Disusun Oleh:
UPBJJ SURAKARTA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TERBUKA
TAHUN 2021
SOAL TUGAS TUTORIAL 1II
4. Bagaimanakah model asessmen yang dilakukan oleh sekolah jika terdapat anak ABK
`5. Menurut anda bisakah ABK belajar di sekolah biasa? beri penjelasan anda.
Jawaban:
Kelainan fungsi anggota tubuh atau ketunadaksaan yang terjadi sebelum bayi
lahir atau ketika dalam kandungan dikarenakan faktor genetik dan kerusakan pada sistem
saraf pusat. Faktor yang menyebabkan bayi mengalami kelainan saat dalam kandungan
adalah: Anoxia prenatal, hal ini disebabkan pemisahan bayi dari plasenta, penyakit
anemia, kondisi jantung yang gawat, shock, dan percobaan pengguguran kandungan atau
aborsi, gangguan metabolisme pada ibu, bayi dalam kandungan terkena radiasi, radiasi
langsung mempengaruhi sistem syaraf pusat sehingga sehingga struktur maupun
fungsinya terganggu, ibu mengalami trauma (kecelakaan). Trauma ini dapat
mempengaruhi sistem pembentukan syaraf pusat. Misalnya ibu yang jatuh dan
mengalami benturan keras pada perutnya dan mengenai kepala bayi akan mengganggu
sistem syaraf pusat, infeksi atau virus yang menyerang ibu hamil sehingga mengganggu
perkembangan otak bayi yang dikandungnya.
B. Sebab-sebab pada saat kelahiran (fase natal)
Walaupun proses melahirkan sudah berlalu, tidak ada jaminan seorang individu
untuk terbebas dari Tuna Daksa seumur hidupnya. Penyakit seperti meningitis (radang
selaput otak), enchepalitis (radang otak), influenza, diphteria, dan partusis adalah
beberapa penyakit yang dapat berdampak fatal menyebabkan disfungsi otak. Selain itu,
mengalami benturan keras di bagian kepala, dan terjatuh dari tempat yang tinggi tanpa
menggunakan pengaman kepala juga merupakan faktor penyebab Tuna Daksa.
2. Saya tidak sependapat "TUNADAKSA" merupakan sampah masyarakat,
Tunadaksa (cacat tubuh) yaitu berbagai kelainan bentuk tubuh yang mengakibatkan
kelainan fungsi dari tubuh untuk melakukan gerakan-gerakan yang dibutuhkan. Anak
tunadaksa juga dapat didefinisikan sebagai bentuk kelainan atau kecacatan pada sistem otot,
tulang, persendian, dan saraf yang disebabkan oleh penyakit, virus, dan kecelakaan. Gangguan
itu menyebabkan gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilisasi, dan gangguan
perkembangan pribadi. Cacat tubuh merupakan bagian dari tuna daksa. Akibatnya anak
tunadaksa merasa tidak mampu, tidak berguna dan menjadi rendah diri hingga tidak dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya hingga dianggap sampah masayarakat.
Di luar ketidakmampuannya itu, para tunadaksa mempunyai potensi seperti halnya
anak yang lainnya. Orang tua atau dewasa di sekelilingnya, seperti guru, hendaknya
memberikan stimulasi dan layanan pendidikan yang terbaik untuk mereka. pendidikan bagi
anak tunadaksa diarahkan pada dua hal, yakni mengatasi permasalahan akibat kecacatannya
dan menyiapkan anak agar memiliki sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai individu
maupun anggota masyarakat.
Pembelajaran khusus yang harus didapatkan minimal oleh anak, diantaranya
rehabilitasi fisik, latihan fisik dan motoric, terapi bicara bagi yang mengalami problem bicara
dan keterampilan atau kecakapan hidup. Program-program khusus atau umum yang
dirancang untuk anak-anak tunadaksa harus melalui tahapan yang bernama asessment yakni
mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi anak sehingga dapat dilakukan terapi atau
pembelajaran yang sesuai, sehingga dengan pendidikan yang dipersiapkan dan harus menjadi
pertimbangan di masa depan anak tunadaksa bisa menjalani kehidupan dengan berkualitas.
keadaan cacat lahir yang terjadi pada seorang anak bukanlah takdir atau hukuman dari Allah
SWT, melainkan suatu ujian baik mental, fisik, maupun pengetahuan dan merupakan perintah
bagi orangtua untuk meningkatkan ilmu sehingga anak tunadaksa bukanlah sampah masyarakat
dan pandangan negatif tersebut harus coba dihapus.
3. a. Karakteristik anak berkesulitan belajar (Modul 8 KB 2)
Menurut Clement yang dikutip oleh Hallahan dan Kauffan (1991:133) terdapat sepuluh
gejala yang sering dijumpai pada anak berkesulitan belajar, yaitu:
1. hiperaktif
2. gangguan persepsi motorik
3. emosi yang labil
4. kurang koordinasi
5. gangguan perhatian
6. impulsive
7. gangguan memori berpikir
8. kesulitan pada akademik khusus
9. gangguan dalam berbicara dan mendengarkan
10. hasil electroencephalogram (EEG) tidak teratur serta tanda neurologis yang tidak
jelas.
Hallahan menjelaskan bahwa tidak semua gejala selalu ditemukan pada anak yang
mengalami kesulitan belajar, adakalanya hanya beberapa ciri yang tampak. Selanjutnya
para peneliti mengelompokkan kesepuluh ciri tersebut dengan menggabungkan hal-hal
yang dianggap sejenis. Adapun pengelompokkannya adalah sebagai berikut.
Dalam hal ini sekolah hendaknya dapat menyusun suatu pola pembelajaran
berdasarkan pengalaman- pengalaman belajar anak guna mencapai pertumbuhan
secara alamiah yang lebih menitik beratkan pada landasan berpikir dan adanya untuk
belajar dari anak yang bersangkutan. Misalnya kesiapan untuk berjalan akan
memerlukan tingkatan perkembangan gabungan dari sistem neurologis, kekuatan otot
yang memadai, dan perkembangan fungsi motorik. Jadi, bagi anak dengan handaya
kesulitan belajar memerlukan perhatian yang lebih khusus dari guru kelasnya.
Perhatian secara khusus oleh guru sangat membantu perkembangan anak melalui
pemberian latihan-latihan berkaitan dengan kemampuan kesiapan belajar sebagai
prasyarat untuk melakukan langkah-langkah belajar berikutnya.
Bagi anak dengan dengan kesulitan belajar yang belum siap dalam mempelajari
suatu mata mata pelajaran tertentu, hendaklah dilakukan suatu evaluasi yang sensitif
dan pola pembelajaran yang bersifat klinis (Delphi, 2006). Pembelajaran yang bersifat
klinis, merupakan proses asesmen pembelajaran dalam bentuk khusus guna membantu
siswa yang mempunyai hambatan-hambatan belajar. Tujuan dari pembelajaran yang
bersifat klinis adalah untuk menyesuaikan pengalaman-pengalaman belajar siswa
yang bersangkutan terhadap kebutuhan unik dari siswa dengan hendaya kesulitan
belajar. Melalui asesmen dan analisis terhadap masalah belajar anak yang bersifat
khusus, maka hasilnya dapat dijadikan informasi penting dalam penyusunan program
pembelajaran yang bersifat klinis oleh guru khusus
4. Model asessmen yang dilakukan oleh sekolah jika terdapat anak ABK
a. Berkesinambungan
Kegiatan penilaian tersebut tidak hanya dilakukan satu atau dua kali dalam satu
semester, tetapi hendaknya dilakukan setiap pembelajaran atau beberapa kali dalam
satu semster. Dengan demikian diperolah gambaran yang cermat agar mengetahui
perubahan perilaku positif pada anak ABK sebagai hasil pembelajaran.
b. Menyeluruh
Hasil penilaian harus menyeluruh meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, maupun
perilaku/sikap yang utuh dari siswa ABK. Kegiatan penilaian hendaknya tidak hanya
ditunjukkan terhadap pemahaman materi pelajaran, tetapi juga peran serta kegiatan
kreativitas, sosialisasi siswa, kemampuan berkomunikasi dan aspek ketunaannya.
c. Obyektif dan adaptif
Kegiatan penilaian bagi siswa ABK harus dilakukan secara obyektif atau dihindarkan
dari unsur yang bersifat subyektif atau rasa kasihan. Namun dalam pelaksanaannya juga
juga harus melakukan adaptasi atau penyesuaian dengan kemampuan siswa ABK, baik
dalam segi waktu, hal isi, cara atau perpaduan ketiganya. Dalam segi waktu pengerjaan
anak ABK membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan anak normal. Atau
dapat juga dengan menyediakan waktu yang sama namun jumlah soal yang berbeda
untuk anak ABK. Untuk adaptasi isi mengadakan penyederhanaan soal, baik dalam
kualitas soal maupun penggunaan bahasa. Sedangkan adaptasi dalam cara bergantung
pada kemampuan siswa ABK sesuai ketunaannya dalam penilaian.
d. Pedagogis
Semua kegiatan penilaian harus diketahui dan dapat dirasakan oleh siswa ABK, bahwa
kegiatan penilaian bukan hanya sekedar rekaman hasil belajar saja, melainkan harus
dapat merasakan manfaat bahwa penilaian untuk perbaikan atau peningkatan perilaku
serta sikapnya. Dia harus merasakan bahwa hasil yang baik merupakan pernghargaan
atas perilaku dan sikapnya yang baik, dan sebaliknya.
5. ABK bisa belajar di sekolah biasa tetapi menurut saya bisa dengan syarat alat atau media
yang juga dapat mendukung kegiatan belajarnya. Oleh karena itu, ditekankan adanya
perombakan kelas, sehingga menjadi tempat yang mendukung pemenuhan kebutuhan
khusus anak ABK Sekolah penyelenggara pendidikan juga perlu didukung oleh tenaga
pendidik keahlian khusus dalam proses pembelajaran dan pembinaan anak-anak
berkebutuhan secara umum, salah satu tenaga khusus yang diperlukan adalah Guru
Pembimbing Khusus (GPK). Guru kelas juga diharapkan mampu memperluas
pengetahuannya tentang anak ABK dan cara penanganannya. Terutama dalam metode
komunikasi yang dapat dimengerti anak ABK agar layanan pendidikan yang kita berikan
dapat memenuhi kebutuhan pendidikannya.
Tetapi menurut saya layanan pendidikan yang sesuai bagi anak ABK yang paling tepat
adalah dengan sistem layanan pendidikan segregasi yaitu sistem pendidikan yang terpisah
dari sistem pendidikan anak normal. Dengan kata lain anak berkebutuhan khusus diberikan
layanan pendidikan pada pada lembaga pendidikan khusus untuk anak berkebutuhan
khusus, seperti Sekolah Luar Biasa atau Sekolah Dasar Luar Biasa. Bentuk SLB
merupakan bentuk unit pendidikan. bentuk unit ini berkembang sesuai dengan kelainan
yang ada (satu kelainan saja) sehingga ada SLB untuk tuna netra (SLB-A), SLB untuk tuna
rungu (SLB-B), SLB untuk tuna grahita (SLB-C), SLB untuk tuna daksa (SLB-D), dan
SLB untuk tuna laras (SLB-E). Di setiap SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar
dan tingkat lanjut. Sistem pengajarannya lebih mengarah ke sistem individualisasi.