Anda di halaman 1dari 2

Hukum Royalti Buku

Tanya :

Ustadz, bagaimanakah hukum royalti buku? (Rosyid Aziz, Bogor)

Jawab :

Royalti buku adalah pembayaran yang diberikan oleh penerbit kepada penulis buku
berupa persentase tertentu dari harga jual buku dalam periode tertentu. Sebagai
contoh, penerbit bersepakat memberi royalti sebesar 10% dari harga jual buku sebesar
Rp 30 ribu yang dicetak sebanyak 5.000 eksemplar untuk cetakan pertama. Maka
royalti yang diterima penulis buku besarnya adalah 10 % (besaran royalti) dikalikan
Rp 30 ribu  (harga jual buku) = Rp 3.000,- per eksemplar buku, kemudian dikalikan
5000 eksemplar (jumlah cetak) sehingga hasilnya adalah Rp 15 juta (lima belas juta
rupiah). Jumlah ini dikurangi pajak sebesar 15%, sehingga royalti bersih yang
diterima penulis sebesar Rp 12.750.000,- (dua belas juta tujuh ratus lima puluh ribu
rupiah).

Menurut kami, sistem royalti buku seperti ini tidak sah (fasad) secara syar’i. Sebab
bertentangan dengan cara bagi hasil dalam hukum syirkah Islami, khususnya syirkah
mudharabah, dalam dua aspek:

Pertama, dalam sistem royalti buku, pembayaran yang diterima penulis buku sudah
diketahui nominalnya dalam jumlah rupiah yang tertentu (Rp 3.000,- per eksemplar
buku), walaupun dinyatakan dalam persentase (10%xRp.30.000). Bagi hasil yang
demikian ini dalam hukum syirkah Islami tidak dibolehkan dan mengakibatkan
syirkah menjadi fasad. Wahbah Zuhaili dalam kitabnya Al Fiqh Al Islami wa
Adillatuhu, mengutip Imam Ibnul Mundzir yang menyebutkan adanya kesepakatan
ulama (ijma’) bahwa akad qiradh (mudharabah) hukumnya tidak sah jika salah satu
atau atau kedua belah pihak dalam akad mudharabah mensyaratkan bagi hasil dalam
jumlah dirham yang tertentu. (Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu,
4/851; Ibnul Mundzir, Al Ijma’, no 529, hlm. 40; Ibnu Hazm, Maratibul Ijma’, hlm.
90, Abdul Aziz Al Khayyath, Al Syarikat fi Al Syari’ah Al Islamiyyah wa Al Qanun
Al Wadh’i, 1/169).

Kedua, dalam sistem royalti buku jumlah pembayaran yang diterima penulis buku
dinyatakan dalam persentase dari harga jual buku, misalnya 10 % dari harga jual buku
sebesar Rp 30.000. Ini bertentangan dengan hukum syirkah dalam Islam, sebab
jumlah pembayaran yang diterima dalam syirkah mudharabah seharusnya dinyatakan
dalam persentase dari laba bersih (profit), bukan persentase dari harga barang
dagangan (dalam hal ini buku, masih pendapatan, blm laba). (Wahbah Zuhaili, Al
Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, 4/850; Abdul Aziz Al Khayyath, Al Syarikat fi Al
Syari’ah Al Islamiyyah wa Al Qanun Al Wadh’i, 1/169 dan 2/65; AAOIFI, Shari’a
Standards, 2002, hlm. 233).

Berdasarkan dua alasan di atas, maka jelaslah bahwa secara syar’i royalti buku
hukumnya tidak sah (fasad) dan termasuk mudharabah yang fasad. Jika mudharabah
fasad ini sudah terlanjur terjadi dan menghasilkan laba, maka keseluruhan labanya
menjadi hak penerbit buku saja. Sebaliknya jika rugi maka seluruh kerugiannya
ditanggung hanya oleh penerbit buku. Adapun penulis buku, berhak mendapatkan
ajrul mitsil, tanpa melihat lagi apakah muamalah ini rugi atau untung. Ajrul mitsil
merupakan kompensasi yang semisal, yaitu pembayaran yang umumnya diterima
penulis buku untuk semisal buku yang dia tulis. (Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami
wa Adillatuhu, bab Hukm Al Mudharabah Al Fasidah, 4/851-852).

Alternatif syar’i untuk royalti buku adalah mengamalkan mudharabah yang sah, yaitu
menjadikan buku sebagai modal syirkah dan bagi hasil bagi penulis buku dinyatakan
dalam persentase dari profit, bukan persentase dari harga jual buku, berdasarkan
kesepakatan dengan penerbit, misalnya 30 % laba bagi penulis buku dan 70 % laba
bagi penerbit.

Buku sebagai barang dagangan (‘uruudh) pada dasarnya tidak boleh dijadikan modal
dalam mudharabah, kecuali jika buku itu dinilai dulu ke dalam sejumlah nominal
uang (taqwiim) pada saat akad maka hukumnya boleh. Kerugian ditanggung
berdasarkan porsi modal masing-masing. (Taqiyuddin An Nabhani, An Nizham Al
Iqtishadi fi Al Islam, hlm. 150 & 154).

Alternatif syar’i lainnya adalah sistem jual-putus (disebut juga flat atau outright),
yaitu penerbit membayar penulis buku berdasarkan negosiasi dengan penerbit, dengan
satu kali pembayaran yang tidak dikaitkan dengan harga jual buku atau cetak ulang.
Wallahu a’lam. (Ustadz Shiddiq al Jawi, M.S.I)

Anda mungkin juga menyukai