Anda di halaman 1dari 168

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN PEMECAHAN

MASALAH MATEMATIK SISWA MELALUI PENDEKATAN MATEMATIKA


REALISTIK (PMR)
DI SMP MUHAMMADIYAH 03 MEDAN

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan


dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika

OLEH
DESI HERAWATI CANIAGO
NIM: 8096171005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2013
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN PEMECAHAN
MASALAH MATEMATIK SISWA MELALUI PENDEKATAN MATEMATIKA
REALISTIK (PMR)
DI SMP MUHAMMADIYAH 03 MEDAN

Disusun dan diajukan Oleh:

DESI HERAWATI CANIAGO


NIM: 8096 171 005

Menyetujui
Tim Pembimbing

Pembibing I Pembimbing II

Dr. Hasratuddin, M.Pd Dr. Izwita Dewi, M.Pd


NIP:19631231 199103 1 003 NIP. 19620706 198903 2 001

Ketua Program Studi


Pendidikan Matematika

Dr. Edi Syahputra, M.Pd.


NIP:19570121 198903 1 001
ABSTRAK

DESI HERAWATI CANIAGO. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif dan


Pemecahan Masalah Matematik Siswa melalui Pendekatan Matematika Realistik
(PMR) di SMP Muhammadiyah 03 Medan. Tesis. Medan : Program Pascasarjana
Universitas Negeri Medan, 2013

Kata Kunci: Pendekatan Matematika Realistik (PMR), Kemampuan Berpikir Kreatif,


dan Kemampuan Pemecahan Masalah.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menelaah: (1) apakah peningkatan kemampuan
berfikir kreatif antara siswa yang diberi pembelajaran melalui pendekatan matematika
realistik lebih tinggi daripada siswa yang diberi pembelajaran biasa; (2) apakah
peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika antara siswa yang diberi
pembelajaran melalui pendekatan matematika realistik lebih tinggi daripada siswa yang
diberi pembelajaran biasa; (3) apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan
tingkat kemampuan awal (KAM) siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir
kreatif; (4) apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan tingkat kemampuan
awal (KAM) siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik
siswa; (5) bagaimana proses penyelesaian tes kemampuan berpikir kreatif dan
pemecahan masalah matematik siswa.

Penelitian ini merupakan penelitian semi eksperimen. Populasi penelitian ini adalah
siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 03 Medan. Dari kelas VIII tersebut dipilih
secara acak dua kelas yaitu kelas VIII A dan kelas VIII B. Siswa kelas VIII A (kelas
eksperimen) diberi perlakuan pendekatan matematika realistik (PMR) dan siswa kelas
VIII B (kelas kontrol) diberi perlakuan pembelajaran biasa. Instrumen yang digunakan
terdiri dari: tes kemampuan berpikir kreatif dan tes kemampuan pemecahan masalah.
Analisis data dilakukan dengan uji t dan anava dua jalur.

Hasil penelitian ini adalah: (1) Peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang
memperoleh pendekatan matematika realistik (PMR) lebih tinggi daripada siswa yang
menggunakan pembelajaran biasa; (2) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematik siswa yang memperoleh pendekatan matematika realistik (PMR) lebih tinggi
daripada siswa yang menggunakan pembelajaran biasa; (3) Terdapat interaksi antara
pendekatan pembelajaran dengan tingkat kemampuan awal (KAM) siswa terhadap
kemampuan berpikir kreatif siswa; (4) terdapat interaksi antara pembelajaran dengan
tingkat kemampuan awal (KAM) siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematik siswa; (5) proses penyelesaian tes kemampuan berpikir kreatif dan
pemecahan masalah matematik siswa pada pembelajaran matematika realistik adalah
lebih baik dibanding dengan pembelajaran biasa.
ABSTRACT

DESI HERAWATI CANIAGO. The Increase of Student’s Mathematic Creative


Thinking and Problem Solving Skills through Realistic Mathematic Approach at
SMP Muhammadiyah 03 Medan. Thesis. Medan : Mathematics Education Study
Program Postgraduate School of University of Medan, 2013.

Keywords: Realistic Mathematic Approach, Creative Thinking Skills, Student’s


Mathematic Problem Solving Skills.

The purposes of this research were to examine: (1) whether the increased of creative
thinking skills among students who were learning through realistic mathematical
approach higher than students who were given regular learning; (2) whether the
increased student’s mathematic problem solving skills among students who were
learning through realistic mathematical approach higher than students who were given
regular learning; (3) whether there was an interaction between the level of initial
learning to increase the creative thinking skills; (4) whether there was an interaction
between the level of initial learning to increase the student’s mathematic problem
solving skills; (5) how the settlement process to test creative thinking and student’s
mathematic problem solving skills.

This research was a semi-experimental research. The population of research was a class
VIII students of SMP Muhammadiyah 03 Medan. Then randomly selected two classes
from that’s school, it were VIII A students (experimental classes) were given realistic
mathematic approach and VIII B students (control classes) were subjected to regular
learning. The instrument used consisted of testing the creative thinking and student’s
mathematic problem solving skills. The data analysis was performed with t test and
two-lane ANAVA.

The results of this research were: (1) the increase creative thinking skills of students
who obtain realistic mathematics approach higher than students who use regular
learning; (2) the Increase student’s mathematic problem solving skills who obtain
realistic mathematics approach higher than students who use ordinary learning; (3) there
was interaction between the the level of initial learning approach with the creative
thinking skills; (4) there was interaction between the the level of initial learning
approach with the student’s mathematic problem solving skills; (5) resolution process of
the test of creative thinking skills and mathematical problem solving on realistic
mathematics students in learning is better than regular learning.
KATA PENGANTAR
Segala puji serta syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan
penulisan tesis ini. Dalam proses penyusunan tesis terdapat beberapa hal yang harus
dilalui, diantaranya menghadapi kendala dan keterbatasan serta bimbingan/arahan yang
terwujud dalam motivasi dari beberapa pihak.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Edy Syahputra, M.Pd dan Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd selaku Ketua
dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana UNIMED serta
Bapak Dapot Tua Manullang, M.Si selaku Staf Program Studi Pendidikan
Matematika.
2. Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd selaku Pembimbing I dan dan Ibu Dr. Izwita Dewi,
M.Pd selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan serta
motivasi yang kuat dalam penyusunan tesis ini.
3. Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd; Bapak Dr. E. Elvis Napitupulu, MS dan
Bapak Dr. Kms. Muhammad Amin Fauzi, M.Pd selaku narasumber yang telah
memberikan saran dan kritik yang membangun untuk menjadikan tesis ini menjadi
lebih baik.
4. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Muin Sibuea selaku Direktur Program Pascasarjana
UNIMED.
5. Bapak dan Ibu dosen yang mengajar di Program Studi Pendidikan Matematika
Pascasarjana UNIMED.
6. Ibu Salmawati S.Pd selaku Kepala SMP Swasta Muhammadiyah 03 Medan beserta
dewan guru yang telah memberikan kesempatan dan izin kepada penulis untuk
melakukan penelitian
7. Terutama Ayahanda Ali Saman Chaniago dan Ibunda Maimunah Sihombing serta
suami tercinta Azahirin, S.Pi dan ananda tersayang Fadhlurrahman Azhari dan
Fadhlurrahim Azhari yang senantiasa memberikan motivasi dan doa.
8. Seluruh saudara, kerabat, sahabat seperjuangan (Faridah Rangkuti, S.Pd, Intan
Sriwahyuni S.Pd, Heni Sriwiriyanti, S.Pd, Muriana, M.Pd, Nurul Fazrika M.Pd, Sri
Wahyuni, S.Pd, Syahriani Sirait, M.Pd, dll) yang telah memberikan dorongan,
semangat, serta bantuan lainnya kepada penulis.
Semoga Allah membalas semua yang telah diberikan Bapak/Ibu serta saudara/i,
kiranya kita semua tetap dalam lindungan-Nya. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan khususnya matematika. Mungkin masih terdapat
kekurangan/kelemahan dalam penyusunan tesis ini, untuk itu penulis mengharapkan
sumbangan berupa pemikiran yang terbungkus dalam saran dan kritik yang bersifat
membangun demi kesempurnaan tesis ini.
Medan, September 2013
Penulis

Desi Herawati Caniago


DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK.................................................................................................. i
ABSTRACT................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR................................................................................ iii
DAFTAR ISI .............................................................................................. v
DAFTAR TABEL...................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah....................................................... 1
B. Identifikasi Masalah............................................................. 14
C. Pembatasan Masalah............................................................ 15
D. Rumusan Masalah................................................................ 16
E. Tujuan penelitian.................................................................. 17
F. Manfaat Penelitian................................................................ 18
G. Definisi Operasional............................................................. 19
BAB II KAJIAN PUSTAKA.................................................................. 21
A. Tinjauan Teoritis.................................................................. 21
1. Kemampuan Berpikir Kreatif........................................ 21
a. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kreativitas..... 26
b. Berpikir Kreatif dalam Matematika.......................... 28
2.    Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika............. 31
 3.    Pendekatan Matematika Realistik................................. 37
a. Prinsip-prinsip Dasar PMR........................................ 40
b. Karakteristik PMR..................................................... 41
c. Sintaks PMR.............................................................. 46
d. Langkah – langkah PMR........................................... 48
e. Teori Belajar yang Mendukung PMR....................... 52
4. Materi SPLDV dengan Menggunakan PMR................. 57
 5.    Keterkaitan Kemampuan Berpikir Kreatif dan
Pemecahan Masalah Matematika dengan PMR............ 63
 6.    Pembelajaran Biasa....................................................... 68
 7.    Penelitian yang Relevan................................................ 72
B. Kerangka konseptual............................................................ 75
C.Hipotesis Penelitian............................................................... 87
BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................... 89
A. Tempat Dan Waktu Penelitian............................................. 89
B. Populasi dan Sampel Penelitian........................................... 89
C. Desain Penelitian.................................................................. 91
D. Prosedur Penelitian............................................................... 94
E. Teknik dan Alat Pengumpul Data........................................ 96
1. Instrumen Penelitian......................................................... 96
2. Hasil Uji Coba Instrumen................................................. 99
F. Bahan Ajar............................................................................ 107
G. Kegiatan Pembelajaran......................................................... 108
H. Teknik Analisis Data............................................................ 110
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.......................... 118
A. Hasil Penelitian..................................................................... 119
1. Kemampuan Berpikir Kreatif........................................... 120
1.a Analisis Data Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa... 120
1.b. Analisis Peningkatan Kemampuan Berpikir
Kreatif Siswa Berdasarkan Pembelajaran................. 127
1.c. Analisis Data Interaksi Antara Pembelajaran dan
KAM Terhadap Peningkatan Kemampuan
Berpikir Kreatif Siswa.............................................. 131
2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa........ 146
2.a Analisis Data Kemampuan Pemecahan Masalah
Siswa........................................................................... 146
2.b. Analisis Peningkatan Kemampuan Pemecahan
Masalah Siswa Berdasarkan Pembelajaran.............. 155
2.c. Analisis Data Interaksi Antara Pembelajaran dan
KAM Terhadap Peningkatan Kemampuan
Pemecahan Masalah Siswa....................................... 158
B. Analisis Proses Penyelesaian Masalah Matematik Siswa....... 174
1. Analisis Proses Penyelesaian Tes Kemampuan
Berpikir Kreatif................................................................ 174
2. Analisis Proses Penyelesaian Tes Kemampuan
Penyelesaian Masalah Matematik................................... 189
C. Pembahasan Hasil Penelitian.................................................. 207
1. Pembahasan Hasil Analisis Data Kemampuan
Berpikir Kreatif................................................................ 207
2. Pembahasan Hasil Analisis Data Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematik Siswa............................ 211
3. Gambaran Kinerja Sisa dalam Proses Pembelajaran........ 215
D. Keterbatasan Penelitian.......................................................... 224
BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN.................................... 225
A. Simpulan................................................................................. 225
B. Implikasi................................................................................. 226
C. Saran....................................................................................... 227
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 230
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1. Sintaks Pendekatan Matematika Realistik.............................. 46
Tabel 2.2 Langkah-langkah Pendekatan Matematika Realistik.............. 48
Tabel 2.3. Perbedaan Pedagogis Pembelajaran Pendekatan
Matematika Realistik (PMR) dan Pembelajaran Biasa........... 71
Tabel 3.1. Kriteria Kategori Kemampuan Awal Matematik (KAM)....... 92
Tabel 3.2. Daftar Kelompok Siswa Berdasarkan KAM........................... 93
Tabel 3.3. Weiner tentang Keterkaitan antara Variabel - variabel,
Kemampuan Berpikir, Pemecahan Masalah
Matematik, dan Kelompok Pembelajaran............................... 93
Tabel 3.4. Pedoman Penyekoran Tes Kemampuan Berpikir Kreatif....... 97
Tabel 3.5. Pedoman Penyekoran Tes Kemampuan Berpikir Kreatif....... 98
Tabel 3.6. Rangkuman Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran.............. 100
Tabel 3.7. Hasil Uji Validasi Butir Soal Kemampuan Berpikir Kreatif... 102
Tabel 3.8. Hasil Uji Validasi Butir Soal Kemampuan
Pemecahan Masalah............................................................... 102
Tabel 3.9. Hasil Reliabilitas Butir Soal Kemampuan Berpikir Kreatif.... 104

Tabel 3.10. Hasil Reliabilitas Butir Soal Kemampuan


Pemecahan Masalah Matematik Siswa................................... 104
Tabel 3.11. Hasil Tingkat Kesukaran Kemampuan Berpikir Kreatif........ 105
Tabel 3.12 Hasil Tingkat Kesukaran Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematik Siswa..................................... 105
Tabel 3.13. Hasil Daya Beda Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa........... 107

Tabel 3.14. Hasil Daya Beda Kemampuan Pemecahan


Masalah Matematik Siswa
................................................................................................ 107
Tabel 3.15. Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis dan Jenis Uji
Statistik yang Digunakan
................................................................................................ 117
Tabel 4.1. Deskripsi Data Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa

Kedua Kelompok Pembelajaran............................................. 125

Tabel 4.2. Hasil Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan Berpikir

Kreatif Matematik Siswa ....................................................... 128

Tabel 4.3. Hasil Uji Homogenitas Peningkatan Kemampuan Berpikir

Kreatif Matematik Siswa........................................................ 129

Tabel 4.4. Uji Perbedaan Rata-rata Peningkatan Kemampuan Berpikir

Kreatif..................................................................................... 130

Tabel 4.5. Uji Interaksi Antara Pembelajaran dan KAM Terhadap


Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa.................. 131

Tabel 4.6. Deskripsi Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik

Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran................................... 153

Tabel 4.7. Hasil Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematik Siswa ..................................................... 155

Tabel 4.8. Hasil Uji Homogenitas Peningkatan Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematik Siswa................................... 156

Tabel 4.9. Uji Perbedaan Rata-rata Peningkatan Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematik............................................. 157

Tabel 4.10. Uji Interaksi Antara Pembelajaran dan KAM Terhadap

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematik Siswa.................................................................... 159

Tabel 4.11. Rata-rata Setiap Aspek Kemampuan Berpikir Kreatif siswa

ditinjau dari Pembelajaran...................................................... 175

Tabel 4.12. Rangkuman Proses Jawaban Tes Kemampuan Berpikir

Kreatif Siswa pada Skor Tertinggi Kelas Eksperimen

dan Kontrol............................................................................. 188

Tabel 4.13. Rata-rata Setiap Aspek Kemampuan Pemecahan Masalah

Siswa ditinjau dari Pembelajaran............................................ 190

Tabel 4.14. Rangkuman Proses Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan

Masalah Siswa pada Skor Tertinggi Kelas Eksperimen

dan Kontrol............................................................................. 205


DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Alur Pemecahan Masalah Menggunakan Matematika........... 36


Gambar 2.2 Model Skematis Proses Belajar.............................................. 39
Gambar 2.3 Diagram Alur Kerangka Pemikiran........................................ 68
Gambar 3.1 Prosedur Penelitian................................................................. 95
Gambar 4.1 Grafik Rata-rata Skor Tes Kemampuan Berpikir Kreatif....... 127
Gambar 4.2 Grafik Interaksi anatara Pendekatan Pembelajaran dengan
Tingkat Kemampuan Awal Matematik (KAM) Siswa terhadap
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Siswa.................... 133
Gambar 4.3 Grafik Rata-rata Skor Tes Kemampuan Pemecahan Masalah 153
Gambar 4.4 Grafik Interaksi anatara Pendekatan Pembelajaran dengan
Tingkat Kemampuan Awal Matematik (KAM) Siswa
terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah.......................... 160
Gambar 4.5 Grafik Rata-rata Aspek Kemampuan Berpikir Kreatif
Siswa Ditinjau dari Pembelajaran........................................... 177
Gambar 4.6 Contoh Jawaban Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Nomor 1...................... 179
Gambar 4.7 Contoh Jawaban Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Nomor 2...................... 182
Gambar 4.8 Contoh Jawaban Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Nomor 3...................... 184
Gambar 4.9 Contoh Jawaban Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Nomor 4...................... 186
Gambar 4.10 Grafik Rata-rata Postes Aspek Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematik ............................................................... 192
Gambar 4.11 Contoh Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol Nomor 1.......................................................... 195
Gambar 4.12 Contoh Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol Nomor 2.......................................................... 200
Gambar 4.13Contoh Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol Nomor 3.......................................................... 203
Gambar 4.14 Penyelesaian Masalah pada LAS-1 Soal-1............................. 216
Gambar 4.15 Penyelesaian Masalah pada LAS-1 Soal-2............................. 217
Gambar 4.16 Penyelesaian Masalah pada LAS-1 Soal-3............................. 217
Gambar 4.17 Penyelesaian Masalah pada LAS-2 Soal-1............................. 218
Gambar 4.18 Penyelesaian Masalah pada LAS-2 Soal-2............................. 218
Gambar 4.19 Penyelesaian Masalah pada LAS-2 Soal-3............................. 219
Gambar 4.20 Penyelesaian Masalah pada LAS-3 Soal-1............................. 220
Gambar 4.21 Penyelesaian Masalah pada LAS-3 Soal-2............................. 220
Gambar 4.22 Penyelesaian Masalah pada LAS-3 Soal-3............................. 221
Gambar 4.23 Penyelesaian Masalah pada LAS-4 Soal-1............................. 222
Gambar 4.24 Penyelesaian Masalah pada LAS-4 Soal-2............................. 222
Gambar 4.25 Penyelesaian Masalah pada LAS-4 Soal-3............................. 223

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A.1 Kisi-kisi Kemampuan Awal Matematik Siswa................ 235


Lampiran A.2 Tes Kemampuan Awal Matematik Siswa........................ 236
Lampiran A.3 Kisi-kisi Kemampuan Berpikir Kreatif........................... 238
Lampiran A.4 Pedoman Penyekoran Tes Kemampuan Berpikir Kreatif 239
Lampiran A.5 Tes Kemampuan Berpikir Kreatif................................... 240
Lampiran A.6 Kunci Jawaban Tes Kemampuan Berpikir Kreatif.......... 242
Lampiran A.7 Kisi-kisi Soal Pemecahan Masalah Matematik............... 249
Lampiran A.8 Pedoman Penyekoran Tes Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematik Siswa .............................................. 250
Lampiran A.9 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik.......... 251
Lampiran A.10 Kunci Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematik......................................................... 253
Lampiran B.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Kelas Eksperimen............................................................ 257
Lampiran B.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Kelas Kontrol ................................................................ 295
Lampiran B.3 Lembar Aktivitas Siswa (LAS)....................................... 305
Lampiran C.1 Validasi Ahli ................................................................ 332
Lampiran C.2 Data Uji Coba Instrumen................................................. 341
Lampiran C.3 Hasil Uji Coba Instrumen................................................ 343
Lampiran D.1 Jadwal Kegiatan Penelitian.............................................. 362
Lampiran E.1 Data Kemampuan Awal Matematika (KAM) Siswa
Kelas Eksperimen........................................................... 364
Lampiran E.2 Data Kemampuan Awal Matematika (KAM) Siswa
Kelas Kontrol.................................................................. 365
Lampiran E.3 Deskripsi Hasil Pretest Kemampuan Berpikir Kreatif
Siswa Kelas Eksperimen.................................................. 366
Lampiran E.4 Deskripsi Hasil Pretest Kemampuan Berpikir Kreatif
Siswa Kelas Kontrol........................................................ 367
Lampiran E.5 Deskripsi hasil postest kemampuan berpikir kreatif siswa
kelas eksperimen.............................................................. 368
Lampiran E.6 Deskripsi hasil postest kemampuan berpikir kreatif siswa
kelas kontrol..................................................................... 369
Lampiran E.7 Deskripsi hasil n-gain kemampuan berpikir kreatif siswa
kelas eksperimen.............................................................. 370
Lampiran E.8 Deskripsi hasil n-gain kemampuan berpikir kreatif siswa
kelas kontrol..................................................................... 371
Lampiran E.9 Pengolahan data Tes Kemampuan berpikir kreatif siswa
yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan
matematika realistik (kelas eksperimen) dan pembelajaran
dengan pendekatan biasa................................................. 372
Lampiran E.10 Deskripsi Hasil Pretest Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematik Siswa Kelas Eksperimen................. 377
Lampiran E.11 Deskripsi Hasil Pretest Kemampuan Pemecahan Masalah
Siswa Kelas Kontrol........................................................ 378
Lampiran E.12 Deskripsi hasil postest kemampuan Pemecahan Masalah
siswa kelas eksperimen.................................................... 379
Lampiran E.13 Deskripsi hasil postest kemampuan Pemecahan Masalah
siswa kelas kontrol........................................................... 380
Lampiran E.14 Deskripsi hasil n-gain kemampuan Pemecahan Masalah
siswa kelas eksperimen................................................... 381
Lampiran E.15 Deskripsi hasil n-gain kemampuan Pemecahan Masalah
siswa kelas kontrol.......................................................... 382
Lampiran E.16 Pengolahan data Tes Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan
pendekatan matematika realistik (kelas eksperimen) dan
pembelajaran dengan pendekatan biasa........................... 383
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak


dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat dan mudah dari berbagai sumber
dan tempat di dunia. Dengan demikian siswa perlu memiliki kemampuan memperoleh,
memilih dan mengolah informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah,
tidak pasti dan kompetitif. Kemampuan ini membutuhkan pemikiran kritis, sistematis,
logis, kreatif dan kemampuan bekerjasama dalam menyelesaikan masalah sehari–hari
secara efektif. Cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui pendidikan
matematika karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas
antar konsepnya sehingga memungkinkan siswa terampil berpikir rasional (Depdiknas,
2003: 5)

Matematika sebagai salah satu ilmu dasar dewasa ini telah berkembang pesat
baik isi materi maupun kegunaannya. Hal ini dapat ditinjau dari banyaknya konsep-
konsep matematika yang dapat diaplikasikan baik dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) maupun dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, matematika merupakan kunci
pembuka tabir rahasia alam. Dikatakan demikian karena matematika dengan objek
abstrak beserta beberapa simbol serta gambaran-gambaran sebagai hasil abstraksi dan
idealisasi, dipandang sebagai penata nalar, alat komputasi, dan alat komunikasi antar
ilmuwan. Untuk memajukan kecerdasan bangsanya, kekuatan teknologi dan
perekonomian diperlukan manusia-manusia yang menguasai matematika. Jadi
matematika memegang peranan sangat penting dalam pendidikan (E.T.Ruseffendi, 2005
:58).

Turmudi (2008) menjelaskan bahwa lebih dari 2000 tahun matematika


didominasi oleh paradigma absolut yang memandang bahwa matematika sebagai suatu
body of infallible and objektive truth jauh dari kehidupan manusia. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa kita tidak akan bisa hidup normal di tengah-tengah masyarakat tanpa
memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar matematika, seperti pengetahuan
membilang dan keterampilan menghitung. Melihat pentingnya penguasaan matematika
dalam peningkatan mutu sumber daya manusia dan manfaatnya dalam kehidupan
sehari-hari, maka sudah sewajarnya sejak SD dan bahkan sejak TK pelajaran
matematika mulai diperkenalkan untuk membekali peserta didik dengan kemampuan
berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.
Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan
memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada
keadaan yang selalu berubah dan kompetitif. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif
dan pemecahan masalah merupakan salah satu fokus pembelajaran matematika.

Namun, matematika masih menjadi mata pelajaran yang ditakuti dan


dijauhi siswa. Sehingga tidak heran jika banyak siswa yang tidak senang
terhadap matematika. Hal ini sesuai dengan pendapat Zulkardi (2008) timbulnya
sikap negatif siswa terhadap matematika karena kebanyakan guru matematika
mengajarkaan matematika dengan metode yang tidak menarik, guru menerangkan dan
siswa mencatat, menurutnya pendekatan pengajaran matematika di Indonesia masih
menggunakan pendekatan yang menekankan proses latihan, prosedural serta
menggunakan rumus dan algoritma sehingga siswa dilatih mengerjakan soal seperti
mesin. Hal ini dapat menurunkan tingkat prestasi belajar siswa. Salah satu indikasi
yang menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika siswa masih rendah
antara lain terlihat dari hasil peringkat matematika siswa Indonesia dalam survei
TIMSS 2007 menempatkan Indonesia berada pada peringkat ke 36 di antara 46
negara peserta, 14 tingkat di bawah Malaysia. Nilai rata-rata yang diperoleh
siswa berada di bawah rata-rata yaitu 397, sedangkan nilai seluruh negara yang
disurvei 452.

Selama ini pembelajaran matematika yang diberikan guru di kelas belum dapat
mengembangkan pola pikir kreatif siswa. Sebagaimana observasi awal yang dilakukan
oleh penulis di SMP Muhammadiyah 3 Tanjung Sari kelas IX pada bulan Januari 2012.
Sebagai contoh masalah yang diberikan:

Pada sebuah tempat parkir terdapat


120 kendaraan yang terdiri atas sepeda motor dan mobil. Setelah dihitung
jumlah roda seluruhnya ada 380 buah. Berapa banyak motor dan mobil yang ada
di tempat parkiran tersebut? gunakan caramu sendiri untuk menjawab
pertanyaan tersebut!

Dari 27 siswa, yang menjawab ada 70% dari semua siswa yang ada diantara jawaban
mereka adalah dengan memisalkan banyak motor x dan banyak mobil adalah y, maka
diperoleh:
x + y = 120 dan 2x + 4y = 380
x + y = 120 x = 120 - y
substitusi x = 120 – y ke persamaan 2x + 4y = 380 2(120 – y)+4y= 380
240 – 2y + 4y = 380 2y = 140 y = 70
y = 70 substitusikan ke x = 120 – y x = 120 – 70 = 50

Cara tersebut merupakan cara yang sering dilakukan dalam penyelesaian


substitusi. Dari soal tersebut diharapkan siswa dapat berpikir kreatif dalam
menyelesaikan permasalahan tersebut. Kreativitas yang ingin dilihat pada soal di atas
adalah keaslian (originality) yaitu memberikan jawaban yang tidak lazim, lain daripada
yang lain dan jarang digunakan kebanyakan orang. Jika siswa kreatif, maka
penyelesaian yang sesui dengan indikator penyelesaian berpikir kreatif seperti yang
diharapkan adalah:

Misalnya 120 diwakili oleh 12 dan 380 diwakili oleh 38, kemudian siswa
menggambar 12 segi empat yang dianggap sebagai motor dan mobil.

Semua roda ada 38 atau mewakili 380 dengan jumlah motor adalah 5 mewakili
50 dan jumlah mobil 7 mewakili 70. Jadi, jumlah motor adalah 50 dan jumlah mobil
adalah 70.

Menurut Johnson (2007), berpikir kreatif  merupakan sebuah kebiasaan dari


pikiran yang dilatih dengan memperhatikan intuisi, menghidupkan imajinasi,
mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan baru, membuka sudut pandang yang
menakjubkan, dan membangkitkan ide-ide yang tidak terduga. Intuisi bisa membisikan
kepada kita untuk memecahkan sebuah soal matematika dengan cara yang berbeda, atau
menyelidiki sebuah proyek dari sudut pandang yang tidak biasa. Hal ini berarti untuk
meningkatkan kemapuan berfikir kreatif siswa dibutuhkan adanya latihan terus-
menerus, ketekunan, disiplin diri, dan perhatian penuh, yang meliputi aktivitas mental
seperti: mengajukan pertanyaan; membangun keterkaitan, khususnya antara hal-hal
yang berbeda; menghubung-hubungkan berbagai hal dengan bebas; menerapkan
imajinasi pada setiap situasi untuk menghasilkan hal-hal baru dan berbeda; dan
mendengarkan intuisi. Aktivitas mental seperti ini juga yang dikembangkan dalam
belajar matematika. Belajar matematika merupakan aktivitas kreatif manusia, dan
belajar matematika terjadi apabila siswa dapat mengembangkan cara efektif untuk
memecahkan masalah (Lambertus, 2010).

Menurut Munandar (2009), “Peningkatan kemampuan berpikir kreatif


dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor tersebut adalah persepsi terhadap
kreativitas. Secara umum terdapat dua pandangan berbeda mengenai kreativitas.
Pandangan pertama menyatakan bahwa kreativitas hanya dimiliki oleh individu dengan
karakteristik tertentu”. Pandangan kedua mengenai kreativitas menyatakan bahwa
kreativitas dapat dimiliki oleh individu dengan kemampuan biasa (Treffinger, 2010).
Pandangan-pandangan tersebut menegaskan bahwa kreativitas dapat dimiliki oleh
siapapun, tidak hanya oleh individu berkemampuan luar biasa.

Berpikir kreatif mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan kemampuan


pemecahan masalah. Seseorang yang mempunyai kemampuan berpikir kreatif tidak
hanya mampu memecahkan masalah-masalah non rutin, tetapi juga mampu melihat
berbagai alternatif dari pemecahan masalah itu. Kemampuan berpikir kreatif merupakan
bagian yang sangat penting untuk kesuksesan dalam pemecahan masalah. Tidak semua
pertanyaan merupakan suatu masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya
jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan
oleh prosedur rutin yang sudah diketahui oleh siswa. Apabila kita menerapkan
pengetahuan matematika, keterampilan atau pengalaman untuk memecahkan suatu
dilema atau situasi yang baru atau yang membingungkan, maka kita sedang
memecahkan masalah. Untuk menjadi seorang pemecah masalah yang baik, siswa
membutuhkan banyak kesempatan untuk menciptakan dan memecahkan masalah dalam
bidang matematika dan dalam konteks kehidupan nyata.

Kemampuan matematika siswa yang sangat penting untuk ditingkatkan


dikalangan siswa adalah kemampuan memecahkan masalah. Sesuai dengan pendapat
NCTM (2000) kemampuan pemecahan masalah merupakan fokus dari pembelajaran
matematika. Tidak saja kemampuan untuk memecahkan masalah menjadi alasan untuk
mempelajari matematika, tetapi karena kemampuan pemecahan masalah memberikan
suatu konteks dimana konsep-konsep dan kecakapan-kecakapan dapat dipelajari. Untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada siswa, akan lebih menarik bila
diawali dengan mengajukan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dalam
kehidupan sehari-hari, dikenal dan dialami siswa, karena dengan memberi masalah yang
tidak asing baginya, siswa akan merasa tertantang.

Namun kenyataan di lapangan, masalah-masalah yang diberikan dalam proses


pembelajaran matematika belum merupakan masalah yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari atau yang dikenal dengan masalah kontekstual. Siswa mengalami kesulitan
dalam memecahan masalah matematik tersebut sebagaimana diungkapkan Sumarmo
(2005) bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika pada
umumnya belum memuaskan. Kesulitan yang dialami siswa paling banyak terjadi pada
tahap melaksanakan perhitungan dan memeriksa hasil perhitungan.

Dari hasil observasi dan selama mengajar di kelas peneliti mendapatkan siswa
kesulitan dalam memecahkan masalah kontekstual yaitu masalah yang berkaitan dalam
kehidupan sehari-hari. Salah satu soal yang dipikir sulit oleh siswa yaitu soal SPLDV
yang berbentuk soal cerita, sebagian siswa tidak memahami soal yaitu tidak mengetahui
apa yang diketahui dan apa yang ditanya pada soal dan tidak mengetahui cara
menyelesaikannya. Ini masih satu diantara pokok bahasan yang dipikir sulit oleh siswa.
Diharapkan siswa dapat menyelesaikan masalah apapun yang terdapat pada pelajaran
matematika dan dapat menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Seperti
masalah berikut:

Sebuah pertandingan sepak bola, terjual karcis kelas I dan kelas II sebanyak 500
lembar. Harga karcis kelas I adalah Rp8.000,00, sedangkan harga karcis kelas II adalah
Rp6.000,00. Jika hasil penjualan seluruh karcis adalah Rp2.950.000,00, tentukan
banyak karcis masing-masing kelas I dan kelas II yang terjual.

Dari masalah tersebut, diharapkan siswa mampu memahami masalah, membuat


rencana penyelesaian, melaksanakan perhitungan dan memeriksa kembali langkah-
langkah pengerjaan dan hasil yang diperoleh. Kekempat indikator tersebut merupakan
indikator kemampuan pemecahan masalah. Namun, kebanyakan penyelesain siswa tidak
menunjukkan pemecahan masalah. Hal tersebut menggambarkan bahwa kemampuan
pemecahan masalah matematik siswa rendah.

Pemecahan masalah bukanlah sekedar suatu keterampilan untuk diajarkan dan


digunakan dalam matematika tetapi juga keterampilan yang akan dibawa pada masalah-
masalah keseharian atau situasi-situasi pembuatan keputusan, dengan demikian
membantu seseorang secara baik selama hidupnya. Pemecahan masalah memberikan
kesempatan kepada siswa untuk membuat koneksi dengan pengetahuan mereka
sebelumnya dan membuat keputusan tentang representasi, alat, dan strategi komputasi
yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Untuk bisa menjadi pemecah masalah
yang handal dalam matematika, siswa harus memahami konsep dan mampu melihat
matematika sebagai sesuatu yang saling berkaitan secara utuh. Oleh Karena itu,
kemampuan pemecahan masalah dalam matematika perlu dilatih dan dibiasakan kepada
siswa sedini mungkin. Kemampuan ini diperlukan siswa sebagai bekal dalam
memecahkan masalah matematika dan masalah yang ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari. Hal ini seperti yang dikemukakan Ruseffendi (1998: 291) bahwa
kemampuan memecahkan masalah amatlah penting bukan saja bagi mereka yang
dikemudian hari akan mendalami matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan
menerapkannya baik dalam bidang studi lain maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Aktivitas-aktivitas yang tercakup dalam kegiatan pemecahan masalah, meliputi:


mengidentifikasi unsur yang diketahui, ditanyakan, serta kecukupan unsur yang
diperlukan, merumuskan masalah situasi sehari-hari dan matematik; menerapkan
strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah baru) dalam atau
luar matematika; menjelaskan/menginterpretasikan hasil sesuai masalah asal; menyusun
model matematika dan menyelesaikannya untuk masalah nyata dan menggunakan
matematika secara bermakna. Polya (1985) menyebutkan empat langkah dalam
penyelesaian masalah, yaitu: (1) memahami masalah; (2) merencanakan masalah, (3)
merencanakan pemecahan; (3) melakukan perhitungan; (4) memeriksa kembali.

Rendahnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan berpikir kreatif,


tidak terlepas dari strategi pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran.
Sampai saat ini masih banyak ditemukan, bahwa strategi pembelajaran di kelas masih
didominasi oleh pahan strukturalisme atau behaviorisme atau objektivisme yang
tujuannya agar siswa mengingat informasi faktual (Lambertus, 2010). Buku teks
dirancang, siswa membaca atau diberi informasi, lalu terjadi proses memorisasi.
Demikian pula tujuan pembelajaran dirumuskan sejelas mungkin untuk keperluan
merekam informasi. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan dengan mengikuti urutan
kurikulum secara ketat. Tujuan pembelajaran menekankan pada penambahan
pengetahuan dengan cara menghafal konsep dan prosedur dimanfaatkan untuk
menyelesaikan soal, dan kurang membangun kemampuan pemahaman siswa, akibatnya
siswa mengalami kesulitan menyelesaikan soal-soal yang membutuhkan penalaran,
misalnya soal bentuk cerita. Guru menyampaikan pelajaran dengan menggunakan
metode ceramah atau ekspositori, sementara para siswa menjawab secara serentak, guru
memberi contoh soal kemudian memberi soal-soal latihan yang sifatnya rutin dan
kurang melatih kemampuan berfikir siswa.

Sumarmo (2005) menyarankan reformasi pembelajaran matematika dari


pendekatan belajar meniru (menghafal) ke belajar pemahaman yang berlandaskan pada
pendapat knowing mathematics is doing mathematics yaitu pembelajaran yang
menekankan pada doing atau proses dibanding dengan knowing that. Perubahan
pandangan pembelajaran yang mengaktifkan siswa untuk menemukan kembali konsep-
konsep, melakukan refleksi, abstraksi, formulasi dan aplikasi. Proses pengaktifan siswa
ini dikembangkan dengan membiasakan siswa menggunakan kemampuan berfikirnya
(berfikir logis, kritis dan kreatif) untuk memecahkan masalah dalam setiap kegiatan
belajarnya. Di sini terlihat pentingnya melatih dan dan meningkatkan kemampuan
berfikir siswa yaitu kemampuan berfikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah
matematik. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dinyatakan
beberapa tujuan pembelajaran matematika di sekolah, antara lain: (1) Mengembangkan
aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan. (2) Mengembangkan
kemampuan pemecahan masalah. (3) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika
dalam kehidupan sehari-hari, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam
mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Tujuan pembelajaran matematika di atas, mengisyaratkan bahwa apa pun topik


matematika yang diajarkan oleh guru, baik itu aljabar, aritmetika, geometri, statistika,
maupun kalkulus, mesti memberikan kontribusi untuk pengembangan kemampuan
pemecahan masalah dan aktivitas kreatif. Menyadari akan pentingnya kemampuan
berpikir kreatif dan pemecahan masalah, dirasakan perlu mengupayakan pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang dapat memberi peluang dan
mendorong siswa untuk melatihkan kemampuan kemampuan tersebut. Metode dan
teknik-teknik kreatif membantu peserta didik untuk berpikir dan mengungkapkan diri
secara kreatif, yaitu mampu memberikan macam-macam ide dan macam-macam
jawaban dari suatu masalah dan sekaligus dapat meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah peserta didik.
Kreativitas pembelajaran matematika yang mudah dan menyenangkan perlu
terus dikembangkan. Karena itu, matematika harus diajarkan secara menarik dan
terhubung dengan dunia nyata sehingga siswa senang.  Pendekatan matematika realistik
(PMR) memiliki dua filosofi yaitu matematika dekat dengan anak-anak dan relevan
dengan situasi kehidupan setiap hari. Namun demikian kata 'realistis' merujuk bukan
hanya untuk koneksi dengan dunia nyata, tetapi juga mengacu pada situasi masalah
yang nyata dalam siswa pikiran. Filosofi kedua, gagasan matematika sebagai aktivitas
manusia, (Zulkardi, 2008). Dari filosofi PMR tersebut jelas bahwa PMR merupakan
salah satu pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan reformasi pembelajaran
matematika yang diinginkan.

Dalam Pendekatan Matematika Realistik (PMR) siswa dituntut lebih aktif dalam
mengembangkan sikap pengetahuannya tentang matematika sesuai dengan kemampuan
masing-masing sehingga akibatnya memberikan hasil belajar yang lebih bermakna pada
diri siswa. Dengan demikian Pendekatan Matematika Realistik (PMR) merupakan
pendekatan yang sangat berguna dalam pembelajaran matematika. Armanto (2001)
lebih lanjut menyatakan dengan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) selain siswa
belajar matematikanya juga mereka mendapat pengertian yang lebih bermakna tentang
penggunaan matematika tersebut di berbagai bidang. Pendekatan Matematika Realistik
(PMR) mendorong siswa untuk belajar lebih aktif dan lebih bermakna artinya siswa
dituntut selalu berpikir tentang suatu persoalan dan mereka mencari sendiri cara
penyelesaiannya, dengan demikian mereka akan lebih terlatih untuk selalu
menggunakan keterampilan pengetahuannya, sehingga pengetahuan dan pengalaman
belajar mereka akan tertanam untuk jangka waktu yang cukup lama.

Dalam proses pembelajaran dengan PMR, guru harus memulai pembelajaran


dari sesuatu yang riil sehingga siswa dapat terlibat dalam proses pembelajaran secara
bermakna. Peran guru hanya hanya sebagai pembimbing dan fasilitator bagi siswa.
Siswa tidak dapat dipandang sebagai botol kosong yang harus diisi dengan air. Siswa
adalah individu-individu yang punya potensi untuk mengembangkan pengetahuan
dalam dirinya. Siswa diharapkan aktif mengkonstruksi pengetahuannya.

Pembelajaran dengan menggunakan PMR juga diharapkan siswa tidak sekedar


aktif sendiri, tetapi ada aktivitas bersama diantara mereka (interaktivitas). Tentu saja
aktivitas seperti ini akan memberi peluang besar pada semua siswa termasuk siswa yang
memiliki kemampuan sedang atau rendah untuk dapat aktif dalam mengkonstruksi
pengetahuannya. Dengan demikian siswa yang memiliki kemampuan rendah melalui
proses pembelajaran matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan berpikir
secara optimal, terutama kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah.

Sementara itu untuk siswa yang berkemampuan tinggi melalui PMR juga akan
meningkat kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah matematiknya. Namun,
peningkatan itu diduga kurang signifikan. Hal ini didasarkan atas pemikiran bahwa
untuk siswa yang memiliki kemampuan tinggi, seringkali model pembelajaran yang
diterapkan bukan merupakan faktor utama untuk meningkatkan kemampuan berpikir
kreatif dan kemampuan pemecahan masalah matematik. Oleh sebab itu, dapat
dikemukakan bahwa apabila dalam pembelajaran matematika menggunakan PMR maka
kemungkinan siswa yang memiliki kemampuan awal rendah akan tertolong untuk
meningkatkan hasil belajarnya. Pernyataan yang dimaksud sejalan dengan hasil
penelitian Usiskin (Ruseffendi, 1998) tentang gerakan back to basic, yang merupakan
salah satu reaksi terhadap matematika modern (new math) menyimpulkan bahwa, siswa
yang kemampuan matematikanya kurang atau lemah akan tertolong melalui gerakan
back to basic, akan tetapi 25% siswa yang kemampuan matematikanya tinggi akan
terkorbankan. Selain itu, Ruseffendi (1998) menegaskan bahwa, matematika modern
lebih baik untuk anak pandai tetapi lebih jelek untuk anak lemah, sedangkan back to
basic lebih jelek untuk anak pandai tetapi lebih baik untuk anak lemah.

Beberapa penelitian telah menunjukkan dampak positif dari implementasi PMR


di sekolah. Menurut Turmudi (2008:105) pembelajaran matematika berdasarkan
pendekatan realistik telah membuat para siswa merasa senang, tertantang, merasa
wawasannya bertambah, adanya pertanyaan-pertanyaan tambahan merasa lebih mudah
mengaitkan matematika sehari – hari, menambah wawasan dan lebih mudah
mempelajarinya karena persoalannya menyangkut kehidupan sehari-hari. Lambertus
(2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa PMR dapat meningkatkan kemampuan
berfikir kreatif dan pemecahan masalah matematik siswa dibandingkan dengan
pembelajaran biasa. Saragih (2010) dalam disertasinya menemukan bahwa kemampuan
berpikir logis dan kemampuan komunikasi matematika siswa SMP yang diajar dengan
PMR ternyata lebih baik dibandingkan siswa SMP yang diajar dengan cara biasa.
Demikian pula kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan pemahaman siswa
kelas III SDPN Setia budi UPI yang diajar dengan pendekatan matematika realistik
secara signifikan lebih baik daripada siswa yang diajar dengan pendekatan biasa (Haji,
2005).

Berdasarkan uraian di atas, dirasakan perlu upaya mengungkap apakah PMR dan
pendekatan biasa memiliki perbedaan kontribusi terhadap kemampuan berpikir kreatif
dan pemecahan masalah matematika siswa. Hal itulah yang mendorong dilakukan suatu
penelitian yang memfokuskan dari pada penerapan pendekatan matematika realistik
terhadap kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah matematika siswa
sekolah menengah pertama (SMP) ditinjau dari kemampuan awal matematik siswa.
B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas , dapat dikemukakan beberapa


permasalahan yakni:
1. Prestasi belajar matematika siswa masih rendah.
2. Metode pembelajaran di sekolah tempat penelitian masih berpusat pada guru.
3. Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa masih rendah.
4. Siswa masih mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah matematika dengan
kreatif
5. Dalam proses pembelajaran matematika, guru pada umumnya masih menerapkan
metode biasa.
6. Penerapan pendekatan pembelajaran biasa diduga kurang sesuai untuk meningkatkan
kemampuan berfikir kreatif pemecahan masalah matematika siswa.
7. Kebanyakan siswa mengalami kesulitan menyelesaikan soal-soal matematika
kontekstual karena ketidakmampuan mereka mencermati dan memahami soal,
dengan kata lain siswa kesulitan membuat pemecahan masalah matematikanya.
8. Dalam proses pembelajaran guru kurang maksimal memberikan soal-soal
matematika kontekstual.
9. Penerapan pendekatan matematika realistik diduga dapat meningkatkan kemampuan
berfikir kreatif dan pemecahan masalah matematika siswa.
10. Siswa yang memiliki kemampuan awal matematik rendah atau sedang
melalui pendekatan matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kreatif dan pemecahan masalah siswa.

C. Batasan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka
perlu adanya pembatasan masalah agar lebih fokus. Peneliti meneliti tentang
peningkatan kemampuan berpikir kreatif, kemampuan pemecahan masalah matematik
dan proses penyelesaian siswa terhadap masalah tes kemampuan berpikir kreatif dan
kemampuan pemecahan masalah matematik dengan menggunakan pendekatan
pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik dan pendekatan biasa.
Dilaksanakan pada kelas VIII SMP Muhammadiyah 03 Medan semester ganjil tahun
pelajaran 2012/2013 dengan pokok bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
(SPLDV).

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan


masalah, maka rumusan masalah penelitian ini :
1. Apakah peningkatan kemampuan berfikir kreatif antara siswa yang diberi
pembelajaran melalui pendekatan matematika realistik lebih tinggi daripada siswa
yang diberi pembelajaran biasa?
2. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika antara siswa yang
diberi pembelajaran melalui pendekatan matematika realistik lebih tinggi daripada
siswa yang diberi pembelajaran biasa?
3. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan tingkat kemampuan awal
(KAM) siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif?
4. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan tingkat kemampuan awal
(KAM) siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik
siswa?
5. Bagaimana proses penyelesaian siswa terhadap masalah tes kemampuan berpikir
kreatif dan pemecahan masalah matematik siswa?
E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang terdapat pada


rumusan masalah. Secara operasional tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran
secara empiris tentang:
1. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan berfikir kreatif antara siswa
yang diberi pembelajaran melalui pendekatan matematika realistik lebih tinggi
daripada siswa yang diberi pembelajaran biasa.
2. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika
antara siswa yang diberi pembelajaran melalui pendekatan matematika realistik
lebih tinggi daripada siswa yang diberi pembelajaran biasa.
3. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan tingkat
kemampuan awal (KAM) siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif.
4. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan tingkat
kemampuan awal (KAM) siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematik siswa.
5. Untuk mengetahui bagaimana proses penyelesaian siswa terhadap tes kemampuan
berpikir kreatif dan pemecahan masalah matematik siswa.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada tenaga


pendidik atau guru bidang studi matematika dan para pembaca, baik yang bersifat
teoritis maupun praktis.
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai sumbangan pemikiran bagai para guru, pengelola, pengembang dan
lembaga-lembaga pendidikan dalam menjawab dinamika proses pembelajaran
siswa.
b. Merupakan masukan dalam memperluas wawasan tentang pengetahuan pendekatan
pembelajaran Pendekatan Matematika Realistik (PMR)
c. Upaya dalam dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan peneliti
yang berhubungan dengan penelitian serta aplikasi teori belajar dan pembelajaran.
d. Merupakan kontribusi peneliti dalam memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan pengembangan pendekatan matematika
realistik untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah
matematika siswa.
2. Manfaat Praktis

Memberikan masukan bagi tenaga pendidik, khususnya guru mata pelajaran


matematika dalam penerapan pendekatan matematika realistik untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

G. Defenisi Operasional
Dalam penelitian ini yang merupakan variabel bebas adalah pendekatan
pembelajaran yaitu Pendekatan Matematika Realistik (PMR) dan Pendekatan
Biasa, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan berpikir kreatif dan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
1. Kemampuan berpikir kreatif dalam matematika adalah kemampuan
menyelesaikan soal-soal dengan indikator-indikatornya meliputi: (1) Kefasihan/
kelancaran (fluency), adalah kemampuan untuk mengemukakan ide jawaban,
pertanyaan, dan penyelesaian masalah; (2) keluwesan (flexibility) adalah
kemampuan untuk menemukan atau menghasilkan berbagai macam ide, jawaban
atau pertanyaan yang bervariasi; (3) penguraian (elaboration), kemampuan
untuk mengembangkan suatu ide, menambah atau merinci secara detil suatu
obyek, ide, dan situasi; (4) Hal yang baru (originality), adalah kemampuan untuk
memberikan respon-respon yang unik dan luar biasa.
2. Kemampuan pemecahan masalah dalam matematika adalah kemampuan
memecahkan soal-soal atau masalah matematik rutin atau tidak rutin yang tidak
dapat segera dipecahkan dengan mengikuti langkah-langkah: memahami
masalah, membuat rencana penyelesaian, melaksanakan penyelesaian
(melakukan perhitungan), dan memeriksa kembali langkah-langkah pengerjaan
dan hasil yang diperoleh.
3. Pendekatan matematika realistik (PMR) adalah pembelajaran matematika
realistik bernuansa Indonesia yang mengacu pada prinsip-prinsip reinvention,
didactical phenomenology, self-developed models dengan karakteristik yang
meliputi penggunan masalah konteks, peggunaan model-model, penggunaan
produksi dan konstruksi siswa, sosial-interaktif, reflektif dan keterkaitan
(intertwining).
4. Peningkatan adalah peningkatan kemampuan siswa sebelum pemberian
Pendekatan Matematika Realistik dan setelah pemberian pembelajaran.

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Teoritis
1. Kemampuan Berpikir Kreatif

Berbagai definisi yang digunakan untuk membatasi maksud yang terkandung


dalam pengertian yang berkaitan dengan istilah kreativitas atau cara berpikir kreatif.
Namun, sebagian pakar sepakat dengan definisi kreativitas yang telah dirumuskan oleh
para pendahulu mereka. Hal ini diperlihatkan oleh Haefele (Munandar, 2009)
kreativitas atau berpikir kreatif adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-
kombinasi baru yang mempunyai makna sosial. Hulbeck (Munandar, 2009)
mengartikan kreativitas adalah ungkapan (ekspresi) dari keunikan individu dalam
interaksi dengan lingkungannya. Ditinjau dari definisi proses, Torrance (Munandar
2009) mengemukakan bahwa kreativitas pada dasarnya menyerupai langkah-langkah
dalam metode ilmiah mulai dari menemukan masalah sampai dengan menyampaikan
hasil. Masih ada puluhan definisi kreativitas dari para ahlinya. Namun, pada intinya ada
persamaan antara definisi-definisi yang diberikan para ahli tersebut, yaitu bahwa
kreativitas merupakan kemampuan untuk mewujudkan atau menciptakan sesuatu yang
baru baik berupa gagasan, konsep, ataupun karya nyata.

Munandar (2009) menyatakan bahwa berpikir kreatif disebut juga berpikir


divergen atau kebalikan dari berpikir konvergen. Lebih lanjut, Munandar (2009)
menjelaskan bahwa berpikir divergen yaitu berpikir untuk memberikan macam-macam
kemungkinan jawaban benar ataupun cara terhadap suatu masalah berdasarkan
informasi yang diberikan dengan penekanan pada keragaman jumlah dan kesesuaian.
Sedangkan, berpikir konvergen menurut Munandar (2009), yaitu berpikir untuk
memberikan satu jawaban terhadap suatu masalah berdasarkan informasi yang
diberikan.

Menurut Guilford (Supriadi, 1994, h. 7) ada lima ciri kemampuan berpikir


kreatif, yaitu sebagai berikut.
1. Kelancaran (fluency), adalah kemampuan untuk menghasilkan banyak
gagasan.
2. Keluwesan (flexibility), adalah kemampuan untuk mengemukakan
bermacam-macam pemecahan atau pendekatan terhadap masalah.
3. Keaslian (originality), adalah kemampuan untuk mencetuskan gagasan
dengan cara-cara yang asli.
4. Penguraian (elaboration), adalah kemampuan untuk menguraikan
sesuatu secara rinci.
5. Perumusan kembali (redefinition), adalah kemampuan untuk meninjau
msuatu persoalan berdasarkan perspektif yang berbeda dengan apa yang telah ada
sebelumnya.

Sementara itu, menurut Williams (Munandar, 2009) bahwa kemampuan yang


berkaitan dengan berpikir kreatif ini ada delapan kemampuan, empat dari ranah kognitif
dan empat dari ranah afektif. Berikut ini empat kemampuan dari ranah kognitif
disebutkan secara lengkap oleh Williams (Munandar, 2009).
1. Berpikir lancar (fluency)

a. Menghasilkan banyak gagasan atau jawaban yang relevan.

b. Arus pemikiran lancar


2. Berpikir luwes (fleksibel)

a. Menghasilkan gagasan-gagasan yang bervariasi.

b. Mampu mengubah cara atau pendekatan.

c. Arah pemikiran yang berbeda-beda.


3. Keaslian (originality)

a. Memberikan jawaban yang tidak lazim, yang lain dari yang lain, yang jarang
diberikan kebanyakan orang.
4. Terperinci (elaborasi)

a. Mengembangkan, menambah, memperkaya suatu gagasan.

b. Memperinci dengan detail.

c. Memperluas suatu gagasan.


Adapun empat kemampuan dari ranah afektif menurut Williams (Munandar, 2009)
secara rinci disebutkan sebagai berikut.
1. Mengambil resiko

a. Tidak takut gagal atau kritik.

b. Berani membuat dugaan.

c. Mempertahankan pendapat.
2. Merasakan tantangan

a. Mencari banyak kemungkinan.

b. Melihat kekurangan-kekurangan dan bagaimana seharusnya.

c. Melibatkan diri dalam masalah-masalah atau gagasan yang sulit.


3. Rasa ingin tahu

a. Mempertanyakan sesuatu.

b. Bermain dengan suatu gagasan.

c. Tertarik pada kegaiban (misteri).

d. Terbuka terhadap situasi yang merupakan teka-teki.

e. Senang menjajaki hal-hal baru.


4. Imajinasi

a. Mampu membayangkan, membuat gambaran mental.

b. Memimpikan hal yang belum pernah terjadi.

c. Menjajaki hal-hal diluar kenyataan indrawi.

Johnson (2007) menyatakann bahwa untuk dapat berpikir kreatif, tentunya


membutuhkan ketekunan, disiplin diri, meliputi aktivitas mental sebagai berikut:
1. mengajukan pertanyaan;
2. mempertimbangkan informasi baru dan ide yang tak lazim
dengan pikiran terbuka;
3. membangun keterkaitan, khususnya di antara hal-hal yang
berbeda;
4. menghubung-hubungkan berbagai hal yang bebas;
5. menerapkan imajinasi pada setiap situasi untuk menghasilkan
hal baru dan berbeda;
6. mendengarkan intuisi.
Selanjutnya Munandar (dalam Mulyana, 2005) mengatakan bahwa ciri-ciri
kemampuan yang berpikir kreatif yang berhungan dengan kognisi dapat dilihat dari
kemampuan berpikir lancar, ketrampilan berpikir luwes, ketrampilam berpikir orisinal,
ketrampilan elaborasi, dan ketrampilan menilai. Penjelasan dari ciri-ciri yang berkaitan
dengan ketrampilan-ketrampilan tersebut diuraikan sebagai berikut.

1. Ciri-ciri ketrampilan kelancaran (fluency):


(a) Mencetuskan banyak gagasan dalam pemecahan masalah
(b) Memberikan banyak jawaban dalam menjawab suatu pertanyaan
(c) Memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal.
(d) Bekerja lebih cepat dan melakukan lebih banyak daripada anak-anak lain.

2. Ciri-ciri ketrampilan berpikir luwes (fleksibel):


(a)   Menghasilkan gagasan penyelesaian masalah atau jawaban suatu pertanyaan 
bervariasi.
(b) Dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda.
(c)  Menyajikan suatu konsep dengan cara yang berbeda-beda.

3. Ciri-ciri ketrampilan orisinal (keaslian):


(a)  Memberikan gagasan yang baru dalam menyelesaikan masalah atau jawaban
yang lain dari yang sudah biasa dalam menjawab suatu pertanyaan
(b) Membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-
unsur.

4. Ciri-ciri ketrampilan Memperinci (elaborasi):


(a)  Mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain.
(b) Menambahkan atau memperici suatu gagasan sehingga meningkatkan kualitas
gagasan tersebut.

5. Ciri-ciri ketrampilan Menilai (mengevaluasi):


(a) Dapat menemukan kebenaran suatu pertanyaan atau kebenaran suatu rencana
penyelesaian masalah.
(b) Dapat mencetuskan gagasan penyelesaian suatu masalah dan dapat
melaksanakannya dengan benar.
(c)  Mempunyai alasan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mencapai suatu
keputusan.

Masih terdapat beberapa ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif yang


dikemukakan oleh para ahli di bidang tersebut. Namun, dari beberapa ciri-ciri
yang dikemukakan pada intinya lebih banyak persamaannya. Adapun salah satu ciri
yang berbeda di antara beberapa ahli adalah ciri yang kelima. Seperti halnya yang
dinyatakan Pomalato (Mulyana, 2005) mengenai ciri kelima, yaitu kepekaan,
sedangkan Guilford (Supriadi, 1994) mengungkapkan ciri yang kelima adalah
perumusan kembali (redefinition).

Dari beberapa ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif yang telah diungkapkan,


menurut peneliti ciri-ciri yang dikemukan oleh Williams tampak lebih jelas dan
terperinci. Oleh karena itu, peneliti menggunakan ciri-ciri kemampuan berpikir
kreatif yang dikemukakan oleh Williams sebagai ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif
yang dikembangkan dalam penelitian ini, yaitu kefasihan (fluency), keluwesan
(flexibility), penguraian (elaboratoin) dan hal yang baru (originality).
a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kreativitas
Ada dua faktor yang mempengaruhi kreativitas. Faktor-faktor tersebut adalah
inkubasi dan faktor sosial.

1. Inkubasi
 Banyak ahli percaya bahwa masa inkubasi merupakan cara untuk
menyelesaikan masalah  secara kreatif.  Inkubasi adalah cara kita dapat menyelesaikan
masalah yang sulit bila kita menunda dulu masalah tersebut jedah waktu dan kemudian
bekerja lagi. Inkubasi jarang didemonstrasikan dalam penelitian yang terkontrol dengan
baik. Baron dan Gilhooly (dalam Matlin (2003), meskipun bukti akurat itu banyak,
beberapa ahli perpendapat bahwa terjadi proses kerja di bawah sadar pada saat inkubasi.
Kemungkinan lain adalah proses mental yang tidak tepat berkurang selama periode
tersebut. Selanjutnya Gilhooly (dalam Matlin, 2003) bahwa lebih jauh lagi masa
inkubasi ini memungkinkan untuk memperluas aktivitas antara konsep-konsep yang
terhubung, terutama tugas-tugas yang membutuhkan kreativitas verbal.
2. Faktor-faktor sosial
Amabile (Matlin, 2003) mengemukakan bukti yang meyakinkan bahwa ekspektasi
evaluasi bisa merusak kreativitas. Saat kita mengharapkan kerja kita dievaluasi,
hasilnya tidak akan mengecewakan, tetapi sepertinya akan kurang kreatif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Faktor-faktor sosial dapat mempengaruhi
kreativitas sebagai berikut:
a)      Ketika seseorang memperhatikan anda ketika sedang bekerja
b)      Ketika Anda ditawari penghargaan karena kreativitas anda
c)      Ketika Anda harus berjuang untuk mendapatkan hadiah.
d)     Ketika seseorang membatasi pilihan-pilihan anda dalam mengekspresikan
kreativitas Anda.

b. Berpikir Kreatif dalam Matematika


Berpikir kreatif dalam matematika dapat dipandang sebagai orientasi atau
disposisi tentang instruksi matematika, termasuk tugas penemuan dan pemecahan
masalah. Aktivitas tersebut dapat membawa siswa mengembangkan pendekatan yang
lebih kreatif dalam matematika. Tugas aktivitas tersebut dapat digunakan oleh guru
untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam hal yang berkaitan dengan dimensi
kreativitas. Krutetskii (Munandar, 2009) menyatakan bahwa kreativitas identik dengan
keberbakatan matematika. Ia mengatakan lebih lanjut bahwa kreativitas dalam
pemecahan masalah matematika merupakan kemampuan dalam merumuskan masalah
matematika secara bebas, bersifat penemuan, dan baru. ide-ide ini sejalan dengan ide-
ide seperti fleksibilitas dan kelancaran dalam membuat asosiasi baru dan menghasilkan
jawaban divergen yang berkaitan dengan kreativitas secara umum. Silver (1997)
mengemukakan bahwa aktivitas matematika seprti pemecahan masalah dan pengajuan
masalah berhubungan erat dengan kreativitas yang meliputi kefasihan, keluwesan, dan
hal-hal baru.
      Heylock (Munandar, 2009) bahwa
kemampuan berpikir kreatif matematik dapat menggunakan dua pendekatan.
Pendekatan pertama adalah dengan memperhatikan jawaban siswa dalam memecahkan
masalah yang proses kognitifnya dianggap sebagai proses berpikir kreatif. Pendekatan
kedua adalah menentukan kriteria bagi sebuah produk yang diindikasikan sebagai hasil
dari berpikir kreatif atau produk-produk divergen. Selanjutnya Haylock (Munandar,
2009) mencatat bahwa banyak usaha untuk menggambarkan kreatif matematik. Pertama
memperhatikan kemampuan untuk melihat hubungan baru antara teknik-teknik dan
bidang-bidang dari aplikasi dan untuk membuat asosiasi-asosiasi antara yang tidak
berkaitan dengan idea.

Silver (1997) menyatakan bahwa kreativitas bukan sebagai dominan segelintir


individu yang istimewa, melainkan lebih sebagai orientasi atau disposisi terhadap
aktivitas matematika yang dapat dikembangkan secara luas di sekolah-sekolah umum.
Lebih lanjut Silver mengemukakan aktivitas matematik seperti pemecahan masalah dan
posing masalah terjalin erat dengan kreativitas yang meliputi kefasihan, keluesan dan
hal yang baru. Munandar (2009) menyatakan bahwa kreativitas dapat dirumuskan
sebagai kemampuan yang mencerminkan aspek-aspek kelancaran, keluwesan,
originalitas dalam berpikir, dan kemampuan mengelaborasi (mengembangkan,
memperkaya, memperinci) sesuatu gagasan. Selanjutnya Srirman (2004)
mendefinisikan kreativitas sebagai proses yang hasilnya tidak biasa, solusi yang
terdapat dalam persoalan yang diberikan dapat terlepas dari tingkat kompleksitas.
Srirman juga menyarankan supaya kreativitas dapat diterapkan di kelas dengan memberi
kesempatan para siswa untuk menyelesaikan soal-soal yang tidak rutin, kompleks dan
terstruktur. Diharapkan soal-soal itu tidak hanya memunculkan motivasi dan ketekunan
tetapi juga memiliki tingkat refleksi yang sangat luas.

Selanjutnya untuk mengenali kemampuan berpikir kreatif dalam matematika


Haylock (dalam Mina 2005) menggunakan dua pendekatan seperti berikut: (1)
memperhatikan jawaban siswa dalam memecahkan masalah yang proses kognitifnya
dianggap sebagai proses berpikir kreatif, (2) menentukan kriteria bagi sebuah produk
yang diindikasikan sebagai hasil dari berpikir kreatif atau sebagai produk-produk
divergen.

Dari beberapa pengertian yang dikemukakan para ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa berpikir kreatif matematik sebagai kemampuan menemukan dan menyelesaikan
masalah matematika yang meliputi komponen-komponen: (1) Kefasihan/ kelancaran
(fluency), adalah kemampuan untuk mengemukakan ide jawaban, pertanyaan, dan
penyelesaian masalah; (2) keluwesan (flexibility) adalah kemampuan untuk menemukan
atau menghasilkan berbagai macam ide, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi; (3)
penguraian (elaboration), kemampuan untuk mengembangkan suatu ide, menambah
atau merinci secara detil suatu obyek, ide, dan situasi; (4) Hal yang baru (originality),
adalah kemampuan untuk memberikan respon-respon yang unik dan luar biasa.
Penilaian terhadap kemampuan kreatif siswa dalam matematika penting untuk
dilakukan. Pengajuan masalah yang menuntut siswa dalam pemecahan masalah sering
digunakan dalam penilaian kreativitas matematik.  Tugas-tugas yang diberikan pada
siswa yang bersifat penghadapan siswa dalam masalah dan pemecahannya digunakan
peneliti untuk mengidentifikasi individu-individu yang kreatif.

Untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif, Singh (1990) menyatakan bahwa


siswa dapat diberikan soal-soal cerita open-ended yaitu soal yang menghasilkan banyak
jawaban benar. Dengan menggunakan soal cerita seperti ini memungkinkan siswa untuk
memperlihatkan proses berpikir divergen. Selain itu, tugas-tugas mengenai pengajuan
maslah dan pemecahan masalah juga dipakai oleh peneliti lain untuk mengidentifikasi
individu-individu yang kreatif. Sebagai contoh, (Silver, 1997), mengembangkan suatu
tes baterai untuk mengukur kreativitas, dengan salah satu tugas meminta subyek-subyek
untuk mengajukan masalah matematik, yang dapat dijawab dengan memakai informasi
yang diberikan dalam serangkaian cerita tentang situasi dunia nyata. Berdasarkan
kerumitan prosedur, yang diperlukan untuk memperoleh solusi (misalnya jumlah dan
tipe dari operasi aritmatika yang digunakan), dan hasil ini dipakai sebagai suatu ukuran
kreativitas. Tugas lain yang digunakan Getzel dan Jackson adalah menilai kefasihan dan
keorisinalan subyek ketika mereka menyelesaikan masalah, yang memiliki beberapa
jawaban, atau yang dapat diselesaikan dengan pendekatan dari berbagai arah.

Dalam penelitian ini, kemampuan berpikir kreatif diukur dengan menggunakan


soal-soal cerita yang memiliki beberapa jawaban benar, yang berkaitan dengan situasi
dunia nyata, dialami siswa, dan yang dapat diselesaikan dengan pendekatan matematika
realistik. Sedangkan penjabaran kemampuan berpikir kreatif didasarkan pada indikator-
indikator prilaku kreatif, yaitu: kefasihan (fluency), keluwesan (flexibility), penguraian
(elaboratoin) dan hal yang baru (originality).

2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Tidak semua persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari dapat


dikatakan masalah. Menurut Hayet dan Mayer (dalam Suhendri, 2006), kita menghadapi
masalah ketika ada suatu kesenjangan antara tempat kita sekarang berada dengan
kemana kita inginkan tetapi kita tidak tahu bagaimana menjembatani kesenjangan itu.
Masalah adalah suatu hambatan,kesulitan atau tantangan, atau situasi yang
membutuhkan solusi atau pemecahan. Suatu soal atau pertanyaan dapat merupakan
masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan (challenge) yang
tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin (routine procedure) yang sudah diketahui
si pelaku (Shadiq,2004;12). Jika mengacu pada dua pengertian masalah di atas,
beberapa ciri suatu pertanyaan, soal ataupun fenomena dikatakan sebagai masalah: (1)
menantang bagi seseorang yang menghadapi masalah tersebut, (2) memerlukan usaha
untuk memecahkannya (3) sangat butuh untuk dipecahkan bagi yang menghadapi
masalah tersebut.

Sementara itu Posamentier dan Stepelmen (dalam Suhendri, 2006) berpendapat


sama dengan mengatakan bahwa masalah adalah suatu situasi dimana ada sesuatu yang
kita tuju atau inginkan, tetapi kita tidak tahu bagaimana mendapatkannya atau
mencapainya supaya sampai pada tujuan atau keinginan tersebut. Lester (dalam Kadir,
2008), bahwa suatu masalah adalah suatu situasi di mana seorang individu atau
kelompok disebut terbuka untuk melakukan suatu tugas untuk hal mana tidak ada
algoritma yang siap yang dapat diterima sebagai suatu metode pemecahannya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa masalah timbul


karena adanya suatu kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan kenyataan, antara
apa yang dimiliki dengan apa yang dibutuhkan, antara apa yang telah diketahui yang
berhubungan dengan masalah tertentu dengan apa yang ingin diketahui. Oleh karena itu
kesenjangan ini harus segera diatasi. Proses mengenai bagaimana mengatasi
kesenjangan ini disebut sebagai proses memecahkan masalah.
James dan James (1976) mengatakan bahwa matematika adalah  ilmu tentang
logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan  satu
dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi kedalam tiga bidang,
yaitu : aljabar, analisis dan geometri. Namun pembagian yang jelas amatlah sukar untuk
dibuat, sebab cabang-cabang itu semakin bercampur. Adanya pendapat yang
mengatakan bahwa matematika  itu timbul karena pikiran-pikiran manusia yang
berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran yang terbagi menjadi 4 wawasan yang
luas yaitu aritmatika, aljabar, geometrid an analisis. Johnson dan Rising (1972)
berpendapat bahwa matematika adalah  pola berfikir, pola mengorganisasikan,
pembuktian yang logic, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang
didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan symbol dan
padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi. Reys dkk
(1984) mengatakan bahwa matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu
jalan atau pola berfikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat. Kemudian Kline (1973)
mengemukakan bahwa matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat
sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk
membantu manusia dalam memahami dam menguasai permasalahan sosial, ekonomi,
dan alam. Jadi masalah matematika adalah suatu soal atau pertanyaan ataupun fenomena
yang memiliki tantangan yang dapat berupa bidang aljabar, analisis, geometri, logika,
permasalahan sosial ataupungabungan satu dengan lainnya  yang membutuhkan
pemecahan bagi yang menghadapinya.

Menurut Lencher seperti yang dikutip (Wardhani, dkk. 2010) memecahkan masalah
matematika adalah proses menerapkan pengetahuan matematika yang telah diperoleh
sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal. Pemecahan masalah dalam
matematika memiliki ciri khas tersendiri, secara garis besar terdapat tiga macam
interpretasi istilah pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika, yaitu
pemecahan masalah sebagai tujuan, pemecahan masalah sebagai proses, dan
pemecahan masalah sebagai keterampilan dasar.
1. Pemecahan masalah sebagai tujuan
Para pendidik, matematikawan, dan pihak yang menaruh perhatian pada
pendidikan matematika seringkali menetapkan pemecahan masalah sebagai salah
satu tujuan pembelajaran matematika. Bila pemecahan masalah ditetapkan atau
dianggap sebagai tujuan pengajaran maka ia tidak tergantung pada soal atau masalah
yang khusus, prosedur, atau metode, dan juga isi matematika. Anggapan yang
penting dalam hal ini adalah bahwa pembelajaran tentang bagaimana menyelesaikan
masalah merupakan alasan utama belajar matematika.
2. Pemecahan masalah sebagai proses
Pengertian lain tentang pemecahan masalah adalah sebagai sebuah proses
yang dinamis. Dalam aspek ini, pemecahan masalah dapat diartikan sebagai proses
mengaplikasikan segala pengetahuan yang dimiliki pada situasi yang baru dan tidak
biasa. Dalam interpretasi ini, yang perlu diperhatikan adalah metode, prosedur,
strategi dan heuristik yang digunakan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah..
3. Pemecahan masalah sebagai keterampilan dasar
Pengertian pemecahan masalah sebagai keterampilan dasar lebih dari sekedar
menjawab tentang pertanyaan: apa itu pemecahan masalah?. Peran seorang guru
adalah berusaha mengerahkan seluruh kemampuannya untuk membangun kemampuan
siswa dalam menyelesaikan masalah. Karena disadari atau tidak siswa setiap
harinya selalu dihadapkan pada suatu masalah, karena itu pembelajaran pemecahan
masalah sejak dini diperlukan agar siswa dapat menyelesaikan problematika
kehidupannya dalam arti yang luas maupun sempit. Ruseffendi (2005) mengemukakan
beberapa alasan mengapa soal-soal pemecahan masalah diberikan kepada siswa, yaitu:

dapat menimbulkan keingintahuan, memotivasi, dan membantu berpikir


kreatif; di samping memiliki pengetahuan dan keterampilan (berhitung,
dan lain-lain), disyaratkan adanya kemampuan untuk terampil membaca
dan membuat pernyataan yang benar; dapat menimbulkan jawaban yang
asli, khas, dan beraneka ragam, serta dapat menambah pengetahuan baru;
dapat meningkatkan aplikasi ilmu pengetahuan yang telah diperolehnya;
mengajak siswa memiliki prosedur pemecahan masalah, mampu membuat
analisis dan sintesis, dan dituntut untuk membuat evaluasi terhadap hail
pemecahannya; merupakan kegiatan penting bagi siswa yang melibatkan
bukan saja satu bidang studi tetapi mungkin bidang atau pelajaran lain.
Pemecahan masalah melibatkan emosi/afeksi siswa selama proses pemecahan
masalah. Masalah juga dapat menantang pikiran dan bernuansa teka-teki bagi siswa
sehingga dapat meningkatkan rasa penasaran, motivasi dan kegigihan untuk selalu
terlibat dalam matematika. Dalam penelitian ini pemecahan masalah matematika yang
dimaksud adalah pemecahan masalah sebagai tujuan.
a. Langkah-langkah Pemecahan Masalah Matematika

Beberapa ahli diantaranya Orlich, Krulik serta Polya merekomendasikan langkah


dalam melakukan pemecahan masalah. Orlich (dalam Sujono, 1988) mengemukakan
tahapan dalam pemecahan masalah yakni : (1) menyadari situasi atau keadaan yang
dikatakan sebagi “masalah” (2) mengidentifikasi masalah dalam istilah yang eksak, (3)
dapat menentukan arti dari semua istilah yang terkait, (4) melihat limitasi masalah, (5)
membuat analisa yang mungkin perlu membagi masalah menjadi beberapa sub masalah,
(6) mengumpulkan semua data yang relevan, (7) mengevaluasi kebenaran data, (8)
mensintesa data menjadi hubungan bermakna, (9) membuat generalisasi dan
mengemukakan alternatif pemecahan masalah, dan (10) mengemukakan hasil-hasil
pemecahan .

Sementara Dewey (dalam Sujono,1988) mengemukan lima tahapan dalam


pemecahan masalah yaitu; (1) tahu bahwa ada masalah, kesadaran tentang adanya
kesukaran, rasa putus asa keheranan, atau keraguan, (2) mengenali/ menyajikan
masalah, klasifikasi, defenisi dan pemberian tanda pada tujuan yang akan dicari, (3)
menggunakan pengalaman yang lalu (4) meguji beberapa hipotesis, mengevaluaisi
kelemahan dan kelebihan hipotesis (5) memilih hipotesis terbaik dan menarik
kesimpulan berdasarkan bukti-bukti yang ada.

Rencana
Masalah Penyelesaian Model
Matematika

Konfirma Pelaksanaan
si Rencana

Jawaban Penyelesaian
Terhadap Model
Masalah Matematika
Kembali
Penyelesaian
Gambar 2.1. Alur Pemecahan Masalah Menggunakan Matematika

Sumber : Tarigan (2006: 156)

Langkah-langkah pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini


mengacu pada langkah yang dikemukan oleh Polya, yaitu kemampuan siswa
menyelesaikan soal matematika yang tidak rutin ditinjau dari aspek (a) memahami
masalah, diukur dengan menuliskan yang diketahui, menuliskan yang ditanyakan dan
menulis cukup, kurang atau berlebihan hal-hal yang diketahui untuk menyelesaikan
soal, (b) membuat rencana penyelesaian, diukur dengan menuliskan metode atau
rumus yang digunakan dalam menyelesaikan soal, (c) melakukan perhitungan, diukur
dengan melaksanakan rencana yang sudah dibuat benar (d) memeriksa kembali, diukur
dengan melakukan salah satu dari kegiatan berikut, memeriksa penyelesaian (mengetes
atau mengujicoba jawaban), memeriksa apakah jawaban yang diperoleh masuk akal,
memeriksa jawaban adakah perhitungan atau analisis yang salah, memeriksa jawaban
adakah yang kurang lengkap atau kurang jelas.
3. Pendekatan Matematika Realistik

Pendekatan merupakan suatu konsep atau prosedur yang digunakan dalam


membahas suatu bahan pelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran (Ismail, 2003).
Menurut Sanjaya (2008) pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak
atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan
tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya
mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan
cakupan teoretis tertentu. Dari pendapat di atas dapat diambil kesimpulan pendekatan
pembelajaran adalah prosedur yang digunakan dalam membahas bahan pelajaran
matematika dengan harapan tercapainya tujuan pembelajaran.

Pendekatan matematika realistik (PMR) dalam pembelajaran matematika


merupakan satu kerangka pembelajaran yang berlandaskan bahwa matematika adalah
aktivitas manusia (Turmudi. 2008). Menurut Freundenthal seperti dikutip Tarigan
(2006) matematika bukan sebagai bahan pelajaran, melainkan sebagai aktivitas manusia
dan harus dikaitkan dengan realitas, siswa tidak dapat dipandang sebagai penerima pasif
matematika yang sudah jadi, siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali
matematika di bawah bimbingan orang dewasa.

Dunia nyata dalam PMR digunakan sebagai titik awal untuk pengembangan ide
atau konsep matematika (Hadi, 2005). Menurut Bloom dan Niss seperti dikutip Hadi
(2005) dunia nyata adalah segala sesuatu di luar matematika, seperti mata pelajaran lain
selain matematika, atau kehidupan sehari-hari dan lingkungan sekitar siswa. Proses
pengembangan ide dan konsep matematika yang dimulai dari dunia nyata oleh Lange
disebut matematikasi konseptual, Suatu model skematis untuk proses belajar ini
digambarkan sebagai suatu sikel (lingkaran) yang tidak berujung, yang berarti proses
lebih penting daripada hasil. Diasumsikan bahwa pengetahuan merupakan proses
transformasi secara terus menerus dibentuk dan dibentuk kembali, bukan merupakan
entitas bebas untuk dikuasai atau diasumsikan.

Aktivitas matematika yang dilakukan siswa dalam memecahkan masalah


sekaligus dalam memahami suatu konsep maupun algoritma dalam matematika
dilakukan melalui proses matematikasi (Haji, 2005). Menurut Treffers seperti dikutip
Zulkardi (2008) ada dua jenis matematikasi yang dirumuskan secara eksplisit dalam
konteks pendidikan, yaitu matematikasi vertikal dan matematikasi horizontal.
Gravemeijer seperti dikutip Hadi (2005) dan Haji (2005) menyatakan matematikasi
horizontal merupakan kegiatan mengubah masalah kontekstual ke masalah matematika.

Menurut Turmudi seperti dikutip Haji (2005) beberapa kegiatan dalam


matematikasi horizontal yaitu: pengidentifikasian matematika khusus dalam konteks
umum, penskemaan, perumusan dan pemvisualan masalah dalam cara yang berbeda,
penemuan hubungan, penemuan keteraturan, pentransferan masalah dunia nyata ke
dalam masalah matematika, pentransferan dunia nyata ke dalam suatu model
matematika yang diketahui. Beberapa kegiatan dalam matematikasi vertikal yaitu:
menyatakan suatu hubungan dalam suatu rumus, pembuktian keteraturan, perbaikan
dan penyesuaian model, penggunaan model-model yang berbeda, pengkombinasian dan
pengintegrasian model-model, perumusan suatu konsep matematika baru,
penggeneralisasian.

Ide utama dari pendekatan matematika realistik adalah bahwa siswa harus diberi
kesempatan untuk menemukan kembali (reinvent) ide dan konsep matematika dengan
bimbingan orang dewasa melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan
dunia nyata atau real world. Proses pengembangan konsep dan ide matematika yang
dimulai dari dunia nyata disebut matematikasi konsep dan memiliki model skematis
proses belajar seperti pada gambar berikut:
UNIA NYATA

MATEMATIKASIDALAM MATEMATIKASI DAN


APLIKASI REFLEKSI

OBSERVASI
DANFORMALISASI

Gambar 2.2. Model Skematis Proses Belajar


a. Prinsip-prinsip Dasar PMR

Gravemeijer (1994:90-100) mengemukakan bahwa ada tiga prinsip kunci dalam


matematika realistik, yaitu :

1. Guided reinvention/progressive mathematizing (penemuan terbimbing/matematikasi


progressive). Dalam proses ini, untuk membangun dan menemukan kembali tentang
ide-ide dan konsep-konsep matematika, siswa seharusnya diberi kesempatan untuk
mengalami melalui dorongan situasi dan jenis masalah kontekstual. Prinsip ini
mengacu kepada pernyataan tentang konstruktivisme bahwa pengetahuan tidak
dapat diajarkan atau ditransfer oleh guru, tetapi hanya dapat dikonstruksi pembelajar
sendiri.
2. Didactial phenomenology (fenomena belajar bersifat mendidik). Dalam hal ini
fenomena pembelajaran menekankan pentingnya masalah-masalah kontekstual
untuk memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa. Hal ini dengan
mempertimbangkan aspek kecocokan aplikasi konteks dalam pengajaran dan
kecocokan dampak dalam proses reinvention, bentuk dan model matematika dari
soal kontekstual tersebut.
3. Self-developed model (pengembangan model sendiri). Prinsip ini berfungsi
menjembatani jurang antar pengetahuan matematika informal dan formal dari siswa.
Didalam PMR, model matematika dimunculkan dan dikembangkan secara mandiri
oleh siswa. Siswa mengembangkan model tersebut dengan menggunakan model-
model (formal dan informal) yang telah diketahuinya.

Dimulai dengan menyelesaikan masalah kontekstual dari situasi nyata yang


sudah dikenal siswa, kemudian ditemukan “model-dari”(model-of) situasi tersebut
(bentuk informal), dan kemudian diikuti dengan penemuan “model-untuk”(model-for)
bentuk tersebut (bentuk formal matematika), sehingga mendapatkan penyelesaikan
masalah tersebut dalam bentuk pengetahuan matematika formal. Gravemeijer (1994)
menyebutkan bahwa siswa belajar dari tahap situasi nyata, tahap refrensi (pemodelan),
tahap general/umum (generalisasi), dan tahap formula matematika.

b. Karakteristik PMR
Menurut Tarigan (2006) ada lima karakteristik PMR, yaitu: menggunakan
masalah kontekstual, menggunakan model, kontribusi siswa, kegiatan interaktif,
keterkaitan materi. Kelima karakteristik tersebut wajib terlihat pada pendekatan
matematika realistik.
1. Menggunakan masalah kontekstual

Masalah kontektual dalam PMR digunakan sebagai titik awal untuk


mengembangkan ide dan konsep matematika. Menurut Zulkardi (2008) konteks bukan
hanya merujuk kepada hubungannya dengan dunia nyata, tetapi juga merujuk kepada
masalah yang nyata dalam situasi siswa pikiran. Soal kontekstual matematika adalah
merupakan soal-soal matematika yang menggunakan berbagai konteks sehingga
menghadirkan situasi yang pernah dialami secara real bagi anak. Pada soal tersebut,
konteksnya harus sesuai dengan konsep matematika yang sedang dipelajari. Konteks
itu sendiri dapat diartikan dengan situasi atau fenomena/ kejadian alam yang terkait
dengan konsep matematika yang sedang dipelajari, (Zulkardi, 2008).
2. Penggunaan model
Menggunakan instrumen vertikal seperti model, skema, diagram dan simbol-
simbol. Istilah model berkaitan dengan situasi dan model matematika yang dibangun
sendiri oleh siswa, yang merupakan jembatan bagi siswa untuk membuat sendiri model-
model dari situasi nyata ke abstrak atau dari situasi informal ke formal. Artinya siswa
membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah kontekstual yang merupakan
keterkaitan antara model situasi dunia nyata yang relevan dengan lingkungan siswa ke
dalam model matematika. Sehingga dari proses matematikasi horizontal dapat menuju
ke matematikasi vertikal. Penggunaan model dalam penelitian ini merupakan salah satu
dari model, skema, gambar dan simbol-simbol.
3. Kontribusi siswa
Siswa aktif mengkontruksikan sendiri bahan matematika dengan bimbingan dari
guru. Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan berbagai strategi
informal yang dapat mengarahkan pada pengkontruksian berbagai prosedur untuk
memecahkan masalah. Dengan kata lain, kontribusi yang besar dalam proses
pembelajaran diharapkan  datang dari siswa, bukan dari guru. Artinya semua pikiran
atau pendapat siswa sangat diperhatikan dan dihargai.
4. Kegiatan interaktif

Proses belajar bersifat interaktif antara guru dan siswa dalam hal bimbingan, serta
antar siswa dalam hal negosiasi pemikiran. Mengoptimalkan proses belajar mengajar
melalui interaksi antar siswa, siswa dengan guru dan siswa dengan sarana dan prasarana
merupakan hal penting dalam PMR. Bentuk-bentuk interaksi seperti: negosiasi,
penjelasan, pembenaran, persetujuan, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk
mencapai bentuk pengetahuan matematika formal dari bentuk-bentuk pengetahuan
matematika informal yang ditemukan sendiri oleh siswa. Guru harus memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan ide-ide mereka melalui proses
belajar yang interaktif.
5. Keterkaitan materi
Berbagai struktur dan konsep dalam matematika saling berkaitan, sehingga
keterkaitan atau pengintegrasian antar topik atau materi pelajaran perlu dieksplorasi
untuk mendukung agar pembelajaran lebih bermakna. Dengan pengintegrasian itu akan
memudahkan siswa untuk memecahkan masalah. Di samping itu dengan
pengintegrasian dalam pembelajaran, waktu pembelajaran menjadi lebih efisien. Hal ini
dapat terlihat melalui masalah kontekstual yang diberikan.

Karakteristik pertama (penggunaan masalah kontekstual), kedua (penggunaan


model) mengarahkan siswa dari realitas yang dikenal secara nyata menuju matematika
formal, dengan adanya karakteristik pertama dan kedua menjadikan siswa memecahkan
masalah melibatkan benda konkret, menjelaskan dan memecahkan masalah tersebut
memakai model gambar berupa skema atau gambar situasi hal tersebut membuat siswa
lebih mudah memahami karena masalah tersebut dekat dengan kehidupannya dan siswa
dilibatkan secara aktif. Hal di atas didukung pernyataan Armanto (2001) yang
mengatakan bahwa dalam PMR, siswa belajar mematematikasi masalah-masalah
kontekstual. Siswa mengidentifikasi bahwa soal kontekstual harus ditransfer ke dalam
soal bentuk matematika untuk lebih dipahami lebih lanjut, melalui penskemaan,
perumusan dan pemvisualisasian. Hal tersebut merupakan proses matematikasi
horizontal. Sedangkan matematikasi vertikal, siswa menyelesaikan bentuk matematika
dari soal kontekstual dengan menggunakan konsep, operasi dan prosedur matematika
yang berlaku dan dipahami siswa.

Karakteristik yang ketiga (kontribusi siswa) dan keempat (kegiatan interaktif)


mengarahkan bagaimana kegiatan belajar di kelas agar proses reinvensi dapat terjadi
pada siswa. Kegiatan belajar dirincikan menjadi empat kegiatan. Pertama deskripsi
masalah, siswa menafsirkan situasi masalah dan menyajikan penafsirannya dengan cara
masing-masing. Kedua pemecahan masalah, siswa berusaha mengatasi berdasarkan
strategi yang dipikirkan sendiri olehnya. Ketiga komunikasi, siswa saling
mengkomunikasikan deskripsi dan pemecahan masalah serta kesulitan yang dihadapi.
Keempat negosiasi, siswa menyesuaikan, merevisi atau menemukan alternatif baru dari
deskripsi dan pemecahan masalah sendiri berdasarkan deskripsi dan pemecahan dari
siswa lain. Kelima, kegiatan tersebut tidak berjalan linear, tetapi yang satu dapat terjadi
sesudah yang lain.

Karakteristik kelima dari PMR (yakni keterkaitan materi) menjadi acuan dalam
pengorganisasian materi pelajaran. Materi matematika yang dipelajari siswa tidak
dipilah-pilah menjadi sejumlah besar bagian yang kecil-kecil seperti dalam pendekatan
biasa yang sering dilakukan guru. Setiap pembelajaran materi baru diawali dengan
masalah kontekstual, dalam pemecahan masalah ada kemungkinan siswa memikirkan
strategi pemecahan yang terkait dengan beberapa ide matematika sekaligus. Di samping
itu, sebuah konsep matematik terkait erat dengan konsep tertentu yang lain sehingga
pendekatan holistik lebih memungkinkan pemahaman relasional pada diri siswa sejak
dini. Oleh karena itu, dalam pengorganisasian materi, guru perlu terbuka akan alur
belajar siswa yang mungkin melibatkan materi lain yang terkait, dan berusaha
mengintegrasikan materi-materi tersebut.

Proses pembelajaran matematika dengan mengunakan pendekatan matematika


relaistik adalah proses pembelajaran sesuai dengan karakteristik dan prinsip-prinsip
pembelajaran realisik.
c. Sintaks PMR

Sintaks Pendekatan Matematika Realistik dapat dirumuskan seperti yang


tercantum pada table berikut :

Tabel 2.1 : Sintaks Pendekatan Matematika Realistik

N F Aktivit
o ase as
1 P  Mengorganisasi kelas untuk belajar, kerja
engantar individual atau kerja kelompok
 Menyampaikan kepada siswa tentang apa
yang akan mereka lakukan, menyelesaikan
masalah, melakukan aktivitas, melanjutkan
mempelajari suatu topik, atau mengerjakan
tugas (proyek)
 Menentukan masalah atau aktivitas. Jika
perlu siswa diminta untuk mencatat
pekerjaan mereka

2 A  Siswa dilibatkan dalam berpikir matematika


ktivitas atau melalui pengalaman belajarnya pada saat
pemecahan masalah melakukan manipulasi, pengembangan
model-model, situasi, skema dan simbol-
simbol, eksperimen dan pemecahan
masalah. Saat siswa mengerjakan tugas ,
guru berkeliling diantara siswa mengamati
dan mendengar serta bertanya dan memberi
komentar. Siswa atau guru dapat
memberikan pertanyaan open-ended
sebelum diskusi kelas.

3 S  Siswa melaporkan penyelesaian masalah


aling membagi dan mereka sendiri atau kelompok atau hasil
berdiskusi (sharing) aktivitas atau mendiskusikan jawaban dan
mempersentasikannya di depan kelas
 Guru memimpin diskusi menyampaikan
pertanyaan apakah, mengapa,dan

N F Aktivit
o ase as
b
agaimana siswa mencapai tujuan pelajaran.
Pertanyaan akan memungkinkan siswa
untuk untuk memnggunakan berpikir
tingkat tinggi dan menghubungkan model
4 M  Siswa memeriksa kembali apa yang telah
eringkas mereka lakukan atau pelajari
 Siswa mendemonstrasikan belajar (seperti
memunculkan masalah kontekstual,
menyelesaikan masalah yang diajukan guru,
saling bertukar ide antar siswa, atau
membuat laporan tertulis apa yang telah
mereka pelajari).

5 M  Sebelum ,selama dan setelah pengajaran


enilai belajar Unit digunakan berbagai penilaian seperti
materi observasi, wawancara, portofolio, jurnal
siswa, atau buku catatan harian, melengkapi
tugas, kontribusi kelompok, proyek, kuis
dan tes
 Penilaian ditekankan pada aktivitas siswa
dan hasil tes pada akhir pokok bahasan.

Dari sintak di atas bahwa pengajaran PMR terpusat kepada siswa, bukan lagi
kepada guru. Guru diharapkan dapat memfasilitasi siswa dalam pembelajaran dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat kontekstual. Dalam hal ini diberikan
peluang kepada siswa untuk berkreasi mengembangkan pemikirannya, mengkontruksi
konsep-konsep, membangun aturan-aturan dan belajar menemukan strategi pemecahan
masalah.
d. Langkah-langkah PMR

Pelajaran matematika dengan PMR sangat komprehensif. Artinya, penyajian


materi pelajaran selalu dihubungkan dengan materi lain. Ketika siswa mengerjakan
suatu soal, dia selalu berpikir tentang kaitan suatu soal dengan soal yang sudah pernah
dia selesaikan, atau antara suatu meteri baru dengan materi lama yang pernah dia
pelajari. Dengan demikian, siswa yang sudah dapat mengerjakan suatu soal sebelumnya,
besar kemungkinannya dapat mengerjakan soal yang dia sedang dihadapinya. Pelajaran
matematika dengan PMR bersifat integral. Artinya, pelajaran matematika dapat
dihubungkan langsung dengan pelajaran lain.

Langkah-langkah dalam kegiatan pendekatan matematika realistik adalah:


memahami masalah kontekstual, menyelesaikan masalah kontekstual, membandingkan
atau mendiskusikan jawaban, menyimpulkan, secara jelas tergambar pada tabel berikut:

Tabel 2.2 langkah-langkah pendekatan matematika realistik


A A
ktivitas Guru ktivitas Siswa
Langkah 1. Memahami
masalah kontekstual
- Mengkondisikan kelas agar - Siswa mempersiapkan diri untuk
dapat berlangsung suasana belajar sehingga tercapai
pembelajaran yang kondusif pembelajaran yang kondusif. Siswa
serta melakukan apersepsi dan mengingat materi prasyarat dan
motivasi dengan menyampaikan mendengarkan penjelasan guru
tujuan dan kegunaan dalam tentang tujuan dan kegunaan
mempelajari materi. mempelajari materi
- Memberikan masalah
A A
ktivitas Guru ktivitas Siswa
- kontekstual kepada siswa yang - Menerima dan memahami masalah
telah disusun dalam LAS kontekstual
- Sebagai fasilitator guru
memberikan bantuan pada siswa
memahami masalah kontekstual - Mencermati bantuan guru sehingga
- siswa mampu memahami masalah.
Langkah 2. Meyelesaikan
masalah kontekstual
- Guru membantu dan - Siswa secara berkelompok
menyempurnakan hasil kegiatan merumuskan model of dan cara
siswa dengan cara mengajukan penyelesaian dari masalah
pertanyaan untuk mengarahkan kontekstual
siswa mengkontruksi
pengetahuannya tentang
kemungkinan model of yang
sesuai

Langkah 3. Membandingkan
atau mendiskusikan jawaban
- Guru berkeliling kelompok yang - Siswa berdiskusi dengan teman
satu ke kelompok yang lain sekelompoknya, melakukan
melakukan interaksi dengan negosiasi atas jawaban masing-
siswa sambil mengamati dan masing
memberi dorongan untuk
menyelesaikan soal.
- Meminta satu kelompok siswa
untuk menyajikan model of dan
cara penyelesaian soal di depan
kelas - Siswa meyajikan model of dan cara
- Memberi kesempatan pada penyelesaian soal di depan kelas.
kelompok siswa yang lain untuk
menyajikan model of lain yang

- Satu orang siswa yang lain


meyajikan model of yang berbeda

A A
ktivitas Guru ktivitas Siswa
b M
erbeda. enaggapi hasil jawaban teman yang
- Memberi kesempatan pada ada di papan tulis dan
siswa untuk menanggapi dan mendiskusikan hasil kerja antar
memilih model of yang sesuai siswa
dan benar - Mendengarkan dan menanggapi
- Guru melakukan negosiasi, penjelasan guru
intervensi kooperatif, -
penjelasan, refleksi dan evaluasi
untuk membimbing siswa
hingga sampai memahami
konsep matematika formal
Langkah 4. Menyimpulkan
- Guru mengarahkan siswa - Siswa membuat rangkuman dan
membuat rangkuman dan kesimpulan, serta melakukan
kesimpulan, serta melakukan refleksi terhadap materi yang sudah
refleksi terhadap materi yang dipelajari, menilai kelemahan dan
sudah dipelajari, menilai kelebihan yang ada pada diri
kelemahan dan kelebihan yang mereka masing-masing, dan
ada pada diri mereka masing- mencari jalan keluar untuk
masing, dan mencari jalan mengurangi atau menghilangkan
keluar untuk mengurangi atau kelemahan dirinya ketika
menghilangkan kelemahan mempelajari matematika.
dirinya ketika mempelajari
matematika.

Dari langkah-langkah pendekatan matematika realistik di atas diterapkan dalam


pembelajaran Sistem Persamaan Linear Satu Variabel (SPLDV). Dalam proses belajar
mengajar guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja secara bebas untuk
menafsirkan dan mencari penyelesaian terhadap soal-soal kontekstual yang terdapat di
dalam materi pelajaran.
Dalam memulai materi ini siswa dibimbing membangun pemahaman mereka
sendiri tentang Sistem Persamaan Linear Satu Variabel (SPLDV) secara informal, dan
pada akhir pembelajaran siswa diharapkan memahami penyelesaian dari Sistem
Persamaan Linear Satu Variabel (SPLDV). Dimulai dengan soal yang bersifat
kontekstual. Dengan menggunakan soal tersebut sebagai ‘titik awal’ siswa diharapkan
dapat memperoleh pemahaman dasar tentang Sistem Persamaan Linear Satu Variabel
(SPLDV).

Langkah selanjutnya dilakukan bimbingan untuk memahami Sistem Persamaan


Linear Satu Variabel (SPLDV) melalui lembar aktivitas siswa (LAS) dan alat peraga.
Melalui soal yang kontekstual, siswa dibimbing untuk memahami Sistem Persamaan
Linear Satu Variabel (SPLDV). Dengan membaca soal dalam lembar aktivitas, siswa
akan terlibat dalam situasi yang membantu mereka untuk menafsirkan soal secara
mudah. Contoh tersebut merupakan prinsip dari PMR “dari informal ke formal
matematik”. Selain itu soal akan memancing diskusi antar siswa, sehingga akan
menciptakan “interaktivitas” yang juga merupakan salah satu prinsip penting dalam
pembelajaran matematika dengan PMR.

Setelah siswa memahami tentang materi Sistem Persamaan Linear Satu Variabel
(SPLDV) dengan bantuan soal-soal yang kontekstual dengan menggunakan lembar
aktivitas siswa dan alat peraga. Siswa diberikan kesempatan untuk memahami konsep
pengambilan keputusan dengan memberikan sebuah kesimpulan.
e. Teori Belajar yang Mendukung Pendekatan Matematika
Realistik

Karakteristik PMR yang pertama yaitu penggunaan konteks. Penggunaan


konteks dalam pendekatan matematika realistik berarti bahwa lingkungan keseharian
atau pengetahuan yang telah dimiliki siswa dapat dijadikan sebagai bagian materi
belajar bagi siswa. Apa yang terjadi di sekitar siswa maupun pengetahuan yang dimiliki
siswa merupakan bahan yang berharga untuk dijadikan sebagai permasalahan
kontekstual yang menjadi titik tolak aktivitas berfikir siswa.

Permasalahan yang demikian lebih bermakna bagi siswa karena masih berada
dalam jangkauan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya. Oleh sebab itu,
untuk memecahkan masalah kontekstual seorang siswa harus dapat mengkaitkan
pengetahuan yang telah dimilikinya dengan permasalahan tersebut.

Dengan demikian seorang siswa akan berhasil memecahkan masalah kontekstual


jika ia mempunyai cukup pengetahuan yang terkait dengan masalah tersebut. Selain itu
siswa juga harus dapat menerapkan pengetahuan yang telah dimilikinya untuk
menyelesaikan masalah kontekstual tersebut. Dengan demikian penyajian masalah
kontekstual untuk siswa dalam pendekatan matematika realistik sejalan dengan teori
belajar bermakna Ausubel. Menurut Ausubel seperti dikutip Budiningsih (2005) belajar
seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna bagi siswa. Agar bermakna, informasi
baru harus disesuaikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuaan yang telah
dimiliki siswa dalam bentuk struktur kognitif.

Pendekatan matematika realistik yang dikembangkan dengan berlandaskan pada


filsafat konstruktivis, Suparno (1997: 62) mengatakan bagi paham konruktivis kegiatan
belajar adalah kegiatan aktif, dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya, siswa
mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari. Karena itu, dalam pendekatan
matematika realistik siswa merupakan pusat dari proses pembelajaran, sedangkan guru
berperan lebih sebagai fasilitator. siswa perlu mendapat keleluasaan dalam
mengekspresikan jalan pikirannya dalam menyelesaikan masalah-masalah yang
dihadapinya.

Hal ini sesuai dengan aspek berpikir secara operatif yang dikemukakan oleh
Piaget. Menurut Piaget seperti dikutip Suparno (1997: 117) aspek operatif berkaitan
dengan transformasi dari level pemikiran tertentu ke level yang lain. Setiap level
keadaan dapat dimengerti sebagai akibat transformasi lain, aspek operatiflah yang
sangat berperan dalam pembentukan pengetahuan seseorang. Berbeda dengan aspek
figuratif yang merupakan tiruan keadaan sesaat.

Contoh aspek figuratif adalah seorang anak mampu menyebutkan jenis-jenis


segitiga, tetapi ia tidak memahami konsep-konsep jenis-jenis segitiga yang ia sebutkan.
Sedangkan contoh aspek operatif adalah seorang anak mengerti konsep-konsep dan
struktur yang lebih umum sehingga dapat digunakan untuk memahami pengalaman-
pengalaman lain yang senada. Pengetahuan figuratif adalah pengetahuan pasif,
sedangkan pengetahuan operatif adalah aktif, dimana siswa sanggup mengolah dan
membentuknya.

Piaget menyimpulkan bahwa pengetahuan manusia pada dasarnya adalah aktif.


Mengetahui adalah mengasimilasikan realitas dalam sistem-sistem transformasi,
mengetahui adalah mentransformasikan realitas agar dapat dimengerti bagaimana suatu
realitas tertentu itu terbentuk, sehingga pengetahuan bukanlah tiruan pasif atas realitas.
Mengetahui sesuatu adalah bertindak atas sesuatu itu, yaitu membentuk sistem
transformasi yang dapat menjelaskan hal tersebut.

Dalam PMR, siswa dituntut untuk membuat model sendiri dalam menyelesaikan
masalah. Dengan menggunakan model situasi yang dikembangkan oleh siswa sendiri,
siswa lebih memahami konsep. Hal tersebut senada dengan pengetahuan matematika-
logis yang dikemukakan oleh Piaget.
Menurut Piaget seperti dikutip Suparno (1997:120) pengetahuan matematik-logis
adalah pengetahuan yang dibentuk dengan berpikir tentang pengalaman akan suatu
objek atau kejadian tertentu, pengetahuan ini didapatkan dari abstraksi berdasarkan
koordinasi, relasi atau penggunaan objek. Pengetahuan matematik-logis dapat
berkembang hanya bila anak bertindak terhadap objek itu. Anak itu membentuk
pengetahuan matematik-logis karena pengetahuan itu tidak ada dalam objek itu sendiri
seperti pengetahuan fisis. Pengetahuan itu harus dibentuk dari perbuatan berpikir anak
terhadap objek itu. Di sini, objek hanya medium untuk membiarkan kontruksi itu
terjadi. Contohya pengetahuan tentang konsep bilangan, seperti pendapat Althouse
yang dikutip Suparno (1997) anak dapat bermain dengan himpunan 10 keping uang. Ia
mengatur uang itu berderet dan menghitungnya, hasilnya 10. Ia meletakkan keping-
keping itu di dalam gelas, menyusunnya secara vertikal, atau meletakkannya di dalam
bakul. Waktu menghitungnya, selalu didapatkan jumlah 10. Melalui berbagai kegiatan
itu, anak membentuk konsep akan bilangan 10 yang tetap, meskipun keping-keping itu
diletakkan di tempat yang berbeda-beda bentuknya. Konsep 10 itu sendiri tidak terdapat
dalam keping uang itu, tetapi diciptakan oleh anak.
Karakteristik yang ketiga pada PMR yaitu
kontribusi siswa, menurut Ausubel seperti dikutip Suparno (1997) pembelajaran secara
bermakna adalah pembelajaran yang lebih mengutamakan proses terbentuknya suatu
konsep daripada menghafalkan konsep yang sudah jadi. Konsep-konsep dalam
matematika tidak diajarkan melalui definisi, melainkan melalui contoh-contoh yang
relevan dengan melibatkan konsep tertentu yang sudah terbentuk dalam pikiran siswa.
Pembelajaran secara bermakna terjadi bila siswa mencoba menghubungkan fenomena
baru ke dalam struktur pengetahuan mereka, tidak hanya sekedar menghafal.

Kontribusi siswa dalam pendekatan matematika realistik adalah penemuan


konsep dan pemecahan masalah sebagai hasil sumbang gagasan para siswa. Kontribusi
gagasan tersebut dapat diwujudkan pada karakteristik keempat melalui proses
pembelajaran yang di dalamnya terdapat interaksi antara siswa dengan siswa, antara
siswa dengan guru atau antara siswa dengan lingkungannya. Dengan demikian, selain
ada aktivitas mental yang bersifat personal, dalam pendekatan matematika realistik guru
perlu mendorong munculnya interaksi sosial antar anggota kelas dalam proses
mengkonstruksi pengetahuan.

Melalui interaksi sosial tersebut siswa yang lebih mampu berkesempatan


menyampaikan pemahaman yang dimilikinya pada siswa lain yang lebih lemah. Hal ini
memungkinkan bagi siswa yang lebih lemah tersebut memperoleh peningkatan dari
perkembangan aktual ke perkembangan potensial atas bantuan siswa yang lebih mampu.
Sedangkan di sisi lain guru mempunyai peran dalam membantu siswa yang mengalami
kesulitan dengan memberi arah, petunjuk, peringatan dan dorongan. Dengan demikian
tampak bahwa proses pendekatan matematika realistik sejalan dengan teori Vygotsky
yang memberi tekanan pada pentingnya interaksi sosial dalam perkembangan
intelektual anak.

Menurut Vygotsky seperti dikutip Budiningsih (2005) perkembangan


kemampuan seseorang dapat dibedakan dalam dua tingkatan, yaitu tingkatan
perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan
aktual tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau
memecahkan berbagai masalah secara mandiri. Ini disebut sebagai kemampuan
intramental. Sedangkan tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan
seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika
berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten. Ini disebut sebagai
kemampuan intepremental. Jarak antara keduanya, yaitu tingkat perkembangan aktual
dan tingkat perkembangan potensial ini disebut zona perkembangan proksimal.

Zona perkembangan proksimal diartikan sebagai fungsi-fungsi atau


kemampuan-kemampuan yang belum matang yang masih berada pada proses
pematangan. Tunas-tunas perkembangan ini akan menjadi matang melalui interaksinya
dengan teman sebaya yang lebih kompeten. Untuk menafsirkan konsep zona
perkembangan proksimal ini dengan menggunakan scaffolding interpretation, yaitu
memandang zona perkembangan proksimal sebagai perancah, sejenis wilayah
penyangga atau batu loncatan untuk mencapai taraf perkembangan yang semakin tinggi.

Gagasan Vigotsky tentang zona perkembangan proksimal ini mendasari


perkembangan teori belajar dan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas dan
mengoptimalkan perkembangan kognitif anak. Beberapa konsep kunci yang perlu
dicatat adalah bahwa perkembangan dan belajar bersifat interpeden atau saling terkait,
perkembangan kemampuan seseorang bersifat context dependent atau tidak dapat
dipisahkan dari konteks sosial, dan sebagai bentuk fundamental dalam belajar adalah
partisipasi dalam kegiatan sosial.

4. Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) dengan menggunakan


PMR

Materi sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV) merupakan materi yang
diajarkan pada kelas VIII SMP/MTs dengan Standar kompetensi : Memahami sistem
persamaan linear dua variabel dan menggunakannya dalam pemecahan masalah. Materi
SPLDV memiliki tiga kompetensi dasar, yaitu : (1) Menyelesaikan sistem persamaan
linear dua variabel, (2) Membuat matematika dari masalah yang berkaitan dengan
sistem persamaan linear dua variabel, dan (3) Menyelesaikan model matematika dari
masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel dan penafsirannya.

Pada materi ini siswa diharapkan mampu membuat model matematika dari
masalah sehari-hari yang berkaitan dengan SPLDV, mampu menyelesaikan soal
kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pemodelan
matematik, metode eliminasi, substitusi dan metode gabungan pada SPLDV.

Pembelajaran SPLDV yang diajarkan selama ini disekolah pada umumnya


siswa hanya diberikan masalah yang tidak nyata dan menyelesaikan masalah tersebut
dengan langkah–langkah yang monoton tanpa memperhatikan kreativitas dan
sistematika penyelesaian yang sesuai dengan langkah pemecahan masalah matematik.
Dengan kata lain siswa hanya bisa membayangkan hal – hal yang abstrak tanpa bisa
melihat bentuk yang akan dihasilkan. Permasalahan ini terjadi karena kurangnya
pendekatan pembelajaran matematika yang bersifat abstrak, sehingga menyebabkan
pembelajaran matematika kurang menyenangkan dan daya kreativitas serta kemampuan
pemecahan masalah siswa tidak berkembang atau meningkat dengan maksimal.

Pelajaran matematika dengan PMR sangat komprehensif. Artinya, penyajian


materi pelajaran selalu dihubungkan dengan materi lain. Ketika siswa mengerjakan
suatu soal, dia selalu berpikir tentang kaitan suatu soal dengan soal yang sudah pernah
dia selesaikan, atau antara suatu meteri baru dengan materi lama yang pernah dia
pelajari. Dengan demikian, siswa yang sudah dapat mengerjakan suatu soal sebelumnya,
besar kemungkinannya dapat mengerjakan soal yang dia sedang dihadapinya. Pelajaran
matematika dengan PMR bersifat integral. Artinya, pelajaran matematika dapat
dihubungkan langsung dengan pelajaran lain. Pembelajaran yang menarik dan
menyenangkan akan memotivasi siswa untuk terampil dalam memecahkan masalah dan
hal itu tentunya mendorong siswa untuk berpikir lebih kreatif lagi.

Langkah-langkah dalam kegiatan pendekatan matematika realistik adalah:


memahami masalah kontekstual, menyelesaikan masalah kontekstual, membandingkan
atau mendiskusikan jawaban dan menyimpulkan. Di bawah ini adalah contoh
penggunaan langkah-langkah PMR pada materi SPLDV:
1. Interaktivitas (terjadi interaksi antara siswa dan guru) dan menggunakan
kontribusi siswa

Guru : Guru memperhatikan para siswa untuk memastikan bahwa semua


siswa telah siap menerima pelajaran

Siswa : Siswa menyiapkan diri untuk menerima pelajaran dari guru

Guru : Menyampaikan tujuan pembelajaran SPLDV dan logistik yang


digunakan

Siswa : Mendengarkan penjelasan guru

Guru : Menyampaikan beberapa hal yang perlu dilakukan siswa.

Siswa : Mendengarkan penjelasan guru.

2. Memahami masalah kontekstual


Guru : Menyajikan masalah kontekstual, Guru tidak menjelaskan bagaimana
penyelesaian soalnya untuk ditiru siswa melainkan memberi
kesempatan siswa untuk menjawab dengan caranya sendiri, dalam hal
ini contoh masalah kontekstualnya adalah:
1. Ibu Tami berencana akan membuat kue bolu. Untuk membuat 1
kue bolu dibutuhkan ½ kg tepung roti dan ¼ kg gula pasir. Jika
harga 2 kg tepung roti dan 1 kg gula pasir adalah Rp. 26.000,-.
dan untuk 1 kg tepung roti dan 2 kg gula pasir adalah Rp.
28..000,-.
a. Dari informasi di atas buatlah hal-hal yang diketahui dan
ditanyakan dari soal. Apakah data di atas cukup, kurang atau
berlebihan untuk menghitung hal yang ditanyakan?
b. Bagaimana cara menghitung berapa harga 1 kg tepung roti dan
harga 1 kg gula pasir
c. Jika Ibu Tami ingin membuat 50 kue bolu, berapakah modal
yang harus dikeluarkan Ibu Tami?
b. Menurut Arya modal yang harus dikeluarkan Ibu Tami untuk
membuat 50 kue adalah Rp. 565.000, sedangkan menurut Hani
modalnya adalah Rp. 650.000. Menurut Anda jawaban atau
pendapat siapakah yang benar? Jelaskan jawabanmu?

Siswa : Mendengarkan penjelasan guru serta membaca


Guru : Meminta salah seorang siswa untuk menjelaskan maksud dari
masalah yang disajikan dalam lembar aktivitas siswa.
Siswa : Satu orang siswa menjelaskan maksud dari masalah yang disajikan
dalam lembar aktivitas siswa.
Guru : Guru sebagai fasilitator memberi bantuan pada siswa untuk
memahami masalah kontekstual
Siswa : Siswa mamahami masalah kontekstual tersebut.
2. Meyelesaikan masalah kontekstual
Guru : Guru membantu dan menyempurnakan hasil kegiatan siswa dengan
cara mengajukan pertanyaan untuk mengarahkan siswa
mengkontruksi pengetahuannya tentang kemungkinan model of yang
sesuai

Siswa : Mengintegrasian antar topik atau materi dengan soal jika soal
berhubungan dengan topik-topik lain. Kemudian Siswa melakukan
kegiatan pada masalah 1 selanjutnya siswa merumuskan model of
dan cara penyelesaian dari masalah kontekstual.
Alternatif penyelesaian masalah 1 adalah sebagai berikut:
a. Diketahui : 2 kg tepung roti + 1 kg gula pasir = Rp 26.000
1 kg tepung roti + 2 kg gula pasir = Rp. 28.000
1 kue = ½ kg tepung roti + ¼ kg gula pasir
Ditanya : Modal membuat 50 roti=...?
b. Cara menyelesaikan masalah tersebut adalah dengan memisalkan
:1 kg tepung roti = x dan 1 kg gula pasir = y,
Segingga model matematika yang dapat diperoleh dari apa yang
diketahui adalah: 2x + y = 26.000....(1)
x +2y = 28.000....(2)
1 kue = ½ x + ¼ y...(3)
Kemudian mencari nilai x dan y dengan cara eliminasi atau
substitusi dan selanjutnya nilai x dan y tersebut disubstitusikan
ke persamaan
Dengan demikian dapat diperoleh modal membuat 50 kue bolu.
c. Proses penyelesaian masalah:
2x + y = 26.000 x1 2x + y = 26.000
x +2y = 28.000 x2 2x + 4y = 56.000 -
-3y = 30.000
y = 10.000
substitusi y = 10.000 ke persamaan x +2y = 28.000....(2)
x + 2 (10.000) = 28.000
x + 20.000 = 28.000
x = 28.000 – 20.000
x = 8.000
Jadi, harga 1 kg tepung roti = Rp 8.000 dan harga 1kg gula pasir
= Rp. 10.000, dengan demikian modal membmembuat 50 kue
bolu adalah dengan dengan mensubstitusikan x dan y ke
persamaan 1 kue = ½ x + ¼ y...(3) 1 kue = ½ (8.000)
+ ¼ (10.000)
= 4.000 + 2.500
= 6.500
Jadi, modal membuat 1 kue bolu adalah Rp 6.500, sehingga
modal membuat 50 kue bolu = 50 x 6.500 = Rp. 325.000,-
d. Pendapat Arya dan Hani salah (dengan memeriksa penyelesaian
pada poin c)

Guru : Guru berkeliling kelompok yang satu ke kelompok yang lain


melakukan interaksi dengan siswa sambil mengamati dan memberi
dorongan untuk menyelesaikan soal.
Siswa : Siswa berdiskusi dengan teman sekelompoknya, melakukan negosiasi
atas jawaban masing-masing

3. Membandingkan atau mendiskusikan jawaban

Guru : Meminta salah seorang siswa untuk menyajikan model of dan cara
penyelesaian soal di depan kelas
Siswa : Satu orang siswa meyajikan model of dan cara penyelesaian soal di
depan kelas.
Guru : Memberi kesempatan pada beberapa orang siswa yang lain untuk
menyajikan model of lain yang berbeda.
Siswa : Satu orang siswa yang lain meyajikan model of yang berbeda
Guru : Memberi kesempatan pada siswa untuk menanggapi dan memilih
model of yang sesuai dan benar
Siswa : Menaggapi hasil jawaban teman yang ada di papan tulis

Guru : Guru melakukan negosiasi, intervensi kooperatif, penjelasan, refleksi


dan evaluasi untuk membimbing siswa hingga sampai memahami
konsep matematika formal

Siswa : Mendiskusikan hasil kerja antar siswa

4. Menyimpulkan

Guru : Berdasarkan hasil penyelesaian masalah 1. Guru bersama siswa


menyimpulkan model of dan model for dari materi Persamaan Linier
dua variabel

Siswa : menuliskan kesimpulan tentang model of dan model for dari materi
Persamaan Linier dua variabel

5. Keterkaitan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Pemecahan Masalah


Matematika dengan Pendekatan Matematika Realistik

Hubungan antara berpikir kretaif dan pemecahan masalah, antara lain


dikemukakan oleh Fisher (dalam launch Ped, 2001) yang mengatakan bahwa paling
sedikit ada tiga aspek penting dalam keterampilan berpikir, yaitu berpikir kritis, berpikir
kreatif, dan pemecahan masalah. Ketiga aspek tersebut saling berkomplementer, tetapi
dilain pihak saling membutuhkan satu sama lain. Pemecahan masalah memerlukan
penemuan masalah dan pertanyaan-pertanyaan untuk menyelidiki (berpikir kreatif) serta
mengevaluasi solusi yang diusulkan (berpikir kritis). Dalam berpikir kritis, diperlukan
kemampuan mengorganisasi keterampilan berpikir seseorang ke dalam suatu kombinasi
serta alat kerja (berpikir kretaif). Pemecahan Masalah mungkin berupa penyelidikan
kreatif, yaitu berhubungan dengan penyelidikan untuk menemukan solusi masalah-
masalah open-ended, menggunakan berpikir devergen dalam menyelesaikan masalah.
Ini menunjukkan bahwa dalam membangun pengetahuan dan keterampilan untuk
menyelesaikan masalah, baik dalam matematika maupun dalam kehidupan sehari-hari,
siswa selalu melibatkan kemampuan berpikir kretaif dan kritis.
Pemecahan masalah dapat dikatakan sebagai intinya matematika. Artinya
pemecahan masalah adalah bagian integral dari matematika. Sewaktu siswa
menyelesaikan suatu masalah matematika, banyak aspek yang terlibat dalam dirinya.
Berkaitan dalam hal ini, NCTM (2000) membaginya ke dalam dua aspek yang saling
mendukung, aspek intelektual dan non-intelektual. Yang termasuk aspek intelektual
ialah kemampuan memformulasi, mengajukan dan menyelidiki masalah, kemampuan
mengumpulkan, mengorganisasi dan menganalisis masalah dari sudut pandang
matematika, kemampuan menentukan strategi yang cocok, kemampuan menerapkan
pengetahuan dan keterampilan yang dipunyai, dan kemampuan merefleksi dan
memantau proses berpikir matematik (di dalamnya termasuk berpikir kreatif). Yang
termasuk aspek non-intelektual ialah menanamkan karakter dan berpikir positif seperti
kegigihan, ingin tahu dan percaya diri, memahami peran matematika dalam kehidupan
nyata, dan kecenderungan menggali pengetahuan baru dari sudut pandang matematika.
Di sini nampak bahwa semua kemampuan dalam matematika.

Tentang hubungan antara kretaivitas dan pemecahan masalah, juga dikemukakan


oleh Semiawan (2006) yang menyatakan bahwa kreativitas merupakan kemampuan
untuk memberikan gagasan-gagasan baru dan menerapkannya dalam pemecahan
masalah. Pernyataan tersebut di atas diperkuat oleh Matlin (2005) menyatakan bahwa
kretaivitas merupakan penemuan jalan keluar yang tidak lazim dan bermanfaat. Lebih
lanjut dikatakan bahwa kreativitas adalah sebuah area dari pemecahan masalah yang
memerlukan kelincahan gerak dari keadaan awal kepada keadaan tujuan. Munandar
(2009) menyatakan bahwa pengertian kreativitas menekankan pada tiga kemampuan
yaitu yang berkaitan dengan kemampuan untuk mengkombinasi, memecahkan masalah
atau menjawab masalah, dan cerminan kemampuan operasional anak kreatif.

Dari uraian di atas, nampak bahwa berpikir kreatif selalu dibutuhkan dalam
pemecahan masalah, karena dalam menyelesaikan masalah diperlukan kemampuan-
kemampuan seperti kemampuan berpikir divergen, kemampuan memunculkan dan
menerapkan gagasan-gagasan baru, dan kemampuan untuk mengkombinasi gagasan.
Kemampuan–kemampuan ini merupakan bagian dari berpikir kreatif.

Selanjutnya, aspek–aspek seperti kemampuan untuk mengemukakan ide,


jawaban, pertanyaan, dan penyelesaian masalah (fluency); kemampuan untuk
menemukan atau menghasilkan berbagai macam ide, jawaban atau pertanayaan yang
bervariasi (fleksibility); kemampuan untuk mengembangkan suatu ide, menambah atau
merinci secara detail suatu obyek, ide, dan situasi (elaboration); kemampuan untuk
memberikan respon-respon yang unik dan luar biasa (originality). Demikian pula
kemampuan memahami masalah, membuat rencana penyelesaian, melaksanakan
penyelesaian (melakukan perhitungan), dan memeriksa kembali langkah-langkah
pengerjaan dan hasil yang diperoleh, semuanya merupakan kemampuan-kemampuan
yang harus dikembangkan dalam pembelajaran matematika. Kalau dicermati lebih jauh,
bahwa semua kemampuan-kemampuan tersebut di atas juga dikembangkan dalam
pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan matematika realistik.

Menurut Freudental, matematika harus dipandang sebagai aktivitas/ kegiatan


insani, mathematics as a human activity (Gravemeijer, 1994). Ini berarti bahwa dalam
belajar matematika, siswa tidak boleh dipandang sebagai manusia pasif, melainkan
harus diposisikan sebagai manusia aktif, kreatif, dan punya potensi untuk
mengembangkan dirinya. Agar matematika dapat dipelajari oleh siswa sebagai suatu
kegiatan, maka pembelajaran matematika harus dimulai dengan menghadapkan siswa
kepada masalah-masalah kontekstual dari dunia nyata, yang pemecahannya dapat
dilakukan dengan berbagai cara atau jawaban yang bervariasi (flexibility). Dengan
demikian siswa diharapkan dapat mengembangkan idenya (elaboration) dan mampu
memberikan respon/jawaban yang unik dari permasalahan yang dihadapi, dan siswa
diharapkan akan memperoleh pengetahuan matematika melalui penemuan kembali
matematika, diskusi antar siswa, dan melakukan refleksi (siswa belajar matematika
melalui matematikasi). Selain itu dengan menghadapkan pada permasalahan yang
kontekstual, siswa akan lebih mampu mengembangkan kemampuan berpikir yang lebih
baik. Hasil pembelajaran yang demikian diharapkan dapat menjadi lebih bermakna bagi
siswa.

Pembelajaran matematika realistik adalah salah satu alternatif pendekatan


pembelajaran yang sesuai untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir dan
kemampuan pemecahan masalah matematik. PMR menekankan terbentuknya konsep
atau prinsip matematik pada diri siswa melalui penemuan terbimbing dari gejala atau
masalah kontekstual di dunia nyata, kemudian diikuti dengan peningkatan dari konsep
atau prinsip yang ditemukan itu ke-konsep atau prinsip yang lebih rumit. Dengan
demikian matematika tidak diberikan sebagai barang jadi atau barang siap pakai, tetapi
diberikan melalui kegiatan matematikasi, yaitu proses pengembangan dari dunia nyata
ke-dunia matematika juga, tetapi yang lebih rumit. Model yang demikian didasarkan
pada prinsip bahwa belajar matematika, untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan,
dan sikap terhadap matematika harus melalui pengalaman konkrit, refleksi,
konseptualisasi abstrak, dan eksperimentasi (Suyanto, 2003). Sedangkan Freudenthal
(Soedjadi,2007) menyatakan bahwa matematika merupakan kegiatan manusia yang
lebih menekankan aktivitas siswa untuk mencari, menemukan, dan membangun sendiri
pengetahuan yang diperlukan sehingga pembelajaran menjadi terpusat pada siswa.
Sedangkan Ruseffendi (2005) menyatakan bahwa untuk membudayakan berpikir logis
atau kemampuan penalaran serta bersikap kritis dan kreatif proses pembelajaran dapat
dilakukan dengan pendekatan matematika realistik.

Konsep matematika muncul dari proses matematikasi, yaitu dimulai dari


penyelesaian yang terkait dengan konteks (context-link solution), siswa secara perlahan
mengembangkan alat dan pemahaman matematik ketingkat yang lebih formal.
Sedangkan model-model yang muncul dari aktivitas matematik siswa dapat mendorong
terjadinya interaksi di kelas, sehingga mengarah kepada level berpikir matematik yang
lebih tinggi.

Uraian di atas memberi gambaran adanya keterkaitan yang saling menunjang


antara kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah matematik, di mana
pengembangan dan peningkatannya dapat dilakukan dengan pembelajaran yang
menggunakan pendekatan matematika realistik. Dengan perkembangan dan peningkatan
kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah tersebut, diharapkan dapat
berimplikasi terhadap peningkatan hasil belajar matematika siswa. Berikut ini disajikan
kerangka pemikiran keterkaitan kemampuan berpikir kreatif, dan pemecahan masalah
matematik dengan pendekatan matematika realistik.
Berpikir Kreatif

Hasil Belajar
PMR Matematika

Pemecahan Masalah

Gambar 2.3. Diagram Alur Kerangka Pemikiran

6. Pembelajaran Biasa

Pelaksanaan pembelajaran matematika di kelas yang berlangsung seperti


biasa setiap hari yang dilakukan oleh seorang guru, mungkin karena ia merasa
cocok atau merasa nyaman dengan cara itu, disebut sebagai pembelajaran biasa atau
pembelajaran konvensional atau pembelajaran tradisional. Ruseffendi (1998)
menyatakan bahwa pembelajaran tradisional adalah pembelajaran pada umumnya
yang biasa dilakukan sehari-hari. Dalam pembelajaran biasa, guru cenderung aktif
sebagai sumber informasi bagi siswa, dan siswa cenderung pasif menerima
pelajaran. Menurut Soedjadi (2001), pembelajaran matematika di sekolah selama ini
terpatri kebiasaan dengan urutan sajian pelajaran sebagai berikut: (1) diajarkan
teori/definisi/teorema, (2) diberikan contoh-contoh, (3) diberikan latihan soal.
Proses pembelajaran yang demikian, guru dianggap berhasil apabila dapat
mengelola kelas sedemikian rupa sehingga siswa-siswa tertib dan tenang mengikuti
pelajaran yang disampaikan guru. Pengajaran dianggap sebagai proses penyampaian
fakta-fakta kepada para siswa. Siswa dianggap berhasil dalam belajar apabila
mampu menghafal banyak fakta, dan mapu menyampaikan fakta-fakta tersebut
kepada orang lain, atau menggunakannya untuk menjawab soal-soal dalam ujian.
Belajar dengan menghafal tidak terlalu banyak menuntut aktivitas berpikir anak dan
mengandung akibat buruk pada perkembangan mental anak. Anak kehilangan sense
of learning, kebiasaan yang membuat anak bersikap pasif atau menerima begitu saja
apa adanya mengakibatkan anak tidak terbiasa untuk berpikir kritis dan kreatif.

Tentang ciri-ciri pembelajaran biasa, antara lain seperti yang dikemukakan


oleh Nasution (2000) yaitu:
1. Bahan pelajaran disampaikan kepada kelompok, kepada kelas
secara keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individu.
2. Kegiatan pembelajaran umumnya berbentuk ceramah, kuliah,
pemberian tugas, dan media lain menurut pertimbangan guru.
3. Siswa umumnya bersifat pasif, karena harus mendengarkan
penjelasan guru.
4. Dalam kecepatan belajar, siswa harus belajar menurut
kecepatan yang umumnya ditentukan oleh kecepatan guru mengajar.
5. Keberhasilan belajar umumnya dinilai oleh guru secara
subjektif.
6. Hanya sebagian kecil saja yang dapat menguasai bahan
pelajaran secara tuntas, sebagian lagi menguasai sebagian saja, dan ada lagi
yang akan gagal.
7. Guru terutama berfungsi sebagai penyebar atau penyalur
pengetahuan (sebagai sumber informasi/pengetahuan).

Diakui bahwa pembelajaran biasapun punya keunggulan-keunggylan,


namun tidak terlepas dari kelemahannya. Keunggulan dari pembelajaran biasa
adalah: (1) dapat menampung kelas besar, (2) konsep yang disajikan secara
hirarki akan memberikan fasilitas belajar kepada siswa; dan (3) guru merasa
nyaman karena seakan-akan tidak ada tuntutan terhadap inovasi atau perubahan-
perubahan di dalam proses belajar mengajar, karena guru diberi wewenang
penuh terhadap kegiatan belajar mengajar.

Sedangkan kelemahan dari pembelajaran biasa adalah: (1) kurikulum


disajikan secara linear; (2) kurikulum dijadikan bahan acuan yang harus diikuti;
(3) aktivitas pembelajaran terikat pada buku pegangan guru (buku teks); (4)
siswa dianggap sebagai botol kosong, dimana guru akan mengisinya; (5) guru
bertindak sebagai pusat informasi; (6) penilaian dilakukan dengan pemberian tes
hasil belajar yang terpisah dari proses belajar mengajar; (7) siswa banyak
bekerja secara individual.

Dalam penelitian ini, Pembelajaran biasa adalah suatu pendekatan


pembelajaran yang dilakukan guru sehari-hari, dengan urutan pembelajaran: (1)
diajarkan teori/definisi/teorema, (2) diberikan contoh-contoh, (3) diberikan
latihan soal.

Tabel 2.3

Perbedaan Pedadogis Pembelajaran Pendekatan Matematika

Realistik (PMR) dan Pembelajaran biasa


P
P
embelajaran Pendektan Matematika
embelajaran biasa
Realistik (PMR)
G G
uru uru
 Berperan sebagai fasilitator,  Sebagai sumber
menyampaikan prosedur dan informasi guru lebih banyak
kompetensi dasar yang harus dicapai berbicara (aktif) dalam
setiap siswa menyampaikan materi
pembelajaran.

 Membangun pengetahuan/
keterampilan siswa melalui hal-hal  Memberikan konsep
yang kongkrit kepada kepada yang yang baku, tanpa mengarahkan
abstrak dengan manipulasi simbolik siswa untuk membangun
 Sebagai motivator, dalam proses pengetahuannya.
pembelajaran guru memberi arahan
agar siswa memahami apa yang akan
dipelajari.
 Sebagai moderator, untuk  Sebagai pusat
menuntun siswa kepada kesimpulan pembelajaran, artinya guru
yang sebenarnya, sesuai dengan mengajar bukan murid belajar.
standard kompetensi (SK) dan
kompetensi dasar (KD).
 Mengukur kompetensi dasar dari  Sebagai wasit.
setiap individu siswa melalui
AKTIVITAS siswa (tuntas individu) Ide atau gagasan guru tentang
atau pada saat proses pembelajaran. materi pembelajaran menjadi
keputusan yang mutlak
 Memakai
 Kompetensi dasar siswa dengan penilaian/evaluasi, dari informasi
indikator wajib dikuasai siswa yang disampaikan secara
melalui pengulangan (remedial) menyeluruh/kelas (tuntas kelas).
Penilaian diluar jam
pembelajaran.
 Hanya mengejar target
pencapaian kurikulum bukan
kompetensi siswa yang dikejar.
P
P
embelajaran Pendektan Matematika
embelajaran biasa
Realistik (PMR)
S S
iswa iswa
 Sebagai pusat  Pemburu informasi,
pembelajaran dan aktif dalam pemakai alat peraga (media) dan
menemukan informasi mencatat rangkuman yang dibuat
oleh guru.
 Tidak dapat
 Dapat merekonstruksi merekonstruksi konsep
konsep-konsep matematika matematika dan mutlak dipakai
(matematika formal) dan menerapkan serta di telan bulat-bulat.
konsep matematika dalam kehidupan  Sebagai subjek
sehari-hari. pembelajaran yang harus
 Sebagai pusat menerima ide ataupun konsep
pembelajaran artinya siswa yang dari pembelajaran
menemukan ide-ide atau konsep-  Passif mendapatkan
konsep pembelajaran informasi, selalu menunggu apa
 Aktif mendapatkan yang dikemukakan oleh gurunya.
informasi tujuan pembelajaran
melalui pengalaman belajarnya

A
ktivitas
A Komunikasi hanya
ktivitas satu arah (guru menjelaskan dan
 Komunikasi pembelajaran siswa sebagai pendegar)
terjadi dua arah (guru memotivasi  Bahan materi soal
dan siswa menemukan tujuan yang dikerjakan siswa adalah
pembelajaran) soal-soal yang sudah terdapat di
 Siswa asik mengerjakan buku paket atau pokok-pokok uji
masalah yang diajukan dan yang sudah permanen di buat
berhubungan dengan masalah sehari- oleh guru.
hari (kontekstual) yang tertuang  Interaksi sesama siswa
dalam lembar aktivitas siswa. sulit terjadi, karena siswa
mengejar target demikian juga
guru.
 Interaksi antara siswa
dengan siswa dan guru dengan siswa
terjalin dengan baik.

7. Penelitian yang Relevan

Penelitian dengan penerapan PMR telah diteliti oleh Saragih (2010). Dalam
penelitiannya pada siswa SMP Negeri 06 dan SMP Negeri 27 Kota Medan yang berasal
dari level sedang dan hasil utama penelitiannya secara keseluruhan siswa yang
pembelajarannya dengan PMR secara signifikan lebih baik dalam meningkatkan
kemampuan berpikir logis, komunikasi matematik dan sikap positif terhadap
matematika dibandingkan siswa yang pembelajarannya dengan PE. Demikian
halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasratuddin (2010) yang meneliti
tentang peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dan kecerdasan emosional siswa
melalui pembelajaran matematika dengan pendekatan matematika realistik (PMR).
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ada perbedaan peningkatan kemampuan
berpikir kritis siswa pada pembelajaran matematika melalui pendekatan matematika
realistik dengan pembelajaran biasa. Rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa yang
diberi perlakuan pembelajaran matematika realistik lebih besar dari pada siswa yang
diberi perlakuan dengan pembelajaran biasa. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran matematika melalui pendekatan matematika realistik lebih baik
dari pembelajaran biasa dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis.

Lambertus (2010) dalam penelitiannya: mengembangkan kemampuan


berpikir kreatif dan pemecahan masalah matematika siswa sekolah dasar (SD)
melalui pendekatan matematika realistik (PMR). Salah satu hasil penelitiannya
telah dapat mengungkap bahwa peningkatan kemampuan berpikir kreatif dan
peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang
pembelajarannya menggunakan pendekatan matematika realistik lebih baik dari
pada siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan biasa, baik secara
keseluruhan siswa, maupun berdasarkan tingkat kemampuan siswa (tinggi, sedang,
dan rendah). Selanjutnya, terdapat koreksi yang signifikan antara kemampuan
berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah.
Turmudi (2001) dalam penelitiannya mencatat bahwa sekurang-kurangnya
pendekatan matematika realistik telah mengubah sikap siswa menjadi leih tertarik
terhadap pembelajaran matematika. Umumnya para siswa di beberapa SLTP di
Bandung merasa senang dan bersikap positif terhadap pembelajaran matematika
menggunakan pendekatan matematika realistik. Dalam penelitian tersebut beberapa
siswa berkomentar ”cara belajar seperti ini cukup bagus, enak ada diskusinya jadi yang
pintar bisa bagi-bagi dan ingin mencoba soal yang lain supaya bisa” ada juga yang
berkomentar “dalam mengerjakan soal sekalipun modelnya berbeda-beda akan tetapi
hasil akhirnya sama”. Dengan pendekatan matematika realistik, matematika menjadi
terasa lebih mudah dipahami, tidak membosankan, mengasyikkan, lebih jelas dan
membuat soal lebih mudah dikerjakan.

Demikian pula dalam Disertasi Haji (2005). Dalam penelitiannya di kelas III
SDPN Setia budi UPI pemecahan masalah dan kemampuan pemahaman pecahan dan
operasi hitung yang diajar dengan pendekatan matematika realistik secara signifikan
lebih baik daripada siswa yang diajar dengan pendekatan biasa. Armanto (2002)
mengembangkan suatu prototipe tentang alur dan strategi pembelajaran lokal secara
PMR dalam topik perkalian dan pembagian bilangan di kelas IV SD di Indonesia (di
kota Medan dan Yogyakarta). Berdasarkan hasil analisis secara kualitatif diperoleh
kesimpulan bahwa model pembelajaran dengan PMR dapat diterapkan di dalam kelas
dan dapat memperbaiki hasil belajar, sikap dan minat siswa.

Lebih lanjut Turmudi (2008) dalam penelitiannya tentang “Implementasi awal


pembelajaran matematika dengan pendekatan matematika realistik di SLTP Negeri 2
Bandung” mengatakan, dengan pendekatan matematika realistik siswa merasa cukup
terbantu dalam menyelesaikan soal, karena siswa dapat membanyangkan soal dengan
mudah. Hal ini jarang ditemukan bahwa siswa dapat membayangkan soal yang
diberikan. Lebih jauh ia mengatakan “karena dengan mengerti soal, maka kita dapat
mengerjakan soal itu dengan cepat”. Ada juga siswa yang berkomentar: “dengan
pendekatan matematika realistik belajarnya lebih asyik karena materi yang diajarkan
lebih mudah dimengerti, lebih paham, lebih jelas, dan membuat soal lebih mudah
dikerjakan”.

Dari hasil keseluruhan hasil penelitian tersebut di atas menunjukkan


kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah siswa dapat ditingkatkan
melalui pendekatan pembelajaran yang bervariasi. Pendekatan matematika realistik
(PMR) lebih baik dari pembelajaran biasa yang selama ini sering diterapkan oleh
guru matematika.

B. Kerangka Konseptual

Pembelajaran adalah suatu proses belajar mengajar yang melibatkan aktivitas


siswasehingga dengan aktivitas tersebut terjadi perubahan pada diri siswa sendiri dan
aktivitas guru yang merupakan pemberi informasi dalam membantu proses belajar
mengajar. Pembelajaran matematika sekolah merupakan pembelajaran yang diharapkan
mampu meningkatkan kemampuan berpikir yang optimal terutama kemampuan berpikir
kreatif dan pemecahan masalah matematik siswa. Namun, kenyataannya banyak siswa
yang belajar matematika tanpa pemahaman, hanya menghafal rumus dan
menggunakannya untuk menjawab soal. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan
kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah matematik siswa tidak akan
muncul. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya kemampuan berpikir kreatif dan
pemecahan masalah matematik , salahsatunya kegiatan pembelajaran selama ini yang
masih berpusat pada guru. Guru hanya mengikuti pola yang telah dicontohkan oleh guru
terdahulu. Siswa lebih banyak pasif atau tidak terlibat secara aktif dalam membangun
konsep tentang matematika yang dipelajarinya, bahkan sering sekali siswa dimana
gagasan ataupun idenya tentang konsep-konsep matematika tersebut.

Menyikapi permasalahan yang muncul dalam proses pembelajaran matematika,


terutama yang berkaitan dengan kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah
matematik siswa yang selama ini diakibatkan oleh metode dan pendekatan pembelajaran
yang masih berpusat pada guru. Maka salah satu alternatif untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah matematik siswa diantaranya
denagn menciptakan kondisi pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam
proses memperoleh konsep-konsep matematikanya sendiri. Salah satu solusi untuk
mengurangi permasalahan di atas dengan menerapkan pendekatan matematika realistik
(PMR) dalam pembelajaran kerena pembelajaran matematika akan lebih bermakna dan
menarik bagi siswa.

1. Perbedaan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Antara Pendekatan


Matematika Realistik dan Pendekatan Biasa

Pengetahuan guru mengenai pendekatan matematika realistik dan


pelaksanaannya dalam kelas sangat penting sebagai salah satu upaya pemberian
pengalaman belajar dan pencapaian tujuan belajar siswa yang optimal. Pendekatan
pembelajaran ini pada dasarnya adalah pemanfaatan realita dan lingkungan yang
dipahami siswa untuk memperlancar proses pembelajaran matematika sehingga
mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik. Pembelajaran matematika
realistik merupakan pembelajaran hal-hal yang nyata atau konkrit yang dapat diamati
atau dipahami siswa dengan membayangkan, sedangkan yang dimaksud dengan
lingkungan adalah lingkungan tempat siswa berada baik di lingkungan sekolah,
keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami siswa. Lingkungan ini disebut juga
lingkungan sehari-hari. Keunggulan PMR adalah dapat memberikan pengertian yang
jelas dan operasional kepada siswa tentang keterkaitan matematika pada umumnya bagi
manusia, dan memberi pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa tentang
keterkaitan bahwa matematika merupakan bidang kajian yang dikonstruksi dan
dikembangkan sendiri oleh siswa, tidak hanya bagi pakar dalam bidang tersebut.

Dalam proses pembelajaran PMR guru perlu mendengarkan secara sungguh-


sungguh interpretasi siswa sambil menaruh perhatian khusus terhadap keraguan,
kesulitan, dan kebingungan setiap siswa. Selain itu guru juga harus memperhatikan
perbedaan pendapat dalam kelas dan memberikan penghargaan kepada siswa.
Sedangkan kelemahan dari pembelajaran matematika relistik adalah sangat susah
mendorong siswa agar menemukan penyelesaian soal dan pencarian soal-soal
kontekstual yang memenuhi syarat yang dituntut PMR.

Pendekatan Matematika Realistik (PMR) adalah suatu pendekatan yang


menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran, pendekatan
pembelajaran ini memperlihatkan lima karakteristik yaitu: (a) menggunakan masalah
kontekstual; (b) menggunakan model; (c) menggunakan kontribusi dan produksi siswa;
(d) interaktif; (e) keterkaitan (intertwinment). Dalam proses pembelajaran dengan PMR,
guru harus memanfaatkan pengetahuan siswa sebagai jembatan untuk memahami
konsep-konsep matematika melalui pemberian suatu masalah kontekstual.

Pada hakikatnya pendekatan matematika realistik (PMR) dan pendekatan biasa


adalah dua pendekatan yang memiliki perbedaan secara karakteristik maupun dalam
pelaksanaannya pengajaran dan peningkatan hasil belajar yang dipandang dari prosedur
pembelajaran. Pendekatan biasa adalah pembelajaran yang berpusat pada guru yang
menekankan proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada
sekelompok siswa. Pendekatan biasa disebut juga pembelajaran langsung (direct
instruction). Dalam pendekatan ini materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru.
Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu sehingga dalam proses pembelajaran
siswa kurang diberdayakan, kurang berperan aktif dan komunikasi yang terjadi bersifat
satu arah. Dalam proses pendekatan pembelajaran biasa siswa hanya dapat
menyelesaikan masalah sesuai dengan cara yang ditunjukkan guru, hingga membuat
siswa bersifat menunggu penjelasan dari guru atau guru mengajarkan materi tertuju
pada hasil pembelajaran saja, dan siswa kurang berani bertanya atau memberi
tanggapannya terhadap masalah dalam pembelajaran tersebut.

Peranan guru dalam pendekatan pembelajaran ekspositori adalah sebagai


pembimbing program, memberi penjelasan (ceramah) kepada siswa dan didiringi
dengan member tugas dan latihan yang akan dikerjakan siswa. Siswa memperoleh
pengetahuan dari guru , dan mereka sendiri tidak dibiasakan untuk mencoba
menemukan pengetahuan informasi, siswa hanya penerima pelajaran secara pasif.
Tugas guru seolah-olah memindahkan sesebahagian pengetahuan yang ada padanya.
Bentuk kegiatan pembelajaran ini berlangsung dengan menggunakan guru sebagai satu-
satunya sumber belajar sekaligus bertindak sebagai penyaji isi pelajaran. Dalam
kegiatan pembelajaran dengan pendekatan biasa siswa mendengarkan ceramah dari
guru, mencatat dan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru.

Dalam pembelajaran matematika, berpikir kreatif (kreativitas) dapat dipandang


sebagai orientasi atau disposisi tentang instruksi matematika, termasuk tugas penemuan
dan pemecahan masalah. Aktivitas ini dapat membawa siswa mengembangkan
pendekatan yang lebih kreatif dalam matematika. Dengan tugas dan aktivitas ini, guru
dapat meningkatkan kapasitas siswa dalam hal yang berkenaan dengan dimensi
kreativitas. Pembelajaran matematika realistik adalah salah satu alternatif pendekatan
pembelajaran yang sesuai untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir
kreatif siswa. PMR menekankan terbentuknya konsep atau prinsip matematik pada diri
siswa melalui penemuan terbimbing dari gejala atau masalah kontekstual di dunia nyata,
kemudian diikuti dengan peningkatan dari konsep atau prinsip yang ditemukan itu ke-
konsep atau prinsip yang lebih rumit.

Dari uraian di atas dapat diduga bahwa pendekatan matematika realistik dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif, dengan pembelajaran biasa ditinjau dari
keseluruhan siswa dan tingkat kemampuan siswa.

2. Perbedaan Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Antara


Pendekatan Matematika Realistik dan Pendekatan Pembelajaran Biasa
Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memiliki cakupan obyek yang
sangat luas baik yang bersifat langsung seperti, konsep, fakta, skill dan prinsip maupun
yang bersifat tidak langsung seperti transfer belajar, kemampuan ingkuiri, kemampuan
memecahkan masalah kemampuan mengkomunikasikan matematika, disiplin pribadi
dan penghargaan terhadap struktur matematika. Ilmu pengetahuan matematika
merupakan ratu sekaligus pelayan bagi semua ilmu yang lain serta merupakan alat bagi
kebutuhan manusia dalam menghadapi kehidupan sosial, ekonomi dalam menggali
rahasia alam.

Pemahaman dan kemampuan yang baik tentang matematika akan sangat


membantu seseorang dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, baik persoalan
belajar, maupun persoalan kehidupan sehari-hari sebab siswa akan terbiasa untuk
melaksanakan pola pikir yang sistematis dan terstruktur, cermat, jelas dan akurat.
Kemampuan untuk menciptakan gagasan-gagasan pada alternatif pemecahan masalah
secara rasional ini dapat dimiliki oleh siswa dengan kemampuan matematika yang
memadai sebab matematika memiliki kosep, skill dan prinsip-prinsip pemecahan
masalah secara logis dan berpikir deduktif. Oleh sebab itu proses pembelajaran
sebaiknya selalu menekankan pada proses pecahan masalah. Pembelajaran yang
dilakukan oleh guru saat ini masih banyak yang menggunakan pendekatan biasa yaitu
dimulai dari motivasi atau apersepsi materi pada pendahuluan, kegiatan pokok dari
uraian materi disampaikan dengan metode ceramah, diskusi tanya jawab dan
penugasan. Kegiatan guru seolah-olah hanya mentransper pengetahuan yang
dimilikinya kepada siswa. Dalam pendekatan ini siswa kurang aktif dilibatkan dalam
pembelajaran baik secara fisik, mental maupun pada lingkungannya sendiri. Kegiatan
pembelajaran seperti ini kurang dapat membangun pemahaman yang baik bagi seorang
siswa sebab pembelajaran yang dilakukan belum mampu mengaitkan pengetahuan yang
dimiliki dengan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah.

Untuk memperoleh hasil belajar matematika yang optimal dibutuhkan


pendekatan pembelajaran yang lebih bermakna, dengan pembelajaran tersebut siswa
mampu menemukan sendiri pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkannya, bukan
karena diberitahukan guru atau orang lain. Pendekatan matematika realistik (PMR)
merupakan salah satu pendekatan yang mampu mengkonstruksi pengetahuan siswa,
mencari sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru dan mengalami sendiri
perolehan hasil belajarnya, sehingga siswa mampu memecahkan persoalan persoalan
belajarnya.

Berdasarkan pemikiran diatas diduga bahwa terdapat perbedaan peningkatan


kemampuan pemecahan masalah antara siswa yang diajar dengan pendekatan
matematika realistik (PMR), dengan pembelajaran biasa ditinjau dari keseluruhan siswa
dan tingkat kemampuan siswa.

3. Ada interaksi antara pembelajaran dengan tingkat kemampuan awal


matematika (KAM) siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif
dan pemecahan masalah matematik siswa
Matematika sebagai wahana pendidikan tidak hanya dapat digunakan untuk
mencapai satu tujuan, misalnya mencerdasakan siswa, tetapi dapat pula membentuk
kepribadian siswa serta mengembangkan ketrampilan tertentu. Untuk itu siswa perlu
memiliki kemampuan yang membutuhkan pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif dan
kemampuan bekerja sama yang efektif. Cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan
melalui belajar matematika. Hal ini juga sesuai dengan salah satu fungsi matematika
yaitu mengembangkan kemampuan memahami konsep-konsep yang diberikan sebagai
pengetahuan baru bagi mereka.

Oleh karena siswa sudah menganggap pelajaran matematika sukar, sehingga


menimbulkan perasaan seolah-olah mereka tidak akan mampu memahami sendiri
pelajaran matematika itu dari buku teks. Dengan demikian perlu bantuan orang lain
untuk mempelajari matematika terutama guru disekolah. Karena itu untuk membantu
siswa mempelajari matematika diperlukan suatu pembelajaran yang lebih aktif dan
bermakna serta menyangkut dengan kehidupan nyata. Hal ini terdapat pada
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan matematika realistik (PMR).

Pendekatan matematika realistik (PMR) memberikan kesempatan seluas-luasnya


kepada siswa dalam membangun pengetahuan yang disertai dengan memanivulasi
benda-benda nyata dalam proses pembelajaran, sehingga memudahkan siswa
memahami konsep-konsep yang diberikan sebagai pengetahuan baru bagi mereka.
Melalui aktivitas berpikir interwinment, pengaitan pengetahuan baru dengan
pengetahuan lainnya ata dengan permasalahan kontekstual dapat memberi peluang
berkembangnya elaboration, yaitu kemampuan mengembangkan suatu ide menambah
atau merinci secara detil suatu obyek, ide, dan situasi. Melalui diskusi, pembelajaran
berlangsung secara interaktif, siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap
jawaban yang diberikannya, memahami jawaban siswa lain, menyatakan setuju atau
tidak setuju terhadap jawaban siswa lain, dan mencari alternatif penyelesaian yang lain.
Di sini, fleksibility atau kemampuan menghasilkan berbagai macam ide, pernyataan dan
jawaban yang bervariasi dapat meningkat. Dalam pembelajaran matematika diakui
bahwa siswa dapat membentuk pengetahuan dan pemahaman matematika apabila deberi
ruang atau kesempatan untuk itu. Pembentukan pengetahuan seperti itu merupakan
proses yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan
kembali dan penolakan. Di sinilah hal yang baru (originality) yaitu kemampuan
memberikan respon-respom yang unik dan luar biasa dari diri siswa dapat berkembang
atau tebentuk.

Dalam pendekatan matematika realistik (PMR), pembelajaran dimulai dari


pengajuan masalah yang riil sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuan siswa,
sehingga siswa segera terlibat dalam pembelajaran secara bermakna. Pembelajaran yang
menggunakan PMR membiasakan siswa menyelesaikan masalah dengan mengikuti
langkah-langkah pemecahan masalah secara sistematis melalui tahap-tahap: (1)
memahami masalah, (2) menyusun rencana strategi atau cara penyelesaian, (3)
melakukan perhitungan, dan (4) memeriksa kembali kebenaran cara atau langkah
penyelesaian dan jawaban. Kemampuan siswa menyusun model informal yang
selanjutnya diarahkan pada model matematika formal dengan bimbingan guru turut
memberikan kontribusi pada peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik
siswa. Selain itu, pertanggungjawaban kelompok yang disertai dengan
pertanggungjawaban individual atas tugas-tugas yang diberikan, juga memberikan
kontribusi dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah.
Dalam proses pembelajaran dengan PMR, guru harus memulai pembelajaran
dari sesuatu yang riil sehingga siswa dapat terlibat dalam proses pembelajaran secara
bermakna. Peran guru hanya hanya sebagai pembimbing dan fasilitator bagi siswa.
Siswa tidak dapat dipandang sebagai botol kosong yang harus diisi dengan air. Siswa
adalah individu-individu yang punya potensi untuk mengembangkan pengetahuan
dalam dirinya. Siswa diharapkan aktif mengkonstruksi pengetahuannya.

Di samping itu, di dalam PMR diharapkan siswa tidak sekedar aktif sendiri,
tetapi ada aktivitas bersama diantara mereka (interaktivitas). Tentu saja aktivitas seperti
ini akan memberi peluang besar pada semua siswa termasuk siswa yang memiliki
kemampuan sedang atau rendah untuk dapat aktif dalam mengkonstruksi
pengetahuannya. Dengan demikian siswa yang memiliki kemampuan rendah melalui
proses pembelajaran matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan berpikir
secara optimal, terutama kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah.

Sementara itu, untuk siswa yang berkemampuan tinggi melalui PMR juga akan
meningkat kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah matematiknya.
Namun, peningkatan itu diduga kurang signifikan. Hal ini didasarkan atas pemikiran
bahwa untuk siswa yang memiliki kemampuan tinggi, seringkali model pembelajaran
yang diterapkan bukan merupakan faktor utama untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kreatif dan pemecahan masalah matematik siswa. Oleh sebab itu, dapat
dikemukakan bahwa apabila dalam pembelajaran matematika menggunakan PMR maka
kemungkinan siswa yang memiliki kemampuan awal rendah akan tertolong untuk
meningkatkan hasil belajarnya.

Dari uraian di atas, diduga terdapat interaksi antara pembelajaran dengan tingkat
kemampuan matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif dan
pemecahan masalah matematik siswa, dimana siswa yang memiliki kemampuan awal
matematika sedang lebih baik kemampuan berpikir kreatif atau pemecahan masalahnya
dibandingkan siswa yang memiliki kemampuan awal matematika tinggi atau rendah
yang diajar dengan menggunakan pendekatan matematika realistik. Sebaliknya siswa
yang memiliki kemampuan awal matematika tinggi lebih baik kemampuan berpikir
kreatif atau pemecahan masalahnya dibandingkan siswa yang memiliki kemampuan
awal matematika sedang atau rendah yang diajar dengan menggunakan pembelajaran
biasa.

4. Proses penyelesaian masalah siswa dalam menyelesaikan masalah berpikir


kreatif dan pemecahan masalahmatematika pada Pendekatan Matematika
Realistik dan Pembelajaran Biasa

Proses penyelesaian siswa dalam menyelesaikan masalah berpikir kreatif dan


penyelesaian masalah matematika yang dihasilkan siswa pasti juga akan berbeda pada
kedua metode pembelajaran yang diberikan. Pada pendekatan matematika realistik,
siswa akan cenderung lebih baik dari pada yang menggunakan pembelajaran biasa.
Pembelajaran yang menggunakan Pendekatan Matematika Realistik, proses
penyelesaiannya akan lebih terstruktur dan sistematis, ditambah dengan penerapan
proses penyelesaian soal-soal berpikir kreatif dengan indikator yang akan dinilai adalah
kefasihan (fluency), keluwesan (flexibility), penguraian (elaboratoin) dan hal yang baru
(originality). Sedangkan proses penyelesaian masalah dengan kemampuan pemecahan
masalah menurut Polya yang memenuhi ke empat tahap yaitu (1) memahami masalah,
(2) merencanakan penyelesaian maslah, (3) menyelesaikan masalah, (4) memeriksa
kembali langkah – langkah pengerjaan dan hasil yang diperoleh. Dengan adanya kerja
kelompok, siswa akan berlatih menyelesaikan soal-soal berpikir kreatif dan soal-soal
pemecahan masalah matematika sehingga dapat mempermudah siswa dalam
memecahkan masalah yang dihadapinya, dan memungkinkan siswa saling tukar
pendapat dalam proses interaksinya dan berpikir kreatif. Dengan ide – ide yang berbeda
pada tiap anak akan mengakibatkan penyelesaian masalah akan lebih bervariasi dan
bahkan satu anak bisa memberikan lebih lebih dari satu ide dalam penyelesaian
masalah. Siswa akan berbagi ide penyelesaian masalah pada saat mereka dihadapkan
pada masalah untuk mengemukakan ide – ide mereka. Sehingga siswa akan lebih
mudah menemukan kesalahan – kesalahan dalam proses penyelesaian masalah yang
diberikan.

Sedangkan proses penyelesaian masalah yang terjadi pada siswa yang mengikuti
pembelajaran biasa cenderung menyelesaikan soal mengikuti cara gurunya. Di sini
siswa akan seperti meniru cara atau proses yang telah dilakukan pada saat pembelajaran
yang diberikan guru. Kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah tergantung dari
guru itu sendiri, tidak terjadi proses penyelesaian masalah yang bervariasi dari siswa.
Dengan demikian dapat diduga bahwa proses penyelesaian masalah siswa dengan
pendekatan matematiak realistik lebih bervariasi dibandingkan proses penyelesaian
siswa dengan pembelajaran biasa.
C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan deskripsi teoritis, kerangka berpikir dan kajian terhadap penelitian


yang relevan, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini adalah :
1. Peningkatan kemampuan berfikir kreatif antara siswa yang diajar dengan
pendekatan matematika realistik lebih tinggi daripada siswa yang diajar melalui
pendekatan biasa.
2. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika antara siswa yang
diajar dengan pendekatan matematika realistik lebih tinggi daripada siswa yang
diajar melalui pendekatan biasa.
3. Terdapat interaksi antara pembelajaran dengan tingkat kemampuan awal
matematika (KAM) siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif.
4. Terdapat interaksi antara pembelajaran dengan tingkat kemampuan awal (KAM)
siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik.

Secara deskriptif pertanyaan penelitian yang ada di dalam rumusan masalah,


yaitu:
Proses penyelesaian siswa terhadap tes masalah kemampuan berpikir kreatif dan
pemecahan masalah dengan menggunakan pendekatan matematika realistik lebih
baik dibandingkan dengan pembelajaran biasa.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan SMP Muhammadiyah 03 Medan siswa kelas VIII


semester I TP. 2012/2013. Penetapan jadwal perlakuan disesuaikan dengan jadwal yang
ditetapkan oleh kepala sekolah dengan berkoordinasi kepada guru mata pelajaran, di
mana waktu pelajaran matematika ditetapkan 5 (lima) jam pelajaran dalam 2 (minggu)
minggu dengan ketentuan bahwa 1 (satu) jam pelajaran dilaksanakan selama 40 menit
sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII pada SMP Muhammadiyah
03 Medan Tahun Pelajaran 2012/2013 yang terdiri dari enam kelas. Pemilihan siswa
SMP sebagai subyek penelitian didasarkan pada pertimbangan tingkat perkembangan
kognitif siswa SMP yang masih pada tahap peralihan dari operasi kongkrit ke operasi
formal, sehingga pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik cocok untuk
diterapkan. Pengambilan kelas VIII dengan pertimbangan bahwa a). Siswa kelas VIII
merupakan siswa menengah pada satuan pendidikan SMP yang diperkirakan telah dapat
menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungannya, b). Terdapat topik matematika yang
dianggap tepat yaitu materi pokok Sistem Persamaan Linier Dua Variabel mengingat
dalam materi pokok ini, kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah matematik
siswa dapat digunakan dengan menggunakan pendekatan matematika realistik dalam
penyelesaian masalah matematika serta memungkinkan terjadinya kaitan materi pokok
tersebut dengan topik matematika lainnya atau masalah sehari-hari, dan c). Siswa kelas
VIII telah menerima materi prasyarat untuk mengikuti materi pokok Sistem Persamaan
Linier Dua Variabel yang akan diteliti. Adapun alasan pemilihan sekolah SMP
Muhammadiyah 03 Medan adalah karena pembelajaran matematika di SMP tersebut
selama ini masih menggunakan pembelajaran biasa yaitu pembelajaran yang biasa
dilakukan guru ketika melaksanakan proses belajar mengajar di mana pembelajaran
masih didominasi guru, siswa pasif dan selalu menunggu perintah guru, interasksi siswa
dengan siswa maupun guru jarang terjadi.

Sampel merupakan sebahagian dari populasi yang dipilih secara acak dan
dianggap representatif, artinya karakteristik populasi tercermin dalam sampel
yang diambil (Sudjana : 2005). Menurut Arikunto (2006) apabila subjeknya kurang
dari 100 lebih baik diambil semua, tetapi jika jumlah subjeknya besar, dapat diambil
antara 10-15% atau 20-25% atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari: kemampuan
peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana, sempit luasnya wilayah pengamatan dari
setiap subjek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data, besar kecilnya risiko
yang ditanggung oleh peneliti. Melihat alasan-alasan tersebut, maka sampel dalam
penelitian ini akan diambil dengan teknik Random Sampling atau acak sebanyak dua
kelas dari enam kelas yang ada di SMP Muhammadiyah 03 Medan yaitu kelas VIII B
dan VIIIC.

C. Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen semu (quasi ekspriment)


sebab kelas yang digunakan telah terbentuk sebelumnya. Rancangan penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Pretes Posttest Control Group Design. Dalam
rancangan ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara random, kemudian diberi
pretest untuk mengetahui sejauh mana kesiapan siswa menerima pembelajaran pada
pokok bahasan sistem persamaan linier dua variabel (SPLDV) dan untuk mengetahui
apakah kemampuan sesuai atau tidak, maka dilakukan tes awal (pretes). Rancangan
penelitiannya disajikan dengan skema seperti berikut:

R O 1 X1 O2
R O1 O2
Dengan R : Pengelompokan secara random
O1 : Pretes
O2 : Postes
X1 : Pendekatan matematika relaistik (PMR)

Pada desain ini, kelompok eksperimen diberi perlakuan pembelajaran dengan


pendekatan matematika realistik (PMR) (X), dan kelompok kontrol pembelajaran
dengan pendekatan matematika biasa (PMB) tidak diberikan perlakuan, kemudian
masing-masing kelompok diberi pretes dan postes (O). Dalam penelitian ini juga
mengkaji pengaruh penggunaan pembelajaran terhadap kemampuan berpikir kreatif dan
kemampuan pemecahan masalah. Pengkajian lebih konprehensif dilakukan dengan
meninjau atau melibatkan faktor Kemampuan Awal Matematik (KAM). Kemampuan
Awal Matematik (KAM) adalah kemampuan yang dimiliki siswa sebelum pembelajaran
berlangsung. Pemberian Kemampuan Awal Matematik (KAM), selain bertujuan untuk
mengetahui kemampuan siswa sebelum pembelajaran, juga dimaksudkan untuk
memperoleh data untuk mengetahui kesetaraan antara kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Ini dilakukan agar sebelum diberikan perlakuan kedua kelompok
pada masing – masing sampel penelitian dalam kondisi awal yang sama. Di samping itu,
kemampuan awal siswa juga dgunakan untuk menempatkan siswa berdasarkan
kemampuan awal matematiknaya. Kemampuan Awal Matematik (KAM)
dikelompokkan menjadi tiga kategori tinggi, sedang, dan kategori rendah. Kategori
pengelompokan KAM ini berdasarkan skor rerata (x) dan simpangan baku (s) , berikut
disajikan kriteria pengkategorian tersebut.

Tabel 3.1 Kriteria Kategori Kemampuan Awal Matematik (KAM)

K
Skor Kemampuan Awal Matematik (KAM)
kategori
T
KAM ≥ x́ + s
tinggi
S
x́ - s <KAM< x́ + s
sedang
R
KAM ≤ x́-s
rendah

Dari hasil yang diperoleh, banyaknya siswa yang berada pada kelompok tinggi,
sedang dan rendah di SMP Muhammadiyah 03 Medan kelas VIII A dan VIII B adalah
tersaji pada tabel berikut:

Tabel 3.2 Daftar Kelompok Siswa Berdasarkan KAM


K P B T
kelompok KAM PMR BIASA Total
T 1
8 8
Tinggi 6
S 2 1 3
Sedang 1 7 8
R 1
5 9
Rendah 4
T 3 3 6
Total 4 4 8

Penelitian ini melibatkan tiga variabel, yaitu variabel bebas, variabel terikat dan
variabel kontrol. Variabel bebas tersebut adalah pendekatan pembelajaran, yaitu
Pendekatan Matematika Realistik (PMR) dan pembelajaran Biasa. Variabel terikat
tersebut adalah Kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah
matematik. Sedangkan variabel kontrol tersebut adalah Kemampuan Awal Matematik
(KAM). Keterkaitan antara variabel bebas, variabel terikat dan kontrol disajikan dalam
model Weiner pada Tabel 3.3 berikut:

Tabel 3.3: Tabel Weiner tentang Keterkaitan antara Variabel-Variabel


Kemampuan Berpikir, Pemecahan Masalah Matematika, dan Kelompok
Pembelajaran
K K
K
emampuan yang emampuan Pemecahan
emampuan Berpikir Kreatif
diukur Masalah
P P
P endekatan P endekatan P
endekatan Matematika embelajaran Matematika embelajaran
Pembelajaran Realistik Biasa Realistik Biasa
(PMR) (PMR)
T µ µ µ µ
K
inggi BKAT BKBT PMAT PMBT
emampuan
S µ µ µ µ
Awal
edang BKAS BKBS PMAS PMBS
Matematik
R µ µ µ µ
(KAM)
endah BKAR BKBR PMAR PMBR
K µ µ µ µ
eseluruhan BKA BKB PMA PMB

Keterangan :

µBKAT adalah kemampuan berpikir kreatif siswa yang mendapat pendekatan


matematika realistik (PMR) dan berkemampuan tinggi.

µPMAT adalah kemampuan pemecahan masalah siswa yang mendapat pendekatan


biasa dan berkemampuan tinggi.
D. Prosedur Penelitian

Penelitian terdiri dari tiga tahap, yaitu :

1. Tahap persiapan

Dalam penelitian eksprimen ini dilakukan dengan melalui beberapa tahap yang
diawali dengan studi pendahuluan yang digunakan untuk merumuskan identifikasi
masalah, rumusan masalah studi literature yang pada akhirnya diperoleh perangkat
penelitian berupa bahan ajar, pendekatan pembelajaran serta instrumen penelitian.
Perangkat penelitian yang telah disusun tersebut terlebih dahulu dilakukan validasi oleh
pakar yang berkompeten.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap ini diawali dengan pemberian tes awal untuk mengetahui


kelompok – kelompok yang dapat dikategorikan kelompok berkemampuan
tinggi, sedang, dan rendah. Setelah itu dilakukan pretes sebelum pembelajaran
terhadap materi baru diberikan kepada siswa. Pretes diberikan kepada kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol, dengan tujuan apakah kedua kelompok
tersebut memiliki kemampuan yang homogen. Setelah diketahui kemampuan
kedua kelompok homogen maka akan dilanjutkan dengan kegiatan
melaksanakan pembelajaran di kelas sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan.

Dalam penelitian ini penulis berperan sebagai pengajar pada kelompok


eksperimen, sedangkan pada kelompok kontrol tetap guru yang masuk pada
kelas tersebut. Setelah kegiatan pembelajaran berakhir, dilaksanakan postes dan
selama kegiatan berlangsung penulis tetap mengisi data observasi. Secara
lengkap prosedur penelitian dilaksanakan dalam penelitian ini, disajikan dalam
bentuk langkah-langkah atau alur penelitian seperti bagan 3.1 berikut :

Studi pendahuluan, identifikasi masalah


Tujuan penelitian

Pembuatan, Uji coba & analisa instrument,


Rancangan pembelajaran

Kelas Eksprimen Penentuan Subyek Kelas Kontrol

Pree tes Pree tes

Pendekatan Matematika Realistik Pendekatan


Dengan pendekatan kooperatif biasa
Postes

Data (pree tes-postes)

Observasi Analisa data Observasi

Temuan

Penulisan Laporan
(kesimpulan,saran)

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian

E. Teknik dan Alat Pengumpul Data

1. Instrumen Penelitian.

Salah satu komponen penting dalam sebuah penelitian adalah tersedianya


instrumen yang baik serta dapat diandalkan untuk menjaring dan mengumpulkan data
penelitian sesuai dengan kebutuhan penelitian. Instrumen yang digunakan dalam
kegiatan penelitian ini adalah: tes kemampuan awal matematik (KAM), tes kemampuan
berpikir kreatif, tes kemampuan pemecahan masalah matematik, dan lembar observasi.

a. Tes Kemampuan Awal Matematik


Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan awal matematik siswa terkait
materi-materi yang telah dipelajari. Tes ini mencakup aspek-aspek pemahaman,
penerapan, dan pemecahan masalah terkait topik-topik Bilangan, Bentuk Aljabar,
Persamaan Linier Satu Variabel, Perbandingan, Geometri, Fungsi, dan Himpunan. Tes
ini terdiri dari 22 butir soal pilihan ganda dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran atau 80
menit.
b. Tes Kemampuan Berpikir Kreatif
Tes Soal untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif disusun dalam bentuk tes
uraian. Penjabaran tes kemampuan berpikir kreatif didasarkan pada empat indikator
yaitu (1) Fluency (kelancaran); (2) Elaboration (kerincian); (3) Originality (keaslian);
(4) Flexibility (keluwesan) terkait materi Sistem persamaan linear dua variabel
(SPLDV). Tes terdiri dari 4 butir soal uraian dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran atau
80 menit. Soal yang diberikan berbentuk soal matematika realistik dan skor jawaban
siswa disusun berdasarkan indikator kemampuan berpikir kreatif sebagaimana disajikan
dalam tabel 3.4.

Tabel 3.4 Pedoman Penyekoran Tes Kemampuan Berpikir Kreatif


K
S
kemampuan kreatif Reaksi terhadap soal/masalah
skor
yang dinilai
F  Tidak menjawab 0
luency (Kelancaran)  Jawaban tidak lengkap atau cara yang dipakai
tidak berhasil 1
 Paling tidak satu jawaban benar dan satu cara
digunakan untuk memecahkan soal 2
 Paling tidak dua jawaban benar diberikan dan
dua cara digunakan untuk memecahkan 3
masalah
 Seluruh jawaban benar dan beberapa
pendekatan/ cara digunakan
4
E  Tidak menjawab 0
laboration  Memberi jawaban yang tidak rinci dan salah.
(Elaborasi)  Memberi jawaban yang tidak rinci tetapi hasil 1
benar.
 Memberi jawaban yang rinci tetapi hasil 2
salah.
 Memberi jawaban yang rinci dan hasil benar.

4
O  Tidak menajwab. 0
riginality (Keaslian)  Cara yang digunakan bukan merupakan solusi
masalah 1
 Cara yang dipakai belum merupakan cara
yang unik 2
 Cara yang dipakai merupakan cara yang unik
tetapi hasil salah 3
 Cara yang dipakai merupakan cara yang unik
dan hanya dipakai oleh sedikit siswa dan hasil
benar.
4
F  Tidak menjawab. 0
lexibility  Memberi jawaban yang tidak beragam dan
(Keluwesan) salah. 1
 Memberi jawaban yang tidak beragam tetapi
benar.
 Memberi jawaban yang beragam tetapi salah.
 Memberi jawaban yang beragam dan benar. 2
3

4
c. Tes kemampuan Pemecahan Masalah

Tes kemampuan pemecahan masalah yang meliputi aspek pemahaman; aspek


merencanakan penyelesaian, aspek melakukan perhitungan dan aspek memeriksa
kembali terkait materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV). Tes terdiri dari
3 butir soal uraian dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran atau 80 menit. Soal yang
diujikan mengacu kepada prinsip penilaian yang dikemukakan oleh Polya (1985).
Untuk memudahkan dalam pemberian skor dalam pemecahan masalah maka pada Tabel
3.5 berikut disajikan suatu alternatif pemberian sekor dan digunakan pada penelitian
ini.

Tabel 3.5

Pedoman Penyekoran Tes Pemecahan Masalah Matematika


A Reaksi terhadap S
spek soal/masalah kor
M Tidak menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan 0
emahami  Salah menuliskan yang diketahui dan yang ditanyakan
masalah  Menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan tetapi salah
 Menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dengan benar
dan lengkap 1

3
M  Tidak menuliskan rumus 0
erencanakan  Menggunakan rumus tetapi salah atau tidak dapat dilanjutkan
penyelesaian  Menggunakan rumus yang benar dan mengarah pada jawaban yang 1
benar pula

2
M Tidak menuliskan penyelesaian 0
enyelesaikan  Menuliskan aturan penyelesaian dengan hasil salah dan tidak
masalah sesuai tuntas 1
rencana  Menuliskan aturan penyelesaian dengan hasil salah tetapi tuntas
 Menuliskan aturan penyelesaian dengan hasil benar tetapi tidak 2
tuntas
 Menuliskan aturan penyelesaian dengan hasil benar dan tuntas 3

4
M Tidak ada pemeriksaan atau tidak ada keterangan 0
elakukan  Menuliskan pemeriksaan yang salah
Pengecekan  Menuliskan pemeriksaan benar tetapi tidak lengkap 1
 Menuliskan pemeriksaan secara benar dan lengkap
2

Sumber dimodifikasi dari Utari (1993)

2. Hasil Uji Coba Instrumen.

Sebelum melakukan penelitian dengan instrumen yang sebenarnya, maka perlu


dilakukan validasi dari perangkat pembelajaran berupa rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP), lembar aktifitas siswa (LAS), instrumen tes kemampuan berpikir
kreatif siswa serta instrumen tes kemampuan pemecahan masalah matematik siswa .

Uji validitas berkenaan dengan isi dan wajah dilakukan melalui pertimbangan
berbagai pihak diantaranya dosen pembimbing, pakar matematika dan guru matematika
SMP/MTs. Para ahli diminta terdiri dari 5 orang yang memberikan pertimbangan
mengenai kesesuaian antara butir soal dengan kemampuan yang akan diukur dan
kejelasan maksud soal. Validator tersebut sudah memiliki kompetensi yaitu: Denny
Haris, S.Si, M. Pd (Dosen S-1 Jurusan Pendidikan Matematika UNIMED), Sri Lestari
Manurung (Dosen S-1 Jurusan Pendidikan Matematika UNIMED), Khairuddin, M.Pd
(Dosen S-1 Jurusan Pendidikan Matematika UNIMED), Risna Mira Bella, M.Pd
(Alumni PPS jurusan pendidikan matematika UNIMED), Feri Tiona Pasaribu, M.Pd
(Alumni PPS jurusan pendidikan matematika UNIMED).

Validasi dari perangkat pembelajaran dan tes kemampuan penalaran serta


kemampuan berpikir kreatif matematik siswa difokuskan pada isi, format, bahasa dan
ilustrasi serta kesesuaian materi pembelajaran sistem persamaan linier dua variabel
menggunakan pendekatan matematika realistik (PMR). Berdasarkan hasil penilaian
validator diketahui bahwa perangkat pembelajaran berkategori baik untuk digunakan
dalam penelitian seperti terlihat pada tebel 3.6 dan hasil selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran C.1.

Tabel 3.6 Rangkuman Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran

N T
N O
ilai rata-rata ingkat
o bjek yang dinilai
Validator Validasi
1 R 4 B
encana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ,0 aik

P
2 endekatan Matematika Realistik (PMR)
3 B
R ,9 aik
encana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
3
P
embelajaran Biasa 4 B
L ,0 aik
embar Aktifitas Siswa (LAS)

Selanjutnya untuk mengetahui apakah instrumen tes kemampuan berpikir kreatif


serta kemampuan pemecahan masalah matematik siswa valid atau tidak valid serta
memiliki reabilitas yang sedang, tinggi atau sangat tinggi maka dilakukan analisis
validitas, daya pembeda, tingkat kesukaran dan reliabilitas soal.

Menurut Arikunto (2006) sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mampu
mengukur apa yang hendak di ukur. Uji coba tes hasil belajar di lakukan kepada siswa
kelas VIII diluar kelas yang diteliti. Pelaksanaan ujicoba ini langsung dilakukan oleh
peneliti dengan bantuan guru bidang studi sebagai observasi. Pada penelitian ini
dilakukan pengukuran validitas tes, yaitu validitas isi, dilakukan untuk mengetahui
apakah butir-butir tes dapat mengukur materi atau isi pelajaran sesuai dengan pokok
bahasan yang tertera dalam kurikulum.

Berdasarkan hasil uji coba ini dapat dianalisis validitas, daya pembeda, tingkat
kesukaran dan reliabilitas soal dengan uraian berikut ini:

a. Validitas Butir Soal

Validitas butir soal dari suatu tes adalah ketepatan mengukur yang dimiliki oleh
sebutir soal, dalam mengukur apa yang seharusnya diukur lewat butir soal tersebut.
Untuk mengetahui validitas soal digunakan rumus korelasi product moment dengan
angka kasar yang dikemukakan oleh Pearson dalam Arikunto (2006 :72) sebagai berikut
:
N ∑ XY −( ∑ X )( ∑ Y )
r xy =
2 2
√ {N ∑ X −(∑ X ) }{ N ∑ Y −(∑ Y ) }
2 2

Dimana : rxy = Koefisien korelasi

N = Banyaknya sampel

X = Skor item

Y = Skor total

Interpretasi dari koefisien korelasi digunakan kriteria sebagai berikut (Arikunto :


2006)

0,80 < rxy  1,00 validitas sangat tinggi (ST)

0,60 < rxy  0,80 validitas tinggi (TG)


0,40 < rxy  0,60 validitas sedang (SD)

0,20 < rxy  0,40 validitas rendah (RD)

0,00 < rxy  0,20 validitas sangat rendah (SR)

Dengan taraf signifikansi 5% , r hitung dibandingkan dengan r tabel , dengan


interpretasi sebagai berikut:
r hitung < r tabel , maka korelasi tidak signifikan
r hitung >r tabel , maka korelasi signifikan

Kemudian untuk mengetahui signifikansi korelasi yang didapat , diuji dengan uji
t:
atau
N −2
t =r xy
√ 1−rtxy=r
√ N−2
1−r
dengan t = daya beda uji t
N = jumlah subjek
rxy = koefisien korelasi

Hasil perhitungan validitas butir soal uji coba instrumen disajikan pada tabel 3.7
dan tabel 3.8, dan hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.2.

Tabel 3.7 Hasil Uji Validasi Butir Soal Kemampuan Berpikir Kreatif

N r xy t hitung t tabel I
o nterpretasi
2 S
1 0,46 2,45
,06 ignifikan/Valid
2 S
2 0,72 4,88
,06 ignifikan/Valid
2 S
3 0,71 4,77
,06 ignifikan/Valid
2 S
4 0,82 6,66
,06 ignifikan/Valid

Tabel 3.8 Hasil Uji Validasi Butir Soal Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematik Siswa
N r xy t hitung t tabel I
o nterpretasi
2 S
1 0,68 4,31
,06 ignifikan/Valid
2 S
2 0,90 9,90
,06 ignifikan/Valid
2 S
3 0,89 9,08
,06 ignifikan/Valid

b. Uji Reliabilitas Tes

Untuk mengukur tingkat kepercayaan dari


suatu instrumen. Pada penelitian ini reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus
Alpha Cronbach (Arikunto, 2006).

n Σσ 2i

r11 =
( n−1 )(1− σ 2
t
)
dimana :

r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan


n = banyaknya item

∑ σ 2i = jumlah varians skor tiap-tiap


2
item σt = varians total

Koefisien reliabilitas tes ini kemudian


dikonsultasikan dengan batas kriteria dari Arikunto (2006).

- Antar 0,000 – 0,199 dikategorikan sangat


rendah.

- Antar 0,200 – 0,399 dikategorikan rendah.

- Antar 0,400 – 0,599 dikategorikan sedang.

- Antar 0,600 – 0,799 dikategorikan tinggi.

- Antar 0,800 – 1,000 dikategorikan sangat


tinggi.

Hasil perhitungan reliabilitas butir soal uji coba instrumen disajikan pada tabel
3.9 dan tabel 3.10, dan hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.
Tabel 3.9 Hasil Reliabilitas Butir Soal Kemampuan Berpikir Kreatif

N r
 b2
o Soal 11
1
,91
1
1
2 ,15
0
3 0
,74
,69
4
1
,58
4

,33

Tabel 3.10 Hasil Reliabilitas Butir Soal Kemampuan Pemecahan Masalah


Matematik Siswa

N r
 b2
o Soal 11
0
,52
1
1
2
,58 0
,79
3
1
,11
3

,21

Berdasarkan Reliabilitas menurut rumus alpha-cronbach (Arikunto, 2006), nilai


r11 yang diperoleh menunjukkan bahwa soal memiliki reliabilitas tinggi.

c. Taraf Kesukaran

Perhitungan tingkat kesukaran butir soal dilakukan dengan menggunakan


rumus:
S A  SB
TK 
N x skor maks
Keterangan : TK = Tingkat
Kesukaran

SA = Jumlah Skor
Kelompok Atas

SB = Jumlah Skor
Kelompok Bawah

N = Jumlah
Siswa Kelompok Atas dan Kelompok Bawah

Interpretasi indeks kesukaran menurut Arikunto (2006) digunakan kriteria


sebagai berikut :

TK = 0,00
Terlalu Sukar (TS)
0,00 < TK ≤ 0,3 Sukar
(SK)
0,3 < TK ≤ 0,7
Sedang (SD)
0,7< TK ≤ 1
Mudah (MD)

TK = 1
Terlalu Mudah (TM)

Hasil perhitungan tingkat kesukaran butir soal uji coba instrumen, akan
disajikan pada tabel 3.11 dan tabel 3.12, dan hasil selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran D.2.
Tabel 3.11 Hasil Tingkat Kesukaran Kemampuan Berpikir Kreatif

N T I
o Soal K nterpretasi Tingkat Kesukaran
0 M
,85 udah
1
0 S
2 ,66 edang

3 0 S
,56 edang
4
0 S
,50 edang
Tabel 3.12 Hasil Tingkat Kesukaran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik
Siswa

N T I
o Soal K nterpretasi Tingkat Kesukaran
0 M
,81 udah
1
0 S
2
,61 edang
3
0 S
,53 edang

d. Daya Pembeda Butir Soal

Daya Pembeda (D) merupakan


kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan
tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah). Untuk sampel penelitian ini,
skor hasil kemampuan pemodelan matematika dikelompok menjadi 27 % kelompok
atas (nA) dan 27 % kelompok bawah (nB). Kelompok atas yaitu kelompok yang memiliki
skor total tinggi, sedangkan kelompok bawah adalah kelompok siswa yang memperoleh
skor rendah. Penentuan kelompok ini ditentukan setelah hasil skor diurutkan dari yang
tertinggi sampai yang terendah.

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara
siswa yang kurang pandai dengan siswa yang pandai (Arikunto, 2006) yaitu :

S A  SB
DP 
IA

Keterangan : DP = Daya pembeda

SA = Jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah

SB = Jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah

IA = Jumlah skor ideal salah satu kelompok butir soal dipilih

Kriteria tingkat daya pembeda menurut (Arikunto, 2006) adalah sebagai berikut:

Negatif - 9%Sangat Jelek

10% - 19% Jelek

20% - 29% Cukup


30% - 49% Baik

50% - ke atas Sangat baik

Hasil perhitungan daya pembeda butir soal uji coba instrumen, akan disajikan
pada tabel 3.13 dan tabel 3.14, dan hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran D.2.
Tabel 3.13 Hasil Daya Beda Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa

N D I
o Soal B nterpretasi Daya Beda
0 S
,50 angat Baik
1
0 S
2 ,94 angat baik

3 0 S
,50 angat Baik
4
1 S
,25 angat Baik

Tabel 3.14 Hasil Daya Beda Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa

N D I
o Soal B nterpretasi Daya Beda
1 S
,00 angat Baik
1
1 S
2
,08 angat Baik
3
1 S
,25 angat Baik

F. Bahan Ajar

Penelitian ini mengenai peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa dan


kemampuan pemecahan masalah matematik siswa melalui pendekatan matematika
realistik (PMR), untuk kelancaran penelitian ini maka diperlukan bahan ajar yang
didesain berdasarkan karekteristik pendekatan matematika realistik (PMR).
Bahan ajar yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk RPP
(Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) dan LAS (Lembar Aktifitas Siswa) yang dapat
dilihat pada lampiran A. Sedangkan pembelajaran biasa atau pada kelompok kontrol
tidak menggunakan LAS (Lembar Aktifitas Siswa), tetapi dengan menggunakan buku
paket siswa sebagai bahan ajar.
Materi pokok yang akan diberikan kepada siswa pada penelitian ini adalah
Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV). Materi Sistem Persamaan Linier Dua
Variabel (SPLDV) diajarkan pada siswa SMP kelas VIII semester 1, meliputi indikator
berikut:
 Menentukan penyelesaian SPLDV dengan grafik.
 Menentukan penyelesaian SPLDV dengan substitusi.
 Menentukan penyelesaian SPLDV dengan eliminasi.
 Menentukan penyelesaian SPLDV dengan gabungan.
G. Kegiatan Pembelajaran

Pendekatan pembelajaran yang digunakan pada kelas eksperimen adalah


pendekatan matematika realistik (PMR) dan pada kelas kontrol pembelajaran biasa.
Adapun skenario pembelajaran yang dilaksanakan pada kelas eksperimen ini, terdiri
dari tiga tahapan kegiatan, yakni pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup. Ketiga
tahapan ini dilakukan secara berurutan.
1. Tahap pendahuluan

Pada tahap pendahuluan ini, guru


memberikan pretes dan memberikan motivasi serta apersepsi kepada siswa. Guru
memotivasi dengan mengenalkan masalah kontekstual agar siswa lebih tertarik,
bersemangat dan termotivasi untuk belajar matematika khususnya masalah yang
berkaitan dengan SPLDV. Sedangkan apersepsi bertujuan untuk mengingatkan siswa
kepada materi sebelumnya yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan.
2. Tahap kegiatan Inti

Pada tahap ini, diawali dengan guru


memberikan suatu contoh masalah kontekstual, soal diharapkan dapat mengiring
ataupun mengantarkan siswa pada proses berpikir kreatif dan pemeachan masalah
matematik siswa. Proses selanjutnya dimulai dengan memberikan soal untuk
membangun pengetahuan siswa dalam bentuk lembaran aktifitas siswa, yang dikerjakan
secara berkelompok. Guru memberikan bimbingan bertanya dan merespon seadanya
tentang proses penyelesaian soal. Setelah beberapa menit, guru mengakhiri bagian
pelajaran ini. Siswa diminta untuk menunjukkan dan menjelaskan solusinya di papan
tulis.

Setelah itu, guru meneruskan dengan


memberikan soal latihan berikutnya sebagai umpan balik, aktifitas belajar siswa diulang
lagi dengan pola yang sama, dimana guru berperan sebagai fasilitator, moderator, dan
evaluator. Sebagai postes, guru memberikan kembali soal dan selanjutnya siswa secara
individu untuk mengerjakannya. Selama siswa bekerja, guru memantau dan mengawasi
suasana kelas.
3. Tahap penutup

Pada tahap terakhir ini, siswa diminta untuk meyimpulkan apa yang telah
mereka pelajari dan berdasarkan beberapa kesimpulan siswa, guru menarik kesimpulan
apa yang telah dipelajari. Kegiatan selanjutnya jika waktu masih ada guru memberikan
soal dan merangkum apa yang telah dipelajari.
H. Teknik Analisa Data

Berkaitan dengan rumusan masalah penelitian, proses penyelesaian siswa


terhadap tes kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah dianalisis dengan
analisis statistik deskriptif. Analisis data perbedaan peningkatan kemampuan berpikir
kreatif dan pemecahan masalah pada pendekatan marematika realistik (PMR) dianalisis
dengan analisis statistik deskriptif dan inferensial. Uraian teknik analisis data tersebut
adalah:
1. Analisis Statistik Deskriptif

Ruseffendi (1998) menyatakan bahwa statistik deskriptif merupakan tingkat


pengerjaan statistik yang hanya berkenaan dengan pengumpulan, pengolahan,
penganalisisan dan penyajian sebagian atau seluruh data tanpa mengambil kesimpulan.
Data yang menggunakan analisis statistik deskriptif pada penelitian ini adalah
kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa
dianalisis perindikator. Indikator kemampuan berpikir kreatif yang akan dianalisis
adalah kefasihan/kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), kerincian (elaboration),
dan hal yang baru (originality), sedangkan indikator pemecahan masalah yang akan
dianalisis adalah memahami masalah, membuat rencana penyelesaian, melaksanakan
penyelesaian (melakukan perhitungan), dan memeriksa kembali langkah-langkah
pengerjaan.

Bentuk proses penyelesaian masalah siswa terhadap tes kemampuan berpikir


kreatif dan tes kemampuan pemecahan masalah siswa untuk kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Proses penyelesaian masalah dibahas secara deskriptif. Proses penyelesaian
masalah siswa dilihat dari skor maksimal dari tiap-tiap indikator kemampuan berpikir
kreatif dan kemampuan pemecahan masalah siswa.

Kriteria proses penyelesaian masalah pada


penelitian ini adalah:

1. Kemampuan berpikir kreatif

Proses penyelesaian masalah siswa dilihat


dari tiap-tiap aspek kemampuan berpikir kreatif. Aspek tersebut adalah:

5. Kefasihan/ kelancaran (fluency), adalah kemampuan untuk mengemukakan ide


jawaban, pertanyaan, dan penyelesaian masalah;
6. Keluwesan (flexibility) adalah kemampuan untuk menemukan atau
menghasilkan berbagai macam ide, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi
7. Penguraian (elaboration), kemampuan untuk mengembangkan suatu ide,
menambah atau merinci secara detil suatu obyek, ide, dan situasi
8. Hal yang baru (originality), adalah kemampuan untuk memberikan respon-
respon yang unik dan luar biasa.

Dari keempat aspek di atas, Proses penyelesaian masalah pada masing-masing


kelas pembelajaran di analisis gambaran jawabannya. Adapun kriteria proses
penyelesaian jawaban suatu kelas pembelajaran dikatakan baik dari kelas yang lain
apabila siswa mampu menjawab tiga aspek tertinggi dari empat aspek kemampuan
berpikir kreatif.

2. Kemampuan pemecahan masalah

Proses penyelesaian masalah siswa dilihat


dari tiap-tiap aspek kemampuan pemecahan masalah. Aspek tersebut adalah memahami
masalah, merencanakan penyelesaian masalah, melaksanakan penyelesaian masalah,
memeriksa kembali. Dari keempat aspek diatas, proses penyelesaian masalah pada
masing-masing kelas pembelajaran di analisis gambaran jawabannya. Adapun kriteria
proses penyelesaian masalah suatu kelas pembelajaran dikatakan baik dari kelas yang
lain apabila siswa mampu menjawab tiga aspek tertinggi dari empat aspek kemampuan
pemecahan masalah.

2. Analisis Statistik Inferensial

Data yang diperoleh dari skor kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan
pemecahan masalah matematika dikelompokkan menurut pendekatan matematika
realistik (PMR) dan pembelajaran biasa. Untuk selanjutnya pengolahan data diawali
dengan dengan menguji persyaratan statistik yang diperlukan sebagai dasar dalam
pengujian hipotesis antara lain uji normalitas dan homogenitas, selanjutnya dilakukan
uji t dan uji ANAVA untuk menguji hipotesis yang disesuaikan dengan permasalahan.
Selain dilakukan analisa kuantitatif, peneliti juga akan melakukan analisa kualitatif
terhadap jawaban setiap butir soal, dan data hasil observasi. Data ini bertujuan untuk
mengkaji sejauh mana kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa terhadap matematika. Data ini juga digunakan untuk
mengetahui apakah pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan ketentuan-ketantuan
pembelajaran.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui


apakah normal atau tidaknya sebaran data yang akan dianalisis. Yaitu untuk melihat
apakah data hasil kemampuan penalaran dan berpikir kreatif matematik terdistribusi
secara normal pada kelompok pendekatan matematika realistik (PMR) dan kelompok
pembelajaran biasa. Dalam hal pengujian normalitas dalam penelitian ini, menggunakan
bantuan program SPSS 17 yaitu dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, dengan
kriteria pengujian jika signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka distribusinya tidak normal.
Jika hasil pengujian tidak normal maka uji yang digunakan adalah uji Mann Withney.
b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas varians antara kelompok


eksperimen dan kelompok kontrol, dimaksudkan untuk mengetahui keadaan varians
kedua kelompok, sama atau berbeda. Dalam hal ini menggunakan bantuan program
SPSS 17 yaitu uji Levene dengan kriteria pengambilan keputusan jika nilai signifikansi
lebih kecil dari 0,05 maka distribusinya tidak homogen, sedangkan jika nilai
signifikansinya lebih besar dari 0,05 maka distribusinya homogen (Sudjana, 2005).
c. Menguji perbedaan dua rata-rata untuk peningkatan kemampuan berpikir
kreatif dan pemecahan masalah matematik siswa.

Untuk menghitung peningkatan kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan


masalah matematik siswa setelah pembelajaran dengan pembelajaran pendekatan
matematika realistik dan pembelajaran biasa, maka terlebih dahulu ditentukan nilai
gainnya. Dalam menghitung gain digunakan rumus Hake (1999) yaitu:
skor tes akhir - skor tes awal
gain 
skor maksimal - skor tes awal

kriteria indeks gain adalah:

g > 0,7 tinggi

0,3<g 0,7 sedang

g0,3 rendah

Selanjutnya digunakan uji t untuk melihat apakah peningkatan kemampuan


berpikir kreatif dan pemecahan masalah matematik siswa yang ada di kelompok
eksperimen lebih baik dibandingkan dengan siswa yang ada di kelompok kontrol.
Dalam hal ini, seluruh perhitungan statistik menggunakan bantuan program SPSS 17.
t t
Kriteria pengujiannya adalah tolak H0 jika tabel hitung dan terima H0 untuk kondisi
lainnya dengan taraf signifikansi yang telah ditentukan.
d. Uji Anava Dua Jalur

Anava dua jalur digunakan untuk melihat interaksi antara kemampuan


matematik siswa dengan kemampuan awal matematik (hipotesis 3 dan 4). Dalam hal
ini, seluruh perhitungan statistik diolah menggunakan bantuan program SPSS 17,
dimana dalam SPSS prosedur anava dua jalur disebut juga GLMunivariate. Langkah
pertama untuk mengetahui kehomogenan matriks varian-kovarians dalam univariat
adalah uji statistik Levene’s Test.
Langkah-langkah mengajukan pengujian :
a) Tentukan nilai α (nilai α yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0,05).
b) Mengolah data yang diperoleh dengan menggunakan software SPSS 17
Statistics.
c) Jika nilai pada kolom sig > 0,05 maka H0 diterima.

e. Uji Hipotesis

Hipotesis penelitian yang diuji adalah hipotesis nol (H 0) atau hipotesis statistik.
H0 berarti hipotesis yang menyatakan bahwa rerata skor siswa antara kelas eksperimen
dan kelas kontrol tidak berbeda. Hipotesis selain hipotesis nol (H 0) adalah hipotesis
alternatif (Ha), yaitu hipotesis yang akan diterima seandainya hipotesis nol ditolak.
Hipotesis nol dan hipotesis alternatif dapat ditulis sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan berfikir kreatif antara siswa


yang diberi pembelajaran melalui pendekatan matematika realistik lebih tinggi
daripda siswa yang diberi pembelajaran biasa.

Hipotesis statistiknya:
H0 : μ BKA=μ BKB
Ha : μ BKA > μ BKB

Ket:

μ BKA= rata-rata kemampuan berpikir kreatif melalui pendekatan matematika


realistik

μ BKB= rata-rata kemampuan berpikir kreatif melalui pembelajaran biasa

2. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa


antara siswa yang diberi pembelajaran melalui pendekatan matematika realistik
lebih tinggi daripada siswa yang diberi pembelajaran biasa.

Hipotesis statistiknya:
H0 : μ PMA=μ PMB
Ha : μ PMA > μPMB
Ket:

μ PMA= rata-rata kemampuan pemecahan masalah melalui pendekatan matematika


realistik

μ PMB= rata-rata kemampuan pemecahan masalah melalui pembelajaran biasa

3. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan tingkat


kemampuan awal (KAM) siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir
kreatif.

Hipotesis statistiknya:
H 0 :μ BKAT =μ BKAS =μBKAR =0  
H a :Salah satu μ j ≠0
Ket:
μ BKAT = rata-rata kemampuan berpikir kreatif dengan pendekatan matematika
realistik kelompok KAM tinggi
μ BKAS = rata-rata kemampuan berpikir kreatif dengan pendekatan matematika
realistik kelompok KAM sedang
μ BKAR = rata-rata kemampuan berpikir kreatif dengan pendekatan matematika
realistik kelompok KAM rendah
μj = rata-rata kemampuan berpikir kreatif dengan pendekatan matematika
realistik kelompok KAM (tinggi,sedang dan rendah)
4. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan tingkat
kemampuan awal (KAM) siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematik siswa.

Hipotesis statistiknya:
H 0 :μ PMAT =μ PMAS=μ PMAR=0  
H a :Salah satu μ j ≠0
Ket:
μ PMAT = rata-rata kemampuan pemecahan masalah dengan pendekatan
matematika realistik kelompok KAM tinggi
μ PMAS = rata-rata kemampuan pemecahan masalah dengan pendekatan
matematika realistik kelompok KAM sedang
μ PMAR = rata-rata kemampuan pemecahan masalah dengan pendekatan
matematika realistik kelompok KAM rendah
μj = rata-rata kemampuan pemecahan masalah dengan pendekatan
matematika realistik kelompok KAM (tinggi,sedang dan rendah)

Untuk lebih terarahnya penelitian ini berikut disajikan. Tabel keterkaitan


antara permasalahan, hipotesis dan jenis uji statistik yang digunakan dalam analisis
kuantitatif.

Tabel. 3.15
Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis
dan Jenis Uji Statistik yang Digunakan

J
N Permasalahan H
enis uji
o penelitian ipotesis
statistik
1 Peningkatan
kemampuan berfikir kreatif antara siswa yang diajar dengan U
1
pendekatan matematika realistik lebih tinggi daripada siswa ji t
yang diajar melalui pendekatan biasa
2 Peningkatan
. kemampuan pemecahan masalah matematika antara siswa
U
yang diajar dengan pendekatan matematika realistik lebih 2
ji t
tinggi daripada siswa yang diajar melalui pendekatan biasa

3 Terdapat
A
interaksi antara pembelajaran dengan tingkat kemampuan
3 nava dua
awal (KAM) siswa terhadap peningkatan kemampuan
jalur
berpikir kreatif
4 Terdapat
interaksi antara pembelajaran dengan tingkat kemampuan A
awal (KAM) siswa terhadap peningkatan kemampuan 4 nava dua
pemecahan masalah matematik. jalur
J
N Permasalahan H
enis uji
o penelitian ipotesis
statistik
5 Proses
penyelesaian siswa terhadap tes masalah kemampuan D
5
berpikir kreatif dan pemecahan masalah eskriptif

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan peningkatan


kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah matematik siswa melalui
pendekatan matematika realistik (PMR). Selain itu juga mendeskripsikan apakah ada
interaksi antara faktor pendekatan pembelajaran berdasarkan tingkat kemampuan awal
matematik (KAM) siswa terhadap kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah
matematik siswa. Sesuai dengan tujuan penelitian tersebut, maka penelitian ini meliputi
perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah matematik
antara siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan matematika realistik
(PMR) dibandingkan siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran biasa
dan interaksi antara faktor pendekatan pembelajaran berdasarkan tingkat kemampuan
awal matematik (KAM) siswa terhadap kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan
masalah matematik siswa.
Data yang diperoleh dari tes kemampuan berpikir kreatif, dan tes kemampuan
pemecahan masalah matematik siswa yang diberikan kepada 68 siswa sebagai sampel
penelitian, terdiri dari 34 siswa yang diajar menggunakan pembelajaran PMR
(kelompok eksperimen) dan 34 siswa yang diajar menggunakan pembelajaran biasa
(kelompok kontrol), selanjutnya dianalisis secara kuantitatif. Karena penelitian ini
melibatkan dua kelompok siswa yang berbeda, maka analisis statistik uji perbedaan
rata-rata N-Gain kemampuan berpikir kreatif (KBK) dan kemampuan pemecahan
masalah (KPM), dilakukan dengan uji perbedaan rata-rata t tes sampel independen jika
persyaratan uji-t dipenuhi. Sebelum dianalisis, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas
dan uji homogenitas varians populasi. Untuk uji normalitas distribusi data digunakan uji
Kolomogorov_Smirnov, dan uji homogenitas varians populasi menggunakan uji Levene
dengan bantuan program pengolahan data SPSS versi 17. Analisis data Kemampuan
berpikir kreatif dan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa serta
penjelasannya disajikan secara rinci seperti berikut:

A. Hasil Penelitian
Data hasil penelitian dikumpulkan dari hasil tes kemampuan berpikir
matematika dan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa sebelum
pembelajaran (pretes) dan sesudah pembelajaran (postes). Hasil tes tersebut adalah
untuk menjawab rumusan masalah pada BAB I yang dibahas secara deskripsi
kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah matematik siswa sebelum
pembelajaran (pretes) dan kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah
matematik siswa setelah pembelajaran (postes), perbedaan peningkatan kemampuan
berpikir kreatif dan pemecahan masalah matematik siswa dan apakah ada interaksi
antara faktor pendekatan pembelajaran berdasarkan tingkat kemampuan awal matematik
(KAM) siswa terhadap kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah matematik
siswa. Penjelasannya akan disajikan secara lengkap sebagai berikut:

1. Kemampuan Berpikir Kreatif


1.a. Analisis Data Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa

Data kemampuan berpikir kreatif siswa dikumpulkan dan dianalisis untuk


mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa sebelum dan sesudah pemberian
perlakuan pembelajaran. Data ini diperoleh dari hasil pretes dan postes skala
kemampuan berpikir kreatif siswa serta N-Gainnya. Hasil analisis deskripstif terhadap
data kemampuan berpikir kreatif siswa kedua kelompok pembelajaran disajikan pada
Tabel dibawah ini :

Tabel 4.1 Deskripsi Data Kemampuan Berpikir kreatif Siswa Kedua Kelompok
Pembelajaran

Report
Kelas Pretest Postest N_Gain
Pembelajaran PMR N 34 34 34
Mean 4.82 12.15 .66671
Std. Deviation 2.022 2.105 .157517
Pembelajaran Biasa N 34 34 34
Mean 2.29 5.88 .26532
Std. Deviation 1.488 2.637 .157903
Total N 68 68 68
Mean 3.56 9.01 .46601
Std. Deviation 2.174 3.945 .255694

Secara deskriptif ada beberapa simpulan yang berkenaan dengan kemampuan


berpikir kreatif siswa berdasarkan kemampuan tinggi, sedang dan rendah yang dapat
diungkap dari Tabel 4.1 yaitu:

a. Sebelum pembelajaran, rata-rata kemampuan berpikir kreatif siswa yang


memperoleh pendekatan matematika realistik hanya sebesar 4,82, sedangkan nilai
rata-rata kemampuan berpikir kreatif siswa yang mendapat pembelajaran biasa
dengan rata-rata sebesar 2,29.
b. Setelah pembelajaran, terjadi perbedaan rata-rata kemampuan berpikir kreatif kedua
kelompok siswa tersebut dan terjadi peningkatannya. Siswa yang memperoleh
pendekatan matematika realistik mendapatkan rata-rata kemampuan berpikir kreatif
sebesar 12,15 (meningkat sebesar 0,67) sementara siswa yang memperoleh
pembelajaran biasa mendapatkan rata-rata kemampuan berpikir kreatif sebesar 5,88
(meningkat sebesar 0,27). Berdasarkan kategori Hake (1999), peningkatan
kemampuan berpikir kreatif siswa yang memperoleh pendekatan matematika
realistik termasuk dalam kategori sedang (0,3<g≤ 0,7) sementara peningkatan
kemampuan berpikir kreatif siswa yang memperoleh pembelajaran biasa termasuk
dalam kategori rendah ( g ≤ 0,3 ).
Secara umum diagram batang yang mendeskripsikan rata-rata skor kemampuan
berpikir kreatif siswa dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut :
14
12.15
12
PMR
10
Biasa
8
6 4.82 5.88
4 2.29
2
0 0.67
0.27
Pretest
Postest
N_Gain

Gambar 4.1. Rata – Rata Skor Tes Kemampuan Berpikir Kreatif

Gambar di atas memberikan informasi rata-rata skor pretes kemampuan berpikir


kreatif siswa pada pendekatan matematika realistik dan pembelajaran biasa, namun
berdasarkan kualitas skor postes kemampuan berpikir kreatif siswa pada pendekatan
matematika realistik dan pembelajaran biasa mengalami peningkatan dari hasil pretes.
Gambar tersebut juga memberi informasi peningkatan antara skor pretes dengan postes
kemampuan berpikir kreatif (N-Gain kemampuan berpikir kreatif) siswa pada
pendekatan matematika realistik dan pembelajaran biasa mengalami peningkatan data
N-Gain kemampuan berpikir kreatif siswa.

1.b Analisis Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Berdasarkan


Pembelajaran

Untuk melihat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang


memperoleh pendekatan matematika realistik dengan siswa yang memperoleh
pembelajaran biasa adalah menggunakan uji-t. Sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih
dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Dengan
menggunakan software SPSS 17 Statistics, data N-Gain kemampuan berpikir kreatif
siswa yang memperoleh pendekatan matematika realistik dan siswa yang memperoleh
pembelajaran biasa diolah untuk menguji normalitas. Data hasil pengujian N-Gain
ternormalisasi dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Kelas Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
*
N_Gain Pembelajaran PMR .063 34 .200 .982 34 .832
Pembelajaran Biasa .086 34 .200* .971 34 .483
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.

Tabel 4.2 di atas menunjukkan nilai signifikansi N-gain kemampuan berpikir


kreatif siswa yang memperoleh pendekatan matematika realistik adalah 0,200 dan yang
memperoleh pembelajaran biasa juga adalah 0,200. Kedua nilai signifikansi tersebut >
0,05. Hal ini berarti data perbedaan peningkatan berpikir kreatifsiswa kedua
pembelajaran berdistribusi normal.
Selanjutnya akan diuji kesamaan varians perbedaan peningkatan berpikir kreatif
siswa pada taraf signifikansi α = 0,05 dengan kriteria pengujian jika F hitung ≤ Ftabel maka
varians kedua pembelajaran homogen, sebaliknya jika Fhitung > Ftabel maka varians kedua
pembelajaran tidak homogen. Hasil perhitungan homogenitas ditampilkan pada Tabel
4.3 berikut:
Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif
Siswa

Test of Homogeneity of Variances


N_Gain
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.074 1 66 .787

Dari Tabel 4.3 diperoleh bahwa nilai signifikansi 0,787. Signifikansi tersebut
lebih besar dari taraf signifikansi 0,05 sehingga hipotesis H 0 yang menyatakan bahwa
tidak terdapat perbedaan variansi N-gain kemampuan berpikir kreatif siswa yang
memperoleh pendekatan matematika realistik dengan siswa yang memperoleh
pembelajaran biasa diterima, yang berarti data N-Gain kemampuan berpikir kreatif
homogen.
Berdasarkan hasil uji normalitas, homogenitas tersebut diperoleh bahwa kedua
kelompok yaitu kelompok eksperimen yang menggunakan pendekatan matematika
realistik (PMR) dan kelompok kontrol yang menggunakan pembelajaran biasa
berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen (sama) maka untuk
mengetahui signifikansi perbedaan rata-rata kedua kelompok data itu dihitung dengan
uji t pada taraf signifikansi α = 0,05 dengan kriteria pengujian: kriteria pengujiannya
t t
adalah tolak H0 jika tabel hitung dan terima H0 untuk kondisi lainnya dengan taraf
signifikansi yang telah ditentukan. Hipotesis yang diuji pada penelitian ini adalah:

H0 : μ BKA=μ BKB (Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berfikir kreatif


antara siswa yang diberi pembelajaran melalui pendekatan
matematika realistik dengan yang diberi pembeajaran biasa)
Ha : μ BKA > μ BKB (Peningkatan kemampuan berfikir kreatif antara siswa yang diberi
pembelajaran melalui pendekatan matematika realistik lebih
tinggi daripada siswa yang diberi pembeajaran biasa)

Ket:
μ BKA= rata-rata kemampuan berpikir kreatif melalui pendekatan matematika realistik
μ BKB= rata-rata kemampuan berpikir kreatif melalui pembelajaran biasa

Berikut ini disajikan hasil perhitungan uji beda dengan uji-t melalui uji t Equal
variances assumed dengan bantuan SPSS 17:

Tabel 4.4 Uji Perbedaan Rata-Rata Peningkatan Kemampuan Berpikir kreatif

Independent Samples Test


Levene's Test
for Equality of t-test for Equality of Means
Variances
95% Confidence
Interval of the
Difference
Sig.
Mean Std. Error
F Sig. t df (2- Lower Upper
Difference Difference
tailed)
N_Gain Equal .074 .787 10.494 66 .000 .401382 .038250 .325013 .477752
variances
assumed
Equal 10.494 66.000 .000 .401382 .038250 .325013 .477752
variances not
assumed

Kesimpulan yang dapat ditarik dari Tabel 4.4 di atas adalah bahwa nilai t hitung
pada N-Gain kemampuan berpikir kreatif sebesar 10,494 dan nilai signifikan sebesar
0,000. Nilai signifikan tersebut lebih kecil dari 0,05, sehingga disimpulkan H0 ditolak.
Dengan kata lain, peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang memperoleh
pendekatan matematika realistik (PMR) lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh
pembelajaran biasa.

1.c. Analisis Data Interaksi Antara Pembelajaran dan KAM Terhadap


Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa

Untuk mengetahui interaksi antara faktor pembelajaran dengan kemampuan


awal matematik (KAM) siswa terhadap kemampuan berpikir kreatif, digunakan uji
ANOVA dua jalur. Rangkuman ANOVA dua jalur interaksi antara pembelajaran yang
digunakan dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan
kemampuan berpikir kreatif siswa dapat di lihat pada Tabel 4.5. berikut:
Hipotesis yang diuji adalah :
H 0 :μ BKAT =μ BKAS =μBKAR =0   (tidak terdapat interaksi antara pembelajaran
dengan tingkat kemampuan awal (KAM) siswa
terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif)
H a :Salah satu μ j ≠0 (terdapat interaksi antara pembelajaran dengan
tingkat kemampuan awal (KAM) siswa terhadap
peningkatan kemampuan berpikir kreatif)

Tabel 4.5. Uji Interaksi Antara Pembelajaran dan KAM Terhadap Peningkatan
Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable:N_Gain
Type III Sum of
Source Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 3.437a 5 .687 45.146 .000
Intercept 11.164 1 11.164 733.330 .000
Pembelajaran 2.596 1 2.596 170.517 .000
KAM .236 2 .218 11.187 .031
Pembelajaran * KAM .682 2 .341 22.402 .000
Error .944 62 .015
Total 19.148 68
Corrected Total 4.380 67
a. R Squared = ,785 (Adjusted R Squared = ,767)

Pada Tabel 4.5 di atas dapat dilihat bahwa :


1. Hasil perhitungan nilai F untuk pembelajaran sebesar 170,517 dengan nilai
significance (sig.) yaitu 0,00 lebih kecil dari α = 0,05 yang berarti H 0 ditolak. Jadi
pembelajaran berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa.
Peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa disebabkan oleh pembelajaran yang
digunakan (pendekatan matematika realistik dan pembelajaran biasa).
2. Hasil perhitungan nilai F untuk KAM sebesar 1,187 dengan nilai significance (sig.)
yaitu 0,031 lebih kecil dari α = 0,05 yang berarti H0 ditolak. Jadi kategori KAM
berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa.
3. Hasil perhitungan nilai F antara pembelajaran dan KAM sebesar 22,402 dengan
Nilai significance (sig.) interaksi antara pembelajaran dan KAM untuk peningkatan
kemampuan berpikir kreatif siswa adalah 0,000, dan peningkatan tersebut lebih
kecil dari α = 0,05, maka H0 ditolak. Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada interaksi
antara pembelajaran dan kemampuan awal matemati (KAM) siswa terhadap
peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa.
Dengan kata lain, terdapat pengaruh yang diberikan oleh pembelajaran dan
KAM. Lebih jelasnya, interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal siswa
terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa, disajikan pada Gambar 4.2
berikut :
Gambar 4.2. Interaksi Antara Pembelajaran dan KAM Terhadap
Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa

Dari Gambar 4.2. di atas, terlihat bahwa terdapat interaksi antara pembelajaran
dan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa.
Dari rata-rata peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa berdasarkan tingkat
kemampuan awal matematika siswa yang mendapat pemebelajaran dengan pendekatan
matematika realistik yaitu: kelompok tinggi 0,831, kelompok sedang 0,627 dan
kelompok rendah 0,563 lebih besar dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan
pembelajaran biasa yaitu: kelompok tinggi 0,43, kelompok sedang 0,341 dan kelompok
rendah 0,291.
Selisih rata-rata peningkatan kemampuan berpikir kreatif yang mendapatkan
pendekatan matematika realistik dengan pembelajaran langsung secara berturut-turut
diperoleh siswa kelompok tinggi 0,401, kelompok sedang 0,286 dan kelompok rendah
0,272. Berdasarkan hal tersebut dapat diindentifikasi bahwa siswa yang berkemampuan
tinggi memperoleh manfaat yang paling besar dalam kemampuan berpikir kreatif pada
pendekatan matematika realistik. Hal ini menunjukkan bahwa selisih N-Gain pada
kelompok tingkat KAM tinggi lebih besar dari pada selisih N-Gain pada kelompok
tingkat KAM sedang dan rendah.

2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa

2.a. Analisis Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa


Data kemampuan pemecahan masalah matematik siswa dikumpulkan dan
dianalisis untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa sebelum dan sesudah
pemberian perlakuan pembelajaran. Data ini diperoleh dari hasil pretes dan postes skala
pemecahan masalah matematik siswa serta N-Gainnya. Hasil analisis deskripstif
terhadap data pemecahan masalah matematik siswa kedua kelompok pembelajaran
disajikan pada Tabel 4.6 dibawah ini :

Tabel 4.6 Deskripsi Data Pemecahan Masalah Matematik Siswa Kedua


Kelompok Pembelajaran
Report
Pembelajaran Pretest Postest N_Gain
Pembelajaran PMR Mean 8.74 24.76 .40394
N 34 34 34
Std. Deviation 4.901 5.620 .145953
Pembelajaran Biasa Mean 7.47 13.29 .13950
N 34 34 34
Std. Deviation 3.155 2.780 .087865
Total Mean 8.10 19.03 .27172
N 68 68 68
Std. Deviation 4.140 7.263 .178991

Secara umum diagram batang yang mendeskripsikan rata-rata skor kemampuan


pemecahan masalah matematik siswa sebagaimana disajikan pada Tabel 4.6 dapat
dilihat pada Gambar 4.3 berikut :
23.47
25.00

20.00
13.39
15.00
8.47 7.64
10.00

5.00 0.38 0.14


0.00
Pretest Postest N_Gain

Pembelajaran PMR Pembelajaran Biasa

Gambar 4.3. Rata – Rata Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik

Secara deskriptif ada beberapa simpulan yang berkenaan dengan kemampuan


pemecahan masalah matematik siswa berdasarkan kemampuan tinggi, sedang dan
rendah yang dapat diungkap dari Tabel 4.6 dan Gambar 4.3 yaitu:
a. Sebelum pembelajaran, rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematik siswa
yang memperoleh pendekatan matematika realistik hanya sebesar 8,47, sedangkan
nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang mendapat
pembelajaran biasa dengan rata-rata sebesar 7,64.
b. Setelah pembelajaran, terjadi perbedaan rata-rata kemampuan pemecahan masalah
matematik kedua kelompok siswa tersebut dan terjadi peningkatannya. Siswa yang
memperoleh pendekatan matematika realistik mendapatkan rata-rata kemampuan
pemecahan masalah matematik sebesar 23,47 (meningkat sebesar 0,38) sementara
siswa yang memperoleh pembelajaran biasa mendapatkan rata-rata kemampuan
pemecahan masalah matematik sebesar 13,39 (meningkat sebesar 0,14).
Berdasarkan kategori Hake (1999), peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematik siswa yang memperoleh pendekatan matematika realistik termasuk
dalam kategori sedang (0,3<g≤ 0,7) sementara peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematik siswa yang memperoleh pembelajaran biasa termasuk dalam
kategori rendah ( g ≤ 0,3 ).
c. Gambar 4.3 memberikan informasi rata-rata skor pretes dan postes kemampuan
pemecahan masalah matematik siswa pada pendekatan matematika realistik dan
pembelajaran biasa. Berdasarkan kualitas skor postes kemampuan pemecahan
masalah matematik siswa pada pendekatan matematika realistik dan pembelajaran
biasa mengalami peningkatan dari hasil pretes. Gambar 4.3 juga memberi
informasi peningkatan antara skor pretes dengan postes kemampuan pemecahan
masalah matematik (N-Gain kemampuan pemecahan masalah matematik) siswa
pada pendekatan matematika realistik dan pembelajaran biasa mengalami
peningkatan data N-Gain kemampuan pemecahan masalah matematik siswa.

2.b Analisis Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa


Berdasarkan Pembelajaran

Untuk melihat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah


matematik siswa yang memperoleh pendekatan matematika realistik dengan siswa yang
memperoleh pembelajaran biasa adalah menggunakan uji-t. Sebelum dilakukan uji
hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji
homogenitas. Dengan menggunakan software SPSS 17 Statistics, data N-Gain
kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh pendekatan
matematika realistik dan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa diolah untuk
menguji normalitas. Data hasil pengujian N-Gain ternormalisasi dapat dilihat pada
Tabel 4.7 berikut:
Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematik Siswa

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Pembelajaran Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
N_Gain Pembelajaran PMR .126 34 .192 .944 34 .079
*
Pembelajaran Biasa .073 34 .200 .985 34 .914
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Tabel 4.7 di atas menunjukkan nilai signifikansi N-gain kemampuan pemecahan
masalah matematik siswa yang memperoleh pendekatan matematika realistik adalah
0,192 dan yang memperoleh pembelajaran biasa juga adalah 0,200. Kedua nilai
signifikansi tersebut > 0,05. Hal ini berarti data perbedaan peningkatan pemecahan
masalah matematik siswa kedua pembelajaran berdistribusi normal.
Selanjutnya akan diuji kesamaan varians perbedaan peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematik siswa pada taraf signifikansi α = 0,05 dengan kriteria
pengujian jika Fhitung ≤ Ftabel maka varians kedua pembelajaran homogen, sebaliknya jika
Fhitung > Ftabel maka varians kedua pembelajaran tidak homogen. Hasil perhitungan
homogenitas ditampilkan pada Tabel 4.8 berikut:
Tabel 4.8 Hasil Uji Homogenitas Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematik Siswa

Test of Homogeneity of Variances


N_Gain
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.335 1 66 .564
Dari Tabel 4.8 diperoleh bahwa nilai signifikansi 0,567. Signifikansi tersebut
lebih besar dari taraf signifikansi 0,05 sehingga hipotesis H 0 yang menyatakan bahwa
tidak terdapat perbedaan variansi N-gain kemampuan pemecahan masalah matematik
siswa yang memperoleh pendekatan matematika realistik dengan siswa yang
memperoleh pembelajaran biasa diterima, yang berarti data N-Gain kemampuan
pemecahan masalah matematik homogen.
Berdasarkan hasil uji normalitas, homogenitas tersebut diperoleh bahwa kedua
kelompok yaitu kelompok eksperimen yang menggunakan pendekatan matematika
realistik (PMR) dan kelompok kontrol yang menggunakan pembelajaran biasa
berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen (sama) maka untuk
mengetahui signifikansi perbedaan rata-rata kedua kelompok data itu dihitung dengan
uji t pada taraf signifikansi α = 0,05 dengan Kriteria pengujiannya adalah tolak H0
t t
jika tabel hitung dan terima H0 untuk kondisi lainnya dengan taraf signifikansi yang
telah ditentukan. Hipotesis yang diuji pada penelitian ini adalah:

H0 : μ PMA=μ PMB (Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan


masalah matematik antara siswa yang diberi pembelajaran
melalui pendekatan matematika realistik dengan yang diberi
pembeajaran biasa)

Ha : μ PMA > μPMB (Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik


antara siswa yang diberi pembelajaran melalui pendekatan
matematika realistik lebih tinggi daripada siswa yang diberi
pembeajaran biasa)
Ket:
μ PMA= rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematik melalui pendekatan
matematika realistik
μ PMB= rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematik melalui pembelajaran
biasa

Uji statistik ini menggunakan media software SPSS 17. Berikut ini disajikan
hasil perhitungan uji beda dengan uji-t melalui uji t Equal variances assumed dengan
bantuan SPSS 17:

Tabel 4.9 Uji Perbedaan Rata-Rata Peningkatan Kemampuan Pemecahan


Masalah Matematik

Independent Samples Test


Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval of the
Difference
Sig. (2- Mean Std. Error
F Sig. T Df tailed) Difference Difference Lower Upper
N_Gain Equal variances 9.130 .004 9.051 66 .000 .264441 .029217 .206109 .322774
assumed
Equal variances 9.051 54.143 .000 .264441 .029217 .205869 .323013
not assumed
Kesimpulan yang dapat ditarik dari Tabel 4.9 di atas adalah bahwa nilai t hitung
pada N-Gain kemampuan pemecahan masalah matematik sebesar 9,051 dan nilai
signifikan sebesar 0,000. Nilai signifikan tersebut lebih kecil dari 0,05, sehingga
disimpulkan H0 ditolak. Dengan kata lain, peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematik siswa yang memperoleh pendekatan matematika realistik (PMR) lebih tinggi
daripada kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh
pembelajaran biasa.

2.c. Analisis Data Interaksi Antara Pembelajaran dan KAM Terhadap


Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa

Untuk mengetahui interaksi antara foktor pembelajaran dengan kemampuan


awal matematik (KAM) siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik,
digunakan uji ANOVA dua jalur. Rangkuman ANOVA dua jalur interaksi antara
pembelajaran yang digunakan dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap
peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa dapat di lihat pada Tabel
4.10. berikut:
Hipotesis yang diuji adalah :
H 0 :μ BKAT =μ BKAS =μBKAR =0  (tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan tingkat
kemampuan awal (KAM) siswa terhadap
peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematik siswa)

H a :Salah satu μ j ≠0 (terdapat interaksi antara pembelajaran dengan


tingkat kemampuan awal (KAM) siswa terhadap
peningkatan pemecahan masalah matematik siswa)

Hasil pengujian hipotesis tersebut dengan menggunakan uji ANOVA dua jalur
disajikan pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10. Uji Interaksi Antara Pembelajaran dan KAM Terhadap Peningkatan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable:N_Gain
Type III Sum of
Source Squares Df Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 1.531 5 .306 30.830 .000
Intercept 3.563 1 3.563 358.804 .000
Pembelajaran .764 1 .764 76.908 .000
KAM .128 2 .064 6.424 .003
Pembelajaran * KAM .270 2 .135 13.596 .000
Error .616 62 .010
Total 7.167 68
Corrected Total 2.147 67
a. R Squared = ,713 (Adjusted R Squared = ,690)

Pada Tabel 4.10 di atas dapat dilihat bahwa :


1. Hasil perhitungan nilai F untuk pembelajaran sebesar 76,908 dengan nilai
significance (sig.) yaitu 0,00 lebih kecil dari α = 0,05 yang berarti H 0 ditolak. Jadi
pembelajaran berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematik siswa. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa
disebabkan oleh pembelajaran yang digunakan (pendekatan matematika realistik
dan pembelajaran biasa).
2. Hasil perhitungan nilai F untuk KAM sebesar 6,424 dengan nilai significance (sig.)
yaitu 0,003 lebih besar dari α = 0,05 yang berarti H0 ditolak. Jadi kategori KAM
berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik
siswa.
3. Hasil perhitungan nilai F antara pembelajaran dan KAM sebesar 13,596 dengan
Nilai significance (sig.) interaksi antara pembelajaran dan KAM untuk peningkatan
kemampuan pemecahan masalah matematik siswa adalah 0,000, dan peningkatan
tersebut lebih kecil dari α = 0,05, maka H0 ditolak. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
ada interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matemati (KAM) siswa
terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa.
Dengan kata lain, terdapat pengaruh yang diberikan oleh pembelajaran dan
KAM. Lebih jelasnya, interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal siswa
terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa, disajikan pada
Gambar 4.4 berikut :

Gambar 4.4. Interaksi Antara Pembelajaran dan KAM Terhadap


Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah
Dari Gambar 4.4. di atas, terlihat bahwa terdapat interaksi antara pembelajaran
Matematik Siswa
dan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematik siswa. Dari rata-rata peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematik siswa berdasarkan tingkat kemampuan awal matematika siswa yang
mendapat pemebelajaran dengan pendekatan matematika realistik yaitu: kelompok
tinggi 0,523, kelompok sedang 0,408 dan kelompok rendah 0,198 lebih besar
dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa yaitu: kelompok
tinggi 0,106, kelompok sedang 0,140 dan kelompok rendah 0,168.
Selisih rata-rata peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik yang
mendapatkan pendekatan matematika realistik dengan pembelajaran langsung secara
berturut-turut diperoleh siswa kelompok tinggi 0,417, kelompok sedang 0,268 dan
kelompok rendah 0,030. Berdasarkan hal tersebut dapat diindentifikasi bahwa siswa
yang berkemampuan tinggi memperoleh manfaat yang paling besar dalam kemampuan
pemecahan masalah matematik pada pendekatan matematika realistik.
B. Analisis Proses Penyelesaian Masalah Matematik Siswa

Dalam penelitian ini, diajukan pula rumusan masalah yang berkaitan dengan
proses penyelesaian masalah siswa dalam menyelesaikan tes kemampuan berpikir
kreatif dan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Analisis penyelesaian
masalah siswa dalam menyelesaikan masalah tersebut disajikan secara rinci berikut ini:
1. Analisis Proses Penyelesaian Tes Kemampuan Berpikir Kreatif

Pada bagian ini dipaparkan analisis hasil proses penyelesaian masalah siswa
dalam menyelesaikan tes kemampuan berpikir kreatif siswa. Analisis hasil proses
penyelesaian masalah siswa menyelesaikan tes dilihat dari empat aspek kemampuan
berpikir kreatif yang meliputi:
9. Kefasihan/ kelancaran (fluency), adalah kemampuan untuk mengemukakan ide
jawaban, pertanyaan, dan penyelesaian masalah
10. Keluwesan (flexibility) adalah kemampuan untuk menemukan atau
menghasilkan berbagai macam ide, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi
11. Penguraian (elaboration), kemampuan untuk mengembangkan suatu ide,
menambah atau merinci secara detil suatu obyek, ide, dan situasi
12. Hal yang baru (originality), adalah kemampuan untuk memberikan respon-
respon yang unik dan luar biasa.
Analisis hasil proses penyelesaian masalah siswa dalam menyelesaikan tes
kemampuan berpikir kreatif siswa dilihat secara menyeluruh berdasarkan rumusan
setiap item. Analisis ini dilaksanakan untuk mengetahui letak kelemahan siswa dalam
memecahkan soal berpikir kreatif. Materi matematika yang diteskan pada pretes dan
postes sama yaitu materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. Hasil analisis yang
dilakukan terhadap hasil proses penyelesaian siswa dalam menyelesaiakan tes
kemampuan berpikir kreatif ditinjau dari pendekatan pembelajaran disajikan pada Tabel
4.11.

Tabel 4.11. Rata-rata Setiap Aspek Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Ditinjau
dari Pembelajaran

Nomor PEMBELAJARAN
Aspek
soal Pembelajaran PMR Pembelajaran biasa
X Pr e X Post N-Gain X Pr e X Post N-Gain
Kelancaran 1 1.04 3.09 0.73 0.80 1.88 0.32
(fluency)
Keluwesan
2 0.83 2.69 0.60 0.77 2.09 0.41
(fleksibility)
Penguraian
(Elaboration 3 1.32 3.02 0.67 0.70 1.79 0.35
)
Hal-hal yang
baru 4 1.32 3.24 0.75 0.68 1.76 0.33
(Originality)
Tabel 4.11 dilihat dari peningkatan (N-Gain) kemampuan berpikir kreatif siswa
menunjukkan bahwa setelah memperoleh pembelajaran PMR dan pembelajaran biasa
siswa mengalami peningkatan pada setiap aspek. Siswa yang memperoleh pembelajaran
PMR mendapatkan peningkatan berpikir kreatif yang lebih tinggi pada aspek
kelancaran, keluwesan, penguraian dan hal-hal yang baru dari pada pembelajaran biasa.
Khusus aspek keluwesan masih terkendala yang ditunjukkan dari hasil peningkatannya
terkecil untuk pembelajaran PMR dan pembelajaran biasa, hal ini disebabkan banyak
siswa hanya menulis metode yang digunakan, dan tidak mengarah pada penyelesaian
perhitungan sehingga banyak siswa yang memperoleh skor 1. Pembelajaran PMR
peningkatan terkecil adalah pada aspek keluwesan yakni 2,69, sedangkan pembelajaran
biasa peningkatan terkecil pada aspek kelancaran yaitu 0,32 tetapi tidak terlalu berbeda
secara signifikan dengan peningkatan aspek keluwesan, penguraian, dan hal-hal yang
baru. Artinya secara umum siswa mengalami kesulitan dalam memahami masalah,
merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah dan memeriksa kembali hasil
perhitungan. Selain itu pembelajaran PMR memperoleh peningkatan terbesar pada
aspek hal-hal yang baru sebesar 0,75 dibanding dengan ketiga aspek yang lain. Siswa
yang memperoleh pembelajaran biasa mendapatkan peningkatan terbesar pada aspek
penguraian sebesar 0,35 dibanding dengan kedua aspek yang lain.
Berdasarkan hasil proses penyelesaian masalah siswa dalam menyelesaikan
setiap soal kemampuan berpikir kreatif yang diberikan tampak bahwa tidak semua siswa
dapat mengatur proses berpikirnya untuk menyelesaikan masalah, selain itu dapat juga
dilihat bagaimana siswa belum memahami soal berpikir kreatif untuk masalah sistem
persamaan linear dua variabel. Gambar 4.5 di bawah ini menunjukkan rata-rata postes
aspek-aspek kemampuan berpikir kreatif baik siswa yang diajarkan pembelajaran PMR
maupun pembelajaran biasa.
3.24
3.50 3.09 3.02 Kelancaran
3.00 2.69 (fluency)
2.50 2.09 Keluwesan
1.88 1.79
1.76 (fleksibility)
2.00 Penguraian
1.50 (Elaboration)
1.00 Hal-hal yang baru
(Originality)
0.50
0.00
Pembelajaran PMR Pembelajaran Biasa

Gambar 4.5. Grafik Rata-rata Aspek Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa


Ditinjau dari Pembelajaran
Dari Gambar 4.5 di atas dapat dilihat rata-rata tertinggi siswa yang diajarkan
dengan pembelajaran PMR adalah aspek hal-hal yang baru dengan rerata 3,24 dan
pembelajaran biasa hanya 2,09 pada aspek keluwesan. Sedangkan rata-rata terendah
siswa yang diajarkan dengan pembelajaran PMR adalah aspek keluwesan dengan rata-
rata 2,69, hal yang sama juga rata-rata terendah untuk pembelajaran biasa yaitu 3,76
pada aspek hal-hal yang baru.
Jika dilihat dari hasil tes kemampuan berpikir kreatif, masih ada siswa yang
tidak dapat menuliskan jawaban dengan benar, hal ini diperoleh dari proses
penyelesaian siswa baik siswa yang diajarkan dengan pembelajaran PMR maupun
pembelajaran biasa. Beberapa proses penyelesaian jawaban siswa akan dianalisis secara
deskriptif sebagai berikut :
a. Butir Soal Nomor 1
Butir soal nomor 1 dengan aspek kelancaran (fluency) diharapkan siswa mampu
mengemukakan/ menuliskan jawaban atau penyelesaian masalah menggunakan
langkah-langkah yang berkaitan Sistem Persamaan Linier Dua Variabel. Siswa yang
mendapat skor maximal 4 untuk soal nomor 1 kelas eksperimen ada 17 orang
(50,00%), sedangkan kelas kontrol ada 0 orang (0,00%). Siswa yang mendapat skor 3
kelas eksperimen ada 9 orang (26,17%), sedangkan kelas kontrol ada 8 orang (24,53%).
Siswa yang mendapat skor 2 kelas eksperimen ada 6 orang (18,65%), sedangkan kelas
kontrol ada 15 orang (44,12%). Siswa yang mendapat skor 1 kelas eksperimen ada 2
orang (5,88%), sedangkan kelas ekontrol ada 10 orang (29,41 %). Siswa yang mendapat
skor 0 kelas eksperimen ada 0 orang (0,00%) sedangkan kelas kontrol ada 1 orang
(3,94%).

Ragam proses penyelesaian butir soal 1 pada Gambar 4.6 berikut :


1. Fia bermaksud membeli buah jeruk dan buah apel. Dia
merencanakan membeli sebanyak 10 buah. Ada tiga cara yang bisa digunakan
untuk menentukan buah yang dapat dibeli oleh Fia, yaitu cara metode berurutan,
grafik dan substitusi.

a. Dengan menggunakan ketiga cara di


atas, tentukan berapa buah dari masing-
masing buah jeruk dan buah apel yang
dapat dibeli oleh Fia?

b. Jika Fia ingin menambah buah sebanyak 30 buah


lagi, berapa masing-masing buah yang dapat
dibeli oleh Fia? kerjakan dengan menggunakan
ketiga cara tersebut di atas.

Hasil Proses Penyelesaian Jawaban Siswa:


Kode Responden : ET9 (Kelas Eksperimen)
Kode Responden : KT5 (Kelas kontrol)

Gambar 4.6. Contoh


Jawaban Tes
Kemampuan Berpikir
Kreatif Siswa Kelas
Eksperimen dan Kelas
Kontrol Nomor 1

Hasil analisis jawaban


siswa :

Kelas K
Eksperime Kelas
n Kontrol
Respond P
en ET9 Proses
mengerja penyeles
kan aian
masalah masalah
tersebut yang
sudah dilakuka
memenu n siswa
hi aspek KT5
kelancara berbeda
n, yaitu dengan
sudah ET9.
menggun KT5
akan hanya
semua menggun
metode penyelesaian SPLDV yang akan 1 metode penyelesaian saja yaitu
diminta pada soal (metode substitusi, dengan cara berurutan dan tidak
berurutan dan grafik). melanjutkan penyelesaian.

Dari hasil proses penyelesaian kemampuan berpikir kreatif untuk butir soal satu
dapat disimpulkan bahwa hasil proses penyelesaian masalah untuk kelas yang diajarkan
dengan pembelajaran PMR untuk aspek kelancaran siswa di kelas eksperimen rata-rata
sudah menjawab dengan benar. Mereka sudah dapat dikatakan mampu masalah tersebut
dengan menggunakan metode penyelesaiaan yang diminta pada soal. Namun di kelas
kontrol masih ada beberapa siswa yang belum menjawab dengan benar dan ada juga
sebagian siswa yang salah dalam perhitungan serta sebagian siswa ada yang tidak
melanjutkan pekerjaannya. Dari hasil proses penyelesaian di atas bahwa baik untuk
kelas pembelajaran PMR sudah mampu memenuhi semua aspek kelancaran, sedangkan
pembelajaran biasa siswa masih kurang mampu mengerjakan dengan berbagai metode
yang diminta.
b. Butir Soal Nomor 2
Butir soal nomor 2 dengan aspek keluwesan (fleksibility) diharapkan siswa
mampu menemukan jawaban/ penyelesaian soal lebih dari satu cara (jawaban
bervariasi) berkaitan dengan SPLDV Siswa dapat menemukan jawaban/ penyelesaian
soal lebih dari satu cara (jawaban bervariasi) berkaitan dengan SPLDV. Siswa yang
mendapat skor maximal 4 untuk soal nomor 1 kelas eksperimen ada 10 orang
(29,41%), sedangkan kelas kontrol ada 4 orang (12,76%). Siswa yang mendapat skor 3
kelas eksperimen ada 9 orang (26,47%), sedangkan kelas kontrol ada 3 orang (9,82%).
Siswa yang mendapat skor 2 kelas eksperimen ada 14 orang (41,18%), sedangkan kelas
kontrol ada 17 orang (50,00%). Siswa yang mendapat skor 1 kelas eksperimen ada 0
orang (0,00%), sedangkan kelas ekontrol ada 8 orang (24,53 %). Siswa yang mendapat
skor 0 kelas eksperimen ada 1 orang (3,94%) sedangkan kelas kontrol ada 2 orang
(6,88%).

Ragam proses penyelesaian butir soal 2 disajikan pada Gambar 4.7 berikut:

2. Zahra mentraktir dua


kelompok temannya di kantin sekolah yaitu teman dari
kelas VII dan kelas VIII, teman dari kelompok kelas
VII menghabiskan 2 mangkok bakso dan 4 gelas jus
pokat dengan harga Rp 23.000 sedangkan teman dari
kelompok kelas VIII menghabiskan 2 mangkok bakso
dan 4 gelas jus pokat dengan harga Rp 19.000.

a. Ada berapa carakah yang kamu ketahui untuk menentukan harga 1


mangkok bakso dan 1 gelas jus pokat?
b. Jelaskan jawabanmu dengan menggunakan beberapa
cara yang kamu ketahui!

Hasil Proses Penyelesaian Jawaban Siswa:


Kode Responden : ES8 (Kelas Eksperimen)

Kode Responden : KS4 (Kelas kontrol)

Gambar 4.7. Contoh Jawaban Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol nomor 2

Analisis hasil jawaban siswa:

K
Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
Responden ES8 mengerjakan masalah tersebut P
dengan menggunakan metode yang bervariasi atau Proses penyelesaian masalah yang
beragam yaitu dengan metode gabungan elliminasi dn dilakukan siswa KS4 berbeda dengan
substitusi dan metode gambar ES9. KS4 hanya menggunakan metode
gabungan dan tidak jelas.

Aspek keluwesan siswa di kelas eksperimen rata-rata sudah menjawab dengan


benar. Mereka sudah dapat menggunakan beberapa cara dalam menyelesaikan soal
dengan benar. Namun di kelas kontrol masih ada beberapa siswa yang belum menjawab
dengan benar, ada juga sebagian siswa yang salah dalam perhitungan, dan ada siswa
yang menjawab hanya menggunakan satu cara, serta sebagian siswa ada yang tidak
melanjutkan pekerjaannya.
c. Butir Soal Nomor 3
Butir soal nomor 3 dengan aspek penguraian diharapkan siswa mampu
mengembangkan jawaban/ penyelesaian soal secara rinci berkaitan dengan SPLDV.
Siswa yang mendapat skor maximal 4 untuk soal nomor 1 kelas eksperimen ada 11
orang (32,35%), sedangkan kelas kontrol ada 0 orang (0,00%). Siswa yang mendapat
skor 3 kelas eksperimen ada 11 orang (32,35%), sedangkan kelas kontrol ada 9 orang
(26,47%). Siswa yang mendapat skor 2 kelas eksperimen ada 11 orang (32,35%),
sedangkan kelas kontrol ada 15 orang (44,12%). Siswa yang mendapat skor 1 kelas
eksperimen ada 1 orang (2,94%), sedangkan kelas ekontrol ada 6 orang (18,65%).
Siswa yang mendapat skor 0 kelas eksperimen ada 0 orang (0,00%) sedangkan kelas
kontrol ada 4 orang (12,76%).
Ragam proses penyelesaian butir soal 3 disajikan pada Gambar 4.8 berikut :
3. Alfi memiliki sebuah berangkas uang berisi 1350 lembar
uang kertas yang terdiri atas uang dua puluh ribu dan uang
lima puluh ribu. Nilai seluruhnya adalah Rp.
43.500.000,00.
a. Mana yang lebih banyak lembaran Rp. 20.000,00an
atau Rp. 50.000,00an?
b. Berapa banyak lembaran masing-masing uang Alfi
tersebut? Jelaskan jawabanmu secara rinci!

Hasil Proses Penyelesaian Jawaban Siswa:

Kode Responden : ER1 (Kelas Eksperimen)

Kode Responden : KR3 (Kelas Kontrol)

Gambar 4.8. Contoh Jawaban Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol nomor 3

Analisis hasil jawaban siswa:

K
Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol

Responden ER16 mengerjakan masalah P


tersebut secara rinci dan jelas. ER16 Proses penyelesaian masalah yang
menjawab dengan benar dengan dilakukan siswa KR3 berbeda
menjelaskan langkah-langkah dengan ER16. KR4 mengerjakan
penyelesaian masalah. hanya sampai nilai y dan tdak jelas
langkah penyelesaiannya.

Pada aspek penguraian di kelas eksperimen menjawab dengan benar, mereka


menguraikan jawaban dengan rinci dan hasilnya benar, namun pada siswa kelas kontrol
sebagian siswa ada yang tidak menjawab sama sekali, ada yang hanya menjawab
sebagian.
d. Butir Soal Nomor 4
Butir soal nomor 4 dengan aspek hal-hal yang baru diharapkan siswa mampu
memberikan jawaban/ penyelesaian soal yang unik dan luar biasa berkaitan dengan
SPLDV. Siswa yang mendapat skor maximal 4 untuk soal nomor 1 kelas eksperimen
ada 13 orang (38,24%), sedangkan kelas kontrol ada 0 orang (0,00%). Siswa yang
mendapat skor 3 kelas eksperimen ada 15 orang (44,12%), sedangkan kelas kontrol ada
7 orang (21,59%). Siswa yang mendapat skor 2 kelas eksperimen ada 6 orang (18,65%),
sedangkan kelas kontrol ada 14 orang (41,18%). Siswa yang mendapat skor 1 kelas
eksperimen ada 0 orang (0,00%), sedangkan kelas ekontrol ada 12 orang (35,29 %).
Siswa yang mendapat skor 0 kelas eksperimen ada 0 orang (0,00%) sedangkan kelas
kontrol ada 1 orang (3,94%).
Ragam proses penyelesaian butir soal 3 disajikan pada Gambar 4.9 berikut :
4. Pada sebuah tempat parkir
terdapat 120 kendaraan yang terdiri atas sepeda motor
dan mobil. Setelah dihitung jumlah roda seluruhnya
ada 380 buah. Jika tarif parkir untuk sepeda motor
Rp1.000,00 dan untuk mobil Rp2.000,00. Gunakan
caramu sendiri untuk menetukan berapa besar uang
yang diterima tukang parkir!

Hasil Proses Penyelesaian Jawaban Siswa:

Kode Responden : ET10 (Kelas Eksperimen 1)

Kode Responden : KT4 (Kelas Kontrol)


Gambar 4.9. Contoh Jawaban Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol nomor 4

Analisis hasil jawaban siswa:

K
Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
Penyelesaian yang dilakukan ET10 P
adalah penyelesaian yang tidak Proses penyelesaian masalah yang
biasanya dikerjakan siswa lainnya. dilakukan siswa KT4 berbeda dengan
Siswa ET10 menggunakan metode ET10. KT4 mengerjakan dengan metode
logika da coba-coba. substitusi bukan metode yang berbeda
dengan mayoritas siswa lainnya.

Aspek keaslian (hal-hal yang baru) siswa di kelas eksperimen sudah menjawab
dengan benar dan merupakan jawaban yang unik atau jawaban yang kebanyakan siswa
tidak bisa membuat seperti proses jawabannya tersebut. Jawaban siswa. Siswa pada
kelas kontrol menjawab dengan benartetapi banyak yang menjawab tidak lengkap, ada
juga siswa yang tidak menuliskan jawabannya dan ada juga sebagian siswa yang salah
dalam perhitungan.
Berdasarkan kriteria pada BAB III, proses penyelesaian jawaban suatu kelas
pembelajaran dikatakan baik dari kelas yang lain apabila siswa mampu menjawab tiga
aspek tertinggi dari empat aspek kemampuan berpikir kreatif. Dilihat dari aspek: (1)
Kefasihan/ kelancaran (fluency), adalah kemampuan untuk mengemukakan ide jawaban,
pertanyaan, dan penyelesaian masalah; (2) Keluwesan (flexibility) adalah kemampuan
untuk menemukan atau menghasilkan berbagai macam ide, jawaban atau pertanyaan
yang bervariasi; (3) Penguraian (elaboration), kemampuan untuk mengembangkan
suatu ide, menambah atau merinci secara detil suatu obyek, ide, dan situasi; (4) Hal
yang baru (originality), adalah kemampuan untuk memberikan respon-respon yang unik
dan luar biasa.

Berikut ini disajikan kesimpulan proses jawaban tes kemampuan berpikir kreatif
siswa berdasarkan kriteria di atas:

Tabel 4.12. Rangkuman Proses Jawaban Tes Kemampuan Berpikir Kreatif


Siswa pada Skor Tertinggi Kelas Eksperimen dan Kontrol
Pendekatan
Matematika Pendekatan Biasa
Nomo Sko Realistik
Aspek
r Soal r Banya Banya
Persentas Persentas
k k
i i
Siswa Siswa
1 Kelancaran Seluruh jawaban benar dan beberapa
4 17 50% 0 0%
(Fluency) pendekatan/ cara digunakan
Paling tidak satu jawaban benar dan
satu cara digunakan untuk 3 9 26,47% 8 23,53%
memecahkan soal
Paling tidak dua jawaban benar
diberikan dan dua cara digunakan 2 6 17,65% 15 44,12%
untuk memecahkan masalah
Jawaban tidak lengkap atau cara yang
1 2 5,88% 10 29,41%
dipakai tidak berhasil
Tidak menjawab 0 0 0% 1 2,94%
2 Keluwesan Memberi jawaban yang beragam dan
4 10 29,41% 4 11,76%
(Fleksibility) benar.
Memberi jawaban yang beragam
3 9 26,47% 3 8,82%
tetapi salah.
Memberi jawaban yang tidak
2 14 41,18% 17 50%
beragam tetapi benar.
Memberi jawaban yang tidak
1 0 0% 8 23,53%
beragam dan salah.
Tidak menjawab. 0 1 29,41% 2 5,88%
3 Penguraian Memberi jawaban yang rinci dan
4 11 32,35% 0 0%
(Elaboration hasil benar.
) Memberi jawaban yang rinci tetapi
3 11 32,35% 9 26,47%
hasil salah.
Memberi jawaban yang tidak rinci
2 11 32,35% 15 44,12%
tetapi hasil benar.
Memberi jawaban yang tidak rinci
1 1 29,41% 6 17,65%
dan salah.
Tidak menjawab 0 0 0% 4 11,76%
4 Hal-hal yang Cara yang dipakai merupakan cara
baru yang unik dan hanya dipakai oleh 4 13 38,35% 0 0%
(Originality) sedikit siswa dan hasil benar.
Cara yang dipakai merupakan cara
3 15 44,12% 7 20,59%
yang unik tetapi hasil salah
Cara yang dipakai belum merupakan
2 6 17,65% 14 41,18%
cara yang unik
Cara yang digunakan bukan
1 0 0% 12 35,29%
merupakan solusi masalah
Tidak menajwab. 0 0 0% 1 2,94%
Dari Tabel 4.12 di atas terlihat bahwa proses jawaban siswa kelas eksperimen
pada semua aspek kemampuan berpikir kreatif lebih baik daripada kelas kontrol karena
banyak siswa yang memiliki skor maksimal pada semua aspek butir soal 1 sampai 4
pada kelas eksperimen lebih banyak dibandingkan kelas kontrol. Dari keempat aspek
(indikator) kemampuan berpikir kreatif, aspek kelancaran (fluency) merupakan aspek
yang paling banyak dikerjakan oleh siswa pada pembelajaran PMR.

2. Analisis Proses Penyelesaian Tes Kemampuan Pemecahan Masalah


Pada bagian ini dipaparkan analisis hasil proses penyelesaian masalah siswa
dalam menyelesaikan tes kemampuan pemecahan masalah matematik. Analisis hasil
proses penyelesaian masalah siswa menyelesaikan tes dilihat dari empat aspek
kemampuan pemecahan masalah yang meliputi (1) siswa mampu memahami masalah
dengan menuliskan yang diketahui, dan ditanyakan, menuliskan cukup,
kurang/berlebihan, (2) siswa mampu merencanakan penyelesaian dengan menuliskan
teori/metode yang digunakan untuk menyelesaikan soal materi SPLDV, (3) siswa
mampu menyelesaikan masalah dengan melakukan perhitungan dengan menggunakan
metode-metode penyelesaian SPLDV untuk menyelesaikan masalah, dan (4) siswa
mampu memeriksa kembali hasil perhitungan dengan melakukan pemeriksaan yang
tepat dengan cara alur terbalik atau memasukkan data yang ditanya sehingga data yang
diketahui menjadi benar.
Analisis hasil proses penyelesaian masalah siswa dalam menyelesaikan tes
pemecahan masalah matematik siswa dilihat secara menyeluruh berdasarkan rumusan
setiap item. Analisis ini dilaksanakan untuk mengetahui letak kelemahan siswa dalam
memecahkan masalah pemecahan masalah matematik siswa. Materi matematika yang
diteskan pada pretes dan postes sama yaitu materi Sistem Persamaan Linear Dua
Variabel.
Hasil analisis yang dilakukan terhadap hasil proses penyelesaian siswa dalam
menyelesaiakan tes kemampuan pemecahan masalah matematik ditinjau dari
pendekatan pembelajaran disajikan pada Tabel 4.13.

Tabel 4.13. Rata-rata Setiap Aspek Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik


Siswa Ditinjau dari Pembelajaran

PEMBELAJARAN
Nomor
Aspek Pembelajaran PMR Pembelajaran Biasa
soal
X Pr e X Post N-Gain X Pr e X Post N-Gain
Memahami 1a, 2a,
3.18 6.58 0.35 2.33 4.78 0.25
Masalah 3a
Merencanakan 1b, 2b,
2.02 3.93 0.17 1.31 2.97 0.14
Penyelesaian 3b
Menyelesaikan 1c, 2c,
0.81 6.99 0.57 1.85 2.79 0.07
Masalah 3c
Memeriksa
1d, 2d,
kembali hasil 2.48 5.96 0.34 2.15 2.85 0.04
3d
perhitungan

Keterangan: Skor ideal aspek memahami masalah, merencanakan penyelesaian,


menyelesaikan masalah, memeriksa kembali hasil perhitungan secara
berurutan adalah 12

Tabel 4.13 dilihat dari peningkatan (N-Gain) kemampuan pemecahan masalah


matematik menunjukkan bahwa setelah memperoleh pembelajaran PMR dan
pembelajaran biasa siswa mengalami peningkatan pada setiap aspek. Siswa yang
memperoleh pembelajaran PMR mendapatkan peningkatan kemampuan pemecahan
masalah yang lebih tinggi pada aspek memahami masalah, merencanakan penyelesaian,
menyelesaikan masalah dan memeriksa kembali hasil perhitungan dari pada
pembelajaran biasa. Khusus aspek merencanakan penyelesaian masih terkendala yang
ditunjukkan dari hasil peningkatannya terkecil untuk pembelajaran PMR dan
pembelajaran biasa, hal ini disebabkan banyak siswa hanya menulis metode yang
digunakan, dan tidak mengarah pada penyelesaian perhitungan sehingga banyak siswa
yang memperoleh skor 1. Pembelajaran PMR peningkatan terkecil adalah pada
merencanakan perhitungan yakni 0.47, sedangkan pembelajaran biasa peningkatan
terkecil pada aspek memeriksa kembali hasil perhitungan yaitu 0,05 tetapi tidak terlalu
berbeda secara signifikan dengan peningkatan aspek memahami masalah,
merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah. Artinya secara umum siswa
mengalami kesulitan dalam memahami masalah, merencanakan penyelesaian,
menyelesaikan masalah dan memeriksa kembali hasil perhitungan.
Selain itu pembelajaran PMR memperoleh peningkatan terbesar pada aspek
menyelesaikan masalah sebesar 0,58 dibanding dengan ketiga aspek yang lain. Siswa
yang memperoleh pembelajaran biasa mendapatkan peningkatan terbesar pada aspek
memahami masalah dan menyelesaikan masalah sebesar 0,35 dibanding dengan kedua
aspek yang lain. Berdasarkan hasil proses penyelesaian masalah siswa dalam
menyelesaikan setiap soal kemampuan pemecahan masalah matematik yang diberikan
tampak bahwa tidak semua siswa dapat mengatur proses berpikirnya untuk
menyelesaikan masalah, selain itu dapat juga dilihat bagaimana siswa belum memahami
soal pemecahan masalah untuk masalah sistem persamaan linear dua variabel. Gambar
4.10 di bawah ini menunjukkan rata-rata postes aspek-aspek kemampuan pemecahan
masalah matematik baik siswa yang diajarkan pembelajaran PMR maupun
pembelajaran biasa.
6.586.99
7.00 5.96
6.00 4.78 Memahami Masalah
5.00 3.93
4.00 2.972.85
2.79 Merencanakan
3.00 Penyelesaian
2.00 Menyelesaikan
1.00 Masalah
0.00
Pembelajaran PMR Pembelajaran Biasa Memeriksa kembali
hasil perhitungan

Gambar 4.10 Rata-rata Postes Aspek Kemampuan Pemecahan


Dari Gambar 4.10 di
Masalah atas dapat dilihat rata-rata tertinggi siswa yang diajarkan
Matematik
dengan pembelajaran PMR adalah aspek menyelesaiakan masalah dengan rerata 6,99
dan pembelajaran biasa adalah pada aspek memahami masalah hanya 4,78. Sedangkan
rata-rata terendah siswa yang diajarkan dengan pembelajaran PMR adalah
merencanakan perhitungan dengan rata-rata 3,93 sedangkan rata-rata terendah untuk
pembelajaran biasa adalah pada aspek menyelesaikan masalah yaitu 2,79. Jika dilihat
dari hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik, masih ada siswa yang tidak
dapat menuliskan jawaban dengan benar, hal ini diperoleh dari proses penyelesaian
siswa baik siswa yang diajarkan dengan pembelajaran PMR maupun pembelajaran
biasa. Beberapa proses penyelesaian jawaban siswa akan dianalisis secara deskriptif
sebagai berikut :
a. Butir Soal Nomor 1
Butir soal nomor 1 dengan aspek memahami masalah, merencanakan
penyelesaian, menyelesaikan masalah dan memeriksa kembali hasil perhitungan
diharapkan siswa mampu (1) Menuliskan yang diketahui dan ditanyakan, menuliskan
cukup, kurang/ berlebihan, (2) Menuliskan teori/ metode yang digunakan, (3)
Melakukan perhitungan dengan menggunakan metode penyelesaian SPLDV untuk
menyelesaikan masalah, (4) Melakukan pemeriksaan yang tepat.
Siswa yang mendapat skor maximal 3 untuk soal nomor 1a (memahami masalah
) kelas eksperimen ada 14 orang (41,18%), sedangkan kelas kontrol ada 1 orang
(2,98%). Siswa yang mendapat skor 2 kelas eksperimen ada 13 orang (38,24%),
sedangkan kelas kontrol ada 22 orang (64,71%). Siswa yang mendapat skor 1 kelas
eksperimen ada 7 orang (20,59%), sedangkan kelas kontrol ada 10 orang (29,41%).
Siswa yang mendapat skor 0 kelas eksperimen ada 0 orang (0,00%), sedangkan kelas
ekontrol ada 1 orang (2,94 %).
Siswa yang mendapat skor maximal 2 untuk soal nomor 1b (merencanakan
penyelesaian) kelas eksperimen ada 18 orang (52,94%), sedangkan kelas kontrol ada 9
orang (26,47%). Siswa yang mendapat skor 1 kelas eksperimen ada 12 orang (35,29%),
sedangkan kelas kontrol ada 13 orang (38,24%). Siswa yang mendapat skor 0 kelas
eksperimen ada 4 orang (11,76%), sedangkan kelas kontrol ada 12 orang (35,29%).
Siswa yang mendapat skor maximal 4 untuk soal nomor 1c (melakukan
perhitungan) kelas eksperimen ada 8 orang (23,53%), sedangkan kelas kontrol ada 1
orang (2,94%). Siswa yang mendapat skor 3 kelas eksperimen ada 5 orang (14,71%),
sedangkan kelas kontrol ada 2 orang (5,88%). Siswa yang mendapat skor 2 kelas
eksperimen ada 13 orang (38,24%), sedangkan kelas kontrol ada 9 orang (26,47%).
Siswa yang mendapat skor 1 kelas eksperimen ada 7 orang (20,59%) dan kelas ekontrol
juga ada 7 orang (20,59 %). Siswa yang mendapat skor 0 kelas eksperimen ada 1 orang
(2,94%), sedangkan kelas kontrol ada 0 orang (0,00%).
Siswa yang mendapat skor maximal 3 untuk soal nomor 1d (memerikasa
kembali) kelas eksperimen ada 11 orang (32,35%), sedangkan kelas kontrol ada 1
orang (2,94%). Siswa yang mendapat skor 2 kelas eksperimen ada 20 orang (58,82%),
sedangkan kelas kontrol ada 9 orang (26,47%). Siswa yang mendapat skor 1 kelas
eksperimen ada 3 orang (8,82%), sedangkan kelas ekontrol ada 1 orang (2,94 %). Siswa
yang mendapat skor 0 kelas eksperimen ada 0 orang (0,00%), sedangkan kelas ekontrol
ada 13 orang (38,24 %).
Ragam proses penyelesaian butir soal 1 pada Gambar 4.11 berikut :
1. Putra adalah seorang pedagang hewan ternak. Seorang pelanggan bernama Syifah
membeli 6 ekor kambing dan 4 ekor sapi seharga Rp19.600.000,00. Dan pelanggan
kedua bernama Dzaky membeli 8 ekor kambing dan 3 ekor sapi seharga
Rp16.800.000,00.
a. Informasi apa yang dapat kamu pahami dari
permasalahan di atas?
b. Bagaimana cara menghitung harga sapi dan
kambing?
c. Berapakah harga 1 ekor kambing dan 1 ekor sapi?
d. Jika ada orang yang menyatakan harga 1 ekor
kambing dan satu ekor sapi masing-masing adalah
Rp 700.000 dan Rp 2.000.000. Menurut kamu,
apakah jawaban tersebut benar atau tidak? Jelaskan
jawaban kamu!

Hasil Proses Penyelesaian Jawaban Siswa:


Kode Responden : ET3 (Kelas Eksperimen2)
Kode Responden : KT1 (Kelas kontrol)

Gambar 4.11. Contoh Jawaban Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelas


Eksperimen dan Kelas Kontrol nomor 1

Hasil analisis jawaban siswa :

K K
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

K P
Karakteristik yang siswa ET3 mampu Proses penyelesaian masalah yang
menjawab masalah yang diberikan mulai dilakukan siswa KT1 hanya mampu sampai
dari memahami masalah, merencanakan pada aspek menyelesaikan masalah, namun
belum bisa sampai pada tahapan memeriksa
penyelesaian, kemudian menyelesaikan
kembali hasil penyelesaiannya.
masalah hingga memeriksa kembali
jawaban dengan benar. Namun, pada aspek
memeriksa kembali jawaban, siswa
tersebut tidak membuat alasan.

Dari hasil proses penyelesaian kemampuan pemecahan masalah matematik


untuk butir soal satu dapat disimpulkan bahwa hasil proses penyelesaian masalah untuk
kelas yang diajarkan dengan pembelajaran PMR untuk aspek memahami masalah siswa
menuliskan yang diketahui dan ditanyakan, menuliskan cukup yang diperlukan dengan
aspek merencanakan penyelesaian siswa menuliskan metode yang digunakan untuk
menyelesaikan soal SPLDV, aspek menyelesaikan masalah siswa melakukan
perhitungan dengan menggunakan metode gabungan untuk menyelesaikan masalah
dengan benar dan memeriksa kembali hasil perhitungan siswa melakukan pemeriksaan
yang tepat dengan memberi alasan yang tepat, sedangkan untuk pembelajaran biasa
untuk aspek memahami masalah sama seperti yang dilakukan oleh siswa pada
pembelajaran PMR namun pada aspek memeriksa kembali hasil perhitungan siswa
tersebut masih kesulitan. Menuliskan metode yang digunakan untuk menyelesaikan
soal SPLDV, aspek menyelesaikan masalah siswa melakukan perhitungan dengan
menggunakan metode gabungan elliminasi dan substitusi untuk menyelesaikan masalah
dengan benar dan memeriksa kembali hasil perhitungan siswa melakukan pemeriksaan
yang tepat tetapi masih kurang dalam memberi alasan.
Dari hasil proses penyelesaian di atas bahwa baik untuk kelas pembelajaran
PMR sudah mampu memenuhi semua aspek kemampuan pemecahan masalah,
sedangkan pembelajaran biasa siswa masih kurang mampu dalam merencanakan
penyelesaian dan memeriksa kembali hasil perhitungan dalam memberi alasan.
b. Butir Soal Nomor 2
Butir soal nomor 2 dengan aspek memahami masalah, merencanakan
penyelesaian, menyelesaikan masalah dan memeriksa kembali hasil perhitungan
diharapkan siswa mampu (1) Menuliskan yang diketahui dan ditanyakan, menuliskan
cukup, kurang ataupun berlebihan untuk mengetahui ukuran panjang dan lebar kebun
dono sebenarnya, (2) Menuliskan teori/ metode yang digunakan untuk mengetahui
ukuran panjang dan lebar dari kebun, (3) Melakukan perhitungan dengan rumus
persamaan k uadrat untuk menyelesaikan masalah, (4) Melakukan pemeriksaan yang
tepat.
Siswa yang mendapat skor maximal 3 untuk soal nomor 2a (memahami
masalah) kelas eksperimen ada 14 orang (41,18%), sedangkan kelas kontrol ada 2
orang (2,98%). Siswa yang mendapat skor 2 kelas eksperimen ada 15 orang (44,12%),
sedangkan kelas kontrol ada 18 orang (52,94%). Siswa yang mendapat skor 1 kelas
eksperimen ada 4 orang (11,76%), sedangkan kelas kontrol ada 12 orang (35,29%).
Siswa yang mendapat skor 0 kelas eksperimen ada 0 orang (0,00%), sedangkan kelas
ekontrol ada 2 orang (5,88 %).
Siswa yang mendapat skor maximal 2 untuk soal nomor 2b (merencanakan
penyelesaian) kelas eksperimen ada 13 orang (38,24%), sedangkan kelas kontrol ada 7
orang (20,59%). Siswa yang mendapat skor 1 kelas eksperimen ada 18 orang (52,94%),
sedangkan kelas kontrol ada 19 orang (55,88%). Siswa yang mendapat skor 0 kelas
eksperimen ada 3 orang (8,82%), sedangkan kelas kontrol ada 8 orang (23,53%).
Siswa yang mendapat skor maximal 4 untuk soal nomor 2c (melakukan
perhitungan) kelas eksperimen ada 3 orang (8,82%), sedangkan kelas kontrol ada 0
orang (0,00%). Siswa yang mendapat skor 3 kelas eksperimen ada 15 orang 44,12%),
sedangkan kelas kontrol ada 0 orang (0,00%). Siswa yang mendapat skor 2 kelas
eksperimen ada 7 orang (20,59%), sedangkan kelas kontrol ada 7 orang (20,59%).
Siswa yang mendapat skor 1 kelas eksperimen ada 9 orang (26,47%) dan kelas ekontrol
juga ada 16 orang (47,06 %). Siswa yang mendapat skor 0 kelas eksperimen ada 0 orang
(0,00%), sedangkan kelas kontrol ada 11 orang (32,35%).
Siswa yang mendapat skor maximal 3 untuk soal nomor 2d (memerikasa
kembali) kelas eksperimen ada 9 orang (26,47%), sedangkan kelas kontrol ada 1 orang
(2,94%). Siswa yang mendapat skor 1 kelas eksperimen ada 18 orang (52,94%),
sedangkan kelas kontrol ada 4 orang (11,76%). Siswa yang mendapat skor 1 kelas
eksperimen ada 7 orang (20,59%), sedangkan kelas ekontrol ada 14 orang (41,18 %).
Siswa yang mendapat skor 0 kelas eksperimen ada 0 orang (0,00%), sedangkan kelas
ekontrol ada 15 orang (44,12 %).

Ragam proses penyelesaian butir soal 2 disajikan pada Gambar 4.12 berikut :

2. Radit dan Ihsan adalah dua kakak beradik. Saat ini umur Radit 2 tahun lebih tua
daripada umur Ihsan. Hari ini Ihsan genap berusia 5 tahun.
Informasi apa yang dapat kamu pahami dari permasalahan
di atas?
a. Bagaimana cara menghitung umur mereka?
b. Berapakah umur Radit sekarang?
c. Menurut Azmi umur Radit adalah 7 tahun
sedangkan menurut Muthia umur Radit
adalah 10 tahun. Siapakah yang benar?
Berikan alasanmu!

Hasil Proses Penyelesaian Jawaban Siswa:


Kode Responden : ES2 (Kelas Eksperimen1)

Kode Responden : KS2 (Kelas kontrol)


Gambar 4.12. Contoh Jawaban Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol nomor 2

Hasil analisis jawaban siswa :

K K
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
K P
Karakteristik yang siswa ES2 mampu Proses penyelesaian masalah yang dilakukan
menjawab masalah yang diberikan mulai dari siswa KS3 tidak mampu menyelesaikan
memahami masalah, merencanakan masalah dengan benar.
penyelesaian, kemudian menyelesaikan
masalah hingga memeriksa kembali jawaban
dengan benar.

Dari hasil proses penyelesaian di atas bahwa kelas pembelajaran PMR sudah
mampu memenuhi semua aspek kemampuan pemecahan masalah sedangkan
pembelajaran biasa siswa masih kurang mampu dalam terkendala dalam memahami,
merencanakan penyelesaian, menyelesaikan perhitungan dan memeriksa kembali hasil
perhitungan.
c. Butir Soal Nomor 3
Butir soal nomor 3 dengan aspek memahami masalah, merencanakan
penyelesaian, menyelesaikan masalah dan memeriksa kembali hasil perhitungan
diharapkan siswa mampu (1) Menuliskan yang diketahui dan ditanyakan, menuliskan
cukup, kurang/berlebihan untuk mengetahui panjang sisi dan lebar sisi bidang alas
kotak, (2) Menuliskan teori/ metode yang digunakan untuk mengetahui panjang sisi dan
lebar sisi bidang alas kotak, (3) Melakukan perhitungan dengan menggunakan rumus
persamaan kuadrat untuk menyelesaikan masalah, (4) Melakukan pemeriksaan yang
tepat.
Siswa yang mendapat skor maximal 3 untuk soal nomor 3a (memahami
masalah) kelas eksperimen ada 21 orang (61,76%), sedangkan kelas kontrol ada 3
orang (8,82%). Siswa yang mendapat skor 2 kelas eksperimen ada 10 orang (29,41%),
sedangkan kelas kontrol ada 16 orang (52,94%). Siswa yang mendapat skor 1 kelas
eksperimen ada 3 orang (8,82%), sedangkan kelas kontrol ada 12 orang (35,29%).
Siswa yang mendapat skor 0 kelas eksperimen ada 0 orang (0,00%), sedangkan kelas
ekontrol ada 3 orang (8,82 %).
Siswa yang mendapat skor maximal 2 untuk soal nomor 3b (merencanakan
penyelesaian) kelas eksperimen ada 16 orang (47,06%), sedangkan kelas kontrol ada 5
orang (14,71%). Siswa yang mendapat skor 1 kelas eksperimen ada 15 orang (44,12%),
sedangkan kelas kontrol ada 19 orang (55,88%). Siswa yang mendapat skor 0 kelas
eksperimen ada 3 orang (8,82%), sedangkan kelas kontrol ada 8 orang (23,53%).
Siswa yang mendapat skor maximal 4 untuk soal nomor 3c (melakukan
perhitungan) kelas eksperimen ada 10 orang (29,41%), sedangkan kelas kontrol ada 0
orang (0,00%). Siswa yang mendapat skor 3 kelas eksperimen ada 5 orang 14,71%),
sedangkan kelas kontrol ada 3 orang (8,82%). Siswa yang mendapat skor 2 kelas
eksperimen ada 11 orang (32,35%), sedangkan kelas kontrol ada 4 orang (11,76%).
Siswa yang mendapat skor 1 kelas eksperimen ada 8 orang (23,53%) dan kelas ekontrol
juga ada 15 orang (44,12 %). Siswa yang mendapat skor 0 kelas eksperimen ada 0 orang
(0,00%), sedangkan kelas kontrol ada 12 orang (35,29%).
Siswa yang mendapat skor maximal 3 untuk soal nomor 3d (memeriksa kembali)
kelas eksperimen ada 15 orang (44,12%), sedangkan kelas kontrol ada 0 orang
(0,00%). Siswa yang mendapat skor 1 kelas eksperimen ada 13 orang (38,24%),
sedangkan kelas kontrol ada 9 orang (26,47%). Siswa yang mendapat skor 1 kelas
eksperimen ada 5 orang (14,71%), sedangkan kelas kontrol ada 16 orang (47,06 %).
Siswa yang mendapat skor 0 kelas eksperimen ada 1 orang (2,94%), sedangkan kelas
ekontrol ada 9 orang (26,47 %).
Ragam proses penyelesaian butir soal 3 disajikan pada Gambar 4.13 berikut :
3. Pak Ikhwan memiliki sebidang tanah berukuran panjang 8 meter lebih panjang dari
pada lebarnya. Keliling sebidang tanah pak Ikhwan tersebut adalah 44 m2.
a. Informasi apa yang dapat kamu pahami dari
permasalahan diatas?
b. Bagaimana cara menghitung panjang dan lebar
tanah Pak Ikhwan tersebut?
c. Berapakah luas tanah Pak Ridwan?
d. Menurut Evi luas tanah Pak Ridwan adalah 115
m2 sedangkan menurut Rika luas tanah Pak
Ridwan adalah 107 m2. Menurut kamu,
pendapat siapakah yang benar? Jelaskan
alasanmu!

Hasil Proses Penyelesaian Jawaban Siswa:

Kode Responden : ER3 (Kelas Eksperimen 1)


Kode Responden : KR2 (Kelas Kontrol)

Gambar 4.13. Contoh Jawaban Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelas


Eksperimen dan Kelas Kontrol nomor 3

Hasil analisis jawaban siswa :

K K
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
K P
Karakteristik yang siswa KR3 mampu Proses penyelesaian masalah yang dilakukan
menjawab masalah yang diberikan mulai dari siswa KR2 hampir benar. Namun, belum
memahami masalah, merencanakan mencakup semua aspek pemecahan masalah.
penyelesaian, kemudian menyelesaikan
masalah hingga memeriksa kembali jawaban .
dengan benar. Namun, tidak membuat alasan
pada aspek memeriksa kembali.
Dari hasil proses penyelesaian masalah di atas bahwa baik untuk kelas
pembelajaran PMR sudah mampu memenuhi semua aspek kemampuan pemecahan
masalah walaupun aspek memeriksa kembali hasil perhitungan tidak memberikan
alasan sedangkan untuk pembelajaran biasa siswa masih kurang mampu dalam
merencanakan penyelesaian dan memeriksa kembali hasil perhitungan dalam memberi
alasan.

Berdasarkan kriteria pada BAB III, proses penyelesaian jawaban suatu kelas
pembelajaran dikatakan baik dari kelas yang lain apabila siswa mampu menjawab tiga
aspek tertinggi dari empat aspek kemampuan pemecahan masalah dilihat dari aspek
memahami masalah, merencanakan penyelesaian masalah, melaksanakan penyelesaian
masalah, memeriksa kembali.

Tabel 4.14 Rangkuman Proses Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Masalah


Siswa Pada Skor Tertinggi Kelas Eksperimen dan Kontrol

Pendekatan Matematika Realistik


Nomo Sko Nomor 1 Item 2 Item 3
Aspek
r Soal r
Banya Persentas Banya Persentas Banya
Persentasi
k Siswa i k Siswa i k Siswa
1 Memahami Menuliskan apa yang
Masalah diketahui dan apa yang
3 14 41.18% 14 41.18% 21 61.76%
ditanyakan dengan benar
dan lengkap
Menuliskan apa yang
diketahui dan apa yang 2 13 38.24% 15 44.12% 10 29.41%
ditanyakan tetapi salah
Salah menuliskan yang
diketahui dan yang 1 7 20.59% 4 11.76% 3 8.82%
ditanyakan
Tidak menuliskan apa yang
diketahui dan apa yang 0 0 0.00% 1 2.94% 0 0.00%
ditanyakan
2 Merencanakan Menggunakan rumus yang
Penyelesaian benar dan mengarah pada 2 18 52.94% 13 38.24% 16 47.06%
jawaban yang benar pula
Menggunakan rumus tetapi
salah atau tidak dapat 1 12 35.29% 18 52.94% 15 44.12%
dilanjutkan
Tidak menuliskan rumus 0 4 11.76% 3 8.82% 3 8.82%
3 Menyelesaikan Menuliskan aturan
Masalah penyelesaian dengan hasil 4 8 23.53% 3 8.82% 10 29.41%
benar dan tuntas
Menuliskan aturan
penyelesaian dengan hasil 3 5 14.71% 15 44.12% 5 14.71%
benar tetapi tidak tuntas
Menuliskan aturan
penyelesaian dengan hasil 2 13 38.24% 7 20.59% 11 32.35%
salah tetapi tuntas
Menuliskan aturan
penyelesaian dengan hasil 1 7 20.59% 9 26.47% 8 23.53%
salah dan tidak tuntas
Tidak menuliskan
0 1 2.94% 0 0.00% 0 0.00%
penyelesaian
4 Melakukan Menuliskan pemeriksaan
Pengecekan 3 11 32.35% 9 26.47% 15 44.12%
secara benar dan lengkap
Menuliskan pemeriksaan
2 20 58.82% 18 52.94% 13 38.24%
benar tetapi tidak lengkap
Menuliskan pemeriksaan
1 3 8.82% 7 20.59% 5 14.71%
yang salah
Tidak ada pemeriksaan
0 0 0.00% 0 0.00% 1 2.94%
atau tidak ada keterangan

Pendekatan Biasa
Nomor Nomor 1 Item 2 Item 3
Aspek Skor
Soal
Banya Banyak Banyak
Persentasi Persentasi Persentasi
k Siswa Siswa Siswa
1 Memahami Menuliskan apa yang
Masalah diketahui dan apa yang
3 1 2.94% 2 5.88% 3 8.82%
ditanyakan dengan benar
dan lengkap
Menuliskan apa yang
diketahui dan apa yang 2 22 64.71% 18 52.94% 16 47.06%
ditanyakan tetapi salah
Salah menuliskan yang
diketahui dan yang 1 10 29.41% 12 35.29% 12 35.29%
ditanyakan
Tidak menuliskan apa yang
diketahui dan apa yang 0 1 2.94% 2 5.88% 3 8.82%
ditanyakan
2 Merencanakan Menggunakan rumus yang
Penyelesaian benar dan mengarah pada 2 9 26.47% 7 20.59% 5 14.71%
jawaban yang benar pula
Menggunakan rumus tetapi
salah atau tidak dapat 1 13 38.24% 19 55.88% 19 55.88%
dilanjutkan
Tidak menuliskan rumus 0 12 35.29% 8 23.53% 8 23.53%
3 Menyelesaikan Menuliskan aturan
Masalah penyelesaian dengan hasil 4 1 2.94% 0 0.00% 0 0.00%
benar dan tuntas
Menuliskan aturan
penyelesaian dengan hasil 3 2 5.88% 0 0.00% 3 8.82%
benar tetapi tidak tuntas
Menuliskan aturan
penyelesaian dengan hasil 2 9 26.47% 7 20.59% 4 11.76%
salah tetapi tuntas
Menuliskan aturan
penyelesaian dengan hasil 1 7 20.59% 16 47.06% 15 44.12%
salah dan tidak tuntas
Tidak menuliskan
0 15 44.12% 11 32.35% 12 35.29%
penyelesaian
4 Melakukan Menuliskan pemeriksaan
Pengecekan 3 1 2.94% 1 2.94% 0 0.00%
secara benar dan lengkap
Menuliskan pemeriksaan
2 9 26.47% 4 11.76% 9 26.47%
benar tetapi tidak lengkap
Menuliskan pemeriksaan
1 11 32.35% 14 41.18% 16 47.06%
yang salah
Tidak ada pemeriksaan
0 13 38.24% 15 44.12% 9 26.47%
atau tidak ada keterangan

Dari Tabel 4.14 di atas terlihat bahwa proses jawaban siswa kelas eksperimen
pada semua aspek kemampuan pemecahan masalah lebih baik daripada kelas kontrol
karena banyak siswa yang memiliki skor maksimal pada semua aspek butir soal 1
sampai 3 pada kelas eksperimen lebih banyak dibandingkan kelas kontrol.
Dari keempat aspek (indikator) kemampuan pemecahan masalah diperoleh
bahwa skor maksimal terbanyak untuk soal 1 adalah aspek merencanakan masalah yaitu
sebanyak 18 orang, skor maksimal terbanyak untuk soal nomor 2 adalah aspek
memahami masalah yaitu sebanyak 14 orang dan skor maksimal terbanyak untuk soal
nomor 3 adalah aspek memahami masalah yaitu sebanyak 21 orang. Dari uraian tersebut
maka aspek yang paling baik adalah aspek memahami masalah.

C. Pembahasan Hasil Penelitian


1. Pembahasan Hasil Analisis Data Kemampuan Berpikir Kreatif

Berdasarkan analisis data dan hasil pengujian hipotesis penelitian yang berkaitan
dengan kemampuan berpikir kreatif siswa, diperoleh kesimpulan bahwa secara umum,
terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan kemampuan berpikir kreatif antara
kelompok siswa yang pembelajarannya menggunakan PMR (kelompok eksperimen)
dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan pembelajaran
biasa (kelompok kontrol), yaitu peningkatan kemampuan berpikir kreatif antara
kelompok siswa yang pembelajarannya menggunakan PMR (kelompok eksperimen)
lebih tinggi daripada kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan
pembelajaran biasa (kelompok kontrol) . Dengan memperhatikan nilai rata-rata N-Gain
kedua kelompok dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata N-Gain kemampuan berpikir
kreatif kelompok siswa yang pembelajarannya menggunakan PMR lebih tinggi dari
pada nilai rata-rata kelompok siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran
biasa. Kontribusi yang diberikan PMR tersebut, menunjukkan pembelajaran
menggunakan PMR lebih unggul di banding dengan pembelajaran meggunakan
pembelajaran biasa dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Karena
pembelajaran yang menggunakan PMR memberi kesempatan seluas-luasnya kepada
siswa dalam membangun pengetahuan yang disertai dengan memanipulasi benda-benda
nyata dalam proses pembelajaran, sehingga memudahkan siswa memahami konsep-
konsep yang diberikan sebagai pengetahuan baru bagi mereka. Dengan cara ini
kemampuan mencetuskan dan mengemukakan ide, pernyataan, dan jawaban
(penyelesaian masalah) akan berkembang, karena di sini kemandirian siswa dilatih.
Melalui aktivitas berpikir intertwinment, pengaitan pengetahuan baru dengan
pengetahuan lain atau dengan permasalahan kontekstual dapat memberi peluang
berkembangnya penguraian, yaitu kemampuan mengembangkan suatu ide, menambah
atau merinci secara detil suatu obyek, ide, dan situasi, selain itu juga lebih memperkuat
bertahannya pengetahuan matematika dalam memori siswa. Melalui diskusi,
pembelajaran berlangsung secara interaktif, siswa menjelaskan dan memberikan alasan
terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban siswa lain, menyatakan setuju
atau tidak tidak setuju terhadap jawaban siswa lain, dan mencari alternatif penyelesaian
yang lain. Di sini keluwesan atau kemampuan menghasilkan berbagai macam ide,
pertanyaan, dan jawaban yang bervariasi dapat berkembang. Pembelajaran
menggunakan PMR memberikan kontribusi yang tidak merata kepada semua siswa,
tetapi tergantung dari usaha yang dilakukan oleh siswa itu sendiri. Pembelajaran
menggunakan PMR memandang siswa sebagai human being yang memiliki seperangkat
pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh melalui interaksi dengan lingkungannya.
Siswa juga mempunyai potensi untuk mengembangkan pengetahuan tersebut bagi
dirinya. Di dalam pembelajaran matematik diakui bahwa siswa dapat
mengembangkan/membentuk pengtahuan dan pemahaman matematika apabila diberi
ruang atau kesempatan untuk itu. Pengembangan atau pembentukan pengetahuan itu
merupakan proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi,
penghalusan, penyusunan kembali, dan penolakan.disinilah hal yang baru (originality)
yaitu kemampuan untuk memberikan respon-respon yang unik dan luar biasa dari diri
siswa dapat tumbuh dan berkembang.

Selanjutnya, dari hasil penelitian yang terkait dengan kemampuan berpikir


kreatif inipun penyimpulkan bahwa perbedaan tingkat kemampuan matematika siswa
tinggi, sedang, dan rendah berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan
kemampuan berpikir kreatif siswa, perbedaan pembelajaran (PMR dan pembelajaran
biasa) berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif
siswa, dan ada interaksi yang signifikan antara pembelajaran (PMR dan pembelajaran
biasa) dengan tingkat kemampuan matematika siswa tinggi, sedang, dan rendah dalam
peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa. Kesimpulan ini semakin memperkuat
alasan bahwa pembelajaran menggunakan PMR lebih unggul dalam meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif daripada pembelajaran yang menggunakan pembelajaran
biasa.

Berdasarkan 4 (empat) indikator kemampuan berpikir kreatif yang


dikembangkan dalam eksperimen ini, telah disusun 4 (empat) butir soal (tes kemampuan
berpikir kreatif) yang digunakan untuk mengukur penguasaan siswa terhadap
kemampuan tersebut. Hasil pekerjaan siswa terhadap delapan butir soal (tes kemampuan
berpikir kreatif) yang diberikan menunjukkan bahwa siswa yang pembelajarannya
menggunakan PMR lebih unggul daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan
pembelajaran biasa. Ini terlihat dari hasil pekerjaan siswa pada soal nomor 1 (satu) yang
berkaitan dengan indikator kelancaran (kepasihan/kelancaran), siswa kelompok kontrol
(siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran biasa) umumnya mengalami
kesulitan dalam mengemukakan ide penyelesaian soal, sedangkan siswa kelompok
eksperimen (siswa yang pembelajarannya menggunakan PMR) tidak mengalami
kesulitan.

Hasil pekerjaan siswa soal nomor 2 yang berkaitan dengan indikator flexibility
(keluwesan). Siswa kelompok kontrol mengalami kesulitan dalam membuat ide
penyelesaian soal yang berkaitan dengan menyelesaikan masalah dengan metode yang
berbeda. Kelompok eksperimen walaupun mereka lebih unggul, tetapi masih ada yang
melakukan kesalahan dalam menjawab soal nomor 2 ini.
Hasil pekerjaan siswa soal nomor 3 yang berkaitan dengan indikator elaboration
(penguraian). Siswa kelompok kontrol mengalami kesulitan menggambarkan situasi
soal atau menggunakan model informal untuk menemukan jawaban yang formal, dan
menyajikan data dalam bentuk tabel, sedangkan kelompok eksperimen umumnya tidak
mengalami kesulitan untuk menggambarkan situasi soal atau menggunakan model
informal untuk menemukan jawaban yang formal, dan menyajikan data dalam bentuk
tabel. Namun diakui masih ada beberapa siswa kelompok eksperimen yang melakukan
kesalahan dalam menjawab soal nomor 3 ini.
Hasil pekerjaan soal nomor 4, berkaitan dengan indikator originality (Hal –hal
yang baru). Siswa kelompok kontrol umumnya menyelesaikan masalah dengan tidak
lengkap dan bukan merupakan jawaban yang unik. Walaupun hasil evaluasi
menunjukan bahwa siswa kelompok eksperimen lebih unggul daripada siswa kelompok
kontrol, tetapi masih ada siswa kelompok eksperimen yang melakukan kekeliruan
dalam menjawab soal nomor 4 ini.
2. Pembahasan Hasil Analisis Data Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematik Siswa

Berdasarkan analisis data serta hasil pengujian hipotesis penelitian yang


berkaitan dengan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa, diperoleh
kesimpulan bahwa secara umum terdapat perbedaan yang signifikan dalam peningkatan
kemampuan pemecahan masalah antara kelompok siswa yang pembelajarannya
menggunakan PMR (kelompok eksperimen) dengan kelompok siswa yang
pembelajarannya menggunakan pembelajaran biasa (kelompok kontrol). Dengan
memperhatikan nilai rata-rata N-Gain kedua kelompok dapat disimpulkan bahwa nilai
rata-rata N-Gain kemampuan pemecahan masalah siswa yang pembelajarannya
menggunakan PMR lebih tinggi daripada nilai rata-rata N-Gain kelompok siswa yang
pembelajarannya menggunakan pembelajaran biasa, baik secara keseluruhan siswa
maupun berdasarkan KAM (kemampuan tinggi, sedang, dan rendah).
Kesimpulan tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran yang menggunakan
PMR karena di dalam PMR pembelajaran dimulai dari pengajuan masalah riil sesuai
dengan pengalaman dan tingkat pengetahuan siswa, sehingga siswa segera terlibat
dalam pembelajaran secara bermakna. Pembelajaran yang menggunakan PMR
membiasakan siswa menyelesaikan masalah (soal) dengan mengikuti langkah-langkah
pemecahan masalah secara sistematis melalui tahap-tahap: (1) memahami masalah; (2)
menyusun rencana strategis atau cara penyelesaian; (3) melakukan perhitungan atau
pengerjaan; dan (4) memeriksa kembali kebenaran cara atau langkah-langkah
penyelesaian dan jawaban. Kemampuan siswa menyusun model informal yang
selanjutnya diarahkan pada model matematika formal dengan bimbingan guru turut
memberikan kontribusi pada peningkatan kemampuan pemecahan masalah. Selain itu,
pertanggungjawaban kelompok yang disertai dengan pertanggungjawaban individual
atas tugas-tugas yang diberikan, juga memberikan kontribusi dalam meningkatkan
kemampuan siswa dalam pemecahan masalah. Pembelajaran yang menggunakan PMR
memberikan kontribusi yang tidak merata kepada semua siswa, tetapi tergantung dari
usaha yang dilakukan oleh siswa itu sendiri. Pembelajaran dengan PMR dimana siswa
memulai dari soal-soal konstektual, mencoba menguraikan dengan bahasa dan simbol
yang dibuat sendiri, kemudian menyelesaikan soal tersebut, proses ini dikenal sebagai
matematikasasi horizontal, yang kemudian proses pembelajaran dilanjutkan ke
matematikasasi vertikal. Dengan proses seperti ini setiap anak dapat menggunakan cara
mereka sendiri yang mungkin berbeda dengan orang lain. Di sini pengetahuan setiap
individu dapat berkembang secara optimal. Cara seperti inipun akan menciptakan
suasana belajar di kelas yang demokratis, siswa bebas untuk aktif dalam proses
pembelajaran, tidak merasa takut membuat kesalahan jika mereka bertanya atau
menjawab pertanyaan.
Selanjutnya, dari hasil penelitian yag terkait dengan kemampuan pemecahan
masalah inipun menyimpulkan bahwa: perbedaan tingkat kemampuan matematika siswa
tinggi, sedang, dan rendah berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa; perbedaan pembelajaran (PMR dan
pembelajaran biasa) berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa; dan ada interaksi yang signifikan antara
pembelajaran (PMR dan pembelajaran biasa) dengan tingkat kemampuan matematika
siswa tinggi, sedang, dan rendah dalam kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa. Kesimpulan ini semakin memperkuat alasan bahwa pembelajaran menggunakan
PMR ini unggul dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa
daripada pembelajaran yang menggunakan pembelajaran biasa.

Dari empat indikator kemampuan pemecahan masalah yang disusun dalam 3


butir soal, dari hasil pekerjaan siswa menunjukkan bahwa siswa yang pembelajarannya
menggunakan PMR lebih unggul daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan
pembelajaran biasa. Hal ini terlihat dari hasil pekerjaan siswa pada soal nomor 1a, 2a
dan 3a yang berkaitan dengan indikator memahami masalah, siswa kelompok kontrol
(siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran biasa) mengalami kesulitan
menggambarkan situasi soal bahkan tidak menuliskan apa yang diketahui dan ditanya
dalam soal, sedangkan siswa kelompok eksperimen (siswa yang pembelajarannya
menggunakan PMR) tidak mengalami kesulitan menggambarkan situasi soal. Hasil
pekerjaan siswa pada soal nomor 1b, 2b dan 3b yang berkaitan dengan indikator
merencanakan penyelesaian soal/masalah, siswa kelompok kontrol mengalami kesulitan
dalam membuat strategi atau cara dan langkah-langkah menyelesaikan soal, sedangkan
siswa kelompok eksperimen tidak mengalami, justru pekerjaan siswa kelompok
eksperimen ini memunculkan banyak variasi penyelesaian soal. Hasil pekerjaan siswa
pada soal nomor 1c, 2c dan 3c yang berkaitan dengan indikator melakukan penyelesaian
berdasarkan perencanaan penyelesaian yang dibuat, dari hasil evaluasi menunjukkan
bahwa siswa kelompok eksperimen lebih unggul dalam menyelesaikan soal ini
sedangkan siswa kelompok kontrol ummnya mengalami kesulitan (tidak menguasai)
langkah-langkah penyelesaian SPLDV menggunakan beberapa metode penyelesaian.
Hasil pekerjaan siswa pada soal nomor 1d, 2d dan 3d yang berkaitan dengan indikator
memeriksa kembali pekerjaan/hasil yang diperoleh, umumnya kedua kelompok siswa
(eksperimen dan kontrol) masih mengalami kesulitan, seperti tidak membuat alasan
pertanyaan yang diajukan tetapi dari hasil evaluasi menunjukkan bahwa siswa
kelompok eksperimen lebih unggul daripada siswa kelompok kontrol.

Selanjutnya, bila diperhatikan peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa


maupun kemampuan pemecahan masalah siswa berdasarkan KAM (tingkat kemampuan
siswa tinggi, sedang, dan rendah) ataupun berdasarkan selisih rata-rata N-Gain antara
tingkat kemampuan pada kelompok siswa yang pembelajarannya menggunakan PMR,
disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kreatif dan juga kemampuan
pemecahan masalah matematik pada siswa kemampuan tinggi lebih baik dibandingkan
siswa kemampuan sedang ataupun siswa kemampuan rendah. Ini merupakan
kesimpulan yang sangat menarik, dan perlu mendapat perhatian yang serius. Hal
tersebut dapat dipahami karena jumlah siswa yang berkemampuan tinggi lebih besar
bila dibandingkan dengan siswa siswa berkemampuan sedang ataupun siswa yang
berkemampuan rendah. Jumlah yang cukup besar pada siswa kelompok kemampuan
sedang ini merupakan potensi besar yang harus dikembangkan, dengan harapan agar
pada kelas atau sekolah yang lebih tinggi kemampuan siswa ini dapat meningkat dari
sedang menjadi tinggi. Peningkatan seperti inilah yang sangat diharapkan dalam
pendidikan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa PMR memiliki
potensi besar untuk peningkatan kemampuan berpikirkreatif dan pemecahan masalah
matematik pada siswa SMP Muhammadiyah 03 Medan. Hal ini tentunya akan
berdampak pada peningkatan mutu hasil belajar matematika siswa.
3. Gambaran Kinerja Siswa dalam Proses Pembelajaran
Berikut ini dipaparkan gambaran kinerja siswa dalam menyelesaikan masalah-
masalah yang ada dalam lembar aktivitas siswa. Meskipun tidak ditampilkan semua
hasil kerja siswa, namun yang dipaparkan adalah hasil kerja siswa yang merupakan
gambaran dari kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah matematik
matematik siswa dalam proses pembelajaran. Pada pertemuan pertama dengan tujuan
pembelajaran siswa dapat menyelesaikan soal kemampuan berpikir kreatif berkaitan
dengan SPLDV dengan metode grafik dan menyelesaikan soal kemampuan pemecahan
masalah berkaitan dengan SPLDV dengan metode grafik. Kegiatan pembelajaran
dilaksanakan seperti yang direncanakan pada RPP-1. Pada awalnya, semua siswa sulit
mengikuti proses pembelajaran. Hal ini dimaklumi karena pendekatan ini berbeda
dengan yang selama ini biasa mereka terima dari gurunya. Siswa banyak mengalami
kesulitan dalam mengerjakan LAS-1. Guru banyak mengarahkan dan membimbing
siswa yang mengalami kesulitan. Selain itu, sulitnya siswa diminta untuk
mempresentasikan hasil kerjanya, yang kemudian ditanggapi oleh teman-teman dari
kelompok lain. Namun pada akhirnya dengan arahan dan bimbingan dari guru siswa
dapat menyelesaikan masalahpada LAS-1. Berikut dapat dilihat salah satu hasil kerja
siswa dalam menyelesaikan masalah pada LAS-1 dalam kelompoknya.

Gambar 4.14. Penyelesaian Masalah pada LAS-1 Soal-1

Gambar 4.15. Penyelesaian Masalah pada LAS-1 Soal-2

Gambar 4.16. Penyelesaian Masalah pada LAS-1 Soal-3


Pada pertemuan kedua dengan tujuan pembelajaran siswa dapat menentukan
penyelesaian sistem persamaan linier dua variabel (SPLDV) dengan metode Elliminasi,
menyelesaikan soal kemampuan berpikir kreatif yang berkaitan dengan penyelesaian
SPLDV menggunakan metode eliminasi dan menyelesaikan soal pemecahan masalah
yang berkaitan dengan penyelesaian SPLDV menggunakan metode eliminasi. Pada
pertemuan kedua ini, siswa cukup aktif dengan adanya LAS-2 yang harus mereka
kerjakan. Berbagai hasil yang ditunjukkan siswa ketika menyelesaikan soal,
menunjukkan bahwa siswa mampu untuk mencari berbagai alternatif jawaban dalam
menyelesaikan masalah. Mereka dengan gembira dalam menyelesaikan masalah, karena
mereka benar-benar mengetahui caranya dan pada akhirnya dapat menemukan
penyelesaikan sistem persamaan linier dua variabel dengan cara eliminasi. Berikut dapat
dilihat salah satu hasil kerja siswa dalam menyelesaikan masalah pada LAS-2 dalam
kelompoknya.

Gambar 4.17. Penyelesaian Masalah pada LAS-2 Soal-1

Gambar 4.18. Penyelesaian Masalah pada LAS-2 Soal-2

Gambar 4.19. Penyelesaian Masalah pada LAS-2 Soal-3


Pada pertemuan ketiga ini dengan tujuan pembelajaran siswa dapat menentukan
penyelesaian sistem persamaan linier dua variabel (SPLDV) dengan metode substitusi,
menyelesaikan soal kemampuan berpikir kreatif yang berkaitan dengan penyelesaian
SPLDV menggunakan metode substitusi dan menyelesaikan soal pemecahan masalah
yang berkaitan dengan penyelesaian SPLDV menggunakan metode substitusi. Pada
pertemuan ketiga ini, siswa juga aktif dengan adanya LAS-3 yang harus mereka
kerjakan. Berbagai hasil yang ditunjukkan siswa ketika menyelesaikan soal,
menunjukkan bahwa siswa mampu untuk mencari berbagai alternatif jawaban dalam
menyelesaikan masalah, Berikut dapat dilihat salah satu hasil kerja siswa dalam
menyelesaikan masalah pada LAS-3 dalam kelompoknya.

Gambar
4.20. Penyelesaian Masalah pada LAS-3 Soal-1

Gambar 4.21. Penyelesaian Masalah pada LAS-3 Soal-2


Gambar 4.22. Penyelesaian Masalah pada LAS-3 Soal-3
Pada pertemuan keempat dengan tujuan pembelajaran siswa dapat menentukan
penyelesaian sistem persamaan linier dua variabel dengan metode gabungan substitusi
dan elliminasi. Pada pembelajaran ini sesuai dengan RPP-4. Pada pertemuan ini,
sebagian besar dari kelompok dapat menyelesaikan masalah pada LAS-4. Berikut dapat
dilihat salah satu hasil kerja siswa dalam menyelesaikan masalah pada LAS-4 dalam
kelompoknya.
Gambar 4.23. Penyelesaian Masalah pada LAS-4 Soal-1

Gambar 4.24. Penyelesaian Masalah pada LAS-4 Soal-2


Gambar 4.25. Penyelesaian Masalah pada LAS-4 Soal-3
Dari perolehan hasil penyelesaian LAS tersebut, solusi yang diberikan peneliti
yaitu dengan mengarahkan siswa lebih memahami soal dan membiasakan memikirkan
langkah-langkah awal yang dilakukan siswa sebelum memperoleh hasil, memberikan
reward berupa kertas bintang walaupun yang dikerjakan siswa tersebut masih dikatakan
belum optimal. Dengan pemberian reward, diharapkan untuk proses penyelesaian LAS
pada pertemuan berikutnya akan lebih optimal dan mulai menggunakan langkah-
langkah penyelesaian. Hal tersebut diakibatkan karena kurangnya komunikasi siswa
dalam memahami masalah dan kurang aktif siswa dalam melakukan diskusi. Dengan
adanya solusi tersebut diharapkan dengan meningkatnya kemampuan siswa, secara tidak
langsung akan meningkatkan kemampuannya dalam memecahkan masalah yang
diberikan.

D. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat keterbatasan-keterbatasan yang diharapkan akan


membuka kesempatan bagi peneliti lainnya untuk melakukan penelitian sejenis yang
akan berguna bagi perluasan wawasan keilmuan. Diantara keterbatasan-keterbatasan itu
adalah :

1. Penelitian ini hanya dilakukan dalam waktu 2 minggu. Dengan waktu penelitian
yang relatif sangat terbatas ini, tentunya akan berdampak pada hasil yang dicapai
belum maksimal.
2. Waktu atau jam pelajaran yang dialokasikan setiap pertemuan dalam RPP (2 x
40 menit) tidak cukup dalam melakukan pembelajaran dengan pendekatan
matematika realistik (PMR), namun peneliti tidak dapat menambah waktu pada
saat penelitian. Apalagi setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda.
Begitu pula waktu yang dibutuhkan oleh guru untuk membimbing para siswa
dengan berbagai latar belakang kemampuan yang berbeda membutuhkan waktu
yang cukup lama, baik secara individual maupun secara kelompok.
3. Oleh karena keterbatasan waktu penelitian sehingga yang mengajar pada saat
penelitian pada kelas eksperimen dilakukan adalah peneliti.

BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab IV dan temuan selama
pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik (PMR),
diperoleh beberapa kesimpulan yang merupakan jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah. Kesimpulan-kesimpulan
tersebut adalah:
1. Peningkatan kemampuan berfikir kreatif antara siswa yang diajar dengan
pendekatan matematika realistik lebih tinggi daripada siswa yang diajar melalui
pendekatan biasa.
2. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika antara siswa yang
diajar dengan pendekatan matematika realistik lebih tinggi daripada siswa yang
diajar melalui pendekatan biasa.
3. Terdapat interaksi antara pembelajaran dengan tingkat kemampuan awal
matematika (KAM) siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif.
4. Terdapat interaksi antara pembelajaran dengan tingkat kemampuan awal (KAM)
siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik.
5. Proses penyelesaian siswa dalam menyelesaikan masalah kemampuan berpikir
kreatif dan pemecahan masalah matematik pada pembelajaran matematika
realistik adalah lebih baik dibanding dengan pembelajaran biasa. Pada
kemampuan berpikir kreatif, aspek yang paling baik adalah aspek kelancaran
(fluency) dan pada pemecahan masalah aspek yang paling baik adalah aspek
memahami masalah

B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, adapun implikasinya adalah
terhadap pemilihan pendekatan pembelajaran oleh guru matematika. Guru matematika
di sekolah menengah pertama harus mempunyai cukup pengetahuan teoritis maupun
keterampilan dalam memilih pendekatan pembelajaran, mampu mengubah siswa
menjadi lebih aktif, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkontruksi
pengetahuannya sendiri.
Implikasi lainnya yang perlu mendapat perhatian guru adalah dengan pendekatan
matematika realistik (PMR) siswa menjadi aktif mengemukakan pendapatnya. Diskusi
dalam kelompok yang terjadi menjadikan siswa yang berkemampuan tinggi membantu
siswa yang memiliki kemampuan rendah. Diskusi antar kelompok menjadikan siswa
lebih kritis dalam menanggapi hasil pekerjaan dari kelompok lain serta dalam diskusi
terjadi refleksi atas penyelesaian yang telah dilakukan pada masing-masing kelompok.
Dalam menyelesaikan masalah pada kelas yang pembelajarannya menggunakan
pendekatan matematika realistik (PMR) lebih baik dibandingkan kelas yang
pembelajarannya menggunakan pembelajaran biasa. Siswa yang pembelajarannya
menggunakan pendekatan matematika realistik (PMR) lebih terampil dalam
menyelesaikan masalah dibandingkan siswa yang pembelajarannya menggunakan
pembelajaran biasa.

C. Saran
Berdasarkan implikasi dari hasil penelitian, maka disampaikan beberapa
saran yang ditujukan kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan hasil
penelitian ini. Saran tersebut sebagai berikut:
1. Kepada Guru
a. Pembelajaran menggunakan pendekatan matematika realistik (PMR) pada
pembelajaran matematika yang menekankan kemampuan berpikir kreatif dan
pemecahan masalah matematik siswa dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif
untuk menerapkan pembelajaran matematika yang innovatif khususnya dalam
mengajarkan materi sistem persamaan linier dua variabel.
b. Pada pembelajaran biasa hendaknya guru dapat memberikan motivasi lebih
kepada siswa untuk dapat mengajak siswa dalam penekanan ”process of doing
mathematics” dengan memberikan lembar aktivitas yang dikerjakan oleh siswa
sendiri. Sedangkan pada siswa yang menggunakan pembelajaran biasa diharapkan
dengan adanya pemberian LAS yang diberikan guru lebih termotivasi dan
memiliki rasa tanggung jawab untuk menyelesaikan LAS. Guru juga dapat
memberikan reward kepada siswa baik berupa pujian, tambahan nilai, atau hadiah
kecil di akhir pembelajaran.
c. Waktu pada saat mengerjakan LAS cukup membutuhkan banyak waktu, sehingga
untuk memperbaiki hal ini diharapkan guru dapat membagi kelompok-kelompok
belajar ke dalam 3 atau 5 orang dalam satu kelompok. Sehingga dengan
dilakukannya diskusi kelompok siswa lebih mudah menyelesaikan masalah
tersebut.
d. Dalam setiap pembelajaran guru sebaiknya menciptakan suasana belajar
yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan-
gagasan matematika dalam bahasa dan cara mereka sendiri, sehingga
dalam belajar matematika siswa menjadi berani beragumentasi, lebih
percaya dan kreatif.
e. Agar pendekatan matematika realistik (PMR) lebih efektif diterapkan pada
pembelajaran matematika, sebaiknya guru harus membuat perencanaan mengajar
yang baik dengan daya dukung sistem pembelajaran yang baik (Buku Guru, Buku
Siswa, LKS, RPP, media yang digunakan).
f. Diharapkan guru perlu menambah wawasan tentang teori-teori pembelajaran dan
model pembelajaran yang innovatif agar dapat melaksanakannya dalam
pembelajaran matematika sehingga pembelajaran biasa secara sadar dapat
ditinggalkan sebagai upaya peningkatan hasil belajar siswa.
2. Kepada Lembaga Terkait
a. Pendekatan matematika realistik (PMR) dengan menekankan kemampuan berpikir
kreatif dan pemecahan masalah matematik siswa masih sangat asing bagi guru
maupun siswa, oleh karenanya perlu disosialisasikan oleh sekolah atau lembaga
terkait dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa,
khususnya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah
matematik siswa.
b. Pendekatan matematika realistik (PMR) dapat dijadikan sebagai salah satu
alternatif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan
masalah matematik siswa pada pokok bahasan sistem persamaan linier dua
variabel sehingga dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk dikembangkan
sebagai strategi pembelajaran yang efektif untuk pokok bahasan matematika yang
lain.
3. Kepada peneliti Lanjutan
a. Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan pendekatan matematika realistik
(PMR) dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah
matematik siswa secara maksimal untuk memperoleh hasil penelitian yang
maksimal.
b. Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan pendekatan matematika realistik
(PMR) dalam meningkatkan kemampuan/aspek matematika lain dengan
menerapkan lebih dalam agar implikasi hasil penelitian tersebut dapat diterapkan
di sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2006). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Armanto, Dian. (2001). Aspek Perubahan Pendidikan Dasar matematika melalui


Pendidikan Matematika Realistik (PMR). Makalah disampaikan pada seminar
nasional sehari Penerapan Pendidikan Matematika Realistik pada Sekolah
Dasar dan Madrasah, tanggal 5 Nopember 2001, Medan. Tidak diterbitkan.

Armanto, Dian (2002). Teaching and Division Realistically in Indonesian Primary


Schools; A Prototype of Local instructional theory. Dissertation University of
Twente. Tidak dipublikasikan

Bloom, B. S. ,Lorrin W, Anderson, David R Krathwohl. (1976). A Taxonomy for


Learning, Teaching and Assessing, A Revision of Bloom’s Taxonomy of
Educational Objectives. New York: San Fransisco.

Budiningsih, (2005). Teori-teori Belajar. Bandung: Remaja Rosdakarya

Depdiknas. (2003). Kurikurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata pelajaran


Matematika Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. Jakarta.
Gravemeijer. (1994). Developing Realistics Mathematics Education. Freudenthal
Institute Utrecht.

Hadi, S. (2005). Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasinya. Banjarmasin :


Tulip

Haji, S. (2005). Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik Terhadap Hasil belajar


Matematika di Sekolah Dasar. Disertasi PPs UPi: Tidak ditebitkan.

Hake, R. R. (1999). Analysing Change / Gain Scores Woodland Hills Dept. Of Physics.
Indiana University. [http://physic.indiana.edu/sdi/analysing.Change-Gain pdf.
[20 maret 2012].

Hasratuddin. (2010). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kecerdasan


Emosional Siswa SMP Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi
PPs UPI: Tidak diterbitkan

Johnson, Elaine B. (2007). Contextual Teaching and Learning: What it is and why it’s
here to stay. Thousand Oaks: Corwin Press,Inc.

Krulik, S., dan Rays, R. E. (1996). Problem Solving in School Mathmatics. Virginia.
NCTM

Lambertus, (2010). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Pemecahan


Masalah Matematika Siswa SD Melalui Pendekatan Matematika Realistik.
Bandung. Tidak diterbitkan

Launch Pad. (2001). Thinking Skill Westminster Institute of Education. Oxford Brokes
University.

Matlin, M.W. (2003). Cognition. New York USA

Mina, E. (2005). Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan Open- Ended Terhadap


Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa SMA Bandung. Tesis pada PPs
UPI. Tidak dipublikasikan.

Mulyana. T dan Sabandar J, (2005). Upaya Meningkatkan kemampuan   Berpikir


reatifMatematik Siswa SMA Jurusan IPA Melalui Pembelajaran Dengan
endekatan Deduktif–Induktif. Tesis pada PPS UPI. Tidak dipublikasikan.

Munandar, Utami. (2009). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka


Cipta.

Nasution, S. (2000). Didaktif Azas-Azas Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

NCTM. (2000). Principles and Standards for School Matematics. Jakarta: Rineka Cipta

Nurhadi, dkk. (2003). Pembelajaran Kontekstual (contextual Teaching and Learning/


CTL) dan Penerapannya dalam KBK. Malan: Universitas Negeri Malang.
Polya. (1985). How to Solve It. A New Aspect of Mathematical Method. Second Edition.
New Jersey: Princeton University Press.

Ruseffendi & Sanusi, Ahmad. (1998). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang
Non-Eksakta Lainnya. IKIP Semarang Press.

Ruseffendi, E.T., (2005), Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya


dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA, Tarsito, Bandung.

Sanjaya, Wina. (2008). Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses


Pendidikan. Bandung: Kencana Prenada Media Group.

Saragih, Sahat (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi


Matematika Siswa SMP melalui Pendekatan Matematika Realistik. Sekolah
Pascasarjana Universitas Pendidikan Bandung; Disertasi (Tidak diterbitkan).

Semiawan. (2006). Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah: Jakarta

Silver, E.A. (1997). The Nature adn Use of Open Problems in Mathmatics Education:
Mathmatical and Pedagogical Perspectives. Dalam International Reviews on
Mathamtical Education 27(2), 67 – 72.

Singh, B. (1990). Differences in Mathematical Creativity of Middle School Children of


Different Social group. International Journal of Mathematics Education in
Science and Technology. 21 (4). 541-544.

Soedjadi. (2001). Pendidikan, Penalaran, Kontruktivisme, Kreativisme sajian dalam


Pembelajaran Matematika. PPs IKIP Surabaya: Tidak diterbitkan.

Soedjadi. R. (2007). Masalah Kontekstual Sebagai Batu Sendi Matematika Sekolah:


Seri Pembelajaran Matematika Realistik Untuk Guru dan Orangtua Murid.
Departemen Pendidikan Nasional Universitas Negeri Surabaya : Pusat Sains
dan Matematika Sekolah (PSMS) UNESA.

Srirman, B. (2004). The Caracteristics of Mathematical Creativity. Tersedia


http://www.barathsrirman.edu.vn/ctstc/en/creative/conten.html.

Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sujono. (1988). Pengajaran Matematika Untuk Sekolah Menengah. Jakarta:


Departement `Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Sumarmo, U. (2002). Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan


Kurikulum Berbasis Kompetensi , Makalah pada Pelatihan Guru MTs
Bandung.

Sumarmo, U. (2005). Pengembangan Berpikir Matematika Tingkat Tinggi Siswa SLTP


dan SMU serta Mahasiswa Strata Satu (S1) Melalui Berbagai Pendekatan
Pembelajaran. Bandung: UPI
Sumarmo, U. (2010). Berpikir dan Disposisi Matematik , Jakarta : FMIPA UPI.

Suparno, P., (1997), Filsafat Krontruktivisme dalam Pendidikan, Kanisius,


Yogyakarta.Supriadi, D. (1995). Kreativitas, Kebudayaan dan Perkembangan
IPTEK. Bandung: Alfabeta.

Supriadi, D. (1994). Kreativitas, kebudayaan dan Perkembangan IPTEK. Bandung:


Alfabeta

Suyanto, S., Suratsih, dan Paidi (2003). Meningkatkan Kemampuan Siswa SD untuk
Memecahkan Masalah IPA Melalui Metode Problem Solving. Jurnal
Matematika Integratif 2 (Edisi Khusus).

Tarigan. D. 2006. Pemebelajaran Matematika Realsitik. Jakarta : Departemen


Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.Tim Dosen.
(2008). Metodologi Penelitian. Universitas Negeri Medan.

TIMSS. (2011). Litbang.kemdikbud.go.id: diakses 15 Mei 2013

Treffinger, D.J. (2010). A Preliminary Model of Creative Learning. Dalam Gifted Child
Quarterly 24f 127-138.

Triyana (2008). Alat Peraga dalam PMRI : www.pmri+matematika.com didownload


02 Desember 2011.

Turmudi. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA.

Turmudi. (2008). Implementasi Awal Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan


Realistik di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Bandung. Bandung:
Laporan Penelitian Mandiri, FPMIPA-UPI (Tidak diterbitkan).

Wardhani, S., (2010), Contoh Silabus dan RPP Matematika Sekolah Menengah
Pertama (SMP). Bahan Ajar Diklat di PPPG matematika, Yogyakarta: PPPG
Maatematika

LAMPIRAN A
1.1. KISI-KISI KEMAMPUAN AWAL MATEMATIK
1.2. TES KEMAMPUAN AWAL
1.3. KISI-KISI SOAL KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF
2.1. PEDOMAN PENYEKORAN TES KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF
2.2. TES KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF
2.3. KUNCI JAWABAN PRETES KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF
3.1. KISI-KISI SOAL PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK
3.2. PEDOMAN PENYEKORAN TES KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK
3.3. TES KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA
3.4. KUNCI JAWABAN PRETES KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

Lampiran A.1.1
KISI-KISI KEMAMPUAN AWAL MATEMATIK

A I M N
spek ndikator ateri Pokok omor
Soal
1 2 3 4 5 6 7 8
P M * 1
emahaman enentukan hasil operasi bilangan bulat
M * 3
embandingkan pecahan
M * 7
enentukan selesaian suatu persamaan linier
M * 1
enentukan koordinat titik sudut suatu jajaran 2
genjang jika diketahui koordinat 3 titik sudut
lainnya
M * 1
engidentifikasi gambar dimensi dua dari 3
suatu bangun ruang yang dipandang dari
berbagai posisi
M * 1
enentukan himpunan pasangan terurut yang 4
merupakan fungsi
M * 1
enentukan domain suatu fungsi 5
M * 1
enentukan nilai suatu fungsi 6
M * 1
enentukan rumus suatu fungsi 7,18
P M * 4
enerapan enentukan bentuk aljabar sebagai model dari ,5
suatu masalah
M * 6
enentukan luas daerah segiempat
M * 1
enerapkan konsep perbandingan 0
M * 1
enerapkan konsep rata-rata 9,20
M * 9
enerapkan konsep geometri (kesejajaran)
P M * 2
emecahan enyelesaikan masalah terkait konsep persen
Masalah M * 8
enyelesaikan masalah terkait konsep sudut ,9
pada segi banyak
M * 2
enyelesaikan masalah terkait konsep 1
statistika
M * 2
enyelesaikan masalah terkait konsep 2
himpunan
M * 1
enyelesaikan masalah terkait konsep 1
perbandingan
J 3 2 1 2 5 5 3 1 2
umlah 2

Keterangan Materi Pokok: (1) Bilangan (2) Bentuk Aljabar (3) Persamaan linier 1 variabel (4)
Perbandingan (5) Geometri (6) Fungsi (7) Statistika dan (8) Himpunan

LAMPIRAN A.2.

TES KEMAMPUAN AWAL

Satuan Pendidikan : SMP

Mata Pelajaran : Matematika

Kelas/ Semester : VIII/ II

Alokasi Waktu : 80 Menit

Petunjuk:

o Tulislah nama, kelas, dan nomor indukmu pada lembar jawaban yang disediakan
o Sebelum mengerjakan soal, bacalah terlebih dahulu dengan teliti
o Kerjakanlah dengan urutan langkah-langkah yang benar

SOAL:
1 c
. Hasil dari -8 x (-2) – 6 : (-2) = .... . Rp. 122.000,00

a b. Rp. 132.000,00
. -19 c. 5
d. Rp. 120.000,00
b
. -5 d. 19. 5. Panjang sisi-sisi suatu segitiga diketahui
berturut-turut p cm, 2p cm, dan (p + 4)
2. Seorang pedagang membeli TV bekas cm. Keliling segitiga tersebut adalah ....
dengan harga Rp. 450.000,00. TV
tersebut diperbaiki dengan biaya Rp. a
25.000,00. Jika ia menjualnya dengan . (4p + 4) cm c. (2p + 6) cm
memperoleh keuntungan 15%, maka
harga penjualannya adalah .... b
. (3p + 4) cm d. (2p + 2) cm
a
. Rp. 546.250,00 6. Luas layang-layang pada
gambar di atas adalah ....
b
. Rp. 526.200,00 a
. 40 cm2 c. 48 cm2
c
. Rp. 523.500,00 b
. 52 cm2 d. 60 cm2
d
. Rp. 482.125,00 7. Penyelesaian dari persamaan 6 – 2x =
5x + 20 dengan x variabel pada
3. Dua buah pecahan yang terletak antara himpunan bilangan bulat adalah ....
1 1
dan adalah ….
3 2 a. x = 1 c. x = –2

a b
5 6 3 4 .x=2 d. x = –1
.. dan . b. . dan .
12 12 8 9
8. Perhatikan gambar layang-
c layang PQRS!
7 8 4 5
. dan . d. . dan .
18 18 6 6

4. Pipit membeli 15 buku tulis seharga Rp. 


90.000,00. Yang harus dibayar pipit PQR : PSR = 2 : 3. Besar PQR adalah….
untuk 22 buku tulis adalah .... a. 520 c. 650
0
b. 58 d. 780
9. Perhatikan gambar !
a
. Rp. 150.000,00
N
ilai c adalah …. b

a
c
a b
. 1800 + a – b . garis tinggi

b c
. 1800 - a + b . garis berat

c d
0
. a + b - 180 . garis sumbu

d
0
. a – b + 180
14. Diagram panah di bwah ini yang
10. Sebuah mobil memerlukan 30 liter merupakan fungsi dari himpunan M ke
bensin unutk menempuh jarak 240 himpunan N adalah ....
km. Jika mobil berisi 20 liter bensin,
maka jarak yang dapat ditempuh a
adalah .... . M N c. M N

b. 360 km c.230 km
c. 160 km d. 150 km ● ● ● ●
● ● ● ●
● ● ● ●
11. Pemborong dapat menyelesaikan
pembangunan rumah selama 30 hari
dengan 15 pekerja. Karena suatu hal
pekerjaan harus selesai selama 25
hari. Berapa banyak pekerja yang
harus ditambah ?

a. 3 orang c. 15 orang b
b. 10 orang d. 18 orang . M N d. M N
12. Perhatikan gambar! hitung nilai x = …. ● ● ● ●
● ● ● ●
D C ● ● ● ●
a
0
. 23
65 5x
A 0 0 B b
. 650

c
. 750 15. Suatu fungsi dirumuskan f(x) = ax + b.
Jika f(-2) = 14 dan f(3) = -1, maka nilai
d f(x) adalah ....
0
. 115
a
. -13 c. 16

13. Pada gambar di bawah garis AD b


merupakan .... . 13 d. 19

a
. garis bagi
16. Suatu fungsi dirumuskan f(x) = 7x–1, penduduk di kecamatan tersebut 108.000
jika f(a) = 48 maka nilai a adalah .... jiwa. Berapa banyak penduduk yang
umurnya lebih dari 45 tahun?
a. 27.000 jiwa
a
b. 30.000 jiwa
. 14 b. 12
c. 32.000 jiwa
d. 36.000 jiwa
c
.8 d. 7

17. Diketahui f (x) = 2x – 3 , jika f (a) = 7, 22. Dalam suatu kelas terdapat 40 siswa
maka nilai a adalah .... gemar olah raga basket, 20 siswa
gemar olahraga volly dan 3 siswa tidak
a. 10 c. 4 gemar kedua olahraga tersebut.
b. 5 d. 2 Banyaknya siswa yang gemar olahraga
basket saja adalah ....
18. Pada fungsi linear f(x) = ax + b dengan
f(1) = 0 dan f(0) = –2, rumus fungsi f(x) a
= .... . 17 siswa c. 8 siswa

a b
.x–4 c. x + 3 . 12 siswa. d. 3 siswa

b
. 2x – 2 d. 2x + 5

19. Nilai rata-rata dari 39 anak adalah 45.


jika nilai Dewi digabung maka rata-
rata manjadi 46 berapa nilai Dewi ?

a
. 47 c. 85

b
. 61 d. 90

20. Median dari data dalam tabel frekuensi


di bawah ini adalah ....

Nilai

Frekuensi

a
. 6,0 c. 6,6

b
. 6,5 d. 7,0

21. Diagram di bawah merupakan data umur


penduduk di sebuah kecamatan. Jumlah
Lampiran A.2.1

KISI-KISI SOAL KEMAMPUAN BERPIKIR


KREATIF

Jenjang/ Mata
Pelajaran : SMP/ Matematika

Pokok Bahasan
: SPLDV

Kelas/ Semester
: VIII/ I

Standar Kompetensi : Memahami sistem persamaan linear


dua variabel dan menggunakannya
dalam pemecahan masalah

Kompetensi Dasar : Siswa dapat menyelesaikan


masalah yang berkaitan dengan
persamaan linier atau
pertidaksamaan linier satu variabel.

A I N
spek yang di Ukur o. Soal dan Ranah Kognitif
B P ndikator C C C C C C
erpikir Kreatif MR 1 2 3 4 5 6
K A S 1
efasihan/ lur iswa dapat
Kelancaran pengembangan mengemukakan/
(fluency) model mandiri menuliskan jawaban atau
penyelesaian masalah
menggunakan langkah-
langkah yang berkaitan
Sistem Persamaan Linier
Dua Variabel
K B S 2
eluwesan ermatematika iswa dapat menemukan
(flexibility) secara progresif jawaban/ penyelesaian
dan keterkaitan soal lebih dari satu cara
(interwining) (jawaban bervariasi)
berkaitan dengan SPLDV
P M S 3
enguraian enggunakan iswa dapat
(elaboration) model dan mengembangkan
bermatematika jawaban/ penyelesaian
secara progresif soal secara rinci berkaitan
dengan SPLDV
M S 4
H enemukan iswa dapat memberikan
al yang Baru kembali jawaban/ penyelesaian
(originality) soal yang unik dan luar
biasa berkaitan dengan
SPLDV

Keterangan: (C1) = aspek pengetahuan

(C2) = aspek pemahaman

(C3) = aspek penerapan

(C4) = Analisis

(C5) = sintesis

(C6) = evaluasi

Lampiran A.4.
PEDOMAN PENYEKORAN TES
KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF

K
R S
emampuan kreatif
eaksi terhadap soal/masalah kor
yang dinilai

K  Tidak menjawab 0
efasihan/ Kelancaran  Jawaban tidak lengkap atau cara yang dipakai
(fluency) tidak berhasil 1
 Paling tidak satu jawaban benar dan satu cara
digunakan untuk memecahkan soal
 Paling tidak dua jawaban benar diberikan dan
dua cara digunakan untuk memecahkan
masalah
 Seluruh cara dipakai untuk memecahkan 2
masalah dan benar

4
K  Tidak menjawab. 0
eluwesan (flexibility)  Memberi jawaban yang tidak beragam dan
salah. 1
 Memberi jawaban yang tidak beragam tetapi
benar.
 Memberi jawaban yang beragam tetapi salah.
 Memberi jawaban yang beragam dan benar.

3
4
P  Tidak menjawab 0
enguraian  Memberi jawaban yang tidak rinci dan salah.
(elaboration)  Memberi jawaban yang tidak rinci tetapi hasil 1
benar.
 Memberi jawaban yang rinci tetapi hasil
salah.
 Memberi jawaban yang rinci dan hasil benar. 2

4
H  Tidak menjawab. 0
al yang Baru  Cara yang digunakan bukan merupakan solusi
masalah 1
(  Cara yang dipakai belum merupakan cara yang
originality) unik
 Cara yang dipakai merupakan cara yang unik
tetapi hasil salah 2
 Cara yang dipakai merupakan cara yang unik
dan hanya dipakai oleh sedikit siswa dan hasil
benar.
3

Lampiran A.5.

TES KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF


Satuan Pendidikan : SMP

Mata Pelajaran : Matematika

Materi Pokok : Sistem


Perasamaan Linear Dua Variabel (SPLDV)

Kelas/ Semester : VIII/ I

Alokasi Waktu : 80 Menit

Petunjuk:

o Tulislah nama, kelas, dan nomor indukmu pada lembar jawaban yang disediakan.
o Sebelum mengerjakan soal, bacalah terlebih dahulu dengan teliti.
o Kerjakanlah dengan urutan langkah-langkah yang benar.

SOAL:
5. Fia bermaksud membeli buah jeruk dan buah apel. Dia
merencanakan membeli sebanyak 10 buah. Ada tiga cara yang bisa digunakan untuk
menentukan buah yang dapat dibeli oleh Fia, yaitu cara metode berurutan, grafik dan
substitusi.

a. Dengan menggunakan ketiga cara di atas,


tentukan berapa buah dari masing-masing buah
jeruk dan buah apel yang dapat dibeli oleh Fia?

b. Jika Fia ingin menambah buah sebanyak 30 buah


lagi, berapa masing-masing buah yang dapat
dibeli oleh Fia? kerjakan dengan menggunakan
ketiga cara tersebut di atas.

6. Zahra mentraktir dua


kelompok temannya di kantin sekolah yaitu teman dari
kelas VII dan kelas VIII, teman dari kelompok kelas
VII menghabiskan 2 mangkok bakso dan 4 gelas jus
pokat dengan harga Rp 23.000 sedangkan teman dari
kelompok kelas VIII menghabiskan 2 mangkok bakso dan 4
gelas jus pokat dengan harga Rp 19.000.

a. Ada berapa carakah yang kamu ketahui untuk


menentukan harga 1 mangkok bakso dan 1 gelas jus
pokat?
b. Jelaskan jawabanmu dengan menggunakan beberapa
cara yang kamu ketahui!
7. Alfi memiliki sebuah berangkas uang berisi 1350 lembar
uang kertas yang terdiri atas uang dua puluh ribu dan
uang lima puluh ribu. Nilai seluruhnya adalah Rp.
43.500.000,00.
a. Mana yang lebih banyak lembaran Rp. 20.000,00an
atau Rp. 50.000,00an?
b. Berapa banyak lembaran masing-masing uang Alfi
tersebut? Jelaskan jawabanmu secara rinci!

8. Pada sebuah
tempat parkir terdapat 120 kendaraan yang
terdiri atas sepeda motor dan mobil. Setelah
dihitung jumlah roda seluruhnya ada 380
buah. Jika tarif parkir untuk sepeda motor
Rp1.000,00 dan untuk mobil Rp2.000,00.
Gunakan caramu sendiri untuk menetukan
berapa besar uang yang diterima tukang
parkir!
Lampiran A.6.

KUNCI JAWABAN PRETES KEMAMPUAN


BERPIKIR KREATIF

N Kunci jawaban S
o. kor
Diketahui: 4
1.
Buah jeruk + Buah apel =
10 buah

Misal:

x= Buah jeruk

y= Buah apel

sehingga kita peroleh


persamaan x + y = 10

Fluency (kelancaran)

Ada tiga cara yang dapat


digunakan untuk mengetahui banyak buah yang di beli Fia, yaitu dengan cara :
 Pasangan berurutan
 Grafik
 substitusi
a. Dengan menggunakan ketiga cara di
atas, tentukan berapa buah masing-masing buah jeruk dan buah apel yang
dapat dibeli oleh Fia?
 Dengan metode pasangan berurutan:
9
0 1 2 3 4 5 6 7 8
X 0
1
Y 9 8 7 6 5 4 3 2 1
0
x 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
+y 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
 Dengan Grafik
x + y = 10
untuk x =0, maka 0
+ y = 10 y = 10 ( 0,10)
untuk y =0, maka x
+ 0 = 10 x = 10 ( 10,0)

( (
1
0,10) 6,4)
0
( (

1 1,9) 7,3)

 Metode Substitusi 0
Dari persamaan x +
y = 10
Jika x = 1 1
+ y = 10 y=9
Jika x = 2 2
+ y = 10 y=8
Jika x = 3 3
+ y = 10 y=7
Jika x = 4 4
+ y = 10 y=6
Jika x = 5 5
+ y = 10 y=5
Jika x = 6 6
+ y = 10 y=4
Jika x = 7 7
+ y = 10 y=3
Jika x = 8 8
+ y = 10 y=2
Jika x = 9 9
+ y = 10 y=1
Jika x = 9 10
+ y = 10 y=0

Jadi buah yang dapat


dibeli adalah 1 buah jeruk dan 9 buah apel atau 2 buah jeruk dan 8 buah
apel atau 3 buah jeruk dan 7 buah apel dan lainnya.

b. Jika Fia ingin menambah buah


sebanyak 30 buah lagi, berapa masing-masing buah yang dapat dibeli oleh Fia?
kerjakan dengan menggunakan ketiga cara tersebut di atas.
 Dengan metode pasangan berurutan:
9
0 1 2 3 4 5 6 7 8
X 0
3 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Y
0 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
x 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
+y 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
 Dengan Grafik
x + y = 30
untuk x =0, maka 0
+ y = 10 y = 30 ( 0,30)
untuk y =0, maka x
+ 0 = 10 x = 30 ( 30,0)

( (
3
0,30) 6,24)
0
( (

1,29) 7,23)
3
 Metode substitusi:
0 Dari persamaan x +
y = 30
Jika x = 1 1
+ y = 30 y = 29
Jika x = 2 2
+ y = 30 y = 28
Jika x = 3 3
+ y = 30 y = 27
Jika x = 4 4
+ y = 30 y = 26
Jika x = 5 5
+ y = 30 y = 25
Jika x = 6 6
+ y = 30 y = 24
Jika x = 7 7
+ y = 30 y = 23
Jika x = 8 8
+ y = 30 y = 22
Jika x = 9 9
+ y = 30 y = 21
Jika x = 9 10
+ y = 30 y = 20
Jadi buah yang dapat
dibeli adalah 1 buah jeruk dan 29 buah apel atau 2 buah jeruk dan 28
buah apel atau 3 buah jeruk dan 27 buah apel dan lainnya.

2 Flexibility (keluesan) 4
.
Diketahui:
Ditanya :

Dan

Penyelesaian:

Misal: x = harga 1
mangkok bakso

y = harga 1
gelas jus alpokat
Persamaan
Matematikanya: 2x + 4y = 23.000....................(1)

2x + 3y = 19.500....................(2)
a. Ada empat
cara menentukan besarnya uang masing-masing:
1. Eliminasi
2. Substitusi
3. Gabungan eliminasi dan substitusi
4. gambar
1. Metode Eliminasi:
Eliminasi y pada
persamaan (1) dan (2)
2x +4 y = 23.000
2x + 3y = 19.500 –
y = 3.500

Eliminasi x pada
persamaan (1) dan (2)
2x + 4y = 23.000 x3
6x + 12y = 69.000
2x + 3y = 19.500 x4
8x +12y = 78.000 -

-2x = -9.000

x = 4.500
maka diperoleh x =
4.500 dan y = 3.500 atau harga 1 mangkok bakso adalah Rp 4.500
dan 1 gelas jus alpokat Rp. 3.500

2. Metode Substitusi:

Langkah pertama,
tuliskan masing-masing persamaan dalam bentuk persamaan (1) dan
(2).

2x + 4y =
23.000....................(1)
2x + 3y =
19.500....................(2)

langkah kedua, pilih


salah satu persamaan, misalkan persamaan (1). Kemudian, nyatakan
salah satu variabelnya dalam bentuk variabel lainnya.

2x + 4y = 23.000

2x = 23.000-4y … (3)

Langkah ketiga, nilai


variabel x pada persamaan (3) menggantikan variabel x pada

persamaan (2).

2x + 3y =
19.500

23.000-4y + 3 y =
19.500

-4y+3y =
19.500-23.000

-y =
-3.500

y=
3.500

karena 2x = 23.000-
4y maka substitusikan y = 3.500 ke 2x = 23.000-4y:

2x = 23.000-4y
2x = 23.000 – 4
(3.500)

2x = 23.000 – 14.000

2x = 9.000

x = 4.500

Langkah keempat,
menentukan penyelesaian SPLDV tersebut.

Dari uraian diperoleh


nilai x = 4.500 dan y = 3.500. Jadi, dapat dituliskan Hp = {(4.500,
3.500)}
harga 1 mangkok
bakso adalah Rp 4.500 dan 1 gelas jus pokat Rp. 3.500

3. Cara Gabungan
Eliminasi y pada
persamaan (1) dan (2)
2x +4 y = 23.000
2x + 3y = 19.500 –
y = 3.500
substitusikan y =
3.500 ke persamaan (1) atau (2):
2x + 4(3.500) =
23.000
2x + 14.000 =
23.000
2x =
23.000 – 14.000
2x =
9.000
x=
4.500
jadi diperoleh nilai x =
4.500 dan y = 3.500. Jadi, dapat dituliskan Hp = {(4.500, 3.500)}
harga 1 mangkok
bakso adalah Rp 4.500 dan 1 gelas jus pokat Rp. 3.500
4. Cara Gambar
R

R
R

R
R

Rp 4.500 Rp 4.500
Rp 3.500 Rp 3.500

Rp. 3.500

Jadi, = Rp
4.500 dan = Rp 3.500
Atau harga 1
mangkok bakso adalah Rp 4.500 dan 1 gelas jus pokat Rp. 3.500

3 Elaborasi (Kejelasan) 4
.
Diketahui : berangkas uang
berisi 1350 lembar uang kertas, terdiri atas uang dua puluh ribu dan uang
limapuluh ribu

Nilai seluruhnya adalah Rp.


43.500.000,00.

a. Mana yang lebih banyak lembaran Rp. 20.000,00 –an atau Rp. 50.000,00an?
 Strategi coba-coba

1 1 1 1 1
350 350 350 350 350
2 1 9 8 7 6
0.000 000 00 00 00 00
5 3 4 5 6 7
0.000 50 50 50 50 50
4 3 4 4 4 4
3,5 juta 7,5 juta 0,5 juta 3,5 juta 6,5 juta 9,5 juta

Berdasarkan hasil coba-


coba tersebut bisa disimpulkan bahwa lembaran Rp. 20.000-an ada 800
lembar sedangkan Rp. 50.000-an ada 550 lembar.

 Metode eliminasi dan substitusi


Dengan menggunakan
konsep penyelesaian sistem persamaan linier, persoalan tersebut bisa
diselesaikan juga dengan eliminasi atau yang lainnya.
Dengan membuat sebuah
model matematika :
Misal: x = banyak
lembaran uang 20.000-an
y = banyak
lembaran uang 50.000-an
sistem persamaan yang
terbentuk:
x + y = 1350...........(1)
20.000x + 50.000y =
43.500.000 200x + 500y = 435.000.......(2)

Eliminasi x pada
persamaan (1) dan (2)
x+ y = 1350
x 200 200x + 200y = 270.000
200x + 500y = 435.000
x1 200x + 500y = 435.000 -

- 300y = - 165.000

y = 550
Substitusikan y = 550
x+y = 1350

x + 550 = 1350

x = 800
Berdasarkan hasil yang
diperoleh berarti lembaran terbanyak adalah uang Rp. 20.000,-an
Lembaran masing-masing:
Rp. 20.000,- an ada 800
lembar
Rp. 50.000,-an ada 550
lembar

Strategi jawaban yang


pertama dengan menduga-duga dari banyaknya lembaran yang ada
kemudian disesuaikan dengan nilai uang keseluruhan. Strategi jawaban
yang kedua dengan menggunakan konsep solusi (metode eliminasi) dari
sistem persamaan linier satu variabel

b. Berapa banyak lembaran masing-masing uang Alfi tersebut?


Apabila seluruh uang
ini dijumlahkan, maka nilai seluruhnya adalah:
Rp 20.000 x 800 = Rp.
16.000.000
Rp 50.000 x 550 = Rp.
27.500.000 +
Rp.
43.500.000
Jadi uang Alfi yang ada di
dalam brangkas tersebut sebanyak
Rp 43.500.000
4 Originality (Keaslian) 4
.
Menentukan banyak
motor dan mobil yang terdapat di tempat parkir, tanpa menggunakan
prosedur yang biasa.
Setelah menemukan
jawaban ini, seharusnya siswa mampu memecahkan masalah tersebut
dengan cara lain.
Diketahui : motor +
mobil = 120
Roda
motor + roda mobil = 380
Besar
parkir motor = 1000
Besar
parkir mobil = 2000
Ditanya : total uang
parkir=...?
Masalah tersebut
dapat diselesaikan dengan beberapa alternatif jawaban sebagai berikut:

b. Dengan metode substitusi (metode biasa)


x + y = 120 .........(1)
x = 120 - y

dan 2x + 4y = 380............
(2)

substitusi x = 120 – y ke
persamaan 2x + 4y = 380

2(120 – y) + 4y =
380

240 – 2y + 4y =
380

2y = 140

y = 70

y = 70 substitusikan ke x
= 120 – y x = 120 – 70 = 50

Jadi, jumlah motor ada


50 dan mobil ada 70.
Jika tarif motor 1000
dan mobil 2000, maka besar uang yang diterima tukang parkir adalah
sebagai berikut:
(50 x 1000) + (70 x
2000) = 50.000 + 140.000

= 190.000
Jadi besar uang yang
diterima tukang parkir adalah Rp. 190.000,-

c. Langkah coba – coba atau menebak (metode tidak biasa)


Untuk mencari berapa
banyak motor dan mobil, digunakan tabel sebagai berikut:

M J
M
obil umlah
otor
R
J R J R oda
umlah oda umlah oda
3 6 9 3 4
0 0 0 60 20
3 7 8 3 4
5 0 5 40 10
4 8 8 3 4
0 0 0 20 00
4 9 7 3 3
5 0 5 00 90
5 1 7 2 3
0 00 0 80 80 (benar)
Dari tabel di atas,
terlihat bahwa jumlah semua roda 380 dengan jumlah roda motor 100
dan jumlah roda mobil 280.
Jadi, jumlah motor ada
50 dan mobil ada 70.
Jika tarif motor 1000
dan mobil 2000, maka besar uang yang diterima tukang parkir adalah
sebagai berikut:
(50 x 1000) + (70 x
2000) = 50.000 + 140.000

= 190.000
Jadi besar uang yang
diterima tukang parkir adalah Rp. 190.000,-

d. Dengan menggunakan gambar (metode tidak biasa)


Misalnya 120 diwakili
oleh 12 dan 380 diwakili oleh 38, kemudian siswa menggambar 12
segi empat yang dianggap sebagai motor dan mobil.

Semua roda ada

38 atau mewakili 380 dengan jumlah motor adalah 5 mewakili 50

dan jumlah mobil 7 mewakili 70.

Jadi, jumlah

motor adalah 50 dan jumlah mobil adalah 70.


Lampiran A.7.

KISI-KISI SOAL PEMECAHAN MASALAH


MATEMATIK

Jenjang/ Mata Pelajaran


: SMP/ Matematika

Pokok Bahasan
: Sistem Persamaan Linier Dua Variabel

Kelas
: VIII
Alokasi Waktu
: 80 Menit

Standar Kompetensi : Memahami sistem persamaan linear dua


variabel dan menggunakannya dalam
pemecahan masalah

Kompetensi Dasar : Siswa dapat menyelesaikan masalah yang


berkaitan dengan persamaan linier atau
pertidaksamaan linier satu variabel.

A N
spek yang di Ukur o. Soal dan Ranah Kognitif
I
P
P ndikator C C C C C C
emecahan
MR 1 2 3 4 5 6
Masalah
K K S 1
emampuan emampuan iswa dapat menyebutkan a,2
memahami memahami dan apa yang diketahui dan a,3
masalah mengaitkan apa yang ditanyakan a,4
masalah dalam suatu masalah a
dengankehidup serta dapat menyajikan
an sehari-hari yang diketahui dalam
atau dapat urutan yang tepat dan
membayangkan mudah dipahami yang
nya berkaitan dengan SPLDV
M M S 1
embuat embuat model iswa dapat membuat b,2
rencana of dan model model atau menentukan a,3
penyelesaian for rumus dan menentukan b,4
langkah-langkah untuk b,
menyelesaikan SPLDV
M M S 1
elaksanakan enyelesaikan iswa dapat c,2,
penyelesaian masalah secara menyelesaikan model 3c,
(melakukan informal/ formal atau menggunakan rumus 4,
perhitungan) serta membuat untuk menyelesaikan
keterkaitannya masalah, dan memaknai
(intertwining) hasil yang diperoleh
berkaitan dengan SPLDV
M S 1
M elakukan iswa dapat memeriksa d,2,
emeriksa refleksi kembali kebenaran model 3d,
kembali atau rumus yang 4d,
langkah- digunakan, langkah-
langkah penyelesaian dan
langkah hasil yang diperoleh yang
pengerjaan berkaitan dengan SPLDV
dan hasil yang
diperoleh

Keterangan: (C1) = aspek pengetahuan (C4) = Analisis

(C2) = aspek pemahaman (C5) = sintesis

(C3) = aspek penerapan (C6) = evaluasi

Lampiran A.8.

PEDOMAN PENYEKORAN TES


KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK

K
emampuan Reaksi S
pemecahan masalah terhadap soal/masalah kor
yang dinilai
M  Tidak menuliskan apa yang diketahui dan apa yang 0
emahami masalah ditanyakan
 Salah menuliskan yang diketahui dan yang ditanyakan
 Menuliskan apa yang diketahui dan apa yang
ditanyakan tetapi salah
1
 Menuliskan apa yang diketahui dan apa yang
ditanyakan dengan benar dan lengkap

2
3
M  Tidak menuliskan rumus 0
erencanakan  Menggunakan rumus tetapi salah atau tidak dapat
penyelesaian dilanjutkan 1
 Menggunakan rumus yang benar dan mengarah pada
jawaban yang benar pula

2
M  Tidak menuliskan penyelesaian 0
enyelesaikan masalah  Menuliskan aturan penyelesaian dengan hasil salah dan
sesuai rencana tidak tuntas
 Menuliskan aturan penyelesaian dengan hasil salah
tetapi tuntas
1
 Menuliskan aturan penyelesaian dengan hasil benar
tetapi tidak tuntas
 Menuliskan aturan penyelesaian dengan hasil benar dan
tuntas
2

4
M  Tidak ada pemeriksaan atau tidak ada keterangan 0
elakukan Pengecekan  Menuliskan pemeriksaan yang salah
 Menuliskan pemeriksaan benar tetapi tidak lengkap
 Menuliskan pemeriksaan secara benar dan lengkap
1

Lampiran A.9.
TES KEMAMPUAN PEMECAHAN
MASALAH MATEMATIK

Satuan Pendidikan : SMP

Mata Pelajaran : Matematika

Materi Pokok : Sistem


Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV)

Kelas/ Semester : VIII/ I

Alokasi Waktu : 80 Menit

Petunjuk:

o Tulislah nama, kelas, dan nomor indukmu pada lembar jawaban yang disediakan.
o Sebelum mengerjakan soal, bacalah terlebih dahulu dengan teliti.
o Kerjakanlah dengan urutan langkah-langkah yang benar.

SOAL:

1. Putra adalah seorang pedagang hewan ternak. Seorang pelanggan bernama Syifah membeli
6 ekor kambing dan 4 ekor sapi seharga Rp19.600.000,00. Dan pelanggan kedua bernama
Dzaky membeli 8 ekor kambing dan 3 ekor sapi seharga Rp16.800.000,00.

a. Informasi apa yang dapat kamu pahami dari


permasalahan di atas?
b. Bagaimana cara menghitung harga sapi dan
kambing?
c. Berapakah harga 1 ekor kambing dan 1 ekor sapi?
d. Jika ada orang yang menyatakan harga 1 ekor
kambing dan satu ekor sapi masing-masing adalah
Rp 700.000 dan Rp 2.000.000. Menurut kamu,
apakah jawaban tersebut benar atau tidak?
Jelaskan jawaban kamu!

2. Radit dan Ihsan adalah dua kakak beradik. Saat ini umur Radit 2 tahun lebih tua daripada
umur Ihsan. Hari ini Ihsan genap berusia 5 tahun.
a. Informasi apa yang dapat kamu pahami dari
permasalahan di atas?
b. Bagaimana cara menghitung umur mereka?
c. Berapakah umur Radit sekarang?
d. Menurut Azmi umur Radit adalah 7 tahun
sedangkan menurut Muthia umur Radit
adalah 10 tahun. Siapakah yang benar?
Berikan alasanmu!

3. Pak Ikhwan memiliki sebidang tanah berukuran panjang 8 meter lebih panjang dari pada
lebarnya. Keliling sebidang tanah pak Ikhwan tersebut adalah 44 m 2.

a. Informasi apa yang dapat kamu pahami dari


permasalahan diatas?
b. Bagaimana cara menghitung panjang dan lebar
tanah Pak Ikhwan tersebut?
c. Berapakah luas tanah Pak Ridwan?
d. Menurut Evi luas tanah Pak Ridwan adalah 115
m2 sedangkan menurut Rika luas tanah Pak
Ridwan adalah 107 m2. Menurut kamu,
pendapat siapakah yang benar? Jelaskan
alasanmu!
Lampiran A.10.

KUNCI JAWABAN PRETES KEMAMPUAN


PEMECAHAN MASALAH

N Kunci jawaban S
o. kor
1 a. Diketahui : harga 6 ekor kambing dan 4 ekor sapi= Rp19.600.000,00
.
harga 8 ekor kambing dan 3 ekor sapi= Rp16.800.000,00

Ditanya : harga harga 7 ekor kambing dan 5 ekor sapi=...?

Data tersebut cukup untuk mengetahui untuk menghitung harga sapi dan
kambing

b. Cara mengetahui harga seekor sapi dan seekor kambing adalah


sebagai berikut :

o Misalkan: x = harga seekor kambing


y = harga
seekor sapi
 Membuat persamaan matematikanya :6x+4y = 19.600.000

8x+3y = 16.800.000
o Mencari nilai x dan y

c. Menentukan harga seekor kambing dan seekor sapi dengan


menyelesaikan system persamaan:
6x+4y = 19.600.000 (x 3) 18 x + 12y = 58.800.000

8x+3y = 16.800.000 (x 4) 32 x + 12y = 67.200.000 -

-14 x =- 8.400.000

x = 600.000

substitusi x = 600.000 ke persamaan 6x+4y = 19.600.000

6(600.000)+4y = 19.600.000

4y = 19.600.000 – 6(600.000)

4y = 19.600.000 – 3.600.000

4y = 16.000.000

y = 4.000.000

Jadi harga harga seekor kambing = Rp. 600.000 dan harga

seekor sapi = Rp. 4.000.000

e. Pendapat Ardi dan Heni keduanya adalah salah.


Bukti:
- pendapat Ardi
Misalkan: x = harga
seekor kambing
y = harga
seekor sapi

6x+4y = 19.600.000 (x 3) 18 x + 12y = 58.800.000

8x+3y = 16.800.000 (x 4) 32 x + 12y = 67.200.000 -

-14 x =- 8.400.000

x = 600.000

harga seekor kambing adalah Rp600.000 ≠ Rp700.000

substitusi x = 600.000 ke persamaan 6x+4y = 19.600.000

6(600.000)+4y = 19.600.000
4y = 19.600.000 – 6(600.000)

4y = 19.600.000 – 3.600.000

4y = 16.000.000

y = 4.000.000

harga seekor sapi adalah


Rp4.000.000 ≠ Rp2.000.000
- pendapat Heni
Misalkan: x = harga
seekor kambing
y = harga
seekor sapi

6x+4y = 19.600.000 (x 3) 18 x + 12y = 58.800.000

8x+3y = 16.800.000 (x 4) 32 x + 12y = 67.200.000 -

-14 x =- 8.400.000

x = 600.000

harga seekor kambing adalah Rp600.000 ≠ Rp650.000

substitusi x = 600.000 ke persamaan 6x+4y = 19.600.000

6(600.000)+4y = 19.600.000

4y = 19.600.000 – 6(600.000)

4y = 19.600.000 – 3.600.000

4y = 16.000.000

y = 4.000.000

harga seekor sapi adalah


Rp4.000.000 ≠ Rp4.500.000

2 a. Data tersebut cukup untuk mengetahui untuk menghitung harga beras


. dan beras ketan

b. Cara mengetahui umur mereka:


o Misalkan: a = umur Radit sekarang
b = umur Ihsan
sekarang
 Membuat persamaan matematikanya : a = 2 + b

b=5
o Mencari a

c. Menentukan umur Radit:

Substitusi b = 5 ke persamaan a = 2 + b

a=2+5

a=7

Jadi umur Radit adalah 7 tahun.

d. Jawaban Azmi benar a = 2 + b

a = 2
+5

a=7

Sedangkan jawaban Muthia salah a = 2 + b

a=2+5

a = 7 ≠ 10 tahun

umur Radit adalah bukan 10


tahun
3 a. Diketahui : Panjang = 8 m lebihnya dari lebar
.
Keliling = 2(panjang) + 2(lebar) = 44 m

Ditanya : luas = .....? dan Total biaya (Rp. 1.000.000/ m2)

b. Cara mengetahui luas lahan adalah sebagai berikut :

o Misalkan: p = Panjang
l = lebar
 Membuat persamaan matematikanya : p = 8 + l

2p + 2l = 44
o Mencari nilai p dan l
o Luas = p x l
o Harga lahan = luas x harga persegi

c. Menentukan luas lahan adalah dengan mencari panjang dan lebar:

- untuk mencari lebar


lahan:
p = 8 + l, substitusikan
ke persamaan 2p + 2l = 44
2p + 2l = 44
2(8 + l) + 2l = 44
16 +2l + 2l = 44
16 + 4l = 44
4l = 44 – 16
4l = 28
l=7
jadi, lebar lahan adalah
7 meter
a. untuk mencari panjang lahan
l = 7, substitusikan ke
persamaan p = 8 + l
p=8+l
p=8+7
p = 15
jadi panjang lahan
adalah 15 meter

Luas = p x l

= 15 x 7

= 105

Jadi, luas lahan adalah 105 m2

d. Pendapat Evi dan Rika adalah


salah
Bukti:
- untuk mencari lebar
lahan:
p = 8 + l, substitusikan
ke persamaan 2p + 2l = 44
2p + 2l = 44
2(8 + l) + 2l = 44
16 +2l + 2l = 44
16 + 4l = 44
4l = 44 – 16
4l = 28
l=7
jadi, lebar lahan adalah
7 meter
b. untuk mencari panjang lahan
l = 7, substitusikan ke
persamaan p = 8 + l
p=8+l
p=8+7
p = 15
jadi panjang lahan
adalah 15 meter

Luas = p x l

= 15 x 7

= 105

Jadi, luas lahan adalah


105 m2 ≠ 115 m2 dan juga tidak sama dengan 107 cm2

Anda mungkin juga menyukai