Anda di halaman 1dari 9

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/329592082

Sejarah Karawang: Menelusuri Istilah "Karawang" dalam Catatan Sejarah

Preprint · September 2018


DOI: 10.13140/RG.2.2.35931.41767

CITATIONS READS

0 3,080

4 authors, including:

Faizal Arifin
Universitas Singaperbangsa Karawang
13 PUBLICATIONS   1 CITATION   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Sejarah Karawang: Menelusuri Istilah "Karawang" dalam Lembaran Catatan Sejarah View project

All content following this page was uploaded by Faizal Arifin on 13 December 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Menelusuri Kata ‘Karawang’ dalam
Lembaran Catatan Sejarah
Faizal Arifin 1
Adalah Karawang Creative Night 2018 dengan kemeriahan dan tampilnya beragam budaya dan
kreatifitas masyarakat Karawang, yang melatarbelakangi penulis untuk menelusuri dan
menelisik lebih dalam mengenai kata pertama dalam kegiatan tersebut: Karawang – sebuah
kata yang sangat bermakna bagi dua juta lebih penduduknya. Penelusuran dan kajian
dilakukan dengan mengamati dan mengumpulkan berbagai catatan mengenai sejarah
Karawang yang terekam dalam arsip-arsip Kolonial. Pertanyaan awal yang sering terjadi namun
jarang untuk diteliti lebih dalam adalah sebenarnya seperti apakah pelafalan kata ‘Karawang’
yang tepat, apakah Karawang? Ataukah sebenarnya dilafalkan ‘Krawang’ ataukah ‘Kerawang’
seperti yang sering kita dengar dari masyarakat di luar lingkungan budaya Sunda seperti suku
Betawi atau suku Jawa ketika mengucapkan kata ‘Karawang’ dalam percakapan sehari-hari?
Oleh karena itu, penting untuk mengkaji dan membahas mengenai kata ‘Karawang’ baik
mengenai asal usul, sejarah dan maknanya, maupun menelusuri catatan-catatan lokal maupun
kolonial dalam penyebutan kata Karawang. Untuk memudahkan maka penulisan akan
dipaparkan secara kronologis.

Asal usul, sejarah dan makna di balik kata ‘Karawang’ telah dikaji oleh beberapa tokoh
maupun sejarawan dengan memberikan gambaran yang cukup komprehensif. Menurut Prof.
A. Sobana Hardjasaputra seorang guru besar sejarah di Universitas Padjadjaran, dalam buku
Sejarah Purwakarta (Penelitian bersama Pemerintah Daerah Kab. Purwakarta), disebutkan
bahwa Karawang merupakan salah satu dari wilayah Tatar Ukur yaitu Ukur Karawang. 2 Tatar
Ukur merupakan suatu wilayah kerajaan kecil di bawah Kerajaan Sunda/Pajajaran, yaitu
Timbanganten, yang pada tahun 1450 merupakan wilayah kekuasaan Prabu Pandaan Ukur
sehingga disebut Tatar Ukur atau Bumi Ukur. 3 Prabu Pandaan Ukur kemudian digantikan
oleh Dipati Agung dimana pada masa pemerintahannya terdapat delapan Ukur, dimana
Karawang disebut sebagai Ukur Karawang, dengan tujuh wilayah lainnya yaitu Ukur Maraja,
Ukur Pasirpanjang, Ukur Biru (dua daerah), Ukur Curug Agung-Kuripan, Ukur Manabaya,
dan Ukur Sagaraherang. 4 Kelak, Dipati Agung akan digantikan oleh menantunya yang terkenal
yaitu Dipati Ukur (Raden Wangsanata) yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sumedang
Larang (1580-1620). Pada masa Dipati Ukur, ia merestrukturisasi wilayah menjadi menjadi

1
Tenaga Kependidikan pada Universitas Singaperbangsa Karawang sejak 2013, dan saat ini merupakan
mahasiswa tingkat akhir Magister Sejarah Kebudayaan Islam di UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Dapat
dihubungi melalui 089630020666 atau email: faizal.arifin@staff.unsika.ac.id
2
A. Sobana Hardjasaputra, 2008, Sejarah Purwakarta, hlm. 26-27.
3
Ridwan Hutagalung, 2013, Priangan, link: https://mooibandoeng.com/2013/06/07/priangan/ [Akses 22
September 2018]
4
A. Sobana Hardjasaputra, 2008, Sejarah Purwakarta, hlm. 27.
sembilan wilayah Ukur sehingga disebut “Ukur Sasanga” dimana Ukur Karawang tidak lagi
menjadi nama Ukur karena Karawang-Wanayasa masuk dalam Ukur Aranon dan beberapa
wilayah lain seperti Adiarsa, Ciampel, dan Tegalwaru masuk dalam Ukur Nagara Agung. 5

