Anda di halaman 1dari 50

PENGUJIAN PENETRASI BAHAN-BAHAN BITUMEN

(PENETRATION of BITUMINOUS MATERIALS)

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kekerasan aspal yang


dinyatakan dalam masuknya jarum dengan beban tertentu pada kurung waktu
tertentu pada suhu kamar. Tingkat kekerasan ini merupakan klasifikasi aspal.

1. Pendahuluan
Bahan bitumen adalah material termoplastik yang secara bertahap
mencair, sesuai dengan pertambahan suhu yang berlaku sebaliknya pada
pengurangan suhu.Bamun demikian perilaku / respon material bahan bitumen
tersebut terhadap suhu pada prinsipnya membentuk suatu spectrum /
beragam, tergantung dari komposisi unsur – unsur penyusunnya.
Dari sudut pandang rekayasa (Engineering), ragam dari komposisi
unsur penyusun bahan bitumen biasanya tidak ditinjau lebih lanjut, untuk
menggambarkan karakteristik ragam respon material bahan bitumen tersebut
diperkenalkan beberapa parameter, yang salah satunya adalah nilai PEN
(Penetrasi). Nilai ini menggambarkan kekerasan bahan bitumen pada susu
standsar 25⁰C, yang diambil dari pengukuran kedalaman penetrasi jarum
standar, dengan beban standar (50 gr/100 gr), dalam rentang waktu yang juga
standar (5 detik).
British Standard (BSI) membagi nilai penetrasi tersebut menjadi 10
macam, dengan rentang nilai PEN 15 s/d 450, sedangkan AASHTO
mendefinisikan nilai PEN 40-50 sebagai nilai PEN untuk material bahan
bitumen terlembek / terlunak.
Nilai penetrasi sangat sensitive terhadap suhu. Pengukuran di atas suhu
kamar akan menghasilkan nilai yang berbeda. Variasi suhu terhadap nilai
penetrasi dapat disusun sedemikian rupa hingga dihasilkan grafik hubungan
antara suhu dan nilai penetrasi.Penetrasi Index dapat ditentukan dari grafik
tersebut.

1
2. Prosedur Pengujian
Peralatan:
 Alat penetrasi yang dapat mengerakkan pemegang jarum naik turun tanpa
gesekan dan dapat mengukur penetrasi sampai 0,1 mm pemegang jarum
seberat (47,5 ± 0,05) gram yang dapar dilepas dengan mudah dari alat
penetrasi untuk peneraan.

Gambar. Alat Penetrasi

 Pemberat sebesar (50 ± 0,05)gram dan (100 ± 0,05) gram masing-masing


dipergunakan untuk pengukuran penetrasi dengan beban 100 gram dan
200 gram.
 Cawan contoh terbuat dari logam atau gelas berbentuk silinder dengan
dasar yang rata-rata berukuran sebagai berikut :

Gaambar. Cawan Logam


Penetrasi Diameter Kedalaman Kapasitas

2
Di bawah 200 55 mm 35 mm 90 ml
200 sampai 300 70 mm 45 mm 175 ml

 Jarum penetrasi dibuat dari stainless steel mutu 440°C, atau HRC 54
sampai 60. Uji jarum harus dibentuk kerucut terpancung.
 Bak perendam terdiri dari bejana dengan isi tidak kurang dari 10 liter dan
dapat menahan suhu tertentu dengan ketelitian lebih kurang 0,1°C. Bejana
dilengkapi dengan plat dasar berlubang-lubang, terletak 50 mm di atas
dasar bejana. Permukaan air sekurang-kurangnya 150 ml di atas pelat
dasar berlubang.

Gambar. Bak Perendam


 Tempat air untuk benda uji ditempatkan di bawah alat penetrasi.
 Tempat tersebut mempunyai isi tidak kurang dari 350 ml, dan tinggi yang
cukup untuk merendam benda uji tanpa bergerak.

Gambar. Cawan Kaca

 Pengukur waktu.

3
 Untuk pengukuran penetrasi dengan tangan diperlukan stop watch dengan
skala kecil 0,1 detik atau kurang dan kesalahan tertinggi 0,1 detik. Untuk
pengukuran penetrasi dengan alat otomatis, kesalahan alat tersebut tidak
boleh melebihi 0,1 detik.

Gambar. Stopwatch

Persiapan Benda Uji :


 Panaskan contoh perlahan-lahan serta aduklah hingga cukup cair untuk
dapat dituankan. Pemanasan contoh untuk ter tidak lebih dari 56°C di atas
titik lembek, dan unutuk bitumen tidak lebih dari 100°C di atas titik
lembek. Waktu pemanasan tidak boleh melebihi 30 menit. Aduklah
perlahan-lahan agar udara tidak masuk ke dalam contoh.

 Setelah contoh cair merata, tuangkan ke dalam tempat contoh dan diamkan
hingga dingin. Tinggi contoh dalam tempat tersebut tidak kurang dari
angka penetrasi ditambah 10 mm. Buatlah dua benda uji (duplo).

4
 Tutuplah benda uji agar bebas dari debu dan diamkan pada suhu ruangan
selama 1 samapi 1,5 jam untuk benda uji dengan cawan berkapasitas 90 ml
dan 1,5 sampai 2 jam untuk benda uji dengan cawan berkapasitas 175 ml.

Langkah-langkah pengujian :
1. Letakan benda uji dalam tempat air yang kecil dan masukan tempat air
tersebut ke dalam bak perendam yang telah berada pada suhu yang
ditentukan. Diamkan dalam bak tersebut selama 1 sampai 1,5 untuk benda
uji dengan cawan berkapasitas 90 ml dan 1,5 sampai 2 jam untuk benda uji
dengan cawan berkapasits 175 ml.

2. Periksalah pemegang jarum agar jarum dapat dipasang dengan baik dan
bersihkan jarum penetrasi dengan toluene atau pelarut lain kemudian
keringkan jarum tersebut dengan lap bersih dan pasanglah jarum pada
pemegang jarum.
3. Letakan pemberat 50 gram di atas jarum yang memperoleh beban sebesar
(100 ± 0,1) gram.
4. Pindahakan tempat air dari bak perendam ke bawah alat penetrasi.

5
5. Turunan jarum perlahan-lahan sehingga jarum tersebut menyentuh
permukaan benda uji. kemudian aturlah angka 0 di arloji penetrometer
sehingga jarum penunjuk berimpit denganya.
6. Lapiskan pemegang jarum dan serentak jalankan stop watch selama jangka
waktu (5 ± 0,1) detik.
7. Putarlah arloji penetrometer dan bacalah angka penetrasi yang berimpit
dengan jarum penunjuk. Bulatkan hingga angka 0,1 mm terdekat.
8. Lepaskan jarum dari pemegang jaruman siapkan alat penetrasi untuk
pekerjaan berikutnya.
9. Lakukan pekerjaan di atas tidak kurang dari 3 kali untuk benda uji yang
sama, dengan ketentuan setiap titik pemeriksaan dan tepi dinding berjarak
lebih dari 1 cm.

Catatan :
 Termometer dari bak perendam harus di tera
 Bitumen dengan penetrasi kurang dari 350 dapat diuji dengan alat-alat
dan cara pemeriksaan ini, sedangkan bitumen dengan penetrasi antara
350 dan 50 perlu dilakukan dengan alat-alat lain.
 Untuk penetrasi dengan nilai yang lebih besar dari 200 sedikitnya
digunakan tiga jarum penetrasi. Untuk tiap penusukan digunakan satu
jarum dan jarum tidak usah ditarik kembali sampai pengujian selesai.
Hal ini dikarenakan untuk penetrasi lebih dari 200 lebih rentan terhaap
kerusakan dinding benda uji dengan penetrasi yang lebih kecil.
 Apabila pembacaan stop watch lebih dari (5 ± 0,1) detik, hasil tersebut
 tidak berlaku (diabaikan)

6
3. Perhitungan dan Pelaporan
Nilai penetrasi dinyatakan sebagai rata-rata dari sekurang – kurangnya dari
3 yaitu :
Hasil
0 - 49 50 - 149 50 - 249 1200
Penetrasi
Toleransi 2 4 6 8

Pembacaan dengan ketentuan bahwa hasil – hasil pembacaan tidak


melampaui ketentuan di bawah ini :
Apabila perbedaan antara masing – masing pembacaan melebihi toleransi,
pemeriksaan harus diulangi.

7
PEMERIKSAAN PENETRASI ASPAL

Tanggal : 15 Juli 2019


Dikerjakan Oleh : Kelompok IV
Jenis Contoh : Aspal Penetrasi 60/70
Sumber Contoh : Laboratorium Pengujian Politeknik Negeri Ambon

Penetrasi Pada Suhu 25°C, Sampel


No
Beban 50 gram, Waktu 5 detik I II III

1 Pengamatan 1 74 82 70
2 Pengamatan 2 72 78 68

3 Pengamatan 3 73 81 61

Rata-rata 73 80,3 66,3

Nilai Penetrasi rata-rata 73,2

Disetujui Oleh
Pelaksana Lab. Aspal Poltek-Ambon

David. D.M. Huwae, ST.MT


4. Kesimpulan

8
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan nilai penetrasi rata
rata 73,2 mm termasuk dalam golongan aspal PEN 50-149. Pada pengamatan
pertama dan kedua untuk setiap sempel kami mendapatkan selisih hasil yang
baik yang tidak melewati angka tolerasi yaitu 4mm. Sedangkan pada
pengamatan ketiga sempel III mendapatkan selisih hasil jauh dari angka
toleransi dengan pengamatan sebelumnya. Mungkin ada beberapa factor yang
mempengaruhi yaitu suhu dan waktu.

DOKUMENTASI

9
Meletakan Contoh Pada Alat Penetrasi Pembacaan Angka Penetrasi

Contoh Aspal Yang Direndam Menuangkan Aspal Ke Cawan

ANALISIS SARINGAN
(SIEVE ANALYSIS)

10
Pengujuan ini bertujuan untuk membuat suatu distribusi ukuran agregat
dalam bentuk grafik yang dapat memperlihatkan pembagian butir (gradasi) suatu
agregat dengan menggunakan saringan.

1. Pendahuluan
Batu pecah dan batu alam secara teoritis terbagi atas dua grup, yakni
agregat kasar dan halus. Pemisah dari grup ini adalah ukuran saringan No.4
(4,75 mm) dimana di atas ukuran ini disebut kasar dan di bawahnya adalah
halus (BS 882, 1973). Di laboratorium pembagian ini dapat diperbanyak,
misalnya untuk keperluan spesifikasi campuran beton menggunakan 4 zona
gradasi, untuk keperluan perkerasan digunakan tiga zona gradasi atau lebih
dikenal fraksi agregat, yakni agregat kasar, agregat sedang, dan agregat halus.
Penentuan gradasi agregat terbagi atas dua cara yaitu :
 Cara grafis yaitu data hasil analisis saringan diplot dalam grafik semi
logaritma, dimana sumbu X menunjukan parameter diameter saringan
dalam skala logaritma dan sumbu Y menunjukan parameter presentase (%)
lolos saringan. Hasilnya lebih bersifat visual.
Dari pola kurva yang terbentuk dapat kita lihat :
 Gradasi agregat yang bersifat well graded, poor grade/single sized,
atau gap grade.
 Presentase (%) agregat kasar, sedang dan halus pada sumber agregat
tersebut dengan kombinasi analisa saringan.
 Cara analitis yaitu dengan membuat suatu parameter koefisien
keseragaman / uniform coefficient (CU) dan parameter kurvatur / cuvature
coefficient (CZ). Hasilnya lebih bersifat eksak.
Persamaan parameter dapat dilihat sebagai berikut :
D230
CZ = dimana Dx = ukuran sampai x % lolos saringan
D10 x D10
D60
CU =
D10
Angka CU yang kecil menandakan agregat tersebut kurang lebih seragam.

11
Bersama dengan CZ dan CU dapat diklasifikasikan gradasi agregat yaitu :
 CZ > 35 dan CU < 6 well graded
 CZ > 15 dan CU < 6 medium graded
 CZ < 15 dan CU < 6 poorly graded/ uniformly graded
 CZ > 15 dan CU > 6 gap graded
Karakteristik gradasi tersebut merupakan ciri khas yang menadai suatu
campuran beraspal, misalnya well graded / continous graded sebagai ciri khas
LASTON (Lapisan Aspal Beton), gap graded sebagai ciri khas HRA (Hot
Rolled Asphalt), yang masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Poor graded dihindari karena sifat interlocking-nya yang kurang baik.

2. Prosedur Pengujian
Prosedur pengujian didasarkan pada SK SNI M-08-1989-F atau
ASSTHOT 27-88 atau ASTMC 136-84a

Peralatan :
 Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0,2% dari berat sampel

Gambar. Timbangan
 Satu set saringan 75,00 mm (3”), 63,00 mm (21/2”), 50,00 mm (2”),
35,50 mm (1½”)25 (1,06”), 20 mm (3/4”), 12,5 mm (1/2”), 10,00 mm
(3/8), No.4, No.6, No.16, No.30, No.50, No.100, No.200

12
Gambar. Saringan
 Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai 110
± 5o C

Gambar. Oven
 Alat pemisah contoh
 Mesin pengguncang saringan

Gambar. Sieve Shaker


 Talam-talam

13
 Kuas, sikat, kuningan, sendok dan alat-alat lainnya

Benda Uji :
- Agregat halus : Material lolos saringan 4,75 mm 1000 gr
- Agregat Sedang : Material lolos saringan 9,50 mm 1500 gr
- Agregat Kasar : Material lolos saringan 25,4 mm 2000 gr

Langkah – langkah pengujian :


1. Sampel dikeringkan di dalam oven dengan suhu 110  5°C sampai
berat tetap.
2. Yang dimaksud dengan berat tetap adalah keadaan berat benda uji
selama 3 kali proses penimbangan dan pemanasan dalam oven dengan
selang waktu 2 jam berturut turut, tidak akan mengalami perubahan
kadar air ˃ 0,1%.
3. Sampel disaring dengan susunan saringan dimana ukuran saringan
paling besar di tempatkan paling atas.
4. Saringan diguncang dengan mesin pengguncang selama 15 menit.

3. Perhitungan dan Pelaporan


Hitunglah presentase berat sampel yang tertahan di atas tiap saringan
terhadap berat total sampel. Laporan meliputi :
 Jumlah presentase melalui masing masing saringan atau jumlah
presentse di atas masing masing saringan dalam bilangan bulat.
 Grafik akumulatif.

4. Perbandingan dengan Prosedur Lain

14
a. AASTHO T 27-88
1. Pengeringan sampel pada suhu 110  5°C juga dilakukan sebelum
disaring.
2. Ukuran saringan yang tersedia telah disesuaikan dengan ASSTHO
M92, yaitu sarngan dari kasa.
3. Ukuran saringan yang dipilih dapat dibatasi lagi sesuai spesifikasi
campuran.
4. Batasi jumlah sampel yang berada dalam suatu jenis saringan
sehingga semua partikel dapat tersaring dengan baik dan mencegah
melengkungnya kasa saringan. untuk saringan < dari 4,75 mm (no 4)
berat sampel yang tertahan pada masing masing saringan tidak lebih
dari 6 kg/m² dari ruas permukaan saringan. untuk ukuran saringan
4,75 mm dan lebih besar berat sampel yang tertahan pada tiap
saringan tidak lebih dari 2 kali dari diameter saringan bersangkutan
dalam satuan kg/m².
5. Total berat sampel setelah disaring harus diperiksa, jika perbedaannya
lebih dari 0,3% berat sampel sebelum disaring maka hasil
pemeriksaan tidak diterima.
6. Pelaporan jumlah presentase adalah sama yaitu dalam bilangan bulat
kecuali untuk material yang lolos saringan 0,075 mm (no 200) kurang
dari 10 % harus dilaporkan dalam 1 desimal.

b. ASTM C 136 – 84
1. Prosedur secara mendasar sama dengan AASTHO karena pada
sasarnya prosedur ASSTHO mengadopsi ASTM.
2. Ukuran saringan yang tersedia telah disesuaikan dengan ASTM
Specification E 11. Hal ini sama dngan ASSTHO M 92.
3. Pada ASTM tidak ada batasan jumlah sampel pada akhir penyaringan
dan pemeriksaan ulang total berat sampel yang telah disaring.

c. BS 812 :Part 1 : 1975

15
Sampel yang akan diuji harus dalam kondisi kering sebelum
ditimbang dan disaring, yaitu dengan mengeringkannya pada suhu ruang
atau memanaskan dengan oven 110  5°C namun untuk agregat yang
banyak mengandung lumpur, debu, atau lainnya yang mengakibatkan
gumpalan seperti pada agregat halus, harus dicuci dahulu dengan cara
dekantasi.
Ukuran saringan yang dipakai, dan batasan maksimum sampel yang
tertahan (BS 812:Part 1 : 1975)

Ukuran Nominal
Ukuran Nominal Berat maksimum Berat maksimum
Saringan
Saringan Ø Ø Ø
Berdasarkan BS
Berdasarkan BS 450 mm 300 mm 200 mm

Mm kg kg Mm µm G

50.0 10 4.5 3.35 - 200

37.5 8 3.5 2.36 - 200

1.70 - 100

28.0 6 2.5 1.18 - 100

850 75
20.0 4 2.0 - 600 75
14.0 3 1.5 - 435 75

10.0 2 1.0 - 300 50

212 50
6.30 1.5 0.756 - 150 40
5.00 1.0 0.5 - 75 25
3.35 - 0.3 - - -
ANALISA SARINGAN

16
Tanggal : 16 Juli 2019
Dikerjakan Oleh : Kelompok IV
Jenis Contoh : Chipping
Sumber Contoh : Arisakula

Data Agregat Kasar 2/3


Berat Tanah Kering = 2030 gr
Berat Kumulatif Persen Total Persen
No. Saringan
Tertahan Tertahan Tertahan Lolos
(mm (inch
(gram) (gram) (%) (%)
) )
25,4 1" 187,06 187,06 9,23 90,77
19,1 3/4" 1407,78 1594,84 78,66 21,34
12,7 1/2" 402,48 1997,32 98,51 1,49
9,52 3/8"        
6,35 1/4"        
4,76 4 25,01 2022,33 99,74 0,26
2,38 8        
1,19 16        
0,59 30        
0,279 50        
0,149 100        
0,074 200        
Pan 5,28 2027,61 100,00 0,00

Data Agregat Sedang 1/2


Berat Tanah Kering = 1500 gr
Berat Kumulatif Persen Total Persen
No. Saringan
Tertahan Tertahan Tertahan Lolos
(inch
(mm) (gram) (gram) (%) (%)
)
25,4 1" 0 0 0 100
19,1 3/4" 6,83 6,83 0,46 99,54
12,7 1/2" 856,97 863,8 57,73 42,27
9,52 3/8" 436,37 1300,17 86,90 13,10
6,35 1/4" 179,18 1479,35 98,87 1,13
4,76 4 1,04 1480,39 98,94 1,06
2,38 8 1,64 1482,03 99,05 0,95

17
1,19 16 0,37 1482,4 99,08 0,92
0,59 30 0,67 1483,07 99,12 0,88
0,279 50 0,59 1483,66 99,16 0,84
0,149 100        
0,074 200        
Pan 12,53 1496,19 100,00 0,00

Data Agregat Halus


Berat Tanah Kering = 1030,20 gr
Berat Kumulatif Persen Total Persen
No. Saringan
Tertahan Tertahan Tertahan Lolos
(mm (inch
(gram) (gram) (%) (%)
) )
25,4 1"        
19,1 3/4"        
12,7 1/2"        
9,52 3/8"        
6,35 1/4"        
4,76 4 0,15 0,15 0,01 99,99
2,38 8 122,37 122,52 11,90 88,10
1,19 16 133,27 255,79 24,85 75,15
0,59 30 166,29 422,08 41,00 59,00
0,279 50 84,97 507,05 49,26 50,74
0,149 100 353,69 860,74 83,61 16,39
0,074 200 85,78 946,52 91,95 8,05
Pan 82,91 1029,43 100,00 0,00

Disetujui Oleh
Pelaksana Lab. Aspal Poltek-Ambon

David. D.M. Huwae, ST.MT

18
URAIAN   Ukuran Saringan
Inch   1" 3/4" 1/2" 3/8" #4 #8 #16 #30 #50 #100 #200
mm   25.4 19.0 12.5 9.5 4.75 2.36 1.18 0.600 0.300 0.150 0.075
                       
Data Analisa saringan                      
Agregat Kasar 90.77 21.34 1.49 0.00 0.26 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Agregat Sedang 100.00 99.54 42.27 13.10 1.06 0.95 0.92 0.88 0.84 0.21 0.00
Agregat Halus 100.00 100.00 100.00 100.00 99.99 88.10 75.15 59.00 50.74 16.39 9.05
                     
                       
Penggabungan agregat                      
Agregat Kasar 20.0% 18.15 4.27 0.30 0.00 0.05 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Agregat Sedang 37.0% 37.00 36.83 15.64 4.85 0.39 0.35 0.34 0.33 0.31 0.08 0.00
Agregat Halus 43.0% 43.00 43.00 43.00 43.00 43.00 37.88 32.31 25.37 21.82 7.05 3.89
                       
                       
Gradasi gabungan 98.15 84.10 58.94 47.85 43.44 38.23 32.65 25.70 22.13 7.13 3.89
                       
Fuller   100.00 82.8 73.2 53.6 39.1 28.6 21.1 15.5 11.3 8.3
                         
                         
                         
                         
Gradasi Laston AC WC
                   
Kasar
Maks.   100.0 90.0 70.0 65.0 55.0 45.0 30.0 25.0 20.0 10.0 7.0
Min.   80.0 75.0 55.0 47.0 45.0 38.0 16.0 14.0 7.0 5.0 0.0
100
90
80
70

Prosen lolos (%)


60
50
40
30
20
10
0
0.01 0.10 1.00 10.00 100.00
Ukuran saringan (mm)

Gradasi AC-WC Maks Gradasi AC-WC Min Gradasi Gabungan


Agregat Kasar Agregat Sedang Agregat Halus

Disetujui Oleh
Pelaksana Lab. Aspal Poltek-Ambon

David. D.M. Huwae, ST.MT


DOKUMENTASI

Agregat Yang Disaring Menimbang Agregat Kasar

Menimbang Agregat Halus Menimbang Saringan


PENGUJIAN TITIK LEMBEK ASPAL dan TER
(SOFTENING POINT with RING and BALL TEST)

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui suhu dimana aspal dan juga ter
mulai lembek dan dapat digunakan dengan menggunakan alat Ring and Ball. Suhu
ini pun yang menjadi acuan di lapangan atas kemampuan aspal dan juga ter
menahan suhu permukaan yang terjadi untuk tidak lembek sehingga dapat
menggurangi daya lekatnya.

1. Pendahuluan

Aspal adalah material termoplastik yang secara bertahap mencair,


sesuai dengan pertambahan suhu dan berlaku sebaliknya pada penggurangan
suhu. Namun demikian perilaku / respon material aspal tersebut terhadap
suhu pada prinsipnya membentuk suatu spectrum / beragam, tergantung dari
komposisi unsur-unsur penyusunnya.
Percobaan ini diciptakan karena pelembekan (softening) bahan-bahan
aspal dan ter, tidak terjadi secara sekejap pada suhu tertentu, tapi lebih
merupakan perubahan gradual seiring penambahan suhu. Oleh sebab itu,
setiap prosedur yang dipergunakan / di-adopt untuk menentukan titik lembek
aspal atau ter, hendaknya mengikuti sifat dasar tersebut, artinya menambahan
suhu pada percobaan hendaknya berlangsung secara gradual dalam jenjang
yang halus.
Dalam percobaan ini titik lembek ditunjukan dengan suhu pada saat
bola baja, dengan berat tertentu, mendesak turun suatu lapisan aspal atau ter
yang tertahan di dalam cincin berukuran tertentu sehingga aspal atau ter
tersebut menyentuh pelat dasar yang terletak pada tinggi tertentu sebagai
akibat kecepatan pemanasan.
Titik lembek menjadi salah satu batasan dalam penggolongan aspal dan
ter. Titik lembek haruslah diperhatikan saat akan membangun konstruksi
perkerasan jalan. Titik lembek hendaknya lebih tinggi dari suhu dipermukaan
jalan sehingga tidak terjadi pelelehan aspal akibat temperatur permukaan
jalan. Titik lembek aspal dan ter adalah 30ºC - 200ºC, yang artinya masih ada
nilai-nilai titik lembek yang hampir sama dengan suhu permukaan jalan pada
umumnya. Untuk itu dilakukan usaha untuk mempertinggi titik lembek ini
antara lain dengan menggunakan filler terhadap campuran beraspal.
Metode Ring and ball yang umumnya diterapkan pada bahan aspal dan
ter ini, dapat mengukur titik lembek bahan semisolid sampai solid. Titik
lembek adalah besarnya suhu dimana aspal mencapai derajat kelembekan
(mulai meleleh) di bawah kondisi spesifik dari tes. Berdasarkan tes /
apparatus yang ada disimpulkan bahwa pengujian titik lembek dipengaruhi
banyak faktor.
Spesifikasi Bina Marga tentang titik lembek untuk aspal keras Pen 40
(Ring and ball test) adalah 51ºC (minimum) dan 63ºC (maksimum),
sedangkan untuk Pen 60 adalah minimum 48ºC dan maksimum 58ºC.
Faktor yang mempengaruhi pengujian titik lembek :
 Kualitas dan jenis cairan penghantar
 Berat bola besi
 Jarak antara ring dengan dasar plat besi
 Besarnya suhu pemanasan

Aplikasi nilai titik lembek :


 Bersama-sama dengan nilai penetrasi digunakan untuk menentukan
PI (penetration index) yang merupakan tingkat kepekaan aspal
terhadap temperatur.
 Menentukan modulus bahan aspal dengan menggunakan
nomogram Ven Der Poel.
 Menentukan sifat kelelahan dari lapisan aspal dan agregat.

2. Prosedur Pengujian
Prosedur pengujian bedasarkan pada SK SNI M-20-1990-F
Peralatan :
 Cincin kuningan
 Bola baja, diameter 9,53 mm berat 3,45 gr sampai 3,55 gr
 Dudukan benda uji, lengkap dengan pengarah bola baja dan plat dasar
yang mempunyai jarak tertentu.
 Bejana gelas tahan pemanasan mendadak diameter dalam 8,5 cm
dengan tinggi dan tinggi ±12 cm berkapasitas 800 ml.
 Termometer
 Penjepit
 Alat pengarah bola

Penyiapan Benda Uji:


1. Panaskan contoh aspal perlahan-lahan sambil diaduk terus menerus
hingga cair merata. Pemanasan dan pengadukan dilakukan perlahan-
lahan agar gelembung-gelembung udara cepat keluar.
2. Setelah cair merata tuanglah contoh ke dalam dua buah cincin. Suhu
pemanasan aspal tidak melebihi 56ºC diatas titik lembeknya dan untuk
aspal tidak melebihi 111ºC diatas titik lembeknya.
3. Panaskan dua buah cincin sampai mencapai suhu tuang contoh, dan
letakan kedua cincin diatas pelat kuningan yang telah diberi lapisan
dari campuran talk dan sabun.
4. Tuang contoh ke dalam 2 buah cincin diamkan pada suhu sekurang-
kurangnya 8ºC di bawah titik lembeknya sekurang-kurangnya 30 menit
5. Setelah dingin, ratakan permukaan contoh dalam cincin dengan pisau
yang telah dipanaskan.

Hal-hal yang harus diperhatikan :


 Suhu pemanasan aspal maksimal adalah titik lembek perkiraan
ditambah 50ºC (kira-kira 100ºC)
 Lamanya pemanasan di atas api tidak lebih dari 30 menit dan di dalam
oven tidak lebih dari 2 jam.
 Larutan gliserin dan talk digunakan pada permukaan plat alas besi
bukan pada dinding ring benda uji.
 Contoh aspal yang telah dipanaskan, dituang kedalam cetakan benda
uji dan didiamkan 30 menit, dipotong dengan spatula panas dan
disimpan di dalam ruangan pendingin (± 5ºC) selama 30 menit.
 Proses penuangan sampai percobaan selesai tidak boleh kurang dari
240 menit.
Langkah –langkah pengujian :
1. Benda uji adalah aspal atau ter sebanyak ± 25 gram
2. Pasang dan aturlah kedua benda uji di atas kedudukan dan letakkan
pengaruh bola diatasnya. Kemudian masukkan seluruh peralatan
tersebut ke dalam bejana gelas.
3. Isilah bejana dengan air suling baru, dengan suhu (5± 1)ºC sehingga
tinggi permukaan air berkisar antara 101,6 sampai 108 mm
4. Letakkan termometer yang sesuai untuk pekerjaan ini diantara kedua
benda uji (kurang lebih dari 12,7 mm dari tiap cincin).
5. Periksalah dan aturlah jarak antara permukaan pelat dasar benda uji
sehingga menjadi 25,4 mm.
6. Letakkan bola-bola baja yang bersuhu 5ºC di atas dan di tengah
permukaan masing-masing benda uji yang bersuhu 5ºC menggunakan
penjepit dengan memasang kembali pengarah bola.
7. Panaskan bejana sehingga kenaikan suhu menjadi 5ºC permenit.
Kecepatan pemanasan rata-rata dari awal dan akhir pekerjaan ini.
Untuk 3 menit pertama perbedaan kecepatan pemanasan tidak boleh
melebihi 0,5ºC.

Hal-hal yang harus diperhatikan :


 Apabila kecepatan pemanasan melebihi ketentuan maka pekerjaan
diulangi.
 Apabila dari suatu pekerjaan duplo perbedaan suhu dalam 6 melebihi
1ºC maka pekerjaan diulangi.

Masalah – masalah yang timbul dalam pengujian titik lembek di laboraturium :


 Tombol pengaturan besarnya api pemanasan kurang baik sehingga
mempengaruhi pengaturan kecepatan kenaikan suhu sesuai persyaratan.
 Kecilnya skala pembacaan suhu termometer berakibat kurang tepatnya
perkiraan suhu sehingga perlu diatasi penyediaan kaca pembesar agar
pembacaan lebih tepat dan akurat.
3. Perhitungan dan Pelaporan
Laporkan suhu pada saat setiap bola menyentuh pelat dasar. Laporkan
suhu titik lembek bahan bersangkutan dari hasil pengamatan rata-rata dan
bulatkan sampai 0,5ºC terdekat untuk tiap percobaan ganda (duplo).
Spesifikasi Bina Marga tentang titik lembek untuk aspal keras Pen 40
(Ring and Ball Test) adalah 51ºC (minimum) dan 63ºC (maksimum),
sedangkan untuk Pen 60 adalah minimum 48ºC dan maksimum 58ºC. Hasil
pengujian titik lembek adalah 47ºC, dengan demikian tidak memenuhi
standar yang ditetapkan.
4. Prosedur Pengujian Lain
 AASTHO T 53 – 89 : 1990 / ASTM D 36 – 70
Pada dasarnya AASTHO T 53 – 89 : 1990 / ASTM D 36 – 70 adalah
sama dengan di atas, hanya saja waktu penyiapan sampel waktu untuk
pemanasan ter tidak lebih dari 30 menit sedangkan aspal tidak lebih dari 2
jam.
 BS 2000 58 – 1983
Pada BS 2000 58 – 1983 pemanasan benda uji adalah 75 - 100ºC di atas
titik lembek perkiraan. Sedangkan prosedur pengujian terbagi 2 yaitu
untuk titik lembek di bawah 80ºC dan titik lembek di atas 80ºC. Pengujian
titik lembek di bawah 80ºC prosedurnya sama dengan di atas tetapi air
suling pada awal pengujian sebesar 5ºC harus dipertahankan selama 15
menit. Untuk pengujian titik lembek di atas 80ºC suhu awal air bejana
adalah 35ºC yang dipertahankan selama 15 menit.
PEMERIKSAAN TITK LEMBEK ASPAL
(Softening Point With Ring and Ball Test)

Tanggal : 16 Juli 2019


Dikerjakan Oleh : Kelompok IV
Jenis Contoh : Aspal Pen 60/70
Sumber Contoh : Laboratorium Pengujian Politeknik Negeri Ambon

Waktu Titik Lembek


Suhu yang diamati
No Sampel Sampel Sampel Sampel
(°C)
1 2 1 2
1 5 0 0  
2 10 3'01" 3'01"    
3 15 5'16" 5'16"    
4 20 7'32" 7'32"    
5 25 9'27" 9'27"    
6 29 11'16 11'16 29 29
7 30 11'59" 11'59"    
8 35 16'01" 16'01"    
Rata-rata 29°C
Nilai Titik Lembek Aspal 29°C

Disetujui Oleh
Pelaksana Lab. Aspal Poltek-Ambon

David. D.M. Huwae, ST.MT


DOKUMENTASI

Cincin Cetakan Bola Baja Menyentuh Plat Dasar

Memanaskan Bejana Menuangkan Aspal Ke Cincin Cetakan

KEAUSAN AGREGAT DENGAN ALAT ABRASI


LOS ANGELES
(LOS ANGELES ABRASSION TEST)

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui durabilitas agregat dengan cara


mekanis dengan menggunakan alat Los Angeles Abrassion Test. pemeriksaan ini
adalah untuk agregat kasar yang lebih kecil dari 37,5 mm (1½“)

1. Pendahuluan
Durabilitas atau ketahanan terhadap kerusakan sangat berpengaruh
terhadap kebutuhan akan jumlah agregat. Beberapa agregat yang memiliki
kekuatan standar pun akan mengalami kerusakan saat di stockpile atau saat
masa layan di jalan. Pada hakekatnya ikatan antar butir partikel bisa kuat dan
lemah, namun secara berulang menjadi lemah karena sebagai akibat dari proses
peredaman air seperti akibat cuaca, pembekuan dan lain-lain. Ada dua aspek
yang menguji durabilitas agregat ini, yaitu :
 Kerusakan mekanis
 Kerusakan diakibatkan reaksi physico-chemical, seperti pelapukan
Dalam uji abrasi ini tipe tes durabilitas yang diambil adalah tipe tes kerusakan
mekanis. Tipe tes kerusakan mekanis ini sendiri memiliki berbagai macam tipe.
Tipe tes kerusakan mekanis :
 Aggregate Abrasion Value
 Aggregate Attrition Value
 Los Angeles Abrasion Value
 Poloshed Stone Value
Prinsip pengujian Los Angeles adalah pengukuran perontokan agregat
dari gradasi standarnya akibat kombinasi abrasi atau atrisi, tekanan, dan
penggilasan di dalam drum baja. Ketika drum berputar, bilah baja yang
terdapat di dalamnya, mengangkat sampel dan bola baja, membawanya
berputar sampai kembali jatuh, mengakibatkan efek tumbuk-tekan / import-
crushing pada sampel. Sampel sendiri kemudian berguling dengan mengalam
aksi abrasi dan penggilasan sampai bilah baja kembali menekan dan
membawanya berputar. Demikianlah siklus yang terjadi di dalam mesin Los
Angeles.
Pengujian / tes Los Angeles telah digunakan secara luas sebagai
indikator dari kualitas atau kemampuan berbagai sumber agregat yang
mempunyai komposisi mineral yang sama. Hasilnya dari pengujian ini tidak
langsung secara sah membenarkan perbandingan antara sumber-sumber
agregat yang jelas berbeda dari asal, komposisi, maupun strukturnya.

Peralatan :
 Mesin abrasi Los Angeles, yaitu mesin terdiri dari silinder baja tertutup
pada kedua sisinya dengan diameter 71 cm (28”) dan panjang 50 cm
(20”). Silinder ini bertumpu pada dua poros pendek tidak menerus yang
berputar pada poros terpasang rapat sehingga permukaan dalam silinder
tidak terganggu. Di bagian dalam silinder terdapat bilah baja melintang
setinggi 8,9 cm (3,56”).
 Bola-bola baja mempunyai diameter rata-rata 4,68 cm (1 7/8”) dan berat
masing-masing antara 400 gram sampai 440 gram.
 Saringan mulai ukuran 37,5 mm (1½”) sampai 2,36 mm (No.8).
 Timbangan dengan kapasitas 5000 gram dan ketelitian 1 gram
 Oven yang dilengkapi dengan pengaturan suhu untuk memanasi sampai
(110  5)°C

Benda Uji :
 Sampel harus bersih. Bila sampel masih mengandung kotoran. Debu,
bahan organik atau terselimuti oleh bahan lain, maka sampel harus dicuci
sampai bersih kemudian dikeringkan dalam suhu (110  5)°C sampai berat
tetap.
 Pisahkan sampel ke dalam ukuran fraksi masing-masing sesuai pada tabel
di bawah ini dan gabungkan, timbang (A)
Tabel Ukuran Fraksi :

Ukuran Saringan Berat dan Gradasi Sampel (gram)


Lewat (mm) Tertahan (mm) A B C
37,5 (1 ½") 25,0 (1") 1250±25
25,0 (1") 19,0 (3/4") 1250±25 2500±10
19,0 (3/4") 12,5 (1/2") 1250±25 2500±10
12,5 (1/2") 9,5 (3/8") 1250±25 2500±10
9,5 (3/8") 6,3 (1/4") 2500±10
6,3 (1/4") 4,75 (no.4)

Langkah-langkah pengujian :
1. Sampel dan bola baja dimasukkan ke dalam mesin Los Angeles dan mesin
diputar dengan kecepatan 30 sampai 33 rpm untuk 500 putaran
2. Setelah putaran selesai sampel dikeluarkan kemudian lakukan penyaringan
awal dengan diameter saringan lebih besar dari 1,7 mm (No.12). Saringan
bagian sampel yang lebih halus dengan saringan 1,7 mm (No.12). Butiran
yang tertahan / lebih besar dari 1,7 mm (No.12) dicuci bersih kemudian
dikeringkan dalam oven suhu (1105°C) sampai berat tetap, lalu timbang
(B).

Catatan
Tidak dilakukan proses pencucian sampel setelah tes Los Angles ini kadang-
kadang akan mengurangi pengukuran, kehilangan sekitar lebih dari 0,2 % dari
berat sampel awal.

3. Perhitungan dan Pelaporan


A−B
Nilai Keusan Los Angeles = x 100 %
A
Dimana :
A = Berat sampel semula (gram)
B = Berat sampel yang tertahan / lebih besar dari 1,7 mm (gram)
Laporan Nilai Abrasi dalam persentase bilangan bulat.
Catatan : Pengujian agregat dengan gradasi yang berbeda (A,B,C,D)
dilaporkan terpisah.
4. Perbandingan dengan Prosedur Lain

SK SNI M – 02 1990 – F
Metoda ini sebenarnya mengacu pada standar pengujian dari AASTHO.
Dengan demikian sebenarnya tidak ada perbedaan dengan metoda ASTM C
131 – 76 / AASTHO T 96 – 87
BRISTISH STANDAR
Sebagai parameter kekuatan agregat-agregat ; British Standar lebih
mendasarkan pada nilai AIV dan ACV dibandingkan dengan hasil pengujian
Los Angeles.

PEMERIKSAAN KEAUSAN AGREGAT dengan


ALAT ABRASI LOS ANGELES (Los Angeles Abrasion Test)
Tanggal : 16 Juli 2019
Dikerjakan Oleh : Kelompok IV
Jenis Contoh : Chipping
Sumber Contoh : Arisakula

Gradasi Permukaan Fraksi ...(mm)


Lolos Tertahan Berat Sampel
76,2 63,5
63,5 50,8
50,8 37,5 (1,5")
37,5 (1,5") 25,4 (1")
25,4 (1") 19,0 (3/4")
19,0 (3/4") 12,5 (1/2") 2500 gr
12,5 (1/2") 9,5 (3/8") 2500 gr
9,5 (3/8") 6,3 (1/4")
6,3 (1/4") 4,75 (No.4)
4,75 (No.4) 2,36 (No.8)
Jumlah Berat (gr) A = 5000,00 gr
Berat Tertahan Saringan No.12 (gr) B = 3495,63 gr

A−B
Keausan = x 100 %
A
5000−3495,63
Keausan = x 100 % = 30,09 %
5000
Keterangan :
- Jumlah Bola Baja = 11 buah
- Jumlah Putaran = 500 Putaran

Disetujui Oleh
Pelaksana Lab. Aspal Poltek-Ambon

David. D.M. Huwae, ST.M


DOKUMENTASI
Agregat Yang Dioven Mesin Abrasi Los Angeles

Bola Baja Agregat Setelah Diputar Pada Mesin

PERENCANAAN CAMPURAN
METODE BINA MARGA (BM)

1. Batasan dan Lingkup Aplikasi


Metode ini merupakan adaptasi langsung dari metode campuran metode
Asphalt Institute (AI) untuk penggunaan di Indonesia. Sebagaimana halnya
metode AI, maka cakupan metode ini adalah untuk campuran panas dengan
gradasi agregat menerus yang disebut sebagai Lapis Aspal Beton (LASTON).
Dalam aplikasinya, campuran laston dapat digunakan sebagai lapis permukaan,
levelling course, dan binder atau intermediate course.
Dalam terminologi perkerasan di Indonesia, dikenal juga jenis campuran
Laston Atas dan Laston Bawah. Laston atas adalah lapis aspal beton yang
digunakan sebagai material lapis pondasi dan termasuk sebagai Base Course
(Amerika Serikat) atau Road Base (Inggris).Sementara itu Laston bawah
adalah lapis aspal beton yang digunakan sebagai material pondasi bawah yang
dipasang diatas tanah dasar. Kedua jenis laston ini berbeda dengan jenis Laston
yang dibahas ini.

2. Spesifikasi Material
Untuk agregat kasar sangat disarankan menggunakan batu pecah atau
kerikil pecah yang bersih, kering kuat dan awet serta bebas dari bahan organik,
asam dan bahan lain yang mengganggu. Spesifikasi untuk agregat kasar dan
halus secara kuantitatif dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel Spesifikasi untuk Agregat Kasar dan Halus secara Kuantitatif


Spesifikasi Agregat Standar Pengujian
SNI 03-2417-1991
Keausan, LA Abrasion Test, 500 Putaran
AASHTO T-96-87
SNI 03-2439-1991
Kelekatan dengan Aspal
AASHTO T-182-84
Jumlah butiran tertahan saringan No. 4
Visual
yang memiliki minimal 2 bidang pecah
Indeks Kepipihan dan Kelonjongan SK SNI M-29-1993-03
butiran tertahan saringan 3/8" (9,5 mm) BS 812 ; 1975
SNI 1969-1990-F
Penyerapan Air
AASHTO T-85-88
Berat Jenis Curah (Bulk), khusus untuk SNI 1969-1990-F
terak AASHTO T-85-88
Bagian yang Lunak AASHTO T-189
Sand Equivalent (khusus agregat halus) AASHTO T-176-86
Campuran laston, jika diperlukan dapat menggunakan bahan pengisi (filler)
dimana bahan tersebut harus terdiri dari abu batu, abu batu kapur, kapur
padam, Portland Cement, atau bahan non plastis lainnya. Gradasi bahan
pengisi adalah sebagai berikut :

Spesifikasi Agregat

Keausan, LA Abrasion Test, 500 Putaran

Kelekatan dengan Aspal

Batasan gradasi agregat untuk Laston


Batasan
Spesifikasi Agregat Standar Pengujian
Minimum Maximum
SNI 03-2417-1991
Keausan, LA Abrasion Test, 500 Putaran - 40%
AASHTO T-96-87
SNI 03-2439-1991
Kelekatan dengan Aspal 95% -
AASHTO T-182-84
Jumlah butiran tertahan saringan No. 4
Visual 50% -
yang memiliki minimal 2 bidang pecah
Indeks Kepipihan dan Kelonjongan SK SNI M-29-1993-03
- 25%
butiran tertahan saringan 3/8" (9,5 mm) BS 812 ; 1975
SNI 1969-1990-F
Penyerapan Air - 3%
AASHTO T-85-88
Berat Jenis Curah (Bulk), khusus untuk SNI 1969-1990-F
2.5% -
terak AASHTO T-85-88
Bagian yang Lunak AASHTO T-189 - 5%
Keterangan :
 Nomor campuran I, III, IV, VI, VII, VIII, IX, X dan XI digunakan untuk
lapisan permukaan.
 Nomor campuran II digunakan untuk lapis permukaan, perata (levelling)
dan lapis antara (binder).
 Nomor campuran V digunakan untuk lapis permukaan dan lapis antara.

Tabel Persyaratan Kualitas (Spesifikasi) untuk Aspal pada Laston menggunakan


Aspal Pen 60/70 dan Pen 80/100
Batasan
Spesifikasi Agregat Standar Pengujian
Minimum
SNI 03-2417-1991
Keausan, LA Abrasion Test, 500 Putaran -
AASHTO T-96-87
SNI 03-2439-1991
Kelekatan dengan Aspal 95%
AASHTO T-182-84
Jumlah butiran tertahan saringan No. 4
Visual 50%
yang memiliki minimal 2 bidang pecah
Indeks Kepipihan dan Kelonjongan SK SNI M-29-1993-03
-
butiran tertahan saringan 3/8" (9,5 mm) BS 812 ; 1975
SNI 1969-1990-F
Penyerapan Air -
AASHTO T-85-88
Berat Jenis Curah (Bulk), khusus untuk SNI 1969-1990-F
2.5%
terak AASHTO T-85-88
Bagian yang Lunak AASHTO T-189 -
Sand Equivalent (khusus agregat halus) AASHTO T-176-86 50%

3. Perencanaan Campuran

Persiapan material : kadar aspal optimum untuk laston umumnya berkisar


antara 4 % samapai 7 % terhadap berat campuran. Dalam menentukan kadar
aspal optimum dengan menggunakan pengujian marshall, maka diperlukan
sedikitnya enam variasi kadar aspal dengan kenaikan ½ %.
Setiap nilai kadar aspal diperlukan minimal tga sampel atau spesimen marshal,
sehingga untuk mencari kadar aspal optimum diperlukan setidaknya 18 sampel.
Berat satu sampel marshall adalah sekitar 1200 gr agregat dan secara umum
mka diperlukan sekitar 1200 gr agregat dan secara umum maka diperlukan
sekitar 23 kg agregat dan sekitar 4 kg sampai 5 kg aspal.
a. Perlengkapan
 Tiga buah cetakan benda uji dari logam yang berdiameter 10,16 cm dan
tinggi 7,62 cm, lengkap dengan pelat alas dan lebar sambung.
 Mesin penumbuk manual atau otomatis lengkap dengan:
- Penumbuk yang mempunyai permukaan tumbak rata yang
berbentuk silinder, dengan berat 4,536 kg dan tinggi jatuh bebas
45,7 cm.
- Landasan pemadat terdiri dari balok kayu (jati atau yang sejenis)
berukuran 20,32 x 20,32 x 45,72 cm dilapisi dengan pelat baja
berukuran 30,48 x 30,48 x 2,54 cm dan dijangkarkan pada lantai
beton di keempat bagian sudutnya.
- Pemegang cetakan benda uji
 Alat pengeluaran benda uji, untuk mengeluarkan benda uji yang sudah
dipadatkan dari dalam cetakan benda uji dipakai sebuah alat ekstruder
yang berdiameter 10 cm.
 Alat Marshall lengkap dengan:
- Kepala penekan (breaking head) berbentuk lengkung
- Cicin penguji (proving ring) kapasitas 2500 kg dan atau 5000 kg,
dilengkapi arloji (dial) tekan ketelitian 0,0025 mm.
- Arloji pengukur pelelehan (flow) dengan ketelitian 0,25 mm beserta
perlengkpannya.
 Oven dilengkapi dengan pengatur suhu yang mampu memanasi sampai
200°C (± 3°C)
 Bak perendam (water bath) dilengkapi dengan pengatur suhu mulai 20 -
60°C (±1°C)
 Timbangan yang dilengkapi dengan penggantung benda uji berkapasitas
2 kg dengan ketelitian 0,1 gram dan timbangan berkapasitas 5 kg
dengan ketelitian 1 gram
 Pengukur suhu dari logam (metal thermometer) berkapasitas 250°C dan
100°C dengan ketelitian 1% dari kapasitas.
 Perlengkapan lain :
- Panci-panci untuk memanaskan agregat, aspal dan campuran aspal
- Sendok pengaduk dan spatula
- Kompor dan pemanas (hot plate)
- Sarung tangan dai asbes, sarung tangan dari karet dan pelindung
pernapasan atau masker.
- Kantong plastik berkapasitas 2 kg
- Kompor gas elpiji atau minyak tanah
Pembuatan benda uji
Agar pencampuran dan pemadatan dapat menghasilkan campuran yang
baik, maka salah satu syaratnya adalah kekantalan aspal harus cukup
sedemikian sehingga peran aspal dalam proses pencampuran dan
pemadatan dapat maksimal. Metode AI menyarankan bahwa pada saat
pencampuran kekentalan (viskositas) kinetis aspal adalah 170 ± 20
centistokes dan untuk pemadatan dibutuhkan viskositas kinetik aspal
sebesar 280 ± 30 centiskotes. Nilai kekentan ini dapat dicapai pada rentang
suhu tertentu yang sering disebut sebagai suhu pencampuran dan suhu
tertentu yang sering disebut sebagai suhu pencampuran dan suhu
pemadatan. Kedua rentang suhu ini dapat dicari dengan menggunakan
grafik hubungan antara suhu dengan viskositas yang dapat dikembangkan
untuk setiap jenis aspal.
Tahapan pembuatan benda uji atau spesimen pengujian marshall :
1. Keringkan agregat pada suhu 105 - 110°C minimum selama 4 jam,
keluarkan dari alat pengering (oven) dan tunggu sampai beratnya tetap.
2. Pisah-pisahkan aregat ke dalam fraksi-fraksi yang dikehendaki (sesuai
spek) dengan cara penyaringan
3. Siapkan bahan untuk setiap benda uji yang diperlukan yaiu agregat
sebanyak ±1200 gram sehingga menghasilkan tinggi benda uji kira-
kira 63,5 mm ± 1,27 mm
4. Pencampuran agregat agar sesuai dengan gradasi yang diinginkan
dilakukan dengan cara mengambil nilai tengah dari batas spek. Untuk
memperoleh berat agregat yang diperlukan dari masing-masing fraksi
untuk membuat satu benda uji adalah dengan mengalihkan nilai tengah
tersebut terhadap total berat agregat.
5. Panaskan panci pencampuran beserta agregat kira-kira 28°C di atas
suhu pencampuran untuk aspal padat, bila menggunakan aspal cair
pemananasan sampai 14°C di atas suhu pencampuran.
6. Tuangkan asapal yang sudah mencapi tingkat kekentalan sebanyak
yang dibutuhkan ke dalam agregat yang sudah dipanaskan tersebut,
kemudian aduklah dengan cepat, dengan tetap mempertahankan masih
dalam rentang suhu pemadatan, sampai agregat terselemuti aspal
secara merata.
7. Sementara itu, atau sebelumnya perlu disiapkan alat untuk
memadatkan, yaitu dengan membersihkan perlengkaan cetakan benda
uji serta bagian muka penumbuk dengan seksama dan panaskan sampai
suhu antar 93,3 – 148,9°C.
8. Letakan cetakan di atas landasan pemadat dan tahan dengan pemegang
cetakan.

9. Letakan selembar kertas saring atau kertas penghisap yang sudah


digunting menurut ukuran cetakan ke dalam dasar cetakan.
10. Masukan seluruh campuran kedalam cetakan dan tusuk-tusuk
campuran keras-keras dengan spatula yang dipanaskan sebanyak 15
kali keliling pinggirnya dan 10 kali dibagian tengahnya.
11. Siapkan alat pemadat dan lakukan pemadatan dengan menumbuk
spesimen dengan jumlah tumbukan 75 yang disesuaikan dengan jenis
lalu lintas yang direncanakan.
12. Tumbukan dilakukan dengan tinggi jatuh 457,2 mm dan selama
pemadatan harus diperhatikan agar kedudukan sumbuh palu pemadat
sealu tegak lurus pada alas cetakan.
13. Lepaskan alat alas berikut leher sambung dari cetakan benda uji,
kemudian cetakan yang berisi benda uji dibalikan dan dipasang
kembali pelat alas berikut leher sambung pada cetak yang dibalikan
tadi. Lakukan penumbukan bagi dengan jumlah yang sama.
14. Lepaskan keeping alas dan dinginkan sampai diperkirakan tidak akan
terjadi perubahan bentuk jika benda uji dikeluarkan dari mold. Untuk
mempercepat proses pendinginan, dapat digunakan kipas angin. Proses
pendinginan biasanya dilakukan sekitar 2-3 jam.
15. Keluarkan benda uji atau spesimen marshall dari mold dengan hati-hati
kemudian letakan spesimen permukaan yang rata dan biarkan sampai
benar-benar dingin. Sebaiknya didiamkan pada suhu ruangan selama
24 jam.
Pengujian spesimen marshall :
Ada tiga tahap pengujian yang dilakukan dari metode marshall yaitu tahap
pertama adalah melakukan pengukuran berat jenis, pengukuran stabilitas
dan flow, serta pengukuran kerapatan dan analisa rongga.
Sebelum dilakukan pengujian spesimen atau benda uji marshall, perlu
dilakukan hal-hal sebagai berikut :
 Benda uji harus bersih dari kotoran organik, minyak, kertas dan
sebagainya
 Setiap benda uji diberi tanda pengenal yang mencirikan minimal
jumlah aspal yang diberikan
 Ukur tinggi masing-masing benda uji dengan menggunakan jangka
sorong dengan ketelitian 0,1 mm. Tinggi benda uji adalah rata-rata
dari 3 kali pengukuran.

Pengukuran berat jenis campuran di dasarkan ada ASTM D 2726 :


 Timbang benda uji dan didapatkan berat benda uji kering
 Masukan benda uji ke dalam air bersuhu 25°C selama 3 sampai 5
menit dan kemudian ditimbang untuk mendapatkan berat benda uji
dalam air
 Angka benda uji dari dalam air, selimuti dengan kain yang dapat
menyerap air, dan segera timbang untuk mendapatkan berat benda
uji kondisi jenuh-kering permukaan (SSD). Penyelimutan dengan
kain adalah hanya untuk menghilangkan air yang berada
dipermukaan dan dilakukan dengan cepat. Proses dari sejak
pengambilan benda uji dari dalam air, menyelimutkan dengan kain
dan penimbangan sebaiknya dilakukan tidak lebih dari 30 detik.
 Berat jenis curah (bulk specific gravity) benda uji adalah berat
benda uji kering / (berat benda uji kondisi jenuh kering permukaan-
berat benda uji dalam air)
Pengukuran stabilitas dan flow :
 Rendamlah benda uji dalam bak perendam (water bath) selama 30-
40 menit dengan suhu tetap (60 ± 1)°C.
 Keluarkan benda uji dari bak perendam atau dari oven dan letakan
ke dalam sekmen bawah kepala penekan dengan catat bahwa waktu
yang diperlukan dari saat diangkatnya benda uji dari bak perendam
sampai tercapainya beban maksimum tidak boleh melebihi 30
detik.
 Pasang segmen atas di atas benda uji dan letakan keseluruhannya
dalam mesin penguji
 Pasang arloji pengukur pelelehan (flow) pada kedudukannya di atas
salah satu batang penuntun dan atur kedudukan jarum penunjuk
pada angka nol, sementara selubung tangkai arloji (sleeve)
dipegang teguh terhadap segmen atas kepala penekan.
 Naikan kepala penekan kepala penekan beserta benda ujinya
dinaikan hingga menyentuh alas penguji, sebelum pembebanan
diberikan.
 Atur jarum arloji tekan pada kedudukan angka nol
 Berikan pembebanan pada benda uji dengan kecepatan tetap sekitar
50 mm per menit sampai pembebanan maksimum tercapai, atau
pembebanan menurun seperti yang ditunjukan oleh jarum arloji
tekan dan catat pembebanan maksimum
 Catat nilai pelelehan (flow) yang ditunjukan oleh jarum arloji
pengukur pelelehan pada saat pembebanan maksimum tercapai.

Tahap perhitungan :

1. Perhitungan Bulk Specific Gravity agregat :


100
% Agregat Kasar % Agregat Kasar %Filter
( + + )
BJ Bulk Agregat Kasar BJ Bulk Agregat Halus BJ Filter

2. Perhitungan Effective Specific Gravity agregat :


100
% Agregat Kasar % Agregat Kasar %Filter
( + + )
BJ efektif Agregat Kasar BJ efective Agregat Halus BJ Filter

3. Perhitungan Bulk Specific Gravity campuran :


Berat Benda Uji Kering
Berat Benda Uji Kondisi Jenuh Kering Permukaan−Berat Benda Uji Dalam Air

4. Berat jenis maksimum campuran teoritis (Max. Theoretical Specific


Gravity) :
100
% agregat dalam campuran %aspal dalam campuran
+
BJ efektif agregat BJ aspal

5. Volume Benda Uji (Campuran) :


Berat Benda Uji Kondisi Jenuh Kering Permukaan – Berat Benda Uji
Dalam Air

6. Berat Isi Benda Uji (Campuran) :

Bulk SpecificGravity Campuran


Volume Benda Uji(Campuran)

7. Perhitungan Total Rogga dalam campuran, VIM :


100 X berat isi benda uji
100−
berat jenis maksimum camuranteoritis

8. Perhitungan Jumlah Rongga dalam agregat (VMA, voild in the mineral


aggregate) :
( 100 x kadar Aspal terhadapcampuran ) x Bulk Specific Gravity Campuran
100 ­
Bulk Specific Gravity Agregat

9. Rongga terisi Aspal, VFA (volid filled with asphalt)


100 X (VMA−VIM )
VFA=
VMA
Analisa Data
 Koreksi nilai stabilitas perlu dilakukan jika tinggi benda uji tidak sama
dengan 63,5 mm (2½”) dengan menggunakan tabel koreksi (lihat tabel)
 Hitunglah nilai rata-rata yang mewakili setiap nilai kadar aspal untuk nilai
stabilitas, flow, stabilitas / flow, berarti isi campuran, VIM,VMA, dan
VFA.
 Buatlah grafik untuk masing-masing stabilitas, flow, stabilitas / flow, berat
isi campuran, VIM,VMA dan VFA. Kecenderungan yang umum pada
grafik tersebut adalah sebagai berikut :
 Nilai stabilitas naik dengan bertambahnya kadar aspal, dan akan mencapai
puncaknya pada suatu kadar aspal tertentu. Setelah itu pertambahan kadar
aspal akan menurunkan nilai stabilitas.
 Nilai flow akan naik sesuai dengan bertambahnya kadar aspal
 Kurva untuk berat isi campuran kecenderungannya sama dengan kurva
untuk stabilitas, tetapi biasanya (tidak selalu) nilai maksimum untuk berat
isi akan diperloeh pada kadar aspal yang sedikit lebih tinggi dari pada
kadar aspal untuk stabilitas maksimum.
 Kandungan rongga dalam agregat (VIM) akan menurunkan dengan
bertambahnya kadar aspal.
o Kandungan rongga dalam agregat (VMA) akan turun ke suatu nilai
minimum kemudian naik lagi sesuai dengan bertambahnya kadar
aspal.
o Rongga yang terisi aspal (VFA) akan naik sesuai pertambahan
kadar aspal, karena VMA terisi oleh aspal.
PERENCANAAN CAMPURAN
METODE BINA MARGA (BM)

Tanggal : 17 Juli 2019


Dikerjakan Oleh : Kelompok IV
Berat Jenis Aspal (T) : 1,03
Berat Jenis Bulk Total Agregat (U) : 2,65
Berat Jenis Efektif Total Agregat (V): 2,58
Setelah Nilai – nilai dari stabilitas, flow, VIM, VMA, VFB, MQ diperoleh
maka kita dapat melihat hubungannya dengan kadar aspal yang dipakai, seperti
pada gambar di bawah ini :
` Dari gambar grafik di ataskita dapat menentukan kadar aspal optimum
(KAO), bersadarkan standar yang di tentukan oleh BINA MARGA seperti terlihat
pada gambar di bawah ini :

Gambar Penentuan Kadar Aspal Optimum Campuran

Dari gambar di atas, nilai kadar aspal optimum tidak dapat di tentukan,
karena nilai VIM (rongga dalam campuran) melebihi kriteria perencanaan
campuran untuk kadar aspal 5%, 5.5% dan 6%.
DOKUMENTASI

Mencampur Aspal dan Agregat Menimbang Aspal dan Agregat

Benda Uji Yang Telah Ditumbuk Menimbang Benda Uji Aspal

Anda mungkin juga menyukai