Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH TEORI PERKEMBANGAN MANUSIA

TEORI PERKEMBANGAN MANUSIA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari perkembangan grafik
kehidupan jasmaniah maupun rohaniah ataupun kejiawaan manusia dari semenjak
lahir, anak-anak, remaja, dewasa hingga tua, dimana pada setiap pase memilik ciri-
ciri khas tersendiri.
Psikologi pekembangan memegang peranan penting dalam membahas psikolologi
kriminil. Ilmu pengetahuan ini merapakan salah satu ilmu pembantu utama dari
lingkungan psikologi sehubungan dengan pembahasan psikologi kriminil.
Dengan mendalami psikologi perkembangan maka defiasi-defiasi tingkah laku
manusia dapat dicegah. Karena itulah psikologi perkembangan merupakan salah
satu dasar utama mengatur pembahasan sikologi kriminil.
Mempelajai dan memahami tingkah laku manusia atau individu yang sadar tidak
mungkin tanpa mempelajari kehidupan bawah sadar dan tidak sadar. Menurut
psikologi dalam kesadaran adalah suatu kualitas psikis saja. Sedangkan psikis itu
mempunyai kualitas-kuaitas sadar, bawah sadar dan tak sadar. Karena itu dalam
mempelajari individu ataupun manusia sosial maupun kriminil masalah struktur
personality manusia mempunyai kaitan yang erat dengan tingkah laku manusia
secara keseluruhan.
Menurut penelitian ternyata bahwa manusia itu mengalami grafik kehidupan
jasmaniah maupun rohaniah ataupun kejiwaan maksudya dalam usia muda ataupun
sejak usia kelahiran sampai usia tua dan setiap waktu usia tertentu, terjadi
perobahan-perobahan hidup yang mempunyai ciri-ciri khas tersendiri.
Berdasarkan adanya perobahan-perobahan dan ciri-ciri khas tersendiri dari usia-usia
usia tertentu, para psikolog telah mengadakan pembagian-pembagian masa-masa
itu dan setiap ahli mempunyai pembagian-pembagian yang perbeda, tapi materi dan
peristiwa tetidrsebut pada hakekatnya adalah sama.
Antara masa yang satu dengan masa yang lain merupakan suatu rangkaian yang
tak terputus, karena sangat relatif sekali mengadakan pemisahan yang mutlak atas
usia-usia dari manusia itu. Secara relatif kita hanya menetapkan tingkat-tingat usia
tertentu untuk memsisahkan satu masa dengan masa kehidupan lainnya. Dan masa-
masa tersebut berdasarkan terdapatnya perbedaan-perbedaan atau ciri-ciri khas
yang tidak terdapat pada masa lain.
Dalam Setiap masa-masa perkembangan tersebut sangat perpengaruh terhadap
rentan atau tidaknya seseorang dalam melakukan tindak kriminal. Dimana tingkah
laku individu atau manusia yang a-sosial maupun yang bersifat krimil ini tidak dari
manusia lain. Karena manusia yang satu dengan yang lainnya adalah merupakan
suatu jaringan yang mempunyai dasar yang sama.
B. Rumusan Masalah
Manusia adalah makhluk sosial yang selalu perkembang dari suatu masa ke masa
berikutnya, dimana masa tersebut sangat dipengaruhi oleh perkembangan fisik
maupun psikhis manusia. Pada setiap masa ada ciri-ciri khas tersendiri yang
berbeda dengan masa masa yang laingnya yang sangat berpengaruh terhadap
psikologi kriminil manusia.
Timbul pertanyaan yang menjadi rumusan masalah makalah ini yaitu :
1. Bagaimanakah teori psikologi perkembangan manusia menurut para ahli ?
2. Apakah yang menjadi ciri khas dan karakteristik tersendiri dalam setiap masa
perkembangan?
3. Apa hubungan antara karasteristik dan ciri khas dalam setiap masa perkembangan
tersebut dengan psikologi kriminil ?

BAB II
PEMBAHASAN
Makna perkembangan pada manusia adalah terjadinya perubahan yang besifat
terus nenerus dari keadaan sederhana ke keadaan yang lebih lengkap, lebih
komleks dan lebih berdiferensiasi. Jadi berbicara soal perkembangan manusia yang
dibicarakan adalah perubahan. Pertanyaannya adalah perubahan apa saja yang
terjadi pada diri seorang anak dalam proses perkembangan ? Untuk menjawab
pertanyaan itu maka perlu dipahami tentang aspek-aspek perkembangan.
Aspek-Aspek pertumbuhan dan Perkembangan
1. Perkembangan fisik yaitu perubahan dalam ukuran tubuh, proporsi anggota
badan, tampang, dan perubahan dalam fungsi-fungsi dari sistem tubuh
seperti perkembangan otak, persepsi dan gerak (motorik), serta kesehatan.
2. pertumbuhan dan Perkembangan kognitif yaitu perubahan yang bervariasi
dalam proses berpikir dalam kecerdasan termasuk didalamnya rentang
perhatian, daya ingat, kemampuan belajar, pemecahan masalah, imajinasi,
kreativitas, dan keunikan dalam menyatakan sesuatu dengan mengunakan
bahasa.

3. pertumbuhan yang seimbang dengan Perkembangan sosial – emosional yaitu


perkembangan berkomunikasi secara emosional, memahami diri sendiri,
kemampuan untuk memahami perasaan orang lain, pengetahuan tentang
orang lain, keterampilan dalam berhubungan dengan orang lain, menjalin
persahabatan, dan pengertian tentang moral.

Harus dipahami dengan sesungguh–sungguhnya bahwa ketiga aspek


perkembangan itu merupakan satu kesatuan yang utuh (terpadu), tidak terpisahkan
satu sama lain. Setiap aspek perkembangan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
aspek lainnya. Sebagai contoh perkembangan fisik seorang anak seperti meraih,
duduk, merangkak, dan berjalan sangat mempengaruh terhadap perkembangan
kognitif anak yaitu dalam memahami lingkungan sekitar di mana ia berada. Ketika
seorang anak mencapai tingkat perkembangan tertentu dalam berpikifr (kognitif) dan
lebih terampil dalam bertindak, maka akan mendapat respon dan stimulasi lebih
banyak dari orang dewasa, seperti dalam melakukan permaianan, percakapan dan
berkomunikasi sehingga anak dapat mencapai keterampilan baru (aspek sosial-
emosional). Hal seperti ini memperkaya pengalaman dan pada gilirannya dapat
mendorong berkembangnya semua aspek perkembangan secara menyeluruh.
Dengan kata lain perkembangan itu tidak terjadi secara sendiri-sendiri.
A. Teori Psikologi Perkembangan Manusia Menurut Para Ahli
Pada pembahasan jiwa (anima) diketahui bahwa manusia memiliki kesempurnaan
dibanding makluk yang lain. Manusia dalam hidup mengalami perubahan-perubahan
baik fisik maupun kejiwaan (fisiologis dan psikologis). Banyak faktor yang
menetukan perkembangan manusia, yang mengakibatkan munculnya berbagai teori
tentang perkembangan manusia. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut:
1. Teori Nativisme
Pelopor teori ini adalah Athur Schopenhauer. Teori ini menyatakan bahwa
perkembangan manusia dipengaruhi oleh nativus atau faktor-faktor bawaan manusia
sejak dilahirkan. Teori ini menegaskan bahwa manusia memiliki sifat-sifat tertentu
sejak dilahirkan yang mempengaruhi dan menentukan keadaan individu yang
bersangkutan. Faktor lingkungan dan pendidikan diabaikan dan dikatakan tidak
berpengaruh terhadap perkembangan manusia.
Teori ini memiliki pandangan seolah-olah sifat-sifat manusia tidak bisa diubah
karena telah ditentukan oleh sifat –sifat turunannya. Bila dari keturunan baik maka
akan baik dan bila dari keturunan jahat maka akan menjadi jahat. Jadi sifat manusia
bersifat permanen tidak bisa diubah. Teori ini memandang pendidikan sebagai suatu
yang pesimistis serta mendeskreditkan golongan manusia yang “kebetulan” memiliki
keturunan yang tidak baik.
2. Teori empirisme
Berbeda dengan teori sebelumnya, teori ini memandang bahwa perkembangan
individu dipengaruhi dan ditentukan oleh pengalaman-pengalaman yang diperoleh
selama perkembangan mulai dari lahir hingga dewasa. Teori ini memandang bahwa
pengalaman adalah termasuk pendidikan dan pergaulan. Penjelasan teori ini adalah
manusia pada dasarnya merupakan kertas putih yang belum ada warna dan
tulisannya akan menjadi apa nantinya manusia itu bergantung pada apa yang akan
dituliskan. Pandangan teori ini lebih optimistik terhadap pendidikan, bahkan
pendidikan adalh termasuk faktor penting untuk menenukan perkembangan
manusia. Teori ini dipolopori oleh Jhon Locke.
3. Teori Konvergensi
Teori ini merupakan gabungan dari kedua teori di atas yang menyatakan bahwa
pembawaan dan pengalaman memiliki peranan dalam mempengaruhi dan
menentukan perkembangan individu. Asumsi teori ini berdasar eksperimen dari
William Stern terhadap dua anak kembar. Anak kembar memiliki sifat keturunan
yang sama, namun setelah dipisahkan dalam lingkungan yang berbeda anak
kembar tersebut ternyata memiliki sifat yang berbeda. Dari sinilah maka teori ini
menyimpulkan bahwa sifat keturunan atau pembawaan bukanlah faktor mayor yang
menentukan perkembangan individu tapi turut juga disokong oleh faktor lingkungan.
Faktor pembawaan manusia dalam teori ini disebut sebagai faktor endogen yang
meliputi faktor kejasmanian seperti kulit putih, rambut keriting, rambut warna hitam.
Selain faktor kejasmanian faktor ada juga faktor pembawaan psikologis yang disebut
dengan temperamen. Temperamen berbeda dengan karakter atau watak. Karakter
atau watak adalah keseluruhan ari sifat manusia yang namapak dalam perilaku
sehari-hari sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan dan bersifat tidak konstan.
Jika watak atau karakter bersifat tidak konstan maka temperamen bersifat konstan.
Selain temperamen dan sifat jasmani, faktor endogen lainnya yang ada pada diri
manusia adalah faktor bakat (aptitude). Aptitude adalah potensi-potensi yang
memungkinkan individu berkembang ke satu arah.
Untuk faktor lingkungan yang dimaksud dalam teori ini disebut sebagai faktor
eksogen yaitu faktor yang datang dari luar diri manusia berupa pengalaman, alam
sekitar, pendidikan dan sebagainya yang populer disebut sebagai milieu. Perbedaan
antara lingkungan dengan pendidikan adalah terletak pada keaktifan proses yang
dijalankan. Bila lingkungan bersifat pasif tidak memaksa bergantung pada individu
apakah mau menggunakan kesempatan dan manfaat yang ada atau tidak.
Sedangkan pendidikan bersifat aktif dan sistematis serta dijalankan penuh
kesadaran.
4. Teori Perkembangan Dan Pertumbuhan Manusia Erik H. Erikson
Salah satu teori yang bagi saya mengagumkan dan mudah dipahami dalam
pembahasan tentang psikologi perkembangan adalah teori Erik Homburger
Erikson.

Erikson mengembangkan dua filosofi dasar berkenaan dengan perkembangan,


yaitu:
1) Dunia bertambah besar seiring dengan diri kita

2) Kegagalan bersifat kumulatif


Kedua dasar filosofi inilah yang membentuk teorinya yang terkenal itu. Ia hendak
mengatakan bahwa dunia semakin besar seiring dengan perkembangan karena
kapasitas persepsi dan kognisi manusia juga mengalami perubahan. Di sisi lain,
dalam pengertian Erikson, kegagalan yang terjadi pada sebuah stage
perkembangan akan menghambat sebuah proses perkembangan ke stage
berikutnya. Kegagalan ini tidak lantas hilang dengan sendirinya, bahkan
terakumulasi dalam stage perkembangan berikutnya.
Dari penelitiannya, Erikson yang penganut Freudian (karena menggunakan konsep
ego) ini melihat bahwa jalur perkembangan merupakan interaksi antara tubuh
(pemrograman biologi genetika), pikiran (aspek psikologis), dan pengaruh budaya.
Erikson mengelompokkan tahapan kehidupan ke dalam 8 stage yang merentang
sejak kelahiran hingga kematian.
a) Tahap Bayi (Infancy): Sejak lahir hingga usia 18 bulan.
Periode ini disebut juga dengan tahapan sensorik oral, karena orang biasa melihat
bayi memasukkan segala sesuatu ke dalam mulutnya. Sosok Ibu memainkan
peranan terpenting untuk memberikan perhatian positif dan penuh kasih kepada
anak, dengan penekanan pada kontak visual dan sentuhan. Jika periode ini dilalui
dengan baik, bayi akan menumbuhkan perasaan trust (percaya) pada lingkungan
dan melihat bahwa kehidupan ini pada dasarnya baik. Sebaliknya, bila gagal di
periode ini, individu memiliki perasaan mistrust (tidak percaya) dan akan melihat
bahwa dunia ini adalah tempat yang mengecewakan dan penuh frustrasi. Banyak
studi tentang bunuh diri dan usaha bunuh diri yang menunjukkan betapa pentingnya
pembentukan keyakinan di tahun-tahun awal kehidupan ini. Di awal kehidupan ini
begitu penting meletakkan dasar perasaan percaya dan keyakinan bahwa tiap
manusia memiliki hak untuk hidup di muka bumi, dan hal itu hanya bisa dilakukan
oleh sosok Ibu, atau siapapun yang dianggap signifikan dalam memberikan kasih
sayang secara tetap.
b) Tahap Kanak-Kanak Awal (Early Childhood): 18 Bulan hingga 3 tahun
Selama tahapan ini individu mempelajari ketrampilan untuk diri sendiri. Bukan
sekedar belajar berjalan, bicara, dan makan sendiri, melainkan juga mempelajari
perkembangan motorik yang lebih halus, termasuk latihan yang sangat dihargai:
toilet training. Di masa ini, individu berkesempatan untuk belajar tentang harga diri
dan otonomi, seiring dengan berkembangnya kemampuan mengendalikan bagian
tubuh dan tumbuhnya pemahaman tentang benar dan salah. Salah satu ketrampilan
yant muncul di periode adalah kemampuan berkata TIDAK. Sekalipun tidak
menyenangkan orang tua, hal ini berguna untuk pengembangan semangat dan
kemauan.
Di sisi lain, ada kerentanan yang bisa terjadi dalam periode ini, khususnya
berkenaan dengan kegagalan dalam proses toilet training atau mempelajari skill
lainnya, yang mengakibatkan munculnya rasa malu dan ragu-ragu. Lebih jauh,
individu akan kehilangan rasa percaya dirinya.
c) Tahap Usia Bermain (Play Age): 3 hingga 5 tahun
Pada periode ini, individu biasanya memasukkan gambaran tentang orang dewasa
di sekitarnya dan secara inisiatif dibawa dalam situasi bermain. Anak laki-laki
bermain dengan kuda-kudaan dan senapan kayu, anak perempuan main “pasar-
pasaran” atau boneka yang mengimitasi kehidupan keluarga, mobil-mobilan,
handphone mainan, tentara mainan untuk bermain peran, dsb. Di masa ini, muncul
sebuah kata yang sering diucapkan seorang anak:”KENAPA?”
Sesuai dengan konsep Freudian, di masa ini anak (khususnya laki-laki) juga sedang
berjuang dalam identitas gender-nya yang disebut “oedipal struggle”. Kita sering
melihat anak laki-laki yang bermain dengan alat kelaminnya, saling menunjukkan
pada sesama anak laki-laki, atau bahkan menunjukkan pada anak perempuan
sebaya. Kegagalan melalui fase ini menimbulkan perasaan bersalah.
Hubungan yang signifikan di periode ini adalah dengan keluarga inti (ayah, ibu, dan
saudara).
d) Tahap Usia Sekolah (School Age): Usia 6 – 12 tahun
Periode ini sering disebut juga dengan periode laten, karena individu sepintas hanya
menunjukkan pertumbuhan fisik tanpa perkembangan aspek mental yang berarti,
berbeda dengan fase-fase sebelumnya. Kita bisa simak, dalam periode sebelumnya
pertumbuhan dan perkembangan berbilang bulan saja untuk manusia agar bisa
tumbuh dan berkembang.
Ketrampilan baru yang dikembangkan selama periode ini mengarah pada sikap
industri (ketekunan belajar, aktivitas, produktivitas, semangat, kerajinan, dsb), serta
berada di dalam konteks sosial. Bila individu gagal menempatkan diri secara normal
dalam konteks sosial, ia akan merasakan ketidak mampuan dan rendah diri.
Sekolah dan lingkungan sosial menjadi figur yang berperan penting dalam
pembentukan ego ini, sementara orang tua sekalipun masih penting namun bukan
lagi sebagai otoritas tunggal.
e) Tahap Remaja (Adolescence): Usia 12 hingga 18 tahun
Bila sebelumnya perkembangan lebih berkisar pada apa yang dilakukan untuk
saya, sejak stage perkembangan ini perkembangan tergantung pada apa yang
saya kerjakan. Karena di periode ini individu bukan lagi anak tetapi belum menjadi
dewasa, hidup berubah sangat kompleks karena individu berusaha mencari
identitasnya, berjuang dalam interaksi sosial, dan bergulat dengan persoalan-
persoalan moral.
Tugas perkembangan di fase ini adalah menemukan jati diri sebagai individu yang
terpisah dari keularga asal dan menjadi bagian dari lingkup sosial yang lebih luas.
Bila stage ini tidak lancara diselesaikan, orang akan mengalami kebingungan dan
kekacauan peran.
Hal utama yang perlu dikembangkan di sini adalah filosofi kehidupan. Di masa ini,
seseorang bersifat idealis dan mengharapkan bebas konflik, yang pada
kenyataannya tidak demikian. Wajar bila di periode ada kesetiaan dan
ketergantungan pada teman.
f) Tahap Dewasa Awal (Young Adulthood): Usia 18 hingga 35 tahun
Langkah awal menjadi dewasa adalah mencari teman dan cinta. Hubungan yang
saling memberikan rasa senang dan puas, utamanya melalui perkawinan dan
persahabatan. Keberhasilan di stage ini memberikan keintiman di level yang dalam.
Kegagalan di level ini menjadikan orang mengisolasi diri, menjauh dari orang lain,
dunia terasa sempit, bahkan hingga bersikap superior kepada orang lain sebagai
bentuk pertahanan ego.
Hubungan yang signifikan adalah melalui perkawinan dan persahabatan.
g) Tahap Dewasa (Middle Adulthood): Usia 35 hingga 55 atau 65tahun
Masa ini dianggap penting karena dalam periode inilah individu cenderung penuh
dengan pekerjaan yang kreatif dan bermakna, serta berbagai permasalahan di
seputar keluarga. Selain itu adalah masa “berwenang” yang diidamkan sejak lama.
Tugas yang penting di sini adalah mengejawantahkan budaya dan meneruskan nilai
budaya pada keluarga (membentuk karakter anak) serta memantapkan lingkungan
yang stabil. Kekuatan timbul melalui perhatian orang lain, dan karya yang
memberikan sumbangan pada kebaikan masyarakat, yang disebut dengan
generativitas. Jadi di masa ini, kita takut akan ketidak aktifan dan ketidak
bermaknaan diri.
Sementara itu, ketika anak-anak mulai keluar dari rumah, hubungan interpersonal
tujuan berubah, ada kehidupan yang berubah drastic, individu harus menetapkan
makna dan tujuan hidup yang baru. Bila tidak berhasil di stage ini, timbullah self-
absorpsi atau stagnasi.
Yang memainkan peranan di sini adalh komunitas dan keluarga.
h) Tahap Dewasa Akhir (Late Adulthood): Usia 55 atau 65 tahun hingga mati
Orang berusia lanjut yang bisa melihat kembali masa-masa yang telah dilaluinya
dengan bahagia, merasa tercukupi, dan merasa telah memberikan kontribusi pada
kehidupan, ia akan merasakan integritas. Kebijaksanaannya yang tumbuh menerima
keluasan dunia dan menjelang kematian sebagai kelengkapan kehidupan.
Sebaliknya, orang yang menganggap masa lalu adalah kegagalan merasakan
keputus asaan, belum bisa menerima kematian karena belum menemukan makna
kehidupan. Atau bisa jadi, ia merasa telah menemukan jati diri dan meyakini sekali
bahwa dogma yang dianutnyalah yang paling benar.
5. Kriteria Penahapan Perkembangan Individu Perkembangan Manusia Ellizabeth
Hurlock
Sejak konsepsi sampai masa prosesnya terjadi secara bertahap melalui berbagai
tahapan perkembangan, dimana dalam setiap tahapan perkembangan ditandai
dengan bentuk kehidupan tertentu yang berbeda dengan fase sebelum dan
sesudahnya. Untuk memudahkan kita memahami tahapan perkembangan tersebut
Ellizabeth Hurlock secara lengkap telah membagi tahapan perkembangan manusia
dalam sepuluh tahapan / masa perkembangan, yaitu :
1. Masa sebelum lahir (Prenatal) selama 280 hari
2. Masa bayi baru lahir (new born) 0,0-2,0 minggu

3. Masa bayi ( baby hood ) 2 minggu-2,0 tahun

4. Masa kanak-kanak awal (early childhood) 2,0-6,0 tahun

5. Masa kanak-kanak akhir (later childhood) 6,0-12,0 tahun

6. Masa puber (puberty) 11,0 / 12,0-15,0 / 16,0

7. Masa remaja (adolescence) 15,0 / 16,0-21,0 tahun

8. Masa dewasa awal (early adulthood) 21,0-40,0 tahun


9. Masa dewasa madya (middle adulthood) 40,0-60,0 tahun

10. Masa usia lanjut (later adulthood) 60,0 – seterusnya

B. Karasteristik Masa-Masa Perkembangan Psikologi Manusia dalam


Keterkaitannya dengan Psikologi Kriminil
Secara garis besar menurut psikologi perkembangan, bahwa selama kehidupan
manusia ternyata manusia itu mengalami tiga kali gelombang masa kehidupan,
yakni :
a. Masa Progresif
Masa progresif, adalah masa pertumbuhan dan perkembangan yang sebenarnya
baik fisik maupun psikhis. Secara fisik maksudnya ialah sejak kelahiran manusia
tumbuh menjadi manusia yang menanjak dewasa. Begitu juga pisikhisnya atau
hidup kejiwaannya berkembang dari fungsi yang aling sederhana mengarah ke
fungsi ang paling kompleks.
Kalau ditinjau dari usia masa progresif ini dapat dikatakan dari usia kelahiran 0
sampai lebih kurang 20 tahun. Dimasa ini manusia menemui tiga kali masa krisis
kehidupan yang merupakan lampu merah dalam kehidupan ini.
Disebut masa krisis, karena di masa ini terjadi kegoncangan-kegoncangan kejiwaan
maupun jasmaniah yang menempatkan seseorang itu dalam keadaan yang harus
diperhatikan dan mendapatkan pengarahan atau bimbingan yang serius.
Oswald Kroc mendasarkan pembagian masa perkembangan pada krisis-krisis atau
kegoncangan-kegoncangan yang dialami anak dalam proses perkembangannya,
yang disebutnya dengan dengan istilah Trotz periode. Menurutnya sepanjang
kehidupan ini terdapat tiga kali masa Trotz yaitu :
1. Trotz periode I, anak mengalami masa krisis pertama ketika ia berusia 3,0-5,0
tahun, masa ini disebut juga asa anak-anak awal.
2. Trotz periode II, anak mengalami masa krisis kedua ketika ia berusia 11-12
tahun, masa ini termasuk masa kerahasiaan bersekolah.

3. Trotz periode III, terjadi pada akhir masa remaja dan lebih tepat disebut
dengan masa kematangan diri pada masa kritis.
Sifat-sifat anak trotz ini adalah meraja – raja, egosentris, keras kepala,
pembangkang dan sebagainya. Hal itu mereka lakukan dengan tujuan memperoleh
kebebasan dan perhatian.

Selain itu dimasa progresif ditemui masa-masa perkembangan lainnya, yaitu masa
anak/ vital (0,0 – 1,0 tahun ), masa esthetis/ indah ( 1,0 – 6,0 tahun ), masa
intelektuil ( 6,0 – 12,0 ), masa social ( 12,0 – 18,0 tahun ), masa pra-dewasa ( 18,0 –
20,0 tahun ).
Menurut para ahli pada dasarnya krisis pertama yang dialami manusia sekitar usia 2
sampai dengan 4 tahun. Di masa ini terdapat sifat egosentris, sebagian orang
mengatakan anak timang-timang. Jika sifat egosentris ini tidak tersalurkan
kemungkinan besar akan muncul kembali beberapa tahun sesudahnya.
Disamping sifat egosentris, juga bersifat keras kepala dan dusta semua. Dusta
semua disebabkan belum dicapainya diffrensiasi antara pelbagai fungsi psikhis yaitu
fantasi, ingatan dan pengamatan serta lain-lainnya.
Menurut psikologi perkembangan bahwa diffrensiasi sejalan dengan perkembangan,
karena masih diffusya pemisahan subyek dan obyek antara anak dan dunia luarnya,
maka subyektivitas dan obyektifitas dalam penghayatan si anak berjalan menjadi
satu. Jadi berarti masih bersatu fantasi subyektif dan pengamatan obyektif, dan
belum ada kerja sama antara penghayatan dan yang dialami.
Masa krisis kedua merupakan masa dimana yang disebut Trotz sebagai masa
kerahasian sekolah. Dimana anak sudah muliai bersosialisasi dengan teman
sekolahnya dan mulai bergelut dengan tugas-tugas di sekolah.
Masa krisis ketiga merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa dewasa.
Ditinjau dari jasmaniah ditandai dengan tumbuhnya bulu-bulu pada bagian-bagian
anggota genital remaja dan tenaga-tenaga umumnya terbangun kuat. Segala
potensi yang tadinya diam dan tenang, maka di masa ini mulai bekerja dengan giat
yang mengakibatkan tergoncang gnya suasana remaja. Kegelisahan-kegelisahan
mulai timbul karena mulai terbentangnya jalan-jalan yang bersimpang siur yang
dialami oleh individu itu.
Dengan kata lain terjadinya perobahan-perobahan dengan cepat dan kuat baik fisik
maupun psikhis yang mengakibatkan munculnya perasaan gelisah, pertentangan
lahir dan bathin, penuh harapan dan cita-cita, romantis, heroik, radikal, kematangan
fisik terutama seksual, mencari tujuan hidup dunia dan akhirat dalam rangka
pembentukan kepribadian.
b. Masa Stabil
Adalah karena pada masa ini tidak dapat lagi perubahan-perubahan yang besar baik
fisik mapun psikhis. Dimasa ini adalah merupakan pengukuhan dan pemantafan
fungsi-fungsi yang sudah dimilikinya pada masa-masa sebelumnya. Masa stabil ini
dimulai lebih kurang sejak berusia 20,0 tahun sampai dengan 40,0 tahun.
c. Masa Regresif
Adalah masa yang mengalami kemunduran baik fisik maupun psikhis. Penglihatan,
pendengaran mulai berkurang, tenaga fisik mulai mengalami penurunan dan tulang-
tulang mulai rapuh, fungsi-fungsi mulai berkurang, seperti pikiran, perasaan dan
kemauan begitu juga cita-cita dan sebagaina pada umumnya. Masa regresif ini
dimulai lebih kurang pada usia 40,0 tahun dan seterusnya. Krisis keempat ditemui di
masa ini, yakni sekitar usia 40,0 sampai dengan 45,0 tahun. Disamping itu dikenal
juga masa setengah tua, yakni sekitar usia 40,0 sampai 50,0 tahun dan masa tua
sekitar 50 tahun ke atas.
Dengan tidak mengabaikan masa-masa yang lain, yang juga menentukan corak
kehidupan manusia, maka disini dititik beratkan kepada masa-masa krisis besar
yang dialami manusia itu dalam mengatur kepemikiran psikologi kriminil.
Dimasa ini ia harus dapat belajar untuk menyesuaikan dirinya dalam kehidupan
sosialnya sebagaimana orang dewasa. Begitu juga masa kritis ketiga merupakan
masa kritis terakhir yang ditemui pada usia setengah tua selagi organ-organ tubuh
mulai menurun.
Antara masa yang satu dengan masa yang lain merupakan suatu rangkaian yang
tak terputus, karena sangat relatif sekali mengadakan pemisahan yang mutlak atas
usia-usia dari manusia itu. Secara relatif kita hanya menetapkan tingkat-tingat usia
tertentu untuk memsisahkan satu masa dengan masa kehidupan lainnya. Dan masa-
masa tersebut berdasarkan terdapatnya perbedaan-perbedaan atau ciri-ciri khas
yang tidak terdapat pada masa lain.

Dalam Setiap masa-masa perkembangan tersebut sangat perpengaruh terhadap


rentan atau tidaknya seseorang dalam melakukan tindak kriminal. Dimana tingkah
laku individu atau manusia yang a-sosial maupun yang bersifat krimil ini tidak dari
manusia lain. Karena manusia yang satu dengan yang lainnya adalah merupakan
suatu jaringan yang mempunyai dasar yang sama.

BAB III
KESIMPULAN

Psikologi pekembangan memegang peranan penting dalam membahas psikolologi


kriminil. Ilmu pengetahuan ini merapakan salah satu ilmu pembantu utama dari
lingkungan psikologi sehubungan dengan pembahasan psikologi kriminil. Setiap
aspek perkembangan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh aspek lainnya.
Makna perkembangan pada manusia adalah terjadinya perubahan yang besifat
terus nenerus dari keadaan sederhana ke keadaan yang lebih lengkap, lebih
komleks dan lebih berdiferensiasi. Jadi berbicara soal perkembangan manusia yang
dibicarakan adalah perubahan.
Pada pembahasan jiwa (anima) diketahui bahwa manusia memiliki kesempurnaan
dibanding makluk yang lain. Manusia dalam hidup mengalami perubahan-perubahan
baik fisik maupun kejiwaan (fisiologis dan psikologis). Banyak faktor yang
menetukan perkembangan manusia, yang mengakibatkan munculnya berbagai teori
tentang perkembangan manusia. Teori-teori tersebut adalah sebagai teori nativisme,
teori empirisme dan teori komvergensi.
Teori nativisme ini menyatakan bahwa perkembangan manusia dipengaruhi oleh
nativus atau faktor-faktor bawaan manusia sejak dilahirkan.
Teori empirisme memandang bahwa perkembangan individu dipengaruhi dan
ditentukan oleh pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama perkembangan
mulai dari lahir hingga dewasa. Teori ini memandang bahwa pengalaman adalah
termasuk pendidikan dan pergaulan.
Teori Konvergensi merupakan gabungan dari kedua teori di atas yang menyatakan
bahwa pembawaan dan pengalaman memiliki peranan dalam mempengaruhi dan
menentukan perkembangan individu.
Erikson mengelompokkan tahapan kehidupan ke dalam 8 stage yang merentang
sejak kelahiran hingga kematian
a. Tahap Bayi (Infancy): Sejak lahir hingga usia 18 bulan.
b. Tahap Kanak-Kanak Awal (Early Childhood): 18 Bulan hingga 3 tahun
c. Tahap Usia Bermain (Play Age): 3 hingga 5 tahun
d. Tahap Usia Sekolah (School Age): Usia 6 – 12 tahun
e. Tahap Remaja (Adolescence): Usia 12 hingga 18 tahun
f. Tahap Dewasa Awal (Young Adulthood): Usia 18 hingga 35 tahun
g. Tahap Dewasa (Middle Adulthood): Usia 35 hingga 55 atau 65tahun
h. Tahap Dewasa Akhir (Late Adulthood): Usia 55 atau 65 tahun hingga mati
Secara garis besar menurut psikologi perkembangan, bahwa selama kehidupan
manusia ternyata manusia itu mengalami tiga kali gelombang masa kehidupan,
yakni :
Masa progresif, adalah masa pertumbuhan dan perkembangan yang sebenarnya
baik fisik maupun psikhis.
Masa stabil adalah karena pada masa ini tidak dapat lagi perubahan-perubahan
yang besar baik fisik mapun psikhis. Dimasa ini adalah merupakan pengukuhan dan
pemantafan fungsi-fungsi yang sudah dimilikinya pada masa-masa sebelumnya.
Masa stabil ini dimulai lebih kurang sejak berusia 20,0 tahun sampai dengan 40,0
tahun.
Masa regresif adalah masa yang mengalami kemunduran baik fisik maupun psikhis.
Penglihatan, pendengaran mulai berkurang, tenaga fisik mulai mengalami
penurunan dan tulang-tulang mulai rapuh, fungsi-fungsi mulai berkurang, seperti
pikiran, perasaan dan kemauan begitu juga cita-cita dan sebagaina pada umumnya.
Masa regresif ini dimulai lebih kurang pada usia 40,0 tahun dan seterusnya. Krisis
keempat ditemui di masa ini, yakni sekitar usia 40,0 sampai sodengan 45,0 tahun.
Disamping itu dikenal juga masa setengah tua, yakni sekitar usia 40,0 sampai 50,0
tahun dan masa tua sekitar 50 tahun ke atas.
Antara masa yang satu dengan masa yang lain merupakan suatu rangkaian yang
tak terputus, karena sangat relatif sekali mengadakan pemisahan yang mutlak atas
usia-usia dari manusia itu. Secara relatif kita hanya menetapkan tingkat-tingat usia
tertentu untuk memsisahkan satu masa dengan masa kehidupan lainnya. Dan masa-
masa tersebut berdasarkan terdapatnya perbedaan-perbedaan atau ciri-ciri khas
yang tidak terdapat pada masa lain.
Dalam Setiap masa-masa perkembangan tersebut sangat perpengaruh terhadap
rentan atau tidaknya seseorang dalam melakukan tindak kriminal. Dimana tingkah
laku individu atau manusia yang a-sosial maupun yang bersifat krimil ini tidak dari
manusia lain.

DAFTAR PUSTAKA(siapa tau perlu -,-)

Santoso, Topo dkk. Kriminologi. Jakarta : Rajawali Pers. 2001

Arasjid, Chainur. Suatu Pemikiran Tentang Sikologi Kriminil. Medan : USU Pers.
1997

Ediwarman. Selayang Pandang Tentang Kriminologi. Medan : USU Pers. 1994

Agustiani, Hendriati. Psikologi Perkembangan. Bandung : Refika Aditama. 2009

Bonger W.A. Pengantar Tentang Krminologi. Jakarta : Pembangunan. 1962


Yaaaang ini referensi tambahannya klo mau kamu
pake :)
TEORI PERKEMBANGAN MANUSIA
Pada pembahasan jiwa (anima) diketahui bahwa manusia memiliki kesempurnaan
dibanding makluk yang lain. Manusia dalam hidup mengalami perubahan-perubahan
baik fisik maupun kejiwaan (fisiologis dan psikologis). Banyak faktor yang
menetukan perkembangan manusia, yang mengakibatkan munculnya berbagai teori
tentang perkembangan manusia. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut:

1.Teori Nativisme
Pelopor teori ini adalah Athur Schopenhauer. Teori ini menyatakan bahwa
perkembangan manusia dipengaruhi oleh nativus atau faktor-faktor bawaan manusia
sejak dilahirkan. Teori ini menegaskan bahwa manusia memiliki sifat-sifat tertentu

sejak dilahirkan yang mem pengaruhi dan menentukan


keadaan individu yang bersangkutan. Faktor lingkungan dan pendidikan diabaikan
dan dikatakan tidak berpengaruh terhadap perkembangan manusia.

Teori ini memiliki pandangan seolah-olah sifat-sifat manusia tidak bisa diubah
karena telah ditentukan oleh sifat –sifat turunannya. Bila dari keturunan baik maka
akan baik dan bila dari keturunan jahat maka akan menjadi jahat. Jadi sifat manusia
bersifat permanen tidak bisa diubah. Teori ini memandang pendidikan sebagai suatu
yang pesimistis serta mendeskreditkan golongan manusia yang “kebetulan” memiliki
keturunan yang tidak baik.
2.Teori empirisme
Berbeda dengan teori sebelumnya, teori ini memandang bahwa perkembangan
individu dipengaruhi dan ditentukan oleh pengalaman-pengalaman yang diperoleh
selama perkembangan mulai dari lahir hingga dewasa. Teori ini memandang bahwa
pengalaman adalah termasuk pendidikan dan pergaulan. Penjelasan teori ini adalah
manusia pada dasarnya merupakan kertas putih yang belum ada warna dan
tulisannya akan menjadi apa nantinya manusia itu bergantung pada apa yang akan
dituliskan.
Pandangan teori ini lebih optimistik terhadap pendidikan, bahkan pendidikan adalh
termasuk faktor penting untuk menenukan perkembangan manusia. Teori ini
dipolopori oleh Jhon Locke.

3.Teori Konvergensi
Teori ini merupakan gabungan dari kedua teori di atas yang menyatakan bahwa
pembawaan dan pengalaman memiliki peranan dalam mempengaruhi dan
menentukan perkembangan individu. Asumsi teori ini berdasar eksperimen dari
William Stern terhadap dua anak kembar. Anak kembar memiliki sifat keturunan
yang sama, namun setelah dipisahkan dalam lingkungan yang berbeda anak
kembar tersebut ternyata memiliki sifat yang berbeda. Dari sinilah maka teori ini
menyimpulkan bahwa sifat keturunan atau pembawaan bukanlah faktor mayor yang
menentukan perkembangan individu tapi turut juga disokong oleh faktor lingkungan.

Faktor pembawaan manusia dalam teori ini disebut sebagai faktor endogen yang
meliputi faktor kejasmanian seperti kulit putih, rambut keriting, rambut warna hitam.
Selain faktor kejasmanian faktor ada juga faktor pembawaan psikologis yang disebut
dengan temperamen. Temperamen berbeda dengan karakter atau watak. Karakter
atau watak adalah keseluruhan ari sifat manusia yang namapak dalam perilaku
sehari-hari sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan dan bersifat tidak konstan.
Jika watak atau karakter bersifat tidak konstan maka temperamen bersifat konstan.
Selain temperamen dan sifat jasmani, faktor endogen
lainnya yang ada pada diri manusia adalah faktor bakat (aptitude). Aptitude adalah
potensi-potensi yang memungkinkan individu berkembang ke satu arah.

Untuk faktor lingkungan yang dimaksud dalam teori ini disebut sebagai faktor
eksogen yaitu faktor yang datang dari luar diri manusia berupa pengalaman, alam
sekitar, pendidikan dan sebagainya yang populer disebut sebagai milieu. Perbedaan
antara lingkungan dengan pendidikan adalah terletak pada keaktifan proses yang
dijalankan. Bila lingkungan bersifat pasif tidak memaksa bergantung pada individu
apakah mau menggunakan kesempatan dan manfaat yang ada atau tidak.
Sedangkan pendidikan bersifat aktif dan sistematis serta dijalankan penuh
kesadaran.

Anda mungkin juga menyukai