Anda di halaman 1dari 21

BAB I

TINJAUAN TEORI
A. Kebutuhan Pola Aktifitas Dan Latihan
1. Definisi
Aktivitas Salah satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang melakukan
aktivitas seseorang tidak terlepas dari keadekuataan sistem persarafan dan
muskuluskeletal.
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusia memerlukan
untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup.
2. Etiologi
a. Nyeri
b. Keengganan untuk memulai gerak
c. Kekakuan Otot
d. Kurang pengetahuan tentang manfaat pergerakan fisik
e. Kelainan Postur
f. Gangguan Perkembangan Otot
g. Intolerensi aktivitas/ penurunan kekuatan dan stamina
h. Depresi mood dan cemas.
3. Patofisiologi
Neuromuskular berupa sistem otot, skeletal, sendi, ligamen, tendon, kartilago, dan
saraf sangat mempengaruhi mobilisasi. Gerakan tulang diatur otot skeletal karena adanya
kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagi sistem pengungkit. Tipe
kontraksi otot ada dua, yaitu isotonik dan isometrik. Peningkatan tekanan otot
menyebabkan otot memendek pada kontraksi isotonik. Selanjutnya, pada kontraksi
isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak terjadi
pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya menganjurkan pasien untuk latihan
kuadrisep. Gerakan volunter merupakan gerakan kombinasi antara kontraksi isotonik dan
kontraksi isometrik. Perawat harus memperhatikan adanya peningkatan energi, seperti
peningkatan kecepatan pernapasan, fluktuasi irama jantung, dan tekanan darah yang
dikarenakan pada latihan isometrik pemakaian energi meningkat. Hal ini menjadi
kontraindikasi pada pasien yang memiliki penyakit seperti infark miokard atau penyakit
obstruksi paru kronik. Kepribadian dan suasana hati seseorang digambarkan melalui
postur dan gerakan otot yang tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot
skeletal. Koordinasi dan pengaturan kelompok otot tergantung tonus otot dan aktivitas
dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot sendiri
merupakan suatu keadaan tegangan otot yang seimbang. Kontraksi dan relaksasi yang
bergantian melalui kerja otot dapat mempertahankan ketegangan. Immobilisasi
menyebabkan aktivitas dan tonus otot menjadi berkurang. Rangka pendukung tubuh yang
terdiri dari empat tipe tulang, seperti panjang, pendek, pipih, dan irreguler disebut
skeletal. Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu
mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah (Potter
dan Perry, 2012).
4. Menifestasi Klinis
a. Tanda dan gejala mayor.
Tanda dan gejala mayor subjektif dari gangguan mobilitas fisik, yaitu
mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas. Kemudian, untuk tanda dan gejala mayor
objektifnya, yaitu kekuatan otot menurun, dan rentang gerak menurun.
b. Tanda dan gejala minor
Tanda dan gejala minor subjektif dari gangguan mobilitas fisik, yaitu nyeri
saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, dan merasa cemas saat bergerak.
Kemudian, untuk tanda dan gejala minor objektifnya, yaitu sendi kaku, gerakan tidak
terkoordinasi, gerakan terbatas, dan fisik lemah.
5. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan masalah gangguan
mobilitas fisik yaitu dengan memberikan latihan rentang gerak. Latihan rentang gerak
yang dapat diberikan salah satunya yaitu dengan latihan Range of Motion (ROM) yang
merupakan latihan gerak sendi dimana pasien akan menggerakkan masing-masing
persendiannya sesuai gerakan normal baik secara pasif maupun aktif. Range of Motion
(ROM) pasif diberikan pada pasien dengan kelemahan otot lengan maupun otot kaki
berupa latihan pada tulang maupun sendi dikarenakan pasien tidak dapat melakukannya
sendiri yang tentu saja pasien membutuhkan bantuan dari perawat ataupun keluarga.
Kemudian, untuk Range of Motion (ROM) aktif sendiri merupakan latihan yang
dilakukan sendiri oleh pasien tanpa membutuhkan bantuan dari perawat ataupun keluarga.
Tujuan Range of Motion (ROM) itu sendiri, yaitu mempertahankan atau memelihara
kekuatan otot, memelihara mobilitas persendian, merangsang sirkulasi darah, mencegah
kelainan bentuk (Potter & Perry, 2012).
