungkus/ hari.
Pemeriksaan fisik
1. Frekuensi nafas 28 kali/menit.
2. tekanan darah 110/60 mmHg
3. tekanan vena jugularis R+3 cm.H2O
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiologi toraks didapatkan adanya elongasi aorta dan CTR 60%

17
  · Sesak yang semakin memberat sejak 1 minggu yang
lalu
· Sesak bertambah berat jika pasien beraktivitas dan
Anamnesis tidak berkurang jika pasien beristirahat
· Sering terbangun di malam hari karena sesak
· Kedua kaki membengkak
· Pasien merokok 1-2 bungkus/ hari

· Frekuensi nafas 28 kali/menit.


Pemeriksaan Fisik · tekanan darah 110/60 mmHg
· tekanan vena jugularis R+3 cm.H2O

· Elektrokardiogram
Pemeriksaan · Rontgen Thorax
Penunjang · Ekokardiogram

  · Sesak nafas: mendadak, pada posisi tidur terlentang,


terutama malam hari
Anamnesis · Rasa lelah dapat terjadi saat aktivitas maupun istirahat
· Batuk-batuk tidak produktif, terutama posisi baring
· Progresivitas perburukan dalam hitungan hari.

· Pernafasan cepat, lebih dari 24 x/menit (takipnoe)


Pemeriksaan Fisik · Nadi cepat (takikardi) dan lemah ( >80 x/menit )
· Tekanan vena jugular meningkat
· Ronki basah halus
· Gallop
· Waktu Pengisian kapiler memanjang (> 2 detik)

· EKG
Pemeriksaan · Rontgen dada PA
Penunjang · Lab: Hb, Ht, lekosit, kreatinin, GDs, Na+,K+, CKMB,
hs Troponin T, natriuretic peptide, analisa gas darah
pada kondisi yang berat

18
· Pulseoxymetry
· Echocardiografi (NT pro BNP jika tersedia)

Panduan Praktik Klinis (PPK) dan Clinical Pathway (CP) Penyakit Jantung dan Pembuluh
Darah. Disusun oleh: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia

  · Dispnea saat aktivitas (paling umum), 


· Lelah dan lesu
· Sinkop saat beraktivitas dan nyeri dada saat aktivitas, 
Anamnesis
· Edema atau distensi abdomen
· Edema ekstremitas bawah. 

· Distensi vena jugularis: Gelombang V jugularis yang


Pemeriksaan menonjol, menunjukkan adanya regurgitasi trikuspid 
Fisik · Edema perifer (pergelangan kaki): Tanda terbaik RHF, tetapi
tidak spesifik dan dapat timbul dari penyebab lain 
· Kardiovaskular: Teraba pengangkatan parasternal kiri, S2
keras (aksentuasi komponen pulmonal bunyi jantung kedua)
split sempit S2, murmur holosistolik regurgitasi trikuspid
pada batas sternal kiri bawah, bunyi jantung S4 kanan 
· Abdomen : Hepatomegali, asites. 

· EKG: Menunjukkan fitur hipertrofi/pembesaran ventrikel


Pemeriksaan kanan 
Penunjang · Rontgen dada PA: Pembesaran arteri pulmonalis dapat
terlihat, kardiomegali terbatas terutama, jika tidak eksklusif,
ke ventrikel kanan dan gambaran lain dapat dideteksi sesuai
dengan penyebabnya. 
· Echocardiografi
· Chest CT angiography

9. Apa saja DD dan WD dari skenario tersebut?


Congestive Heart Failure
GJK terjadi ketika jantung tidak dapat memberikan luaran yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan atau hanya dapat dipenuhi dengan tekanan pengisian yang
lebih dari normal; pada sebagian kecil kasus, gagal jantung dapat merupakan konse- kuensi

19
dari kebutuhan jaringan yang sangat meningkat, misalnya pada hipertiroidisme, atau
buruknya kapasitas transpor oksigen seperti pada anemia.

Pada GJK, jantung yang gagal tidak dapat memompa darah yang mengalir dari sirkulasi vena
dengan efisien. Akibatnya, terjadi peningkatan volume ventrikel pada akhir diastole dan pada
akhirnya meningkatkan tekanan vena. Dengan demikian, curah jantung yang tidak adekuat
disebut sebagai forward failure atau kegagalan aliran maju hampir selalu disertai dengan
meningkatnya kongesti pada sirkulasi vena yaitu, backward failure atau kegagalan aliran
balik. Akibatnya, meskipun akar masalah pada GJK adalah berkurangnya fungsi jantung,
namun hampir setiap organ terkena efek dari kombinasi kegagalan aliran maju dan balik.

Gambaran klinis:
⁃ D
ispnea (napas pendek/terengah) ketika beraktivitas biasanya adalah gejala yang paling
dini
⁃ b
atuk, batuk juga sering ditemukan sebagai konsekuensi transudasi cairan ke rongga
udara.
⁃ s
esak napas waktu berbaring (ortopneu): kondisi ini terjadi karena posisi terlentang
meningkatkan aliran balik vena dari ekstermitas bawah dan juga mengangkat
diafragma.
⁃ P
aroxysmal nocturnal dyspnea (sesak napas malam yang paroksismal): merupakan
bentuk dramatis dari kesulitan bernafas, yang membangunkan pasien dari tidur disertai
sesak napas parah yang hampir mirip dengan perasaan tercekik.
⁃ j
antung yang membesar (kardiomegali) karena terjadi hipertrofi jantung
⁃ t
akikardia
⁃ s
uara jantung ke-3 (S3), dan ronki halus di dasar paru, yang disebabkan oleh pembukaan
alveoli paru yang sembab.

20
Cor pulmonal
Cor pulmonale terdiri atas hipertrofi dan pembesaran ventrikel kanan seringkali disertai
oleh gagal jantung kanan yang disebabkan oleh hipertensi pulmonal akibat kelainan primer
parenkim paru atau pembuluh darah paru

gambaran klinis:
⁃ B
atuk tidak kunjung sembuh yang dapat disertai dahak
⁃ N
apas tersengal-sengal, terutama saat melakukan aktivitas fisik
⁃ B
erat badan menurun
⁃ n
yeri dada
21
⁃ M
engi
⁃ P
embengkakan di tungkai dan kaki
⁃ l
emas

10. Apa tatalaksana kegawatdaruratan yang dilakukan pada skenario tersebut?


Tatalaksana Kegawatdaruratan berdasarkan Skenario
Kunci keberhasilan dalam tatalaksana adalah diagnosis secara tepat dan cepat serta terapi
farmakologis untuk mempertahankan tekanan dan curah jantung sesegera mungkin.
Berdasarkan skenario pasien mengalami penurunan kesadaran diikuti dengan beberapa tanda-
tanda vital seperti berikut.

Tekanan darah yang semula 110/60 mmHg menjadi 70/40 mmHg pada kondisi ini pasien
mengalami gejala dari hipotensi dengan penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 30
mmHg maka berikan vasopresor (norepinefrin) dan atau inotropik (dobutamin dan dopamin).
Pemberian vasopresor dan atau inotropik untuk meningkatkan curah jantung dan perfusi
jaringan.

Tatalaksana pada tanda-tanda vital pasien berupa frekuensi nadi 120x/menit dan teraba lemah
juga dilakukan dengan memberikan vasopresor dan atau inotropik

22
Dengan frekuensi nafas 28x/menit maka pasien diindikasikan mengalami takipnea.
Perhatikan saturasi oksigen pada pasien, jika saturasi oksigen kurang dari 90% maka lakukan
terapi oksigen yang sesuai. High-flow oxyangen diberikan pada pasien dengan saturasi
oksigen kapiler kurang dari 90% atau oksigen parsial kurang dari 60 mmHg. Non-invasive
ventilation digunakan sebagai terapi tambahan jika ditemui ada edema paru dengan distres
napas. Intubasi endotrakeal dan invasive ventilation bila terjadi gagal napas, kelelahan fisik
untuk mengurangi work of breathing dan penurunan kesadaran sehingga tidak mampu
mempertahankan jalan napas.

23
11. Apa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada masing-masing DD?
PEMERIKSAAN PENUNJANG GAGAL JANTUNG
1) Elektrokardiografi (EKG)
memberikan informasi yang sangat penting, meliputi frekuensi debarjantung,
irama jantung, sistem konduksi dan kadang etiologi dari GJA. Kelainan segmen ST;
berupa infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI) atau Non STEMI.
Gelombang Q petanda infark transmural sebelumnya. Adanya hipertropi, bundle
branch block, disinkroni elektrikal, interval QT yang memanjang, disritmia atau
perimiokarditis harus diperhatikan

24
2) Foto toraks
Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung. Rontgen toraks dapat
mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura dan dapat mendeteksi penyakit
atau infeksi paru yang menyebabkan atau memperberat sesak nafas. Kardiomegali
dapat tidak ditemukan pada gagal jantung akut dan kronik.

25
3) Ekokardiografik
ekardiografi digunakan untuk semua teknik pencitraan ultrasound jantung termasuk
pulsed and continuous wave Doppler, colour Doppler dan tissue Doppler imaging
(TDI). Konfirmasi
diagnosis gagal jantung dan/atau disfungsi jantung dengan pemeriksaan
ekokardiografi
adalah keharusan dan dilakukan secepatnya pada pasien dengan dugaan gagal jantung.
Lalu ekokardiografik imi dilakukan dgn Pengukuran fungsi ventrikel untuk
membedakan antara pasien disfungsi sistolik dengan pasien dengan fungsi sistolik
normal adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri (normal > 45- 50%)

Diagnosis gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal (HFPEF/ heart failure
with preserved ejection fraction)
Ekokardiografi mempunyai peran penting dalam mendiagnosis gagal jantung dengan
fraksi ejeksi normal. Diagnosis harus memenuhi tiga kriteria:
1. Terdapat tanda dan/atau gejala gagal jantung
2. Fungsi sistolik ventrikel kiri normal atau hanya sedikit terganggu (fraksi ejeksi >
45- 50%)
3. Terdapat bukti disfungsi diastolik (relaksasi ventrikel kiri abnormal / kekakuan
diastolik)

26
Ekokardiografi transesofagus
Direkomendasikan pada pasien dengan ekokardiografi transtorakal tidak adekuat
(obesitas, pasien dengan ventlator), pasien dengan kelainan katup, pasien endokardits,
penyakit jantung bawaan atau untuk mengeksklusi trombus di left atrial
appendagepada pasien fibrilasi atrial

Ekokardiografi beban
Ekokardiografi beban (dobutamin atau latihan) digunakan untuk mendeteksi disfungsi
ventrikel yang disebabkan oleh iskemia dan menilai viabilitas miokard pada keadaan
hipokinesis atau akinesis berat

27
4) Tes darah
direkomendasika n untu k menyingkirka n anemi a da n menila i fungs i ginja l sebelu
m terap i dimulai . Disfungs i tiroi d (bai k hiper - maupu n hipotiroidis - m e ) dapa t
menyebabka n gaga l jantun g sehingg a pemeriksaa n fungs i tiroi d haru s selal u
dilakukan . D i mas a datang , peng - ukura n penand a biokimiaw i (sepert i pep - tid
a natriuretik ) dapa t terbukt i bergun a dala m diagnosi s gaga l jantun g da n me -
monito r progresivitasnya .

5) Analisis Gas Darah Arterial


Analisis gas darah arterial, memungkinkan kita untuk menilai oksigenasi (p02) fungsi
respirasi (pCO^) dan keseimbangan asam basa (pH) dan harus dinilai pada setiap
pasien dengan respiratory distress berat. Asidosis petanda perfusi jaringan yang buruk
atau retensi CO^ dikaitkan dengan prognos buruk. Pengukuran dengan pulse oksmetri
dapat mengganti analisis gas darah arterial. Tetapi tidak bisa memberikan informasi
pCO^ atau keseimbangan asam basa, dan tidak bisa dipercaya pada sindroma low
output yang berat atau vasokonstriksi dan status syok

28
6) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, urea, kretinin, gula darah, albumin, enzim hati
dan INR harus merupakan pemeriksaan awal pada semua pasien GJA. Kadar sodium
yang rendah, urea dan kreatinin yang tinggi memberikan prognos buruk pada GJA.
Peninggian sedikit kardiak troponin bila terlihat pada GJA, walau tidak ada SKA.
Peningkatan Troponin yang disertai dengan SKA merupakan petanda prognosis yang
tidak baik
7) Radiografi toraks
seringkal i menun - jukka n kardiomegal i (rasi o kardiotorasi k (CTR ) >50%) ,
terutam a bil a gaga l jantun g suda h kronis . Ukuran jantun g yan g norm a l tida k
menyingkirka n diagnosi s da n bis a didapatka n pad a gaga l jantun g kir i akut ,
sepert i yan g terjad i pad a infar k mio - kard , regurgitas i katu p akut , ata u defe k
septu m ventrike l (VSD ) pascainfark . Kar - diomegal i dapa t disebabkan oleh
dilatasi ventrikel kiri atau kanan , LVH , atau kadang oleh efusi perikard . Derajat
kardiomegali tidak berhubungan dengan fungsi ventrikel kiri .

PEMERIKSAAN PENUNJANG COR PULMONALE


A. Elektrokardiografi
Gambaran yang sering ditemukan meliputi i) sinus takikardia; ii) perubahan
segmen ST gelombang T non spesifik; dan iii) abnormalitas yang mendukung
emboli pulmonal: S1Q3T3, right ventricular strain, dan new incomplete
RBBB.
B. Laboratorium
i) Troponin dapat meningkat karena iskemia subendokardial akibat emboli
pulmonal.
il) D-dimer memiliki sensitivitas tinggi namun spesifitas rendah untuk emboli
pulmonal.
ili) Analisis gas darah dapat menunjukkan hipoksemia, hipokarbia dan alkalosis
respiratorik terutama pada ARDS.
C. Foto toraks
Hasil yang dapat ditemukan pada emboli pulmonal antara lain kardiomegali
disertai Westermark's sign yaitu kolaps pembuluh darah paru akibat oligemia
pulmonal, Hampton's Hump sign yaitu infark paru ditandai dengan opasitas
paru berbatasan dengan permukaan pleura (Gambar 14.5) atau Fleischner
sign yaitu arteri pulmonalis prominen yang dapat disebabkan oleh hipertensi
pulmonal atau distensi arteri pulmonalis karena emboli yang besar (Gambar

29
14.6),2
ambaran foto toraks dari ARDS menunjukkan Opasifikasi bilateral den
konsolidasi simetris atau asimetris disertai air bronchogram.
Gambar 14.7 Gambaran foto toraks ARDS
D. Ekokardiografi trans toraks
Merupakan ultrasonografi untuk memastikan abnormalitas anatomi dan
fungsi dari gagal jantung kanan.
E. CT scan toraks
Merupakan modalitas pencitraan non invasif dengan spesifitas tinggi untuk
emboli pulmonal.

12. Bagaimana tatalaksana farmakologi dan non farmakologi dari DD tersebut?


Terapi farmakologik terdiri atas :
(1) Penghambat ACE; (2) Antagonis angiotensin II; _(3) Diuretik; (4) Antagonis
aldosteron; (5) P-bloker; (6) Vasodilator lain; (7) Digoksin; (8) Obat inotropik lain;
(9) Antitrombotik; (10) Antiaritmia.

1) Penghambat ACE
Penghambat ACE terbukti dapat mengurangi mortalitas dan rnorbiditas pada
semua pasien gagal jantung sistolik. Penghambat ACE merupakan terapi lini pertama
untuk pasien dengan fungsi sistolik ventrikel kiri yang menurun, yakni dengan fraksi
ejeksi di bawah normal(< 40-45%), dengan atau tanpa gejala. Pada pasien tanpa
gejafa, obat ini diberikan untuk menunda atau mencegah terjadinya gagal jantung, dan
juga untuk mengurangi risiko infark miokard dan kematian mendadak. Pada pasien
dengan gejala gagal jantung tanpa retensi cairan, penghambat ACE harus diberikan
sebagai terapi awal; pada pasien dengan retensi cairan, obat ini harus diberikan
bersama diuretik.
Efek samping yang penting adalah batuk, hipotensi, gangguan fungsi ginjal,
hiperkalemia, dan angioedema. Pasien yang tidak dapat mentoleransi obat ini karena
batuk dapat menggunakan AT1-bloker sebagai altematif yang efektif. Pada pasien
normotensi, biasanya tidak terjadi hipotensi atau gangguan fungsi ginjal yang
bermakna. Penghambat ACE dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui,
pasien dengan stenosis arteri ginjal bilateral atau angioedema pada terap·i dengan
penghambat ACE sebelumnya.
Penghambat ACE harus selalu dlmulai dengan dosis rendah dan dititrasi
sampal dosis target. Dosis target adalah dosis pemeliharaan yang telah terbuktl efektif
untuk mengurangi mortalitas/ hospitalisasi dalam uji klinik yang besar
Untuk memulai pengobatan gagal jantung dengan penghambat ACE atau
AT1-bloker, dianjurkan prosedur berikut: (a) jika pasien telah menggunakan diuretik,

30
turunkan dosisnya atau hentikan selama 24 jam; (b) pengobatan dimulai di petang
hari, sewaktu berbaring, untuk menghindari kemungkinan terjadinya hipotensi; (c)
pengobatan dimulai dengan dosis rendah dan titrasi sampai dosis target, biasanya
dengan peningkatan 2 kali lipat setiap kalinya; (d) jika fungsi ginjal memburuk
bermakna, hentikan pengobatan; (e) diuretik hemat kalium harus dihindari selama
awal terapi; (f) penggunaan AINS dan coxib harus ·dihindari; dan (g) tekanan darah,
fungsi ginjal dan kadar K harus diperiksa 1-2 minggu setelah pengobatan dimulai dan
tiap peningkatan dosis, pada 3 bulan, dan selanjutnya tiap 6 bulan

  Dosis Dosis Efek samping 


Obat  awal  pemeliharaan
Kaptopril  6,25mg 25-50mg (3x1) Batuk, hipotensi,
Enalapril (3x1) 10-20mg (2x1) gangguan fungsi ginjal,
Lisinopril 2,5mg 5-20mg (1x1) hyperkalemia, dan
Ramiplin (1x1) 2,5-5mg (2x1) angioedema. 
Trandolapril 2,5mg 4mg (1x1)
Kuinapril (1x1) 5-10mg (2x1)
Fosinopril 1,25mg 20-40mg (1x1)
perindopril (1x1) 4mg (1x1)
1mg
(1x1)
2,5mg
(1x1)
5-10mg
(1x1)
2mg
(1x1)

2) ANTAGONIS ANGIOTENSIN II (AT1-BLOKER)


Antagonis angiotensin II (Ang II) menghambat aktivitas Ang II hanya di
reseptor AT1 dan tidak di reseptor AT2, maka disebut juga AT1-bloker. Tidak adanya
hambatan kininase II menyebabkan bradikinin dipecah menjadi kinin inaktif, sehingga

31
vas9- dilator NO dan PG!i tidak terbentuk. Karena itu AT1-bloker tidak menimbulkan
efek samping batuk kering.
Berbeda dengan efek samping batuk, efek samping angioedema dapat terjadi
pada pemberian AT1-bloker, meskipun lebih jarang. Dalam hal ini diduga
mekanismenya juga sama, yakni akumulasi bradikinin. Karena terjadi reaksi sllang
antara penghambat ACE dan AT1-bloker, maka pasien dengan riwayat angioedema
pada penggunaan penghambat ACE, sebaiknya tidak diberi AT1-bloker meskipun
bukan merupakan kontraindikasi. Demikian juga pasien dengan riwayat angioedema
herediter atau idiopatik sebaiknya tidak di~eri AT1-bloker, sedangkan penggunaan
penghambat ACE pada mereka ini merupakan kontraindikasi.

Untuk pasien dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri :


o (a) AT1-bloker dapat digunakan sebagai altematif penghambat ACE pada
pasien gagal jantung sistolik dengan fraksi ejeksi ~40% yang tidak dapat
mentoleransi penghambat ACE (batuk) untuk mengurangi morbidltas dan
mortalitas.
o (b) AT1-bloker dan penghambat ACE mempunyai efikasi yang sebanding
pada gagal jantung sistolik dengan fraksi ejeksi ~ 40% terhadap mortalitas dan
morbiditas. Pada infark,miokard akut dengan gejala-gejala gagal jantung atau
disfungsi ventrikel kiri, AT1-bloker dan penghambat ACE mempunyai efek
yang sebanding terhadap mortalitas.
o (c) AT,-bloker dapat dipertimbangkan dalam kombinasl dengan penghambat
ACE pada pasien yang masih simtomatik, untuk mengurangi mortalitas dan
hospitalisasi karena gagal jantung.

  Dosis awal Dosis maksimal


Obat 
Kandesartan 4-8mg (1x1) 32mg (1x1)
Losartan 25-50mg (1x1) 50-100mg (1x1)
valsartan 20-40mg (2x1) 160mg (2x1)
o

3) Diuretik
Diuretik merupakan obat utama untuk mengatasi gagal jantung akut yang selalu
disertai dengan kelebihan (over/oac/) cairan yang bermanifestasl sebagai kongesti paru
atau edema perifer. Penggunaan diuretik dengan cepat menghilangkan sesak napas dan

32
meningkatkan kemampuan melakukan aktivitas fisik. Pada pasien-pasien ini diuretik
mengurangi retensi air dan garam sehingga mengurangi volume cairan ekstrasel, alir balik
vena, dan tekanan pengisian ventrikel (preload). Dengan demikian, edema perifer dan
kongesti paru akan berkurang I hilang, sedangkan curah jantung tidak berkurang (pada
fase plateau kurva Frank-Starling). Pada mereka ini, diuretik diberikan sampal terjadl
diuresis yang cukup untuk mencapai euvolemla, dan mempertahankannya.
Setelah euvolemia tercapai, dosis diuretik harus diturunkan sampai dosis minimal
yang diperiukan untuk mempertahankan euvolemia. Gangguan elektrolit dan/atau
memburuknya azotemia dapat terjadi sebelum euvolemia tercapai. Hipokalemia dapat
dikoreksi dengan suplementasi kalium atau penambahan diuretik hemat kalium. Oleh
karena penggunaan diuretik tidak mengurangi mortalitas pada gagal jantung (kecuali
spironolakton), maka diuretik harus selalu diberikan dalam kombinasi dengan
penghambatACE. Oleh karena penurunan curah jantung akibat deplesi cairan akan
meningkatkan aktivasi neurohormonal yang akan memacu progresi gagal jantung maka
diuretik tidak boleh diberikan pada gagal jantung yang asimtomatik maupun yang tidak
ada overload cairan. Juga penggunaan diuretik tidak boleh berlebihan tetapi dalam dosis
minimal untuk Mempertahankan euvolemia; Dluretik tiazid pada pengobatan gagal
jantung tidak pemah diberikan sendiri (karena efek diuresisnya lemah), tetapi dalam
kombinasi dengan diuretik kuat (akan menunjukkan efek sinergistik: natriuresisnya
melebihi jumlah dari efek masing-masing komponennya). Kombinasi ini diberikan pada
pasien yang refrikter terhadap diuretik kuat. Tiazid disertai dengan ekskresi kalium yang
lebih tinggi per satuan volume yang dikeluarkan dibandingkan diuretik kuat. Jika laju
filtrasi glomerulus. Diuretik hemat kalium : triamteren, amilorid. Diuretik hemat kalium
adalah diuretik lemah, karena itu tidak efektif untuk mengurangi volume. Obatobat ini
digunakan untuk mengurangi pengeluaran K atau Mg oleh ginjal dan/atau memperkuat
respons diuresis terhadap obat lain. Padapengobatan gagal jantung, obat-obat ini hanya
digunakan jika hipokalemia menetap setelah awal terapi dengan penghambat ACE dan
diuretik. Pemberian diuretik hemat kalium dimulai dengan dosis rendah selama 1 minggu,
ukur kadar K dan kreatinin serum setelah 5-7 hari. Titrasi aosis dan ukur lagi tiap 5-7 hari
sampai kadar K stabil, dan selanjutnya tiap 3-6 bulan. ·

33
  Dosis Dosis maks Lama Efek samping
  awal sehari kerja

Diuretik kuat
     Furosemid 20-40 mg 600 mg 6-8 jam Hipokalemia,
hipomagnesia,
Hiponatremia
      Bumetanid  0,5-1 mg 10 mg 4-6 jam Hiperurikemia,
Intoleransi glukosa
Tiazid 
     HCT
     klortalidon  25 mg 200 mg 6-12 jam Hipokalemia 
12,5-25 100 mg 24-72 Hipomagnesia,
      indapamid  Hiponatremia
mg jam
5 mg 
2,5 mg  36 jam Gangguan asam basa
Diuretik hemat k
20 mg
      Amilorid  Hiperkalemia
2,5 mg  100 mg 24 jam
      triamteren Hiperkalemia 
25 mg 7-9 jam 

4) Antagonis Aldosteron
Pada pasien gagal jantung, kadar plasma aldosteron meningkat (akibat aktivas
sistem renin-angiotensin-aldosteron), bisa sampaf 20 x kadar normal. Aldosteron
menyebabkan retensi Na dan air serta ekskresi K dan Mg. Retensi Na dan air
menyebabkan edema dan peningkatan preload pd jantung. Aldosterone memacu
remodelling dan disfungsi ventrikel melalui peningkatan preload dan efek langsung.
antagonisasi efek aldosteron akan mengurangi progresi remodelling jantung sehingga
dapat mengurangi mortalitas· d'an morbiditas akibat gagal jantung

Antagonis aldosteron direkomendasikan ditambahkan pada :


o (a) penghambat ACE dan dluretlk. gagai jantung lanjut (NYHA kelas III-IV)
dengan disfungsi sistolik (fraksi enjeksi <- 35%)· untuk mengurangi mortalitas
dan morbiditas (terbukti untuk spironolakton).
o (b) penghambat ACE dan B-bioker pada, gaga!'. jantung setelah infark
miokard dgn disfungsi sistolik ventrikel kiri (fraksi ejeksi <_40%) dan tanda2
gagal jantung atau diabetes untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas

34
Sebelum pemberian obat, periksa dulu ladar K serum (harus < 5,0 mmollL) dan
kreatinin fharus S20-2,5 mg(dl) atau klrans kreatinin > 30 ml/menit. Obat diberikan
dengan dosis awal yang rendah spironolakion 12,5 mg, eplerenon 25 mg sehari.
kamudian dasis dapat ditingiatkan menjadi spiro-nolaktion 25 mg, eplerenon 50 mg.
jilka diperiukan. Risiko hiperkalemia meningkat dengan dosis peng-hambat ACE
yang lebih tinggi (kaptoori 2 75 mg/hari,enalapril atau lisinopri 2 10 mg/har).
Penggunaan obat AINS dan coxib harus dinindari. Kadar K dian fungsi ginjal harus
dimonitor dengan kefat: peniksa dalam 3 hari dan pada 1 minggu setesam awwal
terapi dan sedikitrya sebulan sekal setama 3 bulan per- tama. Jika kadar K 5.0-5,5
mmail, kurangi dosis obat dengan 50%, hentikan obat ghe kadar K > 5.5 mmoiL.
Setelan I bulan, jika geiala-geiala gagal antung berum mernibailk dan kadar K normal,
dosis obat dinaikkan. Penksa lagi kadar k dan kreatinin seteiah I minggu. Jika terjedi
diare atau penyebab dehidrasi lainrya, harus segera ditangani.
5) B-Bloker
bahwa b-bloker memperbaiki gejala-gejala, mengurangi hospitalisasi dan
mortalitas pada pasien gagal jantung ringan dan sedang. b-bloker bekerja terutama
.dengan menghambat efek merugikan dari aktivasi simpatis pada pasien gagal
jantung. Stimulasi adrenergik pada jantung memang pada awalnya meningkatkan
kerja jantung, akan tetapi aktivasi simpatis yang berkepanjangan pada jantung yang
telah mengalami disfungsi akan merusak jantung, dan hal ini dapat dicegah oleh b-
blok

2) Vasodilator
Vasodilator lain dari penghambat ACE dan antagonis All yang digunakan untuk
pengobatan gagal jantung adalah (a) hidralazin-isosorbid dinitrat, (b) Na nitroprusid
l.V., (c) nitrogliserin l.V., dan (d) nesiritid I. V.
· HIDRALAZIN-ISOSORBID DINITRAT
o hanya kombinasi ini yang telah terbukti dapat mengurangl mortalltas pada
pasien gagal jantung akibat disfungsi sistolik. Karena itu kombinasi ini dapat
diberikan pada pasien gagal jantung sistolik yang tidak dapat mentoleransi
penghambat ACE dan antagonis All
o Hidralazin merupakan vasodilator arteri sehingga menurunkan afterload,
sedangkan isosorbid dinitrat merupakan venodilator sehingga menurunkan
preload jantung
· NA NITROPRUSID l.V.
o suatu vasodilator kuat, kerjanya di arteri maupun vena, sehingga menurunkan
afterload maupun preload jantung.
o Karena itu obat ini biasa dipakai untuk mengatasi gagal jantung akut di IGD.
· NITROGLISERIN 1.V
o Pada kecepatan infus yang rendah, obat ini hanya mendilatasi vena dan dengan
demikian hanya menurunkan preload jantung

35
o obat ini digunakan untuk pengobatan gagal jantung kiri akibat iskemia
miokard akut, · gagal jantung kiri noniskemik yang memertukan penurunan
preload dengan cepat, dan pada pasien dengan overload cairan yang
simtomatik dan belum mencapai diuresis yang cukup
o infus yang lebih tinggi; obat ini juga mendilatasi arteri sehingga menur:unkan
afterload ·. jantung. Obat ini menimbulkan efek samping sakit kepala. Jika
terjadi toleransi, dapat diatasi dengan meningkatkan dosisnya.
· NESIRITID I.V.
o diindikasikan untuk gagal jan~ung akut dengan sesak napas
o saat istlrahat atau dengan aktlvltas minimal, Pada pasien ini, nesiritid
yang·diberikan sebagai infus selama 24-48 jam menurunkan tekanan kapiler
paru (PCWP) dan mengurangi sesak napas
7) Inotropik
lnotropik lain yang digunakan untuk pengobatan gagal jantung adalah (a) dopamin
dan dobutamin l.V. dan (b) penghambat fosfodiesterase l.V.
· DOPAMIN DAN DOBUTAMIN l.V.
Merupakan obat inotropik yang paling sering digunakan untuk menunjang sirkulasi
dalam jangka pendek pada gagal jantung yang parah. Kerjanya melalui stimulasi
reseptor dopamin D1 dan reseptor p adrenergik di sel otot jantung.
o Dopamln mempunyai penggunaan yang terbatas pada pengobatan pasien
dengan kegagalan sirkulasi kardiogenik.
o Dobutamin merupakan p agonis yang terpllih untuk pasien gagal jantung
dengan disfungsl slstollk
o Efek samping utama adalah takikardia berlebihan dan aritmia, yang
memerlukan penurunan dosis. Pada pasien yang mendapat 13-bloker, respons
awal terhadap dobutamin mungkii1 lebih kecil. Penggunaan jangka panjang
dapat menimbulkan toleransl, sehingga memerlukan substitusi dengan obat
alternatif, misalnya penghambat fosfodiesterase kelas Ill
· PENGHAMBAT FOSFODIESTERASE l.V.
o penghambat fosfodlesterase kelas · Ill (PDE3) yang digunakan sebagai
penunjang sirkulasi jangka pendek pada gagal jantung yang pa
NON FARMAKOLOGI GAGAL JANTUNG
Terapi gagal jantung dibagi atas terapi non- farmakologik dan terapi farmakologik.
Terapi non farmakologik terdiri atas :
(1) Diet : pasien gaga! jantung dengan diabetes, dislipidemia atau obesitas harus diberi diet
yang sesuai untuk menurunkan gula darah, lipid darah atau berat badannya. Asupan NaCl
harus dibatasi menjadi 2-3 g Na/hari, atau < 2 g/hari untuk gagaI jantung sedang sampai .
berat. Restriksi cairan menjadi 1,5-2 Uhari han.ya untuk gagai jantung berat.

36
(2) Merokok : harus dihentikan
(3) Aktivitas fisik : olahraga yang teratur seperti berjalan atau bersepeda dianjurkan untuk
pasien gaga! jantung yang stabil (NYHA kelas 11-111) dengan intensitas yang nyaman bagi
pasien.
(4) lstirahat : dianjurkan untuk gaga! jantung akut atau tidak stabil.
(5) Bepergtan : hindari tempat-tempat tinggi dan tempat-tempat yang sangat panas atau
lembab, dan gunakan penerbangan-penerbangan pendek.

Di samping itu ada obat-obat yang harus dihindari atau digunakan dengan hati-hati, yakni:
antiinfiamasi nonsteroid (AINS) dan coxib; antiaritmia kelas I; antagonis kalsium (non-
dihidropiridin dan dihidropiridin kerja singkat); antidepresi trisiklik; kortikosteroid; dan
iitium

FARMAKOLOGI COR PULMONALE


Tujuan pengobatan kor pulmonal pada PPOK ditinjau dari aspek jantung sama dengan
pengobatan kor pulmonal pada umumnya untuk; (1) Mengoptimalkan efisiensi pertukaran
gas; (2) Menurunkan hipertensi pulmonal; (3) Meningkatkan kelangsungan hidup; (4)
Pengobatan penyakit dasar dan komplikasinya. Pengobatan kor pulmonal dari aspek jantung
bertujuan untuk menurunkan hipertensi pulmonal, pengobatan gagal jantung kanan dan
meningkatkan kelangsungan hidup. Untuk tujuan tersebut pengobatan yang dapat
dilaksanakan diawali dengan menghentikan merokok serta tatalaksana lanjut adalah sebagai
berikut:
8) TERAPI OKSIGEN
Mekanisme bagaimana terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan
hidup belum diketahui. Ditemukan 2 hipotesis: (1) Terapi oksigen mengurangi
vasokonstriksi dan menurunkan resistensi vaskular paru yang kemudian
meningkatkan isi sekuncup ventrikel kanan; (2) Terapi oksigen meningkatka n kadar
oksigen arteri dan meningkatkan hantaran oksigen ke jantung, otak dan organ vital
lain. Pemakaian oksigen secara kontinyu selama 12 jam {National Institute of
Health/N\H, Amerika); 15 jam {British Medical Research Counci\/RMC dan 24 jam
(NIH) meningkatkan kelangsungan hidup dibandingkan dengan pasien tanpa terapi
oksigen. Indikasi terapi oksigen (di rumah) adalah: (a) Pa02 :< 55 mmHg atau Sa02 ^
88%; (b) Pa02 55-59 mmHg disertai salah satu dari: (b.1) Edema disebabkan gagal
jantung kanan; (b.2) P pulmonal pada EKG; (b.3) Ertrositosis hematokrit > 56%).

3) VASODILATOR
Rubin menemukan pedoman untuk menggunakan vasodilator bila didapatkan 4
respons hemodinamik sebagai berikut: (a) resistensi vaskular paru diturunkan minimal
20% ; (b) curah jantung meningkatkan atau tidak berubah ; (c) tekanan arteri
pulmonal menurunkan atau tidak berubah ; (d) tekanan darah sistemik tidak berubah
secara signifikan. Kemudian harus dievaluasi setelah 4 atau 5 bulan untuk menilai
apakah keuntungan hemodinamik di atas masih menetap atau tidak . Pemakaian

37
sildenafil untuk melebarkan pembuluh darah paru pada Primary Pulmonary
Hypertension, sedang ditunggu hasil penelitian untuk kor pulmonal lengkap

4) DIGITALIS
Digitalis hanya digunakan pada pasien kor pulmonal bila disertai gagal jantung kiri.
Digitalis tidak terbukti meningkatkan fungsi ventrikel kanan pada pasien kor
pulmonal dengan fungsi ventrikel kiri normal , hanya pada pasien kor pulmonal
dengan fungsi ventrikel kiri yang menurunkan digoksin bisa meningkatkan fungsi
ventrikel kanan . Di samping itu pengobatan dengan digitalis menunjukkan
peningkatkan terjadinya komplikasi aritmia.

5) DIURETIK
Diuretik diberikan bila ada gagal jantung kanan. Pemberian diuretik yang berlebihan
dapat menimbulkan alkolosis metabolik yang bisa memicu peningkatan hiperkapnia .
Di samping itu dengan terapi diuretik dapat terjadi kekurangan cairan yang
mengakibatkan ventrikel kanan dan curah jantung menurun .
NON FARMAKOLOGI COR PULMONALE
1. Merokok : harus dihentikan

13. Apa saja tindakan promotif dan preventif terhadap skenario?

Cek Kesehatan secara rutin


- Kontrol tekanan darah. Tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko utama penyakit
jantung. Penting untuk memeriksakan tekanan darah secara teratur - setidaknya
setahun sekali untuk kebanyakan orang dewasa, dan lebih sering jika memiliki
tekanan darah tinggi. Ambil langkah-langkah, termasuk perubahan gaya hidup, untuk
mencegah atau mengontrol tekanan darah tinggi.

38
- Jaga kadar kolesterol dan trigliserida agar terkendali. Kadar kolesterol yang tinggi
dapat menyumbat arteri pasien dan meningkatkan risiko penyakit arteri koroner dan
serangan jantung. Perubahan gaya hidup dan obat-obatan (jika diperlukan) dapat
menurunkan kolesterol pasien. Trigliserida adalah jenis lemak lain dalam darah.
Kadar trigliserida yang tinggi juga dapat meningkatkan risiko penyakit arteri koroner,
terutama pada wanita.
- Tetap pada berat badan yang sehat. Kelebihan berat badan atau obesitas dapat
meningkatkan risiko penyakit jantung. Ini sebagian besar karena mereka terkait
dengan faktor risiko penyakit jantung lainnya, termasuk kadar kolesterol dan
trigliserida darah tinggi, tekanan darah tinggi, dan diabetes. Mengontrol berat badan
pasien dapat menurunkan risiko ini.
- Kelola diabetes. Memiliki diabetes menggandakan risiko penyakit jantung diabetes.
Itu karena seiring waktu, gula darah tinggi akibat diabetes dapat merusak pembuluh
darah dan saraf yang mengontrol jantung dan pembuluh darah. Jadi penting untuk
menjalani tes diabetes agar tetap terkendali.

2. Enyahkan Asap Rokok


- Jangan merokok. Merokok dapat meningkatkan tekanan darah dan menempatkan
pasien pada risiko yang lebih tinggi untuk serangan jantung dan stroke. Jika tidak
pernah merokok, jangan mulai. Jika pasien merokok, berhenti akan menurunkan
risiko penyakit jantung. Pasien dapat berbicara dengan penyedia layanan kesehatan
untuk mendapatkan bantuan dalam menemukan cara terbaik bagi pasien untuk
berhenti.

3. Rajin Aktivitas Fisik/Olahraga


- Dapatkan olahraga teratur. Olahraga memiliki banyak manfaat, termasuk memperkuat
jantung dan meningkatkan sirkulasi. Ini juga dapat membantu Anda mempertahankan
berat badan yang sehat dan menurunkan kolesterol dan tekanan darah. Semua ini
dapat menurunkan risiko penyakit jantung.

4. Diet Sehat dan Seimbang


- Makan makanan yang sehat. Cobalah untuk membatasi lemak jenuh, makanan tinggi
natrium, dan gula tambahan. Makan banyak buah segar, sayuran, dan biji-bijian. Salah
satu contohnya adalah Diet DASH yang disusun oleh National Heart, Lung, and
Blood Institute di Amerika yang dapat membantu Anda menurunkan tekanan darah
dan kolesterol, dua hal yang dapat menurunkan risiko penyakit jantung.
- Diet DASH berisi:
o Menekankan makanan tinggi serat seperti sayuran, buah-buahan, dan biji-
bijian.
o Produk susu bebas lemak atau rendah lemak, ikan, unggas, kacang-kacangan,
dan minyak sayur

39
o Batasi makanan yang tinggi lemak jenuh. Makanan ini termasuk daging
berlemak, produk susu penuh lemak, dan minyak tropis seperti minyak kelapa
dan minyak sawit.
o Batasi minuman dan permen yang dimaniskan dengan gula

5. Istirahat Cukup
- Pastikan cukup tidur. Jika tidak cukup tidur, pasien akan mengalami peningkatan
risiko tekanan darah tinggi, obesitas, dan diabetes. Ketiga hal tersebut dapat
meningkatkan risiko penyakit jantung. Kebanyakan orang dewasa membutuhkan 7
hingga 9 jam tidur per malam. Pastikan pasien memiliki kebiasaan tidur yang baik.
Salah satu masalah tidur yaitu sleep apnea, dapat menyebabkan orang sesak napas
beberapa kali saat tidur. Ini akan mengganggu kemampuan pasien untuk mendapatkan
istirahat yang baik dan dapat meningkatkan risiko penyakit

6. Kelola Stres.
- Stres terkait dengan penyakit jantung dalam banyak hal. Hal ini dapat meningkatkan
tekanan darah pasien. Stres yang ekstrem bisa menjadi "pemicu" serangan jantung.
Juga, beberapa cara umum untuk mengatasi stres, seperti makan berlebihan, minum
berlebihan, dan merokok dapat berakibat buruk bagi jantung. Beberapa cara untuk
membantu mengelola stres termasuk olahraga, mendengarkan musik, fokus pada
sesuatu yang tenang atau damai, dan bermeditasi.

14. Apa saja komplikasi yang timbul dari penyakit pada DD?
Aritmia.
Aritmia terjadi akibat gangguan pembentukan atau konduksi impuls yang
menyebabkan kelainan pada denyut jantung atau irama jantung. Aritmia dapat
bermanifestasi sebagai takikardia (denyut jantung cepat), bradikardia (denyut jantung
lambat), irama jantung yang tidak teratur dengan kontraksi ventrikel yang normal,
depolarisasi yang kacau tanpa kontraksi ventrikel yang fungsional (fibrilasi ventrikel),
atau tidak ada aktivitas listrik sama sekali (asistol). Pasien mungkin saja tidak
mengetahui kelainan irama jantung, atau dapat merasakan adanya "jantung berpacu"
atau palpitasi; hilangnya curah jantung yang adekuat akibat aritmia yang menetap
dapat mengakibatkan rasa seperti melayang/lightheadedness (hampir sinkop), hilang
kesadaran (sinkop), atau kematian mendadak.

· Tromboemboli

Dilatasi kronik yang diakibatkan dari dilatasi progresif pada ventrikel dpat
menyebabkan fibrilasi atrium. Kontraksi atrium yang berantakan dan tidak
terkoordinasi ini akan mengurangi volume sekuncup ventrikel dan dapat
menyebabkan stasis. Darah yang stagnan, atau diam/ tidak mengalir, rentan
membentuk trombus (terutama di adneksa atrium) yang dapat lepas sebagai embolus
serta menyebabkan stroke dan atau infark di organ lain.

40
· Stroke

· Gangguan gastrointestinal

Pada gastrointestinal terjadi karena kongesti dan disfungsi pada hepar yang nantinya
bisa menimbulkan malabsorpsi

· Gangguan muskuloskeletal

Pengecilan pada otot

· Gangguan respirasi

Meningkatnya tekanan dalam vena pulmo akhirnya menyebar ke kapiler dan arteri
paru, mengakibatkan kongesti dan edema, dan juga efusi pleura akibat meningkatnya
tekanan hidrostatil di venula pleura viseralis.

· Edema pedal

ketika daya pompa darah jantung sudah melemah, darah kembali ke pembuluh darah
balik, sehingga terjadi penumpukan cairan.

Komplikasi Cor Pulmonale

· RVH (Right Ventricular Hyperthrophy)

Cor pulmonale dapat disebabkan karena adanya peningkatan tekanan pengisian


jantung kanan karena adanya hipertensi pulmonal yang berkaitan dengan penyakit
pada paru.

· Syncope

Syncope atau hilang kesadaran terjadi sebagai manifestasi klinis dari aritmia.

· Hypoxia

kekurangan supply oksigen akibat ketidakmampuan jantung memompa darah.

· Passive hepatic congestion

peningkatan takanan vena hepatika, penurunan aliran darah ke hati, dan peinurunan
tingkat saturasi oksigen arteri.

· Cardiogenic shock

akibat ketidakmampuan jantung memompa darah ke seluruh tubuh.

· Hepatomegaly

Pada penderita cor pulmonale biasanya ukuran dan berat hepar meningkat

· Splenomegaly

kongesti pembuluh darah mengakibatkan limpa menjadi tegang dan membesar


41
· Tromboemboli

· Efusi pleura

Kongesti vena sistemik yang disebabkan oleh gagal jantung kanan dapat
mengakibatkan transudat (efusi) di rongga pleura. Efusi pleura paling nyata jika
terdapat peningkatan tekanan vena pulmo selain vena sistemik, sebagaimana terjadi
pada kombinasi gagal jantung kanan dan kiri.

· Edema di berbagai bagian tubuh

Edema perifer di berbagai bagian tubuh, terutama edema di pergelangan kaki dan
pratibia, adalah ciri dari gagal jantung kanan. Pada pasien yang terbaring di tempat
tidur untuk jangka waktu lama, edema yang terjadi terutama di daerah prasakrum.
Pada kasus-kasus yang berat, edema masif generalisata (anasarka) bisa terjadi.

15. Apa prognosis dari setiap DD?

Gagal jantung adalah penyakit progresif. Setiap kali Rawat inap terkait gagal
jantung dikompensasi akut, akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien. Kematian
di rumah sakit pada pasien dengan gagal jantung dikompensasi akut berkisar antara 3-4% ,
dan meningkat menjadi 10% pada 90 hari. Akibatnya, pasien harus dikelola dan di pantau
secara ketat agar terhindar dari dikompensasi. Bahkan meskipun dengan Pemantauan klinis
yang ketat, beberapa pasien akhirnya akan Progresif ke arah Stadium akhir, Yang
memerlukan terapi gagal jantung lanjut atau perawatan Paliatif.

Data yang diperoleh dari beberapa registry terbaru dari GJA dan beberapa survey
yang telah dipublikasikan seperti the Euro-Heart Failure Survey II, the ADHERE registry di
Amerika Serikat dan survey Nasional dari Italia, Perancis dan Finlandia . Namun banyak dari
pasien-pasien yang masuk dalam registry ini adalah pasien-pasien dengan usia lanjut dengan
faktor-faktor kormobid kardio vaskular dan non kardiovaskular yang sangat banyak, dengan
prognosis jangka pendek dan jangka panjang yang buruk. Sindrom koroner akut merupakan
kausa yang paling sering dari gagaljantung akut yang baru. Kematian di RS yang tinggi
didapatkan pada pasien dengan shok kardiogenik berkisar antara 40-60%. Sangat berbeda
dengan pasien gagal jantung akut hipertensif angka kematian di rumah sakit rendah dan
kebanyakan pulang dari rumah sakit dalam keadaan asimtomatik

Terjadinya RHF (edema perifer) yang terdokumentasi secara klasik merupakan


indikator prognosis buruk pada pasien pernapasan. Faktanya sekarang diterima bahwa
kelangsungan hidup yang berkepanjangan (≥ 10 tahun) dapat diamati setelah episode pertama
edema perifer. Prevalensi RHF klinis telah sangat menurun dengan penerapan terapi oksigen
jangka panjang (LTOT), dengan hasil peningkatan prognosis.

Tingkat PAP (tekanan arteri pulmonalis) merupakan indikator prognosis yang


baik pada PPOK  tetapi juga pada berbagai kategori penyakit pernapasan kronis
seperti fibrosis paru, idiopatik, dan sekuele tuberkulosis paru. Prognosis lebih buruk
pada pasien PPOK dengan hipertensi pulmonal jika dibandingkan dengan pasien
serupa tanpa hipertensi pulmonal. 
Pada pasien PPOK dengan hipertensi pulmonal derajat ringan (20-35 mm Hg)
tingkat kelangsungan hidup lima tahun adalah sekitar 50%. Prognosisnya sangat

42
buruk untuk pasien dengan hipertensi pulmonal berat. (terapi oksigen jangka panjang)
LTOT sangat meningkatkan kelangsungan hidup pasien PPOK hipoksemia  dan,
dengan demikian, prognosis hipertensi pulmonal ditingkatkan dengan (terapi oksigen
jangka panjang) LTOT, yang sebagian dapat dijelaskan dengan pengurangan episode
RHF dengan (terapi oksigen jangka panjang) LTOT. Yang menarik, PAP (tekanan
arteri pulmonalis) masih merupakan indikator prognostik yang sangat baik pada
pasien PPOK yang menerima LTOT (terapi oksigen jangka panjang). mungkin karena
merupakan penanda yang baik dari durasi dan tingkat keparahan hipoksia alveolar
pada pasien ini.

16. Bagaimana pandangan Islam terhadap penyakit kardiovaskular?


Merokok
Allah Ta’ala berfirman,
‫َواَل تُ ْلقُوا بِأ َ ْي ِدي ُك ْم إِلَى التَّ ْهلُ َك ِة‬
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan“. (QS. Al Baqarah:
195).
Karena merokok dapat menjerumuskan dalam kebinasaan, yaitu merusak seluruh sistem
tubuh (menimbulkan penyakit kanker, penyakit pernafasan, penyakit jantung, penyakit
pencernaan, berefek buruk bagi janin, dan merusak sistem reproduksi), dari alasan ini sangat
jelas rokok terlarang atau haram.
Merokok dan paparan asap rokok tanpa disengaja adalah penyebab utama PJK, stroke,
aneurisma aorta, dan PAD. Risiko tersebut terlihat baik sebagai peningkatan risiko trombosis
akut pada pembuluh darah yang menyempit dan sebagai peningkatan derajat aterosklerosis
pada pembuluh darah yang terlibat. Risiko kardiovaskular yang disebabkan oleh merokok
meningkat dengan jumlah rokok yang dihisap dan dengan durasi merokok.
3. Olahraga
Jelas bahwa olahraga mengurangi faktor risiko kardiovaskular, dan pengurangan faktor risiko
ini tidak tergantung pada perubahan berat badan atau kejadian diabetes tipe 2. Olahraga juga
merupakan pengobatan terapeutik yang penting bagi pasien yang memiliki penyakit
kardiovaskular, yang selanjutnya menunjukkan sifat protektif dan restoratif dari olahraga.
Pada pasien dengan CVD, olahraga meningkatkan vasodilatasi yang bergantung pada endotel,
meningkatkan fraksi ejeksi dan toleransi olahraga, meningkatkan kualitas hidup, dan
mengurangi mortalitas terkait CVD. Olahraga meningkatkan kesehatan kardiovaskular
dengan beberapa mekanisme termasuk peningkatan biogenesis mitokondria dan oksidasi
asam lemak pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan peningkatan perfusi miokard, dan
pengurangan peradangan yang memberikan perlindungan terhadap perkembangan penyakit
jantung. Aterosklerosis.
4. Madu
َ‫ْر ُشون‬ ِ ‫ك إِلَى ٱلنَّحْ ِل أَ ِن ٱتَّ ِخ ِذى ِمنَ ْٱل ِجبَا ِل بُيُوتًا َو ِمنَ ٱل َّش َج ِر َو ِم َّما يَع‬ َ ُّ‫َوأَوْ َح ٰى َرب‬
‫اس ۗ إِ َّن فِى ٰ َذلِكَ لَٔـََٔ‘ايَةً لِّقَوْ ٍم‬
ِ َّ‫ف أَ ْل ٰ َونُهۥُ فِي ِه ِشفَٓا ٌء لِّلن‬ ِ ‫ثُ َّم ُكلِى ِمن ُكلِّ ٱلثَّ َم ٰ َر‬
ٌ ِ‫ت فَٱ ْسلُ ِكى ُسب َُل َرب ِِّك ُذلُاًل ۚ يَ ْخ ُر ُج ِم ۢن بُطُونِهَا َش َرابٌ ُّم ْختَل‬
َ‫يَتَفَ َّكرُون‬
"Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah, "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-
pohon kayu dan tempat-tempat yang dibuat manusia. Kemudian makanlah dari tiap-tiap

43
(macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari
perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya. Di dalamnya
terdapat obat yang menyembuhkan manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang berpikir." (QS. An-Nahl: 68-
69)
Tinjauan tersebut telah berhasil mengidentifikasi bukti yang relevan tentang efek
kardioprotektif madu. Madu mampu memodulasi oksidasi, mengurangi tekanan darah,
memulihkan detak jantung, mengurangi area infark miokard, meningkatkan metabolisme
lipid, mengerahkan sifat antipenuaan, dan melemahkan apoptosis sel. Madu terbukti menjadi
kandidat potensial sebagai alternatif alami untuk pengelolaan penyakit kardiovaskular.
5. Makanan Bergizi
· Nasi
Allah berfirman, “…kami tumbuhkan biji-bijian” (QS. Abasa : 27). Nasi terbuat dari beras
yang merupakan biji-bijian hasil bumi, selain beras ada gandum, jagung, dan lainnya. Di
Indonesia beras adalah makan pokok.
· Lauk Daging
Allah berfirman, “Dan Dia telah menciptakan binatang ternak (unta, sapi, kerbau, domba,
kambing) untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat,
dan sebagainya kamu makan” (QS. An Nahl:5). Agar tubuh sehat, konsumsi jenis makanan
daging yang kaya akan protein hewani. Lemak yang terdapat didalamnya mengandung zat
besi, fosfor, vitamin B, C, bagian hati kaya vitamin A dan zat besi.
· Daging ikan
Allah berfirman, Dan Dialah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat
memakan daripadanya daging yang segar (ikan), ...” (QS. An Nahl:14). Ikan merupakan
bahan makanan yang paling baik bagi manusia. Kelebihannya mengandung kadar protein
tinggi, minyak ikan kaya akan vitamin A&B, ikan merupakan sumber paling baik bagi
kalsium.
· Sayur dan buah
o Buah Kurma
Allah berfirman, “Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman, zaitun,
kurma, anggur, dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya yang demkian itu benar-
benar ada tanda (Kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan” (QS. An Nahl : 11). Nilai
gizi buah kurma meliputi; gula sekitar 70-78% zat gula yang mudah diserap dan dicerna
dalam tubuh, 2% protein, 2-3% lemak, mineral, vitamin A, D, B1, B2. 100 gram buah kurma
mengandung : 40-72 mlg fosfor, 65-71 mlg kalsium, 65 mlg magnesium, 2-4 mlg zat besi, 0,9
mlg sodium, 790 potasium, 65 mlg sulfat, 283 mlg khlorine, dan 3 mlg khlor. 1 kg kurma
mengandung 3470 kalori.
o Buah Zaitun
Allah berfirman, “Dan pohon kayu yang keluar dari Thursina (pohon zaitun), yang
menghasilkan minyak, dan pemakan makanan bagi orang-orang yang makan” (QS.Al
Mu’minuun:20). “Dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima
yang serupa dan yang tidak serupa”. (QS. Al An’am : 99). Buah zaitun adalah bahan
44
makanan yang mengandung lemak yang tinggi, protein yang cukup, garam kapur, zat besi,
fosfat, vitamin A,B, B Komplek. Buah ini diambil minyaknya yaitu jenis minyak nabati
paling baik kualitasnya, nilai gizi yang tinggi, kalori yang besar, lemak tidak jenuh.
o Anggur
Allah berfirman; “anggur dan sayuran” (QS. Abasa: 28). mengandung glukosa tinggi, jika
fermentasi menghasilkan gula anggur kalori tinggi.
· Susu yang dihasilkan Hewan
Allah berfirman, “Dan sesungguhnya pada binatang ternak terdapat pelajaran bagi kamu.
Kami memberimu minum dari apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu…” (QS. An-
Nahl : 66). Susu merupakan makanan yang sempurna, murni, lengkap kandungannya, warna
putih, rasa manis dan kandungannya kaya akan asam amino yang pokok, mineral seperti
fosfor, tembaga, kapur, zat besi, vitamin A, B, D.

45
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, maka Working Diagnosis dari kasus pada skenario
yang kita bahas ini adalah Congestive Heart Failure. Karena dari gejala dan tanda yang
tertera pada skenario memenuhi kriteria framingham 2 major dan 3 minor, untuk 2 major ada
PND dan Cardiomegaly, untuk 3 minor ada Tachycardia, Dyspnea, dan Edema. Dengan DD
yaitu Cor Pulmonale. Dikarenakan adanya Syok Kardiogenik pada pasien maka harus segera
ditatalaksana dengan terapi oksigen dan inotropik serta norepinefrin, setelah pasien stabil
dapat dirujuk ke dokter spesialis jantung dan pembuluh darah untuk dilakukan tatalaksana
dan pemeriksaan lanjutan.

46
DAFTAR PUSTAKA

Andrianto. (2019). Buku Ajar Kegawatdaruratan Kardiovaskular Berbasis Standar


Nasional Pendidikan Profesi Dokter (R. Y. Mohammad (ed.). Airlangga University Press

Balsam P, Ozierański K, Kapłon-Cieślicka A, Borodzicz S, Tymińska A, Peller M,


Marchel M, Crespo-Leiro MG, Maggioni AP, Drożdż J, Opolski G, Grabowski M.
Differences in clinical characteristics and 1-year outcomes of hospitalized patients with heart
failure in ESC-HF Pilot and ESC-HF-LT registries. Pol Arch Intern Med. 2019 Feb
28;129(2):106-116.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI Jilid 1 Gray, Huon H., Dawkinds, Keith D. .
Lecture Notes Kardiologi. Edisi 4,. Jakarta: Penerbit Erlangga.

BUKU AJAR Kegawatdaruratan Kardiovaskuler Berbasis Standar Nasional


pendidikan profesi 2019

Bt Hj Idrus, R., Sainik, N., Nordin, A., Saim, A. B., & Sulaiman, N. (2020).
Cardioprotective Effects of Honey and Its Constituent: An Evidence-Based Review of
Laboratory Studies and Clinical Trials. International journal of environmental research and
public health, 17(10), 3613. https://doi.org/10.3390/ijerph17103613

Cardiovascular, Respiratory, and Related Disorders. 3rd edition.


Prabhakaran D, Anand S, Gaziano TA, et al., editors.

Centers for Disease Control and Prevention (US); National Center for Chronic
Disease Prevention and Health Promotion (US); Office on Smoking and Health (US). How
Tobacco Smoke Causes Disease: The Biology and Behavioral Basis for Smoking-
Attributable Disease: A Report of the Surgeon General. Atlanta (GA): Centers for Disease
Control and Prevention (US); 2010. 6, Cardiovascular Diseases. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK53012/

Farmakologi dan Terapi. 5th ed. Jakarta; Balai. Penerbit FK UI.

Kumar, V., Abbas, A. K., & Aster, J. C. (2015). Robbins and Cotran pathologic basis
of disease (Ninth edition.). Philadelphia, PA: Elsevier/Saunders.

47
Laviolette L, Laveneziana P; ERS Research Seminar Faculty. Dyspnoea: a
multidimensional and multidisciplinary approach. Eur Respir J. 2014 Jun;43(6):1750-62. doi:
10.1183/09031936.00092613. Epub 2014 Feb 13. PMID: 24525437.

Mukerji V. Dyspnea, Orthopnea, and Paroxysmal Nocturnal Dyspnea. In: Walker HK,
Hall WD, Hurst JW, editors. Clinical Methods: The History, Physical, and Laboratory
Examinations. 3rd edition. Boston: Butterworths; Chapter 11.

Price, A. Sylvia, dan Wilson, Lorraine M., 2006, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit Edisi 6 Volume 1, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.Pinckard, K.,

48
Baskin, K. K., & Stanford, K. I. (2019). Effects of Exercise to Improve Cardiovascular
Health. Frontiers in cardiovascular medicine, 6, 69. https://doi.org/10.3389/fcvm.2019.00069

Sahasrabudhe TR. Psychogenic dyspnea. Med J DY Patil Univ 2013;6:14-8

Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S, editors. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;
2007.wsu8-ji

Smoller JW, Pollack MH, Otto MW, Rosenbaum JF, Kradin RL. Panic anxiety,
dyspnea, and respiratory disease. Theoretical and clinical considerations. Am J Respir Crit
Care Med. 1996 Jul;154(1):6-17. doi: 10.1164/ajrccm.154.1.8680700. PMID: 8680700.

Smoller JW, Pollack MH, Otto MW, Rosenbaum JF, Kradin RL. Panic anxiety,
dyspnea, and respiratory disease. Theoretical and clinical considerations. Am J Respir Crit
Care Med. 1996 Jul;154(1):6-17. doi: 10.1164/ajrccm.154.1.8680700. PMID: 8680700.

Van Cleemput J, Sonaglioni A, Wuyts WA, Bengus M, Stauffer JL, Harari S.


Idiopathic Pulmonary Fibrosis for Cardiologists: Differential Diagnosis, Cardiovascular
Comorbidities, and Patient Management. Adv Ther. 2019 Feb;36(2):298-317.
Weitzenblum E. CHRONIC COR PULMONALE. Heart 2003;89:225-230.

Watson, R. D., Gibbs, C. R., & Lip, G. Y. (2000). ABC of heart failure. Clinical
features and complications. BMJ (Clinical research ed.), 320(7229), 236–239.
https://doi.org/10.1136/bmj.320.7229.236

Weitzenblum E. Chronic cor pulmonale. Heart. 2003;89(2):225-230.


doi:10.1136/heart.89.2.225

https://www.nhlbi.nih.gov/health-topics/heart-failure

49

Anda mungkin juga menyukai