Pasal 5 dan 6: Kebijakan, Praktik, dan Lembaga antikorupsi
Beberapa isi pasal yang penting:
1. Setiap negara wajib mengembangkan, menerapkan atau memelihara
kebijakan antikorupsi yang efektif dan terkoordinasi yang mendorong partisipasi masyarakat dan mencerminkan prinsip-prinsip aturan hukum, manajemen urusan publik yang tepat dan milik publik, integritas, transparansi dan akuntabilitas. 2. Setiap negara harus berusaha untuk secara berkala mengevaluasi instrumen hukum dan tindakan administratif yang relevan untuk mencegah dan memerangi korupsi. 3. Setiap negara harus memastikan keberadaan suatu badan yang sesuai untuk mencegah korupsi dengan cara-cara seperti: a. Menerapkan kebijakan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 5 dan mengawasi serta mengkoordinasikan pelaksanaan kebijakan tersebut b. Meningkatkan dan menyebarluaskan pengetahuan tentang pencegahan korupsi Alasan mengapa pasal ini penting bagi Indonesia: Korupsi masih menjadi isu di Indonesia. Berdasarkan survey Lembaga Transparency International yang digelar sejak Juni hingga September 2020, Indonesia berada di peringkat ketiga sebagai negara terkorup di Asia. Inilah mengapa pasal ini penting bagi Indonesia, yaitu untuk memastikan adanya tindakan pencegahan dan pengawasan untuk memperkecil peluang terjadinya korupsi, mengingat korupsi berdampak bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Pasal 7 dan 8: Sektor publik; pedoman perilaku bagi pejabat publik Beberapa isi pasal yang penting: 1. Setiap negara wajib mengadopsi, memelihara dan memperkuat sistem untuk perekrutan, retensi, promosi, dan pensiun pegawai negeri. 2. Setiap negara harus meningkatkan transparansi dalam pendanaan untuk pencalonan pejabat publik terpilih dan partai politik 3. Menetapkan langkah-langkah dan sistem untuk memfasilitasi pelaporan oleh pejabat publik tentang tindakan korupsi kepada pihak yang berwenang 4. Mewajibkan pejabat publik untuk membuat pernyataan kepada otoritas yang tepat mengenai kegiatan luar, pekerjaan, investasi, aset, hadiah dan manfaat substansial yang dapat menimbulkan konflik kepentingan sehubungan dengan fungsinya sebagai pejabat publik. Alasan mengapa pasal ini penting bagi Indonesia: Indonesia Corruption Watch (ICW) menganggap sektor pelayanan publik sangat rentan untuk dikorupsi, khususnya dalam proses Pengadaan Barang dan Jasa. Sepanjang 2017, sedikitnya ada sekitar 84 kasus korupsi yang diproses oleh Aparat Penegak Hukum pada sektor pelayanan publik dengan total nilai kerugian negara sebesar Rp 1,02 triliun. Otoritas Indonesia juga termasuk salah satu pihak yang sering menjadi target penyuapan oleh perusahaan Amerika, misalnya Alstom, Alstom Prom, dan Alstom Power yang menyuap anggota parlemen dan pejabat tinggi PLN sebagai imbalan untuk memenangkan kontrak terkait penyediaan listrik senilai 375 juta Dolar Amerika. Dengan banyaknya kasus korupsi dari sektor publik Indonesia, maka diperlukan adanya upaya untuk memperbaiki kinerja sektor publik karena dengan pelayanan publik dan sistem yang baik akan memperkecil kemungkinan terhadap penyimpangan atau korupsi. Pasal 9: Pengadaan publik dan pengelolaan keuangan publik Beberapa isi pasal yang penting: 1. Setiap negara wajib mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menetapkan sistem pengadaan yang tepat, berdasarkan kriteria transparansi, persaingan dan obyektif dalam pengambilan keputusan yang efektif dalam mencegah korupsi. Sistem tersebut harus membahas, yaitu: a. Distribusi informasi kepada publik yang berkaitan dengan prosedur dan kotrak pengadaan, termasuk informasi tentang undangan tender dan informasi yang relevan atau terkait dengan pemberian kontrak. b. Penetapan kondisi untuk partisipasi, termasuk kriteria seleksi, penghargaan, dan aturan tender, beserta publikasinya. 2. Setiap negara harus mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan publik. 3. Setiap negara wajib mengambil tindakan perdata dan administratif yang mungkin diperlukan untuk menjaga integritas pembukuan, catatan, laporan keuangan atau dokumen lain yang berkaitan dengan pengeluaran dan pendapatan publik untuk mencegah pemalsuan dokumen tersebut. Alasan mengapa pasal ini penting bagi Indonesia: Kasus korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa masih umum terjadi di Indonesia dan menghasilkan kerugian yang besar bagi negara. Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, dalam Laporan Tahunan KPK 2016 menyebutkan bahwa sektor pengadaan barang dan jasa adalah titik rawan tindak pidana korupsi. Hingga tahun 2017, Hampir 80% kasus korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berasal dari sektor pengadaan barang dan jasa. Salah satu contohnya adalah kasus korupsi E-KTP yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp. 2,3 triliun. Titik rawan penyimpangan di sektor PBJ selama ini telah dimulai dari tahap perencanaan pengadaan. Pada tahap ini, cenderung terjadi penggelembungan (mark-up) anggaran yang merugikan keuangan negara. Pasal 12: Sektor swasta Beberapa isi pasal yang penting: 1. Setiap Negara harus mengambil langkah-langkah untuk mencegah korupsi yang melibatkan sektor swasta, meningkatkan standar akuntansi dan audit di sektor swasta 2. Langkah-langkah untuk mencapai tujuan ini termasuk: a. Mempromosikan kerja sama antara Lembaga penegak hukum dan entitas swasta terkait b. Mempromosikan transparansi di antara entitas swasta, termasuk langkah- langkah mengenai identitas badan hukum dan perorangan yang terlibat dalam pembentukan dan pengelolaan badan usaha c. Mencegah konflik kepentingan dengan memberlakukan pembatasan pada kegiatan professional mantan pejabat publik atau pada pekerjaan pejabat publik oleh sektor swasta setelah pengunduran diri atau pensiun mereka d. Memastikan bahwa perusahaan swasta, memiliki kontrol audit internal yang memadai untuk membantu mencegah dan mendeteksi tindakan korupsi Alasan mengapa pasal ini penting bagi Indonesia: Tingkat korupsi di sektor swasta di Indonesia cukup merisaukan. Dari data KPK sejak 2004-2019, dari tindak pidana korupsi berdasarkan jabatan terdapat 297 pelaku korupsi berasal dari sektor swasta. Korupsi di sektor swasta, misalnya di level sebuah perusahaan dapat membuat beban pengeluaran perusahaan menjadi tinggi namun tidak sebanding dengan kualitas produk atau layanan yang ditawarkan. Sedangkan di level negara, korupsi di sektor swasta berdampak pada inefisiensi sehingga dapat mengakibatkan kerugian ekonomi dan menghambat pembangunan berkelanjutan. Namun, Indonesia saat ini masih berfokus memerangi korupsi di sektor pemerintahan dan belum menyentuh sektor swasta. Ini dibuktikan oleh peraturan mengenai korupsi di sektor swasta yang belum diatur secara komperehensif di dalam hukum positif Indonesia, meski secara internasional sudah disepakati dalam UNCAC yang kemudian diratifikasi melalui Undang- Undang No. 7 Tahun 2006. Pasal 53 dan 54: Pemulihan Aset Beberapa isi pasal yang penting: Setiap negara harus: 1. Mengambil tindakan yang mungkin diperlukan untuk mengizinkan negara lain memulai tindakan sipil di pengadilannya untuk menetapkan kepemilikan atau kepemilikan properti yang diperoleh melalui pelaksanaan pelanggaran 2. Mengambil tindakan yang mungkin diperlukan untuk mengizinkan pengadilan memerintahkan mereka yang telah melakukan pelanggaran untuk membayar kompensasi atau ganti rugi kepada negara lain yang telah dirugikan oleh pelanggaran tersebut 3. Mengambil tindakan yang mungkin diperlukan untuk mengizinkan pengadilan atau otoritas yang kompeten untuk mengakui klaim Negara lain sebagai pemilik sah dari properti yang diperoleh melalui pelaksanaan pelanggaran 4. Mengambil tindakan yang mungkin diperlukan untuk mengizinkan otoritas yang kompeten untuk memberlakukan perintah penyitaan yang dikeluarkan oleh pengadilan dari negara lain 5. Mempertimbangkan untuk mengambil tindakan yang mungkin diperlukan untuk memungkinkan penyitaan properti tanpa hukuman pidana dalam kasus di mana pelanggar tidak dapat dituntut dengan alasan kematian, pelarian, atau ketidakhadiran atau dalam kasus lain yang sesuai. Alasan mengapa pasal ini penting bagi Indonesia: Dengan maraknya kasus kejahatan kerah putih di Indonesia, diperlukan upaya untuk menghukum pelaku kejahatan dengan merampas hasil kejahatannya, dengan harapan untuk menghilangkan motivasi pelaku untuk melakukan atau meneruskan perbuatannya, karena tujuan untuk menikmati hasil-hasil kejahatannya akan menjadi sia-sia. Upaya pemulihan aset ini juga berguna untuk memulihkan kerugian yang timbul dari pelanggaran tersebut, termasuk dalam kerugian terhadap keuangan maupun aset negara.