B. Kebutuhan Kebersihan Diri
1. Definisi Kebersihan Diri
Kebutuhan kebersihan diri atau dikenal dengan personal hygiene merupakan kebuthan
perawatan diri sendiri atau perorangan yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan
baik fisik maupun pisikologis (Kasiati & Rosmalawati Ni Wayan Dwi, 2016). Personal
hygiene berasal dari bahasa yunani, yaitu personal yang artinya perorangan dan hygiene
berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan
dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan pisikis (Kasiati & Rosmalawati Ni
Wayan Dwi, 2016).
Personal hygine harus senantiasa terpenuhi karena merupakan pencegahan primer yang
spesifik karena merupakan tindakan pencegahan primer yang spesifik untuk meminimalkan
pintu masuk (port de entry), pencegahan personal hygiene juga harus senantiyasa dilakukan
oleh lansia (Efendi, 2013). Hal ini dikarenakan lansia mengalami penurunan fungsi dari
berbagai penurunan fungsi dari berbagai organ- organ tubuh akibat kerusakan sel-sel karena
proses menua (Maryam, 2011).
2. Jenis personal hygine
Menurut Aziz Alimul (2006) personal hygiene dibagi menjadi dua yaitu; berdasarkan waktu
pelaksanaannya dan berdasarkan tempatnya.
- Berdasarkan waktu pelaksanaan, personal hygiene dapat dibagi menjadi empat jenis
diantaranya: pertama, perawatan dini hari, merupakan perawatan yang di lakukan pada
waktu bangun tidur, untuk melakuan tindakan, seperti persiapan dalam pengambilan
bahan pemeriksaan (urin atau feses). Kedua, perawatan pagi hari, perawatan yang
dilakukan setelah melakukan makan pagi dengan melakukan perawatan diri, seperti
melakukan pertolongan dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi (buang air besar dan
kecil). Ketiga, perawatan siang hari, perawatan yang dilakukan seteah melakukan
berbagai aktivitas pengobatan atau pemertiksaan dan setelah makan siang. Keempat,
perawatan
- Berdasarkan tempat
1) Personal hygiene pada kulit: Kulit merupakan bagian penting dari tubuh yang
dapat melindungi dari berbagai kuman atau trauma, sehingga diperlukan
perawatan yang baik dalam mempertahankan fungsinya
2) Personal Hygiene Pada Kuku Dan Kaki: Kuku merupakan lapisan lempengan
kratin transparan yang berasal dari invaginasi epidermis. Secara anatomis, kuku
terdiri dari atas dasar kuku, badan kuku, dinding kuku, kantung kuku, akar kuku
dan laluna. Pertumbuhan kuku berlngsung terus-menerus seumur hidup, tetapi
pada usia muda kuku tumbuh lebih cepat. Menjaga kebersihan kuku merupakan
aspek penting dalam mempertahankan perawatan diri karena berbagai kuman
dapat masuk kedalam tubuh melalui kuku.
3) Perawatan Gigi dan Mulut: Gigi dan mulut merupakan bagian pertama dari sistem
pencernaan dan merupakan bagian tambahan dari sistem pernafasan. Di dalam
rongga ini terdapat gigi, lidah, kelenjar ludah (sublingualis dan portalis), tonsil,
dan uvula. Dalam rongga mulut dan gigi dan lidah berperan penting dalam proses
perencanaan awal. Selain itu, ada pula saliva yang penting untuk membersihkan
mulut secara mekanik. Mulut merupakan rongga yang tidak bersih dan penuh
dengan bakteri, karenanya harus selalu dibersihkan
4) Personal hygiene pada kelamin: Perawatan diri pada alat kelamin atau genetalia
pada perempuan adalah perawatan genatalia eksterna yang terdiri atas mins
veneris, labiya mayora, labiya minora, klitoris, uretra, vagina, erinium dan anus,
sedangakan ada laki-laki difokuskan pada daerah ujung penis .
3. Tujuan perawatan personal hygiene
Tujuan dari personal hygiene adalah untuk memelihara kebersihan diri, menciptakan
keindahan, serta meningkatkan derajat kesehatan individu sehingga dapat mencegah
terjadinya penyakit pada diri sendiri maupun orang lain, baik secara sendiri/mandiri
maupun dengan menggunakan bantuan dari orang lain, serta mencitakan penampilan
yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan (Maulida Debi. 2017)
4. Dampak Masalah Personal Hygiene
Seseorang yang mengalami masalah personal hyiene akan berdapak pada fisik,
pisikososial, dan spiritualnya (Maulida Debi. 2017). Berikut dampak dari personal
hygiene:

- Dampak fisik: Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharannya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering
terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi
pada mata dan telinga, serta gangguan pada fisik pada kuku.
- Dampak pisiko sosial: Masalah sosial yang berhubunagna dengan personal hygiene
adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dam mencintai,
kebutuhan hargadiri, aktualisasi diri, dan gangguan interaksi sosial.
- Dampak spirtual Ganguan pada personal hygiene dapat derdampak pada masalah
spiritual, yaitu distres spritul. Distres spiritual adalah gangguan pada keyakinan atau
sistem nilai berupa kesulitan merasakan makna dan tujuan hidup melalui hubungan
dengan diri, orang lian,lingkungan atau tuhan (PPNI ,2017). Seseorang yang
Gangguan personal hygiene saat akan melakukan sprtual akan merasa drinya tidak
suci atau tidak bersih.
a. Penatalaksanaan Personal Hygiene
Tindakan keperawatan dengan melakukan perawatan pada kulit yang mengalami atau
beresiko terjadi kerusakan jaringan lebih lanjut khususnya pada daerah yang mengalami
tekanan (tonjolan). Dengan tujuan mencegah dan mengatasi terjadinya luka dekubitus
akibat tekanan lama dan tidak hilang. Tindakan keperawatan pada pasien dengan cara
mencuci dan menyisir rambut. Tujuannya adalah membersihkan kuman yang ada pada
kulit kepala, menambah rasa nyaman, membasmi kutu atau ketombe yang melekat pada
kulit dan memperlancar sistem peredaran darah di bawah kulit. Tindakan keperawatan
pada pasien dengan cara membersihkan dan menyikat gigi dan mulut secara teratur.
Tujuan perawatan ini mencegah infeksi pada mulut akibat kerusakan pada daerah gigi
dan mulut, membantu menambah nafsu makan dan menjaga kebersihan gigi dan mulut.
Tindakan keperawatan pada pasien yang tidak mampu merawat kuku secara sendiri.
Tujuannya adalah menjaga kebersihan kuku dan mencegah timbulnya luka atau infeksi
akibat garukan dari kuku (Solica, 20116).
C. Kebutuhan Oksigenasi
a. Pengertian
Oksigen merupakan salah satu unsur penting yang dibutuhkan oleh tubuh bersama
dengan unsur lain seperti hidrogen, karbon, dan nitrogen. Oksigen merupakan unsur
yang diperlukan oleh tubuh dalam setiap menit ke semua proses penting tubuh seperti
pernapasan, peredaran, fungsi otak, membuang zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh,
pertumbuhan sel dan jaringan, serta pembiakan hanya berlaku apabila terdapat banyak
oksigen. Oksigen juga merupakan sumber tenaga yang dibutuhkan untuk metabolisme
tubuh (Atoilah & Kusnadi, 2013).
Oksigenasi merupakan proses penambahan oksigen (O2) ke dalam sistem tubuh baik
itu bersifat kimia atau fisika. Oksigen ditambahkan kedalam tubuh secara alami dengan
cara bernapas. Pernapasan atau respirasi merupakan proses pertukaran gas antara
individu dengan lingkungan yang dilakukan dengan cara menghirup udara untuk
mendapatkan oksigen dari lingkungan dan kemudian udara dihembuskan untuk
mengeluarkan karbon dioksida ke lingkungan (Saputra, 2013).
Kebutuhan Oksigenasi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang
digunakan untuk kelangsungan metabolisme tubuh dalam mempertahankan
kelangsungan hidup dan berbagai aktivitas sel tubuh dalam kehidupan sehari-hari.
Kebutuhan oksigenasi dipengaruhi oleh beberapa factor seperti fisiologis,
perkembangan, perilaku, dan lingkungan (Ernawati, 2012).
b. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kebutuhan Oksigen
Menurut Ambarwati (2014), terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
kebutuhan oksigen diantaranya adalah faktor fisiologis, status kesehatan, faktor
perkembangan, faktor perilaku, dan lingkungan.
1. Faktor fisiologis: Gangguan pada fungsi fisiologis akan berpengaruh pada kebutuhan
oksigen seseorang.
2. Status kesehatan: Pada orang yang sehat, sistem pernapasan dapat menyediakan kadar
oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi, pada kondisi
sakit tertentu, proses oksigenasi dapat terhambat sehingga mengganggu pemenuhan
kebutuhan oksigen tubuh seperti gangguan pada sistem pernapasan, kardiovaskuler
dan penyakit kronis.
3. Faktor perkembangan: Tingkat perkembangan menjadi salah satu faktor penting yang
memengaruhi sistem pernapasan individu.
4. Faktor perilaku: Perilaku keseharian individu dapat mempengaruhi fungsi pernapasan.
Status nutrisi, gaya hidup, kebiasaan olahraga, kondisi emosional dan penggunaan zat-
zat tertentu secara tidak langsung akan berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan
oksigen tubuh.
5. Lingkungan: Kondisi lingkungan juga dapat mempengaruhi kebutuhan oksigen.
c. Proses Oksigenasi
Proses pernapasan dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu pernapasan eksternal dan
pernapasan internal. Pernapasan eksternal adalah proses pertukaran gas secara
keseluruhan antara lingkungan eksternal dan pembuluh kapiler paru (kapiler pulmonalis),
sedangkan pernapasan internal merupakan proses pertukaran gas antara pembuluh darah
kapiler dan jaringan tubuh (Saputra, 2013). Tercapainya fungsi utama dari sistem
pernapasan sangat tergantung dari proses fisiologi sistem pernapasan itu sendiri yaitu
ventilasi pulmonal, difusi gas, transfortasi gas serta perfusi jaringan. Keempat proses
oksigenasi ini didukung oleh baik atau tidaknya kondisi jalan napas, keadaan udara di
atmosfir, otot-otot pernapasan, fungsi sistem kardiovaskuler serta kondisi dari pusat
pernapasan (Atoilah & Kusnadi, 2013). Sel di dalam tubuh sebagian besarnya
memperoleh energi melalui reaksi kimia yang melibatkan oksigenasi dan pembuangan
karbondioksida. Proses Pertukaran gas dari pernapasan terjadi di lingkungan dan darah
(Ernawati, 2012).
d. Masalah Terkait Pemenuhan Kebutuhan Oksigen
Permasalahan yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan oksigenasi tidak terlepas dari
adanya gangguan yang terjadi pada sistim respirasi, baik pada anatomi maupun fisiologis
dari orga-organ respirasi. Permasalahan dalam pemenuhan masalah tersebut juga dapat
disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem tubuh lain, seperti sistem kardiovaskuler
(Abdullah, 2014).

e. Penatalaksanaan Pemenuhan Oksigenasi


Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), terapi oksigen adalah tindakan pemberian
oksigen melebihi pengambilan oksigen melalui atmosfir atau FiO2 > 21 %. Tujuan terapi
oksigen adalah mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan mencegah respirasi respiratorik,
mencegah hipoksia jaringa, menurunkan kerja napas dan kerja otot jantung, serta
mempertahankan PaO2 > 60 % mmHg atau SaO2 > 90 %.Indikasi pemberian oksigen
dapat dilakukan pada :

1) Perubahan frekuensi atau pola napas


2) Perubahan atau gangguan pertukaran gas
3) Hipoksemia
4) Menurunnya kerja napas
5) Menurunnya kerja miokard
6) Trauma berat
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Kebutuhan Pola Aktifitas Dan Latihan
1) Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan mobilitas fisik
b. Gangguan pola tidur
c. Intoleransi aktifitas
d. Keletihan
e. Resiko intoleransi aktifitas
2. Rencana/Intervensi Keperawatan
a. Identifikasi deficit tingkat aktifitas
b. Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktifitas tertentu
c. Identifikasi sumber daya untuk aktifitas yang di inginkan
d. Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktifitas
e. Monitor respon emosional, fisik social, dan spiritual terhadap aktifits
f. Koordinasikan pemilihan aktifitas sesuai usia
g. Libatkan keluarga dalam aktifitas
2) Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Intoleransi Toleransi Aktivitas Manajemen Energi
aktivitas Observasi:
D.0056 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam  Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
diharapkan toleransi aktivitas meningkat. kelelahan
Pengertian : Kriteria Hasil:  Monitor pola dan jam tidur
Ketidakcukupan Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat  Monitor kelelahan fisik dan emosional
energi untuk Menurun Meningkat
melakukan aktivitas 1 Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
sehari-hari   1 2 3 4 5
2 Kekuatan tubuh bagian atas dan bawah
  1 2 3 4 5
Meningka Cukup Sedan Cukup Menurun
t Meningk g Menurun
at
3 Keluhan lelah
  1 2 3 4 5
4 Dispnea saat aktivitas
  1 2 3 4 5
B. Kebutuhan Aktifitas dan Kebersihan Diri
1. Pengkajian
Pengkajian meupakan langkah awal dalam asuhan keperawatan melalui pendekatan proses
keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data atau informasi, analisis data, dan
penentuan permasalahan atau diagnosis keperawatan. Manfaat pengkajian keperawatan adalah
membantu mengidentifikasi status kesehatan, pola petahanan klien, kekuatan serta merumuskan
diagnos kepewatan yang terdiri dari tiga tahap yaitu pengumpulan, pengelompokan, dan
perorganisasian serta menganalisa dan merumuskan diagnosa keperawatan (Solica, 2016).
Berikut hal yang perlu di tanyakan dalam masalah personal hygiene:

- Tanyakan tentang pola kebesihan individu sehari-hari, sarana dan prasarana yang dimiliki,
serta yang mempengaruhi personal hygiene individu baik faktor pendukung maupun
pencetus.

- Pemeiksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik, kaji pesonal hygiene individu, mulai dai ekstermitas atas sampai
bawah:
1. Rambut: amati kondisi rambut (wana, tekstur, kualitas), apakah tampak kusam?
Apakah ditemukan kotoran?
2. Kepala: amati dengan seksama kebersihan kuit kepala. Perhatikan adanya ketombe,
kotoran, atau tanda-tanda kemerahan.
3. Mata: amati tanda-tanda adanya ikterus, konjungtiva pucat, sekret pada kelopak mata,
kemerahan pada kelopak mata.
4. Hidung: amati kondisi kebersihan hidung, kaji adanya sinusitis, perdarahan hidung,
tanda-tanda pilek yang tidak kunjung sembuh, tanda-tanda alergi atau peubahan pada
daya penciuman.
5. Mulut: amati kondisi mukosa mulut dan kaji kelembabannya. Perhatikan adanya lesi,
tanda-tanda radang gusi/sariawan, kekeringan, atau pecah- pecah
6. Gigi: amati kondisi dan kebersihan gigi. Perhatikan adanya tanda-tanda karang gigi,
karies, gigi pecah-pecah, atau gigi palsu.
7. Telinga: amati kondisi dan kebersihan telinga. Perhatikan adanya serume, lesi, infeksi,
atau perubahan daya pendengaan
8. Kulit: amati kondisi kulit. Perhatikan adanya perubahan pada wana kulit keriut, sesi
atau puitus.
9. Kuku tangan dan kaki. Amati bentuk dan kebersihan kuku. Perhatikan adanya
kelainan pada kuku.
10. Genatalia: amati kondisi dan kebersihan genetalia, pada laki-laki perhatikan adanya
kelainan pada skrotum dan testisnya.
11. Personal Hygiene secara umum: amati kondisi dan kebersihan kulit secara umum,
pastikan adanya kelainan pada kulit atau bentuk tubuh.

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap pengalaman atau responden
individu, keluarga, atau komunitas pada masalah keperawatan, pada resiko masalah
keperawatan atau pada proses kehidupan (PPNI, 2018). Menurut PPNI, 2018 diagnosa
yang muncul pada kasus personal hygiene yang bekaitan dengan kondisi klinis atritis
reumotoid adalah:

- Defisit perawatan diri

- Definisi: tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri

- Penyebab/etiologi

a) Gangguan muskuloskeletal

b) Gangguan neuro muskular

c) Kelemahan

d) Gangguan pisikologis dan/atau pisikotik penurunan motivasi atau minat


- Gejala Dan Tanda Mayor
Gejala dan tanda mayor subjektif yaitu klien menolak melakukan perawatan diri.
Objektif yaitu: klien tidak mampu mandi, mengenakan pakaian, makan, ke toilet,
berhias secara mandiri dan minat melakukan perawatan dari kurang
a) Gejala dan tanda minor: Gejala dan tanda mayor baik subjektif mauoun objktif
tidak tersedia.
b) Kondisi klinis terkait
 Stroke
 Cidera medula spinalis
 Depresi
 Atritis reumotoid
 Retardasi mental
 Delirium
 Demensia
 Gangguan amnestik
 Skizofrenia dan gangguan pisikotik lain
 Fungsi penilaian terganggn
3. Keterangan
Diagnosis ini dispesifikasikan mejadi salah satu atau lebih dari:
 Mandi
 Makan
 Berpakaian
 Toileting
 Berhias
c. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Defisit Perawatan Perawatan Diri Dukungan Perawatan Diri
Diri Observasi:
D.0109 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam  Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri
diharapkan perawatan diri meningkat sesuai usia
Pengertian : Kriteria Hasil:  Monitor tingkat kemandirian
Tidak mampu Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat  Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan
melakukan atau Menurun Meningkat
menyelesaikan 1 Kemampuan mandi
aktivitas perawatan   1 2 3 4 5
diri 2 Kemampuan mengenakan pakaian
  1 2 3 4 5
3 Kemampuan makan

  1 2 3 4 5
4 Kemampuan ke toilet (BAB/BAK)
  1 2 3 4 5
5 Verbalisasi keinginan melakukan perawatan diri
1 2 3 4 5
6 Mempertahankan kebersihan mulut
1 2 3 4 5

C. Kebututuhan Oksigenasi
1. Pengkajian Keperawatan
Menurut Brunner & Suddarth (2016), pengkajian keperawatan untuk pasien gagal jantung berfokus pada pemantauan keefektifan
terapi dan kemampuan pasien untuk memahami dan menjelaskan strategi manajemen diri. Tanda dan gejala kongesti paru dan kelebihan
beban cairan harus segera dilaporkan yang akan mengganggu pemenuhan kebutuhan oksigen atau timbulnya masalah oksigenasi.
Pengkajian keperawatan pada pasien gagal jantung dengan masalah oksigenasi meliputi :
a) Identitas Klien: Identitas klien yang perlu dikaji meliputi nama, jenis kelamin, tanggal lahir, nomor register, usia, agama, alamat,
status perkawinan, pekerjaan, dan tanggal masuk rumah sakit.
b) Identitas Penanggungjawab: Identitas penanggungjawab yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pekerjaan, alamat, dan hubungan
dengan klien.
c) Riwayat Kesehatan
- Keluhan Utama: Gejala yang menjadi keluhan utama pada
- Riwayat Kesehatan sekarang: Keluhan yang muncul pada pasien
- Riwayat Kesehatan Dahulu
d) Pola Aktivitas Sehari-hari
Menurut Wijaya dan Putri (2013), pola aktivitas yang perlu dikaji pada pasien dengan masalah gangguan oksigenasi meliputi :
- Pola nutrisi dan metabolisme
- Pola eliminasi
- Pola istirahat dan tidur
- Pola aktivitas dan latihan

e) Pemeriksaan Fisik
Menurut Saputra (2013), pemeriksaan fisik pada masalah kebutuhan oksigenasi meliputi empat teknik, yaitu inspeksi, palpasi,
auskultasi, dan perkusi. Dari pemeriksaan ini dapat diketahui antara lain adanya pembengkakan, pola napas yang tidak normal, atau
suara napas yang tidak normal. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara memeriksa seluruh anggota tubuh (head to toe). Menurut
Tarwoto dan Wartonah (2011), hasil pemeriksaan fisik yang biasa ditemukan terkait pasien dengan gangguan oksigenasi
adalah :
1) Keadaan umum : Biasanya pasien gelisah karena sesak napas
2) Tingkat kesadaran : Biasanya Composmentis sampai terjadi penurunan kesadaran
3) TTV
a) BP : Biasanya terjadi hipotensi atau hipertensi
b) RR : Takipnea
c) P : Takikardia
d) T : Bisa terjadi hipotermia atau hipertermia
4) Kepala : Normachepal
5) Mata: Biasanya konjungtiva anemis (karena anemia), konjungtiva sianosis (karena hipoksemia), konjungtiva terdapat pethecial
(karena emboli lemak atau endokarditis), kondisi sklera tergantung dengan kondisi hati yang baik atau tidak.
6) Mulut dan bibir : Biasanya membran mukosa sianosis, bibir kering, bernapas dengan mengerutkan mulut.
7) Hidung: Biasanya hidung sianosis, bernapas dengan menggunakan cuping hidung.
8) Telinga: Telinga sianosis, sejajar dengan kantus mata.
9) Leher: Ada distensi atau bendungan pada vena jugularis, bisa terjadi pembesaran kelenjar getah bening.
10) Kulit: Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer), sianosis secara umum (hipoksemia), penurunan
turgor (dehidrasi), edema, edema periorbital.
11) Thoraks
a) Paru-paru
(1) Inspeksi : Retraksi dinding dada (karena peningkatan aktivitas pernapasan, dispnes, atau obstruksi jalan
napas), pergerakan tidak simetris antara dada kiri dan dada kanan.
(2) Palpasi : Taktil fremitus, thrills (getaran pada dada karena udara/suara melewati saluran/rongga pernapasan).
(3) Perkusi : Bunyi perkusi bisa resona, hiperresonan, dullness .
(4) Auskultasi : Suara napas bisa normal (vesikuler, bronkovesikuler, bronchial) atau tidak normal (crackles,
ronkhi, wheezing, friction rub).
b) Jantung
(1) Inspeksi : Adanya ketidaksimetrisan pada dada, adanya jaringan parut pada dada, iktus kordis terlihat.
(2) Palpasi : Takikardia, iktus kordis teraba kuat dan tidak teratur serta cepat.
(3) Perkusi : Bunyi jantung pekak, batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya hipertrofi
jantung.
(4) Auskultasi : Bunyi jantung irregular dan cepat, adanya bunyi jantung S3 atau S4.
12) Abdomen
a) Inspeksi : Perut klien tampak edema, ada perubahan warna kulit, kulit tampak kering.
b) Auskultasi : Bising usus dalam batas normal.
c) Palpasi : Adanya distensi abdomen, terdapat hepatomegali dan splenomegali.
d) Perkusi : Bunyi pekak karena adanya asites
13) Genitalia dan anus : Klien dengan CHF biasanya akan mengalami masalah dalam proses eliminasi (BAB dan BAK)
sehingga pasien harus dipasang kateter.
14) Ekstremitas : Jari dan kuku sianosis, CRT > 2 detik, akral teraba dingin, edema pada tungkai, ada clubbing
finger.
7) Pemeriksaan Diagnostik
8) Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Risiko Aspirasi Tingkat aspirasi Manajemen Jalan Napas
D.0006 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam tingkat Observasi:
aspirasi menurun  Monitor pola napas
Pengertian : Kriteria Hasil:  Monitor bunyi napas tambahan
Berisiko mengalami Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat  Monitor sputum (jumlah,warna,aroma)
masuknya sekresi Menurun Meningkat Terapeutik
gastrointestinal, 1 Tingkat kesadran  Pertahankan kepatenan jalan napas
sekresi orofaring,   1 2 3 4 5  Posisikan semi fowler atau fowler
benda cair atau padat 2 Kemampuan menelan  Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
kedalam saluran 1 2 3 4 5  Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
trakeobronkhial Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun  Berikan oksigen, jika perlu
akibat disfungsi Meningkat Menurun Edukasi
mekanisme protektif 3 Dispnea
saluran napas   1 2 3 4 5
4 Kelemahan otot
  1 2 3 4 5
5 Akumulasi secret
  1 2 3 4 5
D.0006 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam
tingkat aspirasi menurun
Pengertian : Kriteria Hasil:
Berisiko mengalami Menurun Cukup Sedang Cukup Meningk
masuknya sekresi Menurun Meningk at
gastrointestinal, at
sekresi orofaring, 1 Tingkat kesadran
benda cair atau   1 2 3 4 5
padat kedalam 2 Kemampuan menelan
saluran 1 2 3 4 5
trakeobronkhial Meningka Cukup Sedan Cukup Menurun
akibat disfungsi t Meningk g Menuru
mekanisme at n
protektif saluran 3 Dispnea
napas   1 2 3 4 5
4 Kelemahan otot
  1 2 3 4 5
5 Akumulasi secret
  1 2 3 4 5
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 2, Alih Bahasa Monica Ester, Setiawan : EGC.
Jakarta.
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi
1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI.
Potter, P.A. & Perry, A.G, (2009). Buku Ajar : Fundamental Keperawatan Konsep, Proses & Praktik
Edisi 7, Jakarta : EGC.
Tarwoto & Wartonah, (2010), Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Edisi 4. Jakarta :
Salemba Medika.
Wahid, (2007), Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Praktik Belajar Mengajar Dalam Pendidikan.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Wilkinson, J.M. (2006). Buku saku diagnosis keperawatan. Edisi 7. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai