TUGAS 1 (Desy Indarwati - 200020006)
TUGAS 1 (Desy Indarwati - 200020006)
1. Deskripsikan tentang konsep kurikulum menurut pendapat saudara mandiri, sesuai asumsi
dan pengamatan saudara dalam pengeterapan di era insdustri 4.0.
2. Identifikasikan tentang pengembangan kurikulum, menurut saudara tentang apa yang harus
dilakukan dalam pengembangannya (pendapat dari saudara pribadi)
Era revolusi industri ini juga dikenal dengan istilah Revolusi digital dan era disrupsi.
Istilah disrupsi dalam bahasa indonesia adalah tercabut dari akarnya. Menurut (Kasali, 2018)
Disrupsi diartikan juga sebagai inovasi. Seperti dijelaskan dalam (RISTEKDIKTI, 2018) Ciri-
ciri Era Disrupsi dapat dijelaskan melalui (VUCA) yaitu Perubahan yang masif, cepat, dengan
pola yang sulit ditebak (Volatility), Perubahan yang cepat menyebabkan kitdak pastian
(Uncertainty), Terjadinya kompleksitas hubungan antar faktor penyebab perubahan
(Complexity), Kekurangjelasan arah perubahan yang menyebabkan ambiguitas (Ambiguity).
Pada Era ini teknologi informasi telah menjadi basis atau dasar dalam kehidupan manusia
termasuk dalam bidang bidang pendidikan di Indonesia.
Di era disrupsi seperti saat ini, dunia pendidikan dituntut mampu membekali para
peserta didik dengan ketrampilan abad 21 (21st Century Skills). Ketrampilan ini adalah
ketrampilan peserta didik yang mampu untuk bisa berfikir kritis dan memecahkan masalah,
kreatif dan inovatif serta ketrampilan komunikasi dan kolaborasi. Selain itu ketrampilan
mencari, mengelola dan menyampaikan informasi serta trampil menggunakan informasi dan
teknologi. Beberapa kemampuan yang harus dimiliki di abad 21 ini meliputi : Leadership,
Digital Literacy, Communication, Emotional Intelligence, Entrepreneurship,Global
Citizenship , Problem Solving, Team-working. Tiga Isu Pendidikan di indonesia saat ini
Pendidikan karakter, pendidikan vokasi, inovasi (Wibawa, 2018).
Untuk mencapai ketrampilan abad 21, trend pembelajaran dan best practices juga harus
disesuikan, salah satunya adalah melalui pembelajaran terpadu atau secara blended learning.
Blended learning adalah cara mengintegrasikan penggunaan teknologi dalam pembelajaran
yang memungkinkan pembelajaran yang sesuai bagi masing-masing siswa dalam kelas.
"Blended learning memungkinkan terjadinya refleksi terhadap pembelajaran”(Wibawa, 2018).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep kurikulum yang diterapkan di
Indonesia yaitu Kurikulum 2013 edisi Revisi sudah mengakomodir kebutuhan pengetahuan
maupun skill yang diperlukan peserta didik dalam mengahadapi era revolusi industri 4.0.
Ketidakberhasilan implementasi kurikulum tersebut dilapangan semata-mata dikarenakan
kurang menguasainya guru tentang apa yang harus dilakukan dalam proses belajar-mengajar.
Ujung tombak pelaksanaan pendidikan ada ditangan guru, meskipun guru bukan sebagai centre
of learning tetapi guru berperan sebagai fasilitator pembelajaran untuk peserta didik. Untuk
menjadi seorang “good fasilitator” bukanlah hal mudah. Guru juga dituntut untuk selalu
upgrade kemampuan dan skillnya dan beradaptasi dengan perubahan yang sangat cepat.
Dalam konteks revolusi industri 4.0 yang sedang terjadi di Indonesia, struktur
kurikulum 2013 edisi revisi mungkin bisa dinilai masih relevan. Akan tetapi dunia saat ini
sudah menghadapi era society 5.0 . Pertanyaannya apakah kurikulum kita masih relevan?
Apakah stakeholder yang terlibat dalam proses pendidikan kita siap?
Pada era society 5.0 menekakankan pada penguasaan kemampuan berpikir tingkat
tinggi (Higher Order Thinking Skill /HOTS) setiap individu guna beradaptasi denganmasa
depan. Berpikir ala HOTS bukanlah berpikir biasa-biasa saja, tapi berpikir secara kompleks,
kritis, logis, analitis, berjenjang, dan sistematis. Dengan begitu peserta didik akan mampu
merunut permasalahan-prmasalahan kompleks yang dihadapi di era society 5.0, kemudian
menganalisisnya secara logis dan kritis hingga menemukan benang merah dari permasalahan.
Aspek lainnya yang harus diperhatikan bahwa seluruh pembelajaran diaplikasikan dengan
berlandaskan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) sebagai ciri khas kurikulum 2013 pada
diri peserta didik, diantara karakter tersebut antara lain: religius, nasionalis, mandiri, gotong
royong, dan integritas. Karakter ini akan menjadi filter bagi output lembaga pendidikan ketika
terjun dalam era kehidupan super–smart society. Pembelajaran akan mengintegrasikan
kemampuan dan keterampilan tersebut sehingga dalam kehidupan bermasyarakat mereka
mampu memecahkan permasalahan dan menemukan solusi yang tepat, dan mendatangkan
kesejahteraan bagi semuanya (Utami, 2019).
Perubahan kurikulum pendidikan di Indonesia telah terjadi beberapa kali jika dilihat
dari sejarahnya. Stereotip yang berkembang di masyarakat seolah perubahan kurikulum adalah
keputusan politis sehingga muncul kalimat “ganti menteri ganti kurikulum”. Sementara,
kurikulum tidak terlepas dari kata pendidikan dalam ruang lingkup sekolah terhadap perubahan
tingkah laku anak didik setelah memperoleh pendidikan di sekolah. Semakin besar perubahan
tingkah laku anak didik, yang mengarah ke arah negatif, maka semakin besar pula peran
kurikulum dalam pendidikan. Bahkan, perubahan kurikulum selalu disalah artikan dan menjadi
kambing hitam terhadap perubahan tingkah laku anak didik. Oleh karena itu, hampir setiap
pergantian menteri, maka kurikulum ikut juga mengalami perubahan. Disatu sisi, kita
memandangnya permainan sebuah politik, tetapi disisi lain, kurikulum harus berubah untuk
meningkatkan mutu pendidikan (Aslan&Wahyudin, 2020).
Dalam bukunya, Aslan dan Wahyudin (2020) menjelaskan tentang delapan indikator
dari perubahan kurikulum yang ada di Indonesia yaitu: (1) perkembangan teknologi semakin
pesat, (2) perubahan kurikulum tidak selalu sesuai dengan situasi lingkungan peserta didik, (3)
perubahan bahan ajar, media dan perangkat pembelajaran mengikuti perubahan kurikulum, (4)
kurikulum berpatokan pada standar global atau regional, berwawasan nasional dan
dilaksanakan secara lokal, (5) kurikulum memiliki kesinambungan antara jenjang pendidikan
yang satu dengan jenjang pendidikan selanjutnya, (6) pengembangan kurikulum pada dasarnya
bukan menjadi otoritas sepenuhnya dari pemerintah pusat, tetapi mensosialisasikan dengan
pemerintah daerah, (7) kurikulum harus mengalami perbedaan antara dasar, menengah dan
atas, (8) kurikulum harus juga memperhatikan pendidikan yang terjadi di keluarga dan
masyarakat.
Perubahan kurikulum pada dasarnya memerlukan perencanaan yang matang,
penyusunan dan persiapan dari kelengkapan kurikulum. Apalagi, kurikulum merupakan
dokumen negara yang mempertaruhkan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Oleh karena itu,
peran guru sangat penting terhadap implementasi kurikulum di sekolah. Tanpa guru, tidak akan
mungkin kurikulum berjalan dengan sebaik mungkin dan menghasilkan jiwa-jiwa pendidik
untuk menyonsong masa depan. Namun, kenyataannya masih terdapat permasalahan bagi
tenaga pendidik yang sampai saat ini belum ditemukan pemecahannya, yang mana proses
pembelajaran masih lemah yang dikembangkan oleh guru. Proses pembelajaran yang
dilakukan di dalam kelas, hanya menurut selera guru tanpa memperhatikan selera siswa.
Dilansir dari kumparan .com, dari artikel yang ditulis oleh Syarif Yunus (Dosen
Unindra ) mengatakan bahwa “Mutu pendidikan itu akan tetap jadi omong kosong apabila
guru masih mengajar dengan cara-cara lama. Menafsirkan kurikulum hanya untuk
“membunuh” kreativitas siswa. Hanya berbasis kunci jawaban, tanpa bisa menuntun siswa tahu
pelajaran yang digemarinya. Atau siswa bisa mengenal potensi dirinya. Kurikulum memang
penting. Tapi guru jauh lebih penting. Agar pendidikan bisa mencapai esensinya bukan sebatas
seremoni. Bahkan menteri sehebat apa pun tidak terlalu penting untuk mutu pendidikan.
Karena faktanya, memang sudah terlalu banyak diskusi dan seminar tentang teori-teori untuk
memajukan pendidikan. Tapi sayangnya, kita terlalu sedikit bertindak untuk membenahi
kompetensi dan mentalitas guru”.
Jadi hemat saya sebelum melakukan pengembangan/perubahan kurikulum alangkah
baiknya jika dilakukan evaluasi terlebih dahulu mengenai kurikulum yang ada, kelemahan dan
kelebihannya baik dari tataran teori maupun praktis. Selain itu stake holder yang terlibat harus
melakukan “need analysis” dari sudut pandang guru, peserta didik, lingkungan, kebutuhan
industri serta tantangan zaman 5-10 tahun ke depan sehingga perubahan kurikulum tidak hanya
berbasis sekarang tetapi bagaimana yang akan datang. Orang-orang yang terlibat dalam proses
pengembangan kurikulum hendaknya para pakar pendidikan khususnya ahli pengembang
kurikulum, praktisi pendidikan dan pelaku industri. Setelah itu dilakukan uji publik agar hasil
pengembangan kurikulum benar-benar sesuai dengan kebutuhan lapangan.
REFERENCES
Aslan & Wahyudin. (2020). Kurikulum dalam Tantangan Perubahan. Medan: Bookies
Indonesia.
Fernandes, Reno. (2019). Relevansi Kurikulum 2013 dengan Kebutuhan Peserta Didik di Era
Revolusi 4.0. Jurnal Socius: Journal of Sociology Research and Education Vol. 6,
No.2.
Kasali, R. (2018). Disruption (9th ed.). Jakarta: Gramedia.
Kemendikbud RI. (2014). Permendikbud Nomor 160 Tahun 2014 Tentang Pemberlakuan
Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2014. Jakarta: Kemendikbud RI.
Rahmawati, Aisyah Nur. (2018). Identifikasi Masalah yang Dihadapi Guru dalam Penerapan
Kurikulum 2013 Revisi di SD. Indonesian Journal of Primary Education. Vol. 2, No.1
;114-123.
RISTEKDIKTI. (2018). Pengembangan Iptek dan Pendidikan Tinggi di Era Revolusi Industri
4.0. Retrieved from https://www.ristekdikti.go.id/siaran-pers/pengembangan-iptek-
danpendidikan-tinggi-di-era-revolusi-industri-4-0/
Yunus, Syarif. (2020). Potret Pendidikan Indonesia, Siapa yang Harus Berbenah? Retrieved
from https://kumparan.com/syarif-yunus/potret-pendidikan-indonesia-siapa-yang-
harus-berbenah-1tKr0bDEZwG/full