Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

FILSAFAT HUKUM ISLAM

Makalah ini dibuat untuk mengikuti pembelajaran matakuliah Filsafat Hukum Islam

Dosen Pengampu : Muhammad Abdi Al Maktsur, M. Ag

Disusun oleh :

Yudha Prasetiyo : 11920412333

HUKUM TATA NEGARA SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS SULTAN SYARIF KASIM RIAU

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curah kepada baginda rasulullah SAW yang kita nanti-nantikan syafaatnya
diakhirat nanti.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat kesalahan dalam makalah ini penulis
mohon maaf sebesar-besarnya.

Akhir kata penulis berharap ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap
pembaca. Terimakasih.

Pekanbaru, 13 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah........................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan...................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 2

1. Hukum Syara’............................................................................. 2
2. Himah........................................................................................... 2
3. Asrarul Ahkam............................................................................ 6

BAB III PENUTUP.................................................................................... 6

1. Kesimpulan.................................................................................. 8

2. Saran........................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Jika kita berbicara filsafat, kita seakan berada pada ranah yang sangat abstrak.
Filsafat hukum mempunyai fungsi strategis dalam pembentukan hukum, konsep di dalam
agama islam menilai hukum tidak hanya berlaku di dunia saja, akan tetapi juga di akhirat,
karena putusan kebenaran atau ketetapan sanksi, disamping berhubungan dengan manusia
secara langsung tetapi juga berhubungan dengan Allah. Maka di makalah kami
membahas mengenai materi hukum syara’ yang berbicara tentang hukum, hakim dan
sisapa saja yang berhak dikenai hukum. Hukum diciptakan oleh siapa dan siapa yang
berhak menjadi penegak hukum? Hal ini akan dibahas di dalam makalah ini. Selain
masalah tersebut makalah ini juga membahas tentang hikmah dan segala rahasia tentang
syariat islam yang akan kita gali dan bahas bersama.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja yang dibahas didalam hukum syara’?
2. Berapa pembagian hukum syara’?
3. Siapa yang berhak memutuskan hukum dan siapa yang bisa dikenakan hukum?
4. Apa itu hikmah?
5. Apa yang dimaksud dengan asrarul ahkam serta apa saja pembahasan tentang
asrarul ahkam?

C. Tujuan Penulisan
Untuk memberikan penjelasan dari hukum syara’, hikmah dan asrarul ahkam dan
juga agar menjadi bahan bacaan..

1
BAB II

PEMBAHASAN

1. HUKUM SYARA’

Pembahasan hukum syara’ meliputi empat subpokok bahasan, yaitu:

A. Hukum
B. Hakim
C. Mahkum Fih
D. Mahkum ‘Alaih

A Hukum
1. Pengertian Hukum Syara’
Hukum secara etimologis, yaitu memimpin, memerintah, menetapkan,
memutuskan, mencegah. Sedangkan secara terminologis, menurut jumhur
ushulliyin hukum adalah khitab (kalam) Allah yang berhubungsn dengan
perbuatan seseorang mukallaf, baik berupa iqtidha’ (perintah, larangan, anjuran
untuk mengerjakan atau anjuran untuk menimggalkan), takhyir (kebolehan bagi
orang mukallaf untuk memilih antara melakukan dan tidak melakukan) atau
wadhi (ketentuan yang menetapkan sesuatu sebagai sebab, syarat atau mani’
(penghalang). Menurut fuqaha, hukum adalah tuntutan dari khitab (firman) Allah
yang berhubnungan dengan perbuatan-perbuatan seorang mukallaf.1

2. Pembagian Hukum Syara


Hukum syara terbagi dua macam:
1. Hukum taklifi

Hukum taklifi adalah firman Allah yang menuntut manusia untuk


melakukan atau meninggalkan sesuatu atau memilih antara berbuat atau
meninggalkan atau memilih antara berbuat atau tidak berbuat.

Hukum taklifi terbagi kepada lima macam, yaitu:

 Wajib

Wajib adalah sesuatu perbuatan yang dituntut Allah untuk dilakukan secara
tuntutan pasti, yang diberi ganjaran dengan pahala orang yang melakukannya
karena perbuatannya itu telah sesuai dengan kehendak yang menuntut dan diancam
dosa orang yang meninggalkanya karena bertentangan dengan kehendak yang

1
Ushul Fiqh hal. 22

2
menuntut. Misalnya, salat fardhu lima waktu dalam satu hari satu malam hukumnya
wajib dalam arti mes-ti dilaksanakan, berdosa bagi yang meninggalkannya.2

Wajib terbagi menjadi dua ditinjau dari segi orang yang dibebani kewajiban hukum.

1. Wajib ‘ain adalah kewajiban kepada setiap orang yang sudah baligh berakal
(mukallaf) tanpa kecuali. Contoh pelaksanaan sholat wajib merupakan kewajiban
tiap mukallaf tanpa pengecualian.
2. Wajib kifayah adalah kewajiban yang dibebankan pada mukallaf, namun jika
telah dilaksanakan sebagian umat islam, maka kewajiban itu sudah gugur atau
terpenuhi sehingga umat muslim yang lainnya tidak perlu melaksanakan
kewajiban tersebut lagi. Misalnya, pelaksanaan shalat jenazah.

 Sunnah
Menurut bahasa sunnah adalah sesuatu yang dianjurkan. Mandub dari segi
bahasa berarti sesuatu yang dianjurkan. Definisi mandub menurut isti-lah adalah
suatu perbuatan yang dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya, di mana akan diberi
pahala orang yang melaksanakannya, namun tidak dicela orang yang tidak
melaksanakannya. Mandub disebut juga sunnah, nafilah, mustahab, tathawwu’,
ihsan, dan fadilah. Istilah-istilah tersebut menunjukkan pengertian yang sama.
Misalnya, seperti salat sunnah dua rakaat sebelum fajar.3
Sunnah terbagi dua, dilihat dari segi selalu dan tidak selalunya.
1. Sunnah muakad adalah sunah yang selalu dikerjakan oleh nabi, seperti solat
witir.
2. Sunnah ghairu muakad dalah sunah yang dilakukan nabi, tetapi idak terus-
menerus atau tidak terlalu sering, seperti shalat sunnah 4 rakaat sebelum
ashar.
 Makruh
Secara bahasa makruh adalah yang dimurkai atau dibenci. Makruh yaitu
perbuatan yang Syari’ menuntut kepada mukallaf untuk meninggalkannya, tetapi
tuntutannya tidak tegas atau tidak keras. Sifat tuntutan yang demikian dapat
diketahui dari redaksi nash syarak sendiri. Atau ada larangan yang disertai
pernyataan bahwa larangan tersebut menunjukkan hokum makruh, bukan
haram.163 Sebagai contoh ialah firman Allah swt.Artinya : Dan janganlah kamu
menanyakan (kepada nabimu) hal-hal yang apabila diterangkan kepadamuniscaya
akan menyusahkanmu.4

2
Dr. Nurhayati, M.Ag dan Dr. Ali Imran Sinaga, M. Ag, fiqh dan ushul fiqh hal. 21
3
Ibid hal. 49
4
DR. MOH. BAHRUDIN, M. Ag, ilmu ushul fiqh, hal. 94

3
 Haram
Haram ialah perbuatan yang dilarang oleh Syari’ melakukannya dengan larangan
yang tegas dan pasti dan dikenakan hukuman bila dilakukan.161 Ulama Hanafi
membagi tuntutan yang menyebabkan penolakan perbuatan menjadi 2 (dua) bagian
dengan memperhatikan cara penetapannya.a.Haram yang telah tetap secara pasti
(qath’i), yaitu haram yang berdasarkan nash-nash Alquran dan Sunah mutawatir serta
ijmak. Ini akibatnya adalah tahrim yang menurut mereka merupakan kebalikan
fardlu.b.Haram yang tetap secara zhanni (dugaan kuat), yaitu haram yang dasarnya
adalah khabar-khabar ahad dan qiyas. Ini akibatnya ialah karahah tahrim, lawan kata
dari wajib.162Istilah mereka berbeda dalam menetapkan kadar makruh tahrim.
Berkata Muhammad: Setiap makruh ke haram adalah macam perbuatan yang boleh
dilakukan. Imam Abu Hanifah dan Abu Yusuf berpendapat bahwa makruh itu lebih
dekat kepada haram.Yang jelas mereka tidak suka menetapkan lafadh haram atas
makruh, karena jalan ketetapan yang dikehendakinya tidaklah pasti, walaupun mereka
bersepakat dengan lainnya dalam maknanya yaitu bahwa makruh itu dihukum
perbuatannya seperti haram, hanya saja pengingkar makruh menjadi fasiq bukan kafir
dan hal ini tak ada seorang pun yang menyalahi mereka, karena suatu hal yang
jalannya berdasar zhann (sangkaan) tidaklah dikafirkan pelanggarrnya menurut
seluruh ulama.5

 Mubah
Mubah mengandung pengertian bahwa seseorang diberikan kebebasan
memilih oleh Syari’ antara mengerjakan atau meninggalkannya. Artinya, seorang
mukallaf tidaklah dituntut untuk melakukannya dan tidak pula dituntut
menjauhinya. Adapun ia tidak dituntut menjauhinya.6

2. Hukum Wadh’i
Hukum wadh’i ialah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Syar’i untuk
menentukan ada atau tidak adanya hukum taklifi.
Hukum wadh’I terbagi beberapa bagian, yaitu:
 Sabab
Sebab menurut bahasa berarti sesuatu yang bisa menyampaikan se-seorang kepada
sesuatu yang lain. Menurut istilah, sebab ialah sesuatu yang dijadikan oleh syariat
sebagai tanda bagi adanya hukum, dan tidak adanya sebab sebagai tanda bagi tidak
adanya hukum. Seperti masuknya waktu salat yang menjadi sebab adanya kewajiban
salat tersebut.7

5
Ibid, hal.94
6
Ibid, hal. 95
7
Nurhayati dan ali imran, op cit hal. 21

4
 syarat
Syarat menurut bahasa ialah sesuatu yang menghendaki adanya sesuatu yang
lain atau sebagai tanda. Syarat menurut istilah ialah sesuatu yang tergan-tung
kepadanya ada sesuatu yang lain, dan berada di luar dari hakikat sesuatu itu.
Syarat adalah sesuatu itu terwujud atau tidak tergantung ke-padanya. Misalnya,
wudhu adalah sebagai syarat bagi sahnya salat dalam arti adanya salat tergantung
kepada adanya wudhu.8
 Mani’
mani’ secara eti-mologi berarti penghalang dari sesuatu. Secara terminologi,
mani’ adalah sesuatu yang ditetapkan syariat sebagai penghalang bagi adanya
hukum atau penghalang bagi berfungsinya suatu sebab. Misalnya, kurangnya
jumlah nisab menjadi penghalang wajibnya zakat. Utang merupakan mani’
sekaligus sebab yang merintangi pelaksanaan pembayaran zakat.9

B Hakim
1. Pengertian Hakim
Menurut Abdul Wahab Khalaf, hakim yaitu yang menetapkan hukum atau memutuskan
hukum. Tidak terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama ushul fiqh, hakim adalah
Allah SWT. Dan ridak ada syariat yang sah selain dari Allah. Sebagaimana firman Allah.
Dalam surah Al-An’am: 57:
Artinya : yang menetapkan hukum itu hanyalah hal Allah. Dia menerangkan yang
sebenarnya dan dia pemberi keputusan yang paling baik.

C Mahkum Fih
Objek hukum atau mahkum nih yaitu perbuatan mukallaf yang bersangkutan dengan
hukum syar’i.
Adapun syarat-syarat untuk suatu perbuatan sebagai objek hukum menurut para ahli
Ushul Fiqh adalah sebagai berikut:
a. Perbuatan itu sah dan jelas adanya; tidak mungkin memberatkan seseorang
melakukan sesuatu yang tidak mungkin dilakukan seperti mencat langit.
b. Perbuatan itu tertentu adanya dan dapat diketahui oleh orang yang akan mengerjakan
serta dapat dibedakan dengan perbuatan lainnya.
c. Perbuatan itu sesuat yang mungkin dilakukan oleh mukallaf dan berada dalam
kemampuannya untuk melakukannya.

D Mahkum ‘Alaih
Mahkum ‘alaih adalah seseorang yang perbuatannya dikenai khitab oleh Allah swt.
yang disebut mukallaf. Sedangkan dari segi bahasa, mukallaf berarti sebagai orang yang
dibebani hukum. Dalam istilah ushul fiqh mukallaf disebut juga dengan mahkum
‘alaih(subjek hukum). Syarat-syarat taklif sebagai berikut:
8
Ibid, hal. 21
9
Ibid, hal. 21

5
1. Orang itu telah mampu memahami dalil taklif (tuntutan syara’) yang terkandung
dalam Alquran dan sunnah, baik secara langsung maupun tidak langsung atau
melalui orang lain.
2. Seseorang harus mampu menerima pembebanan hukum (ahliyah). Dengan demikian,
seluruh perbuatan orang yang belum atau tidak mampu bertindak hukum, belum atau
tidak bisa dipertanggungjawabkan. Maka anak kecil yang belum baligh, tidak
dikenakan hukum syara’. Begitu pula dengan orang gila, karena kecakapannya untuk
bertindak hukumnya hilang.

2. HIKMAH
Salah satu makna filsafat adalah phila(mengutamakan, lebih suka) dan shopia/
alhikmah (kebijaksanaan). Maka philosopia berarti mengutamakan hikmah dan
philosospos berarti orang yang lebih suka terhadap hikmah. Arti hikmah menurut Ibnu
Sina dalam Risalah Ath Thabi’iyah adalah hikmah adalah mencari kesempurnaan diri
manusia dengan menggambarkan segala urusan dan membenarkan segala hakikat baik
yang bersifat teori maupun praktik menurut kadar kemapuan manusia.10
Rumusan di atas mengisyaratkan bahwa hikmah sebagai paradigm keilmuan
mempunyai tiga unsure utama, yakni
a. Masalah
b. Fakta dan data
c. Analsis ilmuwan sesuai dengan teori
Hikmah dipahami juga sebagai “paham yang mendalam tentang agama”. Hikmah
hanya dapat dipahami oleh orang-orang yang mau menggunakan akal pikiran. Hikmah
disyari’atkan perkawinan, misalnya untuk mewujudkan ketentraman hidup dan menjalin
rasa saling mencintai dan menyayangi antara suami istri.11

3. ASRARUL AHKAM
a. Pengertian
Asrarul ahkam atau yang dalam bahasa umum dinamakan hikmah atauahdaf,adalah
suatu cabang dari falsafah hukum Islam, yang kita lihat atau kita tanggapi dari
segihikmah dan ‘illat hukum. Asrar ini jika kita tinjau dari segi sebab-sebab hukum
disyari’atkan kita namakan asrarut tasyri atau rahasia-rahasia pembinaan hukum, dan
jika kita tinjau dari segi materi hukum sendiri, kita katakan Asrarul Ahkam, atau
asrarusy syari’ah.12
Rahasia Hukum Islam (Asrarul Ahkam)
 Menempa ketakwaan
 Memupuk disiplin
 Meraih kebahagiaan dunia dan akhirat

10
Djamil Faturrahman, filsafat hukum islam, hal. 3
11
Ibid, hal. 3
12
Dr. Hj. Darmawati H, M.HI, filsafat hukum islam, hal. 33

6
b. Aspek Asrarul Ahkam
Aspek-aspek yang mengungkapkan rahasia hukum Islam dapat diketahui melalui 2
sudut, yaitu sudut kebahasaan dan sudut makna, diantaranya:
1. Sudut bahasa yaitu menerangkan hukumIslam dengan melihat teks ayat atau
hadist yang teliti. Misalnya dalam masalah pencurian lafadz “sariq” (pencuri
laki-laki) lebih didahulukandari pada lafadz “sariq” (pencuri wanita), sedangkan
masalahperzinaan lafadz “zaniyah” (pezina wanita) lebih didahulukan dari pada
“zani” (pezina laki-laki). Firman Allah Swt Q.S Al-Maidah:38 yang artinya:
“laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah kedua
tangannya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah dan Allah Maha Perkasa dan Maha Bijaksana”.
2. Sudut makna yaitu menerangkan rahasia hukum Islam dengan melihat konteks
makna pada ayat atau hadist yang diteliti. Misalnya hadist yang menyatakan
bahwa 3 hal yang main-main dianggap sungguhan, yaitu nikah, talak dan rujuk.
Hal itu disyariatkan agar seseorang tidak membiasakan main-main dalam hal
yang sakral, sehingga ia berhati-hati dalam menentukan sikap, apa lagi masalah
talak, karena talak merupakan penghianatan jiwa yang semula disepakati
bersama. Misalnya hukum aqidah ditetapkan dengan hikmah mempersatukan
kerukunan yang merata pada masyarakat, sedangkan hukum aqidah sam’iyah
ditetapkan dengan hikmah menguji tingkat keimana pada mukallaf untuk
menumbuhkan rasa takut kepada kekuatan yang harus dirasakan oleh dlamir,
sedangkan hukum-hukum ibadah ditetapkan dengan hikmah menarik kebaikan
dan menolak keburukan, sedangkan hukum-hukum mu’amalah ditetapkan
dengan hikmah mengatur hubungan manusia yang harmonis, penuh keinsyafan,
keadilan, kasih sayang dan persamaan, dan hukum akhlak karimah ditetapkan
dengan hikmah menjadi medium (wasilah) untuk memelihara keamanan dan
kebahagiaan masyarakat.13

c. Wilayah Asrarul Ahkam


Menurut ibnu Rusdy, Asrarul Ahkam hanya berlaku bagi hukum-hukum
amaliah lahiriyah, belum sampai pada aqidah. Karena hukum aqidah diharuskan
memakai dalil-dalil yang qoth’i yang tidak dipertentangkan, baik dari golongan
orang-orang Rosikh ilmunya maupun orang awam.
Sedangkan hukum amali lahiriyah dapat dikembangkan melalui metode-
metode baik metode Qiyasi, ta’wili maupun menerangkan hikmah-hikmah yang
dicapai walaupun setiap ulama’ berbeda hasil yang diperoleh dalam
mengungkapkan rahasia hukum tersebut

BAB III

PENUTUP
13
Ibid, hal. 43

7
1. Kesimpulan

Pembahasan hukum syara’ meliputi empat subpokok bahasan, yaitu:

A. Hukum adalah khitab (kalam) Allah yang berhubungsn dengan perbuatan


seseorang mukallaf, baik berupa iqtidha’ (perintah, larangan, anjuran untuk
mengerjakan atau anjuran untuk menimggalkan), takhyir (kebolehan bagi orang
mukallaf untuk memilih antara melakukan dan tidak melakukan) atau wadhi
(ketentuan yang menetapkan sesuatu sebagai sebab, syarat atau mani’
(penghalang). Menurut fuqaha, hukum adalah tuntutan dari khitab (firman) Allah
yang berhubnungan dengan perbuatan-perbuatan seorang mukallaf
B. Hakim adalah yang menetapkan hukum atau memutuskan hukum. Tidak terjadi
perbedaan pendapat di kalangan ulama ushul fiqh, hakim adalah Allah SWT.
C. Mahkum Fih
D. Mahkum ‘Alaih

Arti hikmah menurut Ibnu Sina dalam Risalah Ath Thabi’iyah adalah hikmah
adalah mencari kesempurnaan diri manusia dengan menggambarkan segala urusan dan
membenarkan segala hakikat baik yang bersifat teori maupun praktik menurut kadar
kemapuan manusia

Asrarul ahkam dalam bahasa umum dinamakan hikmah atauahdaf,adalah suatu


cabang dari falsafah hukum Islam, yang kita lihat atau kita tanggapi dari segihikmah dan
‘illat hukum. Asrar ini jika kita tinjau dari segi sebab-sebab hukum disyari’atkan kita
namakan asrarut tasyri atau rahasia-rahasia pembinaan hukum, dan jika kita tinjau dari
segi materi hukum sendiri, kita katakan Asrarul Ahkam, atau asrarusy syari’ah.

8
Daftar Pustaka

Nurhayati dan Sinaga, Ali Imram, 2018, fiqh dan ushul fiqh, Jakarta: PRENADAMEDIA
GROUP

Bahrudin, Mohd. 2019. ILMU USHUL FIQH. Bandar Lampung: AURACV. Anugrah Utama
Raharja

Djamil, Faturrahman. 1997. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu

Darmawati. 2019. Filsafat Hukum Islam. Gowa-Sulawesi selatan

https://alihasanassidiqi.blogspot.com

http://tantawi-ushulfiqh.blogspot.com

http://misterrakib.blogspot.com/2014/02/rahasia-hukum-islam-asrarul-ahkamoleh.html

Anda mungkin juga menyukai