Oleh :
WENIE
2017.C.09a.0913
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................
KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.1 Latar Belakang........................................................................................
1.1.2 Rumusan Masalah...................................................................................
1.1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................
1.1.4 Manfaat Penulisan...................................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit Tuberkulosis Paru...................................................
2.1.1 Definisi....................................................................................................
2.1.2 Anatomi Fisiologi....................................................................................
2.1.3 Etilogi......................................................................................................
2.1.4 Klasifikasi................................................................................................
2.1.5 Patofisologi (Patway)...............................................................................
2.1.6 Manifestasi Klinis...................................................................................
2.1.7 Komplikasi..............................................................................................
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
Dari latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka penulisan tertarik
mengambil judul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Tn.J
Dengan Diagnosa Medis Tuberculosis Paru Di Ruang IGD RSUD Dr. Doris
sylvanus Palangka Raya”
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang
merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang 9 dapat menahan tekanan.
Ventilasi membutuhkan gerakan dinding sangkar toraks dan dasarnya yaitu
diafragma. Bagian terluar paru-paru dikelilingi oleh membran halus, licin, yang
meluas membungkus dinding anterior toraks dan permukaan superior diafragma.
Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua bagian,
mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktur toraks kecuali
paru-paru terletak antara kedua lapisan pleura. Setiap paru dibagi menjadi lobus-
lobus. Paru kiri terdiri dari lobus bawah dan atas, sementara paru kanan
mempunyai lobus atas, tengah, dan bawah. Setiap lobus lebih jauh dibagi lagi
menjadi dua segmen yang dipisahkan oleh fisura, yang merupakan perluasan
pleura. Terdapat beberapa divisi bronkus didalam setiap lobus paru. Pertama
adalah bronkus lobaris yaitu tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri. Bronkus
lobaris dibagi menjadi bronkus segmental terdiri dari 10 pada paru kanan dan 8
pada paru kiri, bronkus segmental kemudian dibagi lagi menjadi subsegmental,
bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfatik dan saraf.
Bronkus segmental membentuk percabangan menjadi bronkiolus yang tidak
mempunyai kartilago pada dindingnya, bronkus dan bronkiolus juga dilapisi oleh
sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh “rambut” pendek yang disebut silia.
Bronkiolus kemudian membentuk percabangan yaitu bronkiolus terminalis ,
kemudian bronkus terminalis menjadi bronkus respiratori , dari bronkiolus
respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar
11
kemudian alveoli. Paru terbentuk dari 300 juta alveoli, yang tersusun dalamkluster
antara 15 – 20 alveoli, begitu banyaknya alveoli sehingga jika mereka bersatu
untuk membentuk satu lembar, akan menutupi area 70 meter persegi yaitu
seukuran lapangan tenis (Smeltzer dan Bare,2002). Penjelasan tentang anatomi
paru-paru yang telah dipaparkan diatas akan lebih jelas pada gambar 2.2 .
2.1.2.2 Fisiologi
Menurut Price dan Wilson (2016) proses pernafasan dimana oksigen
dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan karbondioksida
dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga proses . Proses yang
pertama yaitu ventilasi, adalah masuknya campuran gas-gas ke dalam dan ke luar
paru-paru. Proses kedua, transportasi yang terdiri dari beberapa aspek yaitu difusi
gas-gas antar alveolus dan kapiler (respirasi eksternal), distribusi darah dalam
sirkulasi pulmonal. Proses ketiga yaitu reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan
karbondioksida dengan darah.
2.2.2.1 Ventilasi Ventilasi adalah pergerakan udara masuk dan keluar dari paru
karena terdapat perbedaan tekanan antara intrapulmonal (tekanan
intraalveoli dan tekanan intrapleura) dengan tekanan intrapulmonal lebih
tinggi dari tekanan atmosfir maka udara akan masuk menuju ke paru,
disebut inspirasi. Bila tekanan intapulmonal lebih rendah dari tekanan
atmosfir maka udara akan bergerak keluar dari paru ke atmosfir disebut
ekspirasi.
2.2.2.2 Transportasi oksigen Tahap kedua dari proses pernafasan mencakup
proses difusi di dalam paru terjadi karena perbedaan konsentrasi gas yang
terdapat di alveoli kapiler paru, oksigen mempunyai konsentrasi yang
tinggi di alveoli dibanding di kapiler paru, sehingga oksigen akan
berdifusi dari alveoli ke kapiler paru. Sebaliknya, karbondioksida
mempunyai konsentrasi yang tinggi di kapiler paru dibanding di alveoli,
sehingga karbondioksida akan berdifusi dari kapiler paru ke alveoli.
12
2.1.3 Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacerium tuberkulosis, sejenis kuman
batang dengan ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3 – 0,6/um, sebagian besar
kuman terdiri atas lemak (lipid), peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah
yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam sehingga disebut Bakteri Tahan
Asam (BTA), kuman dapat bertahan hidup pada udara kering maupun dalam
keadaan dingin, hal ini karena kuman bersifat dormant, yaitu kuman dapat aktif
kembali dan menjadikan 12 tuberkulosis ini aktif lagi. Sifat lain adalah aerob,
yaitu kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi oksigennya (Sudoyo, 2007).
Tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui udara.
Individu terinfeksi, melalui berbicara, batuk, bersin, tertawa atau bernyanyi,
melepaskan droplet besar (lebih besar dari 100 ) dan kecil ( 1- 5 ). Droplet yang
besar menetap, sementara droplet yang kecil tertahan di udara dan terhirup oleh
individu yang rentan. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang TB aktif,
mempunyai resiko untuk tertular tuberkulosis, hal ini juga tergantung pada
banyaknya organisme yang terdapat di udara (Smeltzer dan Bare, 2017) .
2.1.4 Klasifikasi
13
TBC Aktif
TBC Pasif
Fase laten terjadi ketika tubuh sudah didiami bakteri TB namun
sistem kekebalan tubuh sedang baik, sehingga sel darah putih dapat
melawan bakteri. Dengan demikian, bakteri tidak menyerang dan tubuh
14
TBC MDR
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular akibat infeksi bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Orang yang kena tuberkulosis (TBC) harus
disiplin menjalani pengobatan. Pasalnya, jika tidak mematuhi aturan
minum obat TBC dengan benar, kondisi pasien bisa memburuk dan
mengalami resistansi (kebal) obat antibiotik atau disebut juga dengan TB
MDR (multiple drug resistant).
Kondisi resistan antibiotik menandakan bakteri tidak lagi
terpengaruh dengan reaksi antibiotik. Akibatnya, obat-obatan yang
diberikan tidak lagi mempan untuk menyembuhkan infeksi bakteri.
Saat seseorang resistan terhadap obat antituberkulosis, pengobatan
menjadi lebih kompleks sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama
untuk sembuh. Pengobatan untuk tuberkulosis MDR juga memiliki efek
samping yang lebih berat.
Pasien yang mengalami TB MDR biasanya adalah pasien yang
kebal terhadap obat TBC lini pertama, yaitu isoniazid (INH) dan
rifampisin. Kedua antibiotik ini bekerja paling efektif menghentikan
infeksi bakteri penyebab tuberkulosis. Namun, tidak menutup
kemungkinan jika pasien juga bisa resistan terhdap terhadap obat-obatan
lini pertama lainnya, seperti etambutol, streptomisin, dan pirazinamid.
15
2.1.3 Patofisiologi
Penularan TB Paru terjadi karena kuman mycobacterium tuberculosis,
dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel
infeksi ini dapat hidup dalam udara bebas selama kurang lebih 1-2 jam,
tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan
kelembaban. Suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari– hari sampai
berbulan–bulan. Bila partikel ini terhisap oleh orang sehat maka ia akan
menempel pada jalan nafas atau paru–paru.
Partikel dapat masuk ke dalam alveolar, bila ukuran vartikel kurang dari 5
mikrometer. Kuman akan dihadapi terlebih dulu oleh neutropil, kemudian baru
oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan dibersihkan oleh makrofag keluar
dari cabang trakea bronkhial bersama gerakan sillia dengan sekretnya. Bila kuman
menetap di jaringan paru maka ia akan tumbuh dan berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya.
Kuman yang bersarang ke jaringan paru akan berbentuk sarang
tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau efek primer atau
sarang ghon (fokus). Sarang primer ini dapat terjadi pada semua jaringan paru,
bila menjalar sampai ke pleura maka terjadi efusi pleura. Kuman dapat juga
masuk ke dalam saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit.
Kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar keseluruh organ, seperti
paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke dalam arteri pulmonalis maka terjadi
penjalaran keseluruh bagian paru dan menjadi TB milier.
Sarang primer akan timbul peradangan getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal), dan diikuti pembesaran getah bening hilus (limfangitis
regional). Sarang primer limfangitis lokal serta regional menghasilkan komplek
primer (range). Proses sarang paru ini memakan waktu 3–8 minggu.
16
WOC TB PARU
Kuman TB
Batuk,Bersin
TB Paru
Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul
peradagan menjadi produktif(menghasilkal sputum).keadaan yang lanjut adalah berupa
batuk darah karena terdapat pembuuh darah yang pecah.kebanyakan batuk darah pada
tuberkulusis terjadi pada kavitas,tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
Batuk darah berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar
dalam jumlah banyak
c. Sesak nafas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltrasinya sudah setengah
bagian paru-paru.
d. Nyeri dada
Gejala ini sedikit jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasinya radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis, terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya. Nyeri dada pada TB paru termasuk
nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura
terkena.
e. Wheezing
Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang disebabkan oleh sekret,
peradangan jaringan granulasi dan ulserasi.
2. Gejala sistemik meliputi:
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip
dengan demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya
sedang masa bebas serangan makin pendek
b. Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan, serta
malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu sampai bulan,
akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak nafas walaupun jarang dapat
juga timbul menyerupai pneumonia.
20
2.1.7 Komplikasi
Menurut Depkes RI (2017), komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tuberculosis
paru stadium lanjut yaitu :
2.2.7.1 Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.
2.2.7.2 Atelektasis (parumengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat
retraksi bronchial.
2.2.7.3 Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat
pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
2.2.7.4 Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
2.2.8.1 Pemeriksaan laboratorium
a. Aksi Tes TuberkulinIntradermal( Mantoux).
Tes mantoux adalah dengan menyuntikan tuberculin (PPD) sebanyak 0,1 ml
mengandung 5 unit (TU) tuberculin secara intrakutan pada sepertiga atas permukaan
volar atau dorsal lengan bawah setelah kulit dibesihkan dengan alkohol. Untuk
memperoleh reaksi kulit yang maksimal diperlukan waktu antara 48 sampai 72 jam
sesudah penyuntikan dan reaksi harus dibaca dalam peiode tersebut. Interpretasi tes
kulit menunjukan adanya beberapa tipe reaksi:
a) Indurasi ≥ 5 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut ;
- Orang dengan HIV positif.
- Baru-baru ini kontak dengan orang yang menderita TB.
- Orang dengan perubahan fibrotic pada radigrafi dada yang sesuai dengan gambaran TB
lama yang sudah sembuh.
- Pasien yang menjalani tranplanstasi organ dan pasien yang mengalami penekanan
imunitas ( menerima setara dengan ≥ 15 mg/hari prednisone selama ≥1 bulan).
b) Indurasi ≥ 10 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut :
21
a. Ziehl Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
cairan darah) positif untuk basil asam cepat.
b. Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urine dan
cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium tuberkulosis.
c. Biopsi jarum pada jaringan paru, positif untuk granula TB ; adanya sel
raksasa menunjukan nekrosis.
d. Elektrosit dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ; ex.
Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas. GDA
dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
Pemeriksaan fungsi pada paru, penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati,
peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi
oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis, kehilangan jaringan paru
dan penyakit pleural (TB paru kronis luas) (Doegoes, 2018)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis
harian 25 mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu
diberikan dengan dosis 35 mg/kg berat badan.
d. Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis 15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan
intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama.
e. Etambutol (E)
Bersifat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik). Dosis harian 15 mg/kg
berat badan, sedangkan untuk intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan 30 mg/kg
berat badan.
2.2.9.2 Tahap Pengobatan
Pengobatan Tuberculosis diberikan dalam 2 tahap yaitu:
a. Tahap Intensif
Penderita mendapat obat setiap hari. Pengawasan berat/ketat untuk mencegah
terjadinya kekebalan terhadap semua Obat Anti Tuberculosis (OAT).
b. Tahap Lanjutan
Penderita mendapat jenis obat lebih sedikit dalam jangka waktu yang lebih lama.
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persistem (dormant) sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
2.2.9.3 Evaluasi Pengobatan
Kemajuan pengobatan dapat terlihat dari perbaikan klinis ( hilangnya keluhan, nafsu
makan meningkat, berat badan naik dan lain-lain ), berkurangnya kelainan radiologis
paru dan konversi sputum menjadi negatif.
Kontrol terhadap sputum BTA langsung dilakukan pada akhir bulan ke-2, 4, dan 6.
Pada yang memakai paduan obat 8 bulan sputum BTA diperiksa pada akhir bulan ke-
2, 5, dan 8. Biakan BTA dilakukan pada permulaan, akhir bulan ke-2 dan akhir
pengobatan. Pemeriksaan resistensi dilakukan pada pasien baru yang BTA-nya masih
positif setelah tahap intensif dan pada awal terapi pasien yang mendapat pengobatan
ulang (retreatment).
Perawatan TBC
Perawatan yang harus dilakukan pada penderita tuberculosis adalah :
24
a) Awasi penderita minum obat, yang paling berperan disini adalah orang terdekat yaitu
keluarga.
b) Mengetahui adanya gejala samping obat dan merujuk bila diperlukan.
c) Mencukupi kebutuhan gizi seimbang penderita
d) Istirahat teratur minimal 8 jam per hari
e) Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan kedua, kelima dan
enam
f) Menciptakan lingkungan rumah dengan ventilasi dan pencahayaan yang baik
Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan.
a) Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut (dengan menggunakan
masker) sewaktu batuk dan membuang dahak di tempat yang disediakan dan tertutup,
tidak disembarangan tempat.
b) Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap bayi harus
harus diberikan vaksinasi BCG.
c) Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB yang
antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.
d) Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat, perlu
perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry, tempat tidur,
pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.
e) Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat. Obat-
obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum dengan tekun dan teratur,
waktu yang lama ( 6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat,
dengan pemeriksaan penyelidikan oleh dokter.
25
Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang berisiko
untuk mengalami cedera tulang belakang.
Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai
indikasi :
1 Chin lift/jaw thrust
2 Lakukan suction (jika tersedia)
3 Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway
4 Lakukan intubasi
Bag-Valve Masker
Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang
benar), jika diindikasikan
Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway procedures
Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan terapi
sesuai kebutuhan.
c) Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi
jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis
shock didasarkan pada temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia,
pucat, ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan produksi urin.
Oleh karena itu, dengan adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan
yang cukup aman untuk mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung
mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan pendarahan. Penyebab lain
yang mungkin membutuhkan perhatian segera adalah: tension pneumothorax,
cardiac tamponade, cardiac, spinal shock dan anaphylaxis. Semua perdarahan
eksternal yang nyata harus diidentifikasi melalui paparan pada pasien secara
memadai dan dikelola dengan baik (Wilkinson & Skinner, 2000)..
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :
Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian
penekanan secara langsung.
Palpasi nadi radial jika diperlukan:
Menentukan ada atau tidaknya
Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
Regularity
Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary
refill).
28
1. Pemeriksaan fisik
- Kulit kepala
29
Seluruh kulit kepala diperiksa. Sering terjadi pada penderita yang datang
dengan cedera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai yang berasal dari bagian
belakang kepala penderita. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah
untuk adanya pigmentasi, laserasi, massa, kontusio, fraktur dan luka termal, ruam,
perdarahan, nyeri tekan serta adanya sakit kepala (Delp & Manning. 2004).
- Wajah
Ingat prinsip look-listen-feel. Inspeksi adanya kesimterisan kanan dan kiri.
Apabila terdapat cedera di sekitar mata jangan lalai memeriksa mata, karena
pembengkakan di mata akan menyebabkan pemeriksaan mata selanjutnya menjadi
sulit. Re evaluasi tingkat kesadaran dengan skor GCS.
1) Mata : periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil apakah
isokor atau anisokor serta bagaimana reflex cahayanya,
apakah pupil mengalami miosis atau midriasis, adanya
ikterus, ketajaman mata (macies visus dan acies campus),
apakah konjungtivanya anemis atau adanya kemerahan, rasa
nyeri, gatal-gatal, ptosis, exophthalmos, subconjunctival
perdarahan, serta diplopia
2) Hidung :periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan
penciuman, apabila ada deformitas (pembengkokan)
lakukan palpasi akan kemungkinan krepitasi dari suatu
fraktur.
3) Telinga :periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan, penurunan
atau hilangnya pendengaran, periksa dengan senter
mengenai keutuhan membrane timpani atau adanya
hemotimpanum
4) Rahang atas : periksa stabilitas rahang atas
5) Rahang bawah: periksa akan adanya fraktur
6) Mulut dan faring : inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur, warna,
kelembaban, dan adanya lesi; amati lidah tekstur, warna,
kelembaban, lesi, apakah tosil meradang, pegang dan tekan
30
- Toraks
Inspeksi : Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang
untuk adanya trauma tumpul/tajam,luka, lecet, memar, ruam ,
ekimosiss, bekas luka, frekuensi dan kedalaman pernafsan,
kesimetrisan expansi dinding dada, penggunaan otot pernafasan
tambahan dan ekspansi toraks bilateral, apakah terpasang pace
maker, frekuensi dan irama denyut jantung, (lombardo, 2005)
Palpasi : seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul,
emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.
Perkusi : untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan
Auskultasi : suara nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing, rales) dan
bunyi jantung (murmur, gallop, friction rub)
- Abdomen
Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis, misalnya pada
keadaan cedera kepala dengan penurunan kesadaran, fraktur vertebra dengan
kelumpuhan (penderita tidak sadar akan nyeri perutnya dan gejala defans otot dan
31
nyeri tekan/lepas tidak ada). Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang, untuk
adanya trauma tajam, tumpul dan adanya perdarahan internal, adakah distensi
abdomen, asites, luka, lecet, memar, ruam, massa, denyutan, benda tertusuk,
ecchymosis, bekas luka , dan stoma. Auskultasi bising usus, perkusi abdomen,
untuk mendapatkan, nyeri lepas (ringan). Palpasi abdomen untuk mengetahui
adakah kekakuan atau nyeri tekan, hepatomegali,splenomegali,defans muskuler,,
nyeri lepas yang jelas atau uterus yang hamil. Bila ragu akan adanya perdarahan
intra abdominal, dapat dilakukan pemeriksaan DPL (Diagnostic peritoneal lavage,
ataupun USG (Ultra Sonography). Pada perforasi organ berlumen misalnya usus
halus gejala mungkin tidak akan nampak dengan segera karena itu memerlukan re-
evaluasi berulang kali. Pengelolaannya dengan transfer penderita ke ruang operasi
bila diperlukan (Tim YAGD 118, 2010).
- Pelvis (perineum/rectum/vagina)
Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada pemeriksaan fisik (pelvis
menjadi stabil), pada cedera berat ini kemungkinan penderita akan masuk dalam
keadaan syok, yang harus segera diatasi. Bila ada indikasi pasang PASG/ gurita
untuk mengontrol perdarahan dari fraktur pelvis (Tim YAGD 118, 2010).
Pelvis dan perineum diperiksa akan adanya luka, laserasi , ruam, lesi,
edema, atau kontusio, hematoma, dan perdarahan uretra. Colok dubur harus
dilakukan sebelum memasang kateter uretra. Harus diteliti akan kemungkinan
adanya darah dari lumen rectum, prostat letak tinggi, adanya fraktur pelvis, utuh
tidaknya rectum dan tonus musculo sfinkter ani. Pada wanita, pemeriksaan colok
vagina dapat menentukan adanya darah dalam vagina atau laserasi, jika terdapat
perdarahan vagina dicatat, karakter dan jumlah kehilangan darah harus dilaporkan
(pada tampon yang penuh memegang 20 sampai 30 mL darah). Juga harus
dilakuakn tes kehamilan pada semua wanita usia subur. Permasalahan yang ada
adalah ketika terjadi kerusakan uretra pada wanita, walaupun jarang dapat terjadi
pada fraktur pelvis dan straddle injury. Bila terjadi, kelainan ini sulit dikenali, jika
pasien hamil, denyut jantung janin (pertama kali mendengar dengan Doppler
ultrasonografi pada sekitar 10 sampai 12 kehamilan minggu) yang dinilai untuk
32
frekuensi, lokasi, dan tempat. Pasien dengan keluhan kemih harus ditanya tentang
rasa sakit atau terbakar dengan buang air kecil, frekuensi, hematuria, kencing
berkurang, Sebuah sampel urin harus diperoleh untuk analisis.(Diklat RSUP Dr.
M.Djamil, 2006).
- Ektremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat inspeksi, jangan
lupa untuk memriksa adanya luka dekat daerah fraktur (fraktur terbuak), pada saat
pelapasi jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi distal dari fraktur pada saat
menggerakan, jangan dipaksakan bila jelas fraktur. Sindroma kompartemen
(tekanan intra kompartemen dalam ekstremitas meninggi sehingga membahayakan
aliran darah), mungkin luput terdiagnosis pada penderita dengan penurunan
kesadaran atau kelumpuhan (Tim YAGD 118, 2010). Inspeksi pula adanya
kemerahan, edema, ruam, lesi, gerakan, dan sensasi harus diperhatikan, paralisis,
atropi/hipertropi otot, kontraktur, sedangkan pada jari-jari periksa adanya clubbing
finger serta catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapiler refill (pada
pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik.
Penilaian pulsasi dapat menetukan adanya gangguan vaskular. Perlukaan
berat pada ekstremitas dapat terjadi tanpa disertai fraktur.kerusakn ligament dapat
menyebabakan sendi menjadi tidak stabil, keruskan otot-tendonakan mengganggu
pergerakan. Gangguan sensasi dan/atau hilangnya kemampuan kontraksi otot dapat
disebabkan oleh syaraf perifer atau iskemia. Adanya fraktur torako lumbal dapat
dikenal pada pemeriksaan fisik dan riwayat trauma. Perlukaan bagian lain mungkin
menghilangkan gejala fraktur torako lumbal, dan dalam keadaan ini hanya dapat
didiagnosa dengan foto rongent. Pemeriksaan muskuloskletal tidak lengkap bila
belum dilakukan pemeriksaan punggung penderita. Permasalahan yang muncul
adalah
1) Perdarahan dari fraktur pelvis dapat berat dan sulit dikontrol, sehingga terjadi
syok yang dpat berakibat fatal
33
2) Fraktur pada tangan dan kaki sering tidak dikenal apa lagi penderita dalam
keadaan tidak sada. Apabila kemudian kesadaran pulih kembali barulah
kelainan ini dikenali.
3) Kerusakan jaringan lunak sekitar sendi seringkali baru dikenal setelah penderita
mulai sadar kembali (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
- Bagian punggung
Memeriksa punggung dilakukan dilakukan dengan log roll, memiringkan
penderita dengan tetap menjaga kesegarisan tubuh). Pada saat ini dapat dilakukan
pemeriksaan punggung (Tim YAGD 118, 2010). Periksa`adanya perdarahan, lecet,
luka, hematoma, ecchymosis, ruam, lesi, dan edema serta nyeri, begitu pula pada
kolumna vertebra periksa adanya deformitas.
- Neurologis
Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi pemeriksaan tingkat
kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, oemeriksaan motorik dan sendorik. Peubahan
dalam status neirologis dapat dikenal dengan pemakaian GCS. Adanya paralisis
dapat disebabakan oleh kerusakan kolumna vertebralis atau saraf perifer.
Imobilisasi penderita dengan short atau long spine board, kolar servikal, dan alat
imobilisasi dilakukan samapai terbukti tidak ada fraktur servikal. Kesalahan yang
sering dilakukan adalah untuk melakukan fiksasai terbatas kepada kepala dan leher
saja, sehingga penderita masih dapat bergerak dengan leher sebagai sumbu. Jelsalah
bahwa seluruh tubuh penderita memerlukan imobilisasi. Bila ada trauma kepala,
diperlukan konsultasi neurologis. Harus dipantau tingkat kesadaran penderita,
karena merupakan gambaran perlukaan intra cranial. Bila terjadi penurunan
kesadaran akibat gangguan neurologis, harus diteliti ulang perfusi oksigenasi, dan
ventilasi (ABC). Perlu adanya tindakan bila ada perdarahan epidural subdural atau
fraktur kompresi ditentukan ahli bedah syaraf (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
Pada pemeriksaan neurologis, inspeksi adanya kejang, twitching, parese,
hemiplegi atau hemiparese (ganggguan pergerakan), distaksia ( kesukaran dalam
34
mengkoordinasi otot), rangsangan meningeal dan kaji pula adanya vertigo dan
respon sensori.
INTERVENSI KEPERAWATAN
terhidrasi
7. Memperkuat jantung dan tekanan
darah
hipertemi Setelah dilakukan tindakan selama 1. Identifikasi penyebab hipertermia 1. Mengetahui penyebab agar
berhubungan dengan 1x7 jam diharapkan suhu tubuh 2. Monitor suhu tubuh
menetukan pengobatan yang tepat
peningkatakan suhu berada pada batas normal dengan 3. Sediakan lingkungan yang dingin
tubuh secara kriteria hasil : 4. Basahi dan kipasi bagian tubuh 2. Mengetahui perkembangan dan
mendadak ditandai 1. Menggigil Menurun (5) 5. Berikan cairan oral keadaan umum
dengan demam. 2. Suhu tubuh Membaik (5) 6. Anjurkan tirah baring
3. Suhu Kulit membaik (5) 7. Kolaborasi pemberian cairan dan 3. Agar memberikan rasa nyaman
elektrolit, jika perlu 4. Membantu menurunkan suhu kulit
5. Memenuhi cairan tubuh dan tetap
terhidrasi.
Pola Nafas tidak Setelah dilakukan tindakan selama 1. Monitor pola nafas dan saturasi 1. Mengetahui keaadan umum
efektif berhubungan 1x7 jam diharapkan pola nafas oksigen
2. Sevagai bahan pertimbangan dalam
dengan hambatan membaik dengan kriteria hasil : 2. Monitor frekuensi,irama, kedalaman
upaya 1. Dispnea Menurun (5) dan upaya nafasAtur interval memberikan pengobatan yang tepat
2. Penggunaan otot bantu menurun pemantauan respirasi sesuai kondisi
3. Agar mampu bernafas dengan baik
(5) pasien
3. Frekuensi nafas membaik (5) 3. Pertahankan kepatenan jalan nafas 4. Agar keluarga mampu dan tahu cara
4. Kedalaman nafas membaik (5) 4. Ajarkan penggunaan oksigen penggunaan oksigen
dirumah
5. Melakukan kolaborasi dalam 5. Memberikan kebutuhan oksigen
pemberian oksigen kepada klien
37
2.3.5 Evaluasi
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KELOLAAN
Penderita/ Rujukan
( ) Dikirim dari puskesmas/ RB/RS Dengan pengantar dari paramedis / bidan/ perawat/ dokter
( ) Dikirim oleh polisi : ... Dengan/ tidak disertai permintaan visum Et Repertum
B. Kesehatan Umum
Keluhan saat MRS / mekanisme kejadian : Klien mengeluh sesak nafas, nyeri dibagian dada kir, Riwayat Alergi : Riwayat Alergi:
lemas, nafsu makan menurun dan batuk () tidak (-) Ya
C. Data Khusus
Prioritas Triage: Biru Merah Kuning Hijau Putih Hitam
D. PRIMARY
……………………….
□ Wheezing □ Apneu Warna kulit: □ Normal Pucat □ Tidak merespon ……..
……………………………
E. SECONDARY SURVEY
- Abdomen : Soepel , Bising usus (+) nyeri tekan (-) Hasil Laboratorium :
Hasil CT Scan :
Konsultasi Spesialis :
40
KONDISI PSIKOLOGI
Masalah perkawinan : tidak □ ada : Cerai / istri baru / simpanan / lain-
Mengalami kekerasan fisik : ada
tidak □ ada lain : ........................................................................
Mencederai diri / orang lain : □ pernah tidak pernah
Trauma dalam kehidupan : adatidak
□ ada Jelaskan : ....................................................................................................................
Gangguan tidur : ada
tidak □ ada ...
Konsultasi dengan : ada
tidak □ ada
psikologi/psikiater ada
SOSIAL, EKONOMI DAN SPIRITUAL
pergi ke dalam dari Perlu pertolongan pada 1 (Memakai baju) Sebagian dibantu 1
Mandiri 2 Mandiri 2
10 Mandi Tergantung orang lain 0
Mandiri 1
SKOR : ( ) Mandiri (20), ( ) Ketergantungan ringan (12-19), ( ) Ketergantungan sedang (9-11), ( )
TOTAL Ketergantungan berat (5-8),
( ) Ketergantungan total (0-4)
1. Keefektifan bersihan jalan napas b.d. obstruksi trakeobronkial, □ Lakukan manuver jaw trust, head thilt dan chin lift.
benda
adanyaasing pada jalan napas, sekret tertahan di saluran napas. □ Keluarkan benda asing, lakukan suction, needle cricothyroidectomy.
2. Resiko aspirasi b.d. trauma wajah, mulut atau leher, penurunan □ Pasang OPA, NPA, ETT, stabilisasi cervical (collar brace).
kesadaran,
tingkat peningkatan tekanan intragastrik. □ Berikan bantuan napas buatan, ventilasi mekanik, ventilasi dengan
3. Ketidakefektifan pola napas b.d. nyeri, cedera pada spinal, ventilator.
otot pernapasan, kerusakan otot rangka.
kelelahan Berikan O2 sesuai kebutuhan melalui nasal canula, masker.
4. Gangguan pertukaran gas b.d. perubahan kapasitas darah Monitor SaO2.
oksigen,
membawaketidakseimbangan membran pertukaran kapiler dan Monitor tanda-tanda vital secara periodik.
alveolus.
5. Penurunan curah jantung b.d. perubahan kekuatan jantung dalam Monitor tingkat kesadaran secara periodik.
melawan kontraksi otot jantung, menurunnya keluaran jantung, Monitor EKG.
penurunan isi sekuncup yang disebabkan oleh masalah Pasang infus, sampel darah, cek AGD.
6. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan (cerebral,
elektrofisiologis. □ Hentikan perdarahan, KIE banyak minum.
gastrointestinal,
cardiopulmonar, periferal)
renal, b.d. penurunan pertukaran sel, Berikan posisi semiflower.
penurunan
hipovolemia,aliran darah arteri. □ Berikan posisi head up 30º
7. Kekurangan / resiko kekurangan volume cairan b.d. kehilangan □ Pasang dower cateter untuk monitor cairan keluar.
cairan
volumeaktif, kerusakan mekanisme regulasi. □ Berikan cairan intravena, cairan koloid, darah atau produk darah,
8. Kelebihan volume cairan b.d. mekanisme regulasi yang ekspander plasma.
9. Diare b.d. penyalahgunaan laxatif, proses infeksi, malabsorpsi.
terganggu. □ Kaji turgor kulit dan membran mukosa mulut.
10 Retensi urin b.d. obstruksi traktus urinarius, gangguan □ Awasi tetesan cairan, berikan cairan sesuai kebutuhan.
. trauma, hipertofi blader prostat.
neurovaskular, □ Pasang NGT
11 Nyeri akut, kronis b.d. spasme otot dan jaringan, trauma □ Kumbah Lambung
. ketidakmampuan
jaringan, fisik kronik. Atasi nyeri, delegatif pemberian analgetika, teknik distraksi,
12 Hipertermia b.d. dehidrasi, peningkatan kecepatan metabolisme, □ Lakukan
relaksasi.perawatan luka dengan teknik septik aseptik.
. trauma, proses perjalanan penyakit. □ Berikan kompres hangat.
13 Kerusakan mobilitas fisik b.d. kerusakan muskuloskletal dan □ Berikan posisi semiflower bila tidak ada kontraindikasi.
. neuromuskular, kehilangan integritas struktur tulang, penurunan □ Delegatif pemberian antipiretik.
kekuatan dan ketahanan tubuh. □ Monitor intake dan output cairan.
14 Pk Anemia. □ Pasang spalk, lakukan imobilisasi.
15. Konstipasi b.d. diet, asupan cairan, tingkat aktivitas, kebiasaan □ Kaji tanda-tanda kompartemen pada daerah distal dari fraktur.
16. Resiko jatuh b.d. penyakit, gangguan keseimbangan, penurunan
defekasi. □ Pastikan pengaman terpasang dan rem tempat tidur terkunci dengan
. mental,
status penggunaan obat, penggunaan alkohol. □ Pasang
baik. gelang kuning pada pasien sebagai penanda pasien perlu
17 Resiko mencederai diri dan orang lain berhubungan dengan pengawasan.
18. Gangguan
agresif. mobilitas fisik berhubungan dengan Ekstermitas atas □ Lakukan pengikatan pasien, kolaborasi obat penenang.
. tidak berfungsi dengan baik
......................................................................................................... □ ...............................................................................................................
.........................................................................................................
.......... □ ...............................................................................................................
....
.........................................................................................................
.......... □ ...............................................................................................................
....
.........................................................................................................
.......... □ ...............................................................................................................
....
.......... ....
43
ANALISIS DATA
PRIORITAS MASALAH
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret ditandai dengan
RR : 22, Sp02 : 93 %, Terapasang oksigen NK 5 lpm, Nadi 115 x/menit, Thorax
46
VES (ventrikel Ekstra Sistol) +/+, EKG +, Klien tampak lemas, Kulit klien teraba
dingin,Klien tampak mengap-mengap.
2. Nyeri berhubungan dengan iskemik ditandai dengan Klien tampak memegang dada
sebelah kiri, Klien tampak gelisah, Klien tampak lemas, Klien tampak meringis,
Skala nyeri 6 (sedang).
47
RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan
No Intervensi
Keperawatan (Kriteria Hasil)
1 Perfusi ferifer tidak Setelah dilakukan tindakan selama 1x7 1. Monitor pola nafas dan saturasi oksigen
efektif b.d. jam diharapkan pola nafas membaik 2. Monitor frekuensi,irama, kedalaman dan upaya nafasAtur
penurunan suplai o2 dengan kriteria hasil : interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
1. Dispnea Menurun (5) 3. Pertahankan kepatenan jalan nafas
2. Penggunaan otot bantu menurun (5) 4. Ajarkan penggunaan oksigen dirumah
3. Frekuensi nafas membaik (5) 5. Melakukan kolaborasi dalam pemberian oksigen
4. Kedalaman nafas membaik (5)
2 Nyeri b.d. iskemik Setelah dilakukan perawatan selama 1x7 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,frekuensi, durasi,
jam diharapkan tingkat neri menurun kualitas, intensitas nyeri
dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi nyeri
1. Frekuensi Nadi Membaik (5) 3. Observasi Tanda- tanda Vital
2. Pola nafas membaik (5) 4. Identifikasi respon nyeri non verbal
3. Keluhan nyeri menurun (5) 5. Berikan teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi rasa
4. Meringis menurun (5) nyeri
5. Gelisah Menurun (5) 6. Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri
7. Jelaskan penyebab dan periode nyeri
8. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik.
48
2 Kamis, 04 Nyeri b.d. iskemik 1. Mengidentifikasi lokasi, S : Klien mengatakan masih merasa nyeri
November 2021 karakteristik, durasi,frekuensi,
Pukul 08.00 durasi, kualitas, intensitas nyeri O : lokasi nyeri dibagian dada kiri,
49
DAFTAR PUSTAKA
Andra Saferi ,Wijaya. 2013. KMB1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa Teori
dan Contoh Askep.Yogyakarta:Nuha Medika.
Ardiansyah, M. 2012 .Medikal Bedah Untuk mahasiswa. Yogyakarta : Diva Press
Kemenkes. 2011. Pedomasn nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia
Nurarif, Amin Hadi.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA NIC –NOC.
Mediaction : Jogjakarta
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. 2012 . Jakarta
Setiadi (2012), Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan, Yogyakarta: Graha
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia, edisi 1. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, edisi 2.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI