Anda di halaman 1dari 5

KOAGULASI/PENGGUMPALAN LATEKS DAN PENCEGAHAN

SERTA PENENTUAN DRC

Untuk menghasilkan mutu produk olahan lateks yang baik, maka syarat mutlak yang harus
dipenuhi adalah bahan baku berupa lateks harus dalam keadaan stabil. Artinya belum terjadi/mengalami
prakoagulasi (membubur) apalagi sampai menggumpal atau membeku (koagulasi). Penggumpalan lateks
dapat terjadi karena:

a) Rusaknya lapisan pelindung partikel/butir karet terutama protein yang berfungsi sebagai
stabilisator karena kehilangan muatan listriknya. Setelah lateks keluar dari pohon sebagai hasil
penyadapan, maka enzim yang terdapat dalam lateks tersebut menjadi aktif (kondisi aerobic)
yang menyebabkan struktur dari protein menjadi terganggu. Protein merupakan stabilisator
bagian-bagian koloidal dari lateks, sehingga stabilitasnya menjadi berkurang/terganggu,
akibatnya terjadi prakoagulasi maupun koagulasi (penggumpalan)..
b) Degradasi zat-zat non rubber oleh mikroorganisme seperti karbohidrat, protein dan lemak yang
menghasilkan asam-asam. Asam-asam yang terbentuk dapat menyebabkan prakoagulasi dan
koagulasi pada lateks apabila tercapai titik “iso elektonik” dari protein. Kontaminasi oleh
mikroorganisme ini dapat berasal dari alat-alat deres, pisau, cup/ mangkok, ember yang kotor
maupun dari lingkungan.
c) Adanya ion-ion logam seperti logam Mg dan Ca dalam lateks. Hasil hidrolisis lemak dalam lateks
menghasilkan Alb. Alb ini mendesak posisi protein sebagai stabilisator, sehingga bagian-bagian
karet dalam lateks distabilisasi oleh asam lemak. Adanya ion-ion Mg dan Ca dapat bereaksi
dengan asam lemak bebas (alb) membentuk sabun Mg dan Ca yang tidak dapat larut dalam air
sehingga mengurangi kestabilan.

Selain itu faktor lain yang dapat mempercepat terjadinya prakoagulasi dan koagulasi lateks adalah
penderesan dilakukan pada musim penghujan disebabkan garam-garam yang terlarut dalam air bereaksi
dengan protein sehingga stabilitas lateks menjadi berkurang. Garam-garam juga dapat mengaktifkan
enzim-enzim sehingga mempercepat penggumpalan. Penyadapan lateks pada suhu matahari tinggi juga
dapat menimbulkan prakoagulasi dan koagulasi karena sebagian airnya menguap. Demikian juga selama
pengangkutan akibat jalan yang kurang baik dan suhu tinggi menimbulkan goncangan pada lateks yang
dapat menyebabkan lateks menjadi tidak mantap karena banyak butir-butir lateks yang pecah.

Pencegahan prakoagulasi dan koagulasi pada lateks dapat dilakukan atau dapat dikurangi dengan
beberapa cara:

1. Penyadapan lateks dilakukan pada pagi hari (suhu rendah) dan lateks harus segera diangkut
ke pabrik tanpa banyak mengalami goncangan.
2. Alat-alat yang digunakan harus bersih dan tahan karat
3. Pemberian antikoagulasi (antikoagulan/bahan pengawet untuk perkebunan-perkebunan
besar yang jarak antara pengumpulan lateks dan pabrik cukup jauh maka perlu ditambahkan
bahan antikoagulasi. Antikoagulan adalah bahan yang dapat mencegah terjadinya koagulasi
pada lateks tetapi tidak dapat memulihkan atau mengencerkan kembali lateks yang telah
mengalami koagulasi. Oleh karena itu sebaiknya antikoagulan dimasukkan dalam mangkuk
(cup) penampungan lateks hasil penderesan.

Bahan pengawet (antikoagulan) berfungsi mencegah atau mengurangi pengaruh-pengaruh dari


faktor penyebab koagulasi tersebut. Persyaratan bahan pengawet atau antikoagulan yang baik adalah
sebagai berikut.

1. Dapat menaikkan PH atau bersifat basis


2. Dapat membunuh mikroorganisme atau bersifat sebagai desinfektan
3. Dapat menghambat kerja enzim
4. Tidak berbahaya bagi manusia atau pekerja
5. Dapat hilang atau menguap dari lateks jika lateks digumpalkan
6. Mempunyai daya mengikat logam dalam lateks
7. Harganya murah
8. Mudah diperoleh di pasaran
9. Tidak menimbulkan side effect yang negative seperti perubahan warna dan bau.

Pada kenyataannya tidak satupun bahan antikoagulan yang dapat memenuhi seluruh persyaratan
maka unutk memperoleh daya efektifitas yang tinggi sering digunakan campuran dua atau lebih
antikoagulan.

Beberapa bahan pengawet (antikoagulan) yang sering digunakan adalah sebagai berikut.

1. Amoniak (NH3)
Prinsip kerja:
- Meningkatkan pH – NH3 + H2O NH4OH NH4⁺ + OH⁻
- Bersifat desinfektan karena dapat mematikan bakteri
- Mengurangi atau dapat mengikat logam Mg
Mg⁺⁺ + NH4⁺ + PO4 MgNH4PO4
Jumlah pemakaian 5-10 ml larutan 25% / L lateks kebun.
2. Natrium Karbonat (Na2CO3 / soda)
Prinsip kerja:
- Meningkatkan pH
- Tidak memiliki daya desinfektan
Mutu produk olahan RSS dari lateks tidak digunakan karena jika konsentrasi tidak
tepat dapat menimbulkan gelembung-gelembung pada sheet kering sehingga dapat
menurunkan mutu atau mutu sheet keringnya rendah. Jumlah yang digunakan
sebanyak 5-10 ml dari larutan soda 10% / L lateks kebun
3. Formaldehide / Formalin (HCHO)
Prinsip kerja:
- Dapat mematikan mikroorganisme
- Tidak meningkatkan pH, oleh karena itu sering digunakan bersama-sama dengan
soda. Jumlah yang digunakan 5-10 ml larutan dengan konsentrasi 5% per liter lateks
kebun. Pemakaian yang berlebih dapat menyebablan karet menjadi rapuh (short).
4. Natrium Sulfit (NaSO3)
Prinsip kerja:
- Meningkatkan pH
- Bersifat desinfektan
- Kelemahannya :
- waktu pengeringan menjadi lebih lama
- warna lebih muda (pucat) sehingga cocok untuk krepe

Jumlah kebutuhan 5-10 ml larutan Na2SO3 10% / Liter lateks.

Na2SO3 H2O 2NaOH SO2


basis - desinfektan dan
s pemutih

Bahan pengawet lain seperti Santobrite atau Sodium penta chloro phenate, Natrium
hidroksida yang bersifat basis, garam-garam Na dari EDTA / Ethylene Diaminetetra acetic
acid dan DMP 30

PENENTUAN KKK / DRC


Dry Rubber Content (DRC) atau kadar karet kering adalah kandungan karet kering
dalam lateks. Kandungan ini secara umum dinyatakan dalam % berat yaitu,

% DRC = Berat karet kering dalam lateks


X 100 %
Berat lateks
Tetapi ada kalanya kandungan karet dalam lateks dinyatakan dalam % volume yaitu,

% DRC = Berat karet kering dalam lateks (gram) X 100 %


Volume lateks (cc)

Cara menentukan DRC ada bermacam-macam, antara lain:


o Cara laboratorium
Cara inilah yang dianggap lebih teliti daripada cara-cara yang lain

a. % DRC (berat), cara ASTM D 1076-72


• Timbang lateks sebanyak ± 10 gram dalam cawan perselen dengan timbangan analatis
(kepekaan 0,1 mg). Tambahkan air destilat kepada lateks tersebut sampai total solidnya
± 25 %. Bubuhkan acetic acid 2% sambil diaduk ± 5 menit sampai terjadi penggumpalan
sempurna. Ambil coagulum yang terjadi dan cuci dengan air yang mengalir. Coagulum
digiling dengan gilingan contoh sampai diperoleh lembaran karet dengan tebal 1,5 – 2
mm. Keringkan lembaran dalam “Circulating air oven” dengan temperature pengeringan
70 ± 2˚C sampai kering (±24 jam). Pengeringan dianggap selesai jika perbedaan antara dua
kali penimbangan / pemanasan max 1 mg. Penentuan DRC dibuat pakai duplicate.
• Hasil DRC antara contoh dengan duplicate tidak boleh lebih dari 0,2 %.
• Hasil pemeriksaan DRC adalah rata-rata antara contoh dua duplicatenya.
% DRC = Berat lembaran kering
X 100 %
Berat contoh lateks
b. % DRC (volume)
• Pipet lateks sebanyak 10 cc dengan volume pipet.
• Pindahkan lateksnya kedalam gelas Erlenmeyer. Bersihkan pipet dengan air destilat dan
air cuciannya masukkan kedalam gelas Erlenmeyer tersebut. Pembersihan dilakukan
sampai semua lateks dalam pipet habis dipindahkan ke gelas Erlenmeyer. Tambahkan
acetic acid 2% untuk penggumpalan. Pekerjaan selanjutnya sesuai dengan cara untuk
penentuan DRC berat seperti di atas.
% DRC = Berat lembaran contoh (gram)
X 100 %
Volume lateks (cc)
c. Cara Metrolac
• Ukur sejumlah lateks misalnya 300 cc dalam satu gelas ukur 1000 cc. Tambahkan 2 bagian
air (600 cc). Aduk sampai bercampur rata, masukkan lateks kedalam tabung metrolac
kedalam tabung, biarkan sampai cairan tidak goyang lagi. Baca angka pada metrolac yang
satu level dengan permukaan cairan %DRC = 3 x angka pembacaan

d. Cara Faktor Pengeringan


• Ambil contoh 200 cc lateks tambahkan formic acid 1% atau acetic acid 2%. Sambil
diaduk sampai terjadi penggumpalan. Coagulum digiling sampai diperoleh lembaran
crepe setebal ± 1,5 mm lembaran dikeringkan dengan kain lap. Kemudian lembaran
ditimbang misalnya beratnya = a gram
Maka DRC = 0,51 f.a %
Dimana f = faktor pengeringan.
• Faktor pengeringan ditentukan dengan jalan percobaan untuk beberapa hari, biasanya
untuk 10 hari produksi. Faktor pengeringan inilah yang dipergunakan untuk hari-hari
berikutnya dan ditinjau periodic misalnya setiap 3 bulan.
• Contoh lateks 100 ml dimasukkan kedalam mangkok dan tambahkan formiat 1% sebanyak
20-50 ml atau bisa juga menggunakan asam asetat 1%. Bentuk penggumpal lateks.
Setelah menggumpal maka koagulum digiling sehingga diperoleh lembaran krepe dengan
ketebalan ± 1.5 mm/ lembaran ini dikeringanginkan kemudian ditimbang misalnya
beratnya a gram kemudian lembaran krepe dikeringkan dalam oven dan ditimbang
beratnya hingga konstan, misalnya 6 gram. Tujuan pengeringan adalah untuk
mendapatkan faktor pengeringannya.
FP = Berat basah (a) – berat kering (b)
X 100 %
Berat basah (a)
Faktor pengeringan ini umumnya berkisar ± 20%.
Maka KKK/DRC = (berat basah – (FP x berat basah) %
Contoh : 100 g lateks + 20 ml asam formiat 1% atau asam semut 2%, digiling, kemudian
ditimbang beratnya 45 gram. Keringkan dalam oven hingga berat konstan, beratnya
menjadi 36 gram.
Maka FP = 45-36 X 100% = 20% dan
45
KKK/DRC = (45-(20% x 45)% = 36 %
Penentuan KKK/DRC ini sangat penting dilakukan untuk menentukan jumlah air yang
diperlukan pada proses pengenceran lateks.

Anda mungkin juga menyukai