Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Civics Volume 14 Nomor 2, Oktober 2017

Reorientasi civic disposition dalam kurikulum Pendidikan


Kewarganegaraan sebagai upaya membentuk warga negara yang ideal

Budi Mulyono
Universitas Negeri Yogyakrta
budi.mulyono@uny.ac.id

Abstract
This article discusses the urgency of civic disposition in citizenship education
curriculum in order to shape citizen character. Civic disposition is a the most
substantive and essential element of citizenship education. In this matter it is intended
that good citizen is the target. But, in the course of time, it is evidenced that citizenship
education curriculum is intervened by rezim. The feature of a good citizenship means
differently to different rezim. It is recommended that the reoriented of this curriculum
is intended to release the interest and power of rezim by placing Pancasila and 1945
Constitution.
Keywords: civic disposition, civic education, good citizen, student

Pendahuluan Salah satu pelajaran yang mengemban


Setiap bangsa dan negara mengakui misi membangun karakter warga negara yang
pentingnya pembangunan karakter bangsa baik adalah Pendidikan Kewarganegaraan
(national character building) dalam rangka (PKn). Pendidikan Kewarganegaraan atau
memelihara dan mempertahankan eksistensi civics education mengemban misi untuk
sebagai suatu bangsa-negara (nation-state). membentuk siswa agar kelak menjadi warga
Untuk membentuk karakter warga negara masyarakat sekaligus warga negara yang
yang baik (good citizens) tidak bisa cerdas, terampil dan berwatak sebagai
dilepaskan dari pendidikan. Pendidikan penjamin keberlangsungan bangsa dan
sangat berperan dalam membentuk baik atau negara. Pada tataran kurikuler PKn baik
buruknya pribadi manusia menurut ukuran substansi, proses pembelajaran, maupun efek
normatif. Dalam Undang-Undang No. 20 sosio-kulturalnya, sengaja dirancang dan
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan diprogramkan untuk mewujudkan program-
Nasional disebutkan bahwa sistem program pendidikan demokrasi yang
pendidikan nasional berfungsi untuk bermuara pada pembentukan karakter bangsa
mengembangkan kemampuan dan Indonesia.
membentuk watak serta peradaban bangsa Branson (1999, pp. 8-25) menegaskan
yang bermartabat dalam rangka PKn dalam menghadapi era globalisasi
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan hendaknya mengembangkan kompetensi
untuk berkembangnya potensi peserta didik kewarganegaraan (civic competences). Di
agar menjadi manusia yang beriman dan antara aspek-aspek civic competences
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, tersebut meliputi pengetahuan
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kewarganegaraan (civic knowledge),
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara keterampilan kewarganegaraan (civic skill),
yang demokratis serta bertanggung jawab dan watak atau karakter kewarganegaraan
(Pasal 3 UU No 20 Tahun 2003). (civic disposition) sehingga dapat

218
Reorientasi civic disposition …. Budi Mulyono

menumbuhkan karakter warga negara yang mengindikasikan secara kuat bahwa


baik. kepentingan rezim tidak bisa lepas dari
Tujuan utama dari civic disposition Pendidikan Kewarganegaraan (civic
adalah untuk menumbuhkan karakter warga education) sebagai pembentuk karakter warga
negara, baik karakter privat seperti; negara. Tidak hanya dalam penamaan dari
tanggungjawab moral, disiplin diri, dan civics education yang mengalami tekanan dari
penghargaan terhadap harkat dan martabat rezim, melainkan isi (content) dari
manusia dari setiap individu, maupun Pendidikan Kewarganegaraan juga kerap
karakter publik misalnya; kepedulian sebagai “dititipi” nilai-nilai yang hendak diwujudkan
warga, kesopanan, mengindahkan aturan melalui pendidikan kewarganegaraan. Yang
main (rule of law), berpikir kritis, dan perlu ditanyakan di sini adalah, bagaimana
kemauan untuk mendengar, bernegosiasi dan kebijakan pendidikan sebagai kebijakan
kompromi (Branson, 1999, p. 23). publik bisa dipengaruhi oleh faktor-faktor
Pertanyaannya, bagaimana peran PKn dalam politik rezim sehingga kebijakan pendidikan
membentuk karakter bangsa baik di sekolah menjadi tidak netral. Upaya membentuk
maupun di luar sekolah? warga negara yang ideal berubah haluan
Sebagai program pendidikan, PKn menjadi membentuk warga negara yang
memiliki lingkup yang cukup luas dan tunduk dan patuh untuk mempertahankan
meliputi setidaknya tiga domain dalam proses status quo.
pembentukan karakter, yakni (1) secara Hilangnya karakter kewarganegaraan
konseptual PKn berperan dalam memunculkan sikap egois dan fundamentalis
mengembangkan konsep-konsep dan teori; yang berujung pada aksi kriminal yang
(2) secara kurikuler PKn mengembangkan dilakukan oleh remaja sekolah. Krisis
sejumlah program pendidikan dan model karakter kewarganegaraan sudah waktunya
implementasinya dalam mempersiapkan untuk diatasi secara struktural oleh bangsa
peserta didik menjadi manusia dewasa yang Indonesia. Di samping itu, peran lembaga
berkarakter melalui lembaga-lembaga pendidikan maupun para stakeholder di
pendidikan; dan (3) secara sosio kultural PKn bidang pendidikan diharapkan lebih proaktif,
melaksanakan proses pembelajaran kepada kreatif dan inovatif dalam merancang proses
masyarakat agar menjadi warga negara yang pembelajaran yang benar-benar mampu
baik (Sapriya, 2007: 5) memberikan kontribusi bagi pembangunan
Dengan demikian, tidak diragukan lagi pendidikan karakter terutama karakter
jika PKn memiliki kedudukan yang sangat kewarganegaraan. Dalam konteks inilah
strategis dalam “national character proses pendidikan karakter perlu dirancang
building”. Akan tetapi, dalam dalam perspektif holistik dan kontekstual
pelaksanaannya PKn sangat rentan terhadap sehingga mampu membangun pemikiran
bias politik penguasa (the rolling class) yang dialogis-kritis dalam membentuk
sehingga cenderung lebih merupakan manusia yang berkarakter, dalam semua level
instrumen penguasa daripada sebagai wahana masyarakat yakni keluarga, sekolah,
pembangunan watak bangsa berdasarkan masyarakat dan negara.
konstitusi. Perubahan nama yang selalu
berganti seiring dengan pergantian rezim

219
Jurnal Civics Volume 14 Nomor 2, Oktober 2017

Deskripsi civic disposition of the democratic system” atau “sikap dan


Civic disposition merupakan salah satu kebiasaan berpikir warga negara yang
kompetensi kewarganegaraan Pendidikan menopang berkembangnya fungsi sosial yang
Kewarganegaraan (civic competences) yang sehat dan jaminan kepentingan umum dari
disampaikan oleh Branson (1999, p. 8-25) sistem demokrasi”. Civics disposition
yang meliputi pengetahuan kewarganegaraan mengisyaratkan pada karakter publik maupun
(civic knowledge), keterampilan privat yang penting bagi pemeliharaan dan
kewarganegaraan (civic skill), dan watak atau pengembangan demokrasi konstitusional
karakter kewarganegaraan (civic disposition) (Branson, 1999, p. 23).
sehingga dapat menumbuhkan karakter Watak kewarganegaraan sebagaimana
warganegara yang baik. kecakapan kewarganegaraan, berkembang
Civic knowledge berkaitan dengan materi secara perlahan sebagai akibat dari apa yang
substansi yang seharusnya diketahui oleh telah dipelajari dan dialami oleh seseorang di
warga negara berkaitan dengan hak dan rumah, sekolah, komunitas, dan organisasi-
kewajibannya sebagai warga negara. Aspek organisasi civil society. Pengalaman-
dari civic knowledge ini menyangkut pengalaman demikian hendaknya
kemampuan akademik-keilmuan yang membangkitkan pemahaman bahwasanya
dikembangkan dari berbagai teori atau konsep demokrasi mensyaratkan adanya
politik, hukum dan moral. Sedangkan civics pemerintahan mandiri yang bertanggung
skill atau kecakapan kewarganegaraan jawab dari tiap individu. Karakter privat
merupakan kecakapan yang dikembangkan seperti bertanggung jawab, moral, disiplin
dari pengetahuan kewarganegaraan, yang diri, dan penghargaan terhadap harkat dan
dimaksudkan agar pengetahuan yang martabat manusia dari setiap individu adalah
diperoleh menjadi sesuatu yang bermakna, wajib. Karakter publik juga tidak kalah
karena dapat dimanfaatkan dalam penting. Kepedulian sebagai warga negara,
menghadapi masalah-masalah kehidupan kesopanan, mengindahkan aturan main (rule
berbangsa dan bernegara. Kecakapan of law), berpikir kritis, dan kemauan untuk
kewarganegaraan meliputi kecakapan- mendengar, bernegosiasi dan berkompromi
kecakapan intelektual (intellectual skills) dan merupakan karakter yang sangat diperlukan
kecakapan partisipasi (participation skills) agar demokrasi berjalan sukses.
(Branson, 1999, pp. 8-20). Secara ringkas karakter publik dan privat
Sedangkan civic disposition sebagaimana disampaikan oleh Branson
sesungguhnya merupakan kompetensi yang (1999: 23-25) dapat dijabarkan sebagai
paling substantif dan esensial dalam mata berikut.
pelajaran PKn. Kompetensi watak 1) Menjadi anggota masyarakat yang
kewarganegaraan dapat dipandang sebagai independen.
"muara" dari pengembangan kedua 2) Memenuhi tanggung jawab personal
kewarganegaraan di bidang ekonomi
kompetensi sebelumnya. Dalam deskripsinya dan politik.
Quigley, dkk (1991: 11) menyebut civics 3) Menghormati harkat dan martabat
disposition sebagai “…those attitudes and kemanusiaan tiap individu.
habit of mind of the citizen that are conducive 4) Berpartisipasi dalam urusan-urusan
to the healthy functioning and common good kewarganegaraan secara efektif dan
bijaksana.

220
Reorientasi civic disposition …. Budi Mulyono

5) Mengembangkan berfungsinya ensure that civic education doesn’t become


demokrasi konstitusional secara sehat. just another tool for keeping the powers that
Urgensi Civic Disposition dalam be in being (2011, p. 204).
Membentuk Warga Negara Yang Ideal Maksud dari Glenn Harlan Reynolds
Dalam rentang sejarah penerapan tersebut adalah: Pertanyaannya, dengan
kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan baik demikian, apakah pendekatan tertentu dalam
pada masa pemerintahan Orde Lama, Orde Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk
Baru, maupun Reformasi, kesemuanya mempersiapkan warga negara menjadi subjek
memiliki tujuan yang sama dalam membentuk yang patuh, atau mempersiapkan mereka
civics disposition yaitu bagaimana untuk menjadi penguasa yang bertanggung
membentuk karakter warga negara yang baik. jawab. Ini adalah pertanyaan yang tidak bisa
Akan tetapi, upaya membentuk karakter dijawab hanya dengan melihat bentuk fisik
warga negara yang baik ini sering tidak pemerintahan saja, karena bahkan dalam
pernah lepas dari kepentingan pemerintahan demokrasi perwakilan, kekuasaan pemerintah
yang berkuasa. Yang menjadi permasalahan cenderung-selalu demi alasan yang tidak
adalah ketika definisi warga negara yang baik pasti, yaitu tentu saja-ingin mengakumulasi
adalah warga negara yang tunduk pada rezim kekuasaan untuk diri mereka sendiri,
yang sedang berkuasa. Dari sinilah titik awal sementara di sisi lain meminimalkan
kepentingan-kepentingan politik rezim masuk tanggung jawab mereka kepada masyarakat
dan berusaha memanfaatkan kurikulum kelas bawah. Itulah sifat manusia, dan sedikit
Pendidikan Kewarganegaraan untuk memang politisi yang bisa menahan diri dari
menitipkan kepentingan-kepentingannya, hal tersebut. Itulah yang terjadi, warga
dengan pendekatan indoktrinatif dan negara-dan khususnya bahwa sebagian dari
menempatkan warga negara sebagai subjek warga yang terdiri dari orang tua dan siswa-
yang patuh. Kecurigaan yang sama juga harus sangat waspada untuk memastikan
disampaikan oleh Reynolds bahwa the bahwa Pendidikan Kewarganegaraan tidak
question, thus, is whether a particular menjadi hanya alat lain untuk menjaga
approach to civic education is preparing kekuasaan yang ada.
citizens to be obedient subjects, or preparing Peringatan dari Glenn Harlan Reynolds
them to be responsible rulers. This is a tersebut seharusnya menjadi catatan bagi para
question that cannot be answered simply by para praktisi dan akademisi Pendidikan
looking at the nominal form of the Kewarganegaraan akan potensi yang
government, since even in a representative mungkin akan selalu berulang, bahwa
democracy, government officials tend— Pendidikan Kewarganegaraan menjadi alat
always for the highest possible motives, of kekuasaan. Pengalaman sejarah telah
course—to want to accumulate power to menunjukkan hal itu. Pada saat kurikulum era
themselves, while minimizing their Orde Lama dengan nomenklatur Civics
accountability to the Great Unwashed. Such (1962) ingin membentuk karakter warga
is human nature, and few indeed are the negara yang “sosialis Indonesia yang susila”
politicians who can rise above it. That being yang merujuk pada Keputusan Presiden No.
the case, the citizenry—and particularly that 145 tahun 1965 yang merumuskan tujuan
portion of the citizenry composed of parents nasional pendidikan sebagai berikut yakni:
and students—must be particularly vigilant to

221
Jurnal Civics Volume 14 Nomor 2, Oktober 2017

tujuan pendidikan Nasional kita baik yang nomenklatur Pendidikan Kewarganegaraan


diselenggarakan oleh pihak Pemerintah (PKn) pada kurikulum 2004 dan 2006 serta
maupun oleh pihak swasta, dari pendidikan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Pra-sekolah sampai pendidikan tinggi, supaya (PPKn) dalam kurikulum 2013 ingin
melahirkan warganegara-warganegara membentuk warga negara yang “kritis,
Sosialis Indonesia yang susila, yang demokratis, dan partisipatif”. Akan tetapi,
bertanggungjawab atas terselenggaranya Pendidikan Kewarganegaraan paradigma
Masyarakat Sosialis Indonesia, Adil dan baru yang mengadopsi dari Center for Civic
Makmur baik Spiritual maupun material dan Education (CCE) Amerika Serikat, dikritik
yang berjiwa Pancasila yaitu: (a) Ke-Tuhanan sangat liberal.
Jang maha Esa, (b) Kemanusiaan jang adil Melihat berbagai perjalanan kurikulum
dan beradab, (c) Kebangsaan, (d) Kerakyatan, Pendidikan Kewarganegaraan dari era
(e) Keadilan sosial, Seperti dijelaskan dalam pemerintahan Orde Lama, Orde Baru, dan
Manipol-USDEK (Keppres RI No. 145 Tahun Reformasi, terdapat satu titik sentral yang
1965). sama, yaitu menempatkan Pancasila sebagai
Kebijakan tersebut dibuat untuk menjaga core value dalam pelajaran Pendidikan
agar arah pendidikan tidak menuju ke Kewarganegaraan untuk membentuk karakter
pembentukan manusia liberal yang dianggap warga negara yang diidealkan. Akan tetapi,
sangat bertentangan dengan jiwa dan Pancasila dalam berbagai rezim tersebut
semangat bangsa Indonesia. Pada masa Orde menjelma menjadi beberapa tafsiran yang
Lama Pancasila memang menjadi asas berbeda-beda. Perbedaan cara memandang
pendidikan tetapi Pancasila telah direduksi Pancasila dan nilai-nilainya ini sesuai dengan
dalam Manipol-USDEK yang digunakan oleh kehendak penguasa yang memiliki
Orde Lama untuk mempertahankan kecenderungan berusaha mengakumulasi
kekuasaannya. kekuasaan sebagaimana telah diulas oleh
Setali tiga uang, Pendidikan Glenn Harlan Reynolds sebelumnya.
Kewarganegaraan pada masa Orde Baru juga Berbagai analisis tersebut di atas,
mengalami nasib yang serupa. Meski hadir memberi gambaran bahwa ternyata untuk
dengan beragam nomenklatur, dari membangun karakter warga negara yang
Pendidikan Kewargaan Negara (1968), PMP berdasarkan Pancasila itu tidaklah mudah.
(1975 dan 1984), dan PPKn (1994) kurikulum Sangat banyak faktor yang mempengaruhi
Pendidikan Kewarganegaraan menjadi proses Pendidikan Kewarganegaraan itu
instrumen yang sangat efektif dalam sendiri. Maka dari itu perlu dilakukan
menerjemahkan nilai-nilai Orde Baru yang reorientasi civics disposition dalam
ingin membentuk “manusia pembangunan kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan
yang Pancasilais”. Pancasila yang menjadi untuk “memurnikan” tujuan pembentukan
core value dari Pendidikan Kewarganegaraan karakter warga negara yang baik. Agar
juga telah direduksi menjadi 36 butir yang terlepas dari kepentingan politik rezim yang
terangkum dalam P4. singkat, tetapi beralih pada politik negara
Kurikulum Pendidikan yang lebih abadi. Untuk mewujudkannya
Kewarganegaraan pada masa Reformasi hadir dibutuhkan budaya kewarganegaraan (civic
dengan paradigma baru. Dengan mengusung culture) untuk membentuk karakter warga

222
Reorientasi civic disposition …. Budi Mulyono

negara yang diidealkan. Salah satu unsur dari seharusnya mengembangkan kemampuan
budaya kewarganegaraan adalah “civic siswa untuk mengevaluasi cara pandang
virtue” atau kebajikan kewarganegaraan yang alternatif terhadap kepentingan bersama dan
terpancar dari nilai-nilai Pancasila mencakup kepentingan pribadi dan untuk menentukan
keterlibatan aktif warga negara, hubungan kebijakan dan kandidat publik mana yang
kesejajaran/egaliter, saling percaya dan paling sesuai untuk melayani mereka. Siswa
toleran, kehidupan yang kooperatif, harus diajarkan untuk menilai secara kritis
solidaritas, dan semangat kemasyarakatan. (dan tidak menelan mentah-mentah) pesan-
Semua unsur karakter kewarganegaraan itu pesan politik yang mengklaim berbicara atas
diyakini akan saling memupuk dengan nama kepentingan mereka dan melayani
kehidupan “civic community” atau “civil kepentingan publik (Quigley & Bahmueller,
society” atau masyarakat madani untuk 2011, p. 128).
Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Dengan mendasarkan pada Pancasila dan
Membentuk Kurikulum Pendidikan konstitusi negara, UUD 1945, akan
Kewarganegaraan yang Ideal menjauhkan Pendidikan Kewarganegaraan
Karakter kewarganegaraan atau civic dari kepentingan sesaat penguasa.
disposition telah menjadi bagian tidak Pengalaman bertahun-tahun di bawah
terpisahkan dalam pembelajaran pendidikan kepemimpinan rezim Orde Lama dan Orde
kewarganegaraan. Meskipun dalam rentetan Baru dengan alternatif tafsir Pancasila seperti
sejarahnya, karakter kewarganegaraan terjadi Manipol-USDEK dan P4 telah menjadikan
bias makna karena selalu mendapat intervensi Pendidikan Kewarganegaraan jauh dari
kekuasaan dalam penerapannya dalam kepentingan akademik, justru dekat dengan
kurikulum khususnya kurikulum pendidikan kepentingan penguasa untuk
kewarganegaraan. Untuk itu dibutuhkan mempertahankan kekuasaannya. Untuk itu,
pembentukan kurikulum Pendidikan ke depan perlu ditanamkan sikap kritis dan
Kewarganegaraan lebih independen dan bertanggungjawab agar karakter
tentunya konstruktif dalam membentuk kewarganegaraan yang terbentuk bukan
karakter warga negara yang ideal yaitu karakter yang tunduk dan bukan pula anarkis.
warganegara yang kritis, partisipatoris, dan Maksud semua hal tersebut adalah bagaimana
demokratis. Akan tetapi, karakter publik dan membentuk warga negara ideal sebagaimana
privat yang ditanamkan oleh kurikulum diinginkan yang dalam konteks Indonesia
Pendidikan Kewarganegaraan kepada siswa harus ditempatkan dalam konteks nilai-nilai
tersebut tidak bisa ditanamkan dengan cara Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu,
yang indoktrinatif dan penuh dengan pesan- Pendidikan Kewarganegaraan merupakan
pesan penguasa yang akan mempertahankan program pembelajaran nilai dan moral
kekuasaannya. Kurikulum Pendidikan Pancasila dan UUD 1945 yang bermuara pada
Kewarganegaraan dalam membentuk karakter terbentuknya watak Pancasila dan UUD 1945
kewarganegaraan sebaiknya dikembangkan dalam diri peserta didik. Karakter/watak ini
dengan cara berpikir kritis sehingga peserta pembentukannya harus dirancang sedemikian
didik tidak menelan secara mentah-mentah rupa sehingga terjadi keterpaduan konsep
pesan-pesan yang ada di dalamnya. moral, sikap moral dan perilaku moral
Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan Pancasila dan UUD 1945.

223
Jurnal Civics Volume 14 Nomor 2, Oktober 2017

Contoh sikap ini, sebagaimana kewarganegaraan (civic disposition) sehingga


disampaikan oleh Sapriya (2007, p. 30), dapat menumbuhkan karakter warganegara
bahwa ada tiga paradigma pengembangan yang baik (Branson 1999: 8-25). civic
yang disebut pula sebagai concentric disposition sesungguhnya merupakan
paradigm. Pertama, adalah Pendidikan kompetensi yang paling substantif dan
Kewarganegaraan sebagai educational about esensial dalam mata pelajaran PKn.
democracy. Strategi ini bertujuan agar warga Kompetensi watak kewarganegaraan dapat
negara mengenal atau tahu konsep demokrasi dipandang sebagai "muara" dari
dengan segala lika-likunya. Kedua, adalah pengembangan kedua kompetensi
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai sebelumnya.
education through democracy. Melalui Dalam sejarahnya, intervensi
paradigma ini warga negara belajar bukan kepentingan rezim penguasa sangat kentara
sekadar mengenal atau tahu demokrasi, dalam kurikulum Pendidikan
melainkan belajar atau berlatih Kewarganegaraan baik sejak era orde lama
mempraktekkan atau berbuat secara maupun orde baru. Untuk itu reorientasi civic
demokratis. Ketiga, adalah Pendidikan disposition dalam kurikulum Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai educational for Kewarganegaraan untuk “memurnikan” tujun
democracy maksudnya adalah Pendidikan pembentukan karakter warga negara yang
Kewarganegaraan bukan hanya sekadar baik tidak terelakkan lagi. Tujuannya adalah
mendidik orang agar tahu tentang demokrasi agar Pendidikan Kewarganegaraan terlepas
dan bisa berbuat secara demokratis, tetapi dari kepentingan politik rezim yang singkat,
mampu membangun komitmen untuk tetapi beralih pada politik negara yang lebih
membangun demokrasi. Inilah karakter warga abadi. Untuk mewujudkannya dibutuhkan
negara yang dicita-citakan. Yaitu warga budaya kewarganegaraan (civic culture)
negara yang tidak hanya tau dan bisa berbuat untuk membentuk karakter warga negara
secara demokratis, tetapi mampu membangun yang diidealkan. Salah satu unsur dari budaya
komitmen untuk membangun demokrasi. kewarganegaraan adalah “civic virtue” atau
Dengan demikian, warga negara yang kebajikan kewarganegaraan yang terpancar
dihasilkan adalah warga negara yang cerdas, dari nilai-nilai Pancasila mencakup
dan baik yakni memiliki moral knowing, keterlibatan aktif warga negara, hubungan
moral feeling, dan moral action (behavior). kesejajaran/egaliter, saling percaya dan
Simpulan toleran, kehidupan yang kooperatif,
Berdasarkan uraian tersebut, dapat solidaritas, dan semangat kemasyarakatan.
disimpulkan bahwa Pendidikan Dengan demikian, untuk membentuk
Kewarganegaraan memiliki peranan yang warga negara yang ideal sebagaimana
sangat sentral dalam pembentukan karakter diinginkan dalam konteks Indonesia harus
warga negara yang baik. Pembentukan ditempatkan dalam konteks nilai-nilai
karakter warga negara menjadi bagian dari Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu,
kompetensi kewarganegaraan yang meliputi Pendidikan Kewarganegaraan merupakan
pengetahuan kewarganegaraan (civic program pembelajaran nilai dan moral
knowledge), keterampilan kewarganegaraan Pancasila dan UUD 1945 yang bermuara pada
(civic skill), dan watak atau karakter

224
Reorientasi civic disposition …. Budi Mulyono

terbentuknya watak Pancasila dan UUD 1945


dalam diri peserta didik.
Daftar Pustaka
Branson, M.S. (Eds). (1999). Belajar civic
education dari Amerika. (Terjemahan
Syarifudin, dkk) Yogyakarta: Lembaga
Kajian Islam dan Sosial (LKIS) dan The
Asia Foundation (TAF).
Quigley, Charles N. & Bahmueller, Charles F.
(2011) Teaching Political Sophistication:
On Self-Interest and the Common Good.
Dalam David Feith. (2011). dalam
Teaching America: the case for civic
education.New York: Rowman &
Littlefield Publishers, Inc.
Quigley, C.N., Buchanan, Jr. J. H. &
Bahmueller, C.F. (1991). CIVITAS: a
frame work for civic education.
Calabasas: Center for Civic Education.
Sapriya. (2007). Peran Pendidikan
Kewarganegaraan dalam membangun
karakter warga negara. Dalam Jurnal
Sekolah Dasar. Tahun 16, Nomor I, Mei
2007.
Reynolds, Glenn Harlan. (2011). Education
versus indoctrination. Dalam David Feith.
(2011). dalam Teaching America: the
case for civic education. New York:
Rowman & Littlefield Publishers, Inc.
Keputusan Presiden Republik Indonesia No.
145 Tahun 1965 tentang, Nama dan
Rumusan Induk Sistem Pendidikan
Nasional Pancasila.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945

225

Anda mungkin juga menyukai