Anda di halaman 1dari 8

Nama: Prima Abdi Saputra

Nim : 11950511620

UTS Studi Hadits

1. Jelaskan persamaan dan perbedaan hal-hal berikut: Hadits, Sunah, Khabar dan
Atsar. Hadits nabawi dengan Hadis Qudsi. Hadits Qudsi dengan Al-Qur’an
a. Hadits, Sunah, Khabar dan Atsar.
Hadits, Sunnah, Khabar dan Atsar merupakan sumber hukum kedua sesudah Al-Qur'an, pada
dasarnya Hadits, Sunnah, Khabar dan Atsar mempunyai pengertian yang sama, yaitu hal yang
baru, namun para Muhaddits berselisih pendapat dan ahirnya dibeda-bedakan.
Persamaan: dari Hadits, Sunnah, Khabar dan Atsar adalah sama" dijadikan sebagai sumber
hukum ke-2 setelah al-qur'an
Perbedaannya:
Hadits → sesuatu yang disandarkan pada perkataan Rosulullah SAW ( jika hadits hanya
berdasarkan perkataan , tp jika sunnah semuanya )
Sunnah → segala sesuatu yg bersumber dari Rosulullah SAW baik perkataan , perbuatan dan
apapun yg didiamkan rosul (apa yg dilakukan oleh sahabat ddpn rosul dan rosul diam tdk
menegur perbuatan sahabat itu bnr apa salah)
khabar → sesuatu yg datangnya dari selain nabi (yg datang dari sahabat nabi)
atsar → segala sesuatu yg diriwayatkan oleh para sahabat berdasarkan perkataan rosullullah
SAW
Namun jika kita membaca buku yang satu dengan buku yang lain, pasti akan berbeda, hal ini
dikarenakan definisi dari Hadits, Sunnah, Khabar dan Atsar antara ulama' yang satu dengan
yang lain tidaklah sama, tidak sama dalam penyampaian kalimat, namun makna sebenarnya
(maksudnya) adalah sama.
b. Hadits nabawi dengan Hadis Qudsi
Persamaan hadist nabawi dan hadist qudsi adalah sumber lafadz kedua hadist tersebut.
Perbedaan hadist nabawi dan hadist qudsi adalah sumber isi atau makna kedua hadist
tersebut.
Pembahasan:
Hadist nabawi adalah segala sesuatu yang berasal dari nabi muhammad. Sedangkan hadist
qudsi adalah hadist yang lafadznya berasal dari nabi muhammad dan isi atau maknya berasal
dari Allah. Jadi persamaan hadist qudsi dengan hadist nabawi yaitu terletak pada lafadznya.
Kedua hadist tersebut lafadznya berasal dari nabi muhammad. Sedangkan perbedaan hadist
qudsi dengan hadist nabawi terletak pada makna hadist. Hadits nabawi isi atau maknanya
berasal dari nabi. Sedangkan hadist qudsi isi atau makna hadistnya berasal dari Allah.
c. Hadits Qudsi dengan Al-Qur’an
Al-Quran dan Hadis Qudsi adalah dua hal yang memiliki persamaan kuat namun juga
berbeda secara prinsip. Al-Quran adalah wahyu Allah SWT yang makna dan lafalnya dari
Allah SWT. Sementara Hadis Qudsi adalah juga wahyu Allah SWT di mana maknanya dari
Allah namun lafal atau redaksi perkatannya dari Rasulullah SAW.
Pembahasan
Dari pengertian Al-Quran dan Hadis Qudsi di atas kita bisa menyebutkan bahwa
PERSAMAAN keduanya adalah sama-sama wahyu atau firman dari Allah SWT. Hanya saja,
bentuk peyampaiannya yang berbeda. Adapun PERBEDAAN keduanya dirinci sebagai
berikut:
a. Al-Quran kalam atau wahyu Allah SWT yang makna dan lafalnya datang dari Allah.
Sementara Hadis Qudsi juga kalam atau wahyu Allah namun hanya makna yang
datang dari Allah SWT, adapun lafal dan redaksi penyampaian dari nabi Muhammad
SAW.
b. Al-Quran dikategorikan sebagai mukjizat namun tidak demikian dengan hadis al-
qudsi.
c. Ayat-ayat Al-Quran jelas dinisbatkan kepada Allah SWT sehingga apabila kita
mengutip Al-Quran maka perkataannya adalah „Allh SWT berfirman..‟. Sementara
Hadis Qudsi disandarkan kepada Rasulullah sehingga redaksi pengutipannya seperti
„Rasulullah bersabda bahwa Allah SWT berfirman..” dan sebagainya.
d. Membaca ayat-ayat Al-Quran adalah dikategorikan ibadah atay aktivitas ta‟abbud.
Sementara hadis qudsi tidak, meski mereka yang mempelajarinya mendapat pahala
juga.
2. Jelaskan bentuk-bentuk Hadits dan komponen-komponen yang terdapat dalam
sebuah hadits!
Komponen hadits: sanad (runtutan hadits dari sahabat/tabiut tabiin yang dekat dengan kita
hingga sampai ke Rasulullah), matan (isi/teks hadits), rowi (periwayat hadits yang
mengumpulkan hadits tersebut).
Bentuk hadits:
a. shohih (benar) : sangat utama utk dijadikan sbg rujukan
b. hasan (baik) : cukup kuat utk dijadikan sumber
c. dhoif (lemah) : jarang digunakan sbg sumber, krn salah satu sanad ada yang tidak
sesuai syarat
3. Hadits dalam kajian kaum orientalis sering diragukan keabsahannya jika digunakan
sebagai dasar pijakan untuk beragama sebab hadits dikodifikasikan setelah
Rasulullah yang notabennya sebagai sumber Hadits telah meninggal dunia, untuk
menyikapi hal tersebut sebagai seorang muslim apa dasar anda dalam menyatakan
hadits memang layak dijadikan sebagai dasar hukum islam yang kedua setelah Al-
Qur’an serta jelaskan fungsi hadits terhadap Al-Qur’an beserta contohnya !
a. At-Taqrir (Memperjelas isi Al Quran)
Fungsi hadits terhadap Al Quran yang pertama adalah sebagai Bayan At-Taqrir yang
berarti memperkuat isi dari Al-Quran. Sebagai contoh hadits yang diriwayatkan oleh H.R
Bukhari dan Muslim terkait perintah berwudhu, yakni: “Rasulullah SAW bersabda, tidak
diterima shalat seseorang yang berhadats sampai ia berwudhu” (HR.Bukhori dan Abu
Hurairah) Hadits diatas mentaqrir dari surat Al-Maidah ayat 6 yang berbunyi: “Hai orang-
orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah muka dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan
kedua mata kaki” - (QS.Al-Maidah:6)
b. Bayan At-Tafsir (Menafsirkan isi Al Quran)
Fungsi hadist terhadap Al Quran selanjutnya adalah sebagai Bayan At-Tafsir yang
berarti memberikan tafsiran (perincian) terhadap isi Al Quran yang masih bersifat umum
(mujmal) serta memberikan batasan-batasan (persyaratan) pada ayat-ayat yang bersifat
mutlak (taqyid). Contoh hadits sebagai bayan At-tafsir adalah penjelasan nabi Muhammad
SAW mengenai hukum pencurian. “Rasulullah SAW didatangi seseorang yang membawa
pencuri, maka beliau memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan”. Hadist
diatas menafsirkan surat Al-maidah ayat 38: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang
mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan
dan sebagai siksaan dari Allah” - (QS.Al-Maidah: 38. Dalam Al Quran, Allah memerintahkan
hukuman bagi seorang pencuri dengan memotong tangannya. Ayat ini masih bersifat umum,
kemudian Nabi Muhammad SAW memberikan batasan bahwa yang dipotong dari
pergelangan tangan.
c. Bayan At-Tasyri’ (Memberi kepastian hukum Islam yang tidak ada di Al Quran)
Sedangkan fungsi hadits terhadap Al Quran sebagai Bayan At-tasyri‟ ialah sebagai
pemberi kepastian hukum atau ajaran-ajaran islam yang tidak dijelaskan dalam Al-Quran.
Biasanya Al Quran hanya menerangkan pokok-pokoknya saja. Contohnya hadits mengenai
zakat fitrah, dibawah ini: “Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada
bulan Ramadhan satu sha‟ kurma atau gandum untuk setiap orang, beik merdeka atau hamba,
laki-laki atau perempuan” - (HR. Muslim).
d. Bayan Nasakh (Mengganti ketentuan terdahulu)
Fungsi hadits terhadap Al Quran selanjutnya adalah Baya Nasakh. Para ulama
mendefinisikan Bayan Nasakh berarti ketentuan yang datang kemudian dapat menghapuskan
ketentuan yang terdahulu, sebab ketentuan yang baru dianggap lebih cocok dengan
lingkungannya dan lebih luas.
Contohnya: “Tidak ada wasiat bagi ahli waris”
Hadits ini menasakh surat QS.Al-Baqarah ayat 180: “Diwajibkan atas kamu, apabila
seseorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang
banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabat secara ma‟ruf. (ini adalah) kewajiban
atas orang-orang yang bertaqwa” - (QS.Al-Baqarah:180). Untuk fungsi hadits sebagai Bayan
Nasakh ini ada perdebatan di kalangan ulama. Ada juga yang berpendapat Bayan Nasakh
bukanlah fungsi hadits.
4. Jelaskan secara singkat keberadaan hadits pada masa prakodifikasi dan masa
kodifikasi serta uraikan secara singkat keberadaan ilmu ulumul hadits dari masa
Rasulullah sampai sekarang!
A. Hadis Pada Masa Prakodifikasi
Sejarah perkemabangan hadist pada masa prakodifikasi maksudnya adalah pada masa
sebelum pembukuan. mulai sejak zaman Rasullah SAW hingga ditetapkannya pembukuan
hadist secara resmi (kodifikasi). Masa ini penulis membagi menjadi tiga periode yaitu masa
Rasulullah SAW, masa sahabat dan masa Tabi‟in. Adapun periode tersebut dijelaskan
sebagai berikut:
1. Hadis Pada Masa Rasullah SAW
Membicarakan Hadis pada masa Rasullah SAW berarti membicarakan Hadis
pada awal kemunculannya. Uraian ini akan terkait langsung kepada Rasulullah SAW
sebagai sumber Hadis. Rasulullah SAW membina umat islam selama 23 tahun. Masa
ini merupakan kurun waktu turunnya wahyu sekaligus diwurudkannya Hadis. Keadaan
ini sangat menuntut keseriusan dan kehati-hatian para sahabat sebagai pewaris pertama
ajaran islam.
Wahyu yang diturunkan Allah SWT kepadaanya dijelaskannya melalui
perkataan, perbuatan, dan pengakuan atau penetepan Rasulullah SAW. Sehingga apa
yang disampaikan oleh para sahabat dari apa yang mereka dengar, lihat, dan saksikan
merupakan pedoman. Rasullah adalah satu-satunya contoh bagi para sahabat, karena
Rasulullah memiliki sifat kesempurnaan dan keutamaan yang berbeda dengan manusia
lainnya.
Adapun metode yang digunakan oleh Rasulullah SAW dalam mengajarkan Hadis
kepada para sahabat sebagai berikut:
a. Para sahabat berdialog langsung dengan Rasulullah SAW
b. Para sahabat menyaksikan perbuatan dan ketetapan Rasulullah SAW
c. Para sahabat mendengarkan perkataan sesama sahabat yang diperoleh dari
Rasulullah SAW
d. Para sahabat menyaksikan perbuatan sesama sahabat yang diperoleh dari
Rasullah SAW.
2. Hadis Pada Masa Sahabat
Nabi wafat pada tahun 11 H, kepada umatnya beliau meninggalkan dua pegangan
sebagai dasar pedoman hidupnya, yaitu al-Qur‟an dan Hadits yang harus dipegangi
bagi pengaturan seluruh aspek kehidupan umat. Setelah Nabi saw wafat, kendali
kepemimpinan umat Islam berada di tangan shahabat Nabi. Shahabat Nabi yang
pertama menerima kepemimpinan itu adalah Abu Bakar as- Shiddiq (wafat 13 H/634
M) kemudian disusul oleh Umar bin Khatthab (wafat 23 H/644 M), Utsman bin Affan
(wafat 35 H/656 M), dan Ali bin Abi Thalib (wafat 40 H/661 M). keempat khalifah ini
dalam sejarah dikenal dengan sebutan al-khulafa al-Rasyidin dan periodenya biasa
disebut juga dengan zaman shahabat besar.
Sesudah Ali bin Abi Thalib wafat, maka berakhirlah era shahabat besar dan
menyusul era shahabat kecil. Dalam pada itu muncullah pra tabi‟in besar yang
bekerjasama dalam perkembangan pengetahuan dengan para shahabat Nabi yang masih
hidup pada masa itu. Diantara shahabat Nabi yang masih hidup setelah periode al-
Khulafa al-Rasyidin dan yang cukup besar peranannya dalam periwayatan hadits Nabi
saw ialah „A‟isyah istri Nabi (wafat 57 H/578 M), Abu Hurairah (wafat 58 H/678 M),
„Abdullah bin Abbas (wafat 68 H/687 M), Abdullah bin Umar bin al-Khatthab (wafat
73 H/692 M), dan Jabir bin Abdullah (wafat 78 H/697 M).
3. Hadis Pada Masa Tabi’in
Sebagaimana para sahabat para tabiin juga cukup berhati-hati dalam periwayatan
hadis . Hanya saja pada masa ini tidak terlalu berat seperti seperti pada masa sahabat.
Pada masa ini Al-Qur‟an sudah terkumpul dalam satu mushaf dan sudah tidak
menghawatirkan lagi. Selain itu, pada akhir masa Al-Khulafa Al-Rasyidun para sahabat
ahli hadis telah menyebar ke beberapa wilayah sehingga mempermudah tabi‟in untuk
mempelajari hadis.
Para sahabat yang pindah ke daerah lain membawa perbendaharaan hadis
sehingga hadis tersebar ke banyak daerah. Kemudian muncul sentra-sentra hadis
sebagai berikut:
a. Madinah, dengan tokoh dari kalangan sahabat seperti „Aiyah dan Abu Hurayrah.
b. Mekkah, dengan tokoh dari kalangan sahabat seperti Ibn „Abbas
c. Kufah, dengan tokoh dari kalangan sahabat seperti „Abd Allah Ibn Mas‟ud
d. Basrah, dengan tokoh dari kalangan sahabat seperti „Utbah Ibn Gahzwan
e. Syam, dengan tokoh dari kalangan sahabat seperti Mu‟ad Ibn Jabal
f. Mesir, dengan tokoh dari kalangan sahabat „Abd Allah Ibn Amr Ibn Al-Ash
Pada masa ini muncul kekeliruan dalam periwayatan hadis dan juga muncul hadis
palsu. Faktor terjadinya kekeliruan pada masa setelah sahabat itu antara lain:
a. Periwayat hadis adalah manusia maka tidak akan lepas dari kekeliruan
b. Terbatasnya penulisan dan kodifikasi hadis
c. Terjadinya periwayatan secara makna yang dilakukan oleh sahabat
Pemalsuan hadis dimulai sejak masa „Ali Ibn Abi Thalib buukan karena masalah
politik tetapi masalah lain. Menghadapi terjadinya pemalsuan hadis dan kekeliruan
periwayatan maka para ulama mengambil langkah sebagai berikut:
a. Melakukan seleksi dan koreksi oleh tentang nilai hadis atau para periwayatnya
b. Hanya menerima hadis dari periwayat yang tsiqoh saja
c. Melakukan penyaringan terhadap hadis dari rowi yang tsiqah
d. Mensyaratkan tidak adanya penyimpangan periwayat yang tsiqoh pada periwayat
yang lebih tsiqah
e. Meneliti sanad untuk mengetahui hadis palsu
B. Hadis Pada Masa kodifikasi
Pada masa ini terjadi kodifikasi hadis yang dimulai pada masa Umar bin Abd Aziz
yang mengintrupikan pada Muhammad bin syihab Al-zuhri karena dia dinilai paling mampu
dalam hadis. Sehingga pada masa lahir kodifikasi hadis secara resmi.
1. Hadis Pada Masa Awal Sampai Akhir Abad III H
Masa kodifikasi dilanjutkan dengan masa seleksi hadis yaitu upaya mudawwin hadis
menyeleksi hadis secara ketat. Masa ini dimulai ketika pemerintahan dipegang oleh
dinasti bani „Abbasiyah khususnya pada masa Al-Makmun.
2. Hadis Pada Abad IV Sampai Pertengahan Abad VII
Masa seleksi di lanjutkan pengembangan dan penyempurnaan sistem penyusunan
kitab-kitab hadis. Masa ini disebut dengan masa pemeliharaan, penerbitan,
penambahan, dan penghimpunan. Maka muncul kitab Al-Muwattha‟ karya imam
Malik Ibn Anas.
3. Hadis Pada Masa Pertengahan Abad VII Sampai Sekarang
Masa ini disebut dengan masa pensyarahan, penghimpunan, pentakhrijan, dan
pembahasan. Pada masa ini ulama berupaya mensyarahi kitab hadis yang sudah ada.
Abu Bakar Muhammad bin syihad az-Zuhri (51 - 124 H) adalah peletak pertama kaidah dasar
ilmu hadist. dia adalah orang pertama yang mengumpulkan hadist Rasullullah Sallallahu
alaihi wasalam atas perintah Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Hadist sebagai hukum islam
setelah Aquran memegang peranan penting dalam perkerbangan islam. dari hadist lahirlah
berbagai ilmu termasuk ulumul hadist kondisi politik membuat hadist palsu bertebaran karena
para pengusaha sengaja mengeluarkan hadist palsu untuk mengukuhkan kekuasaannya. maka
di perlukan sebuah ilmu khusus untuk meneliti bagaimana derajad sebuah hadist. Pada abad
ke 3 dan 4 ulumul hadist mencapai masa keemasannya pada masa itu ulama hafdist seperti
Imam muslim, Imam bukhari, Ibnu khuzaimah dan Ibnu Hibban menghasilkan karya. Masa
kesempurnaan hadist terjadi pada abad ke 7 hingga 10 H dan masa kemunduran hadist terjadi
di abad ke 11 hingga abad 14 H akhir abad 14 para ulama kontemporer menerbitkan kitab
ulumul hadist seperti Al-Manhaj Al-Hadist fi ulum Al-Hadist karya Syekh Muhammad as
Simahi danQawaid Al-Tahdis karya Syekh Muhammad Jamaluddin al-Qasimi dan karya itu
di gunakan ulama untuk menyebarkan kepada umat islam hingga masa sekarang.
REFERENSI
https://brainly.co.id/tugas/630930

https://brainly.co.id/tugas/14097032

https://brainly.co.id/tugas/14097235

https://brainly.co.id/tugas/20387381

https://www.researchgate.net/publication/328018764_SEJARAH_PERKEMBANGAN_HAD
IS_PADA_MASA_PRAKODIFIKASI_DAN_KODIFIKASI

https://hot.liputan6.com/read/4130868/fungsi-hadits-terhadap-al-quran-beserta-contohnya-
harus-dipahami-umat-islam

Anda mungkin juga menyukai