Anda di halaman 1dari 74

STUDIO PERANCANGAN

ARSITEKTUR 5

Mixed Use Building Tema


Arsitektur Kontemporer & Vernakular
Dengan Pendekatan Struktur yang Baik

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN MATA KULIAH

STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR 5

Di susun oleh :

Zainuddin Zidane Mahurati – F 221 16 047

Moh. Falih Ramadhan – F 221 16 047

Ryan Arsiman – F 221 18 114

Syuaib – F 221 18 129


PROGRAM STUDI S1 ARSITEKTUR
JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TADULAKO
2021
BAB 1
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bangunan multifungsi atau istilah asingnya disebut “mixed-use building” yang menjadi tren
property pada masa kini. Diciptakan bangunan miltifungsi (mixed-use building) dapat meningkatkan
kemajuan pada suatu daerah baik dalam sektor ekonomi maupun pariwisata. Bangunan multifungsi
(Mixeduse building) mengacu kepada kombinasi fungsi retail/komersial, apertemen atau pelayanan
publik digabungkan dengan fungsi hotel dalam satu bangunan atau dalam satu site
(indonesiadesign, 2004). Secara sangat sederhana memang cukup dikatakan sebagai ruang luas
yang menampung berapa fungsi seperti mall dan hotel yang dikombinasikan dalam satu bangunan
atau dua fungsi atau lebih dalam satu tapak.
Bangunan multifungsi (mixeduse building) Idealnya dikembangkan pada daerah perkotaan
maupun daerah straegis pariwisata merupakan daerah yang banyak dikunjungi wisatawan dunia.
Bangunan multi fungsi diciptakan dengan sekala luas, namun tidak merusak lingkungan sekitar
tapak. Keberadaan bangunan multifungsi pada suatu daerah, dapat meningkatkan perekonomian
daerah dan sekaligus mampu menjadi fasilitas pendukung kawasan strategis pariwisata untuk
wsatawan yang berwisata pada suatu daerah. Pada umumnya bangunan multifungsi (mixed-use
building) mengacu pada penggabungan fungsi pelayanan publik dengan fungsi akomondasi dan
fungsi perumahan dan fungsi perkantoran (wisma, karya dan suka). Sefesifiknya, bangunan multi
fungsi (mixed-use building) pada suatu kawasan strategis pariwisata mengacu pada penggabungan
fungsi suka yaitu pelayanan fublik
berupa shoping mall, kantor sewa dan fungsi wisma yang berorientasi pada fasilitas
akomondasi berupa hotel, karena sasaranya adalah wisatawan yang mengunjungi daerah wisata.
Bangunan multi fungsi (mixed-use building) di dunia sudah banyak dikembangkan di kota- kota
besar maupun di daerah strategis pariwisata contohnya di Dubai dan Amerika serikat.
Perkembangan bangunan multifungsi (mixed-use building) di dunia mulai dikembangkan sejak
tahun 1950-an. Tujuan dikembangkan bangunan multifungsi di Negara tersebut umumnya adalah
untuk kemajuan sektor ekonomi dan kepariwisataan dunia. Di Indonesia telah berkembang
bangunan multifungsi (mixed-use building)sajak tahun 1960.
Perkembangan bangunan multi fungsi di Indonesia dipengaruhi oleh kesembrawutan tata ruang
sehingga memerlukan alternatif untuk memperbaiki tata ruang yaitu dikembangkannya bangunan
yang berkonsep mixed-use development . Selain itu menunjukan suatu bentuk kemajuan ekonomi
pada suatu Negara dan meningkatkan kualitas visual lingkungan. Pada saat ini perkembangan
bangunan multifungsi (mixed-use building) di Indonesia sudah cukup banyak baik di pusat ibukota
Indonesia yaitu Jakarta maupun di kota-kota besar yang terdapat di Indonesia. Di kota-kota besar
seperti Jakarta sudah terdapat mixed-use building seperti wisma nusantara-hotel niko, plaza
Indonesia-ex, center-grand hayatt. Disediakan fasilitas tersebut mampu mempermudah jangkauan
kegiatan perekonomian pada suatu daerah.
Saat ini, Indonesia banyak mengalami perubahan yang disertai dengan kemajuan. Salah
satunya dibidang Perdagangan, Ekonomi dan Jasa. Khususnya di daerah Sulawesi Teng ah di Kota
Palu dengan adanya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

Maksud dan Tujuan

Maksud

1. Maksud dari proyek perencanaan pembangunan mixed used


apartemen dengan pusat perbelanjaan sebagai upaya perbaikan infra
struktur yang berkelanjutan di dalam geliat bisnis dunia properti saat
ini, dan dapat dikatakan hal tersebut suatu kegiatan atau bisnis yang
menjanjikan.
2. Membantu Pemerintah dalam Peningkatan Kualitas Ruang Kota yang
sibuk dengan Perkembangannya agar menjadikan ibukota Jakarta
sebagai landmark.

Tujuan

3. Meningkatkan fasilitas komersial dan hunian baik dari dalam negeri


maupun dari luar negeri yang dapat menghasilkan pemasukan
devisa negara.
4. Meningkatkan taraf hidup masyarakat dalam memperdayakan
Sumber Daya Manusia ( membantu dari kemiskinan ).

5. Tujuan memberikan kebutuhan pasar khususnya apartemen adalah


suatu produk konsumsi primer yang cukup menggairahkan dalam
dunia properti saat ini. Perencanaan perancangan bangunan mixed
used haruslah melaksanakan penelitian atau analisa pada target
pasar yang sedang booming saat ini. Keberhasilan penjualan unit
apartemen belum tentu akan di ikuti keberhasilan penjualan atau
penyewaan ruangan pada pusat perbelanjaan dan keberhasilan
tergantung pada konsep bangunan arsitektur dan interior beserta
fasilitas yang di sediakan dengan harga dan cara pembayaran yang
menarik.

Perumusan Permasalahan Arsitektur

1. Bagaimana memberi rasa nyaman dalam susunan Ruang, Sirkulasi


Udara, Penerangan dan Kebersihan.

2. Bagaimana mengakomodasikan ruang-ruang yang diperlukan di dalam


bangunan hunian ini berdasarkan kegiatan-kegiatan yang
direncanakan.

3. Bagaimana menciptakan suasana bangunan yang dapat dirasakan


sesuai tema yang hendak diimplementasikan pada perancangan kali
ini.

4. Bagaimana menerapkan alur sirkulasi di dalam Bangunan agar orang


yang lewat merasa nyaman, tertarik dan mempunyai kesan tertentu.

5. Bagaimana merespon kondisi tapak yang rawan bencana dengan


perancangan sistem struktur yang baik.

Sistematika Pembahasan

Penyusunan skripsi ini didasarkan pada suatu sistematika karya tulis ilmiah
yang hasilnya akan mengarah kepada konsep perencanaan dan
perancangan. Secara umum uraian sistematika pembahasannya adalah
sebagai berikut :

BAB 1 PENDAHULUAN

Pada bab ini menguraikan pada Latar Belakang, Maksud dan Tujuan,
Perumusan Permasalahan Arsitektur, Sistematika Pembahasan.

BAB 2 TINJAUAN UMUM PROYEK

Pada bab ini menguraikan pada Pengertian dan Definisi, Fungsi dan
Tujuan dari perencanaan yang hendak di implementasikan dalam suatu
tugas akhir ini.

BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PROYEK

Pada bab ini menguraikan pada Pengertian Tema, Kaitan tema dengan
perencanaan dan perancangan serta study banding.

BAB 4 ANALISA

Pada bab ini menguraikan terhadap kriteria pemilihan tapak, latar belakang
pemilihan tapak, menganalisa site, menganalisa non fisik, menganalisa
bangunan.
BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

Pada bab ini menguraikan terhadap konsep – konsep perancangan


sebagai dasar acuan awal dari proses melakukan proses perancangan
pada tugas akhir ini.
Bab 2

Tinjauan Umum Proyek

TINJAUAN PROYEK SECARA UMUM

Kajian Mixed Use Building

Pengertian

Mixed use building merupakan bangunan multi fungsi yang terdiri dari satu atau
beberapa massa bangunan yang terpadu dan saling berhubungan secara langsung
dengan fungsi yang berbeda. Mixed use building menggabungkan antara fasilitas
hunian, fasilitas bisnis, dan fasilitas rekreasi yang biasanya dimiliki oleh suati
pengembang. (Indonesiaapartment, Esti Savitri 2007)
Mixed use building merupakan salah satu upaya pendekatan perancangan yang
berusaha menyatukan berbagai aktivitas dan fungsi yang berada di bagian area suatu
kota yang memiliki luas area yang terbatas, harga beli tanah yang relatif mahal, lokasi
tanah yang strategis, serta nilai ekonomi tinggi menjadu sebuah struktur yang kompleks
dimana semua kegunaan dan fasilitas yang memiliki keterkaitan dalam kerangka
integrasi yang kuat. (Panduan Perancangan Bangunan Komersial, Endy Marlina 2008)

Sejarah

Pada mulanya, mixed use building ini berkembang di Amerika dengan istilah
superblock. Superblock sendiri memiliki arti proyek-proyek yang berskala besar yang
terletak di tangah kota yang mulai dibangun dan dikembangkan setelah selesainya
Perang Dunia II. Pada umumnya, pola grid menjadi pola ruang yang banyak digunakan
di kota-kota besar yang berada di Amerika. Lahan-lahan yang berbentuk petak-petak ini
kemudia disebut blok. Beberapa blok yang digunakan untuk menampung berbagai
macam aktivitas itu kemudian disebut superblock.
12
Proyek-proyek yang biasa dibangun pada superblock ini memiliki skala bangunan
yang besar dan mampu menampung berbagai fungsi yang saling terintegrasi dan saling
melengkapi antara yang satu dengan yang

13
lain. Pada umumnya, fungsi yang digabungkan adalah fungsi hunian, perkantoran,
pusat perbelanjaan, dan lain sebagainya.

Ciri-ciri

Untuk membedakan mixed use building dengan bangunan


jenis lain, berikut ini akan merupakan ciri-ciri dari mixed use
building, yaitu (Schwanke et al, 2003; 4):
 Mewadahi 2 fungsi bangunan atau lebih yang terdapat dalam
kawasan tersebut, misalnya terdiri dari hotel, rumah sakit,
sekolah, mall, apartment, dan pusat rekreasi
 Terdapat pengintegrasian secara fisik dan fungsioal terhadap
fungsifungsi yang terdapat di dalamnya
 Hubungan yang relatif dekat antar satu bangunan dengan
bangunan lainnya dengan hubungan interkoneksi antar
bangunan di dalamnya
 Kehadiran pedestrian sebagai penghubung antar bangunan

Manfaat

Kehadiran mixed use building dalam konsep bangunan


memiliki dampak yang positif bagi berbagai pihak. Menurut
Danisworo (1996) terdapat 5 (lima) buah keuntungan dari konsep
mixed use building, yaitu:
 Mendorong tumbunhnya kegiatan yang beragam secara terpadu
dalam suatu wadahsecara memadai.
 Menghasilkan sisteam sarana dan prasarana yang lebih efisien
dan ekonomis
 Memperbaiki sistem sirkulasi
 Mendorong pemisahan yanh jelas antara sistem transportasi
 Memberikan kerangka yang luas bagi inovasi perancangan
dan lingkungan
Tata Letak Banguan dalam Mixed Use Building

Tata letak dalam sebuah kawasan atau bangunan mixed use sangat
mempengaruhi bentuk dan koneksi antar fungsinya. Sebuah kawasan atau
bangunan mixed use dapat dikatakan sukses apabila mampu mengkoneksikan
beberapa fungsi dengan baik. Terdapat 4 (empat) konfigurasi tata letak bangunan
dalam sebuah kawasan mixed use, yaitu: (Sumargo, 2003; 58)
 Mixed-use Tower, memiliki struktur tunggal dari segi massa atau
ketinggian bangunan dengan fungsi-fungsi yang ditempatkan pada lapisan-lapisan
tersebut. Pada umumnya, mixed use tower merupakan high rise building.
 Multitowered Megastructure, merupakan bangunan mixed use dengan
tower-tower yang menyatu secara arsitekturan dengan atrium yang berada
dibawahnya. Pada umumnya atrium berfngsi sebagai pusat perbelanjaan. Pada
multitiwerde megastructure, komponen yang terdapat pada podium menjadi hal yang
utama karena merupakan tempat bertemunya antar pengguna bangunan.
 Freesatnding Structure with Pedestrian Connection, merupakan
konsep penataan pada kawasan mixed use dengan kumpulan dari beberapa masa
tunggak yang saling terintegrasi oleh jalur pedestrian. Dampaknya, fungsi dari setiap
bangunan tidak akan bercampur menjadi satu.
 Combination, merupakan penggabungan dari ketiga bentuk tersebut
dalam sebuah kawasan.

(1) (2) (3) (4)

Gambar 2.1 Konfigurasi Tata Letak Bangunan Dalam Kawasan Mixed-Use


Sumber: Skripsi Pembentukkan Ruang Transisis Publik-Privat pada Apartemen di dalam Kawasan
Mixed-Use, 2008
Satuan Ruang Parkir (SRP)

Jumlah pengguna dari mixed use building tentu saja memiliki jumlah yang tidak
sedikit. Pada umumnya para pengguna menggunakan alat transportasi pribadi berupa
mobil atau motor. Maka dari itu, dibutuhkan wadah yang mampu menampung
kebutuhan akan parkir dari pengguna mixed us building ini.
Menurut Departemen Jendral Perhubungan Darat (1998), satuan ruang parkir
adalah ukuran luas efektif untuk meletakkan suatu kendaraan (mobil penumpang,
bus/truk, atau sepeda motor) termasuk ruang bebas dan lebar bukaan pintu. Ada 3
(tiga) faktor yang mempengaruhi besaran ruang parkir, yaitu:
 Dimensi kendaraan standar

 Ruang bebas kendaraan parkir

 Lebar bukaan pintu kendaraan

Dari ketiga faktor diatas, maka disimpulkan bahwa terdapat 3 (tiga) golongan
satuan ruang parkir (SRP) menurut Departemen Perhubungan Darat, yaitu:
Tabel 2.1 Satuan Ruang Parkir (SRP)

Golon Jenis Kendaraan Satuan Ruang Parkir (dalam


gan m2)
1. a. Mobil penumpang 2.30 x 5.00
golongan I
b. Mobil penumpang 2.50 x 5.00
golongan II
c. Mobil penumpang 3.00 x 5.00
golongan III
2. Bus/Truk 3.40 x 12.50
3. Sepeda Motor 0.75 x 2.00
Sumber: Departemen Perhubungan Darat,1998, Pedoman
Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas
Parkir

Selain dimensi dari satuan ruang parkir yang telah ditentukan, jumlah kebutuhan
ruang parkir juga telah diatur Departemen Perhubungan Darat. Berikut adalah tabel
ukuran kebutuhan ruang parkir:
Tabel 2.2 Ukuran Kebutuhan Ruang Parkir (SRP)

Peruntukan Satuan (SRP untuk mobil Kebutuhan


penumpang) Ruang
Parkir
Pusat Perdagangan

 Pertokoan SRP / 100 m2 luas lantai 3.5 - 7.5

 Pasar Swalayan efektif SRP / 100 m2 luas lantai


3.5 - 7.5
efektif SRP / 100 m2 luas lantai
 Pasar 3.5 - 7.5
efektif
Pusat Perkantoran

 Pelayanan Bukan Umum SRP / 100 m2 luas lantai 1.5 - 3.5

 Pelayanan Umum efektif SRP / 100 m2 luas lantai


1.5 - 3.5
efektif
Sekolah SRP / mahasiswa 0.7 - 1.0
Hotel/Tempat Penginapan SRP / kamar 0.2 - 1.0
Rumah Sakit SRP / tempat tidur 0.2 - 1.3
Bioskop SRP / tempat duduk 0.1 - 0.4
Sumber: Departemen Perhubungan Darat,1998, Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian
Fasilitas Parkir

Kajian Mal

Pengertian

Mal atau Mall merupakan sebuah pusat perbelanjaan yang memiliki bentuk
bangunan atau kumpulan bangunan yang berada pada sebuah lokasi. Pada umumnya
sebuah pusat perbelanjaan terdapat berbagai macam toko dengan beragam merek
dagang dan toko-toko tersebut dihubungkan oleh jalur sirkulasi yang terbuka atau
tertutup dengan tujuan mempermudah pengguna pusat perbelanjaan. (Shopping Center
Development Handbook, Urban Land Institute)

Sejarah

Pada awalnya, Mal merupakan evolusi dari pasar tradisional sebagai tempat untuk
berdagang. Namun, dengan seiringnya perkembangan zaman yang berbanding dengan
peningkatan permintaan dan peningkatan kualitas barang yang dijual maka ruang untuk
membeli dan menjual barang ini ditingkatkan kualitasnya dengan penerapan konsep
baru dan penambahan fasilitas penunjang. Fasilitas penunjang diantaranya bioskop,
area bermain anak, area pertunjukan, taman-taman tematik, dan
lain sebagainya. Selain karena permintaan, penambahan fasilitas ini juga didasari
pada perubahan gaya hidup manusia yang telah berubah dimana saat ini tujuan
pengunjung berkunjung ke pusat perbelanjaan bukanlah untuk berbelanja, melainkan
untuk berekreasi.

Klasifikasi

Saat ini, jenis-jenis pusat perbelanjaan sudah banyak perkembangan dengan


konsep yang semakin beraneka ragam. Oleh karena itu, untuk memudahkan dalam
mengklasifikasikan jenis-jenis pusat perbelanjaan International Council of Shopping
Center (1999) mengklasifikasikan pusat perbelanjaan menjadi 2 (dua) bagian besar
berdasarkan fisiknya, yaitu:
 Strip Mall / Open Mall, biasanya disebut shopping plaza merupakan
pusat perbelanjaan terbuka dengan deretan unit-unit retail pada umumnya terdiri dari 1-
2 lantai yang bersusunan sejajar (berderet lurus maupun membentuk konfigurasi U atau
L) dengan area pejalan kaki yang terbuka ditengahnya yang menghubungkan antar
unit-unit retail yang saling berhadapan. Dengan semakin minimnya lahan terutama di
daerah perkotaan, tipe strip mall ini berubah menjadi unit- unit retail dengan parkir
kendaraan yang terletak di depannya, menyesuaikan dan mengoptimalisasi lahan yang
ada.
 Shopping Mall / Closed Mall, merupakan tipikal pusat perbelanjaan
yang bersifat tertutup / indoor yang berisi unit-unit retail dan pada umumnya disewakan.
Biasanya mal merupakan multi-storey building atau terdiri lebih dari 2 lantai, yang
dikarenakan mal dibangun di tengah kota dimana lahannya yang sangat terbatas tetapi
tuntutan fungsinya tetap banyak, sehingga pembangunan mall harus dilakukan secara
vertikal. Dan Untuk menambah kenyamanan pengunjung, mall sudah menggunakan
bantuan teknologi seperti pengatur suhu ruangan (AC), material-material yang bagus
untuk dipandang, dan lain-lain.
Selain berdasarkan bentuk fisiknya, International Council of Shopping Center
(1999) juga mengklasfikasikan pusat perbelanjaan berdasarkan luasan dan skala
layanannya. Berikut 3 (tiga) klasifikasinya:
 Regional Mall, merupakan sebuah tipe mal yang didesain dengan luas
gross sealable area (area yang disewakan) antara 37.000 m2 - 74.000 m2, dengan
memiliki 2 (dua) anchor-tenant dengan deskripsi umum unit-unit retail yang high-end
(kelas atas).
 Super-Regional Mall, merupakan sebuah tipe mal yang didesain
dengan luas gross sealable area (area yang disewakan) lebih dari
74.000 m2 dan menjadi usat perbelanjaan yang paling dominan di wilayahnya.
 Outlet Mall, merupakan tipikal mal atau pusat perbelanjaan dengan
satu buah anchor-tenant yang dominan dan menguasai area perbelanjaan tersebut
serta beberapa unit retail kecil diantaranya banyak terdapat program diskon yang
ditawarkan.

Elemen-elemen

Menurut Ruberstain Harvey M., pusat perbelanjaan memiliki 3 (tiga) elemen utama,
yaitu:
 Anchor (Magnet), merupakan transformasi dari “nodes” yang dapat
berfungsi sebagai “landmark” yang perwujudannya berupa plaza dan mall
 Secondary Anchor, merupakan transformasi dari “distric” yang
memiliki perwujudan berupa took pengecer, retail, supermarket, superstore, bioskop,
dan lain sebagainya.
 Street Mall, merupakan transformasi dari bentuk “paths” yang
pewujudannya berupa jalur pedestrian yang menghubungkan antar magnet.

Sistem sirkulasi

Sirkulasi pada pusat perbelanjaan merupakan hal penting karena sirkulasi inilah
yang akan menghubungkan toko-toko atau “magnet” yang
terdapat pada pusat perbelanjaan. Pada pusat perbelanjaan terdapat 3 (tiga)
sistem sirkulasi yang umum digunakan pada pusat perbelanjaan, yaitu:
 Sistem Banyak Koridor

Ciri-ciri pusat perbelanjaan dengan banyak koridor :

o Terdapat banyak koridor tanpa penjelasan orientasi, tanpa ada


penekanan, sehingga semua dianggap sama, yang strategis hanya bagian depan atau
dekat pintu
o Efektifitas pemakaian ruangnya sangat tinggi

o Terdapat pada pertokoan yang dibangun sekitar tahun 1960-an di


Indonesia

Gambar 2.2 Contoh Sistem Sirkulasi Banyak Koridor


Sumber: http://shoppingmall.blogspot.com, diunduh
Sepetember 2015

 Sistem Plaza

Ciri-ciri pusat perbelanjaan dengan sistem plaza :

o Terdapat plaza atau ruang berskala besar yang menjadi pusat


orientasi kegiatan dalam ruang dan masih menggunakan pola koridor untuk efisiensi
ruang.
o Mulai terdapat hierarki dari masing-masing lokasi toko, lokasi
strategi berada di dekat plaza tersebut, serta mulai mengenal pola vide dan mezanin.
Gambar 2.3 Contoh Sistem Sirkulasi Plaza
Sumber: http://shoppingmall.blogspot.com, diunduh Sepetember 2015
 Sistem Mall

Ciri-ciri pusat perbelanjaan dengan sistem Mall dikonsentrasikan pada sebuah jalur
utama yang menghadap dua atau lebih magnet pertokoan dapat menjadi poros massa,
dan dalam ukuran besar dapat berkembang menjadi sebuah atrium. Jalur tersebut
menjadi jalur sirkulasi utama, karena menghubungkan dua titik magnet atau anchor
yang membentuk sirkulasi utama.

Gambar 2.4 Contoh Sistem Sirkulasi Mall


Sumber: http://shoppingmall.blogspot.com, diunduh
Sepetember 2015

Kajian Hotel

Pengertian

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hotel


merupakan
bangunan berkamar banyak yang disewakan sebagai tempat untuk menginap dan
tempat makan orang yang sedang dalam perjalanan, selain itu dapat diartikan sebagai
bentuk akomodasi yang dikelola secara komersial yang disediakan bagi setiap orang
untuk memperoleh pelayanan, penginapan, makan, dan minum. Sedangkan definisi
hotel menurut Lawson adalah sarana tempat tinggal umum untuk wisatawan dengan
memberikan pelayanan jasa kamar, penyedia makanan dan minuman serta akomodasi
dengan syarat pembayaran (Lawson,1976:27).

Sejarah

Sejarah hotel sebenarnya sudah dimulai sejak adanya hostel. Awalnya, hotel
berasal dari kata hostel yang diambil dari bahasa Perancis kuno yang disebut-sebut
telah hadir sejak akhir abad ke-17. Makna dari hostel sendiri adalah “tempat
penampungan buat pendatang” atau biasa
disebut “bangunan penyedia pondok dan makanan untuk umum”. Oleh karena itu,
hotel memang didesaign untuk melayani kebutuhan publik dengan maksud sosial untuk
membantu para turis atau pendatang.
Pada saat awal kehadiran hotel, hotel memiliki misi sosial untuk menyediakan
tempat untuk tinggal dan makan serta minum secara cuma- cuma atau gratis. Namun
seiring perkembangan zaman, hotel mulai meninggalkan misi sosilanya dan mulai
beralih kearah komersial atau berorientasi uang. Saat ini, hotel mulai memungut biaya
pada tamu-tamu yang menginap dan memesan makanan serta minuman. Hal itu juga
ditambah dengan semakin banyaknya pengguna jasa hotel ini. Kesempatan itu tidak
disia-siakan oleh pihak penyedia jasa penginapan ini.
Untuk di Indonesia, istilah hotel memang selalu dikonotasikan sebagai bangunan
penginapan yang mahal dan hanya disewa oleh kalangan menengah keatas dan
umumnya disebut hotel berbintang. Tetapi saat ini sudah banyak hotel kelas melati
yang terifnya cukup murah dengan sasaran kalangan backpacker atau wisatawan kelas
menengah kebawah. Saat ini hotel berbintang maupun hotel melati banyak dikelola
oleh pihak- pihak swasta.

Karakteristik

Saat ini hotel menjadi salah satu industri yang banyak diminati oleh para investor-
investor asing maupun lokal untuk memulai bisnisnya. Para investor-investor mulai
berlomba-lomba untuk menyediakan jasa penginapan sebaik mungkin. Hal-hal yang
diutamakan pada umumya adalah fasilitas, harga sewa, dan lokasi. Untuk
membedakan hotel dengan industri lain, makan terdapat beberapa karakteristik dari
hotel, yaitu:
 Hotel tergolong sebagai industri yang padat modal serta padat karya
yang artinya dalam pengelolaannya memerlukan modal usaha yang besar dengan
tenaga pekerja yang banyak pula.
 Dipengaruhi oleh keadaaan dan perubahan yang terjadi pada sektor
ekonomi, politik, sosial, budaya dan keamanan dimana hotel tersebut berada.
 Menghasilkan dan memasarkan produknya bersamaan dengan
tempat dimana jasa pelayanannya dihasilkan.
 Beroperasi selama 24 jam sehari, tanpa adanya libur dalam pelayanan
jasa terhadap pelanggan hotel dan masyarakat pada umumnya.
 Memperlakukan pelanggan seperti raja, selain itu juga
memperlakukan pelanggan sebagai partner dalam usaha karena jasa pelayanan hotel.

Klasifikasi

Saat ini, mulai banyak pembangunan-pembangunan hotel terutama di daerah-


daerah pusat bisnis atau pusat wisata. Jenis hotel yang dibangun beraneka ragam,
mulai dari hotel melati hingga hotel berbintang 5. Oleh karena itu, Endy Marlina dalam
Panduan Perancangan Bangunan Komersial telah menjelaskan bahwa terdapat
klasifikasi hotel yang berlaku di Indonesia dengan didasarkan pada beberapa
pertimbangan, yaitu:
 Jumlah kamar
 Fasilitas dan perlatan yang disediakan
 Model sistem pengelolaan
 Bermotto pelayanan

Dengan dasar pertimbangan aspek-aspek diatas, maka hotel


dapat diklasifikasikan menjadi tingkatan-tingkatan yang kemudian
dinyatakan dalam sebutan hotel berbintang dan melati.
Klasifikasinya diantara lain:
 Persyaratan fisik, yang meliputi luasan bangunan, konstruksi
(desain dan dekorasi), pintu masuk, tangga, fasilitas listrik
darurat, lift, dan telepon umum.
 Bedrooms atau ruang tidur, meliputi ukuran (single, double,
triple), suites, handuk, ruang service, gudang, tempat duduk, meja,

pencahayaan, finishing lantai, fasilitas penunjang, akustik, dan pintu.

 Kamar mandi, meliputi jumlah, ukuran, standar, dan fasilitas dalam


kamar mandi.
 Area publik, meliputi toilet umum, koridor, ruang resepsi, tempat
parkir, dan area hijau.
 Service makanan dan fasilitas rekreasi, meliputi lounge, breakfast
room service, restaurant, bar, fasilitas konferensi, cloakroom, entertainment, rekreasi,
dan hairdresser.
 Service, meliputi service penerima tamu, service medical, service
kasir, laundry, service postel, service turis dan travel, retail, service bahasa, kondisi,
dan situasi.

Berdasarkan pertimbangan aspek-aspekdi atas hotel dapat


diklasfikasikan sebagai berikut:
 Hotel Bintang 1

Minimal 15 kamar (14 kamar double dan 1 kamar single) dengan luas minimal 20
m2
 Hotel Bintang 2

a. Umum

o Lokasi mudah dicapai, dalam arti akses ke lokasi tersebut mudah

o Bebas polusi

o Unsur dekorasi Indonesia tercermin pada lobby

o Bangunan terawat rapi dan bersih

o Sirkulasi di dalam bangunan mudah

b. Bedroom

o Minimum mempunyai 20 kamar dengan luasan 22 m2/kamar

o Setidaknya terdapat 1 kamar suite dengan luasan 44 m2/kamar

o Tinggi minimum 2,6 meter tiap lantai

o Tidak bising

o Pintu kamar dilengkapi pengaman


o Tata udara dengan pengatur udara

o Terdapat jendela dengan tirai tidak tembus sinar luar

o Dalam tiap kamar dan kamar mandi minimum terdapat 1 stop


kontak
o Dinding kamar mandi kedap air

c. Dinning Room

o Standar luas 1,5 m2/tempat duduk

o Tinggi ruangan lebih dari 2,6 meter

o Terdapat akses langsung dengan dapur

o Tata udara dengan/tanpa pengatur udara

d. Bar

o Standar luas 1,1 m2/tempat duduk

o Terdapat 1 buah dapur yang terpisah dari restoran

o Dilengkapi perlengkapan mencuci dengan air panas/dingin

e. Lobby

o Harus ada lobby

o Tata udara denagn AC/ventilasi

o Kapasitas penerangan minimum 150 lux

f. Sarana olah raga dan rekreasi

o Minimum 1 buah dengan alternatif pilihan: tenis, golf, fitnes,


biliard, jogging, taman bermain anak, olahraga air (kolam renang).
g. Utilitas Penunjang

o Terdapat transportasi vertikal yang bersifat mekanis

o Ketersediaan air minimum 300 liter/orang/hari

o Daya listrik mencukupi

o Tata udara dengan atau tanpa pengatur udara

o Terdapat ruang mekanik

o Komunikasi dengan telepon saluran dalam (house phone),


telepon lokal, dan interlokal
o Terdapat fasilitas sentral radio dan carcall

o Terdapat alat deteksi kebakaran awal pada tiap ruang,

fire extinguisher, fire hydrant, dan pintu kamar tahan api

o Minimum terdapat 1 ruang jaga

o Terdapat tempat penampungan sampah tertutup

o Terdapat saluran pembuangan air kotor


 Hotel Bintang 3

a. Umum

o Unsur dekorasi Indonesia tercermin di Lobby, restoran, kamar


tidur, dan function room
b. Bedroom

o Terdapat minimum 20 kamar standar dengan luas m2/kamar

o Terdapat minimum 2 kamar suite dengan luas 44 m2/kamar

o Tinggi minimum 2,6 meter tiap lantai

c. Dining room

o Bila tidak berdampingan dengan lobby maka harus dilengkapi


dengan kamar mandi atau wc sendiri
d. Bar

o Apabila berupa ruang tertutup maka harus dilengkapi dengan


pengatur udara mekanik (AC) dengan suhu 24oc
o Lebar ruang kerja bartender setidaknya 1 meter

e. Ruang fungsional

o Minimum terdapat 1 buah pintu masuk yang terpisah dari lobby

dengan kapasitas minimum 2,5 kali jumlah kamar

o Dilengkapi dengan toilet apabila tidak satu lantai dengan lobby

o Terdapat pre-function room

f. Lobby

o Mempunyai luasan 30 m2

o Dilengkapi dengan lounge

o Toilet umum minimum 1 buah dengan perlengkapan

o Lebar koridor minimum 1,6 meter

g. Drug Store
o Minimum terdapat drugstore, bank, money changer, biro
perjalanan, airline agent, souvenir shop, perkantoran, butik, dan salon
o Tersedia poliklinik

o Tersedia paramedis

h. Sarana rekreasi dan olahraga


o Minimum 1 buah dengan pilihan: tenis, bowling, golf, fitnes,
sauna, billiard, jogging track, diskotik, dan taman bermain anak
o Terdapat kolam renang dewasa yang terpisah dengan kolam
renang anak
o Sarana rekreasi untuk hotel di tepi pantai dapat dipilih dari
alternatif berperahu, menyelam, selancar, atau ski air
o Sarana rekreasi untuk hotel di gunung dapat dipilih dari alternatif
hiking, berkuda, atau berburu
i. Utilitas penunjang

o Terdapat transportasi vertikal mekanis

o Ketersediaan air bersih minimum 500 liter/orang/hari

o Dilengkapi dengan instalasi air panas atau dingin

o Dilengkapi dengan telepon lokal dan interlokal

o Tersedia PABX

o Dilengkapi dengan sentral video atau TV, radio, paging, dan

carcall

 Hotel bintang 4

a. Umum

o Minimum seperti pada hotel bintang 3

b. Bedroom

o Mempunyai minimum 50 kamar standar dengan luasan 24


m2/kamar
o Mempunyai minimum 3 kamar suite, dengan luasan minimum 48
m2/kamar
o Tinggi minimum 2,6 meter tiap lantai

o Dilengkapi dengan pengatur suhu kamar di dalam bedroom

c. Dining room
o Mempunyai minimum 2 buah diningroom, salah satunya berupa

coffee shop

d. Bar

o Mempunyai ketentuan minimum sama dengan hotel bintang 3

e. Ruang fungsional
o Mempunyai ketentuan mnimum sama dengan hotel bintang 3

f. Lobby

o Mempunyai luasan minimum 100 m2

o Terdapat 2 toilet umum untuk pria dan 3 toilet umum untuk


wanita dengan perlengkapannya
g. Drug store

o Mempunyai ketentuan mnimum sama dengan hotel bintang 3

h. Sarana rekreasi dan olah raga

o Seperti pada hotel berbintang 3 ditambah dengan diskotik atau

night club kedap suara dengan AC dan toilet.

i. Utilitas Penunjang

o Minimum seperti hotel bintang 3

o Transportasi vertikal mekanis

o Ketersediaan air bersih minimum 700 liter/orang/hari

o Dilengkapi dengan instalasi air panas atau dingin

 Hotel Bintang 5

a. Umum

o Minimum seperti pada hotel berbintang 4

b. Bedroom

o Mempunyai minimum 100 kamar standar dengan luasan 26


m2/kamar
o Mempunyai minimum 4 kamar suite dengan luasan 52
m2/kamar
o Tinggi minimum 2,6 meter tiap lantai

o Dilengkapi dengan pengatur suhu kamar di dalam kamar

c. Dining room
o Mempunyai minimum 3 buah dining room, salah satunya dengan
spesialisasi masakan (Japanese/Chinese/Europan food)
d. Bar

o Minimum seperti pada hotel berbintang 4

e. Ruang fungsional

o Minimum seperti pada hotel berbintang 4


f. Lobby

o Minimum seperti pada hotel berbintang 4

g. Drug store

o Minimum seperti pada hotel berbintang 4

h. Sarana rekreasi dan olahraga

o Minimum seperti pada hotel berbintang 4 ditambah dengan area


bermain anak (children playground)
i. Utilitas penunjang

o Minimum seperti hotel bintang 4 dengan tambahan

o Dilengkapi dengan sentral video, musik, radio, dan carcall

j. Business center

o Di business center ini tersedia beberapa staf yang dapat


membantu dengan bertindak sebagai co-secretary para tamu yang ingin berkomunikasi
dengan kantor pusatnya maupun relasi bisnisnya.
k. Restoran

Sub-bagian restoran di hotel yang besar dapat dibagi menjadi:

o Main diningroom atau ruang makan utama, menyediakan


makanan internasional
o Coffee shop, restoran yang menyediakan dan menyajikan makan
pagi dengan menu dan jenis pelayanannya lebih sederhana atau biasa disebut ready
on plate
o Restoran yang spesifik seperti grill-room, pizzarea, japanesse,
atau oriental
o Room service, restoran yang melayani dan menyediakan
hidangan makanan dan minuman kepada tamu hotel yang enggan keluar kamar. Atas
dasar pesanan tamu, makanan dan minuman diantar langsung ke kamar tamu.
o Take out service dan out side catering, untuk
lebih meningkatkan pendapatan penjualan produk yang dihasilkan oleh dapur hotel,
ada beberapa hotel yang melayani
pesanan makanan dan minuman dan penyelenggaraan
perjamuan di luar hotel.

Macam-macam Tipe Hunian Hotel

Selain klasifikasi hotel berdasarkan bintangnya, terdapat pula klasifikasi atau


macam-macam tipe kamar pada hotel. Hal ini memiliki tujuan agar pengunjung atau
penyewa dapat memilih jenis-jenis kamar yang diinginkan dan dibutuhkannya. Berikut
klasifikasi kamar hotel:
a. Tipe kamar menurut Jumlah Tempat Tidur

o Single Room, yaitu kamar yang dilengkapi dengan 1 buah tempat


tidur berukuran single.
o Twin Room, yaitu kamar yang dilengkapi dengan 2 buah tempat
tidur berukuran single.
o Double Room, yaitu kamar yang dilengkapi dengan 1 buah tempat
tidur berukuran double.
o Double-double Room, yaitu kamar yang dilengkapi dengan 2 buah
tempat tidur berukuran double.
o Triple Room / Family Room, yaitu kamar yang dilengkapi dengan
1 buah tempat tidur berukuran double dan 1 buah tempat tidur berukuran single, atau
kamar dengan 3 buah tempat tidur berukuran single

b. Tipe kamar menurut Letaknya

o Adjoining Room, yaitu dua kamar atau lebih yang letaknya


berdampingan tanpa pintu penghalang dari kamar satu ke kamar yang lain.
o Connecting Room, yaitu dua kamar atau lebih yang terletak
berdampingan dan mempunyai pintu penghubung dari satu ke kamar lainnya.
o Adjacent Room, yaitu dua kamar yang letaknya berhadapan.

o Cabana, yaitu kamar yang letaknya menghadap ke air laut atau


danau, dan lain-lain.
o Duplex Room, yaitu dua kamar yang letaknya bertingkat
dilambangkan dengan anak tangga.
o Inside Room, yaitu kamar yang menghadap ke bagian belakang
hotel
o Outside Room, yaitu kamar yang menghadap ke jalan raya.

o Lanais, yaitu kamar-kamar dengan teras atau balkon yang


menghadap ke kolam atau kebun.

c. Tipe Kamar menurut Fasilitas yang Tersedia

o Standart Room, yaitu kamar yang memiliki fasilitas paling dasar


seperti, televisi, pembuat kopi, telepon, meja, kloset, dan kamar mandi shower.
o Superior Room / Premium Room, yaitu kamar standar dengan
ukuran dan fasilitas yang lebih seperti, sofa, meja rias, pengering rambut, dan kamar
mandi dengan bath-up. Bisa juga merujuk pada kamar khusus dengan pemandangan
atau lokasi yang lebih baik.
o Deluxe Room, yaitu kamar yang didesain untuk terlihat lebih
berkelas dari penampilan, ukuran dan lokasinya. Kamar ini biasanya sering
dikategorikan sama dengan Superior Room.
o Junior Suite Room, yaitu sebuah kamar dengan ukuran yang
besar dan terdapat ruang tidur dan ruang duduk. Kamar ini biasa berbentuk kamar
single dengan pemisah antara ruang duduk dan ruang tidur. Kamar ini juga sering
disebut Studio Room dengan tambahan dapur dan fasilitas masak lainnya.
o Suite Room, yaitu kamar hotel yang menyerupai kamar
apartemen. Ukurannya jauh melebihi kamar standar dan biasanya dihuni dalam jangka
waktu yang lebih lama. Suite Room, merupakan kamar berkelas dengan harga
terendah dan Executive Room merupakan kamar dengan ukuran lebih luas.
o Presidential / Penthouse Room, yaitu kamar dengan kualitas sama
dengan Suite dan Executive Room namun ukurannya lebih luas
dan ditambah dengan pemandangan dan perlengkapan terbaik yang ditawarkan
pada sebuah hotel. Kamar ini sering disebut sebagai kamar termahal pada sebuah
hotel.

d. Tipe Kamar menurut Peruntukan Penghuni

o Terdapat 1 tipe yaitu, House Used Room, yang berarti kamar yang
diperuntukan bagi staf hotel yang mempunyai otoritas dan digunakan untuk tempat
tinggal dalam jangka waktu tertentu karena dinas.

Kajian Kantor Sewa

Pengertian

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kantor didefinisikan sebagai balai
(gedung, rumah, ruang) tempat tulis-menulis atau mengurus suatu pekerjaan
(perusahaan). Selain itu, menurut Hunt 1980, Kantor sewa adalah suatu bangunan
yang didalamnya terjadi interaksi bisnis dengan pelayanan serta profesional.
Didalamnya terdiri dari ruangruang dengan fungsi yang sama yaitu fungsi kantor
dengan status pemakai sebagai penyewa atas ruang yang digunakan.

Fungsi

Dalam sebuah gedung kantor, penerimaan, perekaman, pengaturan, dan


pemberian informasi menjadi pekerjaan utama. Pada umumnya, gedung perkantoran
memiliki sifat yang tetap atau tidak berpindah-pindah tempat. Oleh karena itu, fasilitas-
fasilitas penunjang seperti ruang arsip, ruang rapat, ruang fotokopi, dan ruang lainnya
wajib ada di dalam sebuah gedung perkantoran. Tujuan dari adanya fasilitas-fasilitas ini
adalah agar waktu dalam pengerjaan tugas, mobilitas, dan lain sebagainya dapat
dimanfaatkan sebaik mungkin.

Klasifikasi
Kantor sewa saat ini sudah berkembang dengan sangat pesat, perkembangannya
mulai dari fasilitas yang disediakan, citra yang akan di timbulkan, lokasi, harga,
prosedur penyewaan, dan lain sebagainya. Oleh karena itu agar mudah
membedakannya, terdapat beberapa klasifikasi kantor sewa, yaitu:

Menurut Peruntukannya

a. Tenant Owned Office Building

Bangunan kantor yang sengaja direncanakan dan dibangun oleh pemilik modal
atau investor yang pada umumnya tergabung dalam sebuah institusi atau yayasan
untuk digunakan oleh perusahan dibawahnya.
b. Bangunan Investasi

Bangunan kantor yang direncanakan dan dibangun oleh sebuah perusahaaan


untuk disewakan kepada beberapa penyewa (Multy Tenancy Building).
c. Bangunan Kantor Spekulatif

Bangunan kantor yang direncanakan dan dibangun oleh sebuah perusahaan untuk
disewakan secara spekulatif atau dengan jangka yang panjang (long term).

Menurut Sistem Persewaan

a. Service Floor Area

Bangunan kantor sewa yang disewakan dengan area service yang tidak termasuk
dalam hak penyewa, seperti area elevator, tangga, AC central, dan fire tower court.
b. Rentable Floor Area

Kantor yang disewakan dengan pembagian area-area menjadi dua area, yaitu:
 Useable floor area, merupakan area privat yang dipergunakan
para penyewa
 Common floor area, merupakan area yang disewakan sebagai
penunjang seperti elevator, hall, koridor, toilet, dan lain sebagainya.

Menurut Jumlah Penyewa

a. Single Tenancy Building


Bangunan kantor secara utuh disewakan kepada penyewa dalam jangka waktu
tertentu.
b. Single Tenancy Floor

Luas bersih perlantai yang disewakan kepada penyewa. Luas bersih didapatkan
dari hasil pengurangan antara area kotor dikurangi area fasilitas umum seperti
transportasi vertikal, utilitas, dan lain sebagainya.
c. Multy Tenancy Floor
Luas bersih per lantai disewakan kepada beberapa penyewa atau
perusahaan. Luas yang disewakan tidak termasuk area fasilitas bersama.

Menurut Bentuk Denah

a. Cellular System

Sistem ini memiliki bentuk yang panjang dengan koridor sepanjang


bangunan. Privasi pada sistem ini termasuk memiliki privasi yang tinggi.
b. Group Space System

Bangunan terdiri dari ruang-ruang yang berukuran sedang yang mampu


menampung 5 sampai 15 orang pegawai.
c. Open Plan Office System

Bangunan dengan susuna ruang yang lebih fleksibel sehingga ruang-ruang


mampu beradaptasi dengan kebutuhan dari penggunananya. Pada umumnya
ruang-ruang yang terbentuk bukan ruang yang permanen.

Menurut Kedalamannya

a. Shallow Space, bangunan kantor dengan jarak koridor


hingga dinding terluar < 8 meter
b. Medium Depth Space, bangunan kantor dengan jarak
koridor hingga dinding terluar 8 – 10 meter
c. Deep Space, bangunan kantor dengan jarak koridor
hingga dinding terluar 11 – 19 meter
d. Very Deep Space, bangunan kantor dengan jarak koridor
hingga dinding terluar ≥ 20 meter

Persyaratan Ruang Kantor

Demi memenuhi kebutuhan dan kenyamanan pengguna kantor dalam


beraktivitas, maka sebuah gedung perkantoran harus memenuhi

46
beberapa persyaratan terkait kualitas ruang kantor. Beberapa persyaratan
yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
a. Fleksibilitas

Kebutuhan ruang kantor yang dinamis membuat ruang dalam kantor dituntut
untuk lebih fleksibel. Dinding penyekat antar ruang harus fleksibel dan tidak
permanen agar mampu memenuhi kebutuhan penyewa. Dalam perancangan
kantor sewa, tata ruang dan kebutuhan ruang sangat bergantung dari instasi
yang menyewa kantor tersebut. Oleh karena itu, pada umumnya kantor sewa
menawaran modul-modul ruang pada konsumen sehingga konsumen dapat
memilih sesuai kebutuhannya.

b. Kebisingan

Kebisingan pada suatu ruang terutama ruang kerja sangatlah berpengaruh


bagi para pekerja atau pangguna ruangan. Pada umumnya kebisingan membuat
pengguna kantor menjadi tidak nyaman dan menjadi tidak fokus dalam bekerja.
Oleh karena itu dibutuhkan solusi untu mengendalikan kebisingan dalam suatu
ruang kantor. Pengendalian kebisingan dalam kantor mencakup:
 Perlindungan terhadap sumber kebisingan eksternal (lalu
lintas dan kegiatan di sekitar kantor)
 Insulasi horisontal dan vertikal antar masing-masing ruang
untuk menjamin kerahasiaan pembicaraan (speech privacy).
 Reduksi kebisingan internal pada ruang kantor (alat
mekanik seperti sistem pemanas, ventilasi, pengkondisi udara, pipa air ledeng,
elevator, eskalator, komputer, tabung angin, dan alat-alat lainnya; kegiatan di
dalam kantor seperti pembicaraan, sirkulasi, serta membuka dan menutup pintu).

c. Akustika

Selain permasalahan kebisingan, permasalah akustik ruang juga menjadi hal


yang penting untuk dipikirkan dalam perancangan. Oleh karena itu, terdapat
beberapa persyaratan penting dalam perancangan akustika kantor:

47
 Daerah lantai harus diberi karpet untuk menyerap bunyi dan
menghindari bising langkah kaki. Karpet harus tebal dan dipasang di lapisan
bawah (underlay) yang elastis.
 Langit-langit harus dilapisis dengan bahan penyerap bunyi
dengan koefisien serap yang baik.
 Luas total dari kaca jendela tidak boleh melebihi 40% luas
tembok luar, dipandang dari ruang kantor bagian dalam. Tirai penyerap bunyi
harus digunakan di sepanjang bukaan dinding.
 Seluruh permukaan dinding yang mengelilingi ruang kantor harus
dilapisi karpet dengan daya serap bunyi yang tinggi.
 Pembagian ruang atau peletakan partisi sebagai pemisah visual
harus dilapisi dengan bahan penyerap bunyi untuk menghindari penyebaran
gelombang bunyi berfrekuensi rendah.
 Distribusi peralatan kantor yang menimbulkan kebisingan (mesik
tik, telepon, printer, dan lain-lain) harus serata mungkin di semua ruang kantor.
 Perlengkapan kantor yang tidak berhubungan secara langsung
dengan pekerjaan kantor (genset, mesin photocopy, dan lain-lain) yang
menimbulkan kebisingan harus diletakan dalam ruang tertentu serta terpisah
secara visual pada bagian yang tersisa dari kantor.
 Tanaman dan bunga di dalam ruang kantor dapat memberikan
pengaruh menenangkan secara psiko-akustik.

d. Pencahayaan

Pada umumnya, permasalahan yang umum terjadi pada pencahayaan di


kantor sewa adalah glare atau silau, pembayangan, maupun pemantulan cahaya
yang terlalu terang. Berikut terdapat rekomendasi nilai maksimum indeks silau:

Frekuensi Pemakaian Nilai


Maksimum

Indeks Silau
Sering dan Rutin 16

48
Rutin 19
Rutin untuk waktu yang 22
singkat
Tidak rutin 25
Sirkulasi 28
Sumber: Data Arsitek Jilid 1, halaman 17

Kegiatan pada ruang kantor sewa yang cenderung sering memiliki indeks
silau maksimal 19. Agar nilai maksimum itu dapat terwujud, kebutuhan
pencahayaan juga merupakan hal yang wajib untuk diperhatikan. Berikut adalah
pencahayaan yang dibutuhkan raung menurur kegiatannya:

Fungsi Kebutuhan
Pencahayaan
Lux Foot
Candle
Sirkulasi 150 13,935
Pekerjaan dalam waktu singkat 200 18,581
Pekerjaan rutin (orang muda) 300 27,871
Pekerjaan ruting lainnya (perkantoran) 500 46,451
Pekerjaan khusus (ruang gamber) 750 69,677
Pekerjaan halus (penenun kain) 1000 92,903
Pekerjaan sangat halus (pengukir) 15000 139,355
Pekerjaan lebih halus lagi (pemeriksa hasil 35000 278,709
rakitan)
Sumber: Data Arsitek Jilid 1, halaman 17

e. Penghawaan

Sistem penghawaan yang biasa digunakan pada kantor sewa adalah


penghawaan buatan dengan menggunakan air conditioner (AC), karena dalam
pengaturan suhu dapat diatur sesuai kebutuhan dari pengguna dan tidak
terpengaruh oleh iklim dan cuaca yang ada di luar bangunan. Namun,

49
penggunaan AC sangat berpengaruh pada kesehatan dari pengguna gedung.
Oleh karena itu, ruang kantor diharapkan mampu memiliki bukaan agar
memungkinkan terjadinya pertukaran udara secara berkala.

BAB 3

TINJAUAN
KHUSUS
PROYEK

Judul Proyek

Pada kasus desain mixed-use building denan


fungsi mall, kantor sewa dan hotel, konsep desain
perancangan yang hendak diimplementasikan
pada properti yaitu bangunan hotel dan kantor
sewa yang dilengkapi dengan fasilitas pusat
perbelanjaan yang peruntukkannya untuk tingkat
perekonomian menengah sampao keatas. Dimana
dapat dikatakan ini adalah suatu bisnis properti
yang sangat menjanjikan untuk saat ini. Sehingga
dapat meningkatkan dari segi faktor
perekonomian, sosial.

50
Hubungan Tema Dengan Proyek

Secara konseptual metode perencanaan proyek


apartemen ini mengambil tema ‘’ Arsitektur
kontemporer dan arsitektur vernakular ‘’ . ada pun
penjelasan seperti dibawah ini :

Definisi Arsitektur Kontemporer

Arsitektur kontemporer merupakan suatu bentuk karya


arsitektur yang sedang terjadi di masa sekarang. Dalam buku
Indonesian Architecture Now , karya Imelda Akmal, digambarkan
karya-karya arsitektur yang kontemporer yang terdapat di Indonesia.
Karya ini dibangun dalam satu dasawarsa terakhir dan cukup
menggambarkan trend arsitektur dalam negeri. Trend yang
berkembang dalam satu dasawarsa terakhir didominasi oleh pengaruh
langgam Arsitektur modern yang memiliki kesamaan ekspresi dengan
karya arsitektur modern dari belahan dunia barat di dekade 60-an.
Karya-karya arsitektur kontemporer Indonesia memiliki kesamaan
dengan karya Mies van de Rohe, Wassily karya Marcel Breuer atau
kursi B306 chaise-lounge karya Le Corbusier dan lounge chair karya
Charles Eames.
Arsitektur kontemporer telah diakui sebagai salah satu
pendekatan dalam merancang secara internasional sehingga banyak
ahli yang mengemukakan pendapat mengenai definisi dari arsitektur
kontemporer, di antaranya sebagai

berikut;

1. Konnemann, World of Contemporary Architecture XX

“Arsitektur Kontemporer adalah suatu gaya arsitektur yang bertujuan

51
untuk mendemonstrasikan suatu kualitas tertentu terutama dari segi
kemajuan teknologi dan juga kebebasan dalam mengekspresikan
suatu gaya arsitektur, berusaha menciptakan suatu keadaan yang
nyata-terpisah dari suatu komunitas yang tidak seragam.”

2. Y. Sumalyo, Arsitektur Modern Akhir Abad XIX dan Abad XX


(1996) “Kontemporer adalah bentuk-bentuk aliran
arsitektur yang tidak dapat
dikelompokkan dalam suatu aliran arsitektur atau sebaliknya berbagai
arsitektur tercakup di dalamnya”.

3. L. Hilberseimer, Comtemporary Architects 2 (1964)

“Arsitektur Kontemporer adalah suatu gaya aliran arsitektur pada


zamannya yang mencirikan kebebasan berekspresi, keinginan untuk
menampilkan sesuatu yang berbeda, dan merupakan sebuah aliran
baru atau penggabungan dari beberapa aliran arsitektur. Arsitektur
kontemporer AR 2211 | Teori Desain Arsitektur 2 mulai muncul sejak
tahun 1789 namun baru berkembang pada abad 20 dan 21 setelah

perang dunia.” 25

Perkembangan Arsitektur Kontemporer

Schimbeck menyatakan bahwa arsitektur kontemporer berkembang


dari pemikiran bahwa arsitektur harus mampu memperoleh sasaran
dan pemecahan bagi arsitektur hari esok dan situasi masa kini.
Seorang kritikus arsitektur Charles Jenks pun mulai memperkenalkan
suatu metode perancangan untuk mengembangkan arsitektur yang
dinamakan dengan arsitektur ‘bersandi ganda’ (double coded), teori
inilah yang menjadi cikal bakal arsitektur kontemporer, dimana
gagasan ini bergantung pada banyak faktor yang mempengaruhi
periode tertentu.
Di Indonesia arsitektur kontemporer, yang ditolak ukur dalam satu
dasawarsaterakhir memiliki dominiasi oleh pengaruh langgam arsitektur

52
modern. Secara garis besar arsitektur kontemporer memiliki aspek
kekinian yang tidak terikat oleh beberapa konsep konvensional. Menurut
Gunawan, E. indikasi sebauh arsitektur disebut sebagai arsitektur
kontemporer meliputi 4 aspek,
yaitu:

1. Ekspresi bangunan bersifat subjektif,

2. Kontras dengan lingkungan sekitar,

3. Bentuk simple dan sederhana namun berkesan kuat,

4. Memiliki image, kesan, gambaran, serta penghayatan yang kuat.

Ciri dan Prinsip Arsitektur Kontemporer

Berikut prinsip Arsitektur Kontemporer menurut Ogin Schirmbeck :

1. Bangunan yang kokoh

2. Gubahan yang ekspresif dan dinamis

3. Konsep ruang terkesan terbuka

4. Harmonisasi ruangan yang menyatu dengan ruang luar,

5. memiliki fasad transparan

6. Kenyamanan Hakiki

7. Eksplorasi elemen lansekap area yang berstruktur.

Strategi Pencapaian Arsitektur Kontemporer

53
No Prinsip Arsitektur Kontemporer Strategi Pencapaian
1 Gubahan yang ekspresif dan Gubahan massa tidak berbentuk formal (kotak)
dinamis tetapi dapat memadukan beberapa bentuk dasar
sehingga memberikan kesan ekspresif dan
dinamis
2 Konsep ruang terkesan terbuka Penggunaan dinding dari kaca, antara ruang dan
koridor (dalam bangunan) dan optimalisasi
bukaan sehingga memberikan kesan bangunan
terbuka dan tidak masiv
3 Harmonisasi Ruang Luar dan Penerapan courtyard sehingga memberikan
dalam suasana ruang terbuka di dalam bangunan

Pemisahan ruang luar dengan ruang dalam


dengan menggunakan perbedaan pola lantai
atau bahan lantai.
4 Memiliki fasad yang transparan Fasad bangunan menggunakan bahan
transparan memberikan kesan terbuka, untuk
optimalisasi cahaya yang masuk ke ruang
sekaligus mengundang orang untuk datang
karena memberikan kesan terbuka
5 Kenyamanan Hakiki Kenyamanan tidak hanya dirasakan oleh
beberapa orang saja (mis : orang normal) tetapi
juga dapat dirasakan oleh kaum difabel.
Misalnya penggunaan ramp untuk akses ke

antar lantai.

54
6 Eksplorasi Elemen Lansekap Mempertahankan vegetasi yang kiranya dapat
dipertahankan yang tidak mengganggu sirkulasi
diluar maupun dalam site.

Penerapan vegetasi sebagai pembatas antara


satu bangunan dengan bangunan lain.

menghadirkan jenis vegetasi yang dapat


memberikan kesan sejuk pada site sehingga
semakin menarik perhatian orang untuk datang.
7 Bangunan yang kokoh Menerapkan sistem struktur dan konstruksi yang
kuat serta material modern sehingga memberi
kesan kekinian

1. Faktor penentu :

i. Kondisi fisik tapak

ii. Ketinggian bangunan

iii. Faktor teknis lapangan

iv. Faktor ekonomis

v. Fungsi bangunan

2. Pertimbangan – pertimbangan :

i. Daya dukung tanah, level


kedalaman titik tanah keras,

55
ketinggian air tanah.
ii. Beban dari struktur atas, kekakuan
dan kekuatan bangunan dari gaya
lateral.
iii. Pemeliharaan gedung serta metode
kerja pelaksanaan di lapangan.
iv. Fleksibilitas dan efisiensi ruang
yang dapat
mendukung kegiatan
didalamnya.
Sub structure / struktur bawah yang langsung
berhubungan dengan tanah yang berfungsi
menyalurkan beban mati dan beban hidup secara
merata ke atas lapisan tanah keras. Sedangkan
upper structure / struktur atas yang berfungsi
menyalurkan beban atau gaya dari plat lantai ke
balok dan disalurkan menuju kolom struktur
kemudian disalurkan menuju pondasi.

2.1.1 Arsitektur Vernakular dan Perkembangannnya

Dalam konteks perkembangan ilmu pengetahuan, topik Arsitektur


Vernakular dapat dikatakan masih relatif muda. Istilah vernakular sendiri
pertama kali diperkenalkan oleh Bernard Rudofsky tahun 1964 melalui
pameran yang bertema Architecture without Architects di Museum of
Modern Art (MoMA).Term vernacular ini sendiri berasal dari kata verna
(dari bahasa Latin) yang artinya domestic, indigenous, native slave, atau
home-born slave, dan dipilih oleh Rudofsky untuk mengklasifikasikan
arsitektur lokal (umumnya berupa hunian) yang ditemukannya di berbagai
belahan dunia. Dari sinilah selanjutnya dalam berbagai literatur
kontemporer makna yang paling populer bagi arsitektur vernakular adalah

56
arsitektur tanpa arsitek. Perdebatan mengenai pengertian atau definisi
arsitektur vernakular diawali oleh Rapoport dalam bukunya “House Form
and Culture” tahun 1969. Perdebatan ini terus berlangsung hingga tahun
1990, ketika Rapoport menulis artikel berjudul “Defining Vernacular
Design” dan sampai saat ini diperkirakan perdebatan itu belum
memperoleh hasil yang memuaskan. Namun demikian, pengertian ini
masih sebatas „kategorisasi‟ dalam ranah arsitektur dan baru pada tahun
1970-an hal-hal menyangkut vernakular ini mulai dipertimbangkan sebagai
bagian dalam desain arsitektur meskipun terdapat banyak sekali sudut
pandang dalam “melihat” hakikat vernakular ini.

Menurut Yulianto Sumalyo (1993), vernakular adalah bahasa


setempat, dalam arsitektur istilah ini untuk menyebut bentuk-bentuk yang
menerapkan unsur-unsur budaya, lingkungan termasuk iklim setempat,
diungkapkan dalam bentuk fisik arsitektural (tata letak denah, struktur,
detail-detail bagian,ornamen, dll). Menurut Maquire, vernakular itu
bukanlah suatu langgam atau gaya yang jadi sumber peniruan.
Signifikansi dari vernakular adalah kegunaannya sebagai suatu alat
pembelajaran. Pertama, vernakular senantiasa menunjukkan kejujuran.
Kedua, vernakular senantiasa mendemonstrasikan bagaimana suatu
karakteristik yang kompleks dapat tercipta dari suatu kejujuran, di mana
kesederhanaan berkembang menjadi suatu kompeksitas seiring dengan
pemberlakuan yang konstan. Ketiga,vernakular memiliki kualitas yang
elusif yaitu: skala yang manusiawi, karena ia diciptakan secara langsung
manusia untuk manusia. Untuk selanjutnya popularitas terminologi
Arsitektur Vernakular semakin memperoleh momentumnya sejak
didefinisikan oleh Amos Rapoport (1982) melalui diferensiasi tipologi
bangunan atas yang hadir melalui suatu tradisi disain tingkat tinggi dan
yang hadir dengan tradisi rakyat (folk tradition)”.Distinksi ini lebih sering
dikenal dengan dikotomi “high class style vs low class style”. Dalam
kelompok yang kedua,Rapoport menyebut bangunan primitif dan
bangunan vernakular sebagai bagian yang utama, sementara arsitektur
moderen menjadi kasus spesial untuk kelompok pertama. Berangkat dari

57
taksonomi ini, Rapoport kemudian membedakan bangunan vernakular
atas “pre-industrial vernacular” dan “modern vernacular”. Kategori yang
pertama lebih menunjuk pada buah evolusi bangunan primitif, sementara
yang kedua lebih berasosiasi pada komunitas masyarakat yang
melatarbelakangi kehadiran bangunan vernacular tersebut.

Kata vernakular sebenarnya lebih mengacu kepada konsep struktur


sosial dan ekonomi masyarakat kebanyakan, sehingga lokalitas,
kesederhanaan, pewarisan nilai-nilai (regenerasi) merupakan 3 hal utama
dalam kebudayaan vernakular. Arsitektur Vernakular adalah lingkungan
binaan, khususnya bangunan asli yang dirancang bangun serta dimiliki
oleh suatu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan kehidupan fisik dasar
(rumah tinggal), sosial budaya dan ekonomi suatu masyarakat, terdiri dari
tempat tinggal dan semua bangunan lain , terkait dengan konteks
lingkungan hidup dan sumber daya setempat (lokal),tumbuh dari kondisi
lokal serta masih bersifat sederhana, menggunakan teknologi sederhana,
dianut secara berkesinambungan beberapa generasi. Arsitektur
Vernakular merujuk pada karya manusia/penduduk biasa.

Beberapa karakteristik Bangunan Vernakular yaitu :

a. Arsitektur vernakular mencakup rumah tinggal dan bangunan lainnya yang


berkaitan dengan konteks lingkungan dan sumber daya setempat/lokal,
individu atau masyarakat setempat yang memilikinya, mencakup : rumah
tinggal, rumah petani di lahan pertanian, bangunan untuk menyimpan hasil
pertanian atau ternak, kincir air, bangunan tempat bekerja pengrajin,
lumbung, dan balai adat (Brunskil dalam Gartiwa,2011)

b. Bentuk arsitektur yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan dasar suatu


komunitas masyarakat, nilai-nilai, ekonomi, cara pandang hidup suatu
masyarakat tertentu. Aspek fungsi sangat dominan,namun tidak dibangun
untuk mengedepankan estetika atau hal-hal yang bersifat gaya/langgam,
kalaupun ada, sedikit sekali peranannya. Hal ini dibedakan dengan arsitektur
elit, yang dicirikan oleh unsur-unsur gaya desain sengaja dilahirkan untuk
tujuan estetik yang melampaui kebutuhan fungsional suatu bangunan

58
(Oliver,1993).
c. Arsitektur yang tanpa dirancang bangun oleh pengrajin, tanpa peran seorang
arsitek professional, dengan teknik dan material lokal, lingkungan lokal : iklim,
tradisi ekonomi (Rudofsky,1965)
d. Bentuk bangunan vernakular bersifat kasar, asli lokal, jarang menerima
inovasi dari luar, karena didasarkan pada kebutuhan manusia dan
ketersediaan material bangunan setempat. Sehingga fisik dan kualitas
estetika, bentuk dan struktur serta tipologi bangunannnya dipengaruhi oleh
kondisi geografi (Masner,1993).
e. Bangunan vernakular bersifat abadi yaitu memiliki keberlakuan yang
panjang, konstan/terus menerus yang diperoleh dari reaksi
naluriah/spontan/tidak sadar diri terhadap kondisi lingkungan alam setempat
(Jackson,1984).
f. Arsitektur vernakular adalah produk budaya pertukangan secara manual
dalam membangun yang didasarkan pada logika sederhana, diulang dalam
jumlah terbatas sebagai adaptasi terhadap iklim, bahan, dan adat istiadat
setempat.
g. Pola transfer pengetahuan dilakukan secara verbal (tidak tertulis) dari
generasi ke generasi berikutnya individu-individu dibimbing oleh suatu
rangkaian konvensi (aturan tidak tertulis), yang dibangun dalam lokalitasnya
(Oliver,1993)
Pengertian Vernakular sering juga disamakan dengan arsitektur
tradisional, namun ada sedikit perbedaan, tidak terlalu mencolok sehingga
dua pengertian tersebut serupa namun tidak sama. Pada prinsipnya
terminologi tradisional diartikan sebagai sesuatu yang dilakukan secara
turun temurun dari generasi ke generasi. Namun, arsitektur tradisional
dapat juga mencakup bangunan yang mencakup rancang bangun
kelompok elit dalam suatu masyarakat misalnya kuil dan istana, candi,
piramid, pagoda. Arsitektur vernakular merujuk pada konteks setempat
(lokal) sedangkan bangunan tradisional selain unsur lokal namun juga
terdapat unsur arsitektur elit, dicirikan oleh unsur-unsur langgam (gaya)
yang sengaja dimasukkkan oleh seorang arsitek professional untuk tujuan
estetik yang melampaui kebutuhan fungsional sebuah bangunan.
Arsitektur yang dirancang oleh arsitek profesional biasanya tidak dianggap

59
vernakular. Proses yang secara sadar dalam merancang bangunan
membuatnya tidak vernakular (Oliver,1993). Ketidaksadaran, proses tidak
sadar diri dalam kreasi bentuk bangunan adalah karakter kunci dari
vernakular.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan berbagai
paradigmanya maka dalam beberapa referensi yang ada, term vernacular
lebih dipahami untuk menyebutkan adanya hubungan dengan “lokalitas”.
Pengertian arsitektur vernakular juga dapat ditinjau dari karakteristiknya.
Menurut Salura (2010) arsitektur vernakular yang selalu ada di seluruh
belahan dunia relatif memiliki tipe yang serupa dan tema-tema lokal yang
sangat spesifik. Pendapat ini mendukung pendapat Oliver (1997) yang
menyatakan bahwa unsur-unsur kunci yang menunjukkan indikasi sebuah
Arsitektur Vernakular adalah :
a. traditional self-built and community-built buildings,

b. earlier building types,

c. architecture within its environmental and cultural contexts,

d. environmental conditions, material resources, structural systems


and technologies have bearing on architectural form, dan
e. many aspects of social structure, belief systems and behavioral patterns
strongly influence building types, their functions and meanings.
f. dwellings and other building,

g. related to their environment contexts and available resources,

h. utilizing traditional technology,

i. architecture vernacular are built to meet specific needs, accomodating the


values, economies and way of living of the culture .
Berdasarkan berbagai pendapat di atas maka saat ini, arsitektur
vernakular dapat disimpulkan sebagai arsitektur yang memiliki sifat ke-
lokal-an. Arsitektur vernakular adalah desain arsitektur yang
menyesuaikan iklim lokal, menggunakan teknik dan material lokal,

60
dipengaruhi aspek sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat setempat.
Pandangannya ini berasal dari rangkuman pandangan ahli-ahli lain yang
pernah membahasnya secara terpisah. Faktor iklim lokal (climatic factor)
terinspirasi oleh Koenigsberger dalam bukunya yang terbit tahun 1974.
Faktor teknik dan material lokal mendapat inspirasi dari Spence dan Cook
dalam bukunya (terbit tahun 1983) yang membahas pengaruh material
dan teknik lokal pada karya arsitektur vernakular. Pengaruh faktor sosial
dan budaya mendapat inspirasi dari Rapoport (terbit tahun 1969) yang
membahas secara khusus tentang faktor sosial dan budaya dalam
arsitektur vernakular.
Berdasarkan seluruh uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
secara umum arsitektur vernakular memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Diciptakan masyarakat tanpa bantuan tenaga ahli / arsitek profesional
melainkan dengan tenaga ahli lokal / setempat.

b. Diyakini mampu beradaptasi terhadap kondisi fisik, sosial, budaya dan


lingkungan setempat.
c. Dibangun dengan memanfaatkan sumber daya fisik, sosial, budaya, religi,
teknologi dan material setempat.
d. Memiliki tipologi bangunan awal dalam wujud hunian dan lainnya yang
berkembang di dalam masyarakat tradisional.
e. Dibangun untuk mewadahi kebutuhan khusus, mengakomodasi nilai-nilai
budaya masyarakat, ekonomi dan cara hidup masyarakat setempat. Fungsi,
makna dan tampilan arsitektur vernakular sangat dipengaruhi oleh aspek
struktur sosial, sistem kepercayaan dan pola perilaku masyarakatnya.

Elemen Pembentuk Arsitektur Vernakular

Berdasar elemen-elemen pembentuk arsitektur vernakular yang


ada, dapat dinyatakan bahwa arsitektur vernakular adalah sebuah
kesatuan antara bentukan fisik dan kandungan makna abstrak yang
terwujud melalui teknis, dilandasi budaya, dan dipengaruhi oleh
lingkungan.
Konsep arsitektur vernakular tersusun atas 3 elemen, yaitu: ranah, unsur,
dan aspek-aspek vernakularitas.

61
a. Ranah. Ranah adalah 1) bidang disiplin, 2) elemen atau unsur yang dibatasi.

Pengertian ini digunakan sebagai dasar memahami ranah arsitektur


vernakular.
b. Unsur

Unsur adalah 1) bagian terkecil dari suatu benda, 2) bagian benda, 3)


kelompok kecil (dari kelompok yang lebih besar). Unsur dalam konteks
arsitektur vernakular merupalan pembahasan yang dapat
memperjelas sifat
vernakularitas. Bentuk-bentuk dalam arsitektur memiliki nilai-nilai
simbolik karena simbol-simbol mengandung makna dibalik bentuk
arsitektur tersebut. Oleh karena itu arsitektur (mikrokosmos) merupakan
simbol dari alam semesta (makrokosmos). Arsitektur sebagai
mikrokosmos ditata dan diatur berdasarkan aturan yang ada pada alam
semesta. Aturan-aturan itu diwujudkan dalam penataan dan
penyusunan fisik area dan ruang, arah orientasi, perbedaan tinggi lantai,
aturan-aturan tentang penggunaan arsitektur, dan sebagainya.
Rapoport (1977) juga mengemukakan bahwa simbol dan makna
arsitektur sangat dipengaruhi oleh faktor budaya dan faktor lingkungan
sekitarnya. Faktor lain yang ikut berpengaruh adalah ekonomi, politik
dan sosial.

c. Aspek-aspek vernakularitas. Aspek-aspek vernakularitas merupakan aspek-


aspek yang menjadi elemen dasar dalam mengkaji sebuah karya arsitektur
vernakular. Dari referensi dalam bahasan ini dapat digaris bawahi 3 aspek
vernakularitas yaitu aspek teknis, aspek budaya, dan aspek lingkungan.

62
Gambar 1. Konsep Arsitektur Vernakular
sumber : Mentayani dan Ikaputra, 2011

63
Unsur Arsitektur Vernakular

Arsitektur umumnya dipahami sebagai artefak (fisik) yang memiliki makna berdasar nilai-nilai
masyarakat sehingga dapat “diterima” oleh masyarakat yang membangunnya. Menurut Rapoport
(1979), arsitektur merupakan bentuk konstruksi (pembangunan) yang mampu mengubah
lingkungan fisik (physical environment) berdasar tatanan yang dilandasi oleh tata nilai (yang
menjadi tujuan) yang dipilih oleh manusia, baik individu maupun kelompok/masyarakat. Pernyataan
ini mengandung pengertian bahwa tujuan atau tata nilai yang melandasi pengubahan lingkungan
fisik merupakan faktor penting dalam arsitektur. Selain itu, arsitektur juga merupakan hasil
pengolahan (terutama) faktor-faktor sosial budaya (abstrak). Berdasarkan penjelasan di atas maka
dalam konsep arsitektur vernakular yang dirumuskan, terdapat 2 ranah yang saling berkaitan dan
tidak dapat dipisahkan, yaitu: fisik dan abstrak. Ranah arsitektur vernakular adalah ranah fisik
(lingkungan, teknik bangunan, proses produksi, dll) dan ranah abstrak (budaya tanda, tata nilai,
fungsi, dll). Ranah fisik berupa area kajian yang membahas unsur dan aspek-aspek yang dapat
dilihat secara nyata atau tangible. Sedangkan ranah abstrak adalah area kajian yang membahas
unsur dan aspek-aspek yang bersifat intangible (tidak terlihat) namun dapat dirasakan, biasanya
memiliki pesan, makna atau ekspresi yang tersirat.
Dalam kehidupan sehari-hari, ranah fisik maupun abstrak terungkap melalui bentukan form)
dan makna dari sebuah arsitektur vernakular.
a. Unsur Bentuk Pada Ranah Fisik.

Beberapa referensi tentang arsitektur vernakular mengemukakan bahwa salah satu


karakter arsitektur vernakular adalah bentuk. Pendapat ini terungkap antara lain menurut
Fischer (1953), Morgan (1965), Rapoport(1969), Waterson (1991), Schefold (1997), Oliver
(1997). Bentuk dapat dikatakan sebagai media komunikasi untuk menyampaikan makna dan
seorang arsitek umumnya menggunakan bentuk untuk mengungkapkan maksud kepada
masyarakat. Agar komunikasi tersebut dapat diterima dengan baik maka bentuk juga harus
dapat terdefinisikan dengan baik. Hal tersebut membuat bentuk mempunyai peran yang lahir
dari fungsi, simbol, geografis maupun teknologi. Menurut Alexander (1977), bentuk yang bagus
itu bukan hanya indah, tetapi juga bisa cocok dengan keadaan sekitarnya, bukan hanya
memikirkan bangunan itu saja, tetapi harus memikirkan konteksnya.Juga harus ada alasan
dibalik kemunculan dari bentuk yang ada kemudian. Unsur yang paling menonjol adalah bentuk
sehingga sesuai dengan temuan bahwa unsur bentuk sebagai salah satu unsur dari arsitektur
vernakular. Bentuk ini bisa dipahami dari wujudnya, warna, tekstur, maupun proporsinya.
b. Unsur makna pada ranah abstrak
Makna merupakan alat untuk melihat, memahami dan mengartikan lambang atau simbol,
dimana makna dapat terungkap secara verbal (bahasa) atau melalui kata-kata dan non verbal
melalui benda atau tanda. Semua indera dapat dipakai untuk memahami suatu makna,
sedangkan yang dapat ditangkap secara visual atau dengan indera penglihatan (mata) adalah
bentuk, warna, pencahayaan dan tekstur (permukaan). Menurut Hersberger (dalam Broadbent,
dkk., 1980) pada dasarnya makna dibagi 2 (dua) yaitu: makna representasional dan makna
responsive. Makna representasional atau makna obyektif adalah makna yang muncul dari luar
dan berkaitan dengan obyek, kejadian, dan sebagainya. Sedangkan makna responsive atau
makna subyektif adalah semua yang berkaitan dengan faktor internal dan hanya dimiliki oleh
pengamat dan ditangkap oleh perasaannya sendiri.
Pembahasan tentang unsur makna dalam arsitektur vernakular tidak dapat dipisahkan
dari pembahasan mengenai simbol karena kedua hal tersebut saling melekat. Unsur makna
sebagai pesan yang ingin disampaikan dan simbol sebagai media fisiknya. Menurut Tanudjaja
(1992) karya arsitektur selain diciptakan untuk memenuhi kebutuhan manusia sebagai
penggunanya, juga merupakan gambaran akan ketakutan manusia terhadap kekuatan-kekuatan
alam yang berkaitan dengan hal-hal yang mistis atau kekuatan gaib yang melebihi kekuatan
manusia. Dengan kata lain, selain mengemban simbol pemenuhan kebutuhan manusia karya
arsitektur juga mengandung makna. Pembahasan tentang unsur makna tidak dapat dipisahkan
dari pembahasan mengenai simbol karena kedua hal tersebut saling melekat.Unsur makna
sebagai pesan yang ingin disampaikan dan simbol sebagai media fisiknya. Makna dan simbol
pada karya arsitektur dapat diungkap melalui bentuk, ritme, warna, tekstur dan sebagainya.
Sementara itu Umberto Eco (1987) melihat unsur makna dan simbol arsitektur dari sudut
lingkungan dan tempat. Dikemukakan bahwa arsitektur memiliki akna dan simbol yang sangat
tergantung kepada budaya dan tempat diciptakannya karya arsitektur tersebut. Simbol dalam
arsitektur terkait dengan simbol denotasi (manfaat atau guna yang terdapat pada sesuatu benda
yang dapat dirasakan dan dilihat secara objektif atau secara langsung), sedangkan makna
terkait dengan konotasi (makna yang terdapat pada denotasi atau nilai yang terkandung dibalik
simbol dan manfaat sebuah benda).
Simbol merupakan salah satu dari wujud kerangka pemikiran manusia
danmasyarakatnya terhadap keberadaan semesta dan Penciptanya (Pangarsa &
Tjahjono,2002). Memaknai berarti mengenal, mengetahui, memahami dan mengerti lingkungan
atauruang hunian hidupnya. Dengan demikian, simbol dan makna terkait sangat erat,
sebagaimana dua sisi mata uang, pembahasan terhadap simbol tidak dapat dipisahkan dengan
pembahasan terhadap makna yang dikandungnya. Dalam arsitektur ruang kota, sistem simbol
seringkali merupakan bagian dari politik kebudayaan sebuah bangsa karena selalu terkait
dengan makna (pesan-pesan) tertentu yang ingin disampaikan negara melalui bangunan dan
artefak fisik di dalam ruang kota.
Menurut Rapoport (1969), sebuah karya arsitektur diciptakan bukan hanya untuk
mengemban simbol atau guna semata-mata yakni sebagai tempat tinggal akan tetapi
mengandung makna yang lebih dalam daripada sekedar sebagai tempat berlindung bagi
manusia. Dalam masyarakat tradisional, arsitektur selalu dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat
religius. Hal-hal religius, sesuatu yang dianggap suci dan keramat menjadi pertimbangan utama
dalam penyusunan pola arsitektur.
Aspek-Aspek Vernakularitas

Dalam konsep arsitektur vernakular ini, aspek-aspek vernakularitas dapat dibagi atas 3,
yaitu: (1) teknis, (2) budaya, dan (3) lingkungan. Ketiga aspek vernakularitas ini dapat berada pada
ke-2 sisi ranah dan unsur sekaligus.
a. Aspek Teknis pada kedua ranah dan unsur

Komponen teknik merupakan komponen yang menyebabkan arsitektur dapat berdiri dan
terwujud dengan kekuatan, keawetan, dan fasilitas yang semestinya. Komponen ini
merupakan sebuah “sentuhan” akhir dalam proses perancangan dan pembangunan, namun
merupakan komponen yang penting karena tanpa adanya teknik dan teknologi, arsitektur tidak
dapat terwujud dan berfungsi (karena tidak pernah berdiri). Unsur keteknikan dalam bidang ilmu
arsitektur biasa disebut dengan ilmu tektonika. Istilah tektonik berasal dari kata Yunani yang
merujuk pelaksana pembangunan atau tukang kayu (Peschken, 1999). Dari pemikiran Karl
Freidrich Schinkel (1781-1841), tektonik merupakan ekspresi arsitektural yang muncul sebagai
konsekuensi prinsip mekanika yang teraplikasi dalam bangunan (Peschken, 1999).
Menurut Sekler (1973), tektonik merupakan sifat ekspresi yang terungkap akibat
resistansi statistika wujud konstruksi yang ada, sehingga ekspresi yang dihasilkan tidak hanya
sekadar dipahami dalam lingkup struktur dan konstruksinya saja. Dari pernyataan-pernyataan di
atas, tektonika dapat dipahami sebagai wujud keterkaitan Antara material, konstruksi, bentuk,
dan ekspresi pada obyek arsitektur. Dengan kata lain, dipahami sebagai piranti dasar untuk
menghasilkan ekspresi arsitektural (dampak rangkaian elemen konstruksi yang timbul) dan
meletakkan dasar pemahaman tersebut sebagai upaya untuk mengeksplorasi bentuk arsitektur
pada umumnya dan arsitektur vernakular pada khususnya.
Menurut Papanek (1995), keteknikan/teknis/metoda adalah menyangkut perpaduan
antara alat, proses dan bahan. Pengertian metoda/teknis meliputi teknologi dan hasil
teknologinya. Teknologi berupa ilmu gaya dan ilmu bangunan, khususnya pengetahuan
mengenai bahan bangunan dan cara penggunaannya. Sedangkan hasil teknologi berupa
bahan-bahan kayu bangunan, alat-alat untuk mengolah dan menggunakan bahan-bahan
tersebut. Teknologi ini digunakan untuk lebih mempermudah manusia memenuhi kebutuhannya
dan mewujudkan kebutuhan tadi dari bentuk abstrak menjadi bentuk nyata, yaitu arsitektur.
Masner (1993) memberikan definisi bahwa bangunan yang betul-betul vernakular ialah
bangunan yang didirikan dari material setempat yang tersedia di lokasi itu. Sedangkan
pengaruh gaya (style) atau penggunaan, apakah bangunan itu kandang kuda (stable), cottage,
atau bangunan tempat menggiling gandum menjadi tepung yang mesin gilingnya digerakkan
dengan air (watermill), tidak bisa dijadikan penentu apakah suatu bangunan vernakular atau
bukan. Masner juga mengatakan bahwa ciri bangunan vernakular ialah kebutuhan manusia
(human demand) yang menginspirasi tipe bangunan yang berpengaruh terhadap bentuk dan
strukturnya. Sedangkan ketersediaan material bangunan setempat merupakan ciri selanjutnya.
Masner juga mengatakan bahwa makna vernakular pada bangunan harus diasumsikan untuk
mendeskripsikan bangunan lokal atau setempat (indigenous, native, dan vernacular adalah
sinonimnya) pada area geografis tertentu.
Menurut Turan (1990) dalam buku Vernacular Architecture, arsitektur vernakular adalah
arsitektur yang tumbuh dan berkembang dari arsitektur rakyat yang lahir dari masyarakat etnik
dan berjangkar pada tradisi etnik, serta dibangun oleh tukang berdasarkan pengalaman (trial
and error), menggunakan teknik dan material lokal serta merupakan jawaban atas setting
lingkungan tempat bangunan tersebut berada dan selalu membuka diri untuk terjadinya
transformasi. Jika dirincikan secara mendetail maka unsur teknis pada arsitektur vernakular
adalah unsur-unsur yang dapat dilihat secara fisik seperti struktur, konstruksi, material dan
bahan serta proses pengerjaannya.Unsur teknis mempengaruhi dalam pembentukan sebuah
“bentuk” bangunan.
Salah satu ciri arsitektur vernakular adalah menggunakan bahan yang alami dan teknik
konstruksi yang sederhana dengan cara menyusun tiang dan balok. Penyatuan semua bagian
bangunan dilakukan dengan cara membentuk dan menyambung bagian kayu dengan beberapa
alat khusus sederhana seperti kampak, gergaji, pahat, golok (parang). Untuk kemudahan
pemasangan, seringkali tiang dan balok disambung ditanah sebelum diletakkan di atas batu
pondasi. Penyusunan tiang dan balok pada prinsipnya tidak menggunakan paku, tapi
menggunakan sambungan lubang dengan pasak, sambungan paku dan sambungan takik.
Susunan tiang-tiang tersebut bersandardi atas batu pondasi dengan stabilitas didapat dari rel-rel
melintang yang masuk ke lubang yang dibuat didalam tiang.

b. Aspek Budaya pada kedua ranah dan unsur saat ini, sebagian besar kajian terkait hunian (vernakular)
yang ada menggunakan pendekatan keilmuan antropologi dan teori kebudayaan. Menurut Rapoport
(1969), budaya adalah keseluruhan ide, adat kebiasaan dan kegiatan yang secara konvensional
dilakukan oleh masyarakat. Bentuk rumah tidak hanya hasil dari kekuatan fisik atau satu faktor
penyebab, tetapi konsekuensi dari keseluruhan faktor sosial budaya. Selain itu juga merupakan
modifikasi dari kondisi iklim, metoda konstruksi, penggunaan material dan teknologi. Faktor utama
adalah sosial budaya sedang yang lain merupakan faktor kedua. Menurut Zevi (1957 dalam Arya
Ronald, 1992), yang terkait dengan proses analisis arsitektur adalah: faktor sosial (kondisi ekonomi
negara dan sponsor individu, pandangan hidup, dan hubungan sosial), faktor intelektual (impian, mithos,
agama/ kepercayaan dan inspirasi), faktor teknik (kemajuan ilmu pengetahuan yang diaplikasikan pada
hasil kerajinan dan industri) dan idealisme formal serta keindahan. Arsitektur yang berupa bentukan luar
merupakan hasil dari ekspresi dalam yang berupa sosial budaya, perilaku dan sistem nilai.
Dalam konteks perwujudan bentuk arsitektur vernakular diupayakan tampil sebagai
ekspresi budaya masyarakat setempat, bukan saja yang menyangkut fisik bangunannya, tetapi
juga semangat dan jiwa yang terkandung di dalamnya. Hal ini memperjelas bahwa betapa
pentingnya rumah bagi manusia, dan mereka masih mengikuti aturan-aturan yang berlaku serta
pola-pola yang telah diikuti sejak jaman dulu. Patokan tersebut karena dipakai berulang-ulang,
akhirnya menjadi sesuatu yang baku, seperti patokan terhadap tata ruang, patokan terhadap
pola massa, atau patokan terhadap bentuk, struktur bangunan, maupun ornamennya.
c. Aspek Lingkungan pada kedua ranah dan unsur.

Kajian arsitektur vernakular sangat erat kaitannya dengan lingkungan dan budaya
dimana manusia lahir, tumbuh dan berkembang. Oliver (1987; 1997) menjelaskan beragamnya
tipe hunian (dwelling) di berbagai tempat karena perbedaan budaya dan lingkungan alam
masyarakat pembangunnya. Sementara itu, Rapoport (2006) mengidentifikasi sekurangnya
terdapat 1.278 lingkungan buatan (built environment) yang berbeda karena perbedaan
lingkungan alamnya. Identifikasi yang dilakukan oleh Rapoport diperoleh dari Encyclopedia of
Vernakular Architecture of the Word (Oliver [ed], 1997) yang merupakan salah satu karya yang
menandai diakuinya keberadaan arsitektur vernakular serta perlunya kajian tentang arsitektur
vernakular yang tersebar di berbagai belahan dunia.
Menurut Papanek (1995), arsitektur vernakular merupakan pengembangan dari arsitektur
rakyat yang memiliki nilai ekologis, arsitektonis dan alami karena mengacu pada kondisi alam
budaya dan masyarakat lingkungannya (Papanek, 1995). Sementara menurut Oliver (1997),
dalam arsitektur vernakular terdapat saling pengaruh antara unsur alam/lingkungan dengan
budaya masyarakatnya. Dalam pembentukan setting lingkungan terdapat beberapa unsur yang
dapat dijadikan pendekatan, antara lain:
1) Climate : kutub and semi kutub, berkaitan dengan benua, gurun, kelautan, laut Tengah, Tropis, sub
tropis.
2) Location and Site : perladangan, pantai, padang pasir, hutan, padang rumput, dataran rendah,
kelautan, lereng, dataran tinggi, lembah.
3) Natural Disaster : gempa bumi, banjir, longsor, salju, topan tropis,

4) Population : dari tempat asli, dampak kepadatan, pertumbuhan, migrasi, urbanisasi.


5) Settlement : mengelompok, bersatu, daerah tertutup, acak, grid, linear, titik, organic, daerah
antara/pinggiran.
Sementara menurut Anselm (2006), arsitektur vernakular lebih menonjolkan pada tradisi dan
sosial budaya masyarakat sebagai ukuran kenyamanan manusia. Oleh karena itu, arsitektur
vernakular mempunyai bentuk atau style yang sama di suatu tempat tetapi berbeda dengan
ditempat yang lain dengan menyesuaikan tradisi dan kondisi sosial-budaya masyarakatnya.
Menurut Mitchel and Bevan (1992) arsitektur vernakular mengandung empat komponen kunci yang
berasal dari kondisi lokal, yakni (1) faktor iklim, (2) faktor teknik dan material, (3) faktor sosial dan
budaya, dan (4) faktor ekonomi masyarakat. Arsitektur tidak dapat dipisahkan dengan lingkungan
dimana ia berada, karena lingkungan sangat terkait erat dengan manusia yang mendiaminya.
Manusia memanfaatkan lingkungannya dalam rangka memenuhi kebutuhannya dengan
mengembangkan kreativitasnya yang pada akhirnya sangat berpengaruh terhadap bentuk dan
corak lingkungan buatannya (arsitektur) yang berimplikasi terhadapkebudayaannya (Rapoport,
1969).
Semua budaya vernakular secara umum menurut Oliver (1995) merupakan bentuk spesifik
yang berada dalam konteks lingkungan, sedangkan menurut Rapoport (1977) tentang cultural
landscape disebutkan semua pertumbuhan yang humanis cenderung mengarah secara vernakular.
Rapoport juga menyatakan bahwa landscape memiliki culture khusus, dimana satu lokasi memiliki
karakter yang berbeda dengan yang lain. Kegiatan yang dilakukan ini ada yang berada di dalam
rumah, maupun ada yang berada di luar rumah.
Menurut Leach (1997), hal penting yang dapat dipelajari dari arsitektur vernakular adalah
dialog manusia dengan lingkungan, tanggapan terhadap faktor-faktor lingkungan, keterbatasan
material, budaya dan teknologi serta dalam konteks relasi sosial. Oleh karenanya, kini semakin
disadari bahwa keberadaan bangunan selalu terlingkupi oleh faktor lingkungan fisik dan sosial-
budaya; sebab ia tidak lahir di dalam ruang kosong, melainkan di dalam jejaring kehidupan
manusia.
Bangunan vernakular merupakan bangunan yang mempunyai keunikan tersendiri. Menurut
Gutierrez (2004), keunikan bangunan vernakular disebabkan oleh membangunnya yang turun
temurun dari ancient tradition, baik dari segi pengetahuan maupun metodenya (trial and error).
Sesuai dengan kebutuhan dan kebiasaan masyarakatnya serta menyesuaikan dan tahan terhadap
lingkungan alamnya, sehingga bangunan vernakular tetap eksis hingga sekarang.
Romo Manguwijaya dalam buku Wastu Citra juga memberikan pendapat yang hampir
senada mengenai definisi dari arsitektur vernakular itu sendiri. Menurut beliau, arsitektur vernakular
itu adalah pengejawantahan yang jujur dari tata cara kehidupan masyarakat dan merupakan
cerminan sejarah dari suatu tempat.Jadi arsitektur vernakular bukanlah semata-mata produk hasil
dari ciptaan manusia saja, tetapi yang lebih penting adalah hubungan antara manusia dengan
lingkungannya.
Contoh Karya belum di isi

BAB 4
ANALISA

Kriteria Pemilihan Tapak

Kriteria pemilihan tapak dipertimbangkan berdasarkan :

i. Aksesbilitas

ii. Kondisi lingkungan

iii. Target pasar

iv. Potensi tapak

v. Kondisi existing tapak

Latar Belakang Pemilihan Tapak

Lokasi di tempatkan di daerah Kawasan Ekonomi Kusus (KEK), kecematan


Palu utara, kota Palu, Sulawesi Tengah. Pemilihan tapak ini didasari oleh
kawasan ini merupakan kawasan bisnis dan industri terpusat di Sulawesi
Tengah, pada area sekitar tapak belum terdapat Mall, Hotel dan kantor
sewa yang berguna sebagai fasilitas penunjang untuk masyarakat sekitar
tapak / pengunjung. Area ini juga termasuk dalam area rawan bencana
yang bertingkat rendah-menengah.

Lokasi Tapak

Lokasi tapak yang hendak dijadikan untuk perancangan tugas ini berlokasi
di Jl. Mangu, Kecamatan Palu Utara, Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Analisis luas bangunan atau optimasi KDB – KLB

Informasi Tapak

Lokasi tapak yang berada dalam 2 sisi jalan utama yang dapat dilalui
oleh kendaraan mobil dan motor. Jalan ini merupakan jalan utama
dengan lebar 18 meter dan dapat dilalui dari dua arah, hal ini
mempunyai segi positif karena sirkulasi menuju ke lokasi site menjadi
jelas dan mudah dicapai.

Orientasi Tapak

Orientasi dipertimbangkan terhadap sudut pandang pengamat dari dua


sisi jalan yang menuju ke srengseng serta jalan tol menuju gerbang tol
kebun jeruk Jakarta barat. Maka hasi dari pengamatan dapat
dipertimbangkan terhadap kedua jalan tersebut dengan aktivitasnya
masing – masing.

Konsep Tapak

Pada tapak ini diklasifikasikan areaa Entrance dibagi menjadi :

Pencapaian Menuju Bangunan

Pencapaian menuju site dapat menggunakan jalur tol Jakarta – Tangerang,


nilai lebih dari lokasi site ini akses keluar pintu tol hanya 5 menit dari pintu
tol kebun jeruk. Didukung lokasi site yang strategis sehingga
mempermudah dalam melakukan aktivitas kantor.

Sistem Struktur

Berdasarkan hasi analisis maka sistem struktur yang dipilih adalah :


1. Struktur bawah :

Pada lantai basement menggunakan sistem pondasi box atau raft


pondation, untuk bagian bangunan apartemen terdiri dari core inti sebagai
fasilitas utilitas utama bangunan serta sebagai struktur dari bangunan itu
sendiri. Penyaluran beban dari kolom struktur disalurkan menuju pilecap
kemudian diterima oleh titik tiang pancang.
2. Struktur bangunan :

Struktur rangka menggunakan sistem plate and slab atau plat dan balok
dari beton bertulang, serta didukung oleh dinding yang berfungsi sebagai
struktur yaitu core wall.
3. Struktur atas :

Penggunaan rangka atap menggunakan atap pelat beton dengan finishing


penanaman taman rumput guna ikut berperan serta dalam mengkondisikan
udara yang penuh dengan polusi kendaraan.

Sistem Utilitas

Dalam bangunan sangatlah diperlukan sistem utilitas yaitu pekerjaan


instalasi mekanikal dan elektrikal guna dapat melakukan aktivitas kegiatan
yang sedang berlangsung dalam bangunan itu sendiri. Adapun penjelasan
dari pekerjaan mekanikal elektrikal sebagai berikut :

Pencahayaan :

1. Pencahayaan alami dengan memberi bukaan disepanjang koridoor


sehingga pada siang hari dengan optimal pencahayaan bisa
menerangi tiap lantai. Dan untuk area pusat perbelanjaan dengan
menggunkan sky light glass tempered 20mm
2. Untuk cahaya buatan hanya digunakan pada ruang – ruang hunian
serta setiap retail – retail dengan menggunakan armature lampu
downlight 13watt, RMO TL balok 1 x 36 watt.

Pengudaraan :

Sistem pengkondisian udara dengan sistem atrium pada hall di area pusat
perbelanjaan serta jendela, grill – grill di ruang pompa, mesin genset, ruang
panel – panel utama.
Pengudaraan buatan dengan menggunakan AC VRV ( variabel reducing
valve ) untuk ruang hunian dan pusat perbelanjaan, serta ruang lobby mal
dan hotel.
Pencegahan Kebakaran :

Salah satu sistem yang hendak diterapkan pada proyek mix use ini
dengan menggunakan sistem :
Aktif :

Dengan sistem instalasi fire alarm yang terkoneksi dengan fire


sprinkler dengan menggunakan sistem resistant, bilamana terdapat
perbedaan suhu temperatur diruangan maka secara otomatis Head
Detector akan memberikan sensor kepada alarm bell yang berada di
box hydrant. Dan untuk asap akan terdeteksi oleh Smoke detector.
Dengan otomatis head sprinkler akan pecah dan memancarkan air ke
segala arah yang terletak dibawah plafond.

Pasif :

Dengan menggunakan fire extinguisher portable kelas A,B,C. serta


tangga darurat kebakaran.

Plumbing :

1. Sistem plumbing meliputi :

2. Instalasi air bersih : sistem Down Feet

3. Instalasi air kotor : diterima oleh septiktank lalu diolah ke


STP
4. Instalasi air kebakaran : dari ground water tank
Keamanan :

Keamanan pembangunan dengan menggunakan instalasi CCTV,


sistem alarm, security, pintu otomatis sistem sensor.

Telekomunikasi :

Instalasi ini meliputi :

1. Telepon : menggunakan MDF yang disuplai dari pihak telkom


lalu ditransfer ke IDF tiap lantai lalu dipecah ke setiap line – line
outlet telp.
2. Intercom : untuk hubungan langsung antar ruang dan zone
yang berbeda.
3. Back ground : untuk area pusat perbelanjaan yang disuplai oleh
sistem conference yang disuplai oleh satu unit perangkat sound
system.
4. Car call : yang berfungsi untuk memberikan informasi untuk
sopir melalui stand mix yang di suplai oleh sound system.

Penangkal Petir :

Sistem pentanahan sangatlah penting untuk menjaga dari arus kuat


petir, untuk bangunan ini menggunakan sistem penangkal petir
farraday karena dengan radius yang cukup luas posisi letak penangkal
petir diletakkan di area tower apartemen.
Pembuangan sampah :

Pembuangan sampah secara manual, yang ditampung pada rumah


bak sampah yang berada dibasement. Untuk area pusat perbelanjaan
dan hunian sampah organik dan non organik menjadi satu.

Daftar Pustaka :

1. Carr, Stephen and Lynch.1981.open space : freedom and control.

Lisa Taylor, Urban open space. The Smithsonian Instituions. London

2. Rubenstain, Harvey, M.1992. Pedestrian Mall, Streetscapes and


urban space. J

Anda mungkin juga menyukai