Merujuk kepada Kamus Besar Bahasa Indonsia (KBBI), perspektif memiliki makna “sudut pandang” atau sebuah “ pandangan”, sedangkan kritis memiliki makna “bersifat tidak lekas percaya” atau “ bersifat selalu berusaha menemukan kesalahan atau kekeliruan”. Sehingga jika diartikan secara lugas, makna perspektif kritis terhadap akuntansi adalah suatu pandangan yang dilandasi dengan sifat tidak mudah percaya akan suatu perihal tertentu yang mengatur secara implisit maupun ekspilisit peran-peran dan regulasi yang ada dalam ilmu akuntansi. Dalam Craig Deegan (2014) disebutkan bahwa terdapat makna yang sangat beragam untuk critical perspective dan tergolong sulit untuk diartikan. Perspektif ini dibangun berdasarkan penelitian para ahli mengenai hal-hal yang secara normatif seharusnya masih bisa diterapkan dalam akuntansi. Fokus pendekatan pada riset ini adalah tentang metode akuntansi tertentu yang seharusnya diterapkan daripada fokus terhadap peran akuntansi yang cenderung mengkontrol sumber daya modal. Para peneliti yang disebut para kritikus teori akuntansi, kemudian mencari sesuatu hal yang disoroti, melalui analisis secara kritis, yang merupakan kunci berperannya akuntansi dalam masyarakat. Perspektif tersebut kemudian merekonstruksi dan berusaha kuat membangun pandangan bahwa akuntansi dapat dibangun menjadi sesuatu yang objektif dan netral, dan para peneliti sering mencari bukti untuk mendukung pandangan ini. Tony Tinker (2005) dalam Craig Deegan (2007), seorang yang merupakan salah satu pendiri gerakan akuntansi kritis, telah memberikan salah satu definisi penelitian akuntansi kritis, yaitu: “.......adalah semua bentuk praksis sosial yang evaluatif, dan bertujuan untuk menghasilkan perubahan progresif di dalam wilayah konseptual, institusional, praktis, dan wilayah politik akuntansi.” Berlandaskan akuntansi adalah kegiatan praktis yang selalu berkembang selaras dengan perkembangan suatu bisnis, dapat dipahami bahwa unsur kunci dari definisi perspektif kritis akuntansi adalah gagasan tentang praktik sosial. Praktik Teori Marxist berpendapat bahwa terdapat dorongan yang semakin besar dari semua pemilik bisnis untuk meningkatkan pengembalian modal melalui mekanisasi. Cacat mendasar ini dalam struktur sistem kapitalis adalah untuk modal kembali, tidak hanya biaya harus diminimalkan, tetapi juga usaha untuk mendapatkan pendapatan perlu dimaksimalkan. Sementara tindakan satu atau dua pemilik pabrik dalam menggantikan beberapa tenaga kerja (buruh), modal, mereka mungkin tidak mempengaruhi pasar untuk barang-barang mereka, dan karena itu ekonomi bagi pemilik usaha bersifat individualis. Berdasarkan sejarah yang ada, Teori Marxis berpendapat bahwa sistem kapitalisme beroperasi dengan cara mengasingkan pekerja dan penuh dengan kontradiksi struktural yang melekat. Pemerintah dan swasta melakukan tindakan untuk mengatasi gejala negatif dari ketidakstabilan kapitalisme tersebut. Marxist menganggap tindakan pemerintah dan swasta tersebut sebagai gejala mengobati daripada mengatasi penyebab umum dari semua gejala ketidakstabilan struktural sistem kapitalisme itu sendiri. Selain itu, 'keberhasilan' mengobati gejala negatif saat ini dari ketidakstabilan kapitalisme, dapat mencegah gejala terhadap sesuatu hal yang tidak dapat dielakkan di masa mendatang. Bagi para peneliti, paham Marxisme dapat melemahkan kekuasaan dan kekayaan modal (mengutip Marxis bahwa kapitalisme menggali kuburnya sendiri (Marx dan Engels, 1967, seperti dikutip dalam Tinker, 2005). Oleh karena itu, hak-hak istimewa, kekuasaan dan kekayaan modal dianggap oleh kaum Marxis sebagai sesuatu yang tidak stabil, dan pemilik modal akan mengambil tindakan untuk membela hak-hak, kekuasaan dan kekayaan mereka. Menurut pendapat Tinker (2005) bahwa banyak peneliti akuntansi kritis cenderung menentang sistem kapitalis dan akuntansi, mereka berusaha untuk mengekspos peran akuntansi dalam mendukung distribusi kekuasaan yang tidak seimbang dan kekayaan di masyarakat dan berusaha untuk menumbangkan peran akuntansi. Hal ini juga cenderung digunakan oleh beberapa peneliti akuntansi yang tidak mengadopsi perspektif Marxis murni. Banyak dari peneliti kritis memandang akuntansi sebagai perintah legitimasi kapitalis. Mereka menekankan bahwa sistem akuntansi dibangun dan dikelilingi oleh perintah sosial yang terselubung. Penggambaran peran dari akuntansi dalam masyarakat kapitalis, Tinker, Merino, dan Neimark (1982, p.178) menjelaskan bahwa teori ini adalah hubungan sosial dari kapitalisme yang membedakannya dengan sistem sosial yang lain. Gray, Owen dan Adams (1996) menyatakan, perhatian yang besar dari kritikal atau paham radikal (menentang) teori ini adalah distribusi dari kekayaan, kekuatan ( power ) dari suatu perusahaan, bahasa ekonomi bisnis, dan lainnya adalah secara fundamental cacat dan tidak lebih dari struktur radikal yang berubah dari harapan kehidupan manusia dan lainnya. Sosial, ekonomi, dan sistem politik dianggap mempersulit secara fundamental.
B. Riset Akuntansi Kritis Versus Riset Sosial dan Lingkungan Akuntansi
Kritikal perspektif yang diadopsi oleh banyak peneliti akuntansi kritis yang didasarkan pada Teori Ekonomi Politik. Penelitian akuntansi kritis cenderung didasarkan pada Teori Ekonomi Politik Klasik yang sangat kental landasan normatif. Ekonomi politik yang didefinisikan oleh Gray, Owen dan Adams (1996) sebagai sosial, politik, dan kerangka ekonomi di mana kehidupan manusia berada. Pada pandangan ini, sosial, politik, dan ekonomi adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Guthrie dan Paker (1990) yang menyatakan bahwa perspektif ekonomi politik dapat dipahami dalam laporan akuntansi sebagai dokumen sosial, politik, dan ekonomi. Laporan keuangan akuntansi berfungsi sebagai alat untuk membangun, mempertahankan dan melegitimasi pengaturan ekonomi dan politik, serta lembaga- lembaga dan ideologi yang dapat berkontribusi terhadap kepentingan organisasi itu sendiri. Gray, Owen dan Adams (1996) dan lain-lain membagi Teori Ekonomi Politik menjadi dua yaitu klasik dan borjuis. Perspektif ekonomi politik borjuis tidak mengeksplorasi ketidakadilan struktural, kepentingan pihak tertentu, perjuangan golongan tertentu. Banyak teori kritis menganggap bahwa penelitian hanya menerima sifat yang ada dan struktur tertentu dalam masyarakat tanpa adanya usaha secara efektif yang mendukung masyarakat (Hopper dan Powell, 1985), dengan menerima berbagai konsep pada masyarakat sehingga mengabaikan perjuangan dan ketidakadilan dalam masyarakat (Puxty, 1991). Peneliti kritis terkemuka seperti Tinker, Puxty, Lehman, Hopper dan Cooper merasa perlu untuk menantang karya peneliti aliran ekonomi politik, seperti Gray, Owen, Maunders, Mathews dan Parker. Seseorang yang telah mempromosikan kebutuhan organisasi menjadi lebih bertanggung jawab atas kinerja sosial dan lingkungannya. Berdasarakan Gray, Owen dan Adams (1996) menyatakan, teori kritis percaya bahwa: “Pelaporan Corporate Social Rensponsibility/CSR) akan dikendalikan oleh perusahaan pelapor dan suatu negara yang memiliki kepentingan dalam menjaga hal-hal yang kurang lebih harus ada, CSR memiliki sedikit kandungan radikal. Selanjutnya, CSR dapat mencerminkan lebih banyak kerugian daripada kebaikan karena memberi kesan kepedulian dan perubahan, namun kenyataannya tidak lebih dari memungkinkan sistem untuk 'menangkap' elemen radikal, seperti sosialisme, environmentalisme atau feminisme dan dengan demikian melemahkan mereka” Kebanyakan dari kita, bahkan menganggap semakin besar pengungkapan dari informasi CSR akan tampak suatu langkah yang tepat, dan teori kritikal beragumen bahwa usaha tersebut sia-sia kecuali hal tersebut didasari dengan perubahan struktur masyarakat. Mereka beragumen bahwa pengungkapan CSR hanya dilakukan karena diatur, dan bukan suatu hal yang menantang bagi penyedia informasi. Tanpa pertimbangan dari keberadaan lingkungan sosial politik yang mengatur hal tersebut, hasil yang diberikan akan tidak sempurna dan tidak lengkap. Berkaca pada beberapa pandangan teori kritis tentang kekurangan riset akuntansi sosial dan lingkungan, Owen, Gray dan Bebbington (1997) menyatakan bahwa pada awal kritik terhadap gerakan akuntansi sosial berasal dari seorang sosialis yang mengadopsi perspektif Marxis. Tinker et al. (1991) dan Puxty (1986, 1991) menyatakan bahwa masyarakat ditandai dengan konflik sosial. Tinker et al. (1991) menyatakan bahwa gerakan akuntansi sosial gagal untuk memeriksa kontradiksi dasar dan antinomy (kenyataan yang kontroversial) dari sistem sosial dalam penyelidikan dan tidak relevan serta secara implisit mengadopsi sikap 'Quietisme Politic' yang hanya menguntungkan golongan kapitalis. Puxty (1986) Oleh karena itu, kita berpandangan bahwa pemerintah tidak beroperasi dalam kepentingan Publik, namun untuk kepentingan kelompok-kelompok yang sudah kaya dan berkuasa. Terlepas dari negara dan profesi akuntansi, peneliti dan lembaga penelitian juga telah terlibat dalam membantu mempromosikan struktur sosial tertentu (tidak adil). Kami sekarang mempertimbangkan beberapa argumen yang telah diajukan untuk mendukung pandangan ini.
E. Peran Penelitian (Riset) Akuntansi dalam Mendukung Struktur Sosial yang
Ada Alih-alih memikirkan peneliti akuntansi sebagai orang yang relatif inert (punya efek kecil) sehubungan dengan dampaknya terhadap pihak-pihak di luar disiplin mereka, para ahli teori melihat banyak peneliti akuntansi yang menyediakan hasil penelitian dan perspektif yang membantu melegitimasi dan mempertahankan ideologi politik tertentu. Sekali lagi, ini adalah perspektif yang berbeda dari apa yang kebanyakan ada.
1. Riset Akuntansi dan Dukungan Terhadap Deregulasi Akuntansi
Sebagai contoh, pada akhir 1970-an dan di tahun 1980-an ada gerakan oleh pemerintah tertentu di seluruh dunia menuju deregulasi. Hal ini terutama terjadi pada Amerika Serikat dan Inggris. Sekitar waktu ini, para peneliti bekerja dalam rerangka Akuntansi Positif, dan peneliti yang menganut Hipotesis Pasar Efisien, menjadi terkenal. Peneliti ini biasanya mengambil sikap anti regulasi, sebuah sikap yang sesuai dengan pandangan pemerintah saat itu. Secara kebetulan, penelitian semacam itu, yang mendukung desakan deregulasi, cenderung menarik dana penelitian yang bersumber dari pemerintah. Seperti Hopper dkk (1995. hal 518) menyatakan: “ Perdebatan akademis tidak ada dalam ruang hampa. Tidaklah cukup bagi sebuah paradigma untuk meyakinkan secara intelektual atas penerimaannya, namun hal itu harus sesuai dengan kepercayaan kuat yang ada di masyarakat secara lebih umum. Sejarah gagasan ini dikotori dengan penelitian yang diejek, namun kemudian menjadi paradigma dominan ketika masalah sosial, ideologi dan kepercayaan lainnya menjadi lazim. Kisah PAT bisa diceritakan dengan istilah seperti itu. Kenaikannya bukan hanya karena penyampaian suguhan akademis dan keprihatinannya pada saat dimulainya namun juga bersamaan dengan dan terhubung dengan ideologi politik sayap kanan yang dominan di tahun 1980an ” Mouck (1992) juga mengambil posisi bahwa kenaikan PAT dimungkinkan karena konsisten dengan pandangan politik mereka yang berkuasa (yaitu negara). Dia berpendapat bahwa: “...kredibilitas retorika Watt dan Zimmerman tentang pemberantasan peraturan pemerintah bahwa pertanggungjawaban perusahaan dapat dikondisikan, untuk sebagian besar, oleh gerakan ultra-konservatif yang meluas yang pernah terjadi dalam masyarakat secara luas saya akan berpendapat bahwa akuntan telah bersedia untuk menerima perkembangan PAT, yang dibangun di atas versi Chicago dari ekonomi laissez faire, karena retorika ceritanya sangat selaras dengan pemberontakan era Reagan terhadap campur tangan pemerintah dalam urusan ekonomi” Sesuai dengan perkembangan PAT, pada akhir tahun 1970an, banyak penelitian akuntansi berusaha mengurangi konsekuensi ekonomi dari peraturan akuntansi yang baru. perspektif ini (yang kita bahas di Bab 2 dan 3) berpendapat bahwa penerapan peraturan akuntansi baru dapat memiliki banyak implikasi ekonomi yang tidak diinginkan, dan karenanya sebelum persyaratan baru, seperti standar akuntansi, diperlukan pertimbangan cermat. Analisis konsekuensi ekonomi sering kali memberikan alasan untuk tidak menerapkan peraturan akuntansi. Peneliti kritis berpendapat bahwa ini adalah implikasi ekonomi bagi pemegang saham (misalnya, melalui perubahan harga saham) dan manajer (misalnya, melalui pengurangan gaji atau kehilangan pekerjaan) yang menjadi fokus perhatian oleh mereka yang meneliti konsekuensi ekonomi dari peraturan akuntansi seperti Cooper dan Sherer (1984, hlm. 215, 217), berpendapat: Namun, sangat disayangkan bahwa 'bangkitnya konsekuensi ekonomi' (Zeff, 1978) tampaknya telah termotivasi (setidaknya di Amerika Serikat) oleh keinginan perusahaan besar untuk melawan upaya untuk mengubah sistem pelaporan yang ada pada tingkat pengungkapan. Sampai saat ini, nampaknya penelitian akuntansi pada umumnya mengulangi keluhan investor dan pengusaha tentang konsekuensi perubahan dalam praktik akuntansi yang disyaratkan. Studi yang menggunakan ECA (Analisis Konsekuensi Ekonomi) hampir selalu mengevaluasi konsekuensi dari laporan akuntansi semata-mata berdasarkan perilaku dan minat pemegang saham dan/atau kelas manajer perusahaan (Selto dan Nauman, 1981). Secara lebih mendasar, studi yang mengadopsi pendekatan ECA telah memusatkan perhatian mereka pada subset yang sangat terbatas dari total ekonomi, yaitu dampak pada pemegang saham atau kelas manajer. Dampak laporan akuntansi secara langsung pada pengguna lain, misalnya, pemerintah dan serikat pekerja, dan secara tidak langsung pada 'pengguna non-pengguna', mis. konsumen, karyawan, dan wajib pajak, telah diabaikan. Dasar dari keputusan semacam itu, yang terbaik, apakah efek semacam itu bersifat sekunder dan / atau kurang signifikan secara ekonomi. Dengan demikian, penelitian ini telah membuat pernyataan nilai implisit bahwa kebutuhan kelas pemegang saham dan manajer sangat penting dan konsentrasi pada kebutuhan tersebut cukup memadai untuk pemahaman tentang peran laporan akuntansi pada masyarakat. Kecuali jika tidak ada efeknya pada pengguna lain dan 'non- pengguna' ditunjukkan, daripada hanya diasumsikan, kesimpulan dari penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan untuk ekonomi secara keseluruhan dan penelitian ini tidak mencukupi untuk membuat keputusan akuntansi yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial secara keseluruhan. . Selain menunjukkan bahwa konsekuensi ekonomi yang digali terutama pada penerapan bagi manajer dan pemegang saham, Cooper dan Sherer (1984) juga mencatat bahwa studi utama yang menerapkan paradigma ini didanai oleh Komisi Sekuritas AS dan Dewan Standar Akuntansi Keuangan AS. Dianggap bahwa kepentingan badan-badan ini selaras dengan pemegang saham dan kelas manajer, bukan masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal serupa, Thompson (1978) dan Burcell dkk (1980) mengemukakan bahwa upaya penelitian dalam akuntansi inflasi pada tahun 1960an dan 1970an sebenarnya tidak dimotivasi oleh tingkat inflasi yang terjadi. Sebaliknya, mereka berpendapat bahwa penelitian tersebut didorong