Anda di halaman 1dari 24

MODUL II

PANCASILA DALAM KONTEKS SEJARAH PERJUANGAN


BANGSA INDONESIA

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebudayaan Indonesia tumbuh dan berkembang sejalan dengan
sejarah perjalanan terwujudnya bangsa dan negara Indonesia. Bangsa dan
negara Indonesia terwujud sebagai hasil interaksi, demikian pula dengan
kebudayaan Nusantara. Interaksi itu meliputi hasil interaksi dengan
lingkungannya sendiri maupun dalam hubungannya dengan dunia luar. Dengan
kata lain, pengembangan budaya Indonesia itu akan senantiasa berpusat pada
manusia, masyarakat Nusantara. Manusialah yang melahirkan, menumbuhkan
dan mengembangkannya. Selain itu faktor-faktor ”alam” lingkungan
memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pengembangan kebudayaan
Nusantara antara masyarakat dan alam lingkungan terdapat korelasi yang saling
mempengaruhi secara timbal balik. Perkembangan kebutuhan hidup manusia
akan mewarnai pengembangan kebudayaan, begitu pula dengan perkembangan
budaya yang berpengaruh pada kehidupan manusia.
Sesungguhnya sejarah telah mengungkapkan bahwa Pancasila
adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia yang memberikan kekuatan hidup kepada
bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin
yang makin baik di dalam masyarakat yang adil dan makmur. Dari
kedudukannya yang serba sentral dalam kehidupan bermasyarakat, Pancasila
ditegaskan sebagai asas kultural masyarakat Indonesia. Sebagai asas kultural ia
mewadahi dan mengisi kebudayaan nasional. Pancasila adalah wadah sekaligus
isi dari kebudayaan nasional Indonesia. Wadah mengandung arti bahwa di
dalam alam Pancasila itulah kebudayaan nasional tumbuh dan berkembang.
Sebagai wadah, Pancasila mempunyai kemampuan untuk mewadahi segala

15
macam bentuk, sifat, dan segala corak kebudayaan yang tumbuh di Indonesia.
Sedangkan sebagai isi, mengandung arti bahwa bahwa nilai-nilai moral
pancasila yang telah menjadi jati diri kebuadayaan nasional Indonesia. Nilai-
nilai moral itulah yang menyemangati dan mendorong budaya nasional untuk
maju dan berkembang.
Dalam masa setengah abad terakhir ini, dunia mengalami
perkembangan yang begitu pesat. Bahkan tidak jarang perkembangan itu telah
mempengaruhi tata nilai dan struktur dalam masyarakat. Keterbukaan sebagai
salah satu dari sifat utama yang dimiliki Pancasila memungkinkan pula
terjadinya interaksi budaya Nusantara dengan budaya luar. Di dalam interaksi
tersebut terjadi penyerapan atas unsur-un sur kebudayaan daerah maupun asing.
Namun demikian, tidak semua unsur-unsur tersebut diserap untuk memperkaya
budaya nasional. Dibutuhkan filter atau penyaring agar pemilihan unsur-unsur
budaya secara tepat dapat berlangsung. Karena pancasila dijadikan sebagai
ukuran dan saringan, maka dia berada di hulu, permukaan sekaligus menjadi
landasan. Dari Pancasila, dalam pancasila, melalui pancasila dan menuju
pancasila itulah hakikat dari kebudayaan nasional Indonesia. Itu berarti
ditengah-tengah pergolakan budaya abad ini, pancasila harus membuktikan
eksistensinya sebagai kristalisasi budaya Indonesia.

B. Ruang Lingkup
Modul ini akan membahas :
a. Tonggak-tonggak Sejarah Perjuangan Bangsa
b. Proses Pancasila Menjadi Dasar Negara
c. Penetapan Pancasila Sebagai Dasar Negara
d. Sejarah Pancasila menurut Teori Causalitas

16
C. Kaitan Modul

Modul ini penting untuk memahami modul selanjutnya yaitu Pancasila


sebagai system filsafat bangsa Indonesia serta pencapaian visi dan misi mata
kuliah pengembangan kepribadian sesuai dengan peta kedudukan modul

D. Sasaran Pembelajaran Modul


Mahasiswa dapat mengerti dan memahami Pancasila dalam konteks
sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Melalui Pembelajaran ini mahasiswa diharapkan dapat :

1. Menjelaskan kronologis sejarah perjuangan bangsa Indonesia, yang meliputi


kejayaan zaman Sriwijaya Majapahit dan kerajaan lainnya, perjuangan bangsa
melawan penjajah sebelum abad XX, serta perjuangan nasional.

2. Mengerti dan memahami kronologi proklamasi kemerdekaan Indonesia serta


perjuangan mempertahankan kaemerdekaan yang meliputi masa 1945 – 1949,
1949 – 1950, 1950 – 1959, 1959 – 1965, 1966 – 1998.

3. Menjelaskan proses perumusan dan pengesahan Pancasila dasar Negara


Indonesia yang meliputi, kronologis perumusan Pancasila dan UUD 1945,
kronologi pengesahan Pancasila dan UUD 1945.

4. Menjelaskan dinamika aktualisasi pancasila sebagai dasar negara

17
BAB II PEMBAHASAN

A. Tonggak-tonggak Sejarah Perjuangan Bangsa


Sejarah perjuangan bangsa indonesia dalam mencapai cita-citanya berjalan
berabad lamanya dengan melalui berbagai cara dan bertahap-tahap. Dan sejarah
terbentuknya pancasila erat kaitannya dengan sejarah perjuangan bangsa tersebut.
Tonggak-tonggak sejarah perjuangan bangsa indonesia hubungannya dengan
pancasila dapat digambarkan sebagai berikut:

Bangsa yang religius.


Bangsa indonesia adalah bangsa yang religius-theistis,suatu bangsa yang
mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa, dan manusia diciptakan oleh Tuhan
dan Adam adalah manusia pertama. Pengenalan tentang adanya Tuhan dilalui
dengan berbagai cara, ada dan bahkan banyak masyarakat kita dengan melalui
evolusi, diawali dengan percaya pada alam dan kekuatan ghaib (animisme,
dinamisme, kepercayaan-kepercayaan tradisional) atau langsung melalui hidayah
Tuhan , Allah swt. Sesuai dengan kehendak-Nya.

Bangsa Indonesia abad VII hingga abad XVI.


Pada sekitar abad VII M., berdirilah kerajaan sriwijaya yang
pemerintahanya berpusat di palembang,sumatera selatan. Suatu kerajaan
maritim yang strategis letaknya, merupaakan pusat perniagaan dan
kebudayaan (agama) di Asia Tenggara. Kerajaan sriwijaya dapat dipandang
sebagai penjelmaan Negara kesatuan yang pertama, yang memenuhi syarat
sebagai Negara modern. Unsure keutuhanya dapat dilihat karena sriwijaya
merupakan pusat agama, terutama adalah agama budha, sehingga para musafir
cina tinggal dulu di sriwijaya sebelum ke India untuk belajar sesuatu tentang
agama tersebut serta tentang bahasa sansekerta. Unsur-unsur tata
pemerintahan atas dasar musyawarah, keadilan social serta kedaulatan dan
lain-lain dapat dilihat pada dokumen tertulis pada beberapa prasasti, antara

18
lain Telaga batu,Kedukan bukit, Talang tuo dan kota kapur. Kepala Negara
disini dikenal dengan sebutan datu.
Setelah sriwijaya mengalami kemunduran pada abad XIII, dijawa
timur muncul kerajaan majapahit yang dapat dipandang sebagai Negara
Indonesia yang terbesar. Zaman keemasanya dibawah pemerintahann Raja
Hayamwuruk (1350-1389) dengan maha patinya gajah mada. Sebagai Negara
yang berdaulat majapahit mempunyai wilayah yang cukup luas, yaitu
melindungi delapan mandala sebagai wilayah kekuasaanya, yaitu meliputi
daerah Malaysia, Sunda, Jawa,-madura, bomeo, Celebes, maluku, ambon,
timor dan papua. Gambaran secara singkat Negara yang besar yang trkenal
adil dan makmur ini, antara lain:

1.) Dalam segi ketuhanan (religi), digambarkan bahwa kehidupan beragama


tumbuh dengan subur, terutama agama hindu dan budha telah
berkembang dan dianut oleh sebagian rakyat majapahit disamping agama
dan keperccayaan lainya yang dikembangkan oleh masyarakat sendiri.
Dalam buku karangan pujangga empu tantular berjudul “Sutasuma”
didalamny terdapat saloka yang menggambarkan adanya nilai kesatuan
dan nilai ketuhanan sekaligus , saloka
“bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua”.
2.) Dalam segi persahabatan antar bangsa (nilai kemanusiaan), majapahit
telah menetapkan politik luar negri yang tepat, hal ini terungkap dalam
istilah Mitreka satata yang artinya menghendaki persahabatan yang
sederajat antar negara bertetangga,khususnya di asia tenggara.
3.) Dalam segi persatuan dan kesatuan telah jelas seperti dikemukakan poin 1
diatas dinyatakan bahwa istilah bhineka tunggal ika adalah menunjukan
bahwa nilai persatuan wilayah nusantara, sebagai buah hasil dari sumpah
mahapati Gajah Mada. Ini juga menunjukan demikian tinggi nilai
persatuan dan kesatuan dijunjung tinggi. Sumpah palapa oleh gajah mada
(1331) diucapkan pada upacara paseban kerajaan majapahit, yang berisi

19
cita-cita mempersatukan seluruh nusantara raya, bunyinya sebagai berikut
: ”saya baru akan berhenti berpuasa makan palapa, jikalau seluruh
nusantara bertakluk dibawah kekuasaan Negara”.
4.) Dalam segi demokrasi dan keadilan dapat dicatat bahwa pada zaman
majapahit kehidupan bermusyawarah serta kemakmuran yang semakin
meningkat. Majapahit terkenal sebagai Negara agraris, pertanian dan
rempah-rempah hasilnya melimpah,itulah kerajaan ini dikenal dengan
semboyan “gemah ripah loh janawi”

Keadaan seperti digambarkan diatas menunjukan bahwa wilayah


nusantara ini telah menjadi yang benar-benar berdaulat, aman, damai dan
sejahtera.

Penjajahan Barat mulai abad XVII

Penjajahan bangsa Barat dimulai oleh bangsa-bangsa Portugis dan


Spanyol, kemudian Belanda dan Inggris di Indonesia. Mereka mula-mula
sebagai pedagang tapi lama kelamaan menjadi penjajah (Belanda : mulai dari
VOC hingga Hindia Belanda). Penjajahan Barat melahirkan penderitaan lahir
dan batin oleh rakyat Indonesia, dan yang demikian inilah kemudian
melahirkan sifat dendam kesumat bangsa Indonesia untuk bangkit dan
melakukan perlawanan yang meluas.

Perlawanan Bangsa Indonesia mulai abad XVII hingga XX

Sejak kedatangan penjajah Barat di Indonesia, di mana-mana secara


meluas dan terus-menerus rakyat bangsa Indonesia mengadakan perlawanan
secara fisik terhadap penjajah barat tersebut. Hal ini menunjukan dengan
adanya perlawanan terhadap penjajah oleh para raja-raja sebagai pahlawan
bangsa. Dapat dilihat mulai dari Aceh oleh Sultan Iskandar Muda, Batak oleh
SI Singamangaraja, di Banten oleh Sultan AgengTitrtayasa, di jawa tengah

20
oleh Pangeran Diponegoro, di jawa Timur oleh Untung Suropati, di Bali oleh
jelantikdi Lombok oleh Anak Agung Made, di Kalimatan oleh Pangeran
Antasari, di Makassar oleh Sultan Hasanuddin, di Maluku oleh Pattimura, dan
lain sebagainya. Perlawanan yang diadkan secara terus-menerus tersebut
selalu gagal dan penjajah Barat (Belanda) tetap bercokol di Indonesia.
Yang menyebabkan itu semua adalah karena kurangnya persatuan
diantara para pejuang kita lebih lagi karena taktik penjajah menggunakan
siasat ‘devide et impera ’ (pecah belah dan kuasa ) ketambahan bahwa
perlengkapan persenjataan penjajah lebih lengkap dan modern.

Kesadaran dan kebangkitan bangsa Indonesia


Pada tanggal 20 Mei 1908 berdirilah Budi Utomo. Kelahiran
organisasi ini merupakan awal dari tonggak sejarah yang penting. Disebut
juga dengan nama “Angkatan Perintis atau Angkatan “08. Sejak saat
perlawanan fisik beralih bentuknya menjadi perlawanan non fisik, berupa
kegiatan-kegiatan organisasi, yang diawali dengan organisasi dibidang
pendidikan dalam rangka membangkitkan kesadaran bangsa ( nasionalisme )
Hal ini dalam rangka membangun persatuan menuju negara merdrka, agar
dapat mencapai suatu masyarakat yang diidam-idamkan yakni masyarakat
merdeka, adil dan makmur.
Tonggak sejarah berikutnya adalah dengan dicetuskan “Sumpah Pemuda”
Pada tanggal 28 Oktober 1928, yng dikenal dengan “Angkatan Penegas” atau
Angkatan 28. Sumpah Pemuda diikrarkan oleh para pemuda dan pemudi kita
yang menghendaki adanya persatuan tanah air, persatuan bangsa dan bahasa
yakni Indonesia.
Dengan semangat Angkatan Perintis dan Angkatan Penegas ini, prjuangan
para pemuda terus berangsek bergerak maju hingga akhirnya walaupun
penjajah beralih ditangan kekuasaan Jepang, akhirnya di masa akhir penjajah
Jepang ini, yakni pada tanggal 17 Agustus 1945 Bangsa Indonesia dapat
memproklamasikan kemerdekaannya.

21
B. Proses Pancasila Menjadi Dasar Negara

Kajian tentang proses penjajahan Pancasila ini secara berturut meliputi


pembahasan etimologis, terminologis dan kronologis atau sejarah proses
perumusan Pancasila hingga ditetapkan menjadi dasar negara secara resmi.

Batasan Etimologi
Secara etimologis atau menurut loughatnya, Pancasila berasal dari bahasa
yang digunakan di India yaitu bahasa Sansekerta, bahasa ini digunakan oleh
kastra Brahmana sedang bahasa rakyat ( jelata ) adalah bahasa Prakerta.
Dalam bahasa Sansekerta istilah Pancasila mengandung dua arti,
Panca : artinya lima,
Perkatan syila yang mengandung dua arti :
Syila dengan hurupf i pendek artinya adalah : batu sendi, alas atau dasar,
Dengan demikian arti Pancasila adalah “berbatu sendi yang lima” (consisting of 5
rocks)
Syila dengan huruf i panjang artinya adalah : peraturan tingkah laku yang penting/
baik/ senonoh.
Dengan demikian arti Pancasila adalah “ lima aturan tingkah laku yang penting “
Setelah mengetahui makna istilah Pancasila, maka akan timbul pertanyan lanjutan
Dimana perkataan itu mula-mula digunakan ?
Dalam masyarakat India ada dua agama yang dianutnua yang sangat kuat, yakni
Agama Hindu dan Agama Budha.Terutama dalam agama Budha mereka
membentuk dua golongan penganut yakni
Perkembangan selanjutnya setelah Kerajaan Majapahit runtuh dan sejarah
terus berlanjut istilah “pancasila” ini walaupun dengan pemberian nama dan
makna agak berbeda,akan tetapi lima pantangan ini tetap dipertahankan oleh
masyarakat Jawa (suatu suku yang mendominasi rakyat Majapahit) dengan istilah
“Mo Limo”, adalah merupakan larangan atau pantangan (wewaler, pamali) yang
lima, yaitu :

22
1) mateni, artinya dilarang membunuh
2) maling, artinya dilarang mencuri
3) madon , artinya dilarang berzina
4) mabok/madat, artinya dilarang meminum minuman keras
5) main, artinya dilarang berjudi.
Semua huruf depan diawali dengan huruf m (mo) yang berjumlah lima
(limo dalam bahasa Jawa), sehingga lima pantangan ini lazim bagi masyarakat
Jawa dikenal dengan ”malimo”.

Batasan Terminologi
Dari segi terminologi artinya adalah sejarah awal penggunaan istilah atau
kata-kata yang dalam hal ini adalah awal penggunaan istilah ”Pancasila” sebagai
nama dasar negara kita. Dalam hal ini juga bisa berarti kapan istilah Pancasila
mulai diperkenalkan sebagai calon dasar negara sampai menjadi dasar negara
secara resmi. Kita ketahui bahwa masa Sidang 1 BPUPKI yang berlangsung dari
tanggal 29 Mei hingga 1 Juni 1945, sesuai dengan permintan ketua Sidang Dr.
Radjiman Wedyodiningrat pembicaraan dipusatkan pada masalah calon dasar
negara bagi negara Indonesia yang akan segera dibentuk pada waktu itu.
Pada tanggal 1 Juni 1945, di dalam Sidang Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan perkataan ”Pancasila” artinya Lima Azas/Dasar itu
dipergunakan oleh Bung Karno untuk memberi nam pada lima prinsip dasar
negara Indonesia yang diusulkan.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia merdeka dan keesokan harinya
tanggal 18 Agustus disahkan Undang-Undang Dasar RI 1945 yang di dalamnya
memuat isi rumusan Lima Prinsip Dasar Negara yang diberi nama pancasila.
Sejak saat ini perkataan Pancasila menjadi bahasa Indonesia, dijadikan istilah
yang sudah umum. Pancasila, artinya Lima Dasar yang dimaksudkan ialah dasar
Negara RI, yang isinya sebagaimana tertera di dalam alenia ke 4 bagian terakhir
pembukaan Undang-Undang Dasar RI 1945.

23
Demikianlah riwayat istilah Pancasil, yang semula berasal dari bahasa
sangsekerta dan selanjutnya menjadi bahasaa Jawa-Kuno yang semuanya itu
dipergunakn dalam agama Budha akhirnya menjadi bahasa Indonesia dipakai
untuk istilah untuk nama Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia hingga
sekarang ini.

Arti Kronologis
Peninjauan Pancasila dari segi kronologis dimulai sejak Sidang I masa
sidang BPUPKI, yang berlangsung dari tanggal 29 Mei hingga 1 Juni 1945.
pembicaraan pada masa Sidang I BPUPKI tersebut memang dipusatkan untuk
membicarakan dasar negara bagi negara Indonesia yang segera akan dibentuk, hal
ini sesuai dengan yang diinginkan oleh ketua sidang (Ketua BPUPKI) Dr.
Radjiman Wedyodiningrat.
Pada tanggal 29 Mei 1945 yang pretama-tama mendapatkan kesempatan
berbicara untuk menyampaikan prasaran adalah Mr. Muhammad Yamin. Dalam
pidatonya Muh. Yamin menyampaikan prasaran/usul tentang masalah Negara
Indonesia yang akan dibentuk. Hanya saja setelah dikaji dan ditelusuri bahan-
bahan dokumen yang ada yang asli, rumusan sila-sila Pancasila baik yang tertulis
maupun yang tidak tetulis semuanya hanya imbuhan Muh. Yamin sendiri yang
termuat dalam buku karangan Muh. Yamin dengan judul : Naskah Persiapan
Undang-Undang Dasar 1945 (Lihat Sekretariat Negar R.I. 1995 tentang Risalah
Sidang BPUPKI dan PPKI, 1995; lihat juga Moh. Hatta dkk, dalam Panitia Lima)
Dengan demikian dalam rangka tanggung jawab moral pendidikan
terhadap generasi penerus tentang kebenaran sejarah bangsa, maka dalam uraian
ini dan untuk selanjutnya rumusan Pancasila Muh. Yamin tidak dibicarakan lagi.
Pidato Muh. Yamin yang diyakini tidak terlalu lama itu berkisar tentang
masalah : usulan daerah negara, penduduk dan putera negara, serta masalah
bentuk negara, antara lain sbb:
a. Daerah Negara, bagi negara Indonesia merdeka nanti Muh. Yamin
sebagaimana anggota-anggota yang lainnya wilayah yang meliputi daerah

24
delapan : Sumatra, Jawa, Bomeo, Malaya, Selebes, Sunda Kecil, Maluku, dan
Papua.
b. Tentang Putra Negara, diusulkan perlu ditegaskan apakah golongan
peranakan, orang Tionghoa dan orang Arab bisa dimasukkan putra negara
atau tidak.
c. Tentang Bentuk Negara, Muh. Yamin mengusulkan bahwa negara Indonesia
nanti berbentuk Unitarisme.
Pada tanggal 30 Mei 1945, para tokoh yang mewakili golongan islam
antara lain K.H. Wahid Hasyim, Ki Bagoes Hadikoesoemo, H. Agus Salim, K.H.
Abdul Kahar Muzakkir, mendapat kesempatan menyamapikan aspirasinya dan
mengusulkan agar Dasar Negara Indonesia merdeka adalah Islam. Usulan dari
tokoh islam inipun tidak mendapatkan kesepakatan dari sidang.
Pada hari ketiga tanggal 31 Mei 1945, Prof. Mr. Soepomo mendapatkan
kesempatan untuk menyampikn prasarannya. Soepomo menguraikan tentang teori
negara secara yuridis, historis, politis, dan sosiologi, demikian juga tentang
syarat-syarat berdirinya syuatu negara, bentuk negara dan bentuk pemerintahan
secara hubungan antara negara dan agma.
a. Pertama-tama Soepomo menguraikan syarat-syarat mutlak dari suatu negara,
yaitu ada tiga syarat yang harus ada, pertama harus ada rakyat yang akan
menjadi warga negara, kedua harus ada wilayah negara dan yang ketiga harus
ada pemerintahan yang berdaulat.
b. Selanjutnya Soepomo mengemukakan tentang 3 (tiga) teori atau aliran pikiran
tentang negara, yaitu :
1) Negara berdasar atas teori perseorangan, teori individualistic, negara
adalah masyarakat hukum yang disusun atas kontrak seluruh
perorangan dalam masyarakat itu (contract sosial).
2) Negara berdasar atas teori golongan (dass theory), negara sebagai alat
dari suatu golongan (kelas) untuk menindas kelas yang lain atau
negara alatnya golongan.

25
3) Negara berdasar atas teori integralistik, negara tidak untuk menjamin
kepentingan seseorang atau golongan akan tetapi kepentingan
masyarakat seluruhnya sebagai persatuan.
Berdasarkan uraian-urian yang telah dikemukakan, maka mengenai azas-
azas bagi negara Indonesia yang akan didirikan, Soepomo mengemukakan
(dikutip inti-intinya karena tidak dirumuskan secara sistematik), yaitu :
1) Dasar persatuan dan kekeluargaan
2) Dasar ketuhanan atau azas religius, Negara yang memelihara budi pekerti,
kemanusiaan yang luhur.
3) Dasar kerakyatan, supaya Negara bergaul dengan Badan Permusyawaratan
Rakyat agar dapat merasakan kepentingan rakyat
4) Dasar dalam lapangan ekonomi. Di lapangan ekonomi harus bersifat
kekeluargaan, system tolong-monolong dan system koperasi hendaknya
dipakai dasar ekonomi rakyat
5) Dasar hubungan antar bangsa (Internasionalisme), Indonesia harus menjalin
hubungan antar bangsa, khususnya bangsa di Asia timur Raya.

Dasar-dasar pemikiran Prof. Soepomo walaupun tidak merumuskan dasar


negara secara sistematik, namun teori-teori tentang negara banyak diterapkan
dalam ketatanegaraan kta, termasuk dalam penjelasan umum Undang-Undang
Dasar 1945, adalah sebagian besar hasil karya beliau.

Pada tanggal 1 juni 1945, sesudah tiga hari berturut-turut BPUPKI


bersidang tapi belum memperoleh kesepakatan yang dimaksudkan oleh ketua
sidang, maka Ir. Soekarno mendapatkan giliran untuk menyampaikan
pendapatnya. Pidato Bung Karno secara lisan sebagai cetusan hatinya tanpa teks
dan pidato tersebut dicatat secara stenografis oleh notulis. Pidato Bung Karno
yang terlebih dahulu menggugah semangat para anggota sidang agar kita cepat
melaksanakan kemerdekaan dan dengan gaya pidatonya yang menarik,
mendapatkan sambutan yang sangat antusias dari para anggota. Dari pidato inilah

26
dapat dilihat bahwa Bung Karno mempunyai kemampuan yang lebih serta
menunjukkan tanda-tanda kepemimpinan di masa depan.
Pada awal pidatonya Bung Karno mengatakan : ”Maaf, beribu maaf!
Banyak anggota yang telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu diutarakan
hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia, yaitu
bukan dasarnya indonesia merdeka.*) padahal yang diminta ketua sidang menurut
Bung Karno adalah yang dalam bahasa belanda disebut : ”Philosofische
grondslag” dari Indonesia Merdeka. Yaitu adalah fundamen, filsafat, pikiran
yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat, yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya
didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi.
Setelah panjang lebar pidato pengantar yang menggugah semangat para
anggota, Bung Karno kemudian menguraikan tentang dasar-dasar filosofis bagi
negara yang akan dibentuk, yang singkatnya terdiri atas lima prinsip, yang secara
berturut-turut yaitu :

1) Kebangsaan indonesia
2) Internasionalisme, atau kemanusiaan
3) Mufakat, atau demokrasi
4) Kesejahteraan sosial, dan
5) Ke-Tuhanan Yang Maha Esa

Lalu apa yang menjadi nama dari kelima prinsip tersebut, Bung Karno
mengatakan : ”Dasar negara telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inikah
Panca Dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat disini. Dharma berarti
kewajiban, sedang kita membicarakan dasar ..... namanya bukan Panca Dharma,
tetapi saya namakan .... Panca Sila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas
kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi”.
(Sekretariat Negara, 1995 hal : 81).

27
Selanjutnya Bung Karno menawarkan nama lain jika nama Panca Sila tidak
disuka, dengan jalan memeras lima sila menjadi tiga sila, dengan nama Tri Sila.
Yaitu dua sila pertama diperas menjadi nama sosio-nasionalisme, demokrasi
dengan kesejahteraan diperas dengan nama sosio-demokrasi, sedang sila yang
terakhir tetap, sehingga rumusannya menjadi :
1) Sosio-nasionalisme
2) Sosio-demokrasi
3) Ke-Tuhanan Yang Maha Esa

Selanjutnya Bung Karno menawarkan lagi nama dasar yang lainnya jika
sekiranya ada yang tidak suka dengan dasar Trik Sila dengan cara memeras lagi
hanya menjadi satu sila yaitu dengan nama ”Gotong Royong”. Bung Karno dalam
pidatonya : ”Semua buat semua! Bukan kristen untuk Indonesia, bukan golongan
islam buat indonesia ....., tetapi indonesia buat indonesia! –semua buat semua!
Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka
dapatlah saya satu perkataan Indonesia tulen, yaitu ”gotong-royong”. Negara
indonesia yang kita dirikan haruslah negara gotong-royong”.

Sidang Gabungan, tanggal 22 juni 1945 (pagi)


Berhubungan hingga hari terakhir masa sidang I BPUPKI belum ada kesepakatan
tentang usulan rancangan dasar negara, maka diharapkan kepada anggota
BPUPKI memasukkan usulan secara tertulis kepada suatu panitia kecil. Dan
untuk menampung usulan-usulan tersebut pada tanggal 1 Juni itu juga dibentuk.

Panitia Kecil yang berjumlah 8 anggota dan nama-namanya adalah :


1) Bung Karno sebagai ketua, dengan anggota-anggotanya:
2) Ki Baoes Hadikoesoemo
3) Kiai Haji Wachid hasyim
4) Mr. Muh. Yamin
5) Soetardjo Kartohadikoesoemo

28
6) Mr. A. A. Maramis
7) Drs. Muh. Hatta.

Panitia tersebut diberi nama Panitia Kecil Pemeriksa/Penampung Usul-usul.


Usulan tertulis dari para anggota diharapkan paling lambat masuk tanggal 20 juni
1945. pada tanggal 22 juni 1945 jam 10.00 bertempat di Kantor Besar Jawa
Hookoo Kai (Himpunan Kebaktian Jawa) Panitia Kecil mengadakan Rapat
Gabungan hasilnya :
1) Supaya se lekas-lekasnya Indonesia Merdeka
2) Supaya BPUPKI bekerja terus hingga terwujudnya suatu Hukum Dasar
3) Membentuk Panitia Kecil baru lagi untuk merumuskan Dasar Negara.

Sidang Panitia Kecil Penyelidik Usul-usul/Perumus Dasar Negara.


Panitia Kecil yang baru bernama Panitia Penyelidik Usul-usul/Perumus Dasar
Negara, berjumlah 9 orang yang diketuai Ir. Soekarno, dengan anggota-
anggotanya :
1) Kiai Haji Wachid hasyim
2) Mr. Muh. Yamin
3) Mr. A. A. Maramis
4) Drs. Muh. Hatta.
5) Abdul Kahar Muzakkar
6) Abikusno Tjokrosujoso
7) H. Agus Salim
8) Mr. Achmad Soebardjo
Panitia Kecil Sembilan ini pada hari itu juga tanggal 22 juni 1945 jam 20.00
bertempat dirumah kediamana Bung Karno, Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta,
mengadakan sidang.

Oleh karena usul Golongan Nasionalis yaitu Pancasila dan usul Golongan
Islam berupa Syariat Islam sebagai dasar Negara kedua-duanya belum diterima

29
(ditolak), maka dicarilah jalan keluarnya. Setelah mengadakan pembicaraan
dengan musyawarah yang masak, maka dicapailah suatu kesepakatan yang baik,
kesepakatan yang luhur, satu modus, satu perjanjian antara pihak golongan islam
dengan pihak golongan Kebangsaan (Nasionalis). Modus Vivendi atau
persetujuan tersebut termaktub dalam suatu Rancangan Preambule HUkum Dasar
yang disebut “Piagam Jakarta” atau Jakarta Charter.
Rancangan Preambule atau Mukadimah Hukum Dasar tersebut pada
alinea ke IV memuat rumusan dasar Negara yang secara berurutan sebagai berikut
:
1. Ke-Tuhanan dengan mewajibkan menjalankan syari’at Islam bagi
pemeluk-2 nya, menurut dasar :
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3. Persatuan Indonesia, dan
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

C. Penetapan Pancasila Sebagai Dasar Negara

Rancangan naskah Pancasila yang ingin dijadikan, sumber asalnya adalah


berupa Mukadimah (Preambule) Hukum Dasar, yang berupa naskah kesepakatan
tentang rumusan dasar negara berupa Piagam Jakarta hasil karya Panitia Kecil
Sembilan yang merupakan kepanjangan tangan dari BPUPKI dianggap selesai.

Pada masa Sidang BPUPKI ke II yang berlangsung dari tanggal 10 s/d 17


Juli 1945, Piagam Jakarta disahkan sebagai Rancangan Pembukaan Hukum
Dasar, selanjutnya bahan ini menjadi masukan bagi pembahasan selanjutnya.

30
Pengesahan Pancasila sebagai Dasar Negara

Pada tanggal 18 Agustus 1945, sehari setalh kemerdekaan Indonesia


diploklamirkan, PPKI mengadakan Sidang Pleno, dengan dipimpin oleh Ir.
Soekarno sebagai Ketua PPKI, jumlah anggota yang semula 22 orang, maka atas
inisiatif dan tanggung jawab Ir. Soekarno maka anggota ditambah 6 orang lagi
hingga jumlahnya menjadi 28 orang (nama-nama tersebut dapat dilihat pada buku
pengangan kuliah).
PPKI, pada sidang ini membahas Rancangan Hukum Dasar dan menetapkan
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang telah diploklamirkan sehari
sebelumnya, dan hasil dari sidang itu adalah mengesahkan dua rancangan, yaitu :
1) Rancangan Pembukaan Hukum Dasar (Piagam Jakarta) menjadi Pembukaan
Undang-Undang Dasar, dengan beberapa perubahan penting.
2) Rancangan Hukum Dasar hasil keputusan Sidang BPUPKI II menjadi
Undang-Undang Dasar dengan beberapa perubahan.

Pengesahan Pembukaan Undang-Undang Dasar yang di dalamnya ada rumusan


dasar negara, ini berarti sekaligus pengesahan Pancasila sebagai Dasar Negara
(nama Pancasila telah diterima secara aklamasi tanggal 1 Juni 1945 walaupun
tidak disebutkan dalam pengesahan ini), dengan beberapa perubahan dari
rumusan dalam Piagam Jakarta, yaitu dengan menghapus kata-kata yang tercetak
miring dan menambah kata-kata yang bergaris bawah sebagai berikut :
1. Ke-Tuhanan dengan mewajibkan menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-2
nya, menurut dasar Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3. Persatuan Indonesia, dan
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

31
Dengan disahkannya Naskah dengan perubahan tersebut, maka saat itu sahlah
juga Pancasila sebagai Dasar Negara RI

Rumusan lain sebagai realisasi Pancasila sebagai Dasar Negara

a) Rumusan dalam Konstitusi RIS, dan dalam UUDS 1950


Walaupun pancasila telah disahkan menjadi Dasar Negara, tidak berarti tidak
ada rumusan-rumusan yang ditawarkan lagi untuk menjadi dasar negara. Hal
ini terkait dengan perkembangan politik yang selalu berubah
Dengan perubahan politik yang terjadi di mana Negar Republik Indonesia
Proklamasi berubah menjadi Negar Republik Indonesia Serikat pada tahun
1949, dan kemudian berubah lagi menjadi Negara Republik Kesatuan
(Sementara) tahun 1950, makan konstitusinya berupa pula. Dengan konstitusi
yang berbeda ternyata berubah pula rumusan Dasar Negaranya, berarti redaksi
Pancasila mengalami perubahan.
Redaksi berbeda jelas akan berdampak pada makna yang berbeda pula.
Namun demikian dalam 2 konstitusi yang berbeda ternyata rumusan Dasar
Negara (Pancasila) redaksinya sama, baik dalam UUD RIS maupun UUDS
1950, yaitu sebagai berikut :
1) Ke Tuhanan Yang Maha Esa
2) Peri Kemanusiaan
3) Kebangsaan
4) Kerakyatan
5) Keadilan Sosial

Rumusan-Rumusan Pancasila yang Lain


Disamping rumusan-rumusan Pancasila yang telah dikemukakan di atas, baik
rumusan-rumusan pancasila sebelum menjadi Dasar Negara, maupun
rumusan-rumusan yang terjadi sesudahnya (rumusan sebelum menjadi Dasar
Negara disebut Rumusan Pancasila calon Dasar Negara, sedangkan yang

32
sesudahnya disebut rumusan Pancasila perwujudan Dasar Negara), ternyata
masih ada rumusan lain yang tersebar di masyarakat. Rumusan yang tidak
diketahui sumbernya secara resmi tersebut lain dari yang ada dalam
Mukadimah Konstitusi RIS, maupun UUDS 1950, yaitu :
1) Ke Tuhanan Yang Maha Esa
2) Peri Kemanusiaan
3) Kebangsaan
4) Kerakyatan
5) Keadilan Sosial

Sebagai suatu kajian sejarah semua rumusan yang berkenaan dengan


Pancasila, wajib diketahui oleh para mahasiswa untuk memahami begitu
dinamisnya persoalan mengenai pandangan hidup bangsa maupun dasar
negara tersebut.

D. Sejarah Pancasila menurut Teori Causalitas


Segala sesuatu yang berada dalam ruang dan waktu, artinya yang dulunya
tidak ada lalu menjadi ada, dikatakan mempunyai permulaan. Menjadi ada
sesuatu tersebut karena sesuatu yang lain, yang dinamakan asal mula atau sebab.
Demikian juga pancasila menjadi dasar negara pernah tidak ada, maka
mempunyai asal-mula atau sebab pula.
Menurut Aristoteles, segala sesuatu yang berada ada asalmulanya atau ada
sebab-musababnya. Dan sebab terjadinya sesuatu selengkapnya ada 4 macam :
1) sebab bahan (causa materialis)
2) sebab bangun (causa formalis)
3) sebab tujuan (causa finalis)
4) sebab karya (causa efisien)
secara berturut-turut teori sebab dapat dijelaskan sebagai berikut :
misalnya sebuah kursi kayu, sebelum menjadi kursi tentu ada bahan dulu
yaitu kayu, kayu ini sebagai sebab bahan, selanjutnya kursi kayu bentuknya

33
macam-macam, ada kursi makan, kursi malas, kursi tamu dan lain-lain, yang
sudah barang tentu bentuknya berbeda-beda, jadi sebelum dibuat bentuknya
dirancang dulu, inilah sebagai sebab bangun. Selanjutnya, masih berupa kayu
bahan ini bisa dibuat apa saja, bisa meja, bisa rak buku dan bisa dibuat kursi, itu
semua tergantung pada tujuannya, dan tujuan untuk dibuat kursi inilah menjadi
sebab tujuan, seterusnya perlu diingat biar sudah ada bahan kayunya, tujuan kayu
untuk dibuat apa, dan bentuknya juga sudah dirancang, namun jelas kursinya
belum terwujud, karena belum ada tukang yang mengerjakannya, nah yang
mengerjakannya (tukang) inilah sebagai sebab yang terakhir yaitu sebab karya.
Jika teori sebab ini diterapkan terhadap pancasila, dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1) Pancasila terambil dari bahan yang dari luar, dari budaya asing
misalnya, akan tetapi merupakan kristalisasi dari budaya indonesia sendiri, dari
adat-istiadat dan kebiasaan, kebudayaan serta kepercayaan dan agama-agama
yang ada di tanah air indonesia. Itulah sebabnya Bung Karno pernah mengatakan
bahwa nilai-nilai Pancasila digali dari buminya indonesia yang merupakan
warisan dari nenek moyang kita sendiri. Inilah causa materialis dari Pancasila.
2) Sebab bangun (causa formalis) Pancasila, maknanya adalah siapa-
siapa yang merancang Pancasila hingga akhirnya terumus secara sistematis
sebagaiamana sekarang ini? Jawabannya adalah seorang anggota BPUPKI, yaitu
Bung Karno yang merumuskan Pancasila yang kemudian bersama-sama dengan
Bung Hatta menjadi pembentuk negara, sebagai asal mula bentuk atau bangun
(causa formalis) dan sekaligus asal mula tujuan (causa finalis) Pancasila calon
dasar negara.
3) Sebab berupa tujuan (causa finalis) pancasila, maknanya adalah siapa-
siapa yang merumuskan dasar negara sehingga ditemukan dan disepakati
Pancasila sebagai dasar negara. Jawabnya pertama-tama dan yang paling utama
adalah Dr. Radjiman Wedyodiningrat sebagai ketua Lembaga BPUPKI, karena
dia yang membuka sidang dan sekaligus menetapkan acara sidang, yaitu untuk
mencari dan merumuskan dasar negara yang sama-sama disetujui. Selain itu,

34
Panitia Kecil sejumlah sembilan orang yang terdiri dari golongan kebangsaan dan
agama, dengan menyusun rancangan Pembukaan yang dikenal dengan Piagam
Jakarta, juga sebagai tambahan asal mula tujuan (causa finalis) sekaligus asal
mula bentuuk (causa formalis).
4) Sebab berupa tujuan (causa efisien) Pancasila, maknanya adalah siapa
yang mengesahkan Pancasila sebagai dasar negara?, sebab tanpa disahkan maka
rumusan Pancasila selamanya tidak akan menjadi dasar negara Republik
Indonesia. Tentu dalam hal ini adalah PPKI, yang dalam sidangnya tanggal 18
Agustus 1945 menetapkan Undang-undang Dasar 1945, di mana dalam
Pembukaan UUD 1945 tertuang Pancasila yang menjadi Dasar Negara.

E. Indikator Penilaian
Metode Pembelajaran :
Kuliah(50%)& Diskusi (50%)
 Collaborative learning

Indikator Penilaian :
 Ketepatan ide,
 Kejelasan uraian,
 Kerjasama tim presentasi,
 Kedisiplinan,
 Kreativitas,
 Kemutakhiran bahan pustaka

35
BAB III PENUTUP

Dasar negara yang terdiri atas lima sila yang dijadikan pedoman hidup
Republik Indonesia dalam mengisi pembangunan guna tercapainya negara RI yang
adil dan makmur, adalah :

1. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa


2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyarawatan / perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Secara kronologis, Sejarah pembuatan Pancasila ini berawal dari pemberian janji
kemerdekaan di kemudian hari kepada bangsa Indonesia oleh Perdana Menteri
Jepang saat itu, Kuniaki Koiso, pada tanggal 7 September 1944. Lalu, pemerintah
Jepang membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 1 Maret 1945 (2605, tahun Showa 20) yang
bertujuan untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan tata pemerintahan
Indonesia Merdeka.

Dalam pidato singkatnya hari pertama, Muhammad Yamin mengemukakan 5 asas


bagi negara Indonesia Merdeka, yaitu kebangsaan, kemanusiaan, ketuhanan,
kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat. Soepomo pada hari kedua juga mengusulkan 5
asas, yaitu persatuan, kekeluargaan, mufakat dan demokrasi, musyawarah, dan
keadilan sosial. Pada hari ketiga, Soekarno mengusulkan juga 5 asas. Kelima asas itu,
kebangsaan Indonesia, internasionalisme atau perikemanusiaan, persatuan dan
kesatuan, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan yang Maha Esa, yang pada akhir
pidatonya Soekarno menambahkan bahwa kelima asas tersebut merupakan satu
kesatuan utuh yang disebut dengan Pancasila, diterima dengan baik oleh peserta
sidang. Oleh karena itu, tanggal 1 Juni 1945 diketahui sebagai hari lahirnya pancasila.

36
Selain itu, pada tanggal 22 Juni 1945 dibentuk sebuah panitia kecil yang dikenal
dengan panitia sembilan yang menghasilkan piagam Jakarta. Yang menetapkan dasar
negara , yang isinya antara lain :

1. Ke-Tuhanan , dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk –


pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyarawatan / perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Pada Sidang PPKI , yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, Hatta lalu mengusulkan
mengubah tujuh kata tersebut menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa". Pengubahan
kalimat ini telah dikonsultasikan sebelumnya oleh Hatta dengan 4 orang tokoh Islam,
yaitu Kasman Singodimejo, Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, dan Teuku M.
Hasan. Mereka menyetujui perubahan kalimat tersebut demi persatuan dan kesatuan
bangsa. Dan akhirnya bersamaan dengan penetapan rancangan pembukaan dan
batang tubuh UUD 1945 pada Sidang PPKI I tanggal 18 Agustus 1945 Pancasilapun
ditetapkan sebagai dasar negara Indonesia.

37
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Fauzi DH., (dkk), PANCASILA ditinjau dari segi historis, segi yuridis
konstitusional dan segi filosofis.
Ismaun, Drs., Tinjaun Dasar Filsafat negara, Karya Remaja, Bandung, 1997.
Kaelan, Drs, MS., Pendidikan PANCASILA Yuridis Kenegaraan, Paradigma,
Yogyakarta, 1998.
Kansil, CST, Drs, SH., Pancasila dan UUD 1945 Bagian I dan II, Prandya
Paramita, Jakarta, 1991.
Laboratorium Pancasila IKIP Malang, SATIAJI PANCASILA, Malang, 1977.
Mohammad Hatta, Drs., Sekitar Proklamasi, Tinta Mas, Jakarta, 1970.
---------------------, (dkk), Uraian Pancasila, Mutuara, Jakarta, 1979.
Moh, Waldjono, H, Drs, MA., PANCASILA Tinjauan Filosofis, Historis, Yuridis
dan Pragmatis, LEPHAS, Ujung Pandang, 1995.
Notonagoro,Prof, DR, SH., PANCASILA Secara Ilmiah Populer, Pantjuran
Tidjuh, Jakarta, 1977.
Sekretariat Negara RI., RISALAH SIDANG BPUPKI & PPKI, Jakarta, 1995.
Tim Dosen Pancasila Unhas.Pendidikan Pancasila Perguruan Tinggi. Universitas
Hasanuddin,Makassar,2003
Tim Dosen Pancasila Unhas.Pendidikan Pancasila Bunga Rampai .STIMIK
DIPANEGARA ,Makassar,2004

38

Anda mungkin juga menyukai