Kata Karawang ditemukan dalam Naskah Sunda Kuna yaitu Bujangga Manik sebagaimana
terdapat dalam baris ke 365 dalam bait berikut, “Ditalian ra(m)bu tapih, diletengan leteng karang,
leteng karang ti Karawang, leteng susuh ti Malayu, pamuat aki puhawang” sebagaimana tercatat
dalam makalah Hawe Setiawan. 6 Naskah Bujangga Manik saat ini menjadi koleksi
Perpustakaan Bodleian di Oxford, Inggris. Perpustakaan itu menerima naskah tersebut dari
seorang saudagar Newport, bernama Andrew James, diperkirakan pada tahun 1627 atau 1629.
Naskah tersebut ditulis dalam bahasa Sunda Kuna pada daun lontar yang beberapa
lembarannya rusak atau hilang. Menurut Hermawan Aksan, cerita dalam naskah ini dituturkan
dalam bentuk sajak yang setiap barisnya terdiri atas delapan suku kata, yang kiranya selaras
dengan bentuk sajak Sunda pada zamannya, dan panjangnya mencapai sekitar 1.758 baris. 7
Naskah Bujangga Manik yang diperkirakan selesai ditulis tahun 1511, 8 mencatat lebih kurang
450 nama geografïs yang sebagian masih dapat dikenal hingga sekarang, termasuk Karawang.

Kata Krawang selanjutnya disebutkan berdasarkan kisah Cornelis de Houtman, disebutkan


bahwa de Houtman melakukan penyerangan terhadap pantai utara Jawa yaitu Jakarta dan
Krawang tahun 1596 sebagaimana tercatat dalam karya Marten Douwes Teenstra. 9 Berbeda
dengan lidah orang Belanda, bangsa Portugis justru menyebut Caravan, sebagaimana tercatat
dalam arsip-arsip Portugis awal abad 16, yang menyatakan bahwa Pelabuhan-pelabuhan
penting dari kerajaan Pajajaran diantarnya adalah Caravan, [yang berada] sekitar muara
Citarum.” Versi Caravan ala Portugis ini akan dibahas pada bagian selanjutnya.

Dalam catatan perjalanan Cornelis Buijsero ke Banten pada abad 17, terdapat kata Karawang
namun dengan penulisan yang unik yaitu Crauwan, Crawang dan Krawang sebagaimana
terdapat dalam buku berjudul Cornelis Buijsero te Bantam, 1616-1618 yang dihimpun oleh Jan
Willem Ijzerman tahun 1923 pada bagian Copie vant Journael tot Bantam gehouden adij 19
Desember 1617. Laporan tanggal 27 Desember 1617, tertulis bahwa, “Verstonden wt een Javaen,
dat de Franse schepen ontrent Crauwan oft den Hoeck waren, t Fregat Ceijlon was mede wt de Straet van
de verversplaetse van de vertrocken schepen gearriveert, die groote storm hadde geleden.” 10 Adapun dalam
laporan tertanggal 13 Januari 1618 disebutkan bahwa, “13. D° Saterdach is hier den Vice-Admirael
van de Fransen van St. Malo gearriveert, waervan 2 Duijtsen hebben noch gelicht. Den Amirael leijt bij
5
A. Sobana Hardjasaputra, 2008, Sejarah Purwakarta, hlm. 27-28.
6
Hawe Setiawan, Bujangga Manik dan Studi Sunda, Makalah pada Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah
Universitas Pendidikan Indonesia, hlm. 21.
7
Hermawan Aksan, 2018, Gunung Padang: Penelitian Situs dan Temuan Menakjubkan, Bandung: Nuansa
Cendikia, hlm. 55.
8
Hermawan Aksan, 2018, Gunung Padang: Penelitian Situs dan Temuan Menakjubkan, Bandung: Nuansa
Cendikia, hlm. 56.
9
Marten Douwes Teenstra, 1846, Beknopte beschrijving van de Nederlandsche overzeesche bezittingen, voor
beschaafde lezers uit alle standen, uit de beste bronnen en eigen ervaring in Oost- en West-Indiën geput,
Koninklijke Bibliotheek, Nationale bibliotheek van Nederland, hlm. 55.
10
Jan Willem Ijzerman, 1923, Cornelis Buijsero te Bantam, 1616-1618, Nederlands: Martinus Nijhoff, hlm. 81.
Crawang beneeden Jacatra in de droochten verweert.” 11 Adapun penyebutan Krawang terdapat
dalam, “De lotgevallen der expeditie van de Comp. van St. Malo zijn ook door Buysero voldoende
geschilderd. Haar „generael" Hans de Decker verliet bij Krawang de St Michel in een boot en werd door
Reael gevangen geno­ men op de reede v. Bantam.”12 Laporan-laporan tersebut menunjukkan bahwa
Karawang menjadi salah satu pelabuhan internasional, karena pernah disinggahi oleh kapal
besar dari Saint Malo, Perancis, bahkan menjadi saksi pertarungan hegemoni angkatan Laut
Belanda dan Perancis.

Catatan perjalanan Jan Pietersz. Coen dan anggota-anggota VOC yaitu Jan Pietersz. Coen,
Bescheiden Omtrent Zijn Bedrijf in Indie, yang dihimpun H. T. Colenbrander tahun 1923,
menunjukkan banyak variasi penulisan Karawang yaitu Cravangh, Crauwan, Craewang,
Crauwangh karena dilaporkan oleh orang yang berbeda. Dalam laporan Ordre, 4 Juni 1629, yang
mendeskripsikan laporan Frans Loncken dan Cornelis Doetmenuyt ke Tegal pada 4 Juni 1629,
menyebutkan wilayah bernama Cravangh. 13 Sedangkan dalam laporan Ordre, 26 Juni 1629,
merupakan laporan Adriaen Blocq Maertz dan van de Jachten ke Tegal, menyebutkan ejaan
yang berbeda dengan laporan pertama yaitu Crauwan. 14 Adapun kata Craewang terdapat dalam
laporan Adriaen Blocq Maertz berjudul Om d’Oost, 19 Juli 1629. 15 Kata Crauwan juga
digunakan kembali dalam laporan Batavia, 28 Mei 1629 yang diteken (was onderteeckent) oleh J.
P. Coen, Pieter Vlack, Anthonio van Diemen. 16 Berbeda lagi dengan penulisan sebelumnya,
laporan Batavia, 25 Juni 1629, menulis kata Crauwangh, yang masih ditandatangi oleh J. P.
Coen, Pieter Vlack, Anthonio van Diemen. 17

Adapun yang menarik adalah tulisan Wolter Robert van Hoëvell dalam buku Batavia in 1740
yang ditulis tahun 1840, yang menyebut Karawang dengan Krawang, Tanjungpura dengan
Tanjongpourra, dan Bekasi dengan Becassie. 18 Pada tahun 1818, wilayah Karawang terpisah dari
Priangan sehingga menjadi dari 20 residen di Pulau Jawa sebagaimana terdapat dalam karya
Rijnenberg tahun 1867, Geschiedenis der Nederlanders op Java of In den Nederlandsch Oost-Indischen
Archipel yaitu sebagai berikut, “Java zelf werd verdeeld in 20 residentiën, te weten: Bantam, Batavia,
Buitenzorg, Preanger-Regentschappen, Krawang, Cheribon, Tagal, Pekalongan, Samarang, Kadoe,

11
Jan Willem Ijzerman, 1923, Cornelis Buijsero te Bantam, 1616-1618, Nederlands: Martinus Nijhoff, hlm. 83.
12
Jan Willem Ijzerman, 1923, Cornelis Buijsero te Bantam, 1616-1618, Nederlands: Martinus Nijhoff, hlm. 190.
13
H. T. Colenbrander, 1923, Jan Pietersz. Coen, Bescheiden Omtrent Zijn Bedrijf in Indie, ‘s-Gravenhage:
Martinus Nijhoff, hlm. 545.
14
H. T. Colenbrander, 1923, Jan Pietersz. Coen, Bescheiden Omtrent Zijn Bedrijf in Indie, ‘s-Gravenhage:
Martinus Nijhoff, hlm. 564.
15
H. T. Colenbrander, 1923, Jan Pietersz. Coen, Bescheiden Omtrent Zijn Bedrijf in Indie, ‘s-Gravenhage:
Martinus Nijhoff, hlm. 578.
16
H. T. Colenbrander, 1923, Jan Pietersz. Coen, Bescheiden Omtrent Zijn Bedrijf in Indie, ‘s-Gravenhage:
Martinus Nijhoff, hlm. 748.
17
H. T. Colenbrander, 1923, Jan Pietersz. Coen, Bescheiden Omtrent Zijn Bedrijf in Indie, ‘s-Gravenhage:
Martinus Nijhoff, hlm. 752.
18
Wolter Robert van Hoëvell, 1840, Batavia in 1740, Batavia, hlm. 106.
Djokjokarta, Soerakarta, Japara en Djawana, Rembang, Grissee, Soerabaija, Passaroean, Bezoeki,
Banjoewangie en Madura met Sumanap.” 19

Kata Karawang juga tercatat dalam berbagai lembaran sejarah Kolonial, baik literatur berbahasa
Belanda maupun Inggris. Dalam literatur berbahasa Inggris tentang kamus Basa Sunda yaitu A
dictionary of the Sunda language of Java yang diterbitkan di Batavia tahun 1862, dan ditulis oleh
Jonathan Rigg, anggota Batavian Society of Arts and Sciences sekaligus seorang pengusaha teh
berkebangsaan Inggris yang tinggal di wilayah selatan Buitenzorg (Bogor). 20 Jonathan Rigg
memberikan deskripsi mengenai kata Karawang pada halaman 202 yaitu “Karawang, lattice
work. Name of a district and chief place to the Eastward of Batavia. It obtains its name from the mouth
of the Chitarum being rent and torn in sunder, or divided into many embouchures, where it flows into the
sea. Rawang expresses the state of being torn or split. See Rawang. 21

Jonathan Rigg, menafsirkan Karawang sebagai sebuah lattice work, dimana lattice work
merupakan karya desain hias yang terbuat dari potongan kayu yang membentuk sebuah pola
yang saling terhubung, sehingga bisa disebut jalinan atau anyaman. Dari sisi geografis, ia
menyebut karawang sebagai nama dari sebuah distrik dan merupakan wilayah utama yang
berada di sebelah Timur dari Batavia. Masih menurut Jonathan Rigg, kata Karawang berasal
dari mulut sungai Citarum yang mengalir terpisah, atau terbagi menjadi banyak embouchures,
yang kesemuanya mengalir ke laut. Selain itu Jonathan Rigg merekomendasikan untuk
membaca definisi ‘Rawang’ yang mengekspresikan keadaan seperti kertas yang ujungnya robek
atau terbelah. Berikut merupakan defisini kata Rawang yaitu “torn assunder, split or divided.
Rawang-rawing, much torn or split asunder.” In Malay Rawang implies lattice work. See Karawang. 22

Rawang bermakna terpisah atau terbagi-bagi seperti dalam sehingga kata Rawang-rawing
bermakna terpisah atau terbagi dalam jumlah yang banyak atau besar. Dalam bahasa Melayu,
kata Rawang biasanya berkaitan dengan lattice work. Yang menarik dari Kamus Basa Sunda
yang ditulis orang Inggris tersebut, ia kurang konsisten dalam misalnya menyebut Krawang
diantaranya “..either the Krawang or the Chitandui,”; “..Krawang and the Prianger Regencies,”; “..into
the Krawang river”; “...between Krawang and Chiribon.”; “...the border of Krawang.”; “Chitarum, Indigo
river, name of a large river falling into the sea at Krawang Point.” Namun di sisi lain juga menyebut
Karawang seperti diantaranya “..name of a place in Karawang”; “...name of the chief place in
Karawang.”; “...Wanayasa, in Karawang.”

19
J. Rijnenberg, 1867, Geschiedenis der Nederlanders op Java of In den Nederlandsch Oost-Indischen Archipel,
Samarang: De Groot, Kolff & Co., hlm. 164.
20
Mikihiro Moriyama, 1996, Discovering the ‘Language’ and the ‘Literature’ of West Java: An Introduction to
the Formation of Sundanese Writing, dalam Jurnal Southeast Asian Studies, Vol. 34, No.1, June 1996, hlm. 160.
21
Jonathan Rigg, 1862, A dictionary of the Sunda language of Java, Batavia: Lange & Co, hlm. 202.
22
Jonathan Rigg, 1862, A dictionary of the Sunda language of Java, Batavia: Lange & Co, hlm. 399.
Gambar 1: Artikel berita koran Alkmaarsche Courant 20 Maret 1933. Terdapat ejaan Belanda
untuk beberapa wilayah di Karawang seperti Pangkalan, Tegalwaroe, Telok-Djambi, Odiassa,
Tjitaroem.

Tak berbeda jauh dengan kamus Basa Sunda yang ditulis Jonathan Rigg, seorang Belanda
bernama A. Geerdink menulis kamus serupa dengan judul Soendaneesch-Hollandsch Woordenboek
yang diterbitkan di Batavia tahun 1875. Dalam halaman 145, ia memberikan keterangan
mengenai Karawang yaitu “Karawang of krawang, nm. v. e. residentie. II, traliewerk, vlechtwerk.” 23
Perlu diketahui bahwa istilah nm. adalah naam atau nama, sedangkan v. e. adalah van een atau
sebuah. Karawang merupakan Krawang yaitu nama sebuah residen. Adapun pengertian kedua
yaitu secara bahasa adalah traliewerk, vlechtwerk. Traliewerk berasal dari tralie yang berarti kisi
atau terali, sedangkan vlechtwerk berasal dari dua kata yaitu vlechten yang berarti jalinan,
anyaman, atau benang, dan werk yang berarti karya. Sehingga traliewerk dan vlechtwerk
bermakna sebuah karya yang memiliki bentuk pola tertentu seperti halnya kisi, terali, atau
anyaman. A. Geerdink juga menuliskan Krawang pada halaman 361, “...berg tusschen Krawang en
de Preanger.” 24

Literatur dan berbagai arsip Belanda pada abad ke 20, memiliki konsistensi dalam penulisan
Karawang dengan menuliskan Krawang. Misalnya adalah Ensiklopedia yang ditulis S. De Graaf

23
A. Geerdink, 1875, Soendaneesch-Hollandsch Woordenboek, Batavia: H. M. Van Dorp & Co, hlm. 145.
24
A. Geerdink, 1875, Soendaneesch-Hollandsch Woordenboek, Batavia: H. M. Van Dorp & Co, hlm. 361.
dan D. G. Stibbe berjudul Encyclopaedie van Nederlandsch-Indië, yang menyebutkan Krawang. 25
Dalam Ensiklopedia tersebut disebutkan kata Krawang berasal dari kata Caravam atau Cravaon,
yang disebutkan dalam laporan-laporan orang Portugis. Nampaknya versi Caravan digunakan
melalui interpretasi dari laporan Portugis mengenai banyaknya kafilah-kafilah dagang di
wilayah Karawang, namun versi ini tidak terlalu historis karena Karawang telah ada sebelum
kedatangan Portugis. Laporan Portugis mendeskripsikan bahwa pemukiman sangat penting di
wilayah Karawang pertama kali diselesaikan antara tahun 1641 dan 1655. Saat itu, ribuan
orang Jawa, dari wilayah Mataram, diperintahkan oleh Sultan Agung untuk menetap di
Karawang dan membangun desa-desa yang indah. Menurut S. De Graaf dan D. G. Stibbe,
karakter campuran penduduk, setengah Jawa dan setengah Sunda di beberapa wilayah
Karawang dapat dijelaskan oleh latar belakang historis tersebut. 26 Namun berdasarkan laporan
Barros dalam Caravam, menyebutkan bahwa perlu membedakan pendirian ‘kota’ Karawang
dengan desa-desa di sekitar pesisir Karawang, karena pendirian desa-desa di pesisir Karawang
telah ada sejak 1527 sedangkan ‘kota’ Karawang yang tidak berada di pesisir berdiri pada
1645. 27

Berdasarkan sejarah Jawa versi kolonial dalam Algiemenee Geschidenis van Java yang merupakan
bagian dari Indische Archief, Tijdschrift Voor De Indiën, arsip-arsip yang dihimpun oleh S. A.
Buddingh tahun 1851, disebutkan bahwa nama Karawang atau Krawang diambil dari sudut
sungai besar Citarum yang mengarah ke laut, sehingga sejak dahulu kala disebut Oedjong-
Karawang atau Ujung-Karawang yang seperti ujung kertas yang dirobek. 28 Besarnya muara
Citarum jika dilihat dari arah laut Jawa seperti ujung kertas yang tersobek dimana lautan
menjorok ke daratan dan ditemukan banyak sekali lubang saluran dan teluk kecil. Namun
menurut S. A. Buddingh versi ini perlu diklarifikasi kembali jika ditemukan sumber sejarah
yang lebih kredibel.

Adapun versi lain asal usul kata Karawang, menurut R. Tjetjep Soepriadi dalam buku Sejarah
Karawang didasarkan pada asal kata Ka-rawa-an yaitu kata rawa karena banyaknya jumlah rawa-
rawa, sehingga tak heran jika beberapa wilayah menggunakan kata depan rawa seperti
Rawamerta, Rawagabus, Rawagempol, dan sebagainya. Namun perlu klarifikasi ulang mengenai
jumlah wilayah yang menggunakan kata depan rawa karena jika dibandingkan secara statistik
dengan nama-nama wilayah di Karawang, sebagian besar tidak menggunakan rawa.

Berbagai versi dan varian penulisan kata Karawang menunjukkan bahwa dalam lembaran
catatan sejarah, eksistensi wilayah bernama Karawang telah tercatat setidaknya sejak awal abad
16 karena merupakan salah satu wilayah pesisir yang dilewati kapal-kapal internasional. Jika

25
S. De Graaf dan D. G. Stibbe, 1918, Encyclopaedie van Nederlandsch-Indië, ‘s-Gravenhage: Martinus Nijhoff,
hlm. 449.
26
S. De Graaf dan D. G. Stibbe, 1918, Encyclopaedie van Nederlandsch-Indië, ‘s-Gravenhage: Martinus Nijhoff,
hlm. 450.
27
S. A. Buddingh, 1851, Indische Archief, Tijdschrift Voor De Indiën, Tweede Jaargang, Deel IV, Batavia: Lange &
Co., hlm. 504.
28
S. A. Buddingh, 1851, Indische Archief, Tijdschrift Voor De Indiën, Tweede Jaargang, Deel IV, Batavia: Lange &
Co., hlm. 504.
merujuk pada eksistensi Karawang dalam catatan sejarah kolonial saja, sebenarnya Karawang
telah berusia lebih dari 385 tahun. Namun tidak ada salahnya pula menetapkan hari jadi
Karawang berdasarkan piagam Pelat Kuning Kandang Sapi Gede yang kita peringati setiap
tahun. Karena hal yang lebih penting bukan perdebatan siapa yang lebih historis, akan tetapi
tentang bagaimana kita menengok masa lalu melalui sejarah untuk membangun masa depan!
Dengan kebesaran sejarah, ayo bangkitkan Mahakarya Barudak Karawang!
BIBLIOGRAPHY

Aksan, H. (2018). Gunung Padang: Penelitian Situs dan Temuan Menakjubkan. Bandung: Nuansa
Cendikia.

Buddingh, S. A. (1851). Indische Archief, Tijdschrift Voor De Indiën, Tweede Jaargang, Deel IV.
Batavia: Lange & Co.

Colenbrander, H. T. (1923). Jan Pietersz. Coen, Bescheiden Omtrent Zijn Bedrijf in Indie. ‘s-
Gravenhage: Martinus Nijhoff.

Geerdink, A. (1875). Soendaneesch-Hollandsch Woordenboek. Batavia: H. M. Van Dorp & Co.

Graaf, D. & Stibbe, D. G. (1918). Encyclopaedie van Nederlandsch-Indië. ‘s-Gravenhage: Martinus


Nijhoff.

Hardjasaputra, A. S. (2008). Sejarah Purwakarta.

Hoëvell, W. R. v. (1840). Batavia in 1740. Batavia.

Ijzerman, J. W. (1923). Cornelis Buijsero te Bantam, 1616-1618. Nederlands: Martinus Nijhoff.

Moriyama, M. (1996). Discovering the ‘Language’ and the ‘Literature’ of West Java: An Introduction
to the Formation of Sundanese Writing. Jurnal Southeast Asian Studies Vol. 34 No.1 June
1996.

Rigg, J. (1862). A dictionary of the Sunda language of Java. Batavia: Lange & Co.

Rijnenberg, J. (1867). Geschiedenis der Nederlanders op Java of In den Nederlandsch Oost-Indischen


Archipel. Samarang: De Groot, Kolff & Co

Setiawan, H. (____). Bujangga Manik dan Studi Sunda. Makalah pada Jurusan Pendidikan
Bahasa Daerah Universitas Pendidikan Indonesia.

Teenstra, M. D. (1846). Beknopte beschrijving van de Nederlandsche overzeesche bezittingen, voor


beschaafde lezers uit alle standen, uit de beste bronnen en eigen ervaring in Oost- en West-Indiën
geput. Koninklijke Bibliotheek, Nationale bibliotheek van Nederland.

Sumber Internet:

Hutagalung, R. (2013). Priangan. Online: https://mooibandoeng.com/2013/06/07/priangan/


[Akses 22 September 2018]

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai