Anda di halaman 1dari 49

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS

TB PARU DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD)


RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

Oleh :
WENIE
2017.C.09a.0913

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2021

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................
KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.1 Latar Belakang........................................................................................
1.1.2 Rumusan Masalah...................................................................................
1.1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................
1.1.4 Manfaat Penulisan...................................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit Tuberkulosis Paru...................................................
2.1.1 Definisi....................................................................................................
2.1.2 Anatomi Fisiologi....................................................................................
2.1.3 Etilogi......................................................................................................
2.1.4 Klasifikasi................................................................................................
2.1.5 Patofisologi (Patway)...............................................................................
2.1.6 Manifestasi Klinis...................................................................................

2.1.7 Komplikasi..............................................................................................
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................

2.1.9 Penatalaksanaan Medis...............................................................................


.................................................................................................................
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian................................................................................................
2.2.2 Diagnosa Keperawatan............................................................................
2.2.3 Perencanaan Keperawatan.......................................................................
2.2.4 Implementasi Keperawatan.....................................................................
2.2.5 Evaluasi Keperawatan.............................................................................
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN............................................................
BAB 4 PENUTUP………………………………………………………….
4.1 Kesimpulan…………………………………………………………….
4.2 Saran…………………………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium Tuberculosis. Tuberkulosis ditularkan melalui udara yaitu dengan
melalui percikan dahak pada penderita tuberkulosis (Aru W, 2009). Tuberkulosis
paru merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobakterium Tuberkulosis yang merupakan salah satu penyakit saluran
pernafasan bagian bawah. Tuberkulosis paru hingga saat ini masih merupakan
masalah kesehatan dunia (World Health Organization, 2016).
Menurut WHO tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian
global. Dengan berbagai upaya pengendalian yang dilakukan, insiden dan
kematian akibat tuberkulosis telah menurun, namun tuberkulosis diperkirakan
masih menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan 1,2 juta kematian pada tahun
2014. India, Indonesia dan China merupakan negara dengan penderita
tuberkulosis terbanyak yaitu berturut-turut 23%, 10%, dan 10% dari seluruh
penderita di dunia (WHO, 2015).. Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak
420.994 kasus pada tahun 2017 (data per 17 Mei 2018). Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Tengah (Kalteng) mencatat pada 2017 penderita tuberkulosis (TB)
mencapai 7.560 kasus.
TB paru merupakan penyakit yang sangat cepat ditularkan. Cara penularan
TB paru yaitu melalui percikan dahak (droplet nuclei) pada saat pasien batuk atau
bersin terutama pada orang di sekitar pasien seperti keluarga yang tinggal serumah
dengan pasien. Perilaku keluarga dalam pencegahan TB paru sangat berperan
penting dalam mengurangi resiko penularan TB paru. Meningkatnya penderita TB
Paru di Indonesia disebabkan oleh perilaku hidup yang tidak sehat. Hasil survey
di Indonesia oleh Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan (P2MPL) salah satu penyebab 4 tingginya anka kejadian TB Paru di
sebabkan oleh kurangnya tingkat pengetahuan (Kemenkes, 2011).
5

Jadi dapat disimpulkan, tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menular


yang disebabkan oleh suatu bakteri yaitu Microbacterium tuberculosis yang
menyerang bagian paru-paru yang disebut parenkim.
Penyakit tuberculosis disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis
(Nugraha, et al., 2016), bakteri ini memiliki sifat yang tahan terhadap
asam sehingga warnanya tidak dapat dihilangkan dengan alcohol (Abd.
Wahid 2019). Mycobacterium tuberculosis ditularkan oleh droplet nuclei,
droplet yang ditularkan melalui udara dihasilkan ketika orang terinfeksi
batuk, bersin, bicara, atau bernyanyi (Priscillia LeMone, 2017). Pada saat
penderita batuk atau bersin, kuman TB paru dan BTA positif yang
berbentuk droplet sangat kecil ini akan berterbangan di udara. Droplet
yang sangat kecil kemudian mongering dengan cepat dan menjadi droplet
yang mengandung kuman tuberculosis. Kuman ini dapat bertahan di udara
selama beberapa jam lamanya, sehingga cepat atau lambat droplet yang
mengandung unsur kuman tuberculosis ini akan terhirup oleh orang lain.
Apabila droplet ini telah terhitup dan bersarang didalam paru-paru
seseorang, maka kuman ini akan mulai membelah diri atau berkembang
biak. Dari sinilah akan terjadi infeksi dari satu penderita kecalon penderita
lain (Naga, 2016).
Pada pasien tuberculosis diperlukan terapi medis berupa Obat Anti
Tuberculosis (OAT) dengan dosis yang sesuai kebutuhan pasien dan untuk
menunjang keberhasilan terapi medis diperlukan terapi tambahan berupa
manajemen jalan napas, pengisapan lender pada jalan napas, terapi
oksigen, dan pengaturan posisi (Bachtiar, 2015). Metode yang paling
sederhana memberikan tindakan batuk efektif, batuk efektif
merupakansatu upaya untuk mengeluarkan dahak dan menjaga paru-paru
agar tetap bersih memberikan tindakan nebulizer. Batuk efektif yang baik
dan benar dapat mempercepat pengeluaran dahak pada pasien dengan
gangguan saluran pernafasan (Wibowo, 2016). Diharapkan perawat dapat
melatih pasien dengan batuk efektif sehingga pasien dapat menerti
pentingnya batuk efektif untuk mengeluarkan dahak (Fadilah, 2016)
6

Dari latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka penulisan tertarik
mengambil judul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Tn.J
Dengan Diagnosa Medis Tuberculosis Paru Di Ruang IGD RSUD Dr. Doris
sylvanus Palangka Raya”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka penulisan
mengambil rumusan masalah bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan
Pada pasien dengan Tuberculosis Paru khususnya pada Tn.D Dengan
Tuberkulosis Paru Di Ruang Gardenia RSUD Dr. Doris sylvanus.

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman
langsung tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan pada klien Tn.J
Dengan Tuberkulosis Paru Di Ruang Gardenia RSUD dr. Doris sylvanus.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mampu melakukan pengkajian, menganalisa, menentukan diagnosa
keperawatan, membuat intervensi keperawatan, mampu melakukan
perawatan dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah diberikan.
1.3.2.2 Mampu memberikan tindakan keperawatan yang diharapkan dapat
mengatasi masalah keperawatan pada kasus tersebut.
1.3.2.3 Mampu mengungkapkan faktor-faktor yang menghambat dan mendukung
serta permasalahan yang muncul dari asuhan keperawatan yang diberikan.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Untuk Mahasiswa
Untuk mengembangkan ilmu dan wawasan dari ilmu keperawatan
khususnya penyakit tuberculosis paru dan pengalaman langsung dalam
melakukan penelitian.
7

1.4.2 Untuk Klien dan Keluarga


Menambah informasi mengenai penyakit tuberculosis paru dan
pengobatannya sehingga dapat digunakan untuk membantu program
pemerintah dalam pemberantasan tuberculosis paru
1.4.3 Untuk Institusi
Sebagai bahan atau sumber data bagi penneliti berikutnya dan bahan
pertimbangan bagi yang berkepentingan untuk melanjutkan penelitian
sejenis dan untuk publikasi ilmiah baik jurnal nasional maupun
internasional.
1.4.4 Untuk IPTEK
Memberikan informasi dalam pengembangan ilmu keperawatan terutama
dalam keperawatan komunitas yang menjadi masalah kesehatan pada
masyarakat.
8

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep TBC


2.1.1 Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
termasuk meninges, ginjal, tulang dan nodus limfe. Agen infeksius utama adalah
Mycobacterium tuberculosis adalah batang aerobic tahan asam yang tumbuh
dengan lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar ultraviolet. M.bovis dan
M.avium pernah, pada kejadian yang jarang, berkaitan dengan terjadinya infeksi
tuberculosis (Smeltzer & Bare, 2002).

