Anda di halaman 1dari 21

BAHAN AJAR PELATIHAN

PEMBUATAN MEDIA TRANSPLANTASI KARANG

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


BADAN RISET DAN SUMBER DAYA MANUSIA
KELAUTAN DAN PERIKANAN
BALAI PELATIHAN DAN PENYULUHAN PERIKANAN (BPPP)
BANYUWANGI
2021
I. PENGENALAN TERUMBU KARANG

2.1 Keanekaragaman Hayati Terumbu Karang


Sebagai suatu ekosistem, terumbu karang memiliki komponen-komponen sebagaimana ekosistem
lain yaitu komponen biotik dan abiotik. Secara umum, pada ekosistem perairan komponen biotik
yang berperan adalah tumbuhan hijau (produser), bermacam-macam kelompok hewan (konsumer)
dan bakteri (dekomposer). Pada ekosistem terumbu karang, komponen produser utama adalah algae
dari kelas dinophyceae yang disebut zooxanthelae yang hidup bersimbiosis dengan binatang karang,
disamping beberapa jenis algae yang hidup berasosiasi dengan terumbu karang. Sangat banyak
komponen biotik yang menempati ekosistem terumbu karang terutama adalah hewan karang itu
sendiri yang sangat banyak jumlah dan jenisnya. Selain itu, banyak jenis hewan yang berasosiasi
dengan ekosistem ini antara lain ikan-ikan karang, Moluska, sponge, berbagai jenis echinodermata,
dan berbagai jenis algae. Komponen abiotik meliputi unsur dan senyawa baik organik maupun
anorganik dan parameter lingkungan berupa temperatur, oksigen, nutrien dan faktor fisik lain yang
membatasi kondisi kehidupan. Komponen-komponen tersebut saling mempengaruhi satu sama lain.
Keterkaitan antar komponen-komponen tersebut sangat erat sehingga perubahan salah satu
komponen tersebut dapat berakibat pada berubahnya kondisi ekosistem. Keseimbangan ekosistem
akan selalu terjaga bila komponen-komponen tersebut tetap berada pada kondisi stabil dan dinamis.
Indikator kesetabilan itu dapat dilihat berdasarkan besarnya keanekaragaman hayati (biodiversity)
yang merupakan unsur biotik dalam suatu ekosistem.
Menurut Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati (Convention on Biological Diversity),
keanekaragaman hayati (biodiversity) didefinisikan sebagai variabilitas makluk hidup dari semua
sumber termasuk di antaranya ekosistem daratan ,lautan dan ekosistem perairan lain, serta
kompleks-kompleks ekologis yang merupakan bagian dari keanekaragamannya

Sebagian besar terumbu karang masuk dalam kelas Anthozoa. Hanya dua familinya yang berkaitan
dengan kelas lain dari coelenterate Hydrozoa: Milleporidae dan Stylasteridae. Kelas Anthozoa
meliputi dua subkelas Hexacoralia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang berbeda asalnya,
demikian pula dalam morfologi dan fisiologinya. Fungsi bangunan terumbu sebagian besar dibentuk
8 oleh karang pembangun terumbu (hermatypic), yang membentuk endapan kapur (aragonit)
massif. Kelompok karang hermatypic diwakili sebagian besar oleh ordo Scleractinia (Subklas
Hexacorallia). Dua spesies dalam kelompok ini termasuk dalam ordo Octocorallia (Tubipora musica
dan Heliopora coerulea), dan beberapa spesies kedalam kelas Hydrozoa (hydrocoral Millepora sp.
dan Stylaster roseus). Karang hermatypik mengandung alga simbion zooxanthellae yang sangat
mempercepat proses calsifikasi, dengan demikian memungkinkan karang inangnya membangun
koloni massif. Hexacoral dari ordo-ordo lain dari subklas Hexacorallia: Corallimorpharia,
Anthipatharia, dan Ceriantharia, termasuk beberapa spesies dari ordo zoanthidea seperti sebagian
besar octocoral dari subklas octocorallia, menjadi hewan-hewan yang berkoloni, juga memproduksi
skeleton keras atau ellemen keras dari skeleton yang lembutnya dari materi cacareus dan dengan
demikian berperan dalam memproduksi materi kapur remah. Menurut Anonimus (2003a) ada 12
family dan 47 genera karang. Menurut Ongkosongo (1988) terdapat enam bentuk pertumbuhan
karang batu yaitu (1) Tipe bercabang (branching), (2) tipe padat (massive), (3) tipe kerak
(encrusting), tipe meja (tabulate), (5) tipe daun (foliose), dan (6) tipe jamur (mushroom).

2.2 Tipe-tipe Terumbu Karang


a. Terumbu karang tepi (fringing reefs)
Jenis terumbu karang tepi termasuk yang terbanyak ditemukan pada lautan Indonesia. Dalam
terumbu karang ini tak terbentuk laguna (lagoon) yakni daerah air laut diantara karang dengan
pantai, layaknya terumbu karang penghalang. Sehingga membuat karang tepi ini rentan terkena
campur tangan manusia yang tak bertanggung jawab. Misalnya saja terkena bahaya logam berat dari
pembuangan limbah serta dampak sampah plastik di pesisir pantai yang berserakan.Terumbu karang
tepi atau karang penerus berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar.
Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar
menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai
dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai
yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal. Contoh: Bunaken (Sulawesi),
Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).

b.Terumbu karang penghalang (barrier reefs)


Terumbu karang penghalang yakni jenis terumbu yang berkembang agak jauh dengan pesisir pantai
serta membentuk laguna. Tempat pembentukan karang ini umumnya antara 0,5 km hingga 1 km
dari bibir pantai pada kedalaman 75 meter. Didunia jenis karang penghalang terkenal ialah “Great
Barrier Reefs” terletak di pesisir pantai timur Australia. Namun dinegara Indonesia juga punya
karang penghalang yakni di pulau Batuan Tengah, atau Spermonde, serta di Kepulauan Banggai.

c.Terumbu karang cincin (atolls)


Terumbu karang cincin yakni susunan karang yang bentuknya cincin besar serta menyerupai suatu
pulau. Jenis karang ini juga banyak ditemukan di wilayah samudera Atlantik. Terumbu karang yang
berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulau-pulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak
terdapat perbatasan dengan daratan.

d.Terumbu karang datar/Gosong terumbu (patch reefs)


Gosong terumbu (patch reefs), terkadang disebut juga sebagai pulau datar (flat island). Terumbu ini
tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis, membantu
pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal
dengan kedalaman relatif dangkal. Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Ujung
Batu. Jenis karang ini digolongkan kedalam jenis karang keempat sesudah karang tepi, cincin dan
karang penghalang

II. FUNGSI, MANFAAT DAN KERUSAKAN TERUMBU KARANG


2.1 FUNGSI DAN MANFAAT
a. Penyedia Pangan
Terumbu karang mempunyai berbagai fungsi yang antara lain : Sebagai gudang keanekaragaman
hayati biota-biota laut, tempat tinggal sementara atau tetap, tempat mencari makan, berpijah, daerah
asuhan dan tempat berlindung bagi hewan laut lainnya. Terumbu karang juga berfungsi sebagai
tempat berlangsungnya siklus biologi, kimiawi dan fisika secara global yang mempunyai tingkat
produktivitas yang sangat tinggi. Terumbu karang merupakan sumber bahan makanan langsung
maupun tidak langsung dan sumber obat-obatan. Terumbu karang sebagai pelindung pantai dari
hempasan ombak dan sumber utama bahan-bahan kontruksi.

b.Pelindung Ekosistem Pantai


Terumbu karang merupakan ekosistim laut dangkal yang sangat produktif jika dibandingkan
dengan ekosistim laut dangkal lainnya, seperti lamun dan mangrove. Sehingga dapat memberikan
kontribusi tambahan dan input energi bagi lingkungan perairan disekitarnya. Terumbu karang akan
menahan dan memecah energi gelombang yang sehingga mencegah terjadinya abrasi dan kerusakan
di sekitarnya. Dari segi fisik terumbu karang berfungsi sebagai pelindung pantai dari erosi dan
abrasi, struktur karang yang keras dapat menahan gelombang dan arus yang sehingga mengurangi
abrasi pantai dan mencegah rusaknya ekosistem pantai lain seperti padang lamun dan magrove.
Terumbu karang juga diketahui sebagai penahan abrasi pantai. Jika terumbu karang rusak maka
ombak tidak dapat ditahan untuk menggerus pasir. Gelombang laut dapat terkendali dengan adanya
terumbu karang. Terumbu karang akan memecah gelombang ombak yang sangat besar di laut. Hal
tersebut menyebabkan ombak yang sampai ke bibir pantai bersahabat.

c.Rumah Bagi Banyak Jenis Makhluk Hidup Di Laut


Secara alami, terumbu karang merupakan habitat bagi banyak spesies laut untuk melakukan
pemijahan, penularan, pembesaran anak, makan dan mencari makan “feeding & foraging”, terutama
bagi sejumlah spesies yang memiliki nilai ekonomis penting. Terumbu karang bagaikan oase
dipadang pasir untuk lautan. Karenanya banyak hewan dan tanaman yang berkumpul di sini untuk
mencari makan, memijah, membesarkan anaknya dan berlindung. Untuk manusia ini artinya
terumbu karang memiliki potensial perikanan yang sangat besar, baik untuk sumber makanan
maupun mata pencaharian mereka. Untuk diperkirakan, terumbu karang yang sehat dapat
menghasilkan 25 ton ikan per tahunya. Yakni sekitaran 300 juta orang di dunia menggantungkan
nafkahnya pada terumbu karang.

d.Peghasil Bahan baku Obat-obatan


Banyaknya spesies makhluk hidup laut yang dapat ditemukan diterumbu karang menjadikan
ekosistem ini sebgai gudang keanekaragaman hayati laut. Untuk saat ini, peran terumbu karang
sebagai gudang keanekaragaman hayati menjadikannya sebagai sumber penting bagi berbagai
bahan bioaktif yang diperlukan dibidang media dan farmasi. Pada terumbu karang banyak terdapat
bahan-bahan kimia yang diperkirakan dapat menjadi obat bagi manusia. Untuk saat ini banyak
penelitian mengenai bahan-bahan kimia tersebut untuk dipergunakan untuk mengobati berbagai
penyakit pada manusia. Terumbu karang memiliki kemampuan untuk memproduksi oksigen sama
seperti fungsi hutan di daratan, sehingga menjadi habitat yang nyaman bagi biota laut.

e. Nilai Sosio Ekonomi


Terumbu karang mempunyai nilai dan arti yang sangat penting dari segi sosial ekonomi dan
budaya, karena hampir sepertiga penduduk Indonesia yang tinggal di daerah pesisir
menggantungkan hidupnya dari perikanan laut dangkal. Mereka umumnya masih menggunakan
cara-cara tradisional dan terbatas di daerah yang relatif dangkal yang umumnya berupa terumbu
karang. Terumbu karang juga hanya bisa hidup di laut yang bebas dari pencemaran dan limbah.
Semakin bersih suatu laut maka akan semakin indah warna warna yang dipancarkan terumbu
karang. Apabila laut terpapar oleh polusi, terumbu karang tidak akan memancarkan warna – warna
yang indah.
Terumbu karang adalah habitat untuk berbagai organisme yang indah. Indonesia memiliki panjang
pesisir lebih dari 60.000 km2 dengan kekayaan terumbu karang yang sangat melimpah. Banyak
tempat terumbu karang yang layak untuk dikunjungi dan menjadi destinasi wisata kelas dunia.
Beberapa daerah yang dapat dinikmati keindahan terumbu karang adalah Papua, Maluku, dan Nusa
Tenggara. Indonesia memiliki satu per delapan terumbu karang yang ada di dunia. Keanekaragaman
biota yang ada di perairan Indonesia sangat banyak. Terumbu karang sangat bermanfaat bagi
kehidupan organisme laut maupun bagi manusia, manfaat ekologi maupun bidang ekonomi.
Terumbu karang yang bagus akan menarik minat wisatawan pada kegiatan diving,karena
variasi terumbu karang yang berwarna-warni dan bentuk yang memikat merupakan atraksi
tersendiri bagi wisatawan baik asing maupun domestik tersendiri bagi wisatawan baik asing
maupun domestik. Diperkirakan sekitar 20 juta penyelam, menyelam dan menikmati terumbu
karang per tahun. Hal ini dapat memberikan alternatif pendapatan bagi masyarakat sekitar.
b. Kerusakan Terumbu Karang

Kondisi karang di Indonesia pada saat ini adalah empat persen dalam kondisi kritis, 46 persen telah
mengalami kerusakan, 33 persen kondisinya masih bagus dan sekitar tujuh persen kondisinya bagus
sekali. Berdasarkan penyebabnya, kerusakan terumbu karang diakibatkan oleh beberapa faktor :
4.1 Faktor Biologis, seperti :
4.1.1 Predasi
Predasi merupakan adanya jenis-jenis karang/biota karang lain tertentu yang bersifat aktif dan
agresif untuk mendapatkan makanan sehingga dapat menghambat/mematikan pertumbuhan karang
yang lainnya. Beberapa contoh kasus predasi antara lain :
a. Beberapa jenis karang Famili Musidae, Meandrinidae dan Favidae mempunyai pertumbuhan
yang dapat menghambat pertumbuhan jenis karang lain khususnya dari suku Acroporidae.
b. Beberapa jenis karang yang menghasilkan zat antibiotik yang dapat mencegah pertumbuhan
organisme lain disekitarnya (misalnya jenis Montipora sp.).
c. Beberapa hewan pemakan polyp karang seperti Copepoda, Barnacle, kepiting, beberapa
Gastropoda, Asteroid, ikan Chaetodon trifasciatus, C. trifasialis, Acanthaster plancii, dll.
Beberapa hewan seperti Polychaeta dan Moluska merusak karang dengan cara membuat
rumah pada koloni karang.
4.1.2 Penyakit
Karang secara alami mempunyai penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Serangan penyakit ini
biasanya dipicu oleh adanya kondisi perairan yang tidak normal, misalnya danya pencemaran dan
kenaikan suhu permukaan air laut. Penyakit yang biasa menyerang karang antara lain :
a. White band disesase atau biasa disebut dengan penyakit gelang putih yang ditandai dengan
adanya warna putih pada sebagian koloni karang sedangkan sebagian lainnya berwarna
normal.
b. Black band disease, penyakit ini hampir sama dengan white band disease namun hasil
akhirnya berbeda oleh karena karang yang diserang ada yang menjadi hitam atau dapat pula
mengalami bleaching (memutih). Warna putih menunjukkan bahwa jaringan karang telah
mati sedangkan warna hitam menunjukan jaringan yang sedang mengalami serangan
penyakit.
c. Vibrio AK-1, bakteri ini menyerang pada bagian kondisi dimana suhu lingkungan naik di
atas normal. Kerusakan akibat bakteri ini ditandai dengan memutihnya jaringan karang
akan tetapi warna putihnya berupa bercak-bercak yang tidak merata.
4.1.3 Bioerosi
Bio erosi merupakan kerusakan karang baik secara kimiawi maupun mekanis karena
terdegradasinya kapur kerangka tubuh karang (CaCO3) yang disebabkan aktifitas organisme lain.
Beberapa contoh bio erosi antara lain :
Ikan kakatua dan ikan Buntel mengerat atau mengkais-kais karang massive untuk menajamkan
giginya.
a. Polychaeta, moluska, krustacea membuat lubang untuk rumahnya dengan cara mengebor
kerangka karang.
b. Echinodermata menggerogoti karang untuk memperoleh makanan yang berupa detritus atau
algae yang melekat di kerangka kapur.
c. Sponge, algae, cyanobacteria melekat di cangkang karang dan mengeluarkan zat kimia
tertentu yang dapat menurunkan keasaman disekitarnya sehingga dapat melarutkan kapur
kerangka tubuh karang.
Respirasi dari turf algae pada malam hari menghasilkan asam organik yang dapat menurunkan
keasaman disekitarnya.
4.2 Faktor Fisik, seperti :
4.2.1 Kenaikan Suhu Air Laut
Kenaikan suhu air laut sekitar 3 – 4 ° C dari suhu normal akibat peristiwa El Nino dapat
menyebabkan karang menjadi Bleaching yang kadang-kadang diikuti dengan kematian karang.
Karang di daerah tropis lebih sensitive terhadap perubahan suhu air laut dibanding dengan di daerah
sub tropis.
4.2.2 Pasang Surut
Kematian karang akibat pasang surut dapat terjadi apabila terjadi pasang surut yang sangat rendah
sehingga terumbu karang muncul di atas permukaan air laut dan terjadinya pada siang hari
(matahari terik) atau pada saat hujan sehingga air hujan langsung mengenai terumbu karang.
Kematian karang akibat pasang surut biasanya terjadi satu atau dua kali dalam setahun dan meliputi
area yang cukup luas.
4.2.3 Radiasi Sinar Ultra Violet
Sinar matahari yang memancar setiap hari mengandung sinar ultra vuolet A,B,C yang mempunyai
panjang gelombang yang berbeda-beda. Sinar UV A dan B merupakan sinar yang mempunyai daya
rusak terhadap sel-sel hidup. Sinar UV akan mempunyai dampak buruk terhadap karang jika
karang terkena radiasi sinar UV di atas normal (atau di atas kemampuan karang beradaptasi).
Biasanya terjadi pada saat cuaca sangat cerah, laut tenang dan jernih serta terjadi pada waktu yang
cukup lama. Ciri-ciri kematian karang akibat sinar UV yaitu terjadi bleaching meliputi daerah yang
cukup luas, umumnya seragan dan mencapai tempay yang cukup dalam.
4.2.4 Penurunan Salinitas
Secara fisik kematian karang karena penurunan salinitas dimulai dengan kontraksi dari polip karang
untuk lebih mempersempit kontak dengan air laut bersalinitas rendah. Kontraksi polip akan
mengurangi kecepatan fotosintesa sehingga akan mengurangi kecepatan respirasi. Karena karang
tidak mempunyai mekanisme untuk mengatus tekanan osmose di dalam tubuhnya maka sel-sel akan
pecah dan zooxanthellae keluar dari jaringan karang yang akibatnya karang memutih. Jika
penurunan ini berlangsung cukup lama akhirnya semua jaringan karang akan lysis dan mati.
4.2.5 Gunung Berapi, Gempa Bumi dan Tsunami
Aktifitas gunung berapi, gempa bumi dan tsunami mempunyai potensi untuk merusak terumbu
karang dengan akibat sangat berat. Gunung berapi di Indonesia yang berpotensi menyebabkan
kerusakan terumbu karang antara lain Gunung Krakatau di Selat Sunda, Gunung Api Banda di
Banda, Gunung Siau di Pulau Sangihe, Gunung Lewotolo di Pulau Lembata dan Gunung Pinang di
Sulawesi.
4.2.6 Topan atau Badai
Kerusakan karang yang disebabkan oleh topan biasanya sangat parah dan pada area yang cukup luas
tergantung dari kekuatan topan tersebut.

4.3 Aktifitas Manusia, dibagi menjadi 2 yaitu :


4.3.1 Secara Langsung
a. Penambangan Karang dan Pasir Laut
Penambangan karang biasanya dilakukan untuk bahan bangunan, pembuatan kapur atau bahan
kerajinan. Karang yang diambil dapat berupa karang hidup atau pecahan karang mati dan berasal
dari semua jenis karang batu. Akibat adanya penambangan karang itu selain menyebabkan
kerusakan karang secara langsung juga dapat menyebabkan erosi pantai karena karang sebagai
penahan ombak telah rusak sehingga menyebabkan gelombang langsung menggerus pantai
sedangkan pasir laut yang ditambang akan mencemari wilayah terumbu karang sekitarnya.
b. Pengeboman Karang
Kerusakan karang akibat bom sangat luas. Dari hasil pengamatan menujukkan bahwa penggunaan
bom seberat 0,5 Kg yang diledakkan di dasar terumbu dapat menghancurkan terumbu karang
dengan radius 3 – 5 m dari pusat ledakan.

c. Penggunaan Cyanida atau Potas


Dampak penggunaan potas terhadap terumbu karang dapat menyebabkan kematian karang apabila
digunakan dengan konserntrasi yang cukup tinggi dan berulangkali.

d. Penangkapan Ikan dengan Bubu


Penggunaan bubu untuk menangkap ikan di daerah terumbu karang dapat menyebabkan kerusakan
karang karena cara peletakan bubu tersebut di karang dengan cara membongkar karang hidup untuk
menindih bubu sehingga tampak seperti rongga dibawah terumbu (kamuflase).

e. Penangkapan Ikan dengan Muro Ami


Seperti halnya dengan penggunaan bubu, muro ami dapat menyebabkan kerusakan karang karena
penggunaan bambu, pemberat yang dipukul-pukulkan ke karung untuk menimbulkan bunyi berisik
sehingga ikan-ikan keluar dari persembunyiannya kemudian digiring ke arah jaring yang telah
dibentangkan.

f. Jangkar Perahu
Aktifitas lempar jangkar di daerah terumbu karang juga memberikan kontribusi cukup besar dalam
kerusakan karang karena jangkar yang di lepas dilaut akan merusak karang.

g. Kegiatan Pariwisata
Pengelolaan wisata bahari yang tidak memperhatikan lingkungan seperti membuang sampah,
snorkling/diving dengan menginjak karang dan mengoleksi biota laut/karang.

4.3.2 Akibat Aktifitas manusia Secara Tidak langsung

a. Sedimentasi
Sumber utama sedimentasi yaitu dari kegiatan penambangan di laut dan berasal dari daratan yang
dibawa oleh air sungai ke laut. Sedimentasi tersebut akan menyebabkan kekeruhan sehingga
menghambat penetrasi sinar matahari dalam air yang sangat dibutuhkan oleh karang untuk proses
biologisnya.

b. Limbah Kota dan Pencemaran


Limbah kota dapat berupa limbah industri, limbah rumah tangga, limbah hotel dan perkantoran,
bengkel serta rumah sakit. Beberapa limbah buangan yang dapat mematikan karang antara lain
detergen, senyawa chlorin, dari pestisida (DDT, Eldrin, Endrin), senyawa polychlorinited biphenyl
yang berasal dari pabrik cat, plastik dll, zat organik berupa nitrat dan fosfat dapat menyebabkan
utropikasi (blooming algae tertentu).

c. Minyak Bumi
Tumpahan minyak bumi ke laut dalam jumlah cukup besar dapat menghambat reproduksi dan
perkembangan larwa karang, menghambat pertumbuhan karang, bleaching samapai menyebabkan
kematian.

d. Perdagangan Karang
Perdagangan karang hias yang diambil langsung dari alam merupakan sumber pendapatan ekonomi
bagi Indonesia tetapi di sisi lainnya juga menjadi ancaman untuk kelestarian terumbu karang bila
penanganannya tidak terkontrol dengan baik.
Menurut penelitian Green & Shirley (1999), ada beberapa jenis karang hias yang menjadi target
utama dalam perdagangan. Diantaranya Cynarina lacrymalis, Tracyphyllia geoffroyi,
Nemenzophyllia turbida, Physogyra lichtensteini, Plerogyra spp, Euphyllia spp, Blastomussa spp,
Acanthastrea spp, dan Scolymia spp. Masing-masing spesies itu telah memiliki batasan kuota
pengambilan tiap tahunnya oleh pemerintah, yang diatur oleh otoritas manajemen dan otoritas
keilmuan
III. PEMBUATAN MEDIA TRANSPLANTASI KARANG

3.1. Pengertian Transplantasi

Rehabilitasi atau Transplantasi karang adalah pencangkokan atau pemotongan karang hidup untuk
ditanamkan di tempat lain atau di tempat yang karangnya telah mengalami kerusakan, bertujuan
untuk pemulihan atau pembentukan terumbu karang alami. Transplantasi karang berperan untuk
mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak, dan dapat pula dipakai untuk
membangun daerah terumbu karang baru yang sebelumnya tidak ada (Harriott dan Fisk, dalam
Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, 2002).

Transplantasi karang telah dipelajari dan dikembangkan sebagai teknologi pilihan dalam
pengelolaan ekosistem terumbu karang terutama pada daerah-daerah yang memiliki nilai ekonomi
tinggi (Harriot dan Fisk, dalam Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, 2002). Dimasa
mendatang transplantasi karang akan memiliki banyak kegunaan antara lain untuk melapisi
bangunan-bangunan bawah laut sehingga lebih kokoh dan kuat, untuk menambah populasi spesies
karang yang jarang atau terancam punah, dan untuk kebutuhan pengambilan karang hidup bagi
hiasan akuarium.

Dalam rangka menjaga kelestarian ekosistem terumbu karang di alam, maka kegiatan transplantasi
karang pengambilan bibit di alam direkomendasikan 1 (satu) kali saja dan selanjutnya bibit dapat
diperoleh dengan cara melaksanakan pembibitan dengan membuat kebun induk khusus untuk bibit
transplantasi. Pengambilan bibit karang yang akan ditransplantasi diambil dari lokasi tempat lain
atau yang berdekatan dengan lokasi tempat penempatan media transplantasi, tetapi harus
mempunyai kedalaman yang sama dengan tempat yang ditransplantasikan. Bibit koloni karang yang
dipilih dari karang keras yang bercabang dan karang lunak dengan memotong induk koloni karang
dengan menggunakan alat pemotong karang. Sedangkan bibit karang massive menggunakan bibit
karang minimal berukuran kurang lebih 7 cm, dikumpulkan pada suatu wadah untuk diangkut ke
lokasi pelaksanaan transplantasi.
Gambar Alur Kerja Transplantasi Karang
(Direktorat Konservasi Dan Taman Nasional Laut, 2006)

3.2. Pembuatan Media Rak Transplantasi


Rak atau meja tranplantasi digunakan untuk meletakkan karang transplan (bibit) berfungsi sebagai
nursery ground yaitu merupakan tempat penyiapan dan pembesaran bibit-bibit karang. Ukuran dan
bentuk rak atau meja bervariasi disesuaikan dengan kemudahan dalam pemeliharaan dan
pengontrolan. Umumnya rak atau meja transplantasi berukuran 1x1m dengan tinggi 30cm. Setiap
satu meja/rak diusahakan hanya untuk satu jenis karang. Bahan untuk rak/meja transplantasi anatara
lain dari besi, paralon, aluminium, dan atau bahan lain yang ramah lingkungan (KKP, 2010).

3.2.1. Alat dan Bahan Pembuatan Rak Transplantasi

1. Paralon 1 “ panjang 4 meter 2 Lonjor


2. Tali senar no 500 1 Gulung
3. Karet ban dalam mobil 1 Buah
4. Gregaji Besi 1 Buah
5. Meteran 1 Buah
6. Penggaris siku 1 Buah
7. Lem Paralon VPC 1 Buah
8. Spidol 1 Buah
9. Amplas 1 Buah
10. Bor mata besar 1 Buah
11. Gunting 1 Buah

3.2.2. Membuat Rak Transplantasi Terumbu karang


1. Potong paralon Panjang 26 cm sebanyak 2 Buah dan panjang 84 cm sebanyak 3 buah dan
panjang 30 cm sebanyak empat buah
2. Siap kan sambungan paralon yang berbentul L ( kne L ) sebanyak 4 buah dan Paralon yang
berbentuk T ( kne T ) sebanyak 6 buah
3. Rakitlah potongan paralon panjang 26 cm dan panjang 84 cm dengan Kne L dan Kne T
tersebut untuk membuat rak Transplantasi persegi panjang
4. Rakit juga paralon panjang 30 cm dengan kne T untuk membuat kakinya.
5. Iris ban karet dalam mobil menggunakan gunting menjadi potongan tali ban
6. Setelah berbentuk Rak/meja, kemudian siapkan Tali ( tali senar dan tali ban) untuk membuat
tempat dudukan subtrat dengan diikat di kedua sisinya dan di tengah2 secara berurutan
sampai menjadi kuat.
7. Ukuran jarak tali senar antar tali senar dan karet ban dalam antar karet ban dalam
sepanjang 4 cm
8. Tentukan Ukuran jarak baris antar baris dengan jarak 7 cm
9. Apabila Rak sudah selesai lubangi lah paralon pada setiap sisi rak

3.3. Pembuatan Media Substrat Karang

Substrat merupakan media bagi fragmen karang yang akan ditransplantasikan. Hal utama yang
menjadi petimbangan dalam pemilihan bahan substrat adalah tahan dalam air laut sehingga dapat
menjadi karang yang baik. Substrat yang digunakan untuk kegiatan transplantasi dapat terdiri dari
(KKP, 2010; Harianto etal., 2013): Substrat berbentuk lingkaran dengan diameter antara 10-15cm
atau kotak dengan ukuran panjang/lebar antara 10-15cm dengan ketebalan 3cm. Substrat sebaiknya
terbuat dari campuran semen atau bahan lain yang ramah lingkungan. Pada bagian substrat dipasang
patok atau pipa dengan diameter 2cm dan panjang 10cm (Gambar 10). Substrat dengan ukuran,
bentuk dan bahan bebas sesuai dengan improvisasi masing-masing pelaku, dengan bahan yang ramah
lingkungan.

3.3.1. Alat dan Bahan Pembuatan Media Substrat


1. Semen 5 kg
2. Pasir 1 ember
3. Cetok Besar 1 buah
4. Cetok Kecil 1 buah
5. Sendok 1 buah
6. Penggaris 1 buah
7. Spidol 1 buah

3.3.2. Membuat Media Substrat


1. Siapkan pasir semen dan air yang akan di campur untuk pembuatan Subtrat
2. Tuangkan campuran ketiga komponen ( pasir , air dan Semen ) sampai menjadi adonan
3. Ambil campuran adonan substrat menggunakan sendok
4. Siapkan tempat yang sudah di tentukan untuk tempat cetakan substrat
5. Buat lubang ditengah cetakan
6. Diamkan substrat ditempat yang teduh sampai mengering
IV. TEKNIK TRANSPLANTASI KARANG

4.1. Penyiapan Bibit

Indukan dapat bersumber dari pengambilan koloni karang di habitat alam (F0) ataupun dari anakan
(F1) hasil transplantasi sebelumnya. Umtuk sumber bibit karang yang masih hidup di terumbu, selalu
ada efek samping yang akan timbul seperti kerusakan koloni karang. Berikut merupakan panduan
dalam mengambil bibit (Edwards&Gomez, 2007; KKP, 2010):
1. Periksa terlebih dahulu apakah lokasi pengambilan bibit memerlukan izin dari pemerintah
atau tidak. Lebih baik pilih lokasi indukan yang telah ditentukan Management Authority
sesuai dengan kuota lokasi pengambilan dari habitat alam.
2. Bibit transplantasi diambil dari kawasan dengan kondisi yang semirip mungkin dengan
lokasi transplantasi (kedalaman, paparan, salinitas, substrat, sedimentasi dan suhu).
3. menemukan patahan karang yang masih hidup, maka gunakan patahan tersebut sebagai
sumber bibit trasplan
4. Apabila menggunakan koloni karang utuh sebagai sumber bibit transplan, gunakan karang
dari 10% dari seluruh bagian koloni guna mengurangi tingkat stress pada karang
5. Pada karang masif, ambil fragmen karang dari bagian tepi.
6. Pengambilan bibit dilakukan oleh tenaga terampil untuk mengurangi kerusakan karang.
7. Pilih bibit transplan yang dalam keadaan sehat.
8. Pilih bibit yang bebas dari organisme lain yang menempel (seperti sponges). Hal tersebut
untuk mencegah agar biota lain tidak ikut terambil.
9. Untuk lokasi lebih dari 20 m atau yang memakan waktu 1 jam perjalanan menggunakan perahu, bibit
dimasukkan ke dalam ember yang berisi air laut sebanyak 2 (dua) lapis tumpukan. Selama dalam
perjalanan menuju lokasi penempatan, ember tersebut harus dijaga agar terhindar dari sinar matahari
langsung dan tetesan air hujan/air tawar, yang dapat mematikan polyp karang.

4.2. Penempelan Bibit Pada Substrat


Jarak antara fragmen karang yang satu dengan yang lainnya harus disesuaikan dengan ukuran
karang dan jenis karang agar tidak terjadi persaingan antar karang. Karang transplan harus
ditempelkan dengan baik di meja/rak sehingga fragmen tetap stabil. Transplan yang terpasang tidak
stabil menyebabkan terlepasnya transplan. Ini merupakan penyebab kegagalan utama dalam
kegiatan transplantasi. Penempatan dapat dilakukan dengan semen, bebagai perekat seperti epoxy,
paku, kabel baja antikarat, dan kabel pengikat (cableties) (Gambar 12). Paku atau bahan lain yang
panjang dipaku ke dalam meja/rak sebagai tempat penempelan bagi kabel di tempat yang sulit
ditempelkan (Edwards&Gomez, 2007).

Ketika jaringan karang melakukan kontak dengan permukaan substrat yang bersih (tidak ditumbuhi
oleh alga atau sedimen tebal) karang akan menempel secara alami dan tumbuh di permukaan.
Proses penempelan alami dapat terjadi setelah beberapa minggu hingga beberapa bulan
(Edwards&Gomez, 2007). Salah satu cara agar transplantasi berhasil adalah dengan mencari lubang
alami dengan diameter yang sama dengan fragmen, atau melubangi meja/rak sesuai ukuran
transplan dengan pahat atau obeng. Area sekitar lubang dikikis hingga bersih, kemudian fragmen
dimasukkan dan distabilkan dengan perekat epoxy di satu sisi dan sisi lainnya ditekan hingga
menyentuh substrat. Cara ini mempercepat penempelan alami transplan pada permukaan substrat
(Edwards&Gomez, 2007).

4.3. Pemeliharaan Hasil Tranplantasi

Penandaan pada karang transplan berjutuan untuk membedakan karang transplan yang berasal dari
alam dengan karang hasil transplantasi sebelumnya serta memudahkan dalam pemeliharan dan
pemantauan. Tanda yang digunakan dapat berupa label permanen yang pemasangannya dilakukan
bersamaan dengan peletakkan karang pada substrat dengan kondisi tidak mudah lepas dan tahan
lama. Label dapat terbuat dari bahan plastik yang keras dan kuat atau dari bahan lain yang tahan air
dengan tulisan yang terlihat jelas
Keterangan :
17 : Kode balai/loka
16 : Kode pelaku/perusahaan
07 : Tahun transplantasi
Acef : Kode spesies karang
3 : Transplantasi ke
0005 : Nomor urut
1-12 : Bulan transplantasi
BAB. V PENUTUP

Ruang lingkup dari bahan ajar pembuatan media transplantasi karang berhubungan dengan
pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang dibutuhkan dalam melakukan kegiatan Teknik
transplantasi terumbu karang.

Bahan ajar disusun sebagai acuan dalam proses pelatihan pembuatan media transplantasi terumbu
karang. Dengan mempelajari modul pelatihan secara berurutan diharapkan kompetensi peserta dapat
tercapai secara sempurna.

Segala petunjuk penggunaan modul ini hendaknya dapat dilakukan untuk tercapainya tujuan dan
sasaran pelatihan. Hal-hal yang tidak termuat dalam modul ini namun relevan dengan materi dapat
diberikan sebagai pengkayaan. Semoga modul ini dapat memberikan manfaat bagi penggunanya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Davies,D (1998), “Diver location device”. Journal of the South Pacific Underwater Medicine
Society,28.(3).Retrieved 2009-04-02.
2. “Orienteering Rules Edition 2009/01”.www.cmas.org. Confederation Mondiale des Activites
Subaquatiques,p. 13. Retrieved 2016-06-13
3. http.//prezi.com; wherxqaw-541,”Kesehatan Penyelaman”

4. Konsep dan Pemakaian Dive Table (Dive Table, Consept and Application),
rizalchristian.blogspot.com, 24 Des 2010.
5. “U.S. Navy Diving Manual and orther US Navy diving-related manual”.Classic Dive
Book.Retried 19 May 2019.

Anda mungkin juga menyukai