Anda di halaman 1dari 42

Invasi Amerika Serikat ke Irak ditinjau dari hukum organisasi internasional

Ahmad Masduki
NIM E.0098038
UNIVERSITAS SEBELAS MARET

BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Sajian Data
1. Gambaran Umum Invasi Amerika Serikat ke Irak
Amerika Serikat merupakan negara yang terletak di Benua
Amerika yang berbentuk Negara Federal yang terbagi atas negara-negara
bagian. Amerika Serikat mempunyai 50 negara bagian yang masing-
masing mempunyai pemerintahan sendiri dengan pemerintah pusat di
United States of America (USA). Negara ini berkembang pesat baik
ekonomi, ilmu pengetahuan maupun teknologi. Berikut adalah data yang
dapat dilihat dari negara Amerika Serikat. (Republika, Februari 2003)
Nama resmi : Amerika Serikat
Ibukota : Washington D.C.
Letak Geografis: 49 negara dan distrik Kolumbia terletak di Benua
Amerika Utara. Hawai, negara ke-50 terletak di
samudera pasifik utara. 48 negara yang berdekatan
(tidak termasuk Alaska dan Hawai) berbatasan
dengan Kanada di sebelah timur, Teluk mexico di
sebelah utara dan Samudera Pasifik di sebelah barat.
Jumlah penduduk: 239.000.000 jiwa.
Bahasa utama: Inggris

37
38

Kota besar: New York, Chicago, Los Angeles, Philadelphia dan


Houston.
Ekonomi: Mineral utama; batu bara, minyak bumi, gas alam,
tembaga, bijih besi, pasir dan batu.
Sedangkan Irak merupakan sebuah negara yang menduduki bagian
timur bulan sabit subur, yang merupakan wilayah yang sering disebut
sebagai Mesopotamia yaitu kosa kata Yunani yang berarti lahan di antara
dua sungai. Sungai tigris dan sungai Efrat sangat mempengaruhi
kehidupan dan lingkungan penduduk Irak. Irak terletak diantara Plato
Arabia Utara dan jajaran Gunung Turki serta Iran Barat Daya dan
membentuk lintasan tanah rendah antara Suriah dan teluk Persia.
Topografi Irak termasuk ke dalam tiga zone berbeda, bagian utara
pegunungan disebut sebagai wilayah Kurdistan, wilayah tengah antara
Tigris dan Efrat dengan pusat ibu kota di Baghdad merupakan wilayah
paling teririgasi dan terolah, sedangkan wilayah barat daya, barat dan
selatan merupakan daerah gurun yang hampir gersang. Di daerah selatan
terdapat daerah rawa yang luas sepanjang Shat Al Arab tempat
bergabungnya sungai Tigris dan Efrat sekitar 160 km di barat laut Teluk
Persia. Penemuan minyak di Irak pada tahun 1927 memberikan berbagai
tanggung jawab dan masalah kepada negeri yang berlatar belakang sejarah
kuno yang membanggakan (Negara dan Bangsa,1990). Berikut adalah data
yang dapat dilihat dari Irak. (Republika, Februari 2003)
Nama Resmi negara: Republik Irak (Al Jumhouriya Al Iraqiya)
Ibukota : Baghdad
Letak geografis : Asia Barat Daya
Perbatasan: Turki, Iran, teluk Kuwait, Arab saudi,
Yordania dan Suriah
Luas wilayah : 434.924 km persegi
Ciri fisik: Titik tertinggi kurang lebih 3.600 m di atas
Pegunungan Zagros. Titik terendah: paras
permukaan laut, sungai utama; Tigris, Efrat
39

dan Diyala. Danau utama; Hor al hammar,


Hor sanniya
Jumlah penduduk : 23.332.000 jiwa.
Bahasa Utama : Arab
Kota Utama : Baghdad, Basra, Mosul dan Kirkuk.
Ekonomi: mineral utama; minyak, produk
industri;minyak mentah, kilang minyakdan
batu bata, kurma dan tekstil katun.
Keputusan Amerika Serikat melakukan invasi ke Irak didasarkan
pada Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1441 yang berisi tentang
ancaman bahwa Irak akan menghadapi implikasi yang serius jika tidak
bekerjasama dengan tim PBB. Presiden Amerika Serikat George W Bush
dalam konferensi pers menyatakan bahwa pemerintahannya akan
mengajukan konsep resolusi baru Dewan Keamanan PBB mengenai Irak.
Langkah tersebut didorong oleh penilaiannya bahwa Saddam Hussein
belum bersedia untuk melucuti senjata pemusnah massalnya dan tidak
berusaha untuk melaksanakan. Resolusi baru tersebut mempertegas
kembali tentang Irak yang telah dianggap telah melanggar Resolusi 1441
yang dikeluarkan Dewan Keamanan pada November 2002. Hal ini
mendorong Amerika Serikat untuk membuat usulan tentang perlunya
diambil langkah militer terhadap Irak sebagai bentuk sanksi.(M.T Arifin,
2003: 2)
Amerika Serikat berusaha mendapatkan dukungan dari negara-
negara anggota Dewan Keamanan baik dari anggota tetap (Amerika
Serikat, Ingris, Cina, Perancis, dan Rusia) maupun anggota tidak tetap
Dewan Keamanan (Spanyol, Mexico, Chile, Bulgaria, Jerman, Suriah,
Angola, Kamerun, Guinea dan Pakistan). Rancangan resolusi baru
tersebut masih memerlukan dukungan dari sembilan suara anggota Dewan
Keamanan agar lolos dan tidak mendapatkan veto dari salah satu anggota
tetap Dewan Keamanan PBB. Tetapi hanya Inggris yang memberikan
dukungan, Perancis, Rusia, dan Cina tidak memperlihatkan dukungan bagi
40

resolusi kedua yang diupayakan Amerika Serikat tersebut. Mereka


menganggap resolusi 1441 Dewan Keamanan PBB sudah cukup.
Untuk bisa meloloskan resolusi kedua tersebut Amerika Serikat
berusaha melakukan lobi dengan sembilan anggota tidak tetap Dewan
Keamanan PBB lainnya. Tetapi hal ini sulit untuk dicapai karena Perancis
dan Rusia mengancam akan menggunakan hak vetonya. Dengan hak veto
yang dimilki Perancis dan Rusia bisa menggagalkan dikeluarkannya
resolusi kedua tersebut, walaupun sembilan anggota dewan Keamanan
Perserikata Bangsa-Bangsa mendukungnya. (Kompas, 23 Maret 2003).
Amerika Serikat menyatakan akan langsung melakukan perang terhadap
Irak tanpa resolusi kedua. Tetapi langkah yang ditempuh Amerika Serikat
tersebut harus menunggu laporan dari inspeksi yang dilakukan oleh
Komisi Pemeriksaan Senjata PBB.
Komisi Pemeriksaan Persenjataan PBB atau Komisi Monitoring,
Verifikasi dan Inspeksi PBB/ UNMOVIC (United Nations Monitoring,
Verificatioan and Inspection Commission) atau sebelumnya dikenal
dengan UNSCOM (United Nations Special Commission) adalah komisi
yang ditugaskan untuk melakukan pengawasan terhadap persenjataan Irak.
Komisi ini beranggotakan para pakar internasional yang dipimpin oleh
Hans Blix yang dalam melakukan pemeriksaan dibantu oleh Badan Energi
Atom Internasional (IAEA). Sejak tanggal 27 November 2002 komisi itu
ditugaskan untuk melaksanakan pengawasan senjata PBB di Irak yang
secara periodik harus melaporkan hasil kerjanya pada Sekretariat Jenderal
dan Dewan Keamanan PBB.
Hal ini dilakukan sebagai konsekuensi terhadap Irak atas kekalahan
Irak dalam Perang Teluk (1991), yaitu Irak diberikan sanksi ekonomi dan
militer berupa blokade ekonomi, larangan terbang melewati zone larangan
terbang (di wilayah Irak Selatan dan Irak Utara), memberikan otonomi
terhadap Suku Kurdi di wilayah Irak Utara serta pelarangan terhadap Irak
untuk memiliki senjata kimia, biologi dan senjata pemusnah masal lainnya
41

serta kemampuan jangkau dari rudal-rudal Irak dibatasi dan keadaan


berada di bawah pengawasan mereka.
Sampai akhir Februari 2003, UNMOVIC (United Nations
Monitoring, Verificatioan and Inspection Commission) telah
melaksanakan pemeriksaan terhadap persenjataan di Irak dan tidak
menemukan senjata pemusnah massal kecuali hanya rudal jenis
Al_Samoud-2. senjata tersebut menurut pakar dalam tim mampu memiliki
kekuatan jangkau dengan radius 190 km, sehingga melebihi jarak
maksimal 150 km sebagaimana yang ditetapkan oleh PBB pasca perang
teluk 1991. pada tanggal 21 Februari 2003 Hans Blix telah mengirimkan
surat kepada presiden Saddam Hussein dan memperingatkan agar Irak
paling lambat tanggal 1 Maret 2003 harus menghancurkan rudal-rudal
jenis Al_Samoud-2 yang mereka miliki beserta komponen dan
kelengkapan lain yang terkait (Elba Damhuri, 2003: 45).
Tanggal 24 Februari 2003 dalam wawancara televisi di “CBS” dan
“Rather” presiden Saddam Hussein memberikan keterangan yang secara
tersirat Irak tidak akan mematuhi perintah PBB untuk memusnahkan rudal
Al- Samoud-2 yang dimiliki oleh negerinya. Tetapi melalui surat yang
ditujukan kepada ketua UNMOVIC tanggal 27 Februari 2003 yang
ditandatangani penasehat kepresidenan bidang ilmu dan teknologi, Letnan
Jenderal Arm al Saadi, Irak secara prinsip menyatakan persetujuan untuk
memusnahkan rudal Al_Samoud-2 yang oleh tim pemeriksa dinyatakan
mampu mencapai jarak yang melebihi jarak maksimal yang ditentukan
PBB. Irak meminta agar Hans Blix mengirimkan tim teknis untuk
membicarakan kerangka dan jadwal pelaksanaan perintah pemusnahan
dan bukan hanya untuk memantau pelaksanaan pemusnahan senjata.
Walaupun demikian dalam surat tersebut Irak mempertahankan sikapnya
bahwa keputusan untuk memusnahkan senjata itu tidak adil dan tidak
mempertimbangkan fakta ilmiah yang mendasari masalah. Irak selalu
menyatakan bahwa beberapa di antara rudal mereka yang melampaui batas
diijinkan karena diuji tanpa membawa hulu ledak atau sistem kendali
42

elektronik. Unmovic kemudian memberikan laporan tentang hasil


inspeksinya selama tiga bulan di Irak (Desember 2002-Februari 2003)
kepada sekjen PBB Koffi Annan pada tanggal 26 Februari 2003 dan
penjelasannya akan di sampaikan kepada Dewan Keamanan PBB pada
tanggal 28 Februari 2003. Laporan setebal 17 halaman itu oleh Hans Blix
dinyatakan, bahwa inspeksi baru tidak menemukan senjata biologi dan
senjata kimia di Irak, tetapi hanya akan memberikan hasil yang terbatas,
selain itu diberikan contoh yang positif dari pihak Irak yaitu mau
melaksanakan kerjasama dengan timnya (Elba Damhuri, 2003: 47).
Berkaitan dengan pemeriksaan senjata oleh UNMOVIC 15 anggota
tetap dan anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB pada tanggal 27
sampai tangal 28 Februari 2003 dan tanggal 7 Maret 2003
menyelenggarakan sidang khusus tertutup untuk membahas laporan
tersebut yang dipimpin oleh Ketua Dewan Keamanan PBB untuk bulan
Maret Mamadi Traore dari Guniea. Dalam sidang tersebut ketua
UNMOVIC Hans Blix menyatakan bahwa Irak sudah bekerja sama
dengan baik dan pihaknya tidak menemukan fasilitas produksi ataupun
penyimpanan senjata biologi dan kimia bawah tanah Irak. Komisi
pengawasan sudah menggunakan peralatan radar penembus tanah di
sejumlah lokasi di Irak. Selanjutnya Blix merekomendasikan agar dapat
melanjutkan pemantauan diperlukan lebih banyak inspektur senjata untuk
melakukan pemeriksaan di Irak. Irak juga telah menunjukkan keja
samanya yang besar dalam hal membuktikan dirinya tidak memiliki
simpanan senjata kimia dan senjata biologi, yang telah dimusnahkan
secara sepihak oleh negara itu pada tahun 1991. Untuk membuktikan hal
itu, Irak telah membongkar suatu lokasi yang dicurigai dan sebelumnya
dipandang terlalu berbahaya untuk diperiksa secara penuh. Terakhir Irak
telah mengangkat 8 bom lengkap berisi bahan cair R 400 dan 6 bom
lengkap lainnya. Sedangkan Dirjen Badan Energi Atom Internasional
(IAEA) Mohammad el Baradei menyatakan bahwa sangkaan-sangkaan
43

terhadap Irak yang berusaha mendapatkan Uranium dari Niger adalah


tidak benar (M.T Arifin, 2003: 5-6)
Hasil yang disampaikan Blix tersebut sudah dapat membuktikan
bahwa Irak tidak mempunyai senjata pemusnah massal seperti yang
dituduhkan oleh Amerika Serikat. Bahkan Irak menunjukkan bersedia
bekerja sama dengan pihak pemeriksa persenjataan PBB dengan lebih
baik. Tetapi Amerika Serikat menganggap Irak masih belum menunjukkan
bahwa Irak mempunyai senjata pemusnah massal dan bersikeras tetap
akan menggunakan aksi militer sebagai solusi atas pelanggaran yang
dilakukan oleh Irak tersebut tanpa resolusi kedua yang diajukannya.
Amerika Serikat menyatakan akan langsung mengadakan invasi militer
terhadap Irak karena kata-kata “akan menghadapi implikasi serius” dalam
resolusi 1441 bisa diartikan akan menghadapi perang (Kompas 23 Maret
2003)
Akhirnya serangan yang dilakukan Amerika Serikat terhadap Irak
terjadi 95 menit setelah batas akhir ultimatum 48 jam batas yang
ditetapkan Amerika Serikat kepada presiden Irak Saddam Hussein untuk
mengundurkan diri dari jabatannya yaitu yang berakhir hari Kamis pukul
01.00 GMT (04.00 waktu setempat). Pukul 05.35 waktu setempat rudal
Tomehawk meledak di sasaran-sasaran tertentu di Baghdad, sebanyak 40
rudal tomahawk diluncurkan dari kapal perang dan kapal selam Amerika
Serikat yang berada di laut Merah dan Teluk Persia memasuki wilayah.
Sirene serangan udara berbunyi di daerah Irak dan Kuwait sementar
pesawat F 117 siluman yang membawa 2 bom penghantam bunker seberat
1000 kg ikut serta dalam serangan pendahuluan ke Irak. Pesawat-pesawat
tersebut lepas landas dari Qatar dan Oman (Kompas 21 Maret 2003).

2. Alasan Amerika Serikat Melakukan Invasi ke Irak.


Latar belakang invasi Amerika Serikat ke Irak adalah adanya
beberapa alasan penting yang dijadikan argumen Amerika Serikat,
termasuk desakan kepada negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB
44

untuk dapat mengeluarkan Resolusi Dewan Keamanan kedua setelah


Resolusi 1441. Alasan alasan tersebut antara lain;
a. Pengembangan Senjata Biologi dan Senjata Kimia oleh Irak
Berdasar data intelejen terbukti Irak memiliki dan
mengembangkan senjata kimia dan senjata biologi yang sangat
berbahaya sehingga dapat mengancaman perdamaian dan keamanan
dunia. Pemerintah Amerika Serikat dan didukung Inggris menuduh
Saddam Hussein memproduksi senjata-senjata kimia dan biologi
tersebut untuk digunakan sebagai mesin perang. Jenis senjata kimia
yang dimiliki Irak diantaranya;
1) Mostar
Berbentuk padat yang menimbulkan uap berbahaya, menyebabkan
kulit terbakar. Bila dihisap senjata ini bisa merusak sistem pernapasan
dan juga menyebabkan diare. Benda ini mampu menyerang mata,
paru-paru, dan peredaran darah manusia.
2) Tabun
Merupakan senjata tanpa warna yang padat dan mengganggu sistem
saraf. Jika terkena maka akan mengganggu penglihatan seseorang, sulit
bernapas, berkeringat, diare, koma, hingga kematian.
3) Sianida
Zat kimia yang beracun dengan kadar tinggi. Jika dihirup atau terjadi
kontak dengan kulit tubuh manusia, akan mempengaruhi proses
bekerjanya oksigen di dalam tubuh. Reaksinya, seseorang sulit
bernapas, koma, dan kematian.
4) Sarin.
Zat kimia padat atau cair yang menyebabkan seseorang sulit bernapas,
koma dan menyebabkan kematian nomor satu, sama seperti jenis
lainnya. Dalam kasus Aum Shinrikyo pada tahun 1995 yang
menyerang sistem kereta api bawah tanah Jepang, mereka
menggunakan sarin. Irak mengakui telah mengakui telah memproduksi
100 sampai 150 metrik ton sarin.
45

5) VX
senjata kimia yang bisa membunuh seseorang dalam hitungan menit.
Zat ini berbentuk likuid dan tahan lama. Reaksi yang ditimbulkan
akibat zat ini sama seperti yang terjadi dengan jenis senjata kimia
lainnya. Irak memproduksi hingga 4 ton dari tahun 1988 sampai 1990.
(Iraq from fear to freedom)
Sedangkan senjata-senjata biologi yang dimiliki Irak antara lain;
1) Antrax
Bakteri yang bisa membuat orang seperti kena flu yang disertai
demam,lesu dan tidak nyaman di dada. Bereaksi antara dua sampai tiga
hari sampai kemudian menyebabkan seseorang meninggal.
2) Ricin
Protein beracun yang diambil dari salah satu zat yang terdapat dalam
kacang, menyebabkan seseorang demam, sesak napas, batuk,
hypothermia dan kematian. Irak memproduksi 10 liter ricin dan
mengujinya untuk kepentingan persenjataan militer.
3) Botulinium Neurotoxin
Racun yang bisa langsung membuat orang lumpuh dan meninggal. Irak
pernah mencobanya dengan memasukkan zat ini ke dalam 100 bom
dan 16 misil selama perang teluk pertama (1991)
4) Aflatoxin
Racun yang dibentuk dari aspargilus yang tumbuh di kelapa dan
tumbuhan lainnya. Racun ini dapat menyebabkan kanker.
5) Clostridum Perfringens Toxin
Menyebabkan kerusakan pada paru-paru, merusak sistem pernapasan
dan menghancurkan daya tahan tubuh. (sumber Iraq from fear to
freedom)
Amerika Serikat sangat menghawatirkan pengembangan senjata
ini karena dari data yang dimiliki Irak telah beberapa kali melakukan
serangan menggunakan senjata kimia dan biologi pada waktu
sebelumnya.
46

Berikut data serangan senjata kimia yang pernah dilakukan Irak

Waktu Lokasi Jenis Korban tewas


Agustus 1983 Haij Umran Gas Mostar 100 lebih
Oktober-November Panjwin Gas Mostar 3.000
1984
Februari-Maret 1984 Pulau Majnoon Gas Mostar 2.500
Maret 1984 Basrah Tabun 100 lebih
Maret 1985 Hawizah Marsh Tabun 3.000
Februari 1986 Al Faw Tabun 8.000-10.000
Desember 1986 Umm Qasr Mostar 1.000Lebih
April 1987 Basrah Mostar 5.000
Oktober 1987 Sumar/ Mehran Mostar 3.000
Maret 1988 Halabja Mostar/ Syaraf 5.000
(CNN/BBC/Republika)

b. Pengembangan Senjata Nuklir oleh Irak.


Pemerintah Irak telah terbukti mengembangkan senjata nuklir
dengan ditemukannya data pembelian uranium dari Niger sekitar
tahun 1990. Dengan sangat yakin presiden George W Bush menyebut
kepada kongres Amerika Serikat dan seluruh rakyatnya bahwa
Saddam Hussein pernah berusaha membeli uranium dari sebuah
negara di Afrika yaitu Niger (bukan Nigeria). Dari laporan intelejen
ditemukan bukti-bukti kuat bahwa pembelian itu memang ada di
sekitar tahun 1990. Amerika Serikat menganggap semua itu dilakukan
dalam kaitan untuk memperkuat program senjata nuklir Irak. Pada
Bulan September 2002 George Bush berpidato di depan Majelis
Umum PBB membicarakan bukti-bukti kemungkinan adanya program
nuklir Irak dalam setahun. Bukti yang diajukan adalah , Irak berusaha
membeli ribuan tabung aluminium berkekuatan tinggi yang digunakan
untuk memperkaya uranium agar dapat dipakai pada senjata nuklir.
47

Wakil Presiden Dick Cheney dan Penasehat Keamanan Nasional


Condoleezza Rice memperkuat bukti tersebut dan mengatakan tabung-
tabung tersebut hanya untuk program senjata nuklir.
c. Irak Memiliki Senjata Pemusnah Massal yang Bisa Diaktifkan dalam
45 Menit.
Irak diduga mengembangkan dan memiliki senjata pemusnah
massal yang bisa diaktifkan dalam waktu 45 menit. Amerika Serikat
menyimpulkan Irak memiliki materi yang cukup untuk memproduksi
lebih dari 38.000 liter botulinum toxin yang cukup untuk membunuh
jutaan orang. Menteri Luar Negeri Colin Powell mengungkapkan
tahun 1988 ahli-ahli PBB menyetujui Irak menyempurnakan teknik
pengeringan dalam program senjata biologi.(cnn/counterpunch.com).
Selanjutnya menurut menteri luar negeri Inggris Jack Straw Irak tak
hanya memiliki senjata pemusnah massal tapi juga mengembangkan
senjata kimia, biologi, virus, baksil, dan 10.000 antrax (cnn/
counterpunch.com). Pabrik phenol dan chlorine materi pembuat
senjata kimia dibangun di Fallujah dekat Habbaniyah Irak. Amerika
serikat menambahkan Irak menyimpan 20 misil Al Hussein yang bila
dicampur dengan senjata kimia dan biologi dan mampu menembus
jarak 650 km. Senjata itu mampu mencapai Cyprus, Turki, Arab
Saudi, Iran dan Israel. Irak juga diduga kuat mempunyai senjata nuklir
yang bisa diaktifkan dalam jangka waktu 45 menit. Hal tersebut juga
didukung dengan ditemukannya dua trailer oleh Inggris yang diduga
sebagai laboratorium mobil yang digunakan untuk membuat senjata
kimia dan biologi yang keberadaannya berpindah-pindah.
d. Pelanggaran terhadap Resolusi Dewan Keamanan PBB.
Irak telah melakukan pelanggaran terhadap Resolusi Dewan
Keamanan PBB secara beruntun. Menurut Amerika Serikat lebih dari
satu dekade Irak (Saddam Hussein) telah menipu dan menentang
kehendak Resolusi Dewan Keamanan PBB di antaranya meneruskan
pencarian dan pengembangan bahan kimia, biologi dan senjata nuklir
48

dan pelarangan proyektil jarak jauh;tindakan brutal orang-orang Irak,


termasuk melakukan pelangaran HAM dan kejahatan terang-terangan
melawan terhadap ras manusia; mendukung terorisme internasional;
menolak melepaskan tawanan perang dan individu lain yang hilang di
teluk jaman; menolak mengembalikan property (hak milik) Kuwait
yang dicuri; dan bekerja atas sanksi ekonomi PBB dengan berbelit-
belit. Resolusi yang telah dilanggar Irak di antaranya adalah:
1) UNSCR 678- 29 November 1990 :
a) Irak harus patuh secara penuh terhadap UNSCR 660
(mengenai invasi tidak sah Irak atas Kuwait).
b) Memberi kuasa/ hak kepada negara anggota PBB untuk
menggunakan semua alat penting untuk menegakkan dan
menerapkan resolusi 660 untuk mengembalikan keamanan dan
perdamaian internasional.
2) UNSCR 686 – 2 Maret 1991:
a) Irak harus melepaskan narapidana yang tertangkap selama
perang teluk
b) Irak harus mengembalikan properti/ hak milik kuwait yang
ditahan selama perang teluk.
c) Irak harusmenerima kewajiban di bawah hukum internasioal
untuk kemungkinan kerusakan akibat invasi tidak sahnya atas
Kuwait.
3) UNSCR 687 – 3 April 1991:
a) Irak harus menerima tanpa syarat untuk memusnahkan
memindahkan atau penghapusan kejahatan di bawah
pengawasan Internasional dari semua bahan kimia dan senjata
biologi, semua agen pemasok, semua komponen dan semua
subsistem, riset terkait, pengembangan, dan fasilitas pabrik.
b) Irak harus setuju tanpa syarat untuk tidak mengembangkan
nuklir atau riset apapun yang berkaitan dengan pengembangan
dan pabrik senjata nuklir.
49

c) Irak dilarang menggunakan, mengembangkan, dan


membangun senjata pemusnah massal apapun.
d) Irak harus menegaskan kembali kewajibannya di bawah
perjanjian pembatasan nuklir.
e) Pembentukan UNSCOM (United Nations Special
Commission) untuk verifikasi penghapusan tentang program
senjata kimia dan biologi Irak dan mengamanatkan kepada
IAEA (Internasional Atomic Energy Agency) untuk melakukan
verifikasi penghapusan program senjata nuklir Irak.
f) Irak wajib menerima tanpa syarat pemusnahan dan
pemindahan semua proyektil balistik dengan jangkauan lebih
dari 150 km .
g) Irak harus mengumumkan keseluruhan program senjata
pemusnah massalnya.
h) Irak dilarang tunduk dan mendukung terorisme atau
menijinkan organisasi teroris untuk beroperasi di Irak.
i) Irak harus bekerjasama dengan kuwait dalam penghitungan
orang yang mati dan hilang dalam perang.
j) Irak harus mengembalikan properti milik Kuwait yang ditahan
sepanjang perang teluk
4) UNSCR 688 – 5 April 1991:
a) Mengutuk penindasan terhadap populasi warga negara Irak
apabila melanggar perdamaian dan keamanan Internasional.
b) Irak harus mengakhiri segala bentuk penindasan terhadap
warga negaranya.
c) Irak harus mengijinkan akses Organisasi Internasional bagi
mereka yang memerlukan bantuan.
5) UNSCR 707 – 15 Agustus 1991:
a) Mengutuk pelanggaran serius Irak terhadap Resolusi Dewan
Keamanan PBB (UNSCR) 687
50

b) Menghukum dan mengutuk kegagalan Irak dalam memenuhi


kewajibannya kepada IAEA di bawah perjanjian pembatasan
nuklir.
c) Irak harus mengakhiri semua proyektil dan senjata pemusnah
massal.
d) Irak harus mengijinkan PBB dan inspektur IAEA untuk akses
segera tanpa larangan dan tanpa syarat.
e) Irak harus segera menghentikan pemindahan senjata pemusnah
massal dan segala fasilitas dan material terkait.
f) Irak harus mengijinkan PBB dan Inspektur IAEA untuk
melakukan pemeriksaan penerbangan seluruh Irak
g) Irak harus menyediakan transportasi, medis dan dukungan
logistik untuk PBB dan Inspektur IAEA.
6) UNSCR 715 – 11 Oktober 1991:
Irak harus bekerja sama ecara penuh dengan PBB dan IAEA.
7) UNSCR 949 – 15 Oktober 1994:
a) Mengutuk invasi militer Irak ke Kuwait
b) Irak dilarang menggunakan kekuatan militer dan lainnya
sebagai ancaman bagi negara tetangga maupun PBB.
c) Irak harus bekerja sama sepenuhnya dengan Inspektur senjata
PBB
d) Irak dilarang menggalang kekuatan militer di Irak selatan.
8) UNSCR 1051 – 27 Maret 1996:
a) Irak harus melaporkan segala penggunaan materi dan semua
yang berhubungan dengan senjata pemusnah massal kepada
PBB dan IAEA.
b) Irak harus bekerja sama secara penuh dengan PBB dan IAEA
serta segera mengijinkan akses tanpa larangan dan tanpa
syarat.
9) UNSCR 1060 – 12 Juni 1996:
51

a) Menyayangkan atas penolakan Irak terhadap ijin akses pada


Inspektur PBB dan pelanggaran terang-teranganterhadap
resolusi Dewan Keamanan PBB.
b) Irak harus bekerja sama secara penuh dengan Inspektur
Senjata PBB dan segera mengijinkan akses tanpa larangan dan
tanpa syarat.
10) UNSCR 1115 – 21 Juni 1997:
a) Mengutuk penolakan otoritas Irak untuk mengijinkan akses
Inspektur PBB yang didasari oleh sebuah pelanggaran yang
jelas dan mencolok terhadap Resolusi Dewan Keamanan
687,707, 715, dan 1060.
b) Irak harus bekerja sama secara penuh dengan inspektur senjata
dan segera mengijinkan akses tanpa larangan dan tanpa syarat.
c) Irak harus segera memberi akses tanpa larangan dan tanpa
syarat kepada pejabat Irak yang perlu diwawancarai oleh
inspektur PBB.
11) UNSCR 1137 – 12 November 1997:
a) Mengutuk kelanjutan pelanggaran oleh Irak tentang Resolusi
PBB sebelumnya, termasuk ancaman tersembunyi pada
keselamatan pesawat terbang yang dioperasikan oleh Inspektur
PBB dan perusakan terhadap peralatan monitoring Inspektur
PBB.
b) Menegaskan kembali tanggung jawab Irak untuk memastikan
keselamatan Inspektur PBB.
c) Irak harus bekerja sama secara penuh dengan inspektur
persenjataan PBB dan segera mengijinkan akses tanpa
larangan dan tanpa syarat.
12) UNSCR 1154 – 2 Maret 1998:
Irak harus bekerja sama secara penuh dengan inspektur senjata
PBB dan IAEA dan segera mengijinkan akses tanpa larangan
52

dan tanpa syarat dan mencatat semua pelanggaran akan


dikenakan konsekuensi keras terhadap Irak.
13) UNSCR 1194 – 9 September 1998:
a) Mengutuk keputusan Irak 5 Agustus 1998 untuk menunda
kerja sama dengan inspektur PBB dan IAEA yang didasari
suatu pelanggaran yang tak dapat diterima tentang kewajiban
di bawah UNSCR 687, 707, 715, 1060, 1115, dan 1154.
b) Irak harus bekerja sama secara penuh dengan Inspektur
Senjata PBB dan IAEA dan segera mengijinkan akses tanpa
larangan dan tanpa syarat.

14) UNSCR 1205 – 5 November 1998:


a) Mengutuk keputusan Irak 31 Oktober 1998 untuk memutuskan
kerja sama dengan Inspektur Persenjataan PBB suatu
pelanggaran yang mencolok terhadap Resolusi Dewan
Keamanan PBB 687 dan Resolusi lainnya.
b) Irak harus segera melakukan kerja sama tanpa syarat dan
membantu kelengkapan Inspektur PBB dan IAEA.
15) UNSCR 1284 – 17 Desember 1999:
a) Membentuk Komisi Pengawas, Verifikasi dan Pemeriksaan
PBB (UNMOVIC) untuk menggantikan tim pemeriksaan
senjata sebelumnya (UNSCOM)
b) Irak harus memberikan ijin UNMOVIC akses segera tanpa
larangan dan tanpa syarat ke pejabat dan fasilitas Irak.
c) Irak harus memenuhi komitmennya membebaskan tawanan
perang teluk.
d) Meminta Irak untuk mendistribusikan bantuan kemanusiaan
dan medis yang sesuai dengan yang membutuhkan tanpa
deskriminasi.
e. Dokumen dari Dinas Intelejen Inggris
53

Dokumen tersebut dibacakan Perdana Menteri Inggris Tony


Blair di hadapan Parlemen Inggris pada tanggal 24 September 2004.
Berikut kutipannya;
Kata Pengantar Perdana menteri Tony Blair
Dokumen yang dipublikasikan hari ini berdasarkan sebagian besarnya,
hasil kerja komite intelejen gabungan (JIC). JIC adalah jantung dari
mesin intelejen Inggris , bada itu dikepalai oeh kantor kabinet. Selama
lebih 60 tahun, JIC terus memberikan masukan kepada perdana
menteri dan kolega senior tentang isu kebijakan luar negeri dan
keamanan nasional. hasil analisis mereka tentu saja sangat rahasia.
Mengenai senjata pemusnah massal (Weapon of Mass Destruction/
WMD) Irak, saya ingin berbagi dengan rakyat Inggris tentang alasan
mengapa saya percaya isu ini menjadi ancaman serius bagi
kepentiangan nasional Inggris. Dalam beberapa bulan terakhir ini saya
diperingatkan adanya bukti-bukti dari dalam Irak sendiri bahwa
Saddam Hussein terus mengembangkan senjata pemusnah massal.ini
54

mengganggu perdamaian regional dan dunia. Mengumpulkan data


intelejen dari dalam Irak tidaklah mudah. Saddam adalah salah
seorang pemimpin diktator di dunia. Jadi, saya percaya bahwa
masyarakat akan percaya mengapa agen intelejen tidak memberikan
data spesifik tentang sumber-sumber yang mereka dapatkan. Saya dan
para menteri sudah diberi penjelasan secara lebar data- data intelejen
tersebut. Intelejen menyebutkan bahwa Saddam melanjutkan produksi
senjata kimia dan biologi, juga mengembangkan program senjata
nuklir, serta memperluas program misil balistik. Ini adalah ancaman
yang sangat serius dan karena itu harus dihentikan. Saddam telah
menggunakan senjata kimia tidak hanya kepada musuhnya, tetapi juga
melawan rakyatnya sendiri. Dokumen juga melampirkan rencana
militer Irak yang membolehkan menggunakan senjata pemusnah yang
bisa aktif dalam 45 menit. Ini merupakan ancaman bagi perdamaian
dan keamanan Internasional, ketika senjata WMD berada ditangan
orang yang brutal dan agresif.

Rangkuman eksekutif
a. Di bawah Saddam Hussein Irak mengembangkan senjata kimia
dan biologi, memiliki misil untuk menyerang negara-negara
tetangganya dan berusaha membangun bom nuklir. Usai perang
teluk I, Saddam mengakui semua itu dan akan menyerahkan
seluruhnya.
b. Informasi-informasi berkaitan dengan senjata pemusnah Irak
sudah diumumkan secara luas oleh PBB dan penyelidik di Irak.
c. Sebuah penelitian independen dari Internasional Institute for
Strategic Studies (IISS), 9 september 2002 dilaporkan soal
pengembangan senjata nuklir dan upaya membeli bahan senjata
tersebut dari luar negeri.
d. Selain bukti-bukti tersebut, informasi penting tambahan juga
berasal dari penyelidikan intelejen rahasia pemerintah yang
menggambarkan lebih detail semua program senjata Irak.
e. Intelejen melaporkan bahwa Irak menyembunyikan bukti
kepemilikan senjata pemusnah Irak, termasuk dokumen-dokumen
terkait.
f. Hasil penyelidikan intelejen, kami menilai bahwa Irak:
1) Melanjutkan produksi senjata kimia dan biologi.
2) Rencana militer untuk menggunakan senjata kimia dan
biologi, termasuk melawan populasi syi”ah. Sebagian senjata
ini mampu diaktifkan dalam 45 menit.
3) Mengembangkan laboratorium mobil untuk kepentingan
militer dan membuat senjata biologi.
4) Berusaha mendapatkan bahan-bahan mentah dan teknologi
yang bisa memproduksi senjata nuklir.
5) Membeli uranium dalam jumlah banyak dari negara Afrika.
55

6) Memanggil kembali ahli-ahli untuk bekerja dalam program


senjata nuklir.
7) Secara ilegal menyimpan 20 misil Al Hussein yang mampu
menjangkau jarak 650 km, dan dapat membawa senjata biologi
dan kimia.
8) Mulai mengirim misil Al Samoud dan mengembangkan jarak
jelajahnya dari 150 km menjadi setidaknya 200 km.
9) Mulai memproduksi bahan bakar padat Ababil-100 dan
menaikkan jarak jelajahnya dari 150 km menjadi 200 km.
10) Membangun sebuah mesin baru untuk mengembnagkan misil
yang mampu menjangkau Pusat Komando Inggris di Cyprus,
Yunani dan Turki, hingga Israel.
g. Pandangan ini merefleksikan pandangan JIC.
h. Kepemilikan senjata pemusnah massal melanggar Hukum
Internasional. Berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB, Irak
diwajibkan untuk menghancurkan seluruh senjata pemusnahnya di
bawah pengawasan Tim Inspeksi PBB.

Bagian satu:
Program Senjata Kimia, Biologi, Nuklir dan Misil Balistik Irak.

Pasal 1: peran Intelejen


Sejak PBB menarik diri dari Irak pada tahun 1998, ada sedikit
informasi jelas tentang program senjata kimia, biologi, nuklir dan
misil balistik Irak. PBB mengatakan bahwa senjata-senjata itu sudah
tidak ada. Akan tetapi berdasar laporan rahasia intelejen dibuktikan
lain. Bukti lain itu didasarkan pada laporan intelejen Inggris dan agen
analisis diantaranya Jasa Intelejen Rahasia (SIS), The Government
Communications Headquarters (GCHQ), The Security Service, dan
The Defence IntelligenceStaff (DIS). Kami juga mendapat data dari
kalangan dalam.

Pasal 2: Program senjata Irak 1971-1998.


a. Irak sudah terlibat dalam penelitian senjata biologi dan kimia sejak
30 tahun.penelitian senjata kimia pertama dimulai pada 1971 di
kota kecil Rashad, sebelah tenggara Baghdad. Mereka melakukan
riset sejumlah senjata kimia seperti gas mustard, CS, dan tabun.
Tahun 1974, sebuah organisasi bernama Hasan Ibn Al-Haitham
dibentuk. Awal 1980-an direncanakan membangun fasilitas
produksi komersial senjata kimia dengan nama “ project 922 “.
Tempatnya sekitar 70 km sebelah utara Baghdad. Nama ini
kemudian dikenal sebagai Muthanna State Establishment, yang
terkenal dengan sebutan Al-Muthanna. Mulai beropersai 1982-
1983. lembaga ini mempunyai lima seksi penelitian dan
pengembangan, masing-masing mempunyai tugas berbeda. Al-
Muthanna merupakan agen produksi senjata kimia utama. Total
56

kapasitas produksi tahun 1991 mencapai 4.000 ton. Itu dinilai


masih bisa lebih tinggi lagi. Al-Muthanna juga didukung oleh tiga
fasilitas produksi dan penyimpanan terpisah yang dikenal dengan
sebutan Fallujah 1, 2, dan 3 dekat Habbaniyah tak jauh dari
Baghdad.
b. Irak memulai penelitian sejata biologis dipertengahan tahun 1970
namun masih dalam skala kecil. Kemudian dibangun fasilitas riset
dan pengembangan di Al-Salman, yang kita kenal dengan nama
Salman Pak. Letaknya di sekeliling tiga bagian sungai Tigris dan
sekitar 35 km selatan Baghdad. Meletusnya perang Irak-Iran pada
tahun 1980, Irak merevisi program senjata biologonya.
Pertengahan tahun 1990 fasilitas sipil diambil alih dan beberapa
diganti untuk kepentingan produksi, riset dan pengembangan
senjata biologi yang meliputi:
1) Al-Dawrah Footdan Mouth Vaccine Institute yang
memproduksi racun botulinum dan riset virus, termasuk
kemungkinan antraks.
2) Al-Fudaliyah Agriculture and Water Research Centre dimana
Irak mengakui memproduksi aflatoxin dan rekayasa genetik.
3) Amariyah Sera And Vaccine Institute yang digunakan untuk
penyimpanan bahan-bahan senjata biologi dan terlibat dalam
rekayasa genetik.
c. Menjelang perang teluk I, Irak memproduksi sangat banyak senjata
kimia dan biologi. Setidaknya Irak memproduksi 8.500 liter
antraks, 2.200 liter aflatoxin, 2.850 ton gas mustard, 210 ton
tabun, 795 ton sarin dan cyclosarin serta 3,9 ton VX.
d. Program senjata nuklir Irak dibentuk di bawah Iraq Atomic Energy
Commission pada tahun 1950 berdasarkan kerjasama dengan Uni
Soviet, Irak membengun pusat riset reaktor nuklir di Tuwaitha
pada tahun 1959. pusat reaktor tersebut mulai bekerja pada 1991
dan pemasukan dari booming minyak di era 1970 membuat
Pemerintah Irak memberikan dukungan besar bagi riset reaktor
tersebut. Salah satu pusat reaktor tersebut dihancurkan serangan
udara Israel pada Juni 1981.
e. Pada awal 1990, Irak mulai memproduksi misil dengan berat 20
kilo ton. Menurut laporan Internasional Atomic Energy Agency
(IAEA) Irak memiliki pengalaman untuk memproduksi gelombang
kejut bahan peledak dengan daya hebat.
f. Irak juga mengembangkan misil balistik di mana sebagian meniru
misil scud milik ini soviet. Namanya Al-Hussein dengan
kemampuan jelajah 650 km. Selama perang teluk Irak membeli
250 scud. Irak membangun misil Al-Abbas yang mampu
menjangkau jarak 900 km.
57

Pasal 3: Posisi terakhir periode 1998-2002


a. Militer Irak memperkuat program senjatanya dengan
mengembangkan senjata kimia dan biologi. Militer Irak mampu
melesatkan senjata tersebut dalam waktu 45 menit. Beberapa
tempat di Irak dijadikan pusat penelitian untuk pengembangan
tersebut.
b. Ada bukti-bukti intelejen bahwa Irak mulai memproduksi senjata
biologi dengan menggunakan kendaraan (mobil) produksi sebagai
fasilitas laboratorium. Program tersebut di mulai pada 1995 di
bawah pengawasan Dr. Rihab Taha, seorang ilmuwan yang
menjadi pemain utama dalam program senjata menjelang perang
teluk I meletus.
c. Irak membeli uranium dalam jumlah yang besar dari Niger sebuah
negara di afrika. Uranium tersebut di percaya sebagai bahan untuk
pembuatan nuklir. Selain itu Irak juga berupaya membeli tabung/
pipa aluminium yang digunakan dalam pembuatan nuklir.
Pembelian dilakukan pada awal 1990 setelah perang teluk I
berakhir.

Data intelejen tersebut yang dijadikan dasar Amreika Serikat


dalam penyusunan usulan pada PBB bahwa Irak dianggap
membahayakan keamanan internasional. Data itu juga yang dijadikan
Amreika Serikat dan Inggris dalam mengkampanyekan tentang
pelarangan pengembangan senjata nuklir dan Isu besar bahwa Irak
telah memiliki senjata pemusnah massal.

3. Kesesuaian Prosedur Invasi Amerika Serikat ke Irak dengan Prosedur


Hukum Internasional.
Menurut Pasal 33 Piagam Peserikatan Bangsa-Bangsa bahwa
negara-negara yang tersangkut dalam sesuatu pertikaian yang terus
menerus yang mungkin membahayakan terpeliharanya perdamaian dan
keamanan Internasional, pertama-tama harus mencari penyelesaian dengan
jalan perundingan, penyelidikan dengan peraturan, permufakatan,
perwasitan, penyelesaisan menurut hukum, melalui badan-badan atau
persetujuan-persetujuan setempat atau dengan cara damai lainnya yang
dipilih sendiri.
58

Dewan Keamanan bila dianggap perlu akan meminta kepada pihak-


pihak yang bertikai untuk menyelesaikannya dengan cara-cara demikian.
Pasal 34 Piagam PBB menyatakan bahwa Dewan Keamanan dapat
menyelidiki setiap pertikaian atau setiap keadaan yang dapat menimbulkan
pertentangan Internasional atau menimbulkan suatu pertikaian, untuk
menentukan apakah berlangsungnya pertikaian atau keadaan itu dapat
membahayakan terpeliharanya perdamaian serta keamanan Internasional.
Pasal 39 Piagam PBB menyatakan Dewan Keamanan PBB akan
menentukan adanya sesuatau ancaman terhadap perdamaian, pengacauan
terhadap perdamaian, atau tindakan agresi dan akan memajukan anjuran-
anjuran atau memutuskan tindakan apa yang akan diambil sesuai dengan
pasal 41 dan 42 untuk memelihara dan memulihkan perdamaian dan
keamanan Internasional.
Pasal 41 Piagam PBB Dewan Keamanan dapat memutuskan
tindakan-tindakannya yang tidak termasuk digunakannya kekuatan senjata
untuk dapat melaksanakan keputusan-keputusannya, dan dapat meminta
keapada anggota PBB untuk melaksanakan tindakan-tindakan itu. Dalam
hal ini termasuk tindakan-tindakan untuk memutuskan seluruhnya atau
sebagian daripada hubungan-hubungan ekonomi termasuk hubungan
kereta api, laut, udara, pos, kawat, radio dan alat-alat lainnya serta
perhubungan diplomatic.
Pasal 42 Piagam PBB Menyatakan apabila Dewan Keamanan
menganggap bahwa tindakan-tindakan yang ditentukan dalam pasal 41
tidak mencukupi atau telah terbukti tidak mencukupi, ia dapat mengambil
tindakan dengan mempergunakan angkatan udara, laut atau darat bila
dianggap perlu untuk mempertahankan atau memulihkan perdamaian serta
keamanan Internasional. Dalam tindakan itu termasuk pula demonstrasi-
demonstrasi, blokade dan tindakan-tindakan lain dengan mempergunakan
angkatan laut, udara atau darat dari anggota-anggota PBB.
Dengan demikian maka untuk menyelesaikan pertikaian dan
sengketa internasional yang pertama diusahakan adalah dengan
59

menggunakan jalan damai melalui perundingan atau dan perjanjian-


perjanjian antara pihak yang bertikai menuju pada perdamaian. Jika hal
tersebut tidak berhasil maka PBB dalam hal ini Dewan Keamanan PBB
berhak menyatakan adanya suatu ancaman terhadap perdamaian
Internasional dan memberikan tindakan hukum dengan memberikan sanksi
ekonomi dengan memutuskan hubungan-hubungan ekonomi. Jika tindakan
tersebut tidak efektif maka Dewan Keamanan berhak melakukan tindakan
militer dari anggota PBB terhadap negara yang bertikai atau melakukan
invasi/agresi.
Dalam kasus invasi Amerika Serikat ke Irak, hal penting yang
menjadi landasan adalah latar belakang invasi tersebut. Alasan yang
disampaikan Amerika Serikat dan Inggris kepada PBB harus diuji
kebenarannya (dalam hal ini PBB telah benar dengan membentuk tim
khusus UNSCOM dan UNMOVIC untuk melakukan investigasi dan
monitoring ke Irak). Dari hasil tim tersebut yang dijadikan landasan perlu
tidaknya Irak dinyatakan sebagai ancaman terhadap pertahanan dan
erdamaian Internasional oleh PBB. Apabila terbukti PBB (Dewan
Keamanan) bertindak sebagaimana yang telah diatur dalam Piagam PBB
seperti sudah dijelaskan di atas.

4. Sikap Perserikatan Bangsa Bangsa atas Invasi Amerika Serikat ke Irak


PBB adalah satu satunya Organisasi Internasional yang diakui saat
ini. Salah satu tujuan didirikannya PBB adalah memelihara perdamaian
dan keamanan internasional, dimana untuk mencapai tujuan itu
Perserikatan Bangsa- Bangsa mengadakan tindakan-tindakan bersama
yang tepat untuk mencegah dan melenyapkan ancaman-ancaman bagi
perdamaian. PBB juga harus menghindari tindakan-tindakan penyerangan
maupun tindakan lainnya yang mengganggu perdamaian dan akan
menyelesaikannya dengan jalan damai sesuai dengan azas-azas keadilan
dan Hukum Internasional serta mengatur dan menyelesaikan pertikaian-
pertikaian Internasional atau keadaan-keadaan yang dapat mengganggu
60

perdamaian. (Piagam PBB Bab I pasal 1 ayat (1) ). Dalam konflik antara
Amerika Serikat dan Irak PBB mengambil tindakan dengan mengeluarkan
resolusi-resolusi melalui Dewan Keamanan berkaitan dengan konflik Irak.
PBB membuat komisi khusus United Nations Monitoring, Verification
and Inspection Commission (UNMOVIC) menggantikan tugas UNSCOM
(United Nations Special Commission) untuk melakukan pengawasan,
Verifikasi dan inspeksi di Irak terkait dengan tuduhan pengembangan
senjata pemusnah massal (Resolusi Dewan Keamanan PBB 1284). Pada 8
November 2002 Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi 1441
yang berisi desakan pada Pemerintah Irak untuk bekerjasama dan
mendukung UNMOVIC dan IAEA (Internasional Atomic Energy Agency)
dalam melaksanakan tugasnya termasuk membuka semua akses fasilitas,
bangunan, peralatan, arsip dan wawancara terhadap pejabat yabng
ditunjuk tanpa peninjau dari Pemerintah Irak. .Hasil inspeksi dan
verifikasi komisi khusus PBB yang dikepalai Hans Blix tidak
menemukan bukti tentang keberadaan senjata pemusnah massal di Irak.
PBB juga telah bertindak tepat ketika Amerika Serikat dan Inggris
mendesak PBB untuk mengeluarkan resolusi kedua sebagai legalitas untuk
melakukan agresi militer terhadap Irak, yang masih berpendapat bahwa
Irak memiliki senjata pemusnah massal yang bisa diaktifkan dalam 45
menit.. PBB (dalam hal ini Dewan Keamanan) tidak mengeluarkan
resolusi baru dengan alasan tuduhan Amerika Serikat tidak mempunyai
bukti yang akurat. Amerika Serikat dan sekutunya akhirnya memutuskan
tetap melancarkan invasi militer ke Irak tanpa adanya mandat dari Dewan
Keamanan PBB. Dalam hal ini PBB sebagai Organisasi Internasional yang
bertanggung jawab menjaga perdamaian dan keamanan dunia tidak
mengambil tindakan apapun atas keputusan sepihak Amerika Serikat.
Khoffi Annan Sekretaris Jenderal PBB hanya memberikan pernyataan
bahwa invasi militer Amerika Serikat Ke Irak adalah Ilegal. Padahal
tindakan Amerika Serikat yang melakukan agresi terhadap negara yang
berdaulat merupakan pelanggaran terhadap Hukum Internasional. Dalam
61

Piagam PBB Bab VII tentang tindakan-tindakan yang berkenaan dengan


ancaman-ancaman terhadap perdamaian, pengacauan terhadap perdamaian
dan tindakan-tindakan agresi, Pasal 39 menyebutkan; Dewan Keamanan
akan menentukan adanya sesuatu ancaman terhadap perdamaian,
pengacauan terhadap perdamaian atau tindakan agresi dan akan
mengutamakan anjuran-anjuran atau meneruskan tindakan apa yang akan
diambil sesuai dengan Pasal 41 dan Pasal 42 untuk memelihara atau
memulihkan perdamaian dan keamanan internasional. Dengan demikian
jelas bahwa yang mempunyai wewenang menyatakan adanya suatu
ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional adalah PBB
bukan salah satu atau beberapa negara. Merujuk pada Pasal 41 ; bahwa
Dewan Keamanan dapat memutuskan tindakan-tindakan yang tidak
temasuk digunakannya kekuatan senjata untuk dapat melaksanakan
keputuasan-keputusannya, dan dapat meminta kepada anggota PBB untuk
melaksanakan tindakan-tindakan itu, dalam hal ini termasuk tindakan-
tindakan untuk memutuskan seluruhnya atau sebagian dari pada
hubungan-hubunga ekonomi, termasuk hubungan kereta api, laut, udara,
pos, kawat, radio dan alat-alat lainnya serta hubungan diplomatik. Dewan
Keamanan PBB seharusnya dapat memberikan tindakan tegas (sanksi)
terhadap Amerika Serikat dan sekutunya karena telah melakukan tindakan
agresi yang mengancam terhadap perdamaian dan keamanan internasional.
Bahkan PBB dibenarkan melakukan tindakan militer terhadap Amerika
Serikat jika tidak mematuhi peringatan dan tindakan Dewan Keamana
PBB. Hal ini sesuai dengan pasal 42 Piagam PBB; Apabila Dewan
Keamanan menganggap bahwa tindakan-tindakan yang ditentukan dalam
pasal 41 tidak mencukupi atau telah terbukti tidak mencukupi ia dapat
mengambil tindakan dengan mempergunakan angkatan udara, laut atau
darat bila dianggap perlu untuk mempertahankan atau memulihkan
perdamaian dan keamanan internasional. Dalam tindakan itu termasuk
demonstrasi-demonstrasi, blokade dan tindakan-tindakan lain dengan
menggunakan angkatan udara, laut atau darat dari anggota-anggota PBB.
62

5. Kedudukan Hukum Organisasi Internasional dalam Penyelesaian Sengketa


Internasional
Organisasi Internasional dapat berkedudukan sebagai badan Hukum
Internasional yang berkedudukan sebagai subyek Hukum Internasional
selain negara dan individu. Subyek Hukum Internasional adalah pihak yang
dapat dibebani hak dan kewajiban yang diatur oleh Hukum Internasional.
Hak dan kewajiban badan Hukum Internasional tersebut dibatasi oleh tugas
Organisasi Internasional yang bersangkutan.
Dalam hal tindakan keluar, Organisasi Internasional tidak lagi
diwakilkan pada salah satu anggotanya namun memutuskan dan bertindak
sendiri secara internasional. Bahkan keputusan Organisasi Internasional
tersebut mungkin tidak sama dengan kehendak masing-masing anggotanya.
Dalam hal inilah Organisasi Internasional tersebut merupakan personalitas
Hukum Internasional yang berkedudukan sebagai person atau subyek
Hukum Internasional.
Dengan demikian didirikannya Organisasi Internasional untuk
melakukan perbuatan internasional, menyelesaikan persengketaan
internasional, menjaga perdamaian dan keamanan internasional merupakan
landasan untuk menentukan personalitas Organisasi Internasional yang
bersangkutan

B. Pembahasan
1. Alasan Amerika Serikat Melakukan Invasi ke Irak.
a. Pengembangan Senjata Biologi dan Senjata Kimia oleh Irak
Dalam perjalanan invasi Amerika Serikat ke Irak terungkap
tidak ada bukti yang valid yang melatar belakangi invasi militer
Amerika Serikat ke Irak. Mantan Duta Besar Amerika Serikat untuk
Irak dan Gabon, Afrika (1992-1995) Joseph Wilson mengungkapkan
tidak terbukti adanya pembelian uranium dari Niger (Guardian/CNN,
2003). Menurutnya selama di Afrika dirinya sempat ditugaskan Agen
63

Intelejen Amerika (CIA) untuk menyelidiki kabar pembelian senjata


biologi dan kimia oleh Irak di Niger. Setelah melakukan penyelidikan
dan wawancara dengan belasan nara sumber, Wilson menemukan
tidak ada bukti pembelian tersebut dan mengatakan pada Konggres di
Gedung Putih bahwa pembelian Uranium Irak ke Niger tidak ada.
Tony Blair mengatakan setelah pelarian Kamel (menantu laki-
laki Saddam Hussein), tim inspeksi menemukan 8.000 liter konsentrat
antraks dan senjata biologi lainnya serta sebuah pabrik untuk
membuatnya. PBB membantah menemukan antraks, pabrik pembuat
antraks Al-Hakam sudah diinspeksi PBB tahun 1991. Sementara
Menteri Pertahanan Amerika Serikat Donald Rumsfeld memberikan
asumsi bahwa pembuatan senjata pemusnah massal dilakukan di
sekitar Tikrit dan Baghdad timur barat/selatan. Hans Blix
mengomentari mengapa sekarang semua itu tidak ditemukan? Tentang
Inggris yang menemukan dua trailer yang dipercaya digunakan untuk
membuat senjata biologi, kenyataannya trailer tersebut digunakan
untuk memproduksi hidrogen untuk balon artileri, sebuah sistem yang
dijual Inggris pada tahun 1980. (BBC/Guardian, 2003)
Dari banyaknya data yang justru mengungkapkan hal atau
fakta-fakta yang kontradiktif dari apa yang disampaikan oleh Amerika
Serikat tentang senjata Biologi dan senjata kimia Irak, terbukti bahwa
alasan yang mendasari invasi adalah kebohongan (rekayasa saja).
Memang pengembangan senjata Kimia maupun senjata biologi adalah
dilarang. Hal ini sesuai dengan Konvensi Pelarangan Pengembangan
senjata biologis dan bakteorologis, 10 April 1972 yang ditanda tangani
oleh Rusia Inggris, Iralndia Utara dan Amerika Serikat.Juga sejalan
dengan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa yang telah
berulangkali mengutuk semua tindakan yang bertentangan dengan
prinsip dan tujuan dari Protokol Geneva 17 Juni1925. Sehingga sangat
relevan bila Amerika Serikat menggunakan alasan pengembangan
senjata Biologi di Irak membahyakan keamanan internasional dan
64

melanggar Hukum Internasional yang patut dikenai sanksi bahkan


invasi sekalipun. Namun demikian yang menjadi subtansi
permasalahan adalah bukan pada alasan invasi tetapi pada kebenaran
alasan invasi. Dalam hal ini bahwa jika Irak terbukti memiliki
program pengembangan senjata kimia dan biologi merupakan
pelanggaran terhadap Hukum Internasional dan patut diberikan sanksi
adalah benar. Namun bahwa Irak melakukan program tersebut dan
ternyata dilapangan tidak terbukti dan akan menjadi salah jika sanksi
tetap diberikan kepada Irak. Dengan demikian menurut penulis
menjadi tidak relevan dan lebih terkesan memaksakan jika Amerika
Serikat tetap melakukan invasi militer ke Irak.

b. Pengembangan Senjata Nuklir oleh Irak


Pada 8 Januari 2003 Badan Energi Atom Internasional (IAEA)
yang bertugas menyelidiki senjata nuklir Irak menyatakan bahwa
tabung-tabung yang dibeli Irak tidak cocok untuk memperkaya
uranium. Tabung itu justru biasa dipakai untuk membuat roket artileri
biasa. Kesimpulan itu juga diyakini oleh para ilmuwan yang dihubungi
koran Washington Post. Mereka mengatakan kuantitas dan spesifikasi
dari tabung (sempit dengan silinder perak berdiameter 81 milimeter
dan panjang 1 meter) sangat tidak pas untuk memperkaya uranium
kecuali jika dimodifikasi habis-habisan.(Washington Post, 2003).
“Secara teknis tabung itu bisa saja dipakai untuk memperkaya
uranium “ kata seorang Ahli Amerika Serikat yang akrab dengan
investigasi Irak. Akan tetapi jika Irak memang berniat memakainya
untuk memperkaya uranium Irak telah salah memesan barang dan
mereka menghabiskan banyak waktu dan biaya untuk mengubah
setiap unitnya. Yang jelas dalam dua dekade terakhir, tabung-tabung
81 milimeter tersebut itu sangat biasa dipakai membuat roket. Pada
1980 Irak mengimpor tabung aluminium yang sama, bahkan tabung-
tabung terakhir yang akan dibeli Irak itu tertera tulisan “Rocket” di
65

tubuhnya (Koran Tempo, 25 januari 2003 dan Republika januari


2003).
Dengan melihat hasil penyelidikan IAEA yang merupakan
Badan resmi bentukan PBB seharusnya Amerika Serikat berhenti di
situ dan membatalkan rencana invasinya karena dugaan dan bukti-
bukti yang disampaikan Amerika terbantahkan (tidak terbukti).
Sehingga Invasi yang dilakukan Amerika kemudian menjadikan tanda
tanya besar bagi dunia internasional, apakah invasi itu benar-benar
sebagai langkah menjaga perdamaian dan keamanan Internasional atau
ada tujuan lain (sikde agenda) dari invasi tersebut untuk kepentingan
Amerika Serikat.

c. Irak Memiliki Senjata Pemusnah Massal yang Dapat Diaktifkan dalam


45 Menit
Tuduhan bahwa Irak memiliki senjata pemusnah massal adalah
sebuah kebohongan apalagi senjata pemusnah massal tersebut diyakini
bisa aktif dalam 45 menit. Sebuah media terkenal di Inggris BBC
menyangkal itu. BBC bukan hanya media yang kredible dan
terpercaya, banyak kalangan menilai BBC jauh lebih besar dari politisi
di Inggris. Dalam peliputan invasi Amerika Serikat ke Irak Maret
2003 BBC menjadi satu-satunya media barat yang tidak menjadi agen
Barat (Amerika Serikat dan Inggris). Laporan yang mereka turunkan
seimbang dan cenderung condong membela rakyat Irak. Mereka
menampilkan cerita-cerita duka dan nyata yang mungkin tidak di
dapatkan wartawan Barat lainnya yang melekat dengan pasukan
koalisi. Jika diibaratkan laporan BBC mirip dengan yang disampaikan
televisi berita Al Jazirah yang bermarkas di Qatar. Berita mereka
dijadikan rujukan media di belahan dunia yang memang kurang
mendapat akses luas di Irak. Kini semua menjadi skandal, mata dunia
internasional semakin terbuka dengan temuan dokumen September
yang kontroversial. Ketidakpercayaan terhadap bukti-bukti Amerika
66

Serikat dan Inggris yang dilanjutkan dengan menjajah Irak semakin


nyata. Alasan-alasan yang mereka sampaikan tidak lagi mendapat
tempat dan hanya rekayasa permainan. Skandal ini pun memaksa
ketua MI-6 (lembaga intelejen Inggris) Sir Richard Dearlove mundur
dari jabatannya awal Agustus 2003 yang seharusnya masih bertugas
dua tahun lagi sebagai imbas dari skandal dokumen tersebut.. Dua
alasan utama mengapa Amerika Serikat dan sekutunya Inggris
bersikeras melakukan invasi terhadap Irak tidak terbukti. Pertama,
tuduhan Irak memiliki senjata pemusnah massal yang mambahayakan
keamanan regional hanya omong kosong. Kedua, Irak membeli
uraniun dan pipa/tabung aluminium besar dari sebuah negara Afrika,
Niger juga tidak terbukti. Tim inspeksi senjata PBB yang bekerja dua
bulan lebih di Irak, secara tegas menyatakan tidak menemukan semua
tuduhan yang dialamatkan kedua negara besar itu. Di hadapan Dewan
Keamanan PBB, Maret 2003 Hans Blix ketua tim menyatakan tidak
ada bukti-bukti nyata terhadap program senjata pemusnah massal
milik Irak. Akan tetapi berdasar temuan intelejen Inggris yang
menurut Ketua Komite Intelejen Gabungan (JIC) John Scarlett,
berasal dari seorang pejabat militer Irak Negeri 1001 malam itu
memiliki senjata pemusnah massal yang bisa aktif dalam 45
menit.data itu yang menjadi bahan pidato Perdana Menteri Tony Blair
di hadapan parlemen beberapa pekan sebelum invasi dilakukan. Tidak
berlebihan jika dunia pantas berterima kasih pada BBC yang
mempertaruhkan segalanya untuk membongkar kebohongan dokumen
yang menyebabkan kehancuran salah satu pusat peradaban dunia. Pun
kepada seorang Dr. Kelly , ilmuwan yang menjadi martir , rasa terima
kasih yang besar patut diberikan.keteguhan moralitasnya menjadi
pelajaran penting bagi negara-negara besar untuk tidak lagi menilai
ilmuwan dengan uang semata.
Hal yang menguatkan di sampaikan oleh Dr. David Kelly
(seorang pejabat senior di Inggris) yang disiarkan oleh Radio BBC
67

London pada pertengahan 2003. David Kelly mengatakan Pemerintah


Inggris telah merekayasa informasi senjata pemusnah massal Irak, Irak
tidak memiliki senjata pemusnah massal yang bisa aktif dalam waktu
45 menit. Menurutnya ada permainan dari sejumlah orang dalam
pemerintah Inggris atas keluarnya dokumen setebal lima puluh
halaman tersebut. Dokumen intelejen yang dibanggakan Blair
tersebut akhirnya diketahui sebagai jiplakan dari tesis seorang
mahasiswa pascasarjana Inggris, Ibrahim Al_Marashi (observer/
guardian, 2003). Itupun merupakan tesis yang diambil berdasar data
lama seusai perang teluk pertama meletus (1991)
Dengan demikian sesungguhnya masyarakat internasional,
dalam hal ini PBB sebagai wadah/ lembaga yang menaunginya
seharusnya bisa mencegah akan terjadinya invasi militer oleh
Amerika Serikat ke Irak. Karena bukti yang digunakan oleh Amerika
Serikat tentang senjata pemusnah massal adalah bukti yang telah
kadaluwarsa dan tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Bukti seperti itu tentunya tidak bisa dijadikan rujukan dalam
mengambil kebijakan apalagi dalam hal ini menyangkut perdamaian
dan keamanan Internasional.

d. Pelanggaran Terhadap Resolusi Dewan Keamanan PBB


Tuduhan Irak tidak mematuhi beberapa Resolusi Dewan
Keamanan PBB di antaranya Resolusi PBB 1441 untuk memberikan
daftar lengkap para ilmuwan yang terkait dengan program senjata
pemusnah massal tidak benar. Hans Blix ketua Tim Inspeksi
Persenjataan PBB mengatakan Irak memberikan semuanya secara
piramida dari yang paling tinggi ke yang paling rendah. Pertama yang
diberikan adalah para pemimpin ilmuwan, manajemen, ilmuwan,
insinyur, dan teknisi. Irak memberikan 11 orang di sektor kimia, 120
sektor biologi, dan 156 sektor misil pada akhir Desember 2002. dan
atas permintaan PBB Irak juga memberikan nama tambahan (CNN/
68

BBC, 2003). Inggris mengatakan bahwa Resolusi Dewan Keamanan


PBB 1441 merupakan dasar hukum menyerang Irak. Padahal resolusi
tersebut tidak memberikan otoritas melakukan aksi militer. Inggris dan
Amerika Serikat juga menggunakan Resolusi 678 yang mengatakan
masyarakat Internasional harus mengambil langkah-langkah untuk
menjaga perdamaian, dalam kata lain Irak harus dilucuti. Resolusi 678
merupakan penggunaan kekuatan senjata menyerang Irak setelah
melakukan invasi militer terhadap Kuwait. Fakta lain bahwa invasi
bukan dilakukan karena minyak. Karena pada Bulan Mei dikeluarkan
Resolusi 1483 yang memberikan wewenang bagi Amerika Serikat dan
Inggris untuk melakukan kontrol terhadap pendapatan minyak Irak.
Dari fakta di atas menjelaskan, alasan Amerika Serikat tentang
pelanggaran terhadap resolusi-resolusi Dewan Keamanan PBB sangat
tidak relevan. Pertama, karena resolusi resolusi yang disebutkan
adalah resolusi-resolusi yang terkait dengan perang Irak jilid 1 atau
konflik Irak dan Kuwait. Dan itupun telah diambil tindakan oleh PBB
berkaitan dengan pelanggarannya, termasuk embargo ekonomi
terhadap Irak. Kedua, resolusi yang terbaru dari PBB yang
berhubungan degan Irak (1441) adalah resolusi untuk melakukan
inspeksi dan penelitian terkait dugaan adanya senjata pemusnah
massal Irak yang tidak ada sama sekali klausul yang menyebutkan
anjuran atau penjatuhan sanksi dengan invasi militer. Seharusnya
Amerika Serikat cukup menunggu hasil akhir penyelidikan Tim
Khusus PBB dan apapun hasilnya itu yang menjadi landasan perlu
tidaknya sanksi militer ke Irak. Bukan melakukan invasi tanpa
persetujuan dari PBB.

e. Dokumen Dinas Intelejen Inggris


Mengenai dokumen rahasia dari dinas intelejen Inggris
terdapat banyak kejanggalan. Hal tersebut diungkapkan oleh Dr.
David Kelly,. David Kelly adalah Inspektur senjata PBB pada perang
69

teluk 1991 yang mengungkapkan pengakuannya tentang kebohongan


data intelejen Inggris tentang senjata pemusnah massal Irak. Beberapa
data tentang Dr. David Kelly:
Nama : Dr. David Kelly
Tempat, tanggal lahir: South Wales, 17 Mei 1944
Istri : Janice
Anak : Sian (32th), Rachel dan Ellen berusia 30 th (kembar )
Karier : Sarjana Pertanian, Kepala Mikrobilogi Departemen
Pertahanan Inggris di Bidang Penelitian Kimia, Ketua
Dewan Penelitian Lingkungan Institut Virologi Iggris,
Inspektur Senjata Irak pada perang teluk I, 1991-1998,
Penasehat senior senjata biologi PBB di Irak pada 1994-
1999, Kepala Inspektur senjata Biologi Rusia 1991-1994
Dalam informasi yang diberikan Dr. David Kelly melalui
wartawan BBC Andrew Gilligan disebutkan adanya aktor-aktor gelap
yang bermain dalam kasus rekayasa dokumen tentang senjata
pemusnah massal Irak. Kelly tidak menyebutkan siapa saja yang
disebut dengan aktor-aktor gelap, namun Kelly sempat ,menyebutkan
Perdana Menteri Inggris Tony Blair dan Direktur Komunikasi
Perdana Menteri Inggris Alastair Campbell sebagai dua orang yang
paling bertanggung jawab atas rekayasa dokumen tersebut. Dr. kelly
memberikan bukti-bukti kebohongan dokumen Downing Street
kepada BBC melalui Gilligan bahwa intelejen Inggris telah
merekayasa (sexed up) informasi mengenai senjata pemusnah massal
di Irak yang kemudian menjadi penentu dasar invasi pasukan koalisi
Inggris dan Amerika Serikat ke Irak. Laporan BBC tersebut yang
kemudian menjadi topik hangat di Inggris dan mengancam kredibilitas
Perdana Menteri Tony Blair dan juga posisinya.
(CNN/BBC/Guardian). Dalam pemberitaan BBC, Gilligan
menyebutkan seorang nara sumber di Departemen Pertahanan telah
mendesak ketua Badan Intelejen untuk menyelipkan data bahwa
70

Baghdad dapat menggunakan senjata pemusnah massal dalam waktu


45 menit. Dr. Kelly juga mengatakan tentang kemungkinan
penggunaan senjata kimia dan biologi Irak menurutnya hanya 30
persen. Sehingga ia sangat meragukan temuan intelejen dalam
dokumen milik Perdana Menteri Tony Blair. Kelly juga sangat
meragukan adanya senjata nuklir yang bisa aktif dalam aktu 45 menit.
Kalau memang benar Irak memiliki senjata tersebut mengapa mereka
tidak menggunakannya pada saat terjadi perang. (BBC/ Guardian,
2003)
Kronologi Penyusunan Dokumen tentang senjata pemusnah
massal:
1) April-Juni 2002: Dr. Kelly secara teratur berkonsultasi dengan
Patrick Lamb, Deputi Kepala Departemen Non-Proliferasi yang
berada di bawah Kantor Kesejahteraan dan Luar Negeri. Mereka
membicarakan tentang hal-hal yang berkaitan dengan program
senjata Irak dan inspeksi PBB di tahun 1990.
2) 20 Juni 2002: Kantor Luar Negeri Inggris mengajukan rancangan
dokumen tersebut dengan beberapa bagian ditulis Dr. Kelly.
3) 3 September 2002: Konferensi di Sedgefield Blair berjanji untuk
mempublikasikan bukti-bukti yang tertuang dalam dokumen
tentang kepemilikan senjata pemusnah massal Irak.
4) 5 September 2002: Draft dokumen beredar di kalangan pemerintah
dan lingkungan intelejen . Campbel mengirim e-mail kepada
kepala staf Perdana Menteri Blair untuk menulis kembali subtansi
dokumen tersebut. Blair mengatakan bahwa dokumen tersebut
harus direstruktur.
5) 9 September 2002: Patrick Lamb menunjukkan dokumen tersebut
kepada Dr. Kelly.
6) 10 September 2002: Data baru bahwa Irak memiliki senjata nuklir
yang dapat aktif dalam 45 menit muncul pertama kali.
7) 15 September 2002: Draft dokumen yang baru, beredar.
71

8) 17 September 2002: Intelejen Inggris mengingatkan bahwa


dokumen tersebut tidak memiliki bukti yang cukup dan terpercaya,
khususnya terkait dengan senjata yang bisa aktif dalam 45 menit.
9) 19 September 2002: Dr. Kelly datang dalam pertemuan staf
intelejen Pertahanan Inggris. Dalam pertemuan tersebut
dibicarakan juga soal perubahan isi dokumen yang akhirnya
disebut ”direkayasa”.
10) 24 September 2002: dokumen diterbitkan termasuk tentang militer
Saddam Husein yang memiliki senjata pemusnah massal yang bisa
aktif dalam 45 menit. Blair mengatakan bahwa Irak dan Saddam
Hussein adalah ancaman “terkini” dan “serius”.
11) 29 Mei 2003: Koresponden BBC Andrew Gilligan dam siaran
radio BBC “program hari ini” melaporkan bahwa seorang pejabat
senior Inggris telah mengatakan kepadanya bahwa dokumen
pemerintah Inggris atas Irak, yang diumumkan pada bulan
September 2002 sudah direkayasa dari laporan intelejen yang
sebenarnya.
12) 1 Juni 2003: Gilligan menulis di e-mail bahwa Alastair Campbel
bertanggung jawab memasukkan data, yang menyatakan Irak
memiliki senjata pemusnah massal yang bisa aktif dalam 45 menit
dalam dokumen tersebut.
13) 19 Juni 2003: Gilligan membeberkan bukti-bukti atas laporannya
kepada Komite Luar Negeri Inggris.
14) 25 Juni 2003: Campbel membantah klaim yang disebutkan
Gilligan dalam laporannya kepada komite. Dia menuntut BBC
untuk meminta maaf atas tuduhan yang tidak mengenakkan itu
15) 26 Juni 2003: Campbel menulis surat kepada BBC untuk menuntut
permintaan maaf.
16) 27 Juni 2003: BBC menolak untuk meminta maaf . Campbel tetap
menganggap BBC telah memberitakan kebohongan.
72

17) 28 Juni 2003: Campbel muncul dalam di siaran berita Chanel 4


News, meminta agar BBC meminta maaf atas berita tersebut.
18) 7 Juli 2003: Komite Luar Negeri Inggris mempublikasikan
laporannya dan menyatakan bahwa Campbel bersih.
19) 8 Juli 2003: Menteri pertahanan Inggris mengatakan bahwa
seorang pejabat (yang belakangan diketahui bernama David Kelly)
mengaku telah bertemu dengan Gilligan dan mendiskusikan
tentang senjata Irak pada 22 Mei 2003.
20)15 Juli 2003: Kelly memberikan bukti-bukti kepada komite luar
negeri setelah penyelidikan atas dirinya dibuka kembali. Komite
mnegatakan tidak percaya bahwa Kelly adalah sumber berita dari
BBC.
21) 17 Juli 2003: Gilligan kembali memberikan bukti-bukti pada
komite dalam sesi yang lebih rahasia. Gilligan dituduh tidak
memberikan bukti yang lengkap dan hanya mencoba mengubah
alur cerita yang dia buat. Gilligan menolak tuduhan ketua komite
Donald Anderson. Sementara itu Kelly meninggalkan rumahnya di
Oxfordshire pukul 15.00 waktu setempat.dia bilang kepada
keluarganya hanya mau jalan-jalan. Jam 23.00 Wib kelly belum
kembali. Pukul 23.45 keluarga Kelly menelepon Polisi.
22) 18 Juli 2003: Polisi menyelidiki rumah Kelly, sekitar rumah dan
ruangan bawah tanah namun Kelly tidak ditemukan. Pukul 09.00
polisi Thames Valley ikut mencari jejak Kelly. Pukul 10.55 polisi
menyatakan telah menemukan mayat laki-laki yang belum
diidentifikasi. Pukul 13.30 polisi menyatakan bahwa mayat
tersebut adlah Kelly. Pukul 14.30 juru bicara Perdana Menteri
menyatakan bahwa penyelidikan yudisial independen akan
dilakukan menyusul kematian Kelly.
23) 19 Juli 2003: Polisi mengatakan kematian Kelly akibat bunuh diri,
Kelly menyayat pergelangan tangan kirinya dengan benda tajam.
73

24) 20 Juli 2003: Direktur Pemberitaan BBC Richard Sambrook,


mengatakan Kelly merupakan sumber laporan kontroversial
tersebut, setelah sebelumnya berbicara dengan keluarga Kelly.
(BBC/ CNN/ Guardian/ Time/ Republika, Agustus 2003)
Dr. Kelly adalah orang yang luar biasa, di satu sisi ia adalah
orang yang sangat dekat dengan Inggris tapi di sisi lain ia adalah orang
yang paling berbahaya. Artinya Dr. Kelly yang memiliki akses
langsung dengan berbagai level intelejen termasuk soal rahasia yang
sangat penting sekalipun, bisa saja menjadi orang yang tidak
dikehendaki Downing Street 10. dan sebagai ilmuwan ia memiliki
moralitas yang patut dihargai. Dan itulah yang menjadi penyebab
utama Dr. Kelly akhirnya tidak tahan untuk membuka segala
kejanggalan dalam invasi ke Irak. Ia menjadi orang yang paling
berbahaya bagi Perdana Menteri Tony Blair dan Pemerintahannya.
Pembicaraannya dengan BBC (Gilligan) sudah memberikan terapi
hebat bagi pemerintahan Blair hingga akhirnya dia menemui ajal.
Seorang anggota parlemen Inggris menyangsikan Blair tidak terlibat
dalam terbunuhnya Dr Kelly.
Dengan mencermati data dan fakta tersebut dapat diketahui
bahwa sebenarnya data kunci atau data awal yang menjadi latar
belakang invasi ke Irak adalah bukan data yang bisa dipertanggung
jawabkan, tetapi data yang direkayasa (data olahan). Disamping itu
tokoh kunci Dr. Kelly sebagai orang yang telah memberikan
keterangan penting ke publik, meninggal secara misterius dalam
selang waktu yang begitu dekat. Hal tersebut tentunya menjadi tanda
tanya besar karena kemungkinan untuk mengkonfrontir informasi
menjadi tertutup. Kematian Dr,. Kelly ini menjadi poin menarik untuk
diteliti lebih lanjut, namun itu bukan fokus penulisan ini. Subtansi
permasalahannya adalah sebuah keputusan besar (invasi militer) ke
sebuah negara hanya didasarkan pada sebuah data yang masih
kontroversi dan penuh rekayasa. Sehingga antara keputusan invasi
74

dengan latar belakang permasalahan menjadi tidak relevan dan lebih


cenderung memaksakan. Artinya tindakan invasi ke Irak merupakan
keputusan sepihak dan bertentangan dengan Hukum Internasional.

2. Kesesuaian Prosedur Invasi Amerika Serikat ke Irak dengan Prosedur


Hukum Internasional.
Amerika Serikat dan Inggris adalah negara yang pertama kali
merencanakan perlunya tindakan tegas terhadap Irak yang dianggap telah
membahayakan perdamaian internasional menyampaikan data dari
informasi intelejen. Data intelejen tersebut menunjukkan bahwa Irak
mempunyai senjata pemusnah massal yang bisa diaktifkan dalam waktu
45 menit. Pada bulan September 2002 George W Bush berpidato di
hadapan Majelis Umum PBB menyampaikan bukti bukti tentang senjata
pemusnah massal Irak. Bukti-bukti tersebut diantaranya tentang pembelian
ribuan tabung aluminium berkekuatan tinggi oleh Irak yang digunakan
untuk memperkaya uranium agar dapat dipakai pada senjata nuklir.
Perserikata Bangsa Bangsa menindaklanjuti informasi tersebut
dengan mengeluarkan Resolusi 1441 Dewan Keamanan PBB tanggal 8
November 2002. Resolusi 1441 tersebut secara garis besar memuat tentang
perintah kepada Irak untuk bekerjasama, menyerahkan segala data,
informasi dan semua aspek tentang program pengembangan bahan kimia,
biologi, dan senjata nuklir kepada UNMOVIC dan IAEA. UNMOVIC
adalah Komisi Pengawas dan Verifikasi PBB yang menggantikan tugas
UNSCOM Komisi Khusus PBB yang diberi tugas bersama IAEA (Badan
Energi Atom Internasional) melakukan pengawasan terhadap
pengembangan nuklir di Irak semenjak Perang Teluk 1991. UNSCOM
dibentuk dan bekerja berdasar Resolusi 687 Dewan Keamanan PBB
tanggal 3 April 1991, sedang UNMOVIC bertugas berdasar Resolusi 1284
Dewan Keamanan PBB tanggal 17 Desember 1999.
UNMOVIC memberikan laporan hasil inspeksi pada Sekretaris
Jenderal PBB Koffi Annan tanggal 28 Februari 2003 dan penjelasannya
75

disampaikan oleh ketua UNMOVIC Hans Blix kepada Dewan Keamanan


PBB pada tanggal 28 Februari 2003. Hasil Inspeksi baru tersebut tidak
menemukan senjata, biologi, kimia dan senjata nuklir di Irak, selain itu
Irak telah melakukan kerjasama yang baik dengan Tim inspeksi. Sedang
presiden IAEA Mohammad El Baradei menyatakan tuduhan terhadap Irak
yang berusaha mendapatkan uranium dari Niger adalah tidak benar. Dari
hasil tersebut Amerika Serikat mengajukan konsep resolusi baru Dewan
Keamanan PBB mengenai Irak, karena menurut Amerika Serikat Irak
belum bersedia melucuti senjata pemusnah massalnya. Resolusi baru itu
sekaligus mempertegas Irak yang dianggap Amerika telah melanggar
Resolusi 1441 Dewan Keamanan PBB. Resolusi baru tersebut adalah
usulan tentang perlunya diambil langkah militer terhadap Irak sebagai
bentuk sanksi pelanggaran. Selanjutnya Amerika Serikat berusaha
mendapatkan dukungan dari negara anaggota Dewan Keamanan PBB
yaitu lima negara anggota tetap dan sembilan negara anggota tidak tetap.
Tetapi hal tersebut tidak dapat dicapai karena hanya Inggris yang
memberikan dukungan sedangkan Perancis, Cina, dan Rusia menganggap
resolusi 1441 sudah cukup. Bahkan Perancis dan Rusia mengancam akan
menggunkan hak vetonya.
Amerika serikat akhirnya bersikeras melakukan invasi militer ke
Irak walaupun tanpa resolusi Dewan Keamanan PBB. Serangan tersebut
dilakukan tepat 95 menit setelah batas akhir ultimatum yang ditetapkan
Amerika Serikat kepada Presiden Irak Saddam Hussein untuk
mengundurkan diri.
Dengan demikian dapat disimpulkan dari perspektif Hukum
Internasional yang telah dilakukan Amerika Serikat dalam keputusannya
melakukan invasi ke Irak sama sekali tidak mengindahkan Hukum
Internasional khususnya Hukum Organisasi Internasional. Dengan terang
terangan Amerika Serikat telah menafikan peran Lembaga PBB sebagai
Lembaga Internasional yang mempunyai otoritas penuh dalam menjaga
perdamaian internasional. Seharusnya yang berhak menentukan sebuah
76

negara telah melakukan pelanggaran dan ancaman terhadap perdamaian


dan keamanan dunia adalah PBB bukan sebuah atau beberapa negara
apalagi memutuskan untuk melakukan invasi militer. Justru apa yang
dilakukan Amerika Serikat seharusnya layak disebut sebagai tindakan
yang mengancam atau membahayakan perdamaian Internasional dan
berhak mendapatkan sanksi dari PBB karena telah melanggar Piagam
PBB.

3. Sikap Perserikatan Bangsa Bangsa atas Invasi Amerika Serikat ke Irak


PBB sebagai Organisasi Internasional yang punya kredibilitas
adalah lembaga yang paling berwenang dalam menyelesaikan setiap
persengketaan internasional maupun terhadap pelanggaran Hukum
Internasional. Dalam Kasus Irak sikap PBB di satu sisi telah benar dengan
tidak secara gegabah menerima usulan Amerika Serikat untuk melakukan
tindakan militer ke Irak. Namun demikian, di sisi lain PBB tidak tegas
terhadap Amerika yang telah dengan jelas telah menginjak-injak/
melanggar Hukum Internasional. Seharusnya PBB memberikan sanksi
yang konkrit bukan hanya sekedar kecaman atau penyesalan saja terhadap
tindakan Amerika Serikat. Sanksi tersebut harusnya merujuk pada piagam
PBB seperti yang telah dijelaskan di atas yaitu dengan melakukan
embargo atau bahkan tindakan militer jika diperlukan. Karena dengan
membiarkan Amerika melakukan invasi ke Irak, PBB telah membiarkan
terjadinya tindakan agresi yang jelas-jelas membahayakan perdamaian
Internasional.
PBB seharusnya bisa mencegah invasi Amerika Serikat ke Irak,
karena yang berhak menentukan sebuah negara bersalah ataupun sebuah
negara perlu diberikan sanksi militer adalah PBB. Sebuah invasi militer
terhadap negara lain tanpa persetujuan PBB (dalam hal ini Dewan
Keamanan) adalah sebuah tindakan yang melanggar Hukum Internasional
dan bisa dikenakan sanksi karena menjadi ancaman terhadap perdamaian
dan keamanan Internasional.
77

Dengan tidak adanya tindakan konkret dari PBB terhadap invasi


Amerika Serikat ke Irak akan memberikan dampak negatif pada eksistensi
PBB sebagai Lembaga pemelihara perdamaian dunia. Dan semakin
menegaskan bahwa PBB tidak independen, dalam pengaruh dominasi
negara adikuasa ( Amerika Serikat) sebagai negara yang memberikan
donasi terbesar pada PBB. Dengan demikian cita-cita perdamaian dunia
baru terlaksana sesuai kacamata salah satu atau beberapa negara yang
berpengaruh bukan kacamata internasional.

4. Kedudukan Hukum Organisasi Internasional dalam Penyelesaisan


Permasalahan Invasi Amerika Serikat ke Irak.
Dalam kedudukannya sebagai subyek Hukum Internasional,
Organisasi Internasional adalah sebagai badan hukum yang mempunyai
hak dan kewajiban dalam penyelesaian permasalahan Irak. Berhak karena
dalam hal wilayah telah masuk dalam wilayah Organisasi Internasional
tertentu,baik dalam wilayah dan keanggotaan maupun wilayah dan bidang
kegiatan. Dalam hal ini yang dapat berperan diantaranya, PBB
(Perserikatan Bangsa Bangsa), OKI/ OIC (The Organisation of Islamic
Conference). Kewajiban karena menjaga perdamaian dan keamanan
internasional menyelesaikan pesengketaan dengan jalan damai adalah
tujuan dari sebagian besar Organisasi Internasional.
Permasalahan yang terjadi di Irak (invasi militer Amerika Serikat ke
Irak) terjadi tanpa keputusan Organisasi Internasional manapun. Tetapi
merupakan keputusan dari person negara atau beberapa negara (Amerika
Serikat dan Inggris). Sehingga Organisasi Internasional yang seharusnya
menjadi subyek Hukum Internasional tidak berfungsi bahkan cenderung
diam tanpa ada sikap atau perbuatan yang signifikan dalam menyelesaikan
permasalahan tersebut.
Organisasi Internasional yang ada sedikit yang terlibat dalam
penyelesaian permasalahan Irak. Hanya PBB yang turun tangan
melakukan verifikasi dan investigasi ke Irak untuk memastikan adanya
78

senjata pemusnah massal. Amerika serikat yang juga merupakan anggota


dari Organisasi Internasional telah meninggalkan hukum Organisasi
Internasional dengan mengambil langkah secara sepihak tnpa adanya
keputusan dari Organisasi Internasional (dalam hal ini PBB). Sementara
Organisasi Internasional yang lain seperti OKI, ASEAN,dan lainnya tidak
bersuara apalagi berperan aktif.
Dengan demikian Invasi Amerika Serikat ke Irak dilakukan tnpa
landasan Hukum Internasional. Baik Hukum Internasional itu sendiri
maupun secara khusus hukum Organisasi Internasional dimana negara
yang bersangkutan berada dalam wilayah keanggotaan maupun wilayah
kegiatan Organisasi Internasional yang bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai