PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1. Mengenal apa itu Otonomi Daerah.
2. Mengetahui Sejarah Perkembangan Otonomi Daerah yang ada di
Indonesia
3. Pelaksanaan Otonomi di Indonesia saat ini.
BAB II
PEMBAHSAN
C. Masa Kemerdekaan
1. Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 menitikberatkan pada asas
dekonsentrasi, mengatur pembentukan KND di keresidenan, kabupaten,
kota berotonomi, dan daerah-daerah yang dianggap perlu oleh mendagri.
Pembagian daerah terdiri atas dua macam yang masing-masing dibagi
dalam tiga tingkatan yakni:
1) Provinsi
2) Kabupaten/kota besar
3) Desa/kota kecil.
UU No.1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan
segera saja. Dalam batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja dan
tidak memiliki penjelasan.
2. Periode Undang-undang Nomor 22 tahun 1948
Peraturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di Indonesia
adalah UU Nomor 22 tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai berlaku pada
tanggal 10 Juli 1948. Dalam UU itu dinyatakan bahwa daerah Negara RI
tersusun dalam tiga tingkat yakni:
a) Propinsi
b) Kabupaten/kota besar
c) Desa/kota kecil
d) Yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.
3. Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957
Menurut UU No. 1 Tahun 1957, daerah otonom diganti dengan istilah
daerah swatantra. Wilayah RI dibagi menjadi daerah besar dan kecil yang
berhak mengurus rumah tangga sendiri, dalam tiga tingkat, yaitu:
1) Daerah swatantra tingkat I, termasuk kotapraja Jakarta Raya
2) Daerah swatantra tingkat II
3) Daerah swatantra tingkat III.
UU No. 1 Tahun 1957 ini menitikberatkan pelaksanaan otonomi daerah
seluas-luasnya sesuai Pasal 31 ayat (1) UUDS 1950.
4. Periode Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959
Penpres No. 6 Tahun 1959 yang berlaku pada tanggal 7 November 1959
menitikberatkan pada kestabilan dan efisiensi pemerintahan daerah,
dengan memasukkan elemen-elemen baru. Penyebutan daerah yang berhak
mengatur rumah tangganya sendiri dikenal dangan daerah tingkat I, tingkat
II, dan daerah tingkat III.
Dekonsentrasi sangat menonjol pada kebijakan otonomi daerah pada masa
ini, bahwa kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat, terutama dari
kalangan pamong praja.
5. Periode Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965
a. Cita "ketunggalan" yaitu untuk semua jenis dan tingkatan daerah
diperlakukan satu UU pemerintahan daerah yang sama. Ini akan memupuk
rasa kesatuan antara daerah-daerah otonom di seluruh Indonesia. Bagi
Pemerintah Pusat sendiri juga memudahkan dalam menjalankan tindakan-
tindakan yang seragam Pada masa Hindia Belanda dan pendudukkan
Jepang terdapat pluralisme dalam perundang-undangan desentralisasi.
b. Cita "persamaan" antara cara pemerintahan di Jawa/Madura dengan
luar pulau tersebut. Ini akan menghilangkan rasa iri hati karena seolah-
olah dianak tirikan yang terdapat pada wilayah di luar Jawa/Madura.
c. Penghapusan dualisme dalam Pemerintahan Daerah, yaitu UU No.
22/1948 dicita-citakan agar Daerah tidak akan berlangsung terus
pemerintahan yang dijalankan oleh pamong praja.
d. Cita desentralisasi yang merata di seluruh wilayah negara Republik
Indonesia akan terdiri atas Daerah-daerah otonom diluar itu tidak ada
wilayah yang mempunyai kedudukkan lain.
e. Pemberian otonomi dan medebewind yang luas, sehingga rakyat akan
dibangunkan inisiatifnya untuk memajukan Daerahnya.
f. Pemerintahan Daerah yang demokratis, yaitu susunan aparatur
Daerah yang dipilih oleh dan dari rakyat. Ini akan mendidik rakyat kearah
kemampuan memerintah diri sendiri serta penghargaan terhadap
kebebasan dan tanggung jawab.
g. Pemerintahan kolegial. Soalsoal pemerintahan tidak akan lagi
diputuskan oleh seorang tunggal, melainkan oleh sekelompok orang atas
dasar permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan.
h. Cita mendekatkan rakyat dan Daerah tingkat terbawah dengan
pemerintah Pusat. Kalau pada masa lampau tata jenjang kepamongprajaan
dari lapisan terbawah sampai teratas melalaui tidak kurang dari lima
tingkat (desa, kecamatan, kewedanaan, dan seterusnya), maka susunan
Pemerintahan Daerah yang baru hanya mengenal 3 tingkatan Daerah. Ini
memudahkan pembinaan dan pembimbingan Daerah tingkat terbawah oleh
Pemerintah Pusat.
i. Cita pendinamisan kehidupan desa dan wilayahwilayah lainnya yang
sejenis dengan ini. Untuk memajukan negara dan memakmurkan rakyat
Indonesia, desa harus dijadikan sendi yang kokoh dan senantiasa bergerak
maju. Pada masa lampau desa dan wilayahwilayah lainnya yang sejenis
ditaruh di luar lingkungan pemerintahan modern dan dibiarkan hidup
dalam alamnya sendiri yang statis.
j. Cita pendemokrasian pemerintahan zelfbesturende landschappen.
Kerajaan-kerajaan warisan masa lampau dengan sifatnya yang otokratis
dan feodal dijadikan bagian dari wilayah RI yang berhak mengatur dan
mengurus rumah tangga daerahnya sesuai dengan asasasas yang dianut
oleh negara.
Keenam, Kepala Daerah bertanggung jawab kepada DPRD dan DPRD dapat
memberhentikan Kepala Daerah apabila DPRD menolak
pertantanggungjawaban Kepala Daerah.
3.1 Kesimpulan
Otonomi daerah dapat diartikan sebagai kewajiban yang diberikan
kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi
masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap
masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Berbicara mengenai perjalanan dan perkembangan otonomi (pemerintahan)
daerah di Indonesia dengan segala aspeknya seperti mengurai suatu ”kisah”
yang sangat panjang. Bahkan mungkin tidak banyak lagi publik yang
mencoba mereviewnya, kecuali bagi kalangan peneliti atau untuk keperluan
studi. Secara praktis tentu hal itu tidak jadi masalah, karena kebijakan
mengenai otonomi daerah dari suatu regulasi yang sudah tidak berlaku lagi
mungkin sudah kehilangan manfaat. Namun bagi keperluan mendapatkan
suatu subtansi dan menemukan masalah-masalah disekitar implementasi
otonomi daerah di Indonesia, maka menelusuri perjalanan otonomi daerah
dari waktu ke waktu sepertinya sangat penting. Apalagi sampai saat ini
soal otonomi daerah di Indonesia masih mencari bentuknya yang ideal.
Dalam perspektif ini, dengan menelusuri regulasi berkaitan dengan otonomi
daerah setidaknya akan ditemukan mengapa kebijakan otonomi daerah di
Indonesia selalu berubah-ubah.