Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kematian merupakan bagian yang tidak terlepas dari kehidupan manusia. Kematian
merupakan fakta hidup yang harus diterima oleh semua makhluk yang bernyawa di
dunia ini, termasuk manusia. Kematian merupakan sesuatu yang tidak dapat
diperkirakan waktu terjadinya. kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang
unuiversal dan kejadian yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam
pengalaman hidup seseorang. Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang
dalam pandangan umum berarti sesuatu yang kurang enak atau nyaman untuk
dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan
emosi/ego dari diri yang bersangkutan atau disekitarnya. Kehilangan dan kematian
adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan. Sebagian besar tenaga
kesehatan seperti bidan berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami
kehilangan dan dukacita. Penting bagi bidan memahami kehilangan dan dukacita.
Ketika merawat klien dan keluarga, bidan juga mengalami kehilangan pribadi
ketika hubungan klien – kelurga – bidan berakhir karena perpindahan, pemulangan,
penyembuhan atau kematian. Banyak dilema yang ditemukan oleh tenaga kesehatan
terutama bidan salah satunya wanita yang kehamilan nya tidak diinginkan akibat
gagal KB contoh nya, Wanita yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan
harus mengetahui pilihan jalan keluar yang tersedia dan mereka harus mempelajari
setiap pilihan sebelum membuat keputusan akhir. Untuk mencegah terjadinya hal-
hal yang tidak diinginkan maka perlu adanya pendekatan psikologis pada wanita
khususnya dengan bantuan keluarga, peran bidan, tokoh agama, tokoh masyarakat
bila perlu dilibatkan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan kehilangan dan kematian
2. Apa yang dimaksud dengan kehamilan yang tidak diinginkan (gagal KB)

C. TUJUAN
1. Dapat memahami pengertian kehilangan dan kematian
2. Dapat memahami apa itu kehamilan yang tidak diinginkan
3. Dapat memberikan apa saja kebutuhan khusus yang dialami wanita dengan
riwayat kehilangan, kematian dan kehamilan yang tidak diinginkan
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Riawayat Kehilangan dan Kematian


1. Konsep Kehilangan
a. Pengertian
Kehilangan merupakan pengalaman  yang pernah dialami oleh setiap
individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali
walaupun dalam bentuk yang berbeda. Kehilangan adalah penarikan sesuatu
atau seseorang atau situasi yang berharga atau bernilai, baik sebagai
pemisahan yang nyata maupun yang diantisipasi. Kehilangan pribadi adalah
segala kehilangan signifikan yang membutuhkan adaptasi melalui proses
berduka. Kehilangan terjadi apabila sesuatu atau seseorang tidak dapat lagi
ditemui, diraba, diketahui atau dipahami. Tipe dari kehilangan memengaruhi
tingkat distress. Misalnya, kehilangan benda mungkin tidak menimbulkan
distress yang sama ketika kehilangan seseorang yang dekat dengan kita.
Namun demikian, setiap individu berespon terhadap kehilangan secara
berbeda.
Kematian seorang anggota keluarga mungkin menyebabkan distress lebih
besar dibanding dengan saudaranya yang sudah tidak lagi bertemu selama
bertahun-tahun. Tipe kehilangan penting artinya untuk proses berduka.
Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai
sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin
terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatic,
diantisiapsi atau tidak diharapkan atau diduga, sebagian atau total dan bisa
kembali atau tidak dapat kembali. Menurut Lambert (1985) Kehilangan
adalah suatu individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada,
kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan.
Kehilangan dapat bersifat actual atau dirasakan. Kehilangan yang bersifat
actual dapat dengan mudah didentifikasi, misalnya seorang anak yang teman
supermainannya pindah rumah atau seorang dewasa yang kehilangan
pasangan akibat bercerai. Kehilangan yang dirasakan kurang nyata dan
dapat disalah artikan, seperti kehilangan kepercayaan diri atau prestise.
Makin dalam makna kata yang hilang, maka makin besar rasa kehilangan
tersebut.
Dapat diambil kesimpulan dari definsi-definisi di atas bahwa kehilangan
adalah sebuah perasaan pada diri individu yang diakibatkan dari peristiwa
menjadi tidak adanya suatu hal baik orang atau apapun yang sebelumnya
ada. Peristiwa tersebut bisa berupa kematian, perceraian, kecelakaan,
bencana alam, PHK, dan lain lain. Kehilangan akibat kematian merupakan
kehilangan yang paling berat dan sulit diterima, seperti yang diungkapkan
oleh suntrock (2004) kehilangan dapat datang dalam kehidupan dengan
berbagai bentuknya seperti perceraian, kehilangan pekerjaan, matinya
binatang peliharaan, tetapi tidak ada kehilangan yang lebih besar selain
kematian seseorang yang dicintai dan disayangi seperti orang tua, saudara
kandung, pasangan hidup, sanak saudara atau teman.
b. Faktor yang Memengaruhi Kehilangan
Ada beberapa faktor yang memengaruhi kehilangan antara lain sebagai
berikut:
1. Perkembangan
Misal anak-anak, belum mengerti seperti orang dewasa, belum bisa
merasakan, belum menghambat perkembangan, bisa mengalami regresi.
Sementara orang dewasa, kehilangan bisa membuat orang menjadi
mengenang tentang hidup, tujuan hidup, menyiapkan diri bahwa
kematian adalah hal yang tidak bisa dihindari.
2. Keluarga
Keluarga memengaruhi respons dan ekspresi kesedihan. Anak terbesar
biasanya menunjukkan sikap kuat, tidak menunjukkan sikap sedih secara
terbuka.
3. Faktor sosial ekonomi
Apabila yang meninggal merupakan penanggung jawab ekonomi
keluarga, berarti kehilangan orang yang dicintai sekaligus kehilangan
secara ekonomi. Hal ini mengganggu kelangsungan hidup.
4. Pengaruh Kultural
Kultur memengaruhi manifestasi fisik dan emosi. Kultur “barat”
menganggap kesedihan adalah sesuatu yang bersifat pribadi sehingga
hanya diutarakan pada keluarga, kesedihan tidak ditunjukkan pada orang
lain. Kultur lain menganggap bahwa mengekspresikan kesedihan harus
dengan berteriak dan menangis keras-keras.
5. Agama
Dengan agama bisa menghibur dan menimbulkan rasa aman.
Menyadarkan bahwa kematian sudah ada di konsep dasar agama. Akan
tetapi ada juga yang menyalahkan tuhan akan kematian.
6. Penyebab Kematian
Seseorang yang ditinggal anggota keluarga dengan tiba-tiba akan
menyebabkan syok dan tahapan kehilangan yang lebih lama. Ada yang
menganggap bahwa kematian akibat kecelakaan diasosiasikan dengan
kesialan.
c. Bentuk-Bentuk Kehilangan
Adapun bentuk-bentuk dari kehilangan, sebagai berikut :
1. Fisik atau actual
Jenis ini sifatnya nyata dan dapat dikenali oleh orang lain. Dengan kata
lain, orang lain dapat juga merasakan apa yang terjadi pada orang
tersebut.
2. Psikologis
Jenis kehilangan ini sifatnya abstrak dan tidak dapat dilihat oleh orang
lain, hanya yang mengalaminya yang bisa merasakannya. Bebannya
beban yang dirasakan bergantung pada beratnya kehilangan atau
berartinya objek yang hilang.
d. Sifat Kehilangan
Adapun sifat-sifat kehilangan, sebagai berikut :
1. Tiba-tiba (tidak dapat diramalkan)
Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada
pemulihan berduka yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan,
bunuh diri, pembunuhan atau pelalaian diri akan sulit diterima.
2. Berangsur-angsur (dapat diramalkan)
Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan dan menyebabkan
yang ditinggalkan mengalami keletihan emosional. Klien yang
mengalami sakit selama enam bulan atau kurang mempunyai kebutuhan
yang lebih besar terhadap ketergantungan pada orang lain, mengisolasi
diri mereka lebih banyak dan mempunyai peningkatan perasaan marah
dan bermusuhan. Kemampuan untuk menyelesaikan proses berduka
bergantung pada makna kehilangan dan situasi sekitarnya. Kemampuan
untuk menerima bantuan memengaruhi apakah yang berduka akan
mampu mengatasi kehilangan. Visibilitas kehilangan memengaruhi
dukungan yang diterima. Durasi perubahan (missal apakah hal tersebut
bersifat sementara atau permanen) memengaruhi jumlah waktu yang
dibutuhkan dalam menetapkan kembali ekuilibrum fisik, psikologis dan
sosial.
e. Tipe Kehilangan
Adapun tipe-tipe kehilangan, sebagai berikut :
1. Actual loss
Kehilangan yang dapat dikenal atau didentifikasi oleh orang lain, sama
dengan individu yang mengalami kehilangan.
2. Perceived loss (psikologis
Perasaan individual, tetapi menyangkut hal-hal yang tidak dapat diraba
atau dinyatakan secara jelas.
3. Anticipatory loss
Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi. Individu
memperlihatkan perilaku kehilangan atau berduka untuk suatu
kehilangan yang akan berlangsung. Sering terjadi pada keluarga dengan
klien atau anggota yang menderita sakit terminal.
f. Kategori Kehilangan
1. Kehilangan objek eksternal
Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah
menajdi using, berpindah tempat, dicuri atau dirusak karena bencana
alam. Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau
bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Bagi seorang anak benda
tersebut mungkin berupa boneka atau selimut, bagi seorang dewasa
mungkin berupa perhiasan atau aksesori pakaian. Kedalaman berduka
yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang bergantung pada
nilai yang dimiliki orang tersebut terhadap benda yang dimilikinya dan
kegunaan dari benda tersebut.
2. Kehilangan lingkungan yang telah dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat
dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu
satu periode atau bergantian secara permanen. Contohnya termasuk ke
kota baru, atau perawatan di rumah sakit. Kehilangan melalui perpisahan
dari lingkungan yang dikenal dapat terjadi melalui situasi maturasional,
misalnya ketika seseorang lansia pindah ke ruang perawatan, atau situasi
situasional, contohnya kehilangan rumah akibat bencana alam atau
mengalami cedera atau penyakit.
3. Kehilangan orang terdekat atau orang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang
yang berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan
mengganggu dari tipe-tipe kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh
seseorang. Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yng
dicintai. Oleh karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan
atau jalinan yang ada, kamtian pasangan suami istri atau anak biasanya
membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi.
Orang terdekat mencakup orang tua, pasangan, anak-anak, saudara
sekandung, guru, pendeta, teman, tetangga, dan rekan kerja. Artis atau
atlet yang terkenal mungkin menjadi orang terdekat bagi orang muda.
Riset telah menunjukkan bahwa banyak orang yang menganggap hewan
peliharaan sebagai orang terdekat. Kehilangan dapat terjadi akibat
perpisahan, pindah, melarikan diri, promosi di tempat kerja dan
kematian.
4. Kehilangan aspek diri (loss of self)
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang
mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keaktifan,
diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan
dampaknya. Kehilangan dari aspek  diri mungkin sementara atau
menetap, sebagian atau komplet. Beberapa aspek lain yang dapat hilang
dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda,
fungsi tubuh. Kehilangan aspek diri dapat mencakup anggota gerak,
mata, rambut, gigi, payudara. Kehilangan fungsi fisiologis mencakup
kehilangan control kandung kemih atau usus, mobilitas, kekuatan atau
fungsi sensoris. Kehilangan fungsi psikologis termasuk kehilangan
ingatan, rasa humor, harga diri, percaya diri, kekuatan, respek atau cinta,
perkembangan atau situasi. Kehilangan seperti ini dapat menurunkan
kesejahteraan individu. Porang tersebut tidak hanya mengalami
perubahan permanen dalam citra tubuh dan konsep diri.
5. Kehilangan hidup
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan
respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang
sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian. Doak
(1993) menggambarkan respon terhadap penyakit yang mengancam
hidup kedalam empat fase. Fase prediagnostik terjadi ketika diketahui
ada gejala klien atau faktor resiko penyakit. Fase akut berpusat pada
krisis diagnosis. Klien dihadapkan pada serangkaian keputusan, termasuk
medis interpersonal, psikologis seperti halnya cara menghadapi awal
krisis penyakit. Dalam fase kronis klien bertempur dengan penyakit dan
pengobatannya, yang sering melibatkan serangkaian krisis yang
diakibatkannya. Akhirnya terjadilah pemulihan. Klien yang mengalami
fase terminal ketika kematian bukan lagi halnya kemungkinan, tetapi itu
sudah pasti terjadi. Pada setiap hal dari penyakit ini klien dan keluarga
dihadapkan dengan kehilangan yang beragam dan terus berubah. 

g. Fase Atau Tahapan Kehilangan


Adapun fase atau tahapan kehilangan antara lain :
1. Fase Pengingkaran (denial)
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak
percaya atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar
terjdi, dengan mengatakan “tidak, aku tidak percaya itu terjadi” atau “itu
tidak mungkin terjadi”. Bagi individu atau keluarga yang didiagnosis
dengan penyakit terminal, akan terus mencari informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi padda fase ini adalah letih, lemah, pucat, diare,
gangguan pernapasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah dan tidak
tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam bebrapa menit
atau beberapa tahun.
2. Fase Marah (anger)
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan
terjadinya kehilangan. Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat
yang sering di proyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri.
Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak
pengobatan, menuduh perawat atau doketr yang tidak becus. Respon fisik
yang sering terjadi antara lain : muka merah, nadi cepat, gelisah, susah
tidur dan tangan mengepal.
3. Fase Tawar-Menawar (bargaining)
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif,
maka ia akan maju pada fase tawar menawar dengan memohon
kemurahan pada tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata
“kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering berdoa”.
Apabila proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering keluar
adalah “kalau saja yang sakit, bukan anak saya”.
4. Fase Depresi (depression)
Individu pada fase ini sering menunjukkan sifat menarik diri, kadang
sebagai klien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan
keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada keinginan untuk bunuh diri
dan sebagainya. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain menolak
makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
5. Fase Penerimaan (acceptance)
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang
selalu berpusat kepada objek atau orang yang hilang akan mulai
berkurang atau hilang. Individu telah menerima kehilangan yang
dialaminya. Gambaran tentang objek atau orang yang hilang mulai
dilepaskan dan secara bertahap perhatiannya akan beralih pada objek
yang baru. Fase ini biasanya dinyatakan dengan “saya betul-betul
kehilangan baju saya tapi baju yang ini tampak manis” atau “apa yang
dapat saya lakukan agar cepat sembuh?”. Apabila individu dapat
memulai fase ini dan menerima dengan perasaan damai, maka dia akan
mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan kehilangannya
dengan tuntas. Akan tetapi bila tidak dapat menerima fase ini maka ia
akan memengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan
kehilangan selanjutnya.

2. Konsep Kematian
a. Pengertian
Secara etimologi yaitu keadaan mati atau kematian. Sementara secara
definitive kematian adalah terhentinya fungsi jantung dan paru-paru secara
menetap, atau terhentinya kerja otak secara permanen.  Kematian
merupakan peristiwa alamiah yang dihadapi oleh manusia. Pemahaman
akan kematian memengaruhi sikap dan tingkah laku seorang terhadap
kematian.
Beberapa konsep tentang kematian sebagai berikut :
a. Mati sebagai terhentinya darah yang mengalir
Konsep ini bertolak dari criteria mati berupa terhentinya jantung. Dalam
PP Nomor 18 tahun 1981 dinyatakan bahwa mati adalah berhentinya
fungsi jantung dan paru-paru. Namun criteria ini sudah ketinggalan
zaman. Dalam pengalaman kedokteran, tekhnologi resusitasi telah
memungkinkan jantung dan paru-paru yang semula terhenti dapat
dipulihkan kembali.
b. Mati sebagai saat terlepasnya nyawa dari tubuh
Konsep ini menimbulkan keraguan karena, misalnya pada tindakan
resusitasi yang berhasil, keadaan demikian menimbulkan kesan seakan-
akan dapat ditarik kembali.
c. Hilangnya kemampuan tubuh secara permanen
Konsep inipun dipertanyakan karena organ-organ berfungsi sendiri-
sendiri tanpa terkendali karena otak telah mati. Untuk kepentingan
transplantasi, konsep ini menguntungkan. Namun, secara moral tidak
dapat diterima karena kenyataannya organ-organ masih berfungsi
meskipun tidak terpadu lagi.
d. Hilangnya manusia secara permanen untuk kembali sadar dan
melakukan interaksi sosial. Bila dibandingkan dengan manusia sebagai
makhluk sosial, yaitu individu yang mempunyai kepribadian,
menyadari kehidupannya, kemampuan mengingat, mengambil
keputusan dan sebagainya, maka penggerak dari otak, baik secara fisik
maupun sosial, makin banyak dipergunakan. Pusat pengendali ini
terletak dalam bidang otak. Oleh karena itu, jika batang otak telah mati,
dapat diyakini bahwa manusia itu secara fisik dan sosial telah mati.
Dalam keadaan sperti ini, kalangan medis sering menempuh pilihan
tidak meneruskan resusitasi, DNR (do not resusciation).
Dying dan death (menjelang ajal dan mati), dua istilah yang sulit untuk
dipisahkan satu dan yang lain, serta merupakan suatu fenomena tersendiri.
Dying lebih kearah suatu proses. Sedangkan death merupakan akhir dari
hidup.Terdapat kontroversi kecil tentang arti dari death. Kebanyakan orang
lebih menerima bahwa berhentinya pernapasan dan denyut jantung serta
ketidak mampuan reflex corneal merupakan data/tanda yang cukup bagi
death. Tetapi tidak selamanya demikian. Sekarang lebih mungkin untuk
memperhatikan respirasi dan sirkulasi seseorang dengan menggunakan
obat-obatan, mesin, organ tiruan, dan transplantasi.

b. Perkembangan persepsi tentang kematian


No Umur Keyakinan
1 Bayi-5 tahun Tidak mengerti tentang kematian,
keyakinan bahwa mati adalah tidur/pergi
yang temporer.
2 5-9 tahun Mengerti bahwa mati adalah titik akhir
orang yang mati dapat dihindari.
3 9-12 tahun Menerti bahwa mati adalah akhir dari
kehidupan dan tidak dapat dihindari,
dapat mengekspresikan ide-ide tentang
kematian yang diperoleh dari orang
tua/dewasa lainnya.
4 12-18 tahun Merasa takut tentang kematian yang
menetap, kadang-kadang memikirkan
tentang kematian yang dikaitkan dengan
sikap religi.
5 18-45 tahun Memiliki sikap terhadap kematian yang
dipengaruhi oleh religi dan keyakinan.
6 45-65 tahun Menerima tentang kematian terhadap
dirinya. Kematian merupakan puncak
kecemasan.
7 65 tahun keatas Takut kesakitan yang lama.
Kematian mengandung beberapa makna:
   Terbebasnya dari rasa sakit
   Reuni dengan anggota keluarga yang
telah meninggal.

c. Perkembangan Tentang Pandangan Hidup dalam Proses Kematian


Pandangan hidup seseorang pasien dan lingkungannya dapat terjadi suatu
pengaruh cukup besar terhadap cara individu menghadapi kematian. Dari
beberapa penelitian ditunjukkan bahwa beragama atau tidak beragama tidak
berpengaruh terhadap ketakutan yang dihadapi oleh seseorang yang akan
mati.
Terdapat beberapa alasan, mengapa seseorang mengalami ketakutan
sebelum/menjelang kematian:
1. Orang berpendapat bahwa hidup hanya sampai disitu saja, terlalu
pendek dan masih banyak yang harus dilakukannya sebelum kehidupan
ini “berakhir/selesai”.
2. Sebelumnya orang tidak memikirkan kematian yang dihadapinya. Jadi
ada ketakutan menghadapi kematian.
3. Orang takut harus meninggalkan segalanya, manusia, binatang,
lingkungan yang telah dipercayainya.
4. Orang dapat merasa takut berdasarkan suatu pengalaman hidup terhadap
penghakiman tuhan atas jalan kehidupan yang telah dilaluinya. Orang
takut bahwa hidupnya masih terlalu singkat disbanding sesamanya, dan
terhadap tuhan. Misalnya, orang takut masuk neraka setelah ia mati.
Pendapat lain tentang proses berduka adalah dari Sporken dan Michels yang
terdapat dalam bukunya “De Laatsthe Levensfase. Sterversbege Leiding En
Euthanaise”.Terdapat tujuh fase dalam proses-proses kematian. Ketujuh
fase tersebut secara berturut-turut adalah:
1. Ketidak tahuan
Tidak adanya kejelasan bagi seorang klien bahwa akhir kehidupannya
sudah semakin dekat.Selain itu, ketidak tahuan tentang prognosa
penyakit dan juga seberapa berat penyakitnya. Klien yng berada pada
fase ini seharusnya diberikan support dengan selalu mendampingi. Hal
ini penting untuk meletakkan dasar kepercayaan yang kuat bahwa ia
mendapatkan dukungan dari siapapun dalam masalah ini.
2. Ketidak pastian
Suatu kondisi dimana individu tidak mendapatkan gambaran yang jelas
tentang bagimana masalahnya. Individu akan mencoba mencari-cari
alasan supaya masalah tersebut segera berakhir. Klien yang berada pada
fase ini akan lebih mudah melaluinya bila ia memiliki pengharapan /
harapan. Sehingga klien dapat bertahan untuk selanjutnya masuk ke fase
berikutnya.
3. Penyangkalan
Sebagai salah satu upaya pertahanan diri, akibat ketidakmampuan
seseorang untuk menerima situasi yang harus dihadapinya. Pada
umumnya reaksi seseorang dalam fase ini adalah tidak menerima
keseriusan dari situasi yang dihadapinya, dan seolah olah sama sekali
tidak mengerti. Kondisi ini perlu dipahami oleh perawat, sehingga perlu
member waktu merenungkan untuk kemudian menyadari.Selain itu
jangan terus-menerus mengkonfrontasi dengan situasi serius dari
masalahnya.
4. Perlawanan
Merupakan akibat logis dari fase sebelumnya dan mulai
mengembangkan kesadaran bahwa ajal sudah dekat. Wujud dari fase ini
adalah dengan agresi dan biasanya disebut juga fase yang penuh
kemarahan dan agresi. Perlawanan ini lebih ditujukan kepada system
pelayanan yang diterimanya. Sehingga individu ini akan mencari-cari
jalan penyelesaian sendiri yang bertujuan untuk menolong dirinya
sendiri ataupun keutuhannya. Hal yang paling diinginkannya adalah
keamanan dan perlindungan diri. Implikasi keperawatannya adalah
perawat menyediakan diri untuk mendengarkan dan menemani melewati
perjalanan menuju akhir kehidupannya.
5. Penyelesaian(perundingan)
Bila individu merasakan ketidak bergunaan penyangkalan dan
kemarahan maka ia akan merundingkan penyelesaian dengan orang-
orang yang memiliki pengaruh dengan sisa hidupnya. Reaksi yang
dimunculkan biasanya dengan menyampaikan janji-janji bila nanti
kematiannya dapat ditunda. Implikasi perawatannya adalah memberikan
dukungan dan selalu dekat dengan klien. Jangan mengoreksi, rahasiakan
setiap pembicaraan dengan nya. Beriakan kasih sayang untuk
menunjukkan empati.
6. Depresi
Individu akan mengalami kesedihan yang amat dalam, kesendirian dan
ketakutan. Sedih atas apapun yang akan ditinggalkannya. Belum siap
dengan kesendiriannya, karena meninggal berarti seorang diri.
7. Penerimaan
Tidak setiap individu mampu mencapainya. Respon yang diperlihatkan
oleh individu adalah sikap yang tenang, karena ia sadar bahwa ia tidak
dapat mengatasi perjuangan ini. Tujuan dari perawatannya adalah untuk
member kesempatan padanya untuk memenuhi permintaan dan
keinginan pribadinya, selama sisa hidupnya.
d. Fungsi Kematian
Adakah fungsi kematian? Bila jawabannya didasarkan atas akal tentu sulit
menjawabnya. Fungsi kematian ada apabila jawabannya bersumber dari
ajaran-ajaran agama. Ajaran agama tidak memandang semata-mata sebagai
kematian fisik, tetapi berfungsi rohaniah, yaitu untuk memberikan
pembalasan kepada manusia sesuai dengan amal perbuatannya sewaktu
hidup. Orang yang mengikuti ajaran agama dengan sebenarnya dan sebaik-
baiknya akan dijamin masuk surga, dan sebaliknya, orang yang tidak
mengikuti ajaran agama akan masuk neraka. Kalau demikian kematian itu
dapat merupakan bencana atau nikmat. Fungsi kematian adalah untuk
menghentikan budi daya, prestasi dan sumbangan seluruh potensi
kemanusiaannya. Maka kematian itu bukan akibat kesalahannya atau
dosanya kepada orang lain, atau tumbal, melainkan karena takdir.
e. Sikap Menghadapi Kematian
Sikap menghadapi kematian adalah kecenderungan perbuatan manusia
dalam menghadapi kematian yang diyakininya bakal terjadi.
Sikapnya bermacam-macam sesuai dengan keyakinannya dan kesadarannya.
1. Orang yang menyiapkan dirinya dengan amal perbuatan yang baik
karena menyadari bahwa kematian bakal datang dan mempunyai makna
rohaniah
2. Orang yang mengabaikan peristiwa kematian, yang menganggap
kematian sebagai peristiwa alamiah yang tidak ada makna rohaniahnya.
3. Orang yang merasa takut atau keberatan untuk mati karena terpukau
oleh dunia materi
4. Orang yang ingin melarikan diri dari kematian karena menganggap
bahwa kematian itu merupakan bencana yang merugikan, mungkin
karena banyak dosa, hidup tanpa norma, atau beratnya menghadapi
keharusan menyiapkan diri untuk mati.
f. Perawatan Pendampingan Terhadap Pasien Kehilangan, Berduka Dan
Kematian
Pada tahap yang terdapat dalam fase atau tahap kehilangan, peran petugas
kesehatan didalamnya berbeda-beda, yaitu :
1. Fase mengingkari
Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan
perasaannya secara verbal, tidak membantah pengingkaran pasien,
duduk intens bersama pasien, menggunakan teknik komunikasi,
sentuhan serta memperhatikan kebutuhan dasar pasien.
2. Fase marah
Mendorong dan memberikan waktu pada pasien untuk mengungkapkan
kemarahan secara verbal tanpa melawan dengan kemarahan,
memfasilitasi kebutuhan pasien akibat reaksi kemarahannya, serta
memberikan pemahaman kepada keluarga bahwa marah merupakan
sebuah proses yang normal.
3. Fase tawar-menawar
Membantu pasien mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan takutnya
dengan memberkan perhatian penuh dan tulus, mengajak pasien
berbicara untuk mengurangi rasa bersalah serta memberikan dukungan
spiritual.
4. Fase depresi
Mengidentifikasi tingkat depresi dan membantu mengurangi rasa
bersalah dengan memberikan kesempatan kepada pasien untuk
mengekspresikan kesedihannya, memberikan dukungan non verbal,
membahas pikiran negatif dan melatih mengidentifikasi hal negatif
tersebut.
5. Fase penerimaan : membantu pasien mengidentifikasi rencana kegiatan
yang akan dilakukan dan membantu keluarga untuk bisa mengerti
penyebab rasa kehilangan. (Putri, Rosiana, 2013)

B. Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD)


1. Pengertian Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD)
Menurut kamus istilah program keluarga berencana, kehamilan tidak diinginkan
adalah kehamilan yang dialami oleh seorang perempuan yang sebenarnya
belum menginginkan atau sudah tidak menginginkan hamil (BKKBN, 2007).
Sedangkan menurut PKBI, kehamilan tidak diinginkan merupakan suatu
kondisi dimana pasangan tidak menghendaki adanya proses kelahiran akibat
dari kehamilan. Kehamilan juga merupakan akibat dari suatu perilaku
seksual yang bisa disengaja maupun tidak disengaja. Banyak kasus yang
menunjukkan bahwa tidak sedikit orang yang tidak bertanggung jawab atas
kondisi ini. Kehamilan yang tidak diinginkan ini dapat dialami, baik oleh
pasangan yang sudah menikah maupun belum menikah (PKBI, 1998).
Istilah kehamilan yang tidak diinginkan merupakan kehamilan yang tidak tidak
menginginkan anak sama sekali atau kehamilan yang diinginkan tetapi tidak
pada saat itu/mistimed pregnancy (kehamilan terjadi lebih cepat dari yang telah
direncanakan), sedangkan kehamilan yang diinginkan adalah kehamilan yang
terjadi pada waktu yang tepat. Sementara itu, konsep kehamilan yang
diinginkan merupakan kehamilan yang terjadinya direncanakan saat si ibu
menggunakan metode kontrasepsi atau tidak ingin hamil namun tidak
menggunakan kontrasepsi apapun. Kehamilan yang berakhir dengan aborsi
dapat diasumsikan sebagai kehamilan yang tidak diinginkan. Semua definisi ini
menunjukkan bahwa kehamilan merupakan keputusan yang disadari (Santelli,
2003: 4). Kehamilan tidak diinginkan berhubungan dengan meningkatnya risiko
morbiditas wanita dan dengan perilaku kesehatan selama kehamilan yang
berhubungan dengan efek yang buruk. Sebagai contoh, wanita yang mengalami
kehamilan tidak diinginkan mungkin menunda ke pelayanan prenatal yang pada
akhirnya akan mempengaruhi kesehatan bayinya.
Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) adalah suatu kehamilan yang
karena suatu sebab, maka keberadaannya tidak diinginkan oleh salah satu atau
kedua calon orang tua bayi tersebut. KTD disebabkan oleh faktor kurangnya
pengetahuan yang lengkap dan benar mengenai proses terjadinya kehamilan
dan metode pencegahan kehamilan akibat terjadinya tindak perkosaan dan
kegagalan alat kontrasepsi.
Unwanted pregnancy selalu berkaitan erat dengan praktek pengguguran
kandungan yang tidak aman (unsafe abortion).  Wanita yang tidak
menginginkan kehamilan tentu akan berusaha untuk menggugurkan
kandungannya. Seribu satu alasan dikemukakan untuk membujuk tenaga medis
mau menggugurkan kehamilannya, mulai masih sekolah, belum punya
pekerjaan tetap, anak sebelumnya masih kecil, jarak operasi sesar sebelumnya
terlalu dekat, sudah banyak anak, usia sudah tua dan lain-lain.
Lebih sialnya wanita-wanita tersebut kebanyakan harus menghadapi
sendiri sakit dan kebingungan. Gadis-gadis hamil stres ditinggal pacarnya yang
tidak bertanggung jawab. Ibu-ibu kesal saat disalahkan suaminya kenapa bisa
hamil. Padahal, kehamilan tidak mungkin terjadi kalau bukan ‘perbuatan’
kedua belah pihak. Kondisi ini sering menyebabkan kebingungan, bisa
berujung putus asa.
Angka kehamilan yang tidak diinginkan akibat kegagalan KB masih
cukup tinggi, dan 30–50% diantaranya menjalani aborsi tidak aman. Kondisi
ini turut menyumbang tingginya kematian ibu hamil di Indonesia, yaitu 450
dari 100.000 kelahiran hidup, masih menjadi yang tertinggi di Asia. Pada tahun
2001 PKBI menangani 6000 kasus, 80 persen diantaranya adalah kehamilan
tak diinginkan oleh pasangan yang sudah menikah. Ini menandakan KTD
sudah menjadi masalah sosial. Apabila fenomena gunung es juga berlaku untuk
kasus KTD maka jumlah KTD keseluruhan akan menjadi berlipat. Sangat logis
apabila diperkirakan bahwa jumlah aborsi di Indonesia adalah 2,5 juta sampai
dengan 3 juta per tahunnya.
Sekitar 2 juta wanita di Indonesia setiap tahun menjalani aborsi. Dari
jumlah tersebut ada sekitar 900 wanita yang melakukan aborsi yang tidak
aman. Sementara itu untuk tindakan aborsi di seluruh dunia tercatat 46 juta
dengan 20 juta diantaranya merupakan aborsi tidak aman. Aborsi tidak aman
ini dilakukan oleh tukang urut, dukun pijat, dukun beranak yang sangat
berbahaya karena penolongnya tidak terlatih atau berkompeten, dilakukan di
tempat yang tidak higienis, peralatan medis tidak tersedia dan tidak memenuhi
standar minimal, serta metode atau prosedur tindakan aborsi yang dilakukan
sangat berbahaya dan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara medis.
Akibatnya adalah kematian wanita akan menjadi salah satu risiko yang didapat
dari tindakan aborsi tidak aman tersebut
Kehamilan usia dini, selain berakibat kurang baik bagi tubuh, juga
berakibat hilangnya kesempatan untuk mendapat pendidikan formal. Padahal,
pendidikan formal yang baik merupakan salah satu syarat (meskipun tidak
harus) agar dapat bersaing di masa depan. Alangkah baiknya jika sekolah-
sekolah tetap mau menerima siswa yang hamil, atau minimalnya memberikan
cuti, bukannya mengeluarkan. Alangkah malangnya siswa yang
hamil/menghamili, yang telah mengalami berbagai masalah yang berat, harus
diperberat masalahnya dengan ‘ditutup’ masa depannya melalui pengeluaran
siswa oleh pihak sekolah. Begitu besarnya kasus kehamilan di luar nikah
dikalangan remaja, yang tidak saja merugikan remaja itu sendiri tapi juga
masyarakat karena kehilangan remaja-remaja potensialnya.
Disamping itu terdapat beberapa resiko medis akibat dari kehamilan pada usia
dini, diantaranya :
a. Rahim (uterus) baru siap melakukan fungsinya setelah umur 20 th, karena
baru pada usia ini fungsi hormonal melewati masa kerjanya yang maksimal.
b. Sistem hormonal belum stabil maka terjadi ketidakteraturnya menstruasi hal
yang sama terjadi bila remaja tersebut tersebut mengalami kehamilan
ketidakteraturan tersebut membuat kehamilan menjadi tidak stabil, mudah
terjadi perdarahan, terjadilah abortus atau kematian janin.
c. Terlalu dininya usia kehamilan dan persalinan memperpanjang kehamilan
rentang reproduksi aktif. Hal ini akan meningkatkan resiko timbulnya
kanker leher rahim dikemudian hari.
d. Lebih cenderung mengakibatkan anemia.
e. Kehamilan remaja, pada usia 16 tahun jarang menghasilkan bayi yang sehat.
f. Remaja yang hamil lebih sering keracunan kehamilan seperti mual muntah
yang hebat, TD tinggi, kejang-kejang bahkan kematian.
Perkosaan merupakan peristiwa yang traumatis dan meninggalkan aib
pada perempuan yang di perkosa. Dampak psikologis dari perkosaan ini cukup
dalam dan akan menetap seumur hidup perempuan itu. Paham tentang kesucian
perempuan akan membuat  perempuan dan keluarganya mengalami stigma dari
masyarakat sekitarnya. Perempuan korban perkosaan akan di cap “Tidak suci”
lagi sehingga mungkin akan sulit memperoleh jodohnya, sementara laki-laki
yang memperkosanya tidak banyak mengalami kutukan sosial seperti itu.
Jika perkosan juga mengakibatkan kehamilan, aib itu tidak hanya akan di
alami oleh si korban saja teapi juga seluruh keluarganya. Seandainya kehamilan
itu diteruskan, maka anak yang dilahirkan kelak yang akan mengalami tekanan
sosial baik dari keluarga orangtuanya sendiri maupun masyarakat sekitarnya,
bahkan ibunya sendiri mungkin akan meliha anak itu sebagai penjelmaan laki-
laki yang memerkosanya dan selalu akan mengingatkannya kepada laki-laki itu,
atau mungkon juga menjadi sasaran balas dendam yang sebenarnya ia tujukan
kepada laki-laki yang memperkosanya.
Kehamilan diluar nikah Menurut para ahli, alasan seorang remaja melakukan
hubungan seks diluar nikah ini terbagi dalam beberapa faktor seperti :
a. Tekanan yang datang dari teman pergaulannya
b. Adanya tekanan dari pacarnya
c. Adanya kebutuhan badaniah
d. Rasa penasaran
e. Pelampiasan diri
f. Kegagalan alat KB
Kasus kehamilan yang tidak diinginkan juga salah satunya dikarenakan
kegagalan alat kontrasepsi. Para pemakai kontrasepsi pada dasarnya belum atau
tidak ingin hamil lagi, sehingga dapat dikatakan bahwa kegagalan kontrasepsi
mengakibatkan kehamilan yang sebenarnya tidak diinginkan. Sebagian dari
mereka mungkin ingin untuk meneruskan kehamilannya, sebagian yang lain
mungkin memutuskan untuk menggugurkannya. Jumlah kehamilan yang tidak
diinginkan akan lebih besar lagi, jika di tambah dengan mereka yang tidak ingin
hamil lagi tetapi tidak menggunakan kontrasepsi sama sekali.
2. Alasan Kehamilan Tidak Diinginkan
Menurut PKBI (1998), banyak alasan yang dikemukakan mengapa kehamilan
tidak diinginkan adalah sebagai berikut:
a. Penundaan dan peningkatan jarak usia perkawinan, dan semakin dininya
usia menstruasi pertama (menarche). Usia menstruasi yang semakin dini
dan usia kawin yang semakin tinggi menyebabkan “masa-masa rawan”
semakin panjang. Hal ini terbukti dengan banyaknya kasus hamil diluar
nikah.
b. Ketidaktahuan atau minimnya pengetahuan tentang perilaku seksual yang
dapat mengakibatkan kehamilan.
c. Tidak menggunakan alat kontrasepsi, terutama untuk perempuan yang
sudah menikah.
d. Kegagalan alat kontrasepsi.
e. Kehamilan yang diakibatkan oleh pemerkosaan.
f. Kondisi kesehatan ibu yang tidak mengizinkan kehamilan.
g. Persoalan ekonomi (biaya untuk melahirkan dan membesarkan anak).
h. Alasan karir atau masih sekolah (karena kehamilan dan konsekuensi lainnya
yang dianggap dapat menghambat karir atau kegiatan belajar).
i. Kehamilan karena incest (hubungan seksual antara yang masih sedarah)
j. Kondisi janin yang dianggap cacat berat atau berjenis kelamin yang tidak
diharapkan.
3. Penyebab Kehamilan Tidak Diinginkan
Salah satu penyebab kehamilan tidak diinginkan menurut PKBI (1998) adalah
kegagalan kontrasepsi, hasil penelitian menemukan bahwa sedikitnya 8 juta
kasus per tahunnya terjadi kegagalan metode kontrasepsi yang digunakan.
Sedangkan menurut WHO (1998), penyebab terjadinya kehamilan yang tidak
diinginkan adalah karena pasangan yang tidak menggunakan kontrasepsi atau
metode kontrasepsi yang digunakan gagal.
Meskipun metode KB sudah tersedia, namun masih ada para ibu yang
tetap tidak menggunakan metode kontrasepsi untuk mencegah kehamilan yang
tidak diinginkan, hal ini dikarenakan kurangnya akses informasi dan pelayanan
KB, incest atau perkosaan, kepercayaan suatu agama, tidak cukupnya
pengetahuan tentang risiko kehamilan akibat hubungan seks yang tidak aman,
alasan ekonomi, dilarang oleh anggota keluarga, takut akan efek samping
yang dirasakan terhadap kesehatan, dan terbatasnya kemampuan perempuan
untuk mengambil keputusan dengan melihat dari hubungan seksual dan
kontrasepsi yang digunakan. Begitu pula dengan metode kontrasepsi, meskipun
terdapat metode yang paling efektif, kemungkinan gagal selalu ada karena
berbagai alasan yang berhubungan dengan teknologi dan cara menggunakannya
(WHO, 1998).
4. Akibat yang Ditimbulkan oleh Kehamilan yang Tidak Diinginkan
Berbagai akibat yang mungkin dapat ditimbulkan oleh kehamilan yang tidak
diinginkan, antara lain (PKBI, 1998):
a. Kehamilan yang tidak diinginkan dapat mengakibatkan lahirnya seorang
anak yang tidak diinginkan (unwanted child), dimana anak ini akan
mendapat cap buruk sepanjang hidupnya. Masa depan “anak yang tidak
diinginkan” ini sering mengalami keadaan yang menyedihkan karena anak
ini tidak mendapat kasih sayang dan pengasuhan yang semestinya dari
orang tuanya, selain itu perkembangan psikologisnya juga akan terganggu.
Besar kemungkinannya bahwa anak yang tumbuh tanpa kasih sayang dan
asuhan ini akan menjadi manusia yang tidak mengenal kasih sayang
terhadap sesamanya.
b. Terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan juga dapat memicu terjadinya
pengguguran kandungan (aborsi) karena sebagian besar perempuan yang
mengalami kehamilan yang tidak diinginkan mengambil keputusan atau
jalan keluar dengan melakukan aborsi, terlebih lagi aborsi yang tidak aman.
Selain itu ada beberapa akibat yang mungkin dapat ditimbulkan oleh
kehamilan yang tidak diinginkan antara lain :
1. Obstetri seperti : Abortus, BBLR, Prematus, Malnutrisi, Kurangnya ANC,
Tindakan Medis yang terlambat
2. Psikologi: Kesepian, Perasaan malu, Perasaan bersalah, Depresi,
Menimbulkan Konflik, Kecewa terhadap keluarga
3. Sosial: Dikeluarkan dari sekolah, Perceraian dini, Penerimaan keluarga yang
kurang, Tidak mampu mensupport diri dan bayinya, Dikucilkan, Kurang
mampu mengatur waktu antara kerja dan merawat bayi
4. Berbagai Penyakit
5. Meningkatnya AKI dan AKB

C. Peran Bidan dalam menanggulangi kehamilan tidak diinginkan


Jika sudah terjadi kehamilan, bidan dapat memberikan edukasi konseling
pada wanita termasuk keluarga untuk tetap melanjutkan kehamilan dan
merawat anak bila perlu melakukan konsultasi dengan dokter.
Menentukan pilihan yang terbaik untuk situasi ini mungkin akan sulit
dilakukan. Ada banyak faktor yang akan memengaruhi pilihan. Faktor tersebut
biasanya meliputi situasi keuangan, keseimbangan emosional, kesiapan untuk
merawat anak, agama, dan kepercayaan pribadi. Dalam beberapa kasus,
pendapat dari orangtua, teman, atau anggota keluarga lainnya juga dapat
memengaruhi keputusan.
Dua pilihan pertama adalah pilihan yang dianggap oleh banyak orang
sebagai pilihan yang paling manusiawi. Namun, harus diingat juga bahwa
kehamilan dapat menjadi masa yang paling berbahaya dalam hidup wanita.
Beberapa wanita memutuskan untuk menggugurkan kandungan apabila mereka
berisiko terkena gangguan kesehatan yang serius. Apabila memilih pilihan
melakukan aborsi, tindakan ini dapat dilakukan dengan obat-obatan atau
operasi, tergantung pada usia kehamilan, juga harus mempertimbangkan risiko
aborsi, seperti kesehatan. Saat ini, menggugurkan kandungan dapat bersifat
aman, namun aborsi tetap memiliki berbagai risiko.
Memberikan penyuluhan kepada para remaja tentang seks education
khususnya dan kepada masyarakat umumnya. Memberikan penyuluhan kepada
para orang tua yang mempunyai anak untuk mengawasi mereka agar tidak
memberikan kesempatan untuk memasuki pergaulan bebas. Serta untuk tetap
memperhatikan setiap perkembangan anak dan pembentukan kepribadiannya..
Memberikan penyuluhan kepada masyarakat khususnya yang sudah berumah
tangga untuk menggunakan kontrasepsi secara tepat guna agar tidak terjadi
kegagalan kontrasepsi.

D. Peran Bidan Dalam Menanggulangi Kehilangan Dan Kematian


Banyak faktor yang dapat mempengaruhi rentang respon kehilangan dan
kematian, dalam Hidayat (2012) salah satu faktor tersebut adalah struktur
kepribadian. Bidan semaksimal mungkin dapat memahami struktur kepribadian
wanita untuk mengetahui bagaimana cara pendekatan dengan wanita yang dalam
keadaan hamil namun tidak diinginkan. Individu dengan struktur kepribadian baik
akan dapat melalui rentang respon kehilangan dengan baik pula. Salah satu struktur
kepribadian yang paling mendasar yang dianggap akan berperan penting pada diri
individu yang mengalami peristiwa kehilangan adalah kecerdasan emosi. Bidan
berperan penting untuk lakukan edukasi mengolah kecerdasan emosi klien.
Kecerdasan emosi adalah “himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang
melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan
pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk
membimbing pikiran dan tindakan.” (Shapiro, 1998:8). Menurut Goleman (2002 :
512), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan
emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence);
menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion
and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi
diri, empati dan keterampilan sosial. Salovey dalam Goleman (2002) menempatkan
kecerdasan pribadi Gadner dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang
dicetuskannya dan memperluas kemampuan tersebut menjadi lima kemampuan
utama, yaitu: 1. Mengenali emosi diri, 2. Mengelola emosi, 3. Memotivasi diri
sendiri. 4. Mengenali emosi orang lain, 5. Membina hubungan
25

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu
kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah
dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu
yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
KTD merupakan suatu kondisi dimana pasangan tidak menghendaki adanya
proses kelahiran akibat dari kehamilan. Kehamilan itu bisa akibat dari perilaku
seksual/hubungan seksual baik yang yang disengaja maupun yang tidak
disengaja. Banyak kasus menunjukan bahwa tidak sedikit orang yang tidak
bertanggung jawab atas kondisi ini. Dalam hal ini memiliki akibat yang tidak
inginkan terdiri dari obstetric, psikologi, social, berbagai Penyakit,
meningkatnya AKI dan AKB. Adapun beberapa cara penanggulangan terhadap
terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, antara lain penggunaan alat
kontrasepsi, peran media dalam membentuk karakter seseorang, peran
Lingkungan sekitar, peranan orang tua, teman, saudara, tetangga, petugas
kesehatan dan masyarakat

B. SARAN
Setiap yang bernyawa pasti akan mati, setiap pertemuan pasti ada
perpisahan. Hasil akhir dari perjuangan seseorang melawan perasaan kehilangan
itu semua tergantung pada cara kita menyikapi kehilangan tersebut.
Dalam Makalah ini terdapat penjelasan tentang “ kehamilan yang tidak
diinginkan” berharap agar wanita dapat mengetahui kehamilan yang baik sesuai
dengan keinginan dan tidak diinginkan dalam membina rumah tangga yang baik.
Selain itu dapat sebagai pedoman dalam kehidupan yang baru kelak.
Baik kehamilan yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan, semua
janin dan bayi berhak untuk mendapat kehidupan dan penghidupan yang layak,
karena mereka tidak tahu dan tidak bersalah atas perbuatan orang tuanya. Jadi
sayangilah mereka.

Anda mungkin juga menyukai