Anda di halaman 1dari 9

JIPI (Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA), Vol. 03, No.

01, hlm 1-9, 2019 pISSN: 2614-0500


http://jurnal.unsyiah.ac.id/jipi eISSN: 2620-553X
https://doi.org/10.24815/jipi.v31.13294

Pemahaman Nature of Science (NoS) Di Era Digital: Perspektif Dari


Mahasiswa PGSD

Tursinawati1*, Ari Widodo2


1
Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Indonesia
2
Prodi Pendidikan Biologi FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, Indonesia

*Corresponding Author: tursinawati@unsyiah.ac.id

Abstrak. Hakikat IPA merupakan cara berpikir seseorang dalam memahami konsep-konsep ilmiah
melalui metode ilmiah dengan berbagai tahapan dan metodologi yang sistematis sehingga dapat
menghasilkan temuan atau ilmu pengetahuan, oleh sebab itu pentingnya pemahaman NOS dalam
pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perspektif mahasiswa Pendidikan Guru
Sekolah Dasar (PGSD) tentang pemahaman hakikat IPA atau nature of science (NoS) di era digital. Jenis
penelitian yang dilakukan adalah deskriptif dengan metode survei. Sampel dari penelitian ini 61
orang m a h a s i s w a P G S D yang berasal dari 27 responden Universitas Kuningan dan 34
responden Universitas Syiah Kuala. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik acak. Instumen
yang digunakan dalam penelitian berupa angket yang berisi 28 item pernyataan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa secara umum rata-rata tanggapan mahasiswa PGSD terhadap NoS di era digital
memberikan tanggapan yang baik, hal ini ditunjukkan dengan memperoleh 68% berada pada
kategori baik. Agar mahasiswa PGSD memiliki pemahaman NoS di era digital yang lebih baik maka
hendaknya pendalaman konsep tentang hakikat IPA era digital menjadi prioritas dalam
pembelajaran IPA di Perguruan Tinggi.
Kata kunci: Nature of science (NoS), era digital

Abstract. Nature of science is the way to perceive scientific methods through various systematic
stages and methodologies to produce a new knowledge or finding. NoS, therefore is pivotal in
learning. This study aims to figure out the PGSD students’ perspectives in understanding the NoS in
digital era. The study is a descriptive quantitative using a survey as the data collection. The
participants were 61 PGSD students; 27 were from Universitas Kuningan, and the other 34 were
from Universitas Syiah Kuala. The sampling technique used was random technique. The
questionnaire used consisted of 28 items. The results of the study show that, in general, the PGSD
students gave a positive feedback on the NoS with 68% of the total participants were categorised as
good. In order for the PGSD students to have a better understanding of NoS in the digital era, it is
important to make the teaching and learning of NoS to the PGSD students in the University a priority.
Keywords: Nature of science (NoS), era digital

PENDAHULUAN

Pengajaran tentang sifat sains atau natural of science (NoS) dianggap sebagai tujuan penting dari
pendidikan sains di berbagai Negara (Kampourakis 2016). Perjalanan sejarah menunjukkan bahwa
para ilmuan peduli terhadap pengajaran IPA yang memusatkan perhatiannya tentang NoS,
sebagaimana Olson (2018) menyampaikan bahwa memahami NoS telah lama menjadi hasil yang
diinginkan dari pendidikan sains, meskipun ada ketidaksepakatan yang sedang berlangsung tentang
isi, struktur, dan fokus tujuan. Setidaknya lebih dari 50 konsep NoS yang berbeda terdokumentasi,
hal ini menunjukkan bahwa dokumen NoS ini mencerminkan beberapa kesepakatan tentang apa
yang harus dipelajari siswa tentang NoS.
Perhatian para ilmuan terhadap NoS terus berkembang setiap waktu, hal ini disebabkan
karena hakikat IPA merupakan proses bagaimana seseorang memperoleh ilmu pengetahuan
sehingga dapat memahami konsep-konsep ilmiah dengan benar melalui berbagai tahapan yang
sistematis sehingga menghasilkan temuan yang diinginkan. Pertanyaan dalam NoS adalah hal yang
mendasar dalam memperoleh ilmu pengetahuan, bagaimana cara memperoleh ilmu pengetahuan?,
apakah hasil ilmu pengetahuan tersebut?, dan bagaimanakah pengaruh hasil pengetahuan tersebut
dalam konteks sosial dan budaya?. NoS dapat dimaknai sebagai hakikat Ilmu Pengetahuan Alam
yaitu merujuk kepada karakteristik ilmu pengetahuan itu sendiri. Hakikat IPA mempelajari tentang
ilmu pengetahuan alam melalui metode ilmiah dengan menanamkan nilai-nilai etos saintis. Secara
umum Mercado, Macayana, & Urbiztondo (2015) menjelaskan bahwa NoS mengacu pada kuncinya
prinsip dan ide yang memberikan deskripsi sains yang valid sebagai cara untuk mengetahui serta
karakteristik pengembangan pengetahuan ilmiah. Lederman (2004) menyatakan bahwa NoS
merupakan epistemologi dari sains, sains sebagai cara untuk memperoleh pengetahuan, atau nilai-
nilai dan keyakinan- keyakinan yang melekat pada pengetahuan ilmiah atau pada pengembangan

1
Tursinawati dan Ari Widodo/ Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA, Vol. 3 No. 1

ilmu pengetahuan. Selanjutnya Nuryani, dkk (2003) menyatakan sains mengandung empat hal,
yaitu: konten atau produk, proses atau metode, sikap dan teknologi.
Joseph Schwab, ahli biologi Chicago, filsuf pendidikan dan seorang Studi Kurikulum Ilmu
Hayati merupakan salah satu ilmuan yang sangat menekankan bahwa pentingnya guru memahami
struktur konseptual sains (Matthews, dalam Curren, 2003). Ia menjelaskan bahwa penyelidikan
berawal dari struktur konseptual sehingga kita mampu memformulasikan pertanyaan yang benar.
Melalui pertanyaan tersebut maka kita tahu data apa yang dicari dan eksperimen apa yang harus
dilakukan untuk mendapatkan data tersebut. Berdasarkan data tersebut maka kita dapat
menginterpretasikan konsep struktur tersebut dalam bentuk pengetahuan sehingga pengetahuan itu
sendiri diformulasikan dalam istilah yang disediakan oleh konsepsi yang sama. Namun temuan Olson
(2018) menunjukkan bahwa ide NoS jarang menjadi harapan siswa dalam pembelajaran, ide NoS
hanya terdapat dalam bahan ajar tambahan, kurikulum yang diterbitkan kurangnya memunculkan
ide NoS secara konsisten, dan hampir semua dokumen yang dianalisis tentang standar NoS tidak
memberikan dukungan konseptual atau pedagogis yang memadai agar NoS ditafsirkan secara akurat
atau diterjemahkan ke dalam makna pengalaman bagi siswa. Jumanto & Widodo (2018) juga
menemukan bahwa sebahagian guru masih merasa asing dengan istilah NoS. Faktor lain adalah
karena keengganan guru untuk memasukkan aspek NoS dalam pengajaran mereka. Adi &Widodo
(2018) menyampaikan bahwa di Thailand, guru sains mengajar NoS secara implisit, di mana mereka
tidak berencana untuk mengajar NoS, untuk membuat siswa sadar akan NoS, dan untuk memperoleh
ide-ide siswa tentang NoS.
Walaupun berbagai problematika temuan-temuan tentan NoS masih dirasakan, namun para
ilmuan IPA terus memberi perhatian khusus tentang NoS. Adapun aspek NoS menurut beberapa
para illmuan (Hacieminoglu 2014); Moutinho, Torres, Fernandes, & Vasconcelos, 2015; McComas &
Nouri, 2016; Mercado, Macayana, & Urbiztondo, 2015; Izrik, 2016; Kampourakis, 2016; Matthews,
2017; Olson, 2018) secara umum menjabarkan aspek-aspek NoS yaitu (1) Subjektif, pengetahuan
dipengaruhi oleh subjektivitas pribadi yang meliputi nilai,kepercayaan, agenda diri dan pengalaman;
(2) Kreativitas, pengetahuan ilmiah tercipta dari imajinasi, kreativitas, dan penalaran logis manusia
yang terus berkembang dan didasarkan pada perencanaan, pengamatan dan kesimpulan; (3)
Tentatif, pengetahuan ilmiah memiliki keterbatasan, bersifat tahan lama tetapi dapat berubah
dengan adanya bukti atau ide yang baru yang lebih kuat; (4) Kedekatan dengan social dan budaya,
pengetahuan ilmiah dipengaruhi dan dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat
(social,ekonomi,etis, budaya dan teknologi); (5) Terdapat perbedaan antara hukum dan teori ilmiah,
pengetahuan ilmiah terdiri dari teori yaitu penjelasan yang telah dibuktikan dan hukum adalah
deskripsi antara hubungan; (6) Empiris, pengetahuan ilmiah berbasis empiris yang di dalamnya
melibatkan penyelidikan, bukti observasi, pengukuran; (7) Tidak ada tahapan ilmiah yang universal,
dalam ilmu pengetahuan ilmuwan menggunakan berbagai metode dan alat dalam merumuskan
hipotesis, teori, dan model;(8) Kerjasama dan kolaborasi, sertifikasi, and disseminasi; pengetahuan
ilmiah dikembangkan dari proses kerjasama, kolaborasi dan aktivitas professional antara
multidisiplin ilmu, budaya dan bangsa; (9) Etos ilmiah, pengetahuan ilmiah dibangun atas dasar etos
kerja ilmuwan yang memiliki kejujuran intelektual, sikap saling menghargai terhadap subjek
penelitian dan lingkungan, kebebasan dan keterbukaan; (10) Pengetahuan ilmiah membantu kita
dalam memecahkan masalah; (11) Pengetahuan mungkin mempunyai konsekuensi yang tidak
diinginkan.
Seiring perkembangan waktu, pengembangan NoS semakin beragam, ini juga dipengaruhi
oleh berkembangnya Revolusi Industri 4.0 pada abad 21. Pada zaman ini, pengembangan ilmu
pengetahuan sangatlah pesat yang didukung oleh perkembangan teknologi digital sehingga
menuntut manusia mampu bersaing di dunia era industri yang ditandai dengan cyber physical system
(CPS). Sebagaimana dalam pernyataaan yang disampaikan bahwa “Currently we are at the
beginning of the fourth industrial revolution which is characterized by the so-called CPS (Karabegović
2017). Segala aktivitas dikendalikan oleh jaringan teknologi informasi. Demikian juga proses kajian
ilmiah, perolehan ilmu pengetahuan, bahkan hasil temuan baru harus memanfaatkan teknologi
digital. Oleh sebab itu, keterampilan digital merupakan syarat yang harus dimiliki para ilmuan dan
masyarakat di abad 21. A.W.Toni (2015) dalam Conferensi Board of Canada pada tahun 2014
menyampaikan bahwa keterampilan yang diperlukan dalam pengetahuan masyarakat digital adalah
keterampilan komunikasi (communications skills), keterampilan untuk belajar secara mandiri (the
ability to learn independently), etika dan tanggung jawab (ethics and responsibility), kerja tim dan
fleksibelitas (teamwork and flexibility), keterampilan berpikir (thinking skills; critical thinking,
problem-solving, creativity, originality, strategizing), dan keterampilan digital (digital skills).
UNESCO (2017) menjelaskan bahwa dalam masyarakat digital dan ekonomi digital maka
keterampilan digital merupakan hal yang sangat berpengaruh signifikan. Ketampilan digital dapat
digambarkan dalam tiga bidang luas yaitu keterampilan digital fungsional dasar (basic fungsional
digital skills), Keterampilan digital generik (generic digital skills), dan keterampilan tingkat tinggi
(Higher level skills). Selanjutnya UNESCO (2018) lebih rinci menguraikan menjadi kompetensi-
kompetensi untuk kerangka literasi digital secara global adalah: 1) perangkat dan operasi perangkat

2
Tursinawati dan Ari Widodo/ Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA, Vol. 3 No. 1

lunak (devices and software operations), 2) literasi informasi dan literasi data (Information literacy
and data literacy), 3) literasi informasi dan literasi data (Communication and collaboration), 4)
penciptaan konten digital (digital content creation), 5) keamanan data (digital safety), 6) hak digital
(digital right) 7) hak digital (problem solving), 8) Kompetensi terkait karir (Career-related
competences).
Pengklasifikasian kompetensi digital yang dijabarkan di atas dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Keterampilan digital fungsional dasar (basic fungsional digital skills)
Keterampilan pada level ini merupakan level (0) yaitu Perangkat dan operasi perangkat lunak
(devices and software operations). Seseorang yang berada pada level ini terampil dalam
mengakses dan mulai menggunakan teknologi digital sehingga terampil dalam mengoperasikan
perangkat untuk terhubung ke internet, untuk mengatur account dan profil, dan untuk
mengakses informasi dan sumber daya yang memerlukan psychomotor skills, gestural skills, dan
numeracy and literacy skills.
b. Keterampilan digital generik (generic digital skills)
Keterampilan digital generik merupakan keterampilan menggunakan teknologi digital dengan
cara yang berarti dan bermanfaat. Keterampilan yang membetuk dasar keterampilan digital dan
kemahiran digital, atau melek digital. pada level ini adanya kesadaran, kreatif, pemahaman
kritis, keterampilan dalam kelancaran teknis dalam menggunakan perangkat lunak dalam
mengakses informasi, kontribusi aktif untuk masyarakat digital, sehingga dapat membantu
indivudi memahami, mengontekstualisasikan dan kritis mengevaluasi apa teknologi lakukan.
Adapun keterampilan digital generik meliputi 1) literasi informasi dan literasi data (information
literacy and data literacy), 2) komunikasi dan kolaborasi (communication and collaboration), 3)
penciptaan konten digital (digital content creation), 4) keamanan data (digital safety), 5) hak
digital (digital right).
c. Keterampilan tingkat tinggi (Higher level skills)
Pada level ini pengguna digital dituntut mampu menggunakan teknologi digital dalam
memberdayakan dan cara-cara transformatif termasuk keterampilan canggih yang membentuk
dasar dari pekerjaan ICT spesialis dan profesi. Keterampilan tingkat tinggi meliputi 6) pemecahan
masalah (problem solving) dan 7) kompetensi terkait karir (career-related competences).
Mengajar NoS sangat lah penting di era saat ini, karena mengingat perkembangan pedagogi
baru-baru ini, misalnya lebih banyak guru mengadopsi metodologi konstruktivis dan teknologi
komputasi yang memungkinkan kesamaan yang dapat mengaburkan batas antara model dan
kenyataan. Akibatnya, mengidentifikasi sarana yang efektif untuk mengajarkan sifat ilmu
pengetahuan (NoS) telah menjadi fokus utama untuk pendidikan sains dalam beberapa tahun
terakhir. Jika guru sains ingin menyajikan instruksi NoS yang efektif maka mereka harus memiliki
pemahaman tentang NoS sendiri dan pengetahuan konten pedagogis tentang instruksi NoS yang
efektif (Mercado, Macayana, dan Urbiztondo 2015). Dengan demikian kita dapat menglihat adanya
keterkaitan antara kompetensi digital dengan aspek-aspek NoS. Adapun keterkaitan NoS di era
digital dapat dideskripsikan pada Tabel 1.

3
Tursinawati dan Ari Widodo/ Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA, Vol. 3 No. 1

Tabel. 1. Keterkaitan Hakikat IPA dengan Keterampilan Digital


Keterampilan digital
Basic
Fungsional Generik Digital Skills Higher level
Hakikat Digital skills
N IPA Skills
o (NoS) Devices dan Inform Commun Digital Digital Digital Problem Kompe
operasi ation ication content Safety right solving tensi
perangkat literacy and creation terkait
lunak and collabora Karir
data tion
literacy

1. Subjektif
2. Kreativitas √ √
3. Tentatif √ √
4. Kedekatan √
dengan
social dan
budaya
5. Terdapat √
perbedaan
antara
hukum dan
teori ilmiah
6. Empiris √
7. Tidak ada √
tahapan
ilmiah yang
universal
8. Kerjasama √ √ √
dan
kolaborasi,
sertifikasi,
and
disseminasi
9. Etos ilmiah √ √ √

Berdasarkan Tabel 1 dapat dideskripsikan aspek-aspek NoS di era digital meliputi (1) Kreatif,
pengetahuan ilmiah tercipta dari proses kreatifitas dengan menggunakan teknologi digital, (2)
Tentatif, pengetahuan ilmiah dapat berubah dengan adanya bukti-bukti baru dari data digital, (3)
Kedekatan dengan social dan budaya, pengetahuan ilmiah dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan
budaya masyarakat digital, (4) Terdapat perbedaan antara hukum dan teori ilmiah, perbedaan teori
dan hukum dalam pengetahuan ilmiah dapat dibuktikan dengan teknologi digital, (5) Empiris, bukti
empiris banyak menggunakan bukti digital, (6) Adanya metode dan aturan metodologis, metode
ilmiah dilakukan melalui proses menganalisis, mengevaluasi, menginterpretasi, informasi dan konten
digital, (7) Pengetahuan ilmiah membantu kita dalam memecahkan masalah, informasi dan konten
digital dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan dan dapat menjawab masalah (8) Kerjasama
dan kolaborasi, sertifikasi, dan disseminasi, (9) Etos ilmiah (Scientific ethos), Ilmuwan dalam
mengembangkan pengetahuan ilmiah dengan menggunakan teknologi digital harus berdasarkan
norma-norma dan etos ilmiah.
Hakikat IPA di era digital menjadi hal yang sangat penting untuk dipahami oleh para guru,
mahasiswa, dan siswa. Oleh sebab itu penulis ingin mengetahui sejauh mana tanggapan para
mahasiswa PGSD terhadap pemahaman hakikat IPA di era digital secara umum, pada setiap aspek
hakikat IPA di era digital, pada masing-masing Perguruan Tinggi, berdasarkan jenjang semester, dan
berdasarkan perbedaan gender.

METODE

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif. Penelitian berlangsung di PGSD


FKIP Unsyiah dan Universitas Kuningan Semester Ganjil 2018/2019. Populasi dari penelitian ini
adalah mahasiswa PGSD Universitas Syiah Kuala dan Universitas Kuningan. Sampel dari penelitian ini
61 orang m a h a s i s w a P G S D yang berasal dari 27 responden Universitas Kuningan dan 34

4
Tursinawati dan Ari Widodo/ Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA, Vol. 3 No. 1

responden Universitas Syiah Kuala. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik acak. Penelitian
ini dilakukan dengan memberikan instrumen hakikat IPA berupa angket tertutup (angket
berstruktur) dengan skala Likert (5,4,3,2,1). Instumen yang digunakan dalam penelitian berisi 28
item pernyataan.
Pengembangan instrumen dalam penelitian ini dilakukan oleh peneliti melalui proses kajian
secara teoritik tentang substansi yang akan diukur. Selanjutnya menentukan defenisi konseptual dan
definisi operasional yang dijabarkan menjadi indikator dan butir-butir pernyataan dalam kisi-kisi
aspek hakikat IPA (NOS) di era digital. Setelah menyusun kisi-kisi angket maka peneliti melakukan
uji validitas dan reliabelitas terhadap butiran-butiran pernyataan angket tersebut. Pernyatan angket
aspek hakikat IPA di era digital yang valid dan reliabel digunakan sebagai instrumen penelitian ini.
Uji validitas instrumen (angket) dalam penelitian ini menggunakan pengujian validitas
konstruk dengan mengacu validitas empiris. Validitas empiris (butir) dihitung dengan korelasi
product moment angka kasar dengan kriteria 0,3 (Suharsimi Arikunto, 2006). Berdasarkan hasil out
put pengujian validitas menggunakan program product moment SPSS. Statistic 22 menunjukkan
pada setiap item soal r-hitung (index Corellation) > 0.3, hal ini menunjukkan bahwa setiap item
pernyataan valid.
Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan formula alfa Cronbach dengan kriteria 0,6.
Teknik analisis data menggunakan statistic deskriptif, yaitu dengan menyajikan data dalam bentuk
tabel, persentase (Sugiyono, 2009). Penyajian data selanjutnya dideskripsikan dalam sebuah
kesimpulan berdasarkan kriteria informasi yang diperoleh. Data dianalisis dengan menggunakan
MSExcel For Windows dan SPSS 22 For Windows. Adapaun kisi-kisi hakikat IPA (NoS) di era digital
dapat diamati pada Tabel 2.

Tabel. 2. Kisi-kisi hakikat IPA (NoS) di era digital


No Aspek Hakikat IPA Nomor
Pernyataan
1. Kreativitas 1, 2, 3
2. Tentative 4, 5, 6, 7
3. Kedekatan dengan social dan budaya 8, 9, 10
4. Terdapat perbedaan antara hukum dan teori ilmiah 11, 12, 13, 14
5. Empiris 15, 16, 17
6. Adanya metode dan Aturan metodologis 18, 19, 20
7. Sains tidak dapat menjawab semua pertanyaan 21, 22
8. Kerjasama dan kolaborasi, sertifikasi, disseminasi 23, 24,25,
9. Etos ilmiah 26, 27, 28

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tanggapan Mahasiswa PGSD terhadap Pemahaman NoS di Era Digital


Aspek pernyataan hakikat IPA (NOS) di era digital yang dianalisis berdasarkan kisi-kisi yang
telah disusun. Adapun tanggapan mahasiswa PGSD terhadap pemahaman hakikat IPA di era digital
secara umum dapat diamati pada Gambar 1.

Tanggapan Mahasiswa PGSD terhadap pemahaman pada


setiap aspek hakikat IPAdi Era Digital (%)

total 68
Etos 77
Aspek NOS Era Digital

Komunikasi dan kolaborasi 70


Pertanyaan/Masalah 50
Metode ilmiah 71
Empiris 63
Teori dan hukum 62
Sosial 76
tentatif 65
Kreatif 79
0 20 40 60 80 100

Gambar 1. Distribusi Skor Rata-rata Persentase Tanggapan Mahasiswa PGSD terhadap


pemahaman NoS di Era Digital

5
Tursinawati dan Ari Widodo/ Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA, Vol. 3 No. 1

Berdasarkan Gambar.1. maka dapat diperoleh informasi bahwa tanggapan mahasiswa PGSD
terhadap pemahaman hakikat IPA (NoS) secara umum memperoleh 68% berada pada kategori baik.
aspek NoS di era digital pada indikator kreatif menunjukkan paling tinggi yaitu 79% (baik),
sedangkan yang paling rendah adalah pada indikator pertanyaan/masalah yaitu 50% (buruk). Secara
terperinci tanggapan mahasiswa PGSD terhadap pemahaman pada setiap aspek NoS di era digital
berada pada kategori yang berbeda-beda yaitu (1) berada pada kategori baik adalah aspek kreatif,
sosial, metode ilmiah, komunikasi dan kolaborasi, dan etos. (2) berada pada kategori cukup adalah
tentatif, teori dan hukum, dan empiris, (3) berada pada kategori buruk adalah pada aspek
pertanyaan/masalah.
Tanggapan responden terhadap pemahaman NoS di era digital pada indikator kreatif
menunjukkan respon positif yaitu mereka setuju bahwa pengatuhan ilmiah tercipta dari proses
kreatifitas dengan menggunakan teknologi digital. Artinya bahwa responden setuju dengan
penggunaan teknologi digital secara kreatif dapat menciptakan pengetahuan yang baru. Demikian
juga dengan kemampuan imajinasi para ilmuwan dibutuhkan untuk memperoleh pengetahuan ilmiah
dan kreatifitas ilmuwan dalam dunia digital membutuhkan daya nalar. Teknologi digital merupakan
media yang sangat berguna dalam memfasilitasi para ilmuan dalam menemukan ide-ide baru,
berimajinasi, dan daya nalar, dan menciptakan informasi baru sehingga mereka dapat
mengembangkan kreatifitas mereka melalui konten digital. Sebagaimana yang disampaikan
Zubaidah (2016) dalam US-based Partnership for 21st Century Skills (P21), mengidentifikasi
kompetensi yang diperlukan di abad ke-21 yaitu “The 4Cs”- communication, collaboration, critical
thinking, dan creativity. Kompetensi-kompetensi tersebut penting diajarkan pada siswa dalam
konteks bidang studi inti dan tema abad ke-21. Pada abad ini sesorang harus memiliki kemampuan
literasi ICT mencakup kemampuan mengakses, mengatur, mengintegrasi, mengevaluasi, dan
menciptakan informasi melalui penggunaan teknologi komunikasi digital dalam mempertimbangkan
informasi, media, dan teknologi di lingkungan sekitar. Hal ini sejalan dengan Afandi & Sajidan (2017)
menyatakan bahwa kemampuan berpikir kreatif adalah cara baru yang non konvensional untuk
menemukan dan menggali ide baru yang berguna.
Adapun tanggapan tentang pemahaman aspek NoS di era digital pada indikator pengetahuan
ilmiah membantu kita dalam memecahkan masalah masih berada kategori buruk. Artinya bahwa
responden pada umumnya tidak setuju informasi dan konten digital tidak dapat digunakan untuk
menjawab semua pertanyaan dan menjawab semua masalah. Mereka beranggapan bahwa informasi
dan konten digital dapat digunakan untuk menjawab semua pertanyaan dan dapat menjawab semua
masalah. Merujuk kepada makna sebenarnya bahwa pengetahuan ilmiah dapat membantu kita
dalam memecahkan masalah, namun tidak semua masalah dapat diselesaikan oleh ilmu
pengetahuan. Demikian juga halnya ilmu pengetahuan dapat membatu kita dalam menjawab
permasalahan yang ada namun tidak dapat menjawab semua masalah.

Tanggapan Mahasiswa PGSD terhadap Pemahaman NoS di Era Digital


Tanggapan mahasiswa PGSD terhadap pemahaman NoS di era digital berdasarkan perguran
tinggi juga dianalisis berdasarkan kisi-kisi di atas. Adapun tanggapan mahasiswa PGSD terhadap
pemahaman hakikat IPA di era digital dapat diamati pada Gambar 2.

100
80 69 71
60
40
20
0
Universitas Kuningan Universitas Syiah Kuala
Nama Perguruan Tinggi

Gambar 2. Distribusi Skor Rata-rata Persentase Tanggapan Mahasiswa PGSD terhadap NoS di Era
Digital terkait Perguruan Tinggi

2
Tursinawati dan Ari Widodo/ Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA, Vol. 3 No. 1

Dari Gambar 2 menjelaskan bahwa tanggapan mahasiswa PGSD terhadap pemahaman NOS
di era digital berdasarkan Perguruan Tinggi menunjukkan bahwa Universitas Syiah Kuala
memperoleh 71% (Baik) dan Universitas Kuningan memperoleh 69% (Baik). Berdasarkan kriterianya
menunjukkan bahwa kedua Perguruan tinggi tersebut berada pada kategori baik, artinya tidak ada
perbedaan tanggapan mahasiswa PGSD terhadap pemahaman hakikat IPA di era digital. Maka dapat
disimpulkan bahwa rata-rata tanggapan mahasiswa PGSD terhadap pemahaman hakikat IPA di era
digital terkait Perguruan Tinggi berada pada kategori baik.
Tanggapan mahasiswa PGSD terhadap pemahaman NoS di era digital pada Universitas Syiah
Kuala dan Universitas Kuningan pada umumnya mereka merespon positif tentang hakikat IPA di era
digital. Artinya tanggapan mahasiswa PGSD pada kedua Perguruan Tinggi tersebut pada umumnya
setuju bahwa hakikat IPA di era digital memiliki karakteristik kreatif, tentatif, pengetahuan ilmiah
memiliki kedekatan dengan social dan budaya, terdapat perbedaan antara hukum dan teori ilmiah,
berbasis pada empiris, adanya metode dan aturan metodologis, pengetahuan ilmiah membantu kita
dalam memecahkan masalah, kerjasama dan kolaborasi, sertifikasi, and disseminasi, dan etos ilmiah
melalui teknologi digital. Pada lembaga yang berbeda juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
pemahaman hakikat sains yang signifikan antara guru SD. Hal ini sesuai temuan Adi & Widodo (2018)
bahwa SDN Unggulan mendapatkan persentase sebesar 61 dengan kategori cukup, sedangkan SDN
3 Awirarangan persentasenya sebesar 68 dengan kategori cukup.
Tanggapan mahasiswa PGSD terhadap pemahaman NoS di era digital berdasarkan jenjang
semester seperti pada Gambar 3.

100
80 70 70 72 70
60
40
20
0
I III V VII
Jenjang Semester

Gambar 3. Distribusi Skor Rata-rata Persentase Tanggapan Mahasiswa PGSD terhadap


Pemahaman NoS di Era Digital berdasarkan Jenjang Semester

Dari data tersebut diperoleh informasi bahwa tanggapan mahasiswa PGSD terhadap
pemahaman hakikat IPA di era digital pada jenjang semester V memperoleh 72% (Baik) dan jenjang
semeter I,III,VII memperoleh 70% (Baik). Artinya bahwa pada setiap jenjang memberikan
tanggapan yang baik terhadap pemahaman NoS di era digital. Hal ini menunjukkah bahwa
mahasiswa pada setiap semester Perguruan Tinggi tersebut setuju bahwa pemahaman mahasiswa
terhadap NoS di era digital itu penting. Hal ini sejalan dengan pendapat Mudavanhu & Zezekwa
(2017) menyatakan bahwa guru sains membutuhkan pemahaman yang memadai tentang sifat dan
proses sains sebagai dasar untuk pengetahuan konten pedagogis mereka agar menghasilkan kelas
yang efektif.
Pemahaman NoS mahasiswa di era digital merupakan langkah awal bagi mereka untuk
berpikir illmiah dengan menemukan ide-ide baru secara kreatif dan kritis melalui konten digital dan
bukti digital sehingga mereka memahami dengan benar cara memperoleh ilmu pengetahuan atau
konsep-konsep illmiah dengan benar. Penggunaan teknologi digital di abad 21 menjadi syarat untuk
memperoleh ilmu pengetahuan secara kreatif, komunikasi,bekerjasama dan kolaborasi, berpikir
kritis dalam menyelesaikan masalah. Mahasiswa tidak hanya cukup paham saja dalam menggunakan
teknologi digital namun mereka juga harus memiliki keterampilan digital sehingga menghasilkan
generasi yang aplikatif dalam menerapkan NoS sesuai perkembangan zaman di era digital. Dengan
memiliki keterampilan digital maka mereka mampu memanfaatkan konten digital dalam memperoleh
pengetahuan dan menciptakan ilmu pengetahuan baru yang tersedia di teknologi digital. Namun
dalam studi yang dilakukan Trilling dan Fadel (Zubaidah 2016) menunjukkan bahwa tamatan sekolah
menengah, diploma dan pendidikan tinggi masih kurang kompeten dalam hal: (1) komunikasi oral
maupun tertulis, (2) berpikir kritis dan mengatasi masalah, (3) etika bekerja dan profesionalisme,
(4) bekerja secara tim dan berkolaborasi, (5) bekerja di dalam kelompok yang berbeda, (6)
menggunakan teknologi, dan (7) manajemen projek dan kepemimpinan. Oleh sebab itu para lulusan
Indonesia kini membutuhkan keterampilan lebih untuk berhasil dalam menghadapi persaingan ketat
abad ke-21. Hal ini merupakan tantangan yang harus disikapi dengan sebaik-baiknya.

2
Tursinawati dan Ari Widodo/ Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA, Vol. 3 No. 1

Tanggapan Mahasiswa PGSD terhadap Pemahaman Hakikat IPA di Era Digital terkait
Gender
Tanggapan mahasiswa PGSD terhadap pemahaman hakikat IPA di era digital terkait gender
seperti pada Gambar 4.

100
80 72 70
60
40
20
0
Pria Wanita
Jenis kelamin

Gambar 4. Distribusi Skor Rata-rata Persentase tanggapan mahasiswa PGSD terhadap


pemahaman NoS di era digital terkait gender

Dari Gambar 4, tampak bahwa tanggapan mahasiswa PGSD terhadap pemahaman hakikat
IPA di era digital terkait gender oleh pria 72% (Baik) dan wanita 70% (Baik). Secara umum
mengindikasikan bahwa tanggapan mahasiswa PGSD terhadap pemahaman hakikat IPA di era digital
terkait jenis kelamin tidak berbeda jauh antara pria dan wanita karena kedua aspek tersebut berada
pada kategori baik. Maka dapat disimpulkan bahwa tanggapan mahasiswa PGSD terhadap
pemahaman hakikat IPA di era digital terkait gender berada pada kategori baik.

Secara umum tanggapan mahasiswa tentang pemahaman NoS di era digital merespon baik
dari setiap pernyataan aspek hakikakat IPA, Perguruan Tinggi, jenjang semester, dan gender.
Namun pada aspek “Pengetahuan ilmiah membantu kita dalam memecahkan masalah” yaitu
informasi dan konten digital dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan dan dapat menjawab
masalah masih pada tanggapan yang buruk. Oleh sebab itu perlu adanya pemahaman mahasiswa
yang benar terhadap NoS. Secara umum dapat disimpulkan bahwa mahasiswa menyetujui
pentingnya keterampilan digital untuk memahami hakikat di era digital. Keterampilan digital sangat
mempengaruhi seseorang dalam memahami hakikat IPA. Pada abad 21 seseorang memperoleh
informasi, menciptakan pengetahuan baru, menghasilkan ide-ide ilmiah melalui kreatifitas dalam
menggunakan teknologi digital, menggunakan bukti dan data digital dalam memperoleh ilmu
pengetahuan, memahami adanya kedekatan sosial dan budaya masyarakat digital, menyelesaikan
masalah melalui informasi dan konten digital, mampu bekerjasama, kolaborasi dan desiminasi, serta
memiliki sikap etos ilmiah dalam mengembangkan pengetahuan ilmiah dengan mengunakan
teknologi digital. Davies, Fidler dan Gorbis (2011) menyatakan bahwa salah satu keterampilan abad
ke-21 adalah digital citizenship (masyarakat yang melek digital) yaitu memahami bagaimana cara
untuk berpartisipasi secara produktif dan bertanggung jawab secara online. Hal ini penting untuk
membantu siswa dalam memahami bagaimana berpartisipasi dengan cerdas dan etis sebagai warga
negara yang bertanggung jawab dalam komunitas virtual. Sejalan dengan Zubaidah (2016)
menjelaskan bahwa teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah cara kita belajar, sifat
pekerjaan yang dapat dilakukan, dan makna hubungan sosial. Pengambilan keputusan bersama,
berbagi informasi, berkolaborasi, berinovasi, dan kecepatan bekerja menjadi aspek yang sangat
penting pada saat ini. Siswa diharapkan tidak lagi berfokus untuk berhasil dalam melakukan
pekerjaan-pekerjaan manual atau pekerjaan rutin berbantuan mesin ataupun juga pekerjaan yang
mengandalkan pasar tenaga kerja murah. Saat ini, indikator keberhasilan lebih didasarkan pada
kemampuan untuk berkomunikasi, berbagi, dan menggunakan informasi untuk memecahkan
masalah yang kompleks, dapat beradaptasi dan berinovasi dalam menanggapi tuntutan baru dan
mengubah keadaan, dan memperluas kekuatan teknologi untuk menciptakan pengetahuan baru.

KESIMPULAN

Tanggapan mahasiswa PGSD terhadap pemahaman NoS di era digital pada setiap aspeknya
berada pada kategori berbeda-beda yaitu (1) berada pada kategori baik adalah aspek kreatif, sosial,
metode ilmiah, komunikasi dan kolaborasi, dan etos. (2) berada pada kategori cukup adalah tentatif,
teori dan hukum, dan empiris, (3) berada pada kategori buruk adalah pada aspek
pertanyaan/masalah. Secara umum rata-rata tanggapan mahasiswa PGSD terhadap pemahaman

3
Tursinawati dan Ari Widodo/ Jurnal IPA dan Pembelajaran IPA, Vol. 3 No. 1

hakikat IPA di era digital berada pada kategori baik (68%). Adapun tanggapan mahasiswa PGSD
terhadap pemahaman NoS di era digital terkait Perguruan Tinggi, jenjang semester, dan perbedaan
gender berada pada kategori baik. Konsep NoS termuat dalam kurikulum Pergururan Tinggi secara
eksplisit dan dapat mengembangkan keterampilan digital secara umum, dan secara khusus dalam
pembelajaran IPA sehingga dapat meningkatkan pemahaman hakikat IPA.

DAFTAR PUSTAKA

Afandi, S. (2017). Stimulasi Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi; Konsep dan implementasinya
dalam pembelajaran Abad 21. Surakarta: UPT. UNS Press
Hacieminoglu, E. (2014). In-Service Teachers’ Perceptions Regarding Their Practices Related to
Integrating Nature of Science: Case Study. Procedia - Social and Behavioral Sciences
116(1988): 1268–73.
Jumanto & Widodo, A. (2018). Pemahaman Hakikat Sains Oleh Siswa Dan Guru Sd Understanding
the Nature of Science By Students and Elementary School Teachers in the City Of. Jurnal
Komunikasi Pendidikan 2(1): 20–31.
Kampourakis, K. (2016). The ‘General Aspects’ Conceptualization as a Pragmatic and Effective Means
to Introducing Students to Nature of Science. Journal of Research in Science Teaching 53(5):
667–82.
Karabegović, I. (2017). Digital Technology as the Key Factor in the Fourth Industrial Revolution -
Industry 4. 0. International Journal of Engineering and Advanced Research Technology (IJEART)
3(3): 17–22.
Matthews, M.R. (2017). Reconceptualizing the Nature of Science for Science Education. Studies in
Science Education 53(1): 105–7.
Mercado, C.T., Frienzky, B.M, & Lorna, G.U. 2015. Examining Education Students‘ Nature of Science
( NOS ) Views. Asia Pacific Journal of Multidisciplinary Research 3(5): 101–10.
Moutinho, Sara, Joana, T., Isabe, F., & Clara, V. (2015). Problem-Based Learning And Nature of
Science: A Study With Science Teachers. Procedia - Social and Behavioral Sciences 191: 1871–
75.
Mudavanhu, Young, & Nicholas, Z. (2017). The Views of Nature of Science Expressed by In-Service
Teachers Who Were Learning History and Philosophy of Science. Journal of Educational and
Social Research 7(3): 39–48.
Olson, J.K. (2018). The Nature of Science in International Science Education Standards Documents.
The Nature of Science in Science Education (1998): 41–52.
Sugiyono. (2009). Metode Peneltian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Widodo, A & Kuncoro, Y. (2018). Pemahaman Hakikat Sains Pada Guru Dan Siswa Sekolah Dasar.
EDUKASI : Jurnal Pendidikan 10(1): 55–72.
Zubaidah, S. (2016). Keterampilan Abad Ke-21 : Keterampilan Yang Diajarkan. Seminar Nasional
Pendidikan dengan tema “Isu-isu Strategis Pembelajaran MIPA Abad 21, tanggal 10 Desember
2016 di Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Persada Khatulistiwa Sintang – Kalimantan
(2): 1–17.

Anda mungkin juga menyukai