Anda di halaman 1dari 8

Nama : Novita Indah Sari

Nim : A1C018125
Kelas : C S1 Akuntansi

RESUME CRITICAL PERSPECTIVES OF ACCOUNTING

A. Definisi Perspektif Kritis


Merujuk kepada Kamus Besar Bahasa Indonsia (KBBI), perspektif memiliki
makna “sudut pandang” atau sebuah “ pandangan”, sedangkan  kritis memiliki
makna “bersifat tidak lekas percaya” atau “ bersifat selalu berusaha menemukan
kesalahan atau kekeliruan”. Sehingga jika diartikan secara lugas, makna perspektif
kritis terhadap akuntansi adalah suatu pandangan yang dilandasi dengan sifat tidak
mudah percaya akan suatu perihal tertentu yang mengatur secara implisit maupun
ekspilisit peran-peran dan regulasi yang ada dalam ilmu akuntansi.
Dalam Craig Deegan (2014) disebutkan bahwa terdapat makna yang sangat
 beragam untuk critical perspective dan tergolong sulit untuk diartikan. Perspektif
ini dibangun berdasarkan penelitian para ahli mengenai hal-hal yang secara
normatif seharusnya masih bisa diterapkan dalam akuntansi. Fokus pendekatan
 pada riset ini adalah tentang metode akuntansi tertentu yang seharusnya diterapkan
daripada fokus terhadap peran akuntansi yang cenderung mengkontrol sumber
daya modal. Para peneliti yang disebut para kritikus teori akuntansi, kemudian
mencari sesuatu hal yang disoroti, melalui analisis secara kritis, yang merupakan
kunci berperannya akuntansi dalam masyarakat. Perspektif tersebut kemudian
merekonstruksi dan berusaha kuat membangun pandangan bahwa akuntansi dapat
dibangun menjadi sesuatu yang objektif dan netral, dan para peneliti sering
mencari bukti untuk mendukung pandangan ini.
Tony Tinker (2005) dalam Craig Deegan (2007), seorang yang merupakan
salah satu pendiri gerakan akuntansi kritis, telah memberikan salah satu definisi
 penelitian akuntansi kritis, yaitu:
“.......adalah semua bentuk praksis sosial yang evaluatif, dan bertujuan untuk
menghasilkan perubahan progresif di dalam wilayah konseptual, institusional,
 praktis, dan wilayah politik akuntansi.”
Berlandaskan akuntansi adalah kegiatan praktis yang selalu berkembang
selaras dengan perkembangan suatu bisnis, dapat dipahami bahwa unsur kunci dari
definisi perspektif kritis akuntansi adalah gagasan tentang praktik sosial. Praktik
Teori Marxist berpendapat bahwa terdapat dorongan yang semakin besar
dari semua pemilik bisnis untuk meningkatkan pengembalian modal melalui
mekanisasi. Cacat mendasar ini dalam struktur sistem kapitalis adalah untuk
modal kembali, tidak hanya biaya harus diminimalkan, tetapi juga usaha untuk
mendapatkan pendapatan perlu dimaksimalkan. Sementara tindakan satu atau
dua pemilik pabrik dalam menggantikan beberapa tenaga kerja (buruh), modal,
mereka mungkin tidak mempengaruhi pasar untuk barang-barang mereka, dan
karena itu ekonomi bagi pemilik usaha bersifat individualis.
Berdasarkan sejarah yang ada, Teori Marxis berpendapat bahwa sistem
kapitalisme beroperasi dengan cara mengasingkan pekerja dan penuh dengan
kontradiksi struktural yang melekat. Pemerintah dan swasta melakukan
tindakan untuk mengatasi gejala negatif dari ketidakstabilan kapitalisme
tersebut. Marxist menganggap tindakan pemerintah dan swasta tersebut
sebagai gejala mengobati daripada mengatasi penyebab umum dari semua
gejala ketidakstabilan struktural sistem kapitalisme itu sendiri. Selain itu,
'keberhasilan' mengobati gejala negatif saat ini dari ketidakstabilan
kapitalisme, dapat mencegah gejala terhadap sesuatu hal yang tidak dapat
dielakkan di masa mendatang.
Bagi para peneliti, paham Marxisme dapat melemahkan kekuasaan dan
kekayaan modal (mengutip Marxis bahwa kapitalisme menggali kuburnya
sendiri (Marx dan Engels, 1967, seperti dikutip dalam Tinker, 2005). Oleh
karena itu, hak-hak istimewa, kekuasaan dan kekayaan modal dianggap oleh
kaum Marxis sebagai sesuatu yang tidak stabil, dan pemilik modal akan
mengambil tindakan untuk membela hak-hak, kekuasaan dan kekayaan
mereka.
Menurut pendapat Tinker (2005) bahwa banyak peneliti akuntansi kritis
cenderung menentang sistem kapitalis dan akuntansi, mereka berusaha untuk
mengekspos peran akuntansi dalam mendukung distribusi kekuasaan yang
tidak seimbang dan kekayaan di masyarakat dan berusaha untuk
menumbangkan peran akuntansi. Hal ini juga cenderung digunakan oleh
 beberapa peneliti akuntansi yang tidak mengadopsi perspektif Marxis murni.
Banyak dari peneliti kritis memandang akuntansi sebagai perintah legitimasi
kapitalis. Mereka menekankan bahwa sistem akuntansi dibangun dan
dikelilingi oleh perintah sosial yang terselubung. Penggambaran peran dari
akuntansi dalam masyarakat kapitalis, Tinker, Merino, dan Neimark (1982,
 p.178) menjelaskan bahwa teori ini adalah hubungan sosial dari kapitalisme
yang membedakannya dengan sistem sosial yang lain.
Gray, Owen dan Adams (1996) menyatakan, perhatian yang besar dari
kritikal atau paham radikal (menentang) teori ini adalah distribusi dari
kekayaan, kekuatan ( power ) dari suatu perusahaan, bahasa ekonomi bisnis, dan
lainnya adalah secara fundamental cacat dan tidak lebih dari struktur radikal
yang berubah dari harapan kehidupan manusia dan lainnya. Sosial, ekonomi,
dan sistem politik dianggap mempersulit secara fundamental.

B. Riset Akuntansi Kritis Versus Riset Sosial dan Lingkungan Akuntansi


Kritikal perspektif yang diadopsi oleh banyak peneliti akuntansi kritis yang
didasarkan pada Teori Ekonomi Politik. Penelitian akuntansi kritis cenderung
didasarkan pada Teori Ekonomi Politik Klasik yang sangat kental landasan
normatif. Ekonomi politik yang didefinisikan oleh Gray, Owen dan Adams (1996)
sebagai sosial, politik, dan kerangka ekonomi di mana kehidupan manusia berada.
Pada pandangan ini, sosial, politik, dan ekonomi adalah sesuatu yang tidak dapat
dipisahkan.
Guthrie dan Paker (1990) yang menyatakan bahwa perspektif ekonomi politik
dapat dipahami dalam laporan akuntansi sebagai dokumen sosial, politik, dan
ekonomi. Laporan keuangan akuntansi berfungsi sebagai alat untuk membangun,
mempertahankan dan melegitimasi pengaturan ekonomi dan politik, serta lembaga-
lembaga dan ideologi yang dapat berkontribusi terhadap kepentingan organisasi itu
sendiri.
Gray, Owen dan Adams (1996) dan lain-lain membagi Teori Ekonomi Politik
menjadi dua yaitu klasik dan borjuis. Perspektif ekonomi politik borjuis tidak
mengeksplorasi ketidakadilan struktural, kepentingan pihak tertentu, perjuangan
golongan tertentu. Banyak teori kritis menganggap bahwa penelitian hanya
menerima sifat yang ada dan struktur tertentu dalam masyarakat tanpa adanya
usaha secara efektif yang mendukung masyarakat (Hopper dan Powell, 1985),
dengan menerima berbagai konsep pada masyarakat sehingga mengabaikan
 perjuangan dan ketidakadilan dalam masyarakat (Puxty, 1991).
Peneliti kritis terkemuka seperti Tinker, Puxty, Lehman, Hopper dan Cooper
merasa perlu untuk menantang karya peneliti aliran ekonomi politik, seperti Gray,
Owen, Maunders, Mathews dan Parker. Seseorang yang telah mempromosikan
kebutuhan organisasi menjadi lebih bertanggung jawab atas kinerja sosial dan
lingkungannya. Berdasarakan Gray, Owen dan Adams (1996) menyatakan, teori
kritis percaya bahwa:
“Pelaporan Corporate Social Rensponsibility/CSR) akan dikendalikan oleh
 perusahaan pelapor dan suatu negara yang memiliki kepentingan dalam menjaga
hal-hal yang kurang lebih harus ada, CSR memiliki sedikit kandungan radikal.
Selanjutnya, CSR dapat mencerminkan lebih banyak kerugian daripada kebaikan
karena memberi kesan kepedulian dan perubahan, namun kenyataannya tidak lebih
dari memungkinkan sistem untuk 'menangkap' elemen radikal, seperti sosialisme,
environmentalisme atau feminisme dan dengan demikian melemahkan mereka”
Kebanyakan dari kita, bahkan menganggap semakin besar pengungkapan dari
informasi CSR akan tampak suatu langkah yang tepat, dan teori kritikal beragumen
 bahwa usaha tersebut sia-sia kecuali hal tersebut didasari dengan perubahan
struktur masyarakat. Mereka beragumen bahwa pengungkapan CSR hanya
dilakukan karena diatur, dan bukan suatu hal yang menantang bagi penyedia
informasi. Tanpa pertimbangan dari keberadaan lingkungan sosial politik yang
mengatur hal tersebut, hasil yang diberikan akan tidak sempurna dan tidak
lengkap.
Berkaca pada beberapa pandangan teori kritis tentang kekurangan riset
akuntansi sosial dan lingkungan, Owen, Gray dan Bebbington (1997) menyatakan
 bahwa pada awal kritik terhadap gerakan akuntansi sosial berasal dari seorang
sosialis yang mengadopsi perspektif Marxis. Tinker et al. (1991) dan Puxty (1986,
1991) menyatakan bahwa masyarakat ditandai dengan konflik sosial. Tinker et al.
(1991) menyatakan bahwa gerakan akuntansi sosial gagal untuk memeriksa
kontradiksi dasar dan antinomy (kenyataan yang kontroversial) dari sistem sosial
dalam penyelidikan dan tidak relevan serta secara implisit mengadopsi sikap
'Quietisme Politic' yang hanya menguntungkan golongan kapitalis. Puxty (1986)
Oleh karena itu, kita berpandangan bahwa pemerintah tidak beroperasi dalam
kepentingan Publik, namun untuk kepentingan kelompok-kelompok yang sudah
kaya dan berkuasa. Terlepas dari negara dan profesi akuntansi, peneliti dan lembaga
penelitian juga telah terlibat dalam membantu mempromosikan struktur sosial
tertentu (tidak adil). Kami sekarang mempertimbangkan beberapa argumen yang
telah diajukan untuk mendukung pandangan ini.

E. Peran Penelitian (Riset) Akuntansi dalam Mendukung Struktur Sosial yang


Ada
Alih-alih memikirkan peneliti akuntansi sebagai orang yang relatif inert (punya
efek kecil) sehubungan dengan dampaknya terhadap pihak-pihak di luar disiplin
mereka, para ahli teori melihat banyak peneliti akuntansi yang menyediakan hasil
 penelitian dan perspektif yang membantu melegitimasi dan mempertahankan
ideologi politik tertentu. Sekali lagi, ini adalah perspektif yang berbeda dari apa
yang kebanyakan ada.

1. Riset Akuntansi dan Dukungan Terhadap Deregulasi Akuntansi


Sebagai contoh, pada akhir 1970-an dan di tahun 1980-an ada gerakan oleh
 pemerintah tertentu di seluruh dunia menuju deregulasi. Hal ini terutama
terjadi pada Amerika Serikat dan Inggris. Sekitar waktu ini, para peneliti
 bekerja dalam rerangka Akuntansi Positif, dan peneliti yang menganut
Hipotesis Pasar Efisien, menjadi terkenal. Peneliti ini biasanya mengambil
sikap anti regulasi, sebuah sikap yang sesuai dengan pandangan pemerintah
saat itu. Secara kebetulan, penelitian semacam itu, yang mendukung desakan
deregulasi, cenderung menarik dana penelitian yang bersumber dari
 pemerintah. Seperti Hopper dkk (1995. hal 518) menyatakan:
“ Perdebatan akademis tidak ada dalam ruang hampa. Tidaklah cukup bagi
 sebuah paradigma untuk meyakinkan secara intelektual atas penerimaannya,
namun hal itu harus sesuai dengan kepercayaan kuat yang ada di masyarakat
 secara lebih umum. Sejarah gagasan ini dikotori dengan penelitian yang
diejek, namun kemudian menjadi paradigma dominan ketika masalah sosial,
ideologi dan kepercayaan lainnya menjadi lazim. Kisah PAT bisa diceritakan
dengan istilah seperti itu. Kenaikannya bukan hanya karena penyampaian
 suguhan akademis dan keprihatinannya pada saat dimulainya namun juga
bersamaan dengan dan terhubung dengan ideologi politik sayap kanan yang
dominan di tahun 1980an ”
Mouck (1992) juga mengambil posisi bahwa kenaikan PAT dimungkinkan
karena konsisten dengan pandangan politik mereka yang berkuasa (yaitu
negara). Dia berpendapat bahwa:
“...kredibilitas retorika Watt dan Zimmerman tentang pemberantasan
 peraturan pemerintah bahwa pertanggungjawaban perusahaan dapat
dikondisikan, untuk sebagian besar, oleh gerakan ultra-konservatif yang
meluas yang pernah terjadi dalam masyarakat secara luas saya akan
berpendapat bahwa akuntan telah bersedia untuk menerima perkembangan
 PAT, yang dibangun di atas versi Chicago dari ekonomi laissez faire, karena
retorika ceritanya sangat selaras dengan pemberontakan era Reagan terhadap
campur tangan pemerintah dalam urusan ekonomi”
Sesuai dengan perkembangan PAT, pada akhir tahun 1970an, banyak
 penelitian akuntansi berusaha mengurangi konsekuensi ekonomi dari peraturan
akuntansi yang baru. perspektif ini (yang kita bahas di Bab 2 dan 3)
 berpendapat bahwa penerapan peraturan akuntansi baru dapat memiliki banyak
implikasi ekonomi yang tidak diinginkan, dan karenanya sebelum persyaratan
 baru, seperti standar akuntansi, diperlukan pertimbangan cermat. Analisis
konsekuensi ekonomi sering kali memberikan alasan untuk tidak menerapkan
 peraturan akuntansi. Peneliti kritis berpendapat bahwa ini adalah implikasi
ekonomi bagi pemegang saham (misalnya, melalui perubahan harga saham)
dan manajer (misalnya, melalui pengurangan gaji atau kehilangan pekerjaan)
yang menjadi fokus perhatian oleh mereka yang meneliti konsekuensi ekonomi
dari peraturan akuntansi seperti Cooper dan Sherer (1984, hlm. 215, 217),
 berpendapat:
 Namun, sangat disayangkan bahwa 'bangkitnya konsekuensi ekonomi'
(Zeff, 1978) tampaknya telah termotivasi (setidaknya di Amerika Serikat) oleh
keinginan perusahaan besar untuk melawan upaya untuk mengubah sistem
 pelaporan yang ada pada tingkat pengungkapan. Sampai saat ini, nampaknya
 penelitian akuntansi pada umumnya mengulangi keluhan investor dan
 pengusaha tentang konsekuensi perubahan dalam praktik akuntansi yang
disyaratkan. Studi yang menggunakan ECA (Analisis Konsekuensi Ekonomi)
hampir selalu mengevaluasi konsekuensi dari laporan akuntansi semata-mata
 berdasarkan perilaku dan minat pemegang saham dan/atau kelas manajer
 perusahaan (Selto dan Nauman, 1981).
Secara lebih mendasar, studi yang mengadopsi pendekatan ECA telah
memusatkan perhatian mereka pada subset yang sangat terbatas dari total
ekonomi, yaitu dampak pada pemegang saham atau kelas manajer. Dampak
laporan akuntansi secara langsung pada pengguna lain, misalnya, pemerintah
dan serikat pekerja, dan secara tidak langsung pada 'pengguna non-pengguna',
mis. konsumen, karyawan, dan wajib pajak, telah diabaikan. Dasar dari
keputusan semacam itu, yang terbaik, apakah efek semacam itu bersifat
sekunder dan / atau kurang signifikan secara ekonomi. Dengan demikian,
 penelitian ini telah membuat pernyataan nilai implisit bahwa kebutuhan kelas
 pemegang saham dan manajer sangat penting dan konsentrasi pada kebutuhan
tersebut cukup memadai untuk pemahaman tentang peran laporan akuntansi
 pada masyarakat. Kecuali jika tidak ada efeknya pada pengguna lain dan 'non-
 pengguna' ditunjukkan, daripada hanya diasumsikan, kesimpulan dari
 penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan untuk ekonomi secara keseluruhan
dan penelitian ini tidak mencukupi untuk membuat keputusan akuntansi yang
dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial secara keseluruhan. .
Selain menunjukkan bahwa konsekuensi ekonomi yang digali terutama
 pada penerapan bagi manajer dan pemegang saham, Cooper dan Sherer (1984)
 juga mencatat bahwa studi utama yang menerapkan paradigma ini didanai oleh
Komisi Sekuritas AS dan Dewan Standar Akuntansi Keuangan AS. Dianggap
 bahwa kepentingan badan-badan ini selaras dengan pemegang saham dan kelas
manajer, bukan masyarakat secara keseluruhan.
Dalam hal serupa, Thompson (1978) dan Burcell dkk (1980)
mengemukakan bahwa upaya penelitian dalam akuntansi inflasi pada tahun
1960an dan 1970an sebenarnya tidak dimotivasi oleh tingkat inflasi yang
terjadi. Sebaliknya, mereka berpendapat bahwa penelitian tersebut didorong

Anda mungkin juga menyukai