Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
1. Pendahuluan
Bahan bitumen adalah material termoplastik yang secara bertahap
mencair, sesuai dengan pertambahan suhu yang berlaku sebaliknya pada
pengurangan suhu.Bamun demikian perilaku / respon material bahan bitumen
tersebut terhadap suhu pada prinsipnya membentuk suatu spectrum /
beragam, tergantung dari komposisi unsur – unsur penyusunnya.
Dari sudut pandang rekayasa (Engineering), ragam dari komposisi
unsur penyusun bahan bitumen biasanya tidak ditinjau lebih lanjut, untuk
menggambarkan karakteristik ragam respon material bahan bitumen tersebut
diperkenalkan beberapa parameter, yang salah satunya adalah nilai PEN
(Penetrasi). Nilai ini menggambarkan kekerasan bahan bitumen pada susu
standsar 25⁰C, yang diambil dari pengukuran kedalaman penetrasi jarum
standar, dengan beban standar (50 gr/100 gr), dalam rentang waktu yang juga
standar (5 detik).
British Standard (BSI) membagi nilai penetrasi tersebut menjadi 10
macam, dengan rentang nilai PEN 15 s/d 450, sedangkan AASHTO
mendefinisikan nilai PEN 40-50 sebagai nilai PEN untuk material bahan
bitumen terlembek / terlunak.
Nilai penetrasi sangat sensitive terhadap suhu. Pengukuran di atas suhu
kamar akan menghasilkan nilai yang berbeda. Variasi suhu terhadap nilai
penetrasi dapat disusun sedemikian rupa hingga dihasilkan grafik hubungan
antara suhu dan nilai penetrasi.Penetrasi Index dapat ditentukan dari grafik
tersebut.
1
2. Prosedur Pengujian
Peralatan:
Alat penetrasi yang dapat mengerakkan pemegang jarum naik turun tanpa
gesekan dan dapat mengukur penetrasi sampai 0,1 mm pemegang jarum
seberat (47,5 ± 0,05) gram yang dapar dilepas dengan mudah dari alat
penetrasi untuk peneraan.
2
Di bawah 200 55 mm 35 mm 90 ml
200 sampai 300 70 mm 45 mm 175 ml
Jarum penetrasi dibuat dari stainless steel mutu 440°C, atau HRC 54
sampai 60. Uji jarum harus dibentuk kerucut terpancung.
Bak perendam terdiri dari bejana dengan isi tidak kurang dari 10 liter dan
dapat menahan suhu tertentu dengan ketelitian lebih kurang 0,1°C. Bejana
dilengkapi dengan plat dasar berlubang-lubang, terletak 50 mm di atas
dasar bejana. Permukaan air sekurang-kurangnya 150 ml di atas pelat
dasar berlubang.
Pengukur waktu.
3
Untuk pengukuran penetrasi dengan tangan diperlukan stop watch dengan
skala kecil 0,1 detik atau kurang dan kesalahan tertinggi 0,1 detik. Untuk
pengukuran penetrasi dengan alat otomatis, kesalahan alat tersebut tidak
boleh melebihi 0,1 detik.
Gambar. Stopwatch
Setelah contoh cair merata, tuangkan ke dalam tempat contoh dan diamkan
hingga dingin. Tinggi contoh dalam tempat tersebut tidak kurang dari
angka penetrasi ditambah 10 mm. Buatlah dua benda uji (duplo).
4
Tutuplah benda uji agar bebas dari debu dan diamkan pada suhu ruangan
selama 1 samapi 1,5 jam untuk benda uji dengan cawan berkapasitas 90 ml
dan 1,5 sampai 2 jam untuk benda uji dengan cawan berkapasitas 175 ml.
Langkah-langkah pengujian :
1. Letakan benda uji dalam tempat air yang kecil dan masukan tempat air
tersebut ke dalam bak perendam yang telah berada pada suhu yang
ditentukan. Diamkan dalam bak tersebut selama 1 sampai 1,5 untuk benda
uji dengan cawan berkapasitas 90 ml dan 1,5 sampai 2 jam untuk benda uji
dengan cawan berkapasits 175 ml.
2. Periksalah pemegang jarum agar jarum dapat dipasang dengan baik dan
bersihkan jarum penetrasi dengan toluene atau pelarut lain kemudian
keringkan jarum tersebut dengan lap bersih dan pasanglah jarum pada
pemegang jarum.
3. Letakan pemberat 50 gram di atas jarum yang memperoleh beban sebesar
(100 ± 0,1) gram.
4. Pindahakan tempat air dari bak perendam ke bawah alat penetrasi.
5
5. Turunan jarum perlahan-lahan sehingga jarum tersebut menyentuh
permukaan benda uji. kemudian aturlah angka 0 di arloji penetrometer
sehingga jarum penunjuk berimpit denganya.
6. Lapiskan pemegang jarum dan serentak jalankan stop watch selama jangka
waktu (5 ± 0,1) detik.
7. Putarlah arloji penetrometer dan bacalah angka penetrasi yang berimpit
dengan jarum penunjuk. Bulatkan hingga angka 0,1 mm terdekat.
8. Lepaskan jarum dari pemegang jaruman siapkan alat penetrasi untuk
pekerjaan berikutnya.
9. Lakukan pekerjaan di atas tidak kurang dari 3 kali untuk benda uji yang
sama, dengan ketentuan setiap titik pemeriksaan dan tepi dinding berjarak
lebih dari 1 cm.
Catatan :
Termometer dari bak perendam harus di tera
Bitumen dengan penetrasi kurang dari 350 dapat diuji dengan alat-alat
dan cara pemeriksaan ini, sedangkan bitumen dengan penetrasi antara
350 dan 50 perlu dilakukan dengan alat-alat lain.
Untuk penetrasi dengan nilai yang lebih besar dari 200 sedikitnya
digunakan tiga jarum penetrasi. Untuk tiap penusukan digunakan satu
jarum dan jarum tidak usah ditarik kembali sampai pengujian selesai.
Hal ini dikarenakan untuk penetrasi lebih dari 200 lebih rentan terhaap
kerusakan dinding benda uji dengan penetrasi yang lebih kecil.
Apabila pembacaan stop watch lebih dari (5 ± 0,1) detik, hasil tersebut
tidak berlaku (diabaikan)
6
3. Perhitungan dan Pelaporan
Nilai penetrasi dinyatakan sebagai rata-rata dari sekurang – kurangnya dari
3 yaitu :
Hasil
0 - 49 50 - 149 50 - 249 1200
Penetrasi
Toleransi 2 4 6 8
7
PEMERIKSAAN PENETRASI ASPAL
1 Pengamatan 1 74 82 70
2 Pengamatan 2 72 78 68
3 Pengamatan 3 73 81 61
Disetujui Oleh
Pelaksana Lab. Aspal Poltek-Ambon
8
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan nilai penetrasi rata
rata 73,2 mm termasuk dalam golongan aspal PEN 50-149. Pada pengamatan
pertama dan kedua untuk setiap sempel kami mendapatkan selisih hasil yang
baik yang tidak melewati angka tolerasi yaitu 4mm. Sedangkan pada
pengamatan ketiga sempel III mendapatkan selisih hasil jauh dari angka
toleransi dengan pengamatan sebelumnya. Mungkin ada beberapa factor yang
mempengaruhi yaitu suhu dan waktu.
ANALISIS SARINGAN
9
(SIEVE ANALYSIS)
1. Pendahuluan
Batu pecah dan batu alam secara teoritis terbagi atas dua grup, yakni
agregat kasar dan halus. Pemisah dari grup ini adalah ukuran saringan No.4
(4,75 mm) dimana di atas ukuran ini disebut kasar dan di bawahnya adalah
halus (BS 882, 1973). Di laboratorium pembagian ini dapat diperbanyak,
misalnya untuk keperluan spesifikasi campuran beton menggunakan 4 zona
gradasi, untuk keperluan perkerasan digunakan tiga zona gradasi atau lebih
dikenal fraksi agregat, yakni agregat kasar, agregat sedang, dan agregat halus.
Penentuan gradasi agregat terbagi atas dua cara yaitu :
Cara grafis yaitu data hasil analisis saringan diplot dalam grafik semi
logaritma, dimana sumbu X menunjukan parameter diameter saringan
dalam skala logaritma dan sumbu Y menunjukan parameter presentase (%)
lolos saringan. Hasilnya lebih bersifat visual.
Dari pola kurva yang terbentuk dapat kita lihat :
Gradasi agregat yang bersifat well graded, poor grade/single sized,
atau gap grade.
Presentase (%) agregat kasar, sedang dan halus pada sumber agregat
tersebut dengan kombinasi analisa saringan.
Cara analitis yaitu dengan membuat suatu parameter koefisien
keseragaman / uniform coefficient (CU) dan parameter kurvatur / cuvature
coefficient (CZ). Hasilnya lebih bersifat eksak.
Persamaan parameter dapat dilihat sebagai berikut :
D230
CZ = dimana Dx = ukuran sampai x % lolos saringan
D10 x D10
D60
CU =
D10
10
Angka CU yang kecil menandakan agregat tersebut kurang lebih seragam.
Bersama dengan CZ dan CU dapat diklasifikasikan gradasi agregat yaitu :
CZ > 35 dan CU < 6 well graded
CZ > 15 dan CU < 6 medium graded
CZ < 15 dan CU < 6 poorly graded/ uniformly graded
CZ > 15 dan CU > 6 gap graded
Karakteristik gradasi tersebut merupakan ciri khas yang menadai suatu
campuran beraspal, misalnya well graded / continous graded sebagai ciri khas
LASTON (Lapisan Aspal Beton), gap graded sebagai ciri khas HRA (Hot
Rolled Asphalt), yang masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Poor graded dihindari karena sifat interlocking-nya yang kurang baik.
2. Prosedur Pengujian
Prosedur pengujian didasarkan pada SK SNI M-08-1989-F atau
ASSTHOT 27-88 atau ASTMC 136-84a
Peralatan :
Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0,2% dari berat sampel
Gambar. Timbangan
Satu set saringan 75,00 mm (3”), 63,00 mm (21/2”), 50,00 mm (2”),
35,50 mm (1½”)25 (1,06”), 20 mm (3/4”), 12,5 mm (1/2”), 10,00 mm
(3/8), No.4, No.6, No.16, No.30, No.50, No.100, No.200
11
Gambar. Saringan
Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai 110
± 5o C
Gambar. Oven
Alat pemisah contoh
Mesin pengguncang saringan
12
Kuas, sikat, kuningan, sendok dan alat-alat lainnya
Benda Uji :
- Agregat halus : Material lolos saringan 4,75 mm 1000 gr
- Agregat Sedang : Material lolos saringan 9,50 mm 1500 gr
- Agregat Kasar : Material lolos saringan 25,4 mm 2000 gr
13
a. AASTHO T 27-88
1. Pengeringan sampel pada suhu 110 5°C juga dilakukan sebelum
disaring.
2. Ukuran saringan yang tersedia telah disesuaikan dengan ASSTHO
M92, yaitu sarngan dari kasa.
3. Ukuran saringan yang dipilih dapat dibatasi lagi sesuai spesifikasi
campuran.
4. Batasi jumlah sampel yang berada dalam suatu jenis saringan
sehingga semua partikel dapat tersaring dengan baik dan mencegah
melengkungnya kasa saringan. untuk saringan < dari 4,75 mm (no 4)
berat sampel yang tertahan pada masing masing saringan tidak lebih
dari 6 kg/m² dari ruas permukaan saringan. untuk ukuran saringan
4,75 mm dan lebih besar berat sampel yang tertahan pada tiap
saringan tidak lebih dari 2 kali dari diameter saringan bersangkutan
dalam satuan kg/m².
5. Total berat sampel setelah disaring harus diperiksa, jika perbedaannya
lebih dari 0,3% berat sampel sebelum disaring maka hasil
pemeriksaan tidak diterima.
6. Pelaporan jumlah presentase adalah sama yaitu dalam bilangan bulat
kecuali untuk material yang lolos saringan 0,075 mm (no 200) kurang
dari 10 % harus dilaporkan dalam 1 desimal.
b. ASTM C 136 – 84
1. Prosedur secara mendasar sama dengan AASTHO karena pada
sasarnya prosedur ASSTHO mengadopsi ASTM.
2. Ukuran saringan yang tersedia telah disesuaikan dengan ASTM
Specification E 11. Hal ini sama dngan ASSTHO M 92.
3. Pada ASTM tidak ada batasan jumlah sampel pada akhir penyaringan
dan pemeriksaan ulang total berat sampel yang telah disaring.
14
Sampel yang akan diuji harus dalam kondisi kering sebelum
ditimbang dan disaring, yaitu dengan mengeringkannya pada suhu ruang
atau memanaskan dengan oven 110 5°C namun untuk agregat yang
banyak mengandung lumpur, debu, atau lainnya yang mengakibatkan
gumpalan seperti pada agregat halus, harus dicuci dahulu dengan cara
dekantasi.
Ukuran saringan yang dipakai, dan batasan maksimum sampel yang
tertahan (BS 812:Part 1 : 1975)
Ukuran Nominal
Ukuran Nominal Berat maksimum Berat maksimum
Saringan
Saringan Ø Ø Ø
Berdasarkan BS
Berdasarkan BS 450 mm 300 mm 200 mm
Mm kg kg Mm µm G
1.70 - 100
850 75
20.0 4 2.0 - 600 75
14.0 3 1.5 - 435 75
212 50
6.30 1.5 0.756 - 150 40
5.00 1.0 0.5 - 75 25
3.35 - 0.3 - - -
ANALISA SARINGAN
15
Tanggal : 16 Juli 2019
Dikerjakan Oleh : Kelompok IV
Jenis Contoh : Chipping
Sumber Contoh : Arisakula
16
1,19 16 0,37 1482,4 99,08 0,92
0,59 30 0,67 1483,07 99,12 0,88
0,279 50 0,59 1483,66 99,16 0,84
0,149 100
0,074 200
Pan 12,53 1496,19 100,00 0,00
Disetujui Oleh
Pelaksana Lab. Aspal Poltek-Ambon
17
URAIAN Ukuran Saringan
Inch 1" 3/4" 1/2" 3/8" #4 #8 #16 #30 #50 #100 #200
mm 25.4 19.0 12.5 9.5 4.75 2.36 1.18 0.600 0.300 0.150 0.075
Data Analisa saringan
Agregat Kasar 90.77 21.34 1.49 1.49 0.26 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Agregat Sedang 100.00 99.54 55.63 39.84 1.06 0.95 0.92 0.88 0.84 0.80 0.76
Agregat Halus 100.00 100.00 100.00 100.00 99.99 88.25 66.16 49.25 30.93 16.18 7.95
Penggabungan agregat
Agregat Kasar 20.0% 18.15 4.27 0.30 0.30 0.05 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Agregat Sedang 35.0% 35.00 34.84 19.47 13.94 0.37 0.33 0.32 0.31 0.29 0.28 0.27
Agregat Halus 45.0% 45.00 45.00 45.00 45.00 44.99 39.71 29.77 22.16 13.92 7.28 3.58
Gradasi gabungan 98.15 84.11 64.77 59.24 45.42 40.04 30.09 22.47 14.21 7.56 3.84
Fuller 100.00 82.8 73.2 53.6 39.1 28.6 21.1 15.5 11.3 8.3
Gradasi Laston AC WC
Kasar
Maks. 100.0 90.0 70.0 65.0 55.0 45.0 30.0 25.0 20.0 10.0 7.0
Min. 80.0 75.0 55.0 47.0 45.0 38.0 16.0 14.0 7.0 5.0 0.0
100
90
80
70
Disetujui Oleh
Pelaksana Lab. Aspal Poltek-Ambon
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui suhu dimana aspal dan juga ter
mulai lembek dan dapat digunakan dengan menggunakan alat Ring and Ball. Suhu
ini pun yang menjadi acuan di lapangan atas kemampuan aspal dan juga ter
menahan suhu permukaan yang terjadi untuk tidak lembek sehingga dapat
menggurangi daya lekatnya.
1. Pendahuluan
Dudukan benda uji, lengkap dengan pengarah bola baja dan plat dasar
yang mempunyai jarak tertentu.
Penjepit
Alat pengarah bola
Disetujui Oleh
Pelaksana Lab. Aspal Poltek-Ambon
1. Pendahuluan
Durabilitas atau ketahanan terhadap kerusakan sangat berpengaruh
terhadap kebutuhan akan jumlah agregat. Beberapa agregat yang memiliki
kekuatan standar pun akan mengalami kerusakan saat di stockpile atau saat
masa layan di jalan. Pada hakekatnya ikatan antar butir partikel bisa kuat dan
lemah, namun secara berulang menjadi lemah karena sebagai akibat dari proses
peredaman air seperti akibat cuaca, pembekuan dan lain-lain. Ada dua aspek
yang menguji durabilitas agregat ini, yaitu :
Kerusakan mekanis
Kerusakan diakibatkan reaksi physico-chemical, seperti pelapukan
Dalam uji abrasi ini tipe tes durabilitas yang diambil adalah tipe tes kerusakan
mekanis. Tipe tes kerusakan mekanis ini sendiri memiliki berbagai macam tipe.
Tipe tes kerusakan mekanis :
Aggregate Abrasion Value
Aggregate Attrition Value
Los Angeles Abrasion Value
Poloshed Stone Value
Prinsip pengujian Los Angeles adalah pengukuran perontokan agregat
dari gradasi standarnya akibat kombinasi abrasi atau atrisi, tekanan, dan
penggilasan di dalam drum baja. Ketika drum berputar, bilah baja yang
terdapat di dalamnya, mengangkat sampel dan bola baja, membawanya
berputar sampai kembali jatuh, mengakibatkan efek tumbuk-tekan / import-
crushing pada sampel. Sampel sendiri kemudian berguling dengan mengalam
aksi abrasi dan penggilasan sampai bilah baja kembali menekan dan
membawanya berputar. Demikianlah siklus yang terjadi di dalam mesin Los
Angeles.
Pengujian / tes Los Angeles telah digunakan secara luas sebagai
indikator dari kualitas atau kemampuan berbagai sumber agregat yang
mempunyai komposisi mineral yang sama. Hasilnya dari pengujian ini tidak
langsung secara sah membenarkan perbandingan antara sumber-sumber
agregat yang jelas berbeda dari asal, komposisi, maupun strukturnya.
Peralatan :
Mesin abrasi Los Angeles, yaitu mesin terdiri dari silinder baja tertutup
pada kedua sisinya dengan diameter 71 cm (28”) dan panjang 50 cm
(20”). Silinder ini bertumpu pada dua poros pendek tidak menerus yang
berputar pada poros terpasang rapat sehingga permukaan dalam silinder
tidak terganggu. Di bagian dalam silinder terdapat bilah baja melintang
setinggi 8,9 cm (3,56”).
Bola-bola baja mempunyai diameter rata-rata 4,68 cm (1 7/8”) dan berat
masing-masing antara 400 gram sampai 440 gram.
Saringan mulai ukuran 37,5 mm (1½”) sampai 2,36 mm (No.8).
Timbangan dengan kapasitas 5000 gram dan ketelitian 1 gram
Oven yang dilengkapi dengan pengaturan suhu untuk memanasi sampai
(110 5)°C
Benda Uji :
Sampel harus bersih. Bila sampel masih mengandung kotoran. Debu,
bahan organik atau terselimuti oleh bahan lain, maka sampel harus dicuci
sampai bersih kemudian dikeringkan dalam suhu (110 5)°C sampai berat
tetap.
Pisahkan sampel ke dalam ukuran fraksi masing-masing sesuai pada tabel
di bawah ini dan gabungkan, timbang (A)
Tabel Ukuran Fraksi :
Langkah-langkah pengujian :
1. Sampel dan bola baja dimasukkan ke dalam mesin Los Angeles dan mesin
diputar dengan kecepatan 30 sampai 33 rpm untuk 500 putaran
2. Setelah putaran selesai sampel dikeluarkan kemudian lakukan penyaringan
awal dengan diameter saringan lebih besar dari 1,7 mm (No.12). Saringan
bagian sampel yang lebih halus dengan saringan 1,7 mm (No.12). Butiran
yang tertahan / lebih besar dari 1,7 mm (No.12) dicuci bersih kemudian
dikeringkan dalam oven suhu (1105°C) sampai berat tetap, lalu timbang
(B).
Catatan
Tidak dilakukan proses pencucian sampel setelah tes Los Angles ini kadang-
kadang akan mengurangi pengukuran, kehilangan sekitar lebih dari 0,2 % dari
berat sampel awal.
SK SNI M – 02 1990 – F
Metoda ini sebenarnya mengacu pada standar pengujian dari AASTHO.
Dengan demikian sebenarnya tidak ada perbedaan dengan metoda ASTM C
131 – 76 / AASTHO T 96 – 87
BRISTISH STANDAR
Sebagai parameter kekuatan agregat-agregat ; British Standar lebih
mendasarkan pada nilai AIV dan ACV dibandingkan dengan hasil pengujian
Los Angeles.
A−B
Keausan = x 100 %
A
5000−3495,63
Keausan = x 100 % = 30,09 %
5000
Keterangan :
- Jumlah Bola Baja = 11 buah
- Jumlah Putaran = 500 Putaran
Disetujui Oleh
Pelaksana Lab. Aspal Poltek-Ambon
5. Kesimpulan
Dari pengujian keausan agregat dengan menggunakan mesin Los Angeles
diperoleh nilai keausan 30,09 %. Berdasarkan SNI 03-2417-1991, nilai
agregat yang baik untuk digunakan dalm bahan perkerasan jalan adalah <
40%. Jadi benda uji ini merupakan agregat yang baik digunakan dalam
perkerasan jalan.
PERENCANAAN CAMPURAN
METODE BINA MARGA (BM)
2. Spesifikasi Material
Untuk agregat kasar sangat disarankan menggunakan batu pecah atau
kerikil pecah yang bersih, kering kuat dan awet serta bebas dari bahan organik,
asam dan bahan lain yang mengganggu. Spesifikasi untuk agregat kasar dan
halus secara kuantitatif dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Spesifikasi Agregat
3. Perencanaan Campuran
Tahap perhitungan :
Dari gambar di atas, nilai kadar aspal optimum tidak dapat di tentukan,
karena nilai VIM (rongga udara) melebihi kriteria perencanaan campuran untuk
kadar aspal 5%, 5.5% dan 6%.
4. Kesimpulan
Dari hasil pengujian yang dilakukan, kadar aspal optimum tidak dapat
dinentukan karena nilai VIM (rongga udara) melebihi kriteria perencanaan
campuran untuk kadar aspal 5%, 5.5% dan 6% yaitu 9.04%, 12.14% dan
11.47%.
DOKUMENTASI
UJI PENETRASI
DOKUMENTASI
ANALISA SARINGAN
DOKUMENTASI
PENGUJIAN TITIK LEMBEK
DOKUMENTASI
PENGUJIAN KEASUSAN AGREGAT
ABRASI LOS ANGLES
DOKUMENTASI
PERENCANAAN CAMPURAN
Mencampur Aspal dan Agregat Menimbang Aspal dan Agregat