Tuberculosis paru (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh


bakteri berbentuk batang (basil) yang bernama Mycobacterium tuberculosis
(Price, 2006).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menahun menular yang
disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Kuman tersebut
biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara (pernapasan) ke dalam
paru-paru, kemudian menyebar dari paru-paru ke organ tubuh yang lain melalui
9

peredaran darah, yaitu: kelenjar limfe, saluran pernapasan atau penyebaran


langsung ke organ tubuh lain (Depkes RI, 2002).
Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim
paru yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis (Somantri, 2007).
Jadi dapat disimpulkan, tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menular
yang disebabkan oleh suatu bakteri yaitu Microbacterium tuberculosisyang
menyerang bagian paru-paru yang disebut parenkim.
2.1.2 Anatomi Fisiologi
2.1.2.1 Anatomi
Saluran pengantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring,
laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Ketika udara masuk ke dalam rongga
hidung, udara tersebut disaring, dilembabkan dan dihangatkan oleh mukosa
respirasi, udara mengalir dari faring menuju ke laring, laring merupakan
rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan mengandung pita
suara. Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu
kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inci. Struktur trakea dan bronkus
dianalogkan dengan sebuah pohon oleh karena itu dinamakan Pohon
trakeabronkial. Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris, bronkus kanan lebih
pendek dan lebih lebar dan merupakan kelanjutan dari 8 trakea yang arahnya
hampir vertikal, sebaliknya bronkus kiri lebih panjang dan lebih sempit dan
merupakan kelanjutan dari trakea dengan sudut yang lebih tajam. Cabang utama
bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan bronkus
segmentalis, percabangan sampai kesil sampai akhirnya menjadi bronkus
terminalis. Setelah bronkus terminalis terdapat asinus yang terdiri dari bronkiolus
respiratorius yang terkadang memiliki kantng udara atau alveolus, duktus alveoli
seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan sakus alveolaris terminalis merupakan
struktur akhir paru. Alveolus hanya mempunyai satu lapis sel saja yang
diameternya lebih kecil dibandingkan diameter sel darah merah, dalam setiap
paru-paru terdapat sekitar 300 juta alveolus (Price dan Wilson,2006). Anatomi
pernafasan dapat dilihat pada gambar 2.1, seperti dibawah ini.
10

Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang
merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang 9 dapat menahan tekanan.
Ventilasi membutuhkan gerakan dinding sangkar toraks dan dasarnya yaitu
diafragma. Bagian terluar paru-paru dikelilingi oleh membran halus, licin, yang
meluas membungkus dinding anterior toraks dan permukaan superior diafragma.
Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua bagian,
mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktur toraks kecuali
paru-paru terletak antara kedua lapisan pleura. Setiap paru dibagi menjadi lobus-
lobus. Paru kiri terdiri dari lobus bawah dan atas, sementara paru kanan
mempunyai lobus atas, tengah, dan bawah. Setiap lobus lebih jauh dibagi lagi
menjadi dua segmen yang dipisahkan oleh fisura, yang merupakan perluasan
pleura. Terdapat beberapa divisi bronkus didalam setiap lobus paru. Pertama
adalah bronkus lobaris yaitu tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri. Bronkus
lobaris dibagi menjadi bronkus segmental terdiri dari 10 pada paru kanan dan 8
pada paru kiri, bronkus segmental kemudian dibagi lagi menjadi subsegmental,
bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfatik dan saraf.
Bronkus segmental membentuk percabangan menjadi bronkiolus yang tidak
mempunyai kartilago pada dindingnya, bronkus dan bronkiolus juga dilapisi oleh
sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh “rambut” pendek yang disebut silia.
Bronkiolus kemudian membentuk percabangan yaitu bronkiolus terminalis ,
kemudian bronkus terminalis menjadi bronkus respiratori , dari bronkiolus
respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar
11

kemudian alveoli. Paru terbentuk dari 300 juta alveoli, yang tersusun dalamkluster
antara 15 – 20 alveoli, begitu banyaknya alveoli sehingga jika mereka bersatu
untuk membentuk satu lembar, akan menutupi area 70 meter persegi yaitu
seukuran lapangan tenis (Smeltzer dan Bare,2002). Penjelasan tentang anatomi
paru-paru yang telah dipaparkan diatas akan lebih jelas pada gambar 2.2 .

2.1.2.2 Fisiologi
Menurut Price dan Wilson (2016) proses pernafasan dimana oksigen
dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan karbondioksida
dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga proses . Proses yang
pertama yaitu ventilasi, adalah masuknya campuran gas-gas ke dalam dan ke luar
paru-paru. Proses kedua, transportasi yang terdiri dari beberapa aspek yaitu difusi
gas-gas antar alveolus dan kapiler (respirasi eksternal), distribusi darah dalam
sirkulasi pulmonal. Proses ketiga yaitu reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan
karbondioksida dengan darah.
2.2.2.1 Ventilasi Ventilasi adalah pergerakan udara masuk dan keluar dari paru
karena terdapat perbedaan tekanan antara intrapulmonal (tekanan
intraalveoli dan tekanan intrapleura) dengan tekanan intrapulmonal lebih
tinggi dari tekanan atmosfir maka udara akan masuk menuju ke paru,
disebut inspirasi. Bila tekanan intapulmonal lebih rendah dari tekanan
atmosfir maka udara akan bergerak keluar dari paru ke atmosfir disebut
ekspirasi.
2.2.2.2 Transportasi oksigen Tahap kedua dari proses pernafasan mencakup
proses difusi di dalam paru terjadi karena perbedaan konsentrasi gas yang
terdapat di alveoli kapiler paru, oksigen mempunyai konsentrasi yang
tinggi di alveoli dibanding di kapiler paru, sehingga oksigen akan
berdifusi dari alveoli ke kapiler paru. Sebaliknya, karbondioksida
mempunyai konsentrasi yang tinggi di kapiler paru dibanding di alveoli,
sehingga karbondioksida akan berdifusi dari kapiler paru ke alveoli.
12

Pengangkutan oksigen dan karbondioksida oleh sistem peredaran dara,


dari paru ke jaringan dan sebaliknya, disebut transportasi dan pertukaran
oksigen dan karbondioksida darah. Pembuluh darah kapiler jaringan
dengan sel-sel jaringan disebut difusi. Respirasi dalam adalah proses
metabolik intrasel yang terjadi di mitokondria, meliputi penggunaan
oksigen dan produksi karbondioksida selama pengambilan energi dari
bahanbahan nutrisi.
2.2.2.3 Reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbondioksida dengan darah.
Respirasi sel atau respirasi interna merupakan stadium akhir dari
respirasi, yaitu saat dimana metabolit dioksidasi untuk mendapatkan
energi, dan karbondioksida terbentuk sebagai sampah proses
metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru.

2.1.3 Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacerium tuberkulosis, sejenis kuman
batang dengan ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3 – 0,6/um, sebagian besar
kuman terdiri atas lemak (lipid), peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah
yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam sehingga disebut Bakteri Tahan
Asam (BTA), kuman dapat bertahan hidup pada udara kering maupun dalam
keadaan dingin, hal ini karena kuman bersifat dormant, yaitu kuman dapat aktif
kembali dan menjadikan 12 tuberkulosis ini aktif lagi. Sifat lain adalah aerob,
yaitu kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi oksigennya (Sudoyo, 2007).
Tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui udara.
Individu terinfeksi, melalui berbicara, batuk, bersin, tertawa atau bernyanyi,
melepaskan droplet besar (lebih besar dari 100 ) dan kecil ( 1- 5 ). Droplet yang
besar menetap, sementara droplet yang kecil tertahan di udara dan terhirup oleh
individu yang rentan. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang TB aktif,
mempunyai resiko untuk tertular tuberkulosis, hal ini juga tergantung pada
banyaknya organisme yang terdapat di udara (Smeltzer dan Bare, 2017) .

2.1.4 Klasifikasi
13

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan


suatu “definisi kasus” yang meliputi empat hal, yaitu:
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru.
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif
atau BTA negatif; BTA = Basil Tahan Asam.
3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati.
Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah:
1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai,
2. Registrasi kasus secara benar
3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif,
4. Analisis kohort hasil pengobatan.

 TBC Aktif

TBC aktif adalah kondisi ketika seseorang sudah menderita


penyakit TBC. Pada tahap ini, bakteri TBC dalam tubuh telah aktif
sehingga penderitanya mengalami gejala-gejala penyakit tuberkulosis.
Penderita TBC aktif inilah yang bisa menularkan penyakit TBC pada
orang lain.
Oleh karena itu, penderita TBC aktif disarankan untuk
mengenakan masker, menutup mulut ketika batuk atau bersin, dan tidak
meludah sembarangan.
Penderita TBC aktif juga perlu mendapatkan pengobatan TBC.
Pengobatan ini perlu dilakukan secara rutin selama minimal 6 bulan.
Pengobatan yang tidak selesai atau berhenti di tengah jalan dapat
mengakibatkan kekebalan bakteri terhadap obat TB, atau disebut juga TB
MDR.

 TBC Pasif
Fase laten terjadi ketika tubuh sudah didiami bakteri TB namun
sistem kekebalan tubuh sedang baik, sehingga sel darah putih dapat
melawan bakteri. Dengan demikian, bakteri tidak menyerang dan tubuh
14

tidak terinfeksi TBC. Anda pun tidak mengalami gejala-gejala penyakit


TBC dan tidak berpotensi menulari orang lain. Meski begitu, bakteri dapat
aktif dan menyerang Anda kembali sewaktu-waktu, terutama saat sistem
kekebalan tubuh sedang melemah.
Meskipun dalam kondisi laten, Anda sebaiknya tetap
memeriksakan diri ke dokter guna mendapatkan pengobatan tuberkulosis.
Apabila seseorang yang sedang berada pada fase TBC laten tidak
mendapatkan pengobatan, maka ia berisiko lebih tinggi untuk mengalami
infeksi TB aktif. Begitu pula jika penderita TB laten memiliki kondisi
medis lain, seperti kekurangan gizi (malnutrisi), aktif merokok, diabetes,
atau infeksi HIV.

 TBC MDR
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular akibat infeksi bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Orang yang kena tuberkulosis (TBC) harus
disiplin menjalani pengobatan. Pasalnya, jika tidak mematuhi aturan
minum obat TBC dengan benar, kondisi pasien bisa memburuk dan
mengalami resistansi (kebal) obat antibiotik atau disebut juga dengan TB
MDR (multiple drug resistant).
Kondisi resistan antibiotik menandakan bakteri tidak lagi
terpengaruh dengan reaksi antibiotik. Akibatnya, obat-obatan yang
diberikan tidak lagi mempan untuk menyembuhkan infeksi bakteri.
Saat seseorang resistan terhadap obat antituberkulosis, pengobatan
menjadi lebih kompleks sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama
untuk sembuh. Pengobatan untuk tuberkulosis MDR juga memiliki efek
samping yang lebih berat.
Pasien yang mengalami TB MDR biasanya adalah pasien yang
kebal terhadap obat TBC lini pertama, yaitu isoniazid (INH) dan
rifampisin. Kedua antibiotik ini bekerja paling efektif menghentikan
infeksi bakteri penyebab tuberkulosis. Namun, tidak menutup
kemungkinan jika pasien juga bisa resistan terhdap terhadap obat-obatan
lini pertama lainnya, seperti etambutol, streptomisin, dan pirazinamid.
15

2.1.3 Patofisiologi
Penularan TB Paru terjadi karena kuman mycobacterium tuberculosis,
dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel
infeksi ini dapat hidup dalam udara bebas selama kurang lebih 1-2 jam,
tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan
kelembaban. Suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari– hari sampai
berbulan–bulan. Bila partikel ini terhisap oleh orang sehat maka ia akan
menempel pada jalan nafas atau paru–paru.
Partikel dapat masuk ke dalam alveolar, bila ukuran vartikel kurang dari 5
mikrometer. Kuman akan dihadapi terlebih dulu oleh neutropil, kemudian baru
oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan dibersihkan oleh makrofag keluar
dari cabang trakea bronkhial bersama gerakan sillia dengan sekretnya. Bila kuman
menetap di jaringan paru maka ia akan tumbuh dan berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk  ke organ tubuh lainnya.
Kuman yang bersarang ke jaringan paru akan berbentuk sarang
tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau efek primer atau
sarang ghon (fokus). Sarang primer ini dapat terjadi pada semua jaringan paru,
bila menjalar sampai ke pleura  maka terjadi efusi pleura. Kuman dapat juga
masuk ke dalam saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit.
Kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar keseluruh organ, seperti
paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke dalam arteri pulmonalis maka terjadi
penjalaran keseluruh bagian paru dan menjadi TB milier.
Sarang primer akan timbul peradangan getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal), dan diikuti pembesaran getah bening hilus (limfangitis
regional). Sarang primer limfangitis lokal serta regional menghasilkan komplek
primer (range).  Proses sarang paru ini memakan waktu 3–8 minggu.
16

WOC TB PARU

Kuman TB

Batuk,Bersin

Percikan dahak (droplet)

Mencapai lobus paru

TB Paru

B1(Breathing) B2 (Blood) B4 (Bladdeer) B5 (Bowel)


B3 (Brain) B6 (Bone)

Batuk Sel mucus berlebih Menginfeksi jaringan


jantung Konsentrasi plasma Kurang Nafsu
darah Penyebaran Menginfeksi tulang belakang

Penumpukan Peningkatan prodiusi


Penyumbatan pembuluh
Secret mukus
darah Merangsang hipotalamus, Anoreksi Nyeri
meningkatkan Patokan suhu Kerusakan jaringan

Akumulasisekret pada Aliran darah turun Kelemahan


Pola Nafas
saluran pernapasan
Tidak Efektif Defisit Nutrisi
meningkat Penurunan
Suplai O2 turun Menggigil, meningkatnya
suhu basal kemampuan ginjal
Intoleransi
Aktivitas
Bersihan Jalan Nafas Iskemik
Tidak Efektif
Gangguan Eliminasi
Hipertermi Urine
Perfusi Perifer Tidak 10
Efektif
17

2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)


Menurut Jhon Crofton (2018), gejala klinis yang timbul pada pasien Tuberculosis
berdasarkan adanya keluhan penderita adalah :
2.2.6.1 Batuk lebih dari 3 minggu
Batuk adalah reflek paru untuk mengeluarkan sekret dan hasil proses destruksi paru.
Mengingat Tuberculosis Paru adalah penyakit menahun, keluhan ini dirasakan
dengan kecenderungan progresif walau agak lambat. Batuk pada Tuberculosis paru
dapat kering pada permulaan penyakit, karena sekret masih sedikit, tapi kemudian
menjadi produktif.
2.2.6.2 Dahak (sputum)
Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit, kemudian berubah
menjadi mukopurulen atau kuning, sampai purulen (kuning hijau) dan menjadi
kental bila sudah terjadi pengejuan.
2.2.6.3 Batuk darah
Batuk darah yang terdapat dalam sputum dapat berupa titik darah sampai berupa
sejumlah besar darah yang keluar pada waktu batuk. Penyebabnya adalah akibat
peradangan pada pembuluh darah paru dan bronchus sehingga pecahnya pembuluh
darah.
2.2.6.4 Sesak napas
Sesak napas berkaitan dengan penyakit yang luas di dalam paru. Merupakan proses
lanjut akibat retraksi dan obstruksi saluran pernapasan.
2.2.6.5 Nyeri dada
Rasa nyeri dada pada waktu mengambil napas dimana terjadi gesekan pada dinding
pleura dan paru. Rasa nyeri berkaitan dengan pleuritis dan tegangan otot pada saat
batuk.
2.2.6.6 Wheezing
Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang disebabkan oleh sekret,
peradangan jaringan granulasi dan ulserasi.
2.2.6.7 Demam dan menggigil
Peningkatan suhu tubuh pada saat malam, terjadi sebagai suatu reaksi umum dari
proses infeksi.
18

2.2.6.8 Penurunan berat badan


Penurunan berat badan merupakan manisfestasi toksemia yang timbul belakangan
dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.
2.2.6.9 Malaise
Ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat badan menurun, sakit
kepala, nyeri otot, keringat malam.
2.2.6.10Rasa lelah dan lemah
Gejala ini disebabkan oleh kurang tidur akibat batuk.
2.2.6.11Berkeringat banyak terutama malam hari
Keringat malam bukanlah gejala yang patogenesis untuk penyakit Tuberculosis
paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut.
Gejala khas TB, yaitu TRIAS TB yaitu batuk > 3 mggu yang tidak disebabkan
penyakit lain, kadang hemoptisis; berkeringat terutama di malam hari; dan nafsu makan ↓
diikuti penurunan BB. Penyakit tuberculosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu
penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan
gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak
jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik. Gambaran klinik TB paru
dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik (Sudoyo, 2016).
1. Gejala respiratorik meliputi:
a. Batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum
Batuk dapat terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk mulai dari kering (non produktif)
kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum).
Keadaan yang lebih lanjut adalah berupa batuk darah (hemoptoe) karena terdapat
pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada
kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronchus.
b. Dahak bercampur darah.
19

Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul
peradagan menjadi produktif(menghasilkal sputum).keadaan yang lanjut adalah berupa
batuk darah karena terdapat pembuuh darah yang pecah.kebanyakan batuk darah pada
tuberkulusis terjadi pada kavitas,tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
Batuk darah berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar
dalam jumlah banyak
c. Sesak nafas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltrasinya sudah setengah
bagian paru-paru.
d. Nyeri dada
Gejala ini sedikit jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasinya radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis, terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya. Nyeri dada pada TB paru termasuk
nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura
terkena.
e. Wheezing
Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang disebabkan oleh sekret,
peradangan jaringan granulasi dan ulserasi.
2. Gejala sistemik meliputi:
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip
dengan demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya
sedang masa bebas serangan makin pendek
b. Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan, serta
malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu sampai bulan,
akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak nafas walaupun jarang dapat
juga timbul menyerupai pneumonia.
20

2.1.7 Komplikasi
Menurut Depkes RI (2017), komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tuberculosis
paru stadium lanjut yaitu :
2.2.7.1 Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.
2.2.7.2 Atelektasis (parumengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat
retraksi bronchial.
2.2.7.3 Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat
pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
2.2.7.4 Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
2.2.8.1 Pemeriksaan laboratorium
a. Aksi Tes TuberkulinIntradermal( Mantoux).
Tes mantoux adalah dengan menyuntikan tuberculin (PPD) sebanyak 0,1 ml
mengandung 5 unit (TU) tuberculin secara intrakutan pada sepertiga atas permukaan
volar atau dorsal lengan bawah setelah kulit dibesihkan dengan alkohol. Untuk
memperoleh reaksi kulit yang maksimal diperlukan waktu antara 48 sampai 72 jam
sesudah penyuntikan dan reaksi harus dibaca dalam peiode tersebut. Interpretasi tes
kulit menunjukan adanya beberapa tipe reaksi:
a) Indurasi ≥ 5 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut ;
- Orang dengan HIV positif.
- Baru-baru ini kontak dengan orang yang menderita TB.
- Orang dengan perubahan fibrotic pada radigrafi dada yang sesuai dengan gambaran TB
lama yang sudah sembuh.
- Pasien yang menjalani tranplanstasi organ dan pasien yang mengalami penekanan
imunitas ( menerima setara dengan ≥ 15 mg/hari prednisone selama ≥1 bulan).
b) Indurasi ≥ 10 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut :
21

- Baru tuba ( ≤ 5 tahun ) dari Negara yang berprevalensi tinggi.


- Pemakai obat-obat yang disuntikkan.
- Penduduk dan pekerja yang berkumpul pada lingkungan yang berisiko tinggi. Penjara,
rumah-rumahperawatan, panti jompo, fasilitas yang disiapkanuntukpasiendengan
AIDS, dan penampunganuntuk tuna wisma/
- Pengawai laboratorium mikrobakteriologi.
- Orang dengan keadaan klinis pada daerah mereka yang berisioko tinggi.
- Anak di bawa usia 4 tahun atau anak-anak dan remaja yang terpajan orang dewasa
kelompok risiko tinggi.
c) Indurasi ≥ 15 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut :
- Orang dengan factor risiko TB.
- Target program-program tes kulit seharusnya hanya dilakukan di anatara kelompok
risiko tinggi.
2.2.8.2 Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum)
Pemeriksaan dapat memperkirakan jumlah basil tahan asam ( AFB) yang terdapat pada
sediaan. Sediaan yang positif memberikan petunjuk awal utnuk menekakan diagnose,
tetapi suatu sediaan yang negative tidak menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi
penyakit. Pemeriksaan biakan harus dilakukan pada semua biakan. Mikrobakteri akan
tumbuh lambat dan membutuhkan suatu sediaan kompleks. Koloni matur akan berwarna
krem atau kekuningan, seperti kulit dan bentuknya seperti kembang kol. Jumlah sekecil 10
bakteri/ml media konsentrasi yang telah diolah dapat dideteksi oleh media biakan ini (Price
& Wilson, 2006).
2.2.8.3 Vaksinasi BCG
Vaksinasi dengan BCG biasanya menimbulkan sensitivitas terhadapa tes tuberculin.
Derajat sensitivitas biasanya bervariasi, bergantubg pada strain BCG yang dipakai dan
populasi yang divaksinasi(Price & Wilson, 2006).
2.2.8.4 Pemeriksaan Radiologi
Rongten dada biasanya menunjukan lesi pada losus atas atau superior lobus bawah/
dapat juga terlihat adanya pembentukan kavitas dan gambaran penyakit yang menyebar
yang biasanya bilateral (Price & Wilson, 2006).
2.2.8.5 Pemeriksaan lain-lain
22

a. Ziehl Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
cairan darah) positif untuk basil asam cepat.
b. Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urine dan
cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium tuberkulosis.
c. Biopsi jarum pada jaringan paru, positif untuk granula TB ; adanya sel
raksasa menunjukan nekrosis.
d. Elektrosit dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ; ex.
Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas. GDA
dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
Pemeriksaan fungsi pada paru, penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati,
peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi
oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis, kehilangan jaringan paru
dan penyakit pleural (TB paru kronis luas) (Doegoes, 2018)

2.2.9 Penatalaksanaan Medis


Pengobatan TBC
Tujuan pemberian obat pada penderita tuberculosis adalah: menyembuhkan,
mencegah kematian,dan kekambuhan, menurunkan tingkat penularan (Depkes RI. 2002).
2.2.9.1 Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
a. Isoniazid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi kuman dalam
beberapa hari pertama pengobatan. Sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan
metabolik aktif yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian 5 mg/kg berat
badan, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan
dosis 10 mg/kg berat badan.
b. Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat dibunuh oleh
isoniasid. Dosis 10 mg/kg berat badan. Dosis sama untuk pengobatan harian maupun
intermiten 3 kali seminggu.
c. Pirazinamid (Z)
23

Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis
harian 25 mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu
diberikan dengan dosis 35 mg/kg berat badan.
d. Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis 15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan
intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama.
e. Etambutol (E)
Bersifat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik). Dosis harian 15 mg/kg
berat badan, sedangkan untuk intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan 30 mg/kg
berat badan.
2.2.9.2 Tahap Pengobatan
Pengobatan Tuberculosis diberikan dalam 2 tahap yaitu:
a. Tahap Intensif
Penderita mendapat obat setiap hari. Pengawasan berat/ketat untuk mencegah
terjadinya kekebalan terhadap semua Obat Anti Tuberculosis (OAT).
b. Tahap Lanjutan
Penderita mendapat jenis obat lebih sedikit dalam jangka waktu yang lebih lama.
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persistem (dormant) sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
2.2.9.3 Evaluasi Pengobatan
Kemajuan pengobatan dapat terlihat dari perbaikan klinis ( hilangnya keluhan, nafsu
makan meningkat, berat badan naik dan lain-lain ), berkurangnya kelainan radiologis
paru dan konversi sputum menjadi negatif.
Kontrol terhadap sputum BTA langsung dilakukan pada akhir bulan ke-2, 4, dan 6.
Pada yang memakai paduan obat 8 bulan sputum BTA diperiksa pada akhir bulan ke-
2, 5, dan 8. Biakan BTA dilakukan pada permulaan, akhir bulan ke-2 dan akhir
pengobatan. Pemeriksaan resistensi dilakukan pada pasien baru yang BTA-nya masih
positif setelah tahap intensif dan pada awal terapi pasien yang mendapat pengobatan
ulang (retreatment).
Perawatan TBC
Perawatan yang harus dilakukan pada penderita tuberculosis adalah :
24

a) Awasi penderita minum obat, yang paling berperan disini adalah orang terdekat yaitu
keluarga.
b) Mengetahui adanya gejala samping obat dan merujuk bila diperlukan.
c) Mencukupi kebutuhan gizi seimbang penderita
d) Istirahat teratur minimal 8 jam per hari
e) Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan kedua, kelima dan
enam
f) Menciptakan lingkungan rumah dengan ventilasi dan pencahayaan yang baik
Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan.
a) Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut (dengan menggunakan
masker) sewaktu batuk dan membuang dahak di tempat yang disediakan dan tertutup,
tidak disembarangan tempat.
b) Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap bayi harus
harus diberikan vaksinasi BCG.
c) Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB yang
antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.
d) Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat, perlu
perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry, tempat tidur,
pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.
e) Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat. Obat-
obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum dengan tekun dan teratur,
waktu yang lama ( 6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat,
dengan pemeriksaan penyelidikan oleh dokter.
25

2.2 Menajemen Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan
mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai
permasalahan yang ada (Hidayat, 2008).
2.2.1.1 Primasry Assasment
a) Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien
dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan
jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas
pasien terbuka (Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan
bantuan airway dan ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi selama
intubasi endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau dada.
Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi
pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner, 2020).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
 Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas
dengan bebas?
 Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
 Adanya snoring atau gurgling
 Stridor atau suara napas tidak normal
 Agitasi (hipoksia)
 Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
 Sianosis
 Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan potensial
penyebab obstruksi :
2.1 Muntahan
3.1 Perdarahan
4.1 Gigi lepas atau hilang
5.1 Gigi palsu
6.1 Trauma wajah
26

 Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
 Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang berisiko
untuk mengalami cedera tulang belakang.
 Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai
indikasi :
1 Chin lift/jaw thrust
2 Lakukan suction (jika tersedia)
3 Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway
4 Lakukan intubasi

b) Pengkajian Breathing (Pernafasan)


Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan
keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak memadai, maka
langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase tension
pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson
& Skinner, 2018).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
 Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien.
3 Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda sebagai
berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest wounds, dan
penggunaan otot bantu pernafasan.
4 Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous
emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan pneumotoraks.
5 Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
 Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.
 Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut mengenai
karakter dan kualitas pernafasan pasien.
 Penilaian kembali status mental pasien.
 Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
 Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau oksigenasi:
 Pemberian terapi oksigen
27

 Bag-Valve Masker
 Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang
benar), jika diindikasikan
 Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway procedures
 Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan terapi
sesuai kebutuhan.

c) Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi
jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis
shock didasarkan pada temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia,
pucat, ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan produksi urin.
Oleh karena itu, dengan adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan
yang cukup aman untuk mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung
mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan pendarahan. Penyebab lain
yang mungkin membutuhkan perhatian segera adalah: tension pneumothorax,
cardiac tamponade, cardiac, spinal shock dan anaphylaxis. Semua perdarahan
eksternal yang nyata harus diidentifikasi melalui paparan pada pasien secara
memadai dan dikelola dengan baik (Wilkinson & Skinner, 2000)..
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :
 Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
 CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
 Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian
penekanan secara langsung.
 Palpasi nadi radial jika diperlukan:
 Menentukan ada atau tidaknya
 Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
 Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
 Regularity
 Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary
refill).
28

 Lakukan treatment terhadap hipoperfusi


d) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
 A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang
diberikan
 V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bisa
dimengerti
 P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas
awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
 U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
maupun stimulus verbal.
e) Expose, Examine dan Evaluate
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien
diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line penting untuk
dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien.
Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah
mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua
pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga
privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang mengancam jiwa,
maka Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan:
 Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
 Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien
luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang berpotensi tidak
stabil atau kritis.
(Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2019)

2.2.1.2 Secondary Assasment

1. Pemeriksaan fisik
- Kulit kepala
29

Seluruh kulit kepala diperiksa. Sering terjadi pada penderita yang datang
dengan cedera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai yang berasal dari bagian
belakang kepala penderita. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah
untuk adanya pigmentasi, laserasi, massa, kontusio, fraktur dan luka termal, ruam,
perdarahan, nyeri tekan serta adanya sakit kepala (Delp & Manning. 2004).

- Wajah
Ingat prinsip look-listen-feel. Inspeksi adanya kesimterisan kanan dan kiri.
Apabila terdapat cedera di sekitar mata jangan lalai memeriksa mata, karena
pembengkakan di mata akan menyebabkan pemeriksaan mata selanjutnya menjadi
sulit. Re evaluasi tingkat kesadaran dengan skor GCS.
1) Mata : periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil apakah
isokor atau anisokor serta bagaimana reflex cahayanya,
apakah pupil mengalami miosis atau midriasis, adanya
ikterus, ketajaman mata (macies visus dan acies campus),
apakah konjungtivanya anemis atau adanya kemerahan, rasa
nyeri, gatal-gatal, ptosis, exophthalmos, subconjunctival
perdarahan, serta diplopia
2) Hidung :periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan
penciuman, apabila ada deformitas (pembengkokan)
lakukan palpasi akan kemungkinan krepitasi dari suatu
fraktur.
3) Telinga :periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan, penurunan
atau hilangnya pendengaran, periksa dengan senter
mengenai keutuhan membrane timpani atau adanya
hemotimpanum
4) Rahang atas : periksa stabilitas rahang atas
5) Rahang bawah: periksa akan adanya fraktur
6) Mulut dan faring : inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur, warna,
kelembaban, dan adanya lesi; amati lidah tekstur, warna,
kelembaban, lesi, apakah tosil meradang, pegang dan tekan
30

daerah pipi kemudian rasakan apa ada massa/ tumor,


pembengkakkan dan nyeri, inspeksi amati adanya tonsil
meradang atau tidak (tonsillitis/amandel). Palpasi adanya
respon nyeri

- Vertebra servikalis dan leher


Pada saat memeriksa leher, periksa adanya deformitas tulang atau krepitasi,
edema, ruam, lesi, dan massa , kaji adanya keluhan disfagia (kesulitan menelan) dan
suara serak harus diperhatikan, cedera tumpul atau tajam, deviasi trakea, dan
pemakaian otot tambahan. Palpasi akan adanya nyeri, deformitas, pembekakan,
emfisema subkutan, deviasi trakea, kekakuan pada leher dan simetris pulsasi. Tetap
jaga imobilisasi segaris dan proteksi servikal. Jaga airway, pernafasan, dan
oksigenasi. Kontrol perdarahan, cegah kerusakan otak sekunder..

- Toraks
Inspeksi : Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang
untuk adanya trauma tumpul/tajam,luka, lecet, memar, ruam ,
ekimosiss, bekas luka, frekuensi dan kedalaman pernafsan,
kesimetrisan expansi dinding dada, penggunaan otot pernafasan
tambahan dan ekspansi toraks bilateral, apakah terpasang pace
maker, frekuensi dan irama denyut jantung, (lombardo, 2005)
Palpasi : seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul,
emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.
Perkusi : untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan
Auskultasi : suara nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing, rales) dan
bunyi jantung (murmur, gallop, friction rub)

- Abdomen
Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis, misalnya pada
keadaan cedera kepala dengan penurunan kesadaran, fraktur vertebra dengan
kelumpuhan (penderita tidak sadar akan nyeri perutnya dan gejala defans otot dan
31

nyeri tekan/lepas tidak ada). Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang, untuk
adanya trauma tajam, tumpul dan adanya perdarahan internal, adakah distensi
abdomen, asites, luka, lecet, memar, ruam, massa, denyutan, benda tertusuk,
ecchymosis, bekas luka , dan stoma. Auskultasi bising usus, perkusi abdomen,
untuk mendapatkan, nyeri lepas (ringan). Palpasi abdomen untuk mengetahui
adakah kekakuan atau nyeri tekan, hepatomegali,splenomegali,defans muskuler,,
nyeri lepas yang jelas atau uterus yang hamil. Bila ragu akan adanya perdarahan
intra abdominal, dapat dilakukan pemeriksaan DPL (Diagnostic peritoneal lavage,
ataupun USG (Ultra Sonography). Pada perforasi organ berlumen misalnya usus
halus gejala mungkin tidak akan nampak dengan segera karena itu memerlukan re-
evaluasi berulang kali. Pengelolaannya dengan transfer penderita ke ruang operasi
bila diperlukan (Tim YAGD 118, 2010).

- Pelvis (perineum/rectum/vagina)
Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada pemeriksaan fisik (pelvis
menjadi stabil), pada cedera berat ini kemungkinan penderita akan masuk dalam
keadaan syok, yang harus segera diatasi. Bila ada indikasi pasang PASG/ gurita
untuk mengontrol perdarahan dari fraktur pelvis (Tim YAGD 118, 2010).
Pelvis dan perineum diperiksa akan adanya luka, laserasi , ruam, lesi,
edema, atau kontusio, hematoma, dan perdarahan uretra. Colok dubur harus
dilakukan sebelum memasang kateter uretra. Harus diteliti akan kemungkinan
adanya darah dari lumen rectum, prostat letak tinggi, adanya fraktur pelvis, utuh
tidaknya rectum dan tonus musculo sfinkter ani. Pada wanita, pemeriksaan colok
vagina dapat menentukan adanya darah dalam vagina atau laserasi, jika terdapat
perdarahan vagina dicatat, karakter dan jumlah kehilangan darah harus dilaporkan
(pada tampon yang penuh memegang 20 sampai 30 mL darah). Juga harus
dilakuakn tes kehamilan pada semua wanita usia subur. Permasalahan yang ada
adalah ketika terjadi kerusakan uretra pada wanita, walaupun jarang dapat terjadi
pada fraktur pelvis dan straddle injury. Bila terjadi, kelainan ini sulit dikenali, jika
pasien hamil, denyut jantung janin (pertama kali mendengar dengan Doppler
ultrasonografi pada sekitar 10 sampai 12 kehamilan minggu) yang dinilai untuk
32

frekuensi, lokasi, dan tempat. Pasien dengan keluhan kemih harus ditanya tentang
rasa sakit atau terbakar dengan buang air kecil, frekuensi, hematuria, kencing
berkurang, Sebuah sampel urin harus diperoleh untuk analisis.(Diklat RSUP Dr.
M.Djamil, 2006).

- Ektremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat inspeksi, jangan
lupa untuk memriksa adanya luka dekat daerah fraktur (fraktur terbuak), pada saat
pelapasi jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi distal dari fraktur pada saat
menggerakan, jangan dipaksakan bila jelas fraktur. Sindroma kompartemen
(tekanan intra kompartemen dalam ekstremitas meninggi sehingga membahayakan
aliran darah), mungkin luput terdiagnosis pada penderita dengan penurunan
kesadaran atau kelumpuhan (Tim YAGD 118, 2010). Inspeksi pula adanya
kemerahan, edema, ruam, lesi, gerakan, dan sensasi harus diperhatikan, paralisis,
atropi/hipertropi otot, kontraktur, sedangkan pada jari-jari periksa adanya clubbing
finger serta catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapiler refill (pada
pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik.
Penilaian pulsasi dapat menetukan adanya gangguan vaskular. Perlukaan
berat pada ekstremitas dapat terjadi tanpa disertai fraktur.kerusakn ligament dapat
menyebabakan sendi menjadi tidak stabil, keruskan otot-tendonakan mengganggu
pergerakan. Gangguan sensasi dan/atau hilangnya kemampuan kontraksi otot dapat
disebabkan oleh syaraf perifer atau iskemia. Adanya fraktur torako lumbal dapat
dikenal pada pemeriksaan fisik dan riwayat trauma. Perlukaan bagian lain mungkin
menghilangkan gejala fraktur torako lumbal, dan dalam keadaan ini hanya dapat
didiagnosa dengan foto rongent. Pemeriksaan muskuloskletal tidak lengkap bila
belum dilakukan pemeriksaan punggung penderita. Permasalahan yang muncul
adalah
1) Perdarahan dari fraktur pelvis dapat berat dan sulit dikontrol, sehingga terjadi
syok yang dpat berakibat fatal
33

2) Fraktur pada tangan dan kaki sering tidak dikenal apa lagi penderita dalam
keadaan tidak sada. Apabila kemudian kesadaran pulih kembali barulah
kelainan ini dikenali.
3) Kerusakan jaringan lunak sekitar sendi seringkali baru dikenal setelah penderita
mulai sadar kembali (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).

- Bagian punggung
Memeriksa punggung dilakukan dilakukan dengan log roll, memiringkan
penderita dengan tetap menjaga kesegarisan tubuh). Pada saat ini dapat dilakukan
pemeriksaan punggung (Tim YAGD 118, 2010). Periksa`adanya perdarahan, lecet,
luka, hematoma, ecchymosis, ruam, lesi, dan edema serta nyeri, begitu pula pada
kolumna vertebra periksa adanya deformitas.

- Neurologis
Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi pemeriksaan tingkat
kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, oemeriksaan motorik dan sendorik. Peubahan
dalam status neirologis dapat dikenal dengan pemakaian GCS. Adanya paralisis
dapat disebabakan oleh kerusakan kolumna vertebralis atau saraf perifer.
Imobilisasi penderita dengan short atau long spine board, kolar servikal, dan alat
imobilisasi dilakukan samapai terbukti tidak ada fraktur servikal. Kesalahan yang
sering dilakukan adalah untuk melakukan fiksasai terbatas kepada kepala dan leher
saja, sehingga penderita masih dapat bergerak dengan leher sebagai sumbu. Jelsalah
bahwa seluruh tubuh penderita memerlukan imobilisasi. Bila ada trauma kepala,
diperlukan konsultasi neurologis. Harus dipantau tingkat kesadaran penderita,
karena merupakan gambaran perlukaan intra cranial. Bila terjadi penurunan
kesadaran akibat gangguan neurologis, harus diteliti ulang perfusi oksigenasi, dan
ventilasi (ABC). Perlu adanya tindakan bila ada perdarahan epidural subdural atau
fraktur kompresi ditentukan ahli bedah syaraf (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
Pada pemeriksaan neurologis, inspeksi adanya kejang, twitching, parese,
hemiplegi atau hemiparese (ganggguan pergerakan), distaksia ( kesukaran dalam
34

mengkoordinasi otot), rangsangan meningeal dan kaji pula adanya vertigo dan
respon sensori.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


2.3.2.1 Pola Napas Tidak Efektif b.d Hambatan Upaya Napas (D.005) Hal. 26
2.3.2.2 Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b.d Peningkatan Produksi Mucus (D.0001)
Hal.18
2.3.2.3 Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d Penyumbatan Pembuluh Darah (D.0009) Hal. 37
2.3.2.4 Hipertermi b.d Konserntrasi Plasma Darah (D.0130) Hal. 282
35

INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan Tindakan 1. Monitor pola nafas 1. Mengetahui pola nafas klien
tidak efektif b.d
keperawatan selama 1x7 jam 2. Monitor bunyi nafas tambahan 2. mengetahui dan memastikan adanya
hambatan upaya
nafas, diharapkan oksigenasi normal 3. Monitor sputum (jumlah dan warna) suara nafas tambahan pada klien
dengan kriteria hasil: 4. Pertahankan kepatenan jalan nafas 3. Mengetahui karakteristik sputum
1. Batuk efektif meningkat (5) 5. Posisikan semi fowler atau fowler 4. Agar Klien mampu bernafas dengan
2. Produksi sputum menurun (5) 6. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu baik
3. Mengi Menurun (5) 7. Anjurkan asupan cairan 2000 5. untuk mengurangi rasa sesak dan
supaya klien merasa nyaman
4. Sianosis menurun (5) ml/hari, jika tidak kontraindikasi
6. tindakan untuk membersihkan jalan
8. Kolaborasi pemberian bronkodilator, nafas dengan mencegah akumulasi
sekresi paru
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
7. Memenuhi asupan elektrolit
8. Sebagai pembuka jalan nafas
perfusi perifer tidak Setelah dilakukan tindakan selama 1. Periksa sirkulasi perifer 1. Mengetahui adanya sirkulasi perifer
1x7 jam diharapkan perfusi Perifer 2. Identifikasi faktor resiko gangguan
efektif berhubungan 2. Untuk mengetahui penyebab dari
meningkat dengan kriteria hasil : sirkulasi
dengan kurangnya 1. Warba kulit pucat Menurun (5) 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, gangguan perfusi jaringan agar
pengetahuan tentang 2. Kelemahan Otot Menurun (5) atau bengkak pada ekstermitas dapat menentukan pengobatan yang
3. Pengisian kapiler meningkat (5) 4. Hindari pemasangan infus atau
trauma (luka berat) 4. Irama Nafas membaik (5) pengambilan darah di area tepat
5. Spo2 membaik (5) keterbatasan perfusi 3. Mengetahui apakah terjadi infeksi
5. Hindari pengukuran darah pada
area keterbatasan perfusi atau tidak
6. Lakukan hidrasi 4. Mencegah terjadinya infeksi
7. Anjurkan olahraga rutin
5. Aliran darah yang tersumbat akan
membuat pengecekan kurang akurat
6. Menjaga asupan cairan agar tetap
36

terhidrasi
7. Memperkuat jantung dan tekanan
darah

hipertemi Setelah dilakukan tindakan selama 1. Identifikasi penyebab hipertermia 1. Mengetahui penyebab agar
berhubungan dengan 1x7 jam diharapkan suhu tubuh 2. Monitor suhu tubuh
menetukan pengobatan yang tepat
peningkatakan suhu berada pada batas normal dengan 3. Sediakan lingkungan yang dingin
tubuh secara kriteria hasil : 4. Basahi dan kipasi bagian tubuh 2. Mengetahui perkembangan dan
mendadak ditandai 1. Menggigil Menurun (5) 5. Berikan cairan oral keadaan umum
dengan demam. 2. Suhu tubuh Membaik (5) 6. Anjurkan tirah baring
3. Suhu Kulit membaik (5) 7. Kolaborasi pemberian cairan dan 3. Agar memberikan rasa nyaman
elektrolit, jika perlu 4. Membantu menurunkan suhu kulit
5. Memenuhi cairan tubuh dan tetap
terhidrasi.
Pola Nafas tidak Setelah dilakukan tindakan selama 1. Monitor pola nafas dan saturasi 1. Mengetahui keaadan umum
efektif berhubungan 1x7 jam diharapkan pola nafas oksigen
2. Sevagai bahan pertimbangan dalam
dengan hambatan membaik dengan kriteria hasil : 2. Monitor frekuensi,irama, kedalaman
upaya 1. Dispnea Menurun (5) dan upaya nafasAtur interval memberikan pengobatan yang tepat
2. Penggunaan otot bantu menurun pemantauan respirasi sesuai kondisi
3. Agar mampu bernafas dengan baik
(5) pasien
3. Frekuensi nafas membaik (5) 3. Pertahankan kepatenan jalan nafas 4. Agar keluarga mampu dan tahu cara
4. Kedalaman nafas membaik (5) 4. Ajarkan penggunaan oksigen penggunaan oksigen
dirumah
5. Melakukan kolaborasi dalam 5. Memberikan kebutuhan oksigen
pemberian oksigen kepada klien
37

2.3.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap


pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan
diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ;
ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien
pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi
intervensi dan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana
intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang
muncul pada pasien (Budianna Keliat, 2015).

2.3.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi


adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat
dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US.
Midar H, dkk, 2020).
38

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KELOLAAN

RS Dr.Doris Slyvanus Palangka raya RM 12.00.58 /ASKEP IGD/2021


Tanggal : 02/11/2021 Pukul : 17.40 WIB
A. Data Umum
DOKUMEN ASUHAN KEPERAWATAN Nama : Tn.J

Tgl.Lahir :12-05-1959 L/P


GAWAT DARURAT TERINTEGRASI
No. RM :38.26.48

Penderita/ Rujukan

() Datang sendiri, diantar oleh : Anak

( ) Dikirim dari puskesmas/ RB/RS Dengan pengantar dari paramedis / bidan/ perawat/ dokter

( ) Dikirim oleh polisi : ... Dengan/ tidak disertai permintaan visum Et Repertum

B. Kesehatan Umum
Keluhan saat MRS / mekanisme kejadian : Klien mengeluh sesak nafas, nyeri dibagian dada kir, Riwayat Alergi : Riwayat Alergi:
lemas, nafsu makan menurun dan batuk () tidak (-) Ya

( ) Ya: jenis alergi: Tidak ada


( ) Obat, jelaskan Tidak ada
Riwayat Penyakit / Pengobatan : - ( ) Makanan, jelaskan Tidak ada
( ) lain-lain, jelaskan Tidak ada

C. Data Khusus
Prioritas Triage:  Biru  Merah  Kuning  Hijau  Putih  Hitam
D. PRIMARY

JALAN PERNAPASAN SIRKULASI KETIDAKMAMPUAN KETERPAPARAN


NAPAS
 Bebas □ Spontan Nadi :  Kuat □ Lemah Respon : Jejas : □ Tidak

□ Gargling □ Tachipneu □ Teratur □ Tidak teratur □Sadar □ Nyeri □ Ya:

□ Stridor  Dispneu CRT : < 2’ □ > 2’  Verbal Lokasi:


SURVEY

……………………….
□ Wheezing □ Apneu Warna kulit: □ Normal  Pucat □ Tidak merespon ……..
……………………………
E. SECONDARY SURVEY

TD : 131 / 78 mmHg N : 118 x/menit R : 25 x/menit Temp : 36,6 °C

STATUS Keadaan Umum: STATUS LOCALIS


-TERKINI
Kepala : Pengkajian kepala didapatkan mata tampak simetris, konjungtiva merah,
tidak ditemukan massa pada leher, tidak ada jaringan parut, kelenjar limfe
tidak teraba, kelenjar tiroid tidak teraba, mobilitas leher bebas.
- Leher : Tidak ada pembesaran tiroid, tidak ada pembesaran vena jugularis.
39

-Thorax : Bentuk dada simetris. Bunyi jantung normal S1-S2


tunggal (lub-dub), ada suara tambahan, adanya Thorax PEMERIKSAAN PENUNJANG
VES (ventrikel Ekstra Sistol) +/+
- Cor : Hasil Rontgen :

- Abdomen : Soepel , Bising usus (+) nyeri tekan (-) Hasil Laboratorium :

- Extremitas : Akral hangat, tidak ada adema Hasil EKG :


- Lainnnya :

Hasil CT Scan :

Konsultasi Spesialis :
40

DIAGNOSA MEDIS : TB Paru NRS


WBS

Resep Obat/ tindakan medis


:
0 : Tidak Nyeri 5-6 : Nyeri Sedang
1-4 : Nyeri Ringan 7-10 : Nyeri Berat
Nyeri : ( ) Tidak () Ya, Skala : 6 (sedang)
Lokasi nyeri : pada bagian bahu sebelah kiri

Frekuensi Nyeri : ( ) Jarang ( ) Hilang timbul


() Terus-menerus
Lama nyeri : 3-5 menit
Menjalar : ( ) Tidak ( ) Ya, ke :
_________________________

PENILAIAN RESIKO JATUH


Skor Resiko □ (Skala Humpty Dumpty) : Skor 25 (Risiko Rendah)
Jatuh  (Skala morse) □ (Skala Sydney)

KONDISI PSIKOLOGI
Masalah perkawinan :  tidak □ ada : Cerai / istri baru / simpanan / lain-
Mengalami kekerasan fisik : ada
 tidak □ ada lain : ........................................................................
Mencederai diri / orang lain : □ pernah  tidak pernah
Trauma dalam kehidupan : adatidak
 □ ada Jelaskan : ....................................................................................................................
Gangguan tidur : ada
 tidak □ ada ...
Konsultasi dengan : ada
 tidak □ ada
psikologi/psikiater ada
SOSIAL, EKONOMI DAN SPIRITUAL

Status Pernikahan  Single □ Menikah □ Bercerai □ Janda / Duda


Anak □ Tidak ada □jumlah anak
Pendidikan terakhir □ SD □ SMP  SMA □ Akademi □ Sarjana □ Lainnya
Warga negara  WNI □ WNA
Pekerjaan □ PNS □ Swasta □ TNI / Polri □ Tidak Bekerja
Pembiayaan  Biaya □ Asuransi □ Perusahaan
kesehatan sendiri
Tinggal bersama □ Suami / Istri □ Anak  Orang tua □ Sendiri □ Lainnya

Nama : ....................................................... No. Telepon : .........................................................


.
Kebiasaan □ Merokok □ Alkohol □ Jenis dan jumlah per
Lainnya : .......... hari : ...................................
Agama □ Hindu □ Islam □ Budha  Kristen □ □ Kong Hu Cu □ Lain-
Katolik lain
Perlu Rohaniwan □ Ya □ Tidak, Jelaskan

KEBUTUHAN KOMUNIKASI DAN EDUKASI


41

1. Kurang pengetahuan tentang : .....................................................................................................................


2. Kemampuan berkomunikasi :  Normal □ Serangan awal gangguan bicara, kapan: ………………...

ASSESSMEN FUNGSIONAL (Bartel Indeks)

No FUNGSI KETERANGAN SKO No FUNGSI KETERANGAN SKO


1 Mengontrol BAB Inkontinen/tidak teratur R
0 6 Berpindah tempat Tidak mampu R
0

dari tidur ke duduk


Kadang-kadang inkontinen 1 Perlu banyak bantuan untuk 1

Kontinen teratur 2 Bantuan minimal 1 orang 2


2 Mengontrol BAK Inkontinen atau pakai kateter 0 Mandiri 3

Kadang-kadang inkontinen 1 7 Mobilisasi / Tidak mampu 0


berjalan
Mandiri 2 Bisa berjalan dengan kursi 1
3 Membersihkan diri Butuh pertolongan orang lain 0 roda
Berjalan dengan bantuan satu 2
Mandiri 1 Mandiri 3
(lap muka, sisir
4 Penggunaan toilet, Tergantung pertolongan 0 8 Berpakaian Tergantung orang lain 0

pergi ke dalam dari Perlu pertolongan pada 1 (Memakai baju) Sebagian dibantu 1

WC (melepas, beberapa aktivitas terapi, (mis : mengancing baju)

memakai celana, Mandiri 2 Mandiri 2


5 Makan Tidak mampu 0 9 Naik turun tangga Tidak mampu 0
Perlu seseorang menolong 1 Butuh pertolongan 1

Mandiri 2 Mandiri 2
10 Mandi Tergantung orang lain 0
Mandiri 1
SKOR : ( ) Mandiri (20), ( ) Ketergantungan ringan (12-19), ( ) Ketergantungan sedang (9-11), ( )
TOTAL Ketergantungan berat (5-8),
( ) Ketergantungan total (0-4)

PENAPISAN KULIT (SKALA NORTON)


Kondisi fisik Kondisi mental Aktifitas Mobilisasi Gangguan perkemihan

Bagus 4 Sadar 4 Mobilisasi baik 4 Bebas 4 Tidak ada gangguan 4

Kurang 3 Apatis 3 Berpindah dengan 3 Ada keterbatasan 3 Hilang timbul 3


bantuan
Jelek 2 Bingung 2 Menggunakan kursi 2 Sangat terbatas 2 Frekuensi urin 2
roda
Sangat jelek 1 Stupor 1 Menggunakan brancard 1 Tidak bisa bergerak 1 Beser 1
Nilai : ( ) Resiko sangat tinggi (< 10) ( ) Resiko tinggi (10-14) ( ) Resiko sedang (15-18) ( ) Resiko rendah (>18)
SKRINING NUTRISI dengan MST (Malnutrisi Screening Tools)

Berat Badan (BB) sekarang : 65 kg 2. Apakah nafsu makan Anda berkurang?


IMT : □ Tidak 0
BB Biasanya : 67 kg  Ya 1
Tinggi Badan (TB) : 170 cm
42

1. Apakah Berat Badan (BB) Anda menurun Total Skor


akhir-akhir ini tanpa direncanakan?
□ Tidak 0 Nilai MST : □ Resiko (MST = 0-1)
 Ya, bila ya berapa penurunan berat badan Anda? Rendah
□ Resiko (MST = 2-3)
 1 – 5 kg 1 Sedang
□ Resiko Tinggi (MST = 4-5)
□ 6 – 10 kg 2 Catatan :
□ 11 – 15 kg 3 * Bila pasien beresiko tinggi (MST 4-5) dengan penyakit DM,
□ > 15 kg 4 batu ginjal,
ginjal/jantung, kanker, stroke, hati, HIV, TB, gangguan
□ Tidak yakin 2 salurangeriatric dan pediatric dirujuk ke ahli gizi
cerna,

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN GAWAT DARURAT G. RENCANA KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

1. Keefektifan bersihan jalan napas b.d. obstruksi trakeobronkial, □ Lakukan manuver jaw trust, head thilt dan chin lift.
benda
adanyaasing pada jalan napas, sekret tertahan di saluran napas. □ Keluarkan benda asing, lakukan suction, needle cricothyroidectomy.
2. Resiko aspirasi b.d. trauma wajah, mulut atau leher, penurunan □ Pasang OPA, NPA, ETT, stabilisasi cervical (collar brace).
kesadaran,
tingkat peningkatan tekanan intragastrik. □ Berikan bantuan napas buatan, ventilasi mekanik, ventilasi dengan
3. Ketidakefektifan pola napas b.d. nyeri, cedera pada spinal, ventilator.
otot pernapasan, kerusakan otot rangka.
kelelahan  Berikan O2 sesuai kebutuhan melalui nasal canula, masker.
4. Gangguan pertukaran gas b.d. perubahan kapasitas darah  Monitor SaO2.
oksigen,
membawaketidakseimbangan membran pertukaran kapiler dan  Monitor tanda-tanda vital secara periodik.
alveolus. 
5. Penurunan curah jantung b.d. perubahan kekuatan jantung dalam Monitor tingkat kesadaran secara periodik.
melawan kontraksi otot jantung, menurunnya keluaran jantung,  Monitor EKG.
penurunan isi sekuncup yang disebabkan oleh masalah  Pasang infus, sampel darah, cek AGD.
6. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan (cerebral,
elektrofisiologis. □ Hentikan perdarahan, KIE banyak minum.
gastrointestinal,
cardiopulmonar, periferal)
renal, b.d. penurunan pertukaran sel,  Berikan posisi semiflower.
penurunan
hipovolemia,aliran darah arteri. □ Berikan posisi head up 30º
7. Kekurangan / resiko kekurangan volume cairan b.d. kehilangan □ Pasang dower cateter untuk monitor cairan keluar.
cairan
volumeaktif, kerusakan mekanisme regulasi. □ Berikan cairan intravena, cairan koloid, darah atau produk darah,
8. Kelebihan volume cairan b.d. mekanisme regulasi yang ekspander plasma.
9. Diare b.d. penyalahgunaan laxatif, proses infeksi, malabsorpsi.
terganggu. □ Kaji turgor kulit dan membran mukosa mulut.
10 Retensi urin b.d. obstruksi traktus urinarius, gangguan □ Awasi tetesan cairan, berikan cairan sesuai kebutuhan.
. trauma, hipertofi blader prostat.
neurovaskular, □ Pasang NGT
11 Nyeri akut, kronis b.d. spasme otot dan jaringan, trauma □ Kumbah Lambung
. ketidakmampuan
jaringan, fisik kronik.  Atasi nyeri, delegatif pemberian analgetika, teknik distraksi,
12 Hipertermia b.d. dehidrasi, peningkatan kecepatan metabolisme, □ Lakukan
relaksasi.perawatan luka dengan teknik septik aseptik.
. trauma, proses perjalanan penyakit. □ Berikan kompres hangat.
13 Kerusakan mobilitas fisik b.d. kerusakan muskuloskletal dan □ Berikan posisi semiflower bila tidak ada kontraindikasi.
. neuromuskular, kehilangan integritas struktur tulang, penurunan □ Delegatif pemberian antipiretik.
kekuatan dan ketahanan tubuh. □ Monitor intake dan output cairan.
14 Pk Anemia. □ Pasang spalk, lakukan imobilisasi.
15. Konstipasi b.d. diet, asupan cairan, tingkat aktivitas, kebiasaan □ Kaji tanda-tanda kompartemen pada daerah distal dari fraktur.
16. Resiko jatuh b.d. penyakit, gangguan keseimbangan, penurunan
defekasi. □ Pastikan pengaman terpasang dan rem tempat tidur terkunci dengan
. mental,
status penggunaan obat, penggunaan alkohol. □ Pasang
baik. gelang kuning pada pasien sebagai penanda pasien perlu
17 Resiko mencederai diri dan orang lain berhubungan dengan pengawasan.
18. Gangguan
agresif. mobilitas fisik berhubungan dengan Ekstermitas atas □ Lakukan pengikatan pasien, kolaborasi obat penenang.
. tidak berfungsi dengan baik

......................................................................................................... □ ...............................................................................................................
.........................................................................................................
.......... □ ...............................................................................................................
....
.........................................................................................................
.......... □ ...............................................................................................................
....
.........................................................................................................
.......... □ ...............................................................................................................
....
.......... ....
43

2.1 Terapi Medis


Tanggal 06 Oktober 2021
No Terapi Dosis Indikasi
1. NK O2 5 Lpm Digunaka untuk pasien mengalami
sesak nafas
2. Injek. 2x1 gr Digunakan sebagai antibiotik
Ceftriaxone
3. Infus. Nacl 1500 ml Sebagai pengganti cairan tubuh

4. Infus 1x400 mg Digunakan sebagai antibiotik yang


Moxifloxacin digunakan mengobati infeksi bakteri. 

5. p/o 3x1 mg Digunakan untuk membuka saluran


Salbutamol nafas pada paru-paru

6. p/o 3x500 mg Sebagai obat anti piretik dan analgetik


paracetamol
7. p/o OBH 3x 15 ml Sebagai obat untuk meredakan batuk
Syrup berdahak

8. Nebulisasi /8jam Membukan jalan nafas


Pulmicort +
ventolin

2.2 Data Penunjang


1) Hasil laboratorium
Tanggal 02 November 2021
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
WBC 15.01 4.50- 11.00
RBC 4.37 4.00- 6.00
HGB 10.6 10.5- 18.00
PLT 548 150-400
HCT 32,5 37.0- 48.0
MCV 74,4 86.6- 102.0
MCH 24,3 25.6-30.7
MVP 9.4 9.2-12.1
SpO2 93 97-100 %
44

ANALISIS DATA

DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN MASALAH


DAN DATA OBYEKTIF PENYEBAB
45

DS : Klien mengatakan Tb Paru Pola Nafas tidak efektif


sesak nafas dan lemas
DO : batuk
- RR : 25
- Sp02 : 93 % penumpukan secret
- Terapasang oksigen
NK 5 lpm
- Nadi 115 x/menit
- Thorax VES (ventrikel
Ekstra Sistol) +/+
- Klien tampak lemas
- Kulit klien teraba
dingin
- Klien tampak mengap-
mengap

DS: Klien mengatakan Tb Paru Nyeri


nyeri bagian dada kiri,
nyeri seperti ditekan,skala Menginfeksi jaringan
6 (sedang), terjadi saat jantung
inspirasi dan ekspirasi
DO: Penyumbatan pembuluh
- Klien tampak darah
memegang dada sebelah
kiri Aliran darah turun
- Klien tampak gelisah
- Klien tampak lemas Suplai O2 Turun
- Klien tampak meringis
- Skala nyeri 6 (sedang) Nyeri

PRIORITAS MASALAH

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret ditandai dengan
RR : 22, Sp02 : 93 %, Terapasang oksigen NK 5 lpm, Nadi 115 x/menit, Thorax
46

VES (ventrikel Ekstra Sistol) +/+, EKG +, Klien tampak lemas, Kulit klien teraba
dingin,Klien tampak mengap-mengap.
2. Nyeri berhubungan dengan iskemik ditandai dengan Klien tampak memegang dada
sebelah kiri, Klien tampak gelisah, Klien tampak lemas, Klien tampak meringis,
Skala nyeri 6 (sedang).
47

RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan
No Intervensi
Keperawatan (Kriteria Hasil)
1 Perfusi ferifer tidak Setelah dilakukan tindakan selama 1x7 1. Monitor pola nafas dan saturasi oksigen
efektif b.d. jam diharapkan pola nafas membaik 2. Monitor frekuensi,irama, kedalaman dan upaya nafasAtur
penurunan suplai o2 dengan kriteria hasil : interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
1. Dispnea Menurun (5) 3. Pertahankan kepatenan jalan nafas
2. Penggunaan otot bantu menurun (5) 4. Ajarkan penggunaan oksigen dirumah
3. Frekuensi nafas membaik (5) 5. Melakukan kolaborasi dalam pemberian oksigen
4. Kedalaman nafas membaik (5)
2 Nyeri b.d. iskemik Setelah dilakukan perawatan selama 1x7 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,frekuensi, durasi,
jam diharapkan tingkat neri menurun kualitas, intensitas nyeri
dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi nyeri
1. Frekuensi Nadi Membaik (5) 3. Observasi Tanda- tanda Vital
2. Pola nafas membaik (5) 4. Identifikasi respon nyeri non verbal
3. Keluhan nyeri menurun (5) 5. Berikan teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi rasa
4. Meringis menurun (5) nyeri
5. Gelisah Menurun (5) 6. Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri
7. Jelaskan penyebab dan periode nyeri
8. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik.
48

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

No Hari/Tgl/Shift Diagnosa Implementasi Evaluasi Tanda Tangan


Keperawatan dan Nama
Perawat
1 Kamis, 04 Perfusi perifer 1. Monitor pola nafas dan saturasi S : Klien mengatakan masih merasa
November 2021 tidak efektif b.d. oksigen sesak nafas
Pukul 08.00 penurunan suplai 2. Monitor frekuensi,irama,
WIB O2 kedalaman dan upaya nafas O:
3. Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien  TTV
4. Berikan posisi semi fowler atau Suhu / T : 36,6ºC
fowler Nadi/HR : 118x/mnt
5. Pertahankan kepatenan jalan nafas Pernapasan : 25 x/mnt
6. Ajarkan penggunaan oksigen Tekanan Darah : 131/78 mmHg
dirumah
SPO2 93% (Wenie)
7. Melakukan kolaborasi dalam
pemberian oksigen
 Irama nafas regular,
 Pemasangan infus dibagian tangan
kiri
 Klien tampak mengap=mengap
 Klien merasa nyaman dengan posisi
semi fowler
A:Masalah teratasi sebagian

P : Pertahankan intervensi 1,2,6, dan 7

2 Kamis, 04 Nyeri b.d. iskemik 1. Mengidentifikasi lokasi, S : Klien mengatakan masih merasa nyeri
November 2021 karakteristik, durasi,frekuensi,
Pukul 08.00 durasi, kualitas, intensitas nyeri O : lokasi nyeri dibagian dada kiri,
49

WIB 2. Mengidentifikasi nyeri karakteristik seperti ditekan, durasi 25-30


3. Mengobservasi Tanda- tanda Vital menit, skala nyeri 4 (sedang) (Wenie)
4. Mengidentifikasi respon nyeri non
verbal - TD: 138/85, Nadi = 98 x/menit
5. Memberikan teknik relaksasi nafas - Klien tampak memegang dada bagian
dalam untuk mengurangi rasa kiri
nyeri
- Klien merasa cukup nyaman saat
6. Mengontrol lingkungan yang
memperberat nyeri melakukan Latihan Tarik nafas dalam
7. Menjelaskan penyebab dan - Memberikan lingkungan yang nyaman
periode nyeri dengan memberikan sampiran dan
8. Melakukan kolaborasi dengan mematikan lampu.
dokter dalam pemberian analgetik - Pemberian paracetamol 3x500 mg
A : Masalah teratasi sebagian.

P : Lanjutkan intervensi 2,3,4.7,8


50

DAFTAR PUSTAKA

Andra Saferi ,Wijaya. 2013. KMB1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa Teori
dan Contoh Askep.Yogyakarta:Nuha Medika.
Ardiansyah, M. 2012 .Medikal Bedah Untuk mahasiswa. Yogyakarta : Diva Press
Kemenkes. 2011. Pedomasn nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia
Nurarif, Amin Hadi.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA NIC –NOC.
Mediaction : Jogjakarta
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. 2012 . Jakarta
Setiadi (2012), Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan, Yogyakarta: Graha
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia, edisi 1. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, edisi 2.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai