Anda di halaman 1dari 3

Dalam UU No.

10 Tahun 1998, pemerintah pun mengimplementasikan sistem ekonomi


syariah dengan membuat kebijakan perbankan syariah yang sejalan sesuai nilai, norma, dan
prinsip-prinsip Islam. Perbankan syariah sebagai kebijakan alternatif ekonomi dalam segala
bentuk permasalahan yang sesuai konsepnya yaitu terwujudnya keadilan, kemakmuran,
kepentingan dan keseimbangan para umat Islam. Munculnya eksistensi perbankan syariah
sebagai bentuk respon atas kebijakan ekonomi syariah yang diterapkan di Indonesia prediksinya
akan terus berkembang dari waktu ke waktu.
Bank syariah menjadi suatu bentuk badan usaha atau kelembagaan keuangan yang
menjalankan fungsi memenuhi kebutuhan masyarakat berlandaskan prinsip-prinsip syariah
dengan sistem bagi hasil. Praktik perbankan syariah, sesuai dengan instumen keuangan
berdasarkan pembagian kegiatan bermuamalah secara islam bertujuan mencapai kemaslahatan
bersama baik secara material dan spiritual, mempersatukan umat, dan memajukan kegiatan
finansial perbankan. Walaupun dianggap baru, ternyata terus menunjukkan perkembangan yang
cukup signifikan bagi pangsa pasar dan sebagai sarana dakwah melalui bank syariah.
Dalam perkembangannya, perbankan syariah dijadikan sebagai tolak ukur pencapaian
keberhasilan ekonomi syariah yang telah dibuktikan dengan menunjukkan kinerjanya pada
masa krisis 1998. Saat itu perbankan syariah tetap bertahan, eksis, dan mengalami kestabilan
bahkan memperoleh keuntungan. Bank Indonesia pun mengeluarkan “Cetak Biru
Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia” yang berkontribusi secara konsisten sehingga
menjadi sebuah langkah atau grand strategi dengan meletakan posisi dan cara pandang
perbankan syariah demi mencapai sasaran serta menghadapi tantangan.
Hal ini, dimungkinkan adanya peraturan mengenai prinsip syariah sehingga (Rachmat
Syafe’i, 2005) dengan buku yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Perbankan Syariah“
mengemukakan konsep dual baking system dalam tahap pengembangan atas dasar pertimbangan
antara lain:

 Memenuhi kebutuhan pelayanan jasa keuangan syariah agar terhindar dari riba untuk terus
berkontribusi terhadap pembangunan perekonomian nasional.
 Saat masa krisis 1998 tetap beroperasi yang didukung oleh sistemnya untuk mengurangi
resiko dan memperkuat pertahanan dunia perbankan nasional.
 Dijadikan sistem alternatif dengan upaya restrukturisasi perbankan berdasarkan keunggulan
serta karakteristik agar kualitas sistem perbankan nasional meningkat.
 Bentuk pelayanan kompetitif sebagai aliran masuk dan keluarnya modal bagi lembaga
keuangan atas transaksi syariah baik nasional hingga internasional.
 Sistem ini dalam perbankan syariah dikaitkan dengan sektor ekonomi rill dalam mengurangi
dampak ekonomi berupa inflasi.
Menurut Rivai dan Arifin (2010) dalam Santosa (2018), bahwa sistem bank syariah sendiri
didasarkan hukum syariah sesuai tuntutan agama. Berjangka panjang dan pembiayaan sistem
bagi hasil berupa deposito, tabungan dan sukuk ritel selama periode. Pembagian resiko dilihat
dari presentase antara keuntungan dan kerugian disertakan pembatasan aktivitas ekonomi serta
tidak memperbolehkan unsur spekulasi. Mengumpulkan zakat, dan tidak adanya uang tambahan
atas kegagalan tertentu yang berhubungan antara bank dan nasabah sebagai partner kemitraan.
Berinvestasi sukuk ritel hingga adanya fungsi sistem maqasad terdapat pada sektor ekonomi,
sosial dan lingkungan dengan mempertimbangkan konsep keuntungan di dunia dan akhirat.
Badan pengawasan dari Otoritas Jasa keuangan, Dewan Syariah Nasional, dan Dewan Pengawas
Syariah.
Transaksi bank syariah mempunyai akad yang tidak terpisahkan berdasarkan syariat Islam
fiqh muamalah. Menurut Asnawi dan Fanani (2017), bahwa brand image bank syariah
menggunakan konsep Islamic Branding sesuai nilai dan aturan Islam, mengandung istilah secara
Islami dan pelaksanaanya bisa digunakan siapa pun akan tetapi target utama adalah Muslim.
Halal menjadi elemen utama sesuai syariat Islami dengan konsep Islamic Branding berbagai
macam produk. Brand image sesuai konsep Islami akan lebih mudah melekat pada masyarakat
karena memiliki keistimewaan dan karakteristik tertentu yang dapat bersaing hingga terus
berkembang.

Berikut ini adalah produk bank syariah yang terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Produk Penghimpunan Dana (Funding)
Berupa giro syariah dan tabungan syariah berdasarkan akad wadiah dan mudharabah
serta deposito syariah berdasarkan akad mudharabah. Wadiah dibedakan menjadi dua, yaitu
wadiah yad amanah, penitipan barang yang tidak diperbolehkan untuk dimanfaatkan sampai
dikembalikan dan wadiah yad dhammah, penitipan harta yang diperbolehkan untuk
dimanfaatkan sebelum dikembalikan. Mudharabah dibedakan menjadi dua, yaitu
mudharabah muthlaqah, bentuk kekuasaan bank secara penuh tanpa adanya pembatasan
tertentu dalam penggunakan himpunan dana dan mudharabah muqayyadah, pemilik dana
memberikan batasan syarat kepada pihak bank tertentu dalam pengelolaannya untuk dipatuhi.
2. Produk Penyaluran Dana (Financing)
Berupa pembiayaan prinsip jual beli berdasarkan akad murabahah, istishna’ dan salam,
pembiayaan prinsip bagi hasil berdasarkan akad mudharabah dan musyarakah, pembiayaan
prinsip sewa berdasarkan akad ijarah dan ijarah muntahiya bittamilk serta pembiayaan
prinsip pinjam-meminjam berdasarkan akad qardh. Murabahah, bentuk kesepakatan harga
dalam transaksi jual beli dengan memperoleh keuntungan. Istishna, bentuk kesepakatan dalam
transaksi jual beli antara penjual dan pembeli yang berbentuk pemesanan pada barang tertentu
sesuai persyaratan. Salam, akad transaksi jual beli sesuai syarat pemesanan pada barang
tertentu yang akan dibayar secara tunai.
Mudharabah, kesepakatan kerjasama antara pemilik dana dan pengelola dana dalam
memperoleh serta pembagian keuntungan usaha namun kerugian ditanggung pemilik dana.
Musyarakah, kesepakatan para pemilik dana dengan memadukan berbagai sumber daya untuk
memperoleh keuntungan dan kerugian usaha ditanggung bersama. Ijarah, kesepakatan antara
pemilik sewa dan penyewa berupa imbalan pembayaran atas pemindahan manfaat dalam
jangka waktu tertentu. Ijarah muntahiyah bittamlik, kesepakatan sewa menyewa dengan
diakhiri pemindahan hak kepemilian barang dari pemilik sewa kepada penyewa. Qardh, akad
dalam pinjam meminjam dengan ketentuan yang dapat tagih dan dikembalikan sesuai
pinjaman tersebut tanpa adanya sebuah imbalan tertentu.
3. Produk Jasa Layanan Perbankan Lainnya
Bentuk produk berdasarkan akad wakalah, kafalah, hawalah, sharf, dan rahn. Maka
wakalah, akad pelimpahan atau penyerahan kekuasaan sesuai mandat dari nasabah yang
diberikan kepada bank sebagai bentuk perwakilan. Kafalah, jaminan bank yang bertanggung
jawab dan wajib dalam memenuhi kebutuhan nasabah dengan bentuk pengalihan tanggung
jawab atas penjaminan tersebut. Hawalah, pengalihan atas utang piutang dan wajib
dibayarkan antara pihak yang berhutang terhadap pihak yang menanggungnya sedangkan
bank berperan sebagai penagih. Sharf, transaksi jual beli dalam penukaran mata uang atau
valuta asing dan dilakukan secara fisik untuk penyerahannya dalam waktu yang sama. Rahn,
kegiatan dalam menahan sesuatu harta yang dimiliki dan bernilai sebagai jaminan hutang
sampai memberikan pengembalian pembayaran pembiayaan kepada bank.
Nah, itulah penjelasan mengenai sistem dan produk perbankan syariah yang terus
menunjukkan perkembangan secara pesat. Akan tetapi, harus memperhatikan konsepnya dan
mempromosikan serta memberikan pelayanan kualitas terbaik sehingga dapat menarik dan
diterima oleh masyarakat, Memang pada dasarnya, bank syariah sangat berpotensi, berpeluang
besar dan kompherensif dalam mendorong pertumbuhan kemajuan perekonomian bahkan
sebagai aset modal perbankan di suatu negara. Dengan demikian, Indonesia sebagai negara
Muslim terbesar di dunia bisa menjadi salah satu pelopor kebijakan mengenai dunia perbankan
syariah.

Anda mungkin juga menyukai