Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun oleh :
Dosen pengampu :
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana telah memberikan kami
semua kekuatan serta kelancaran dalam menyelesaikan makalah mata kuliah Agama
Islam yang berjudul “Agama menjamin kebahagiaan” dapat selesai seperti waktu yang telah
kami rencanakan. Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas dari berbagai pihak yang telah
memberikan bantuan secara materil dan moril, baik secara langsung maupun tidak langsung
Selain untuk menambah wawasan dan pengetahuan penyusun, makalah ini disusun
untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Agama Islam. Makalah ini membahas
tentang Agama menjamin kebahagiaan.
Tak ada gading yang tak retak Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari
pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah-makalah selanjutnya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Agama dalam bahasa Arab dan dalam Al-Qur’an disebut Din yang diulang sebanyak
92 kali. Menurut arti bahasa (etimilogi) berarti menguasai, ketaatan dan balasan.
Sedangkan menurut istilah (terminologi), din memiliki makna keyakinan, hukum dan
norma yang akan mengantarkan manusia kepada kebahagiaan hidup di dunia dan di
akhirat. Fungsi dan kedudukan agama dalam kehidupan manusia adalah sebagai
pedoman, aturan dan undang-undang Tuhan yang harus ditaati dan mesti dijalankan
dalam kehidupan.
Menurut Al-Alusi: bahagia adalah perasaan senang dan gembira karena bisa
mencapai keinginan atau cita-cita yang dituju dan diharapkan.
Menurut Ahmad Asy-Syarbashi, kebahagiaan aalah terwujudnya pelaksanaan
kewajiban. Sebab dengan melaksanakan kewajiban kepada Tuhan, seseorang akan
merasakan dan memiliki kenikmatan rohani yang luar biasa.
Al Ghazali dalam kitab Mizanul Amal: menyebutkan bahwa as sa’adah (bahagia)
terbagi menjadi dua yaitu bahagia hakiki dan bahagia majasi.
Ibnul Qayyim al-Jauziyah berpendapat bahwa kebahagiaan adalah perasaan senang
dan tentram karena hati sehat dan berfungsi dengan baik.
1.2 Rumusan Masalah
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
Harun Nasution menggabungkan inti sari yang terkandung dalam beberapa
istilah agama. Ia mendefinisikan agama sebagai ikatan yang harus dipegang dan
dipatuhi oleh setiap orang. Karena ikatan ini berasal dari suatu kekuatan yang
lebih tinggi dari manusia dan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap
kehidupan sehari – hari.
Islam berasal dari Bahasa Arab adalah agama yang disyariatkan oleh Allah
sejak nabi Adam as. Dasar dari agama Islam tidak berubah meski sudah
termakan zaman. Syariat yang dibawah oleh Nabi Muhammad saw. akan selalu
tetap sampai datangnya hari kiamat karena syariat tersebut sudah sesuai dengan
perkembangan waktu (li kulli zaman) dan perkembangan tempat (li kulli makan).
(Shaodiq : 1998 : 142)
6
hidup manusia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa agama Islam adalah suatu
keyakinan, penyembahan, dan aturan – aturan Allah yang mengatur segala
kehidupan manusia dalam berbagai aspek, baik hubungan vertical maupun
hubungan horizontal.
َّ ْ َ ُ َ ُ َ ِّ ُ ه
اّٰلل نف ًسا ِاَل ُو ْس َع َها َل يكلف
Selain itu, orang yang yakin dengan agamanya tidak akan menganggap
setiap cobaan berat yang menimpanya adalah suatu kemalangan untuk
dirinya. Karena Ia tau bahwa Allah yang lebih mengetahui mana yang baik
dan buruk bagi setiap individu. Allah berfirman dalam surat Al – Baqarah
ayat 216 :
ْ َ ُ َّ َ ُ َ ُ ْ َ ْ َ ُ َّ ُ ُ ُ َ ْ ُ ُ ْ َ َ َ ُ
ال َوه َو ك ْر نه لك ْم ۚ َو َع ٰٰٰٓس ان تك َره ْوا ش ْي ًٔـا َّوه َو خ ْ ني لك ْم ۚ َو َع ٰٰٰٓس انك ِتب عليكم ال ِقت
َ َ َ َ ُ ْ َ َ ُ ُ ُّ ْ َ ْ ًٔ َّ ُ َ ََ ٌّ َّ ُ ْ َ ه
اّٰلل َي ْعل ُم َوانت ْم َل ت ْعل ُم ْونت ِحبوا شيـا وهو ش لكم ِۗ و
7
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan
bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu
baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak
baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
3. Kedamaian batin
Seorang yang beriman tidak akan merasa cemas atas apa yang akan
menimpanya dikemudian hari. Ia yakin bahwa apa yang akan terjadi adalah
ketetapan yang sudah diatur Allah dan apa yang sudah Ia miliki hanya
titipan dari Allah.
4. Pengendali moral
Islam mengatur segala hal yang bersifat moral dalam kehidupan
manusia termasuk hubungan antar sesame manusia (hablum minannas).
Salah satunya adalah ayat Al – Quran yang mengatur hubungan orang tua
dan anak yang berbunyi :
َٓ ُ ُ َ ْ َ َْ َُ ِۗ ً َ ْ ٰٓ َّ ٰٓ ُ َ َّ َ َ ٰ َ
َوق ِض َرُّبك اَل ت ْع ُبد ْوا ِاَّل ِا َّي ُاه َو ِبال َو ِالد ْين ِا ْح ٰسنا ِا َّما َي ْبلغ َّن ِعندك ال ِك ََ َي ا َحده َما ا ْو
َ ً َ َّ ُ ُ ْ َ َ ٍّ ُ ٓ َ ُ َّ ْ ُ َ َ َ َ ُ ٰ
ف َّوَل تن َه ْره َما َوق ْل ل ُه َما ق ْوَل كر ْي ًما ِكلهما فَل تقل لهما ا
8
2.1.3 Kebutuhan Manusia Pada Agama
Pada ayat diatas, disebutkan bahwa ada potensi ditrah beragama pada
manusia sejak dilahirkan. Setiap manusia memiliki insan, dimana manusia
menerima pelajaran dari Tuhan tentang apa yang tidak diketahuinya.
Manusia sendiri dilengkapi dengan kemampuan mengenal dan memahami
keberanan dan kebaikan dari Sang Pencipta.
9
untuk mengoptimalkan potensi dalam berbuat kebaikan adalah dengan cara
mendekatkan diri kepada Allah dengan bimbingan agama.
Tantangan muncul karena faktor dari dalam maupun dari luar. Faktor
dari dalam dapat berupa hawa nafsu dan bisikan setan, sedangkan faktor
dari luar berupa rekayasa dan upaya – upaya yang dilakukan dengan sengaja
untuk memalingkan diri dari Allah. Agama dapat dijadikan sebagai
pedoman setiap manusia agar mampu menghadapi tantangan yang dialami
dalam hidupnya (Nata, 2011).
Materi bukan penentu kebahagiaan dalam hidup seseorang. Banyak diantara orang –
orang sukses yang meraih kekayaan dan kedudukan tinggi merasa menderita. Pada
dasarnya rasa bahagia timbul dari suasana hati seseorang, namun suasana hati yang sehat
hanya tercipta melalui iman. Iman sendiri hanya bisa ditingkatkan dengan petunjuk –
petunjuk agama.
Al – Alusi berpendapat bahwa bahagia adalah perasaan senang dan gembira karena
dapat mencapai cita – cita yang diharapkan. Misalkan, seseorang yang dinyatakan lulus
memasuki universitas dengan jurusan yang dicita – citakannya, Ia mengekspresikan
kegembiraannya dengan berteriak histeris dan melakukan sujud syukur. Berbeda dengan
Al – Alusi, Ahmad Asy – Syarbashi mengatakan bahwa bahagia adalah terwujudnya
pelaksanaan kewajiban. Kewajiban yang dimaksudkan disini adalah kewajiban terhadap
Allah. Seseorang yang telah melaksanakan kewajibannya akan merasakan kenikmatan
10
rohani luar biasa yang hanya dirasakan bagi orang yang memperjuangkan
keistiqamahannya dalam menunaikan kewajiban kepada Allah.
Dalam kitab Mizamul Amal, Al Ghazali mengatakan bahwa bahagia terbagi menjadi
dua, yaitu bahagia hakiki dan bahagia majasi. Bahagia hakiki adalah kebahagiaan yang
diperoleh dengan iman, ilmu, dan amal. Kebahagiaan hakiki bersifat rohani dan abadi
yang berupa kedamaian hidup seseorang berasal dari hati. Sedangkan bahagia majasi
adalah kebahagiaan duniawi yang diperoleh oleh orang yang beriman maupun yang tidak
beriman. Berbeda dengan kebahagiaan hakiki, Bahagia majasi bersifat fana dan
sementara. Misalnya adalah jabatan tinggi, kekayaan, rumah mewah, dan lainnya.
Sebagaimana yang dijelaskan Ibnul Qayyim al-Jauziyah, hati yang sehar memiliki
karakteristik sebagai berikut :
1. Selalu beriman kepada Allah dan menjadikan Al – Quran sebagai obat untuk
hati
2. Selalu berorientasi ke masa depan dan akhirat
3. Selalu mendorong pemiliknya untuk kembali kepada Allah
4. Selalu mengingat Allah dan tidak senang kepada selain Allah
5. Selalu menyadarkan diri apabila melupakan Allah karena urusan dunia
6. Selalu mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan ketika melaksanakan shalat
7. Selalu memperhatikan waktu agar tidak terbuang dengan sia – sia
8. Selalu berorientasi kepada kualitas amal sholih selama hidup
Apabila karakteristik diatas sudah dimiliki oleh seseorang, maka dapat dipastikan
orang tersebut telah memiliki hati yang sehat. Namun, jika tidak ada karakteristik tersebut
dalam hati seseorang, dapat diartikan bahwa hati mereka sakit. Hati yang sakit tidak dapat
mencintai Allah, sehingga harus segera dicari obat agar hatinya kembali menjadi sehat.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan hati menjadi sakit, yaitu :
11
1. Banyak bergaul dengan orang – orang jahat
2. Banyak berangan – angan atau berhayal
3. Menggantung diri kepada selain Allah
4. Terlalu kenyang dalam makanan haram
5. Terlalu banyak tidur
6. Berlebihan dalam melihat hal – hal yang tidak berguna
7. Berlebihan dalam berbicara
2.3 Menggali Sumber Historis, Filosofis, Psikologis, dan Pedagogis Tentang Pemikiran
Agama Sebagai Jalan Menuju Kebahagiaan
Secara teologis, beragama merupakan fitrah manusia. Apabila manusia hidup sesuai
fitrahnya, maka manusia tersebut akan bahagia. Sebaliknya, apabila ia hidup tidak sesuai
dengan fitrahnya, maka ia tidak akan atau kurang bahagia.
1. Secara historis, pada sepanjang sejarah kehidupan manusia, beragama
merupakan kebutuhan dasar manusia yang hakiki. Dengan akalnya, manusia
mencari Tuhan dan bisa sampai kepada Tuhan. Namun, penemuannya perlu
konfirmasi Tuhan melalui wahyu, agar manusia dapat menemukan yang
hakiki dan akhirnya manusia dapat berterimakasih (bersyukur) kepada Tuhan
atas segala nikmat yang diperolehnya, terutama nikmat dapat menemukan
Tuhan dengan akalnya tersebut.
2. Dalam kajian filosofis, dikenal sebuah aliran Eudaimonisme, yaitu aliran
yang berpandangan bahwa kebahagiaan adalah segala tujuan dan tindak
tanduk manusia. Tetapi perlu digarisbawahi bahwa setiap sudut pandang
meyakini bahwa kebahagiaan tidak dimaksudkan sebatas perasaan subjektif
sebagai bahagia, dalam artian senang atau gembira, dalam aspek emosional,
tetapi kebahagiaan lebih mendalam dan objektif menyangkut seluruh aspek
kemanusiaan yang meliputi aspek moral, sosial, emosional, dan rohani.
3. Secara psikologis, menusia menurut Al-Qur’an adalah makhluk rohani,
jasmani, serta sosial. Sebagai makhluk rohani, manusia membutuhkan
ketenangan jiwa, ketentraman hati, dan kebahagiaan rohani. Kebahagiaan
rohani hanya akan didapat jika dekat dengan pemilik kebahagiaan yang
hakiki, yaitu Allah SWT. Agar jiwa bisa dekat dengan Allah SWT, maka
hendaknya mensucikan hati dari kotoran dan sifat-sifat tercela. Caranya
12
adalah dengan beragama, karena hanya agama mampu memberikan
penjelasan dan hanya agama pula yang memiliki otoritas untuk
menjelaskannya. Tanpa agama, manusia akan salah jalan dalam menempuh
untuk bisa dekat dengan Allah SWT untuk memenuhi kebaahagiaan rohani.
Dalam suatu kajian psikologi yang lain, disebutkan bahwa puncak
kebahagiaan manusia adalah pada jiwanya, sedikit berbeda dengan kajian
ilmu sosial yang meletakkan asas sosial seperti harkat, martabat, dan pangkat
sebagai puncak kebahagiaan.
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup seorang diri untuk mencapai
tujuan hidupnya secara horizontal, manusia membutuhkan interaksi dengan sesamanya,
dalam artian kepada sesama makhluk yang diciptakan, baik antar sesama manusia
maupun manusia dengan lingkungannya (flora dan fauna disekitarnya). Sedangkan secara
vertikal, manusia membutuhkan interaksi dengan Dzat yang menjadi sebab ada dirinya
beserta sekelilingnya, dalam artian yang menciptakannya. Yang menjadi pencipta
manusia tentulah merupakan Dzat yang terwujud dengan sendirinya, tidak membutuhkan
Dzat lain. Dzat yang wujud (ada) dengan sendirinya disebut wujud hakiki, sedangkan
suatu perkara yang wujudnya tergaantung kepada yang lain desibut wujud idhafi. Wujud
idhafi sangat bergantung kepada wujud hakiki. Itulah sebabnya manusia merupakan
wujud idhafi yang membutuhkan wujud hakiki, yaitu Allah SWT. Allah lah yang
menghidupkan, mematikan, memuliakan, menghinakan, menjadikan kaya, memiskinkan,
Allah Yang Zahir Yang Batin, dan Allah yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu
2.4 Membangun Tauhidullah Sebagai Satu – Satunya Model Beragama yang Benar
Sebagaimana telah diketahui bahwa misi utama Rasulullah SAW diutus sebagai
Rasul, sama seperti Rasul-Rasul sebelum beliau, yaitu mengajak manusia kepada Allah
(ajaran tauhid). Kalimat tahlil (Laa ilaaha illa Allah) adalah landasan teologis aagama
yang dibawa oleh Rasulullah SAW serta seluruh Nabi dan Rasul. Makna kalimat tersebut,
yaitu :
13
5. Tidak ada yang harus dituju kecuali Allah
6. Tidak ada yang harus ditakuti kecuali Allah
7. Tidak ada yang harus diminta ridanya kecuali Allah
Kalimat laa ilaaha illa Allah merupakan kalimat thayyiban (kalimat yang baik) yang
digambarkan oleh Al-Qur’an laksana sebuah pohon dengan akarnya tertancap ke dalam
tanah, batangnya berdiri tegak dan kokoh, dahan dan rantingnya menghasilkan buah-
buahan yang lebat serta bermanfaat bagi manusia. Makna ayaat secara majasi bahwa jika
akarnya baik, buah yang dihasilkan akan baik dan lebat pula, dan sebaliknya. Jika
akarnya tidak baik, maka buah pun tidak akan ada. Demikian pula dengan tauhidullah,
apabila tauhidullah sudah benar dan baik, maaka segala sesuatu yang dikerjakan akan
menjadi baik dan benar pula, sebaliknya jika tauhidullahnya tidak baik, maka sesuatu
yang dikerjakan menjadi sia-sia dan mubazir.
1. “Barang siapa mencari agama selain Islam sebagai agama, maka tidak akan
diterima dan di akhirat termasuk orang yang merugi.” (QS Ali Imran/3: 85).
2. “Sesungguhnya agama yang diridai Allah adalah agama Islam.” (QS Ali
Imran/3: 19).
14
3. “Maka apakah mereka mencari agama selain agama Allah, padahal hanya
kepada-Nya menyerahkan diri segala yang di langit dan di bumi, baik
dengan suka maupun terpaksa, dan hanya kepada Allah mereka
dikembalikan.” (QS Ali Imran/3: 83).
Oleh karena itu, siapapun harus berhati-hati dalam menjaga tauhidnya, karena
tauhidullah adalah satu-satunya jalan menuju kebahagiaan hidup dunia akhirat. Menurut
Said Hawa, berikut merupakan hal-hal yang dapat merusak Tauhidullah, yaitu :
15
kaum yang mau berpikir.” (QS Ar-Ra‟d/13: 2). “Sesungguhnya pada yang
demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang menggunakan akalnya.”
(QS Ar-Ra‟d/13: 4). “Sesungguhnya di dalam penciptaan langit dan bumi,
pergantian siang dan malam ada tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal yaitu mereka yang berzikir kepada Allah ketika berdiri, duduk, dan
berbaring dan mereka berpikir tentang penciptaan langit dan bumi” (QS Ali
Imran/3: 190-191).
Tidaklah seseorang berpaling dari Allah kecuali karena lupa, dan
tidak ada sikap lupa kecuali di belakangnya ada permainan dan perlu diingat
bahwa seluruh kehidupan dunia itu adalah permainan belaka. “Sesungguhnya
kehidupan dunia itu hanyalah permainan.” (QS Muhammad/47: 26). “Telah
dekat hari perhitungan kepada manusia padahal mereka dalam keadaan
lupa dan berpaling. Tidaklah datang kepada mereka peringatan dari Tuhan
kecuali mereka mendengar sambil bermain-main, dan hati mereka lalai.”
(QS Al-Anbiya/21: 1-2).
5. Al-Ijram (berbuat dosa)
Bebaskanlah diri dari ijrām yakni perbuaant dosa. Allah melukiskan
sikap ini dalam firman-Nya, “Sekali-kali tidak, tetapi apa yang mereka
kerjakan mengotori hati mereka.” (QS AlMuthaffifin/83: 14). “Demikian
juga kami memasukannya pada hati orang-orang berdosa, tetapi mereka
tidak mengimaninya dan telah berlalu sunnah (kebiasaan) orang-orang
terdahulu.” (QS Al-Hijr/15: 12-13).
6. Sikap ragu menerima kebenaran
Bebaskanlah diri dari sikap ragu-ragu menerima al-ḫaq (kebenaran)
jika kita melihat perkara kebenaran itu begitu jelas. Allah berfirman, “Kami
membolak-balik hati mereka dan penglihatan mereka seperti ketika mereka
tidak percaya pada yang pertama kali, dan kami peringatkan mereka, dan
mereka sedang berleha-leha dalam kesesatannya.” (QS Al-An‟am/6: 110).
16
2.5 Konsep Kebahagiaan dalam Perspektif Islam
Dalam menjalani kehidupan di dunia, manusia sudah tentu mencari kebahagiaan.
Namun, tidak semua manusia memperoleh kebahagiaan tersebut. Hidupnya senantiasa
diliputi kegelisahan dan kegundahan, selalu kebencian, prasangka buruk, amarah, dan
dendam. Penyebabnya adalah sebagian manusia tidak tahu bagaimana cara meraih
kebahagiaan dalam hidup. Ada yang meyakini bahwa kebahagiaan adalah keberhasilan
mencapai puncak karirnya, ada juga yang meyakini bahwa bahagia adalah
keberhasilannya dalam rumah tangga, dan ada pula yang meyakini adalah saat mampu
berbuat baik dimanapun dan kapanpun. Bermacam-macam orientasi kebahagiaan dalam
benak manusia, ada yang berorientasi duniawi, ukhrawi, maupun keduanya.
Menurut hasil kajian yang tercakup dalam buku tersebut, di dalam Al-Qur’an banyak
terdapat redaksi la’lakum tuflihuna, hal tersebut menunjukkan bahwa semua perintah
Allah dimaaksudkan agar hidup kita bahagia dengan cara melakukan perbuatan yang
dapat mengantarkan kepada kebahagiaan. Secara lebih detail, penulis menjabarkan cara
meraih kebahagiaan dalam hidup berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an sebagai berikut :
17
Memaafkan memiliki manfaat yang besar dan akan kembali kepada diri kita
sendiri, yaitu mengibati sakit hati. Menurut Al-Qur’an, obat terbaik untuk
mengibati sakit hati adalah tidak membalas sakit hati, menahan diri untuk
kemudian memaafkan. Dengan memaafkan, hidup akan selalu bahagia, sebab
memaafkan tidak lahir kecuali dari dari hati yang bahagia.
4. Keempat, menjauhi buruk prasangka.
Secara psikologis, berbuurk sangka akan menyebabkan berbagai penderitaan
jiwa, yaitu marah, cemas, dan berbagai emosi negatif lainnya.
5. Kelima, menjauhi kebiasaan mudah marah ketika menghadapi atau tertimpa
sesuatu.
Marah dapat berpengaruh pada kesehatan fisik dan pikiran, serta dapat
menyebabkan stress. Selain itu, marah berkepanjangan akan menimbulkan
kebencian dan melahirkan dendam. Dengan demikian hidup menjadi tidak
bahagia dan hanya akan melahirkan penyakit.
6. Keenam, mengurangi keinginan yang bersifat duniawi dengan zuhud dan
qana’ah.
Terkadang banyak keinginan tidak realistis yang menjadikan diri tertekan
sebab tidak semua keinginan dapat dicapai. Biasanya keinginan datang dari
luar diri, maka buanglah keinginan-keinginan yang sebenarnya tidak
dibutuhkan. Tentukan keinginan diri sendiri dan kurangi sebab tidak ada cara
paling mudah menghilangkan stress kecuali mengurangi keinginan untuk
mencapai segalanya.
18
ciptaan-ciptaan lainnya. Selanjutnya, Allah meletakkan kebehagiaan tersebut
dalam hati seseorang yang Dia kehendaki. Dengannya, memungkinkan orang
tersbut untuk merasakan kebahagiaan. Sabeliknya, orang tersebut dapat
meraasakan kegundahan apabila Allah berkehendak mencabut kebahagiaan
tersebut.
Ketika mengetahui hal ini, maka sebelum manusia memutuskan untuk
mengejar kebahagiaan, hendaknya ia mengejar terlebih dahulu pencipta
kebahagiaan tersebut. Baik itu melalui amall ibadah seperti shalat, maupun
melakukan ibadah yang berhubungan dengan makhluk seperti zakat.
2. Kedua, kebahagiaan terletak di hati manusia dan bukan di nalar pikiran.
Telah kita ketahui bahwa hati adalah urusan Ilahi, artinya hanya Allah
semata yang mampu mebolak-balikkan hati. Maka, tugas kita sebagai
makhluk adalah selalu meminta pertolongan kepada Allah agar hati selalu
ditetapkan pada iman. Jika hati selalu dalam jalur iman, maka tidak peduli
seberta apapun cobaannya, hati akan tetap lapang dan bahagia karena Allah.
Hati yang senantiasa bersih akan mampu melihat hal-hal yang bersifat
hakik, tidak mudah mengeluh dan gelisah. Hati akan dipenuhi oleh rasa
bahagia meski saat tertimpa musibah karena masih dapat melihat hikmah
dibalik musibah. Begitu pula sebaliknya, saat hati kotor, sebanyak apapun
nikmat yang diberikan akan tetap merasa kurang dan hampa.
3. Ketiga, pengampunan dosa.
Pada ayat kedua dijelaskan bahwa semakin ringan beban yang dipikul
oleh seorng hamba menandakan bahwa hamba tersebut semakin dekat
dengan kebahagiaan. Dalam Al-Qur’an, Allah menyamakan dosadengan
sebuah beban berat yang dipikul manusia.
Patut diingat bahwa dosa dapat diampuni dengan taubat, meminta
ampun, dan melakukan amalan-amalan kebaikan yang dapat menggugurkan
dosa. Oleh karena itu, semakin ringan dosa seseorang, maka akan semakin
abanyak kemudahan yang mendekat.
4. Keempat, sebutan yang baik.
Ayat ketiga menjelaskan bahwa sebutan yang baik niscaya mengundang
doa kebaikan dan menjadikan lisan senantiasa memujinya. Pada ayat tersebut
juga menyiratkan pesan, sebutan yang baik adalah suatu pemberian bukan
19
perkara yang diminta-minta. Oleh karenanya, pujian yang dibuat-buat tidak
ada manfaatnyasebab tak didasari keikhlasan kepada Allah SWT.
Manusia mendambakan ebuah pujian atau penghargaan atas dirinya
merupakan salah satu ciri manusia memiliki sifat eksistensi. Tidak dapat
dipungkiri bahwa salah satu sumber kebahagiaan adalah saat manusia merasa
puas atas pencapaiannya. Dalam Islam, penghargaan tertinggi diberikan oleh
Allah SWT berupa derajat ketaqwaan, bukan sekadar pujian yang
disanjungkan sesama makhluk.
5. Kelima, tidaklah Allah menghadirkan kesusahan kecuali dibarengi dengan
kemudahan.
Pada ayat 4 dijelaskan ketika seorang muslim menyadari bahwa tidak
persoalan kecuali tidak dibarengi dengan jalan keluar, tidak ada kegundahan
kecuali terdapat solusi, tidak ada kesempitan melainkan terdapat kelapangan,
maka hal tersebut sudah cukup menguir kesedihan sebab orang yang
meyakini adanya jalan keluar sudah pasti akan selalu mencari solusinya.
6. Keenam, kemudahan diturunkan tepat bersamaan dengan kesulitan.
Musibah yang meinpa seseorang akan disebut musibah namun dapat
juga disebut sebagai penggugur dosa. Terkadang musibah disangka
mendatangkan kesedihan semata padahal di saat yang sama Allah berkenan
memberi kebaikan dan pahala.
Ayat keempat dan kelima memiiki esensi yang sama, yaitu setelah ada
kesusahan akan ada kemudahan. Artinya kemudahan akan selalu Allah
turunkan sekaligus saat seseorang mengalami kesulitan. Tidak perlu ada
penyesalan, kegundahan, karena semua memiliki jalan keluar.
7. Setiap satu kesulitan diiringi dengan dua kemudahan sekaligus.
Masih pada ayat yang sama, sebagian salaf berkata, demi Allah tidak
mungkin satu kesempitan mengalahkan dua kelapangan sekaligus.
8. Kedelapan, memanfaatkan waktu kosong.
Pada ayat keenam mengisyaratkan tak sepantasnya seorang muslim
terlena dengan kekosongan waktu. Seringkali saat diberi kebahagiaan,
manusia menjadi leha-leha. Ayat ini menjadi teguran sekaligus
mengingatkan manusia saat telah selesai menyelesaikan satu urusan maka
bergegaslah kepada urusan lainnya.
20
9. Kesembilan, ibadah.
Ayat ketujuh menjelaskan untuk menyambut ketaatan dan ibadah
selanjutnya. Ibadah adalah pintu utama dalam mencapai kebahagiaan sejati.
Setiap perkara yang mengantarkan kepada suatu ibadah berarti juga
mengantar kepada kebahagiaan
10. Kesepuluh, ikhlas dalam mencari ridha Allah.
Ayat kedelapan merupakan puncak kebahagiaan yaitu ketika seorang
hamba benar-benar hanya mengikhlaskan seluruh amal perbuatannya kepada
Allah semata. Itulah konsep kebahagiaan dalam Islam, semuanya kembali
kepada Allah.
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tujuan hidup manusia adalah sejahtera dan bahagia di dunia dan di akhirat, untuk
menggapai kebahagiaan yang dimaksud sangat mustahil tanpa landasan agama. Agama
yang dimaksud adalah agama tauhidullah. Kebahagiaan dalam Islam adalah kebahagiaan
autentik yang lahir dan tumbuh dari nilai-nilai hakiki ajaran Islam dan yang perlu
digarisbawahi bahwa kebahagiaan itu tidak lengkap jika tidak terwujud dalam kehidupan
konkrit dengan jalan membahagiakan orang lain. Artinya jika ingin hidupnya bahagia di
dunia dan di akhirat maka kuncinya harus bisa memberikan kebermanfaatan kepada alam
semesta dan isinya.
Kebahagiaan tidak diukur oleh banyaknya harta dan tingginya jabatan, tetapi
kebahagiaan itu ada dalam hati. Kebahagiaan adalah kearifan. bahwasannya kehidupan
semewah apapun yang kita rasakan di dunia ini hanya kebahagiaan sementara saja, jika
manusia terus-menerus memfokuskan dirinya dalam mencari kebahagiaan dunia maka
tertutuplah kebahagiaan yang sebenarnya yang lebih baik dan lebih utama daripada
kehidupan dunia.
Pada hakekatnya tujuan akhir yang sebenarnya adalah surga yang indah yang penuh
dengan kebahagiaan dan kenikmatan yang abadi dan tidak terbatas, dan bisa menatap
wajah Tuhan. dalam hal ini Allah SWT memberikan pilihan kepada manusia apakah akan
memilih kebahagiaan di dunia atau kebahagiaan di akhirat, karena Pahala yang lebih
besar ada di sisi Allah SWT.
3.2 Saran
Setelah mendapat kesimpulan dari makalah ini, kami selaku penyusun makalah
berharap pembaca untuk membaca dan memahami secara seksama materi yang
dituangkan dalam makalah ini dengan baik. Setelah membaca makalah ini, pembaca
diharapkan mengerti dan dapat mengamalkan dikehidupan sehari hari mengenai agama
menjamin kebahagiaan.
Kami menyadari bahwasannya makalah yang telah kami susun ini masih jauh dari
kata sempurna dan perlu banyak perbaikan. Oleh karena itu, kami menerima segala
bentuk kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
22
DAFTAR PUSTAKA
Muhammaddin, M., 2013. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama. Jurnal Ilmu Agama:
Mengkaji Doktrin, Pemikiran, dan Fenomena Agama, 14(1), pp.99-114.
Liswi, H., 2018. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama. PENCERAHAN, 12(2), pp.201-223.
Asir, A., 2014. Agama dan fungsinya dalam kehidupan umat manusia. Al-Ulum Jurnal
Pemikiran dan Penelitian ke Islaman, 1(1), pp.50